hŪrun ’Īn dalam al-qur’anrepository.uinjambi.ac.id/2618/1/301170015_nor farah ain... · 2020....
TRANSCRIPT
-
HŪRUN ’ĪN DALAM AL-QUR’AN
(Analisis Terhadap Tafsir al-Misbāh dan Tafsir al-Jalalayn)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu pensyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Strata Satu (S.1) Dalam Ilmu Al-Quran dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Oleh:
NOR FARAH AIN BINTI NOR ISAMUDIN
NIM: 301170015
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
2018
-
ii
Dr. Abdul Halim,M.Ag Jambi, 28 November 2018
M. Habibullah, M.Fil.I
Alamat: Fak Ushuluddin dan Studi Kepada Yth.
Agama UIN STS Jambi Bapak Dekan
Jl. Raya Jambi-Ma Bulian Fak. Ushuluddin dan Studi
Simp. Sungai Duren Agama UIN STS Jambi
Muaro Jambi. di-
JAMBI
NOTA DINAS
Assalamu’alaikumWr. Wb
Setelah membaca dan mengadakan perbaikan sesuai dengan pensyaratan
yang berlaku di Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi, maka kami
berpendapat bahwa skripsi saudara Nor Farah Ain Binti Nor Isamudin yang berjudul
“Hūrun ‘īn dalam Al-Qur’an (Analisis Terhadap Tafsir Al-Misbah dan Tafsir Al-
Jalalayn)” telah dapat diajukan untuk dimunaqasyahkan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Jurusan Ushuluddin dalam Ilmu
Tafsir Al-Quran dan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS
Jambi.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan kepada Bapak, semoga bermanfaat
bagi kepentingan agama, nusa dan bangsa.
Wassalam.
-
iii
-
iv
-
v
MOTTO
ِحيمِ ِن ٱلره ۡحم َٰ ِ ٱلره بِۡسِم ٱَّلله
“(Yaitu) katakanlah,”Inginkah Aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari
yang demikian itu?”Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada Sisi
Tuhan ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di
dalamnya.Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta Keridaan Allah;
dan Allah sentiasa Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya”. (QS. Āli ‘Imrān:
15).1
1 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Penafsiran al-Qur’an, al-Qur’an dan Terjemahanya
Departemen Agama RI, (Bandung: CV Diponegoro, 2005), 427.
-
vi
PERSEMBAHAN
الحمد َّلل رب العالمين
Kupersembahkan skripsi ini
Untuk orang-orang yang kucintai
Ibunda Dan Ayahanda Tercinta
Ayahanda Nor Isamudin Bin Ramli dan ibunda Fauziah Binti Awaluddin yang telah
mendidik dan mengasuh ananda dari kecil hingga dewasa dengan penuh kasih
sayang, agar kelak ananda menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua dan
berguna bagi Agama, Nusa dan Bangsa, dan dapat meraih cita-cita.
-
vii
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh realitas yang memprihatikan dan
memerlukan perhatian, yaitu munculnya perbedaan penafsiran antara umat Islam
pada setiap zaman. Dalam hal ini, penulis mempertimbangkan bahwa pemikirannya
dan fakta mengenai ayat 22 surah al-Wāqi’ah menceritakan tentang bidadari bernama
hūrun ‘īn atau dikenal sebagai bidadari yang bermata jeli dapat diterima oleh
masyarakat Islam di Indonesia. Dengan itu, penulis menggunakan dua kitab tafsir
yang berbeda yaitu Tafsir al-Misbāh dan Tafsir al-Jalalayn. Perbedaan dalam tafsir
tersebut merangkum aspek metodologi, zaman penafsiran serta kaedah penafsiran
ayat hūrun ‘īn ke atas ayat 22 surah al-Wāqi’ah.
Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah (Library Research) dan
pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis hermeneutika.
Sedangkan metode yang digunakan adalah metode tahlily yaitu metode yang
menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya, sesuai dengan
pandangan, kecenderungan, dan keinginan mufasirnya yang dihidangkannya secara
runtut sesuai dengan penurutan ayat-ayat dalam mushaf.
Hasilnya penulis menemukan dalam kitab Tafsir al-Misbāh, M. Quraish
Shihab tidak menjelaskan hūrun ‘īn pada ayat 22 surah al-Wāqi’ah, namun beliau
menyandarkan ayat tersebut pada surah ad-Dukhān ayat 54, dengan disimpulkan
bahwa hūr merupakan netral kelamin, sehingga bisa laki-laki juga bisa perempuan.
Manakala, Jalaluddin al-Mahally dalam kitab Tafsir al-Jalalayn, mengatakan hūrun
‘īn adalah wanita-wanita yang memiliki mata hitam pekat pada bagian yang hitamnya
dan putih bersih pada bagian yang putihnya (yang bermata jeli) artinya, matanya lebar
tetapi cantik.
-
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur tiada henti-hentinya kehadrat Allah SWT. Yang
telah menganugerahi penulis dengan sedikit ilmu pengetahuan, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Selawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan alam, yakni Nabi besar
Muhammad SAW. Seoraang Nabi yang pernah memberi angin segar kepada
ummatnya disaat ummatnya tenggelam dalam lautan kemusyrikan, hingga menjadi
pantai yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Adapun maksud dan tujuan penulis ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S.1) dalam Ilmu Al-Quran dan Tafsir pada
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Tak lupa pula rasa terima
kasih yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan kepada yang terhormat.
1. Bapak Dr. Abdul Halim, S.Ag.,M.Ag sebagai pembimbing I dan bapak M.
Habibullah, M.Fil.isebagai pembimbing II yang telah sabar membantu dan
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibuk Ermawati Hasan S,Ag. M.A selaku ketua jurusan program studi Ilmu Al-
Qur’an Dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
3. Bapak Dr. Abdul Ghaffar, M. Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Studi
Agama Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
4. Bapak Dr. Masiyan M. Syam S.Ag., M.Ag selaku Wakil Dekan Bidang
Akademik, Bapak H. Abdullah Firdaus, Lc, M.A selaku Wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan, dan Bapak Dr. Pirhat Abbas,
M.Ag selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Dan Kerjasama Luar
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
5. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, M.A selaku Rektor UIN STS Jambi.
6. Bapak Prof. Dr. H. Su’aidi Asy’ari MA. Ph.D selaku Wakil Rektor Bidang
Akademik dan Pengembangan Lembaga, Bapak Dr. H. Hidayat, M.Ag selaku
Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan, dan Ibu
Dr. Hj. Fadhlilah, M.Pd selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Dan
Kerjasama.
-
ix
7. Bapak Ibu Dosen UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi yang memberi ilmu
pengetahuan kepada penulis.
8. Bapak dan Ibu karyawan dan karyawati dilingkungan Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
9. Bapak Pimpinan Perpustakaan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi beserta staf-
stafnya.
10. Teman-teman seperjuangan, Nor Fatimah, Nor Farhana, Bintu Afiqah,
Muhammad Iqbal, Muhammad Izzuddin, Hambaly serta teman-teman lain yang
tergabung dalam Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia di Indonesia Cabang
Jambi dan sahabat-sahabat dari Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir yang telah
memberikan motivasi kepada penulis.
11. Kedua orang tua tercinta yang selalu melimpahkan kasih sayang, perhatian,
dukungan baik moral maupun doa yang tiada hentinya sehingga peneliti mampu
menyelesaikan pendidikan hingga saat ini.
12. Serta semua pihak yang turut membantu, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu
persatu.
Atas segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan, penulis
mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga, semoga Allah SWT membalasnya.
Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Jambi, 04 Maret 2019
Penulis,
Nor Farah Ain Binti Nor Isamudin
IAT 301170015
-
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. i
NOTA DINAS ……………………………………………………………… ii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI …………………... iii
PENGESAHAN ……………………………………………………………. iv
MOTTO ……………………………………………………………………. v
PERSEMBAHAN ………………………………………………………….. vi
ABSTRAK ……………………………………………………………..…… vii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………... viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. x
PEDOMAN TRANSLITERASI ………………………………….……….. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………… 1 B. Permasalahan ………………………………………. 6 C. Batasan Masalah …………………………………… 6 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian …………………... 7 E. Tinjauan Kepustakaan ……………………………… 7 F. Metode Penelitian ………………………………….. 9 G. Sistematika Penulisan ...………………………………. 12
BAB II GAMBARAN UMUM HERMENEUTIKA AL-QUR’AN DAN
PENGENALAN METODE KITAB TAFSIR AL-MISBĀH
SERTA KITAB TAFSIR AL-JALALAYN
A. Pengertian Hermeneutika …………………………… 12 B. Hermeneutika Terhadap Teks al-Qur’an ...……………. 13 C. Tafsir dan Metodologinya …………………………... 15 D. Metodologi Tafsir Kontemporer pada Kitab Tafsir al-
Misbāh ……………………………………………………… 21
E. Metodologi Tafsir Klasik pada Kitab Tafsir al-Jalalayn….. 24
BAB III PERBEDAAN LANDASAN METODOLOGI KITAB TAFSIR
AL-MISBĀH DAN TAFSIR AL-JALALAYN
A. Kitab Tafsir al-Misbāh dan Biografi Pengarang ……….. 28 B. Kitab Tafsir al-Jalalayn dan Biografi Pengarang ……….. 34 C. Metodologi Kitab Tafsir al-Misbāh ……………………. 42 D. Metodologi Kitab Tafsir al-Jalalayn ……………………. 44
-
x
E. Perbedaan Metodologi antara Kitab Tafsir al-Misbāh dan Kitab Tafsir al-Jalalayn …………………………………………. 46
BAB IV TEMUAN ANALISIS PENAFSIRAN HŪRUN ‘ĪN
PERBANDINGAN DALAM KITAB TAFSIR AL-MISBĀH
DAN KITAB TAFSIR AL-JALALAYN
A. Tinjauan Umum Tentang Hūrun ’īn ……………………. 47 B. Penafsiran Kata Hūrun ’īn dalam Kitab Tafsir al-Misbāh … 50 C. Penafsiran Kata Hūrun ’īn dalam Kitab Tafsir al-Jalalayn… 52 D. Perbandingan Kata Hūrun ’īn Terhadap Kitab Tafsir al-Misbāh
dan Kitab Tafsir al-Jalalyn ……………………………… 53
E. Pendapat Ulama Tafsir Terhadap Penafsiran Hūrun ’īn ….. 59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………. 63 B. Saran ………………………………………………… 64
DAFTAR PUSTAKA
CURRICULUM VITAE
-
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Alfabet
Arab Indonesia Arab Indonesia
ṭ ط , ا
ẓ ظ b ب
ʻ ع t ت
gh غ th ث
f ف j ج
q ق h ح
k ك kh خ
l ل d د
m م dh ذ
n ن r ر
h ه z ز
w و s س
, ء sh ش
y ي ṣ ص
ḍ ض
-
xii
B. Vokal dan Harkat
C. Tā’ Marbtūṭah
Transliterasi untuk ta marbutah ini ada dua macam:
1. Tā’ Marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, maka
transliterasinya adalah /h/.
Arab Indonesia
Ṣalāh صالة
Mir’āh مراة
2. Ta Marbutah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah dan
dammah, maka transliterasinya adalah /t/.
Arab Indonesia
Wizārat al-Tarbiyah وزارة التربية
Mir’āt al-zaman مراة الزمن
3. Ta Marbutah yang berharkat tanwin maka translitnya adalah /tan/tin/tun.
Contoh:
Arab Indonesia
Fajannatan فجنة
Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia
ىاَ ā ا a اَ ī
ىاَ u اَ á َوا aw
واَ i اَ ū َىا ay
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dimulai dengan keyakinan Allah SWT. itu satu-satunya Tuhan dan Nabi
Muhammad saw. itu sebaik-baik insan terpilih. Setiap manusia yang diciptakan di
dunia ini telah memiliki berbagai nikmat, antara nikmat yang telah dikurniakan oleh
Allah SWT. yaitu nikmat rezki, nikmat iman, nikmat bahagia, nikmat makan minum,
dan sebagainya. Salah satunya nikmat hidup di dunia adalah apabila Allah SWT.
menciptakan wanita untuk laki-laki dan laki-laki untuk wanita. Mereka mempunyai
perasaan antara satu sama lain, dimana ia menimbulkan sebuah rasan cinta dan
mencintai sehingga terbinanya sebuah keluarga bahagia.
Sebagaimana di dunia begitulah juga di akhirat, Allah SWT. telah
menjanjikan bidadari surga sebagai kenikmatan bagi setiap hambanya yang bertaqwa
dan beriman. Surga ini adalah tempat terindah yang telah disiapkan Allah SWT. bagi
hambanya yang lulus cobaan dalam kehidupan dunia. Dalam al-Qur‟an sering
menyebutkan kenikmatan yang akan diperoleh di surga seperti dijanjikan Allah SWT.
kepada orang-orang yang beriman, karena surga merupakan tempat bersenang-senang
dalam keridhaan-Nya. Ini sama sekali berbeda dengan dunia sebagai tempat ujian dan
cobaan.
Allah SWT. telah menjadikan mereka dengan sifat yang sopan sehingga
menundukkan pandangan mereka, dan akhlak yang baik sebagaimana dalam firman
Allah.SWT yang termaktub dalam QS. Ar-Rahmān, ayat 56 :
-
2
“(Yaitu) di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan
pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-
penghuni surga yang menjadi suami mereka)”. (QS. Ar-Rahmān:56).1
Dalam membicarakan tentang bidadari surga ini, penulis dalam hal ini dengan
mempertimbangkan bahwa pemikirannya dan fakta mengenai ayat 22 surah al-
Wāqi‟ah menceritakan tentang bidadari bernama hūrun ’īn atau dikenal sebagai
bidadari yang bermata jeli dapat diterima oleh masyarakat Islam di Indonesia. Dalam
kajian ini penulis telah mengambil dua kitab yang berbeda zamannya yaitu Kitab
Tafsir al-Misbāh: Muhammad Quraish Shihab (kontemperer) dan Kitab Tafsir al-
Jalalayn: Jalaluddin al-Mahally dan Jalaluddin as-Suyuthy (klasik) untuk dikaji
perbedaan metodologi tafsirnya di mana penafsiran al-Qur‟an terdapat 4 macam
metode yang berkembang yaitu: tahlily, ijmali, muqarran, dan mawdhu’i dan setiap
metode itu mempunyai kriteria tersendiri, dan hūrun ’īn akan dikaji menggunakan
kajian hermenuetika yang tujuannya untuk menjelaskan isi-isi supaya dapat dipahami
oleh masyarakat.
Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan dua kitab tafsir yang
berbeda yaitu Tafsir al-Misbāh dan Tafsir al-Jalalayn. Perbedaan dalam tafsir
tersebut merangkum aspek metodologi, zaman penafsiran serta kaedah penafsiran
ayat hūrun ’īn ke atas ayat 22 surah al-Wāqi‟ah. Dalam kitab Tafsir al-Misbāh,
Muhammad Quraish Shihab tidak menjelaskan hūrun ’īn pada ayat 22 surah al-
Wāqi‟ah, namun beliau menyandarkan ayat tersebut pada surah ad-Dukhān ayat 54,
dengan disimpulkan bahwa merupakan netral kelamin, sehingga bisa laki-laki juga
bisa perempuan. Beliau tidak menjelaskan bahwa sosok bidadari itu merupakan
1Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Penafsiran al-Qur‟an, al-Qur’an dan Terjemahanya
Departemen Agama RI, (Bandung: CV Diponegoro, 2005), 426.
-
3
perempuan, namun beliau mengatakan bahwa kemungkinan mereka bukan berasal
dari kehidupan dunia atau manusia seperti kita.2
Adapun Jalaluddin al-Mahally dalam kitab Tafsir Al-Jalalayn, mengatakan
hūrun ’īn adalah wanita-wanita yang memiliki mata hitam pekat pada bagian yang
hitamnya dan putih bersih pada bagian yang putihnya (yang bermata jeli) artinya,
matanya lebar tetapi cantik.3 Maka, pada penafsiran Jalaludin al-Mahally beliau
sebenarnya mengatakan hūrun ’īn itu adalah sosok seorang wanita yang bermata jeli.
Sebagaimana dengan firman Allah SWT. Dalam QS. Al-Wāqi‟ah, ayat 22
mengenainya :
“(Yaitu) dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli.” (QS.
Al-Wāqi‟ah: 22).4
Dengan itu, penulis mendapatkan perbedaan penafsiran terhadap kedua kitab
tafsir ini dalam menafsirkan hūrun ’īn itu. Tidak hanya pada ayat 22 surah al-
Wāqi‟ah sahaja yang menceritakan hal hūrun ’īn ini. Di dalam surah al-Qur‟an yang
lain juga mengatakan hūrun ’īn ini adalah wanita-wanita surga yang cantik jelita
bagaikan intan permata yang bercahaya. Kecantikan mereka tidak dapat digambarkan
dalam fikiran mahupun imajinasi kita. Sungguh wanita-wanita surga itu merupakan
kenikmatan yang disediakan oleh Allah SWT.kepada setiap hamba-Nya yang
beriman dan bertaqwa.5 Sebagaimana termaktub dalam QS. Āli „Imrān, ayat 15 :
2 Syafa‟attus Shilma,”Studi Agama: Ilmu al-Qur’an Dan Tafsir”, Skripsi (Jakarta: Program
Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017),61-62. 3Sani, “Tafsir Learn al-Qur’an”, diakses melalui alamat https://tafsir.learn-quran.co/id/about
tanggal 2 oktober 2018. 4Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Penafsiran al-Qur‟an…, 427.
5Nurun Nasuha, Rangkaian Kisah-Kisah Bidadari (Kuala Lumpur: Darul Nu‟man,1997),1.
https://tafsir.learn-quran.co/id/about
-
4
“(Yaitu) katakanlah,”Inginkah Aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari
yang demikian itu?”Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada Sisi
Tuhan ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di
dalamnya.Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta Keridaan Allah;
dan Allah sentiasa Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya”. (QS. Āli „Imrān: 15).6
Telah dijelaskan di dalam al-Qur‟an bahwa setiap laki-laki yang bertaqwa,
mereka akan dikurniakan bidadari yang sangat indah rupanya. Allah SWT.
mengurniakan bidadari kepada mereka, sebagai tanda nikmat yang Agung kepada
mereka selain daripada nikmat yang lain. Justeru itu, Allah SWT. tidak akan
mengabaikan pula wanita yang bertaqwa kepada-Nya. Sesungguhnya Allah SWT. itu
maha adil, Allah SWT. juga telah mengurniakan wanita baginya seorang pemuda.
Sebagaimana termaktub dalam QS. Al- Insān, ayat 19 :
“(Yaitu) Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda.
Apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka, mutiara yang
bertaburan”. (QS. Al-Insān: 19).7
Terdapat juga berbagai nikmat yang mereka peroleh. Setelah wanita saleha
memasuki surga, mereka akan memperolehi nikmat kecantikan dengan pakaian baru,
6Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsiran al-Qur‟an…., 40.
7Ibid. 463.
-
5
lalu sifat kecemburuan mereka itu akan dihilangkan oleh Allah SWT. Allah SWT.
telah menggantikan diri mereka dengan cahaya kecantikan yang berbeda ketika
berada di dunia serta derajat yang lebih tinggi daripada bidadari. Telah ditakdirkan
kepada mereka bahwa mereka tidak akan membawa sifat kecemburuan itu di dalam
surga, karena wanita saleha telah rela dengan nikmat yang telah diberikan oleh Allah
SWT. Mereka juga tidak terlalu risau dengan para bidadari yang mengelilingi
suaminya.8
Seterusnya, ada juga ulama tafsir yang menafsirkan hūrun ’īn ini dalam
berbagai tafsiran. Namun penulis mengambil dua kitab tafsir ini kerana belum ada
lagi yang membahas tentang perbedaan hūrun ’īn dalam kedua kitab tafsir ini. Maka
dengan mengetahui tentang bidadari yang bernama hūrun ’īn penulis mendapati tidak
ramai dalam golongan kita yang mahu mengkaji atau memperoleh ilmu tentang
nikmat-nikmatnya surga yang telah dinyatakan di dalam kandungan al-Qur‟an itu
sendiri. Salah satunya nikmat yang dinyatakan dalam al-Qur‟an adalah bidadari di
surga. Namun demikian, terdapat juga bidadari di dunia yakni wanita yang saleha
serta taat kepada Allah SWT. seperti Saidatina Khadijah, Saidatina Ai‟syah, Siti
Hajar dan lain-lain seperti yang kita ketahui melalui sirah-sirah Nabi.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka pemasalahan pokok dari
penelitian ini terdapat dua permaslahannya yaitu Bagaimanakah metodologi kitab
Tafsir al-Misbāh dan Tafsir al-Jalalayn menjelaskan hūrun ’īn? Dan bagaimanakah
penafsiran hūrun ’īn dalam Tafsir al-Misbāh dan Tafsir al-Jalalayn?
Dengan itu penulis tertarik umtuk mengkaji dan mengangkat permaslahan di
atas dalam sebuah karya ilmiah (skripsi) dengan judul “Hūrun ’īn dalam al-Qur‟an
(Analisis Terhadap Tafsir al-Misbāh dan Tafsir al-Jalalayn)”
8Nor Farah Ain, “Hūūr ul Al-Ain: Menurut Ayat 22 surah Al-Wāqi’ah”, Skripsi ( Ampang :
Kolej Islam As-Sofa, 2016), 43.
-
6
B. Permasalahan
Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, maka penulis merasa perlu
untuk merumuskan permasalahan, pokok masalah yang diangkat dalam penelitian ini
adalah :
1. Bagaimanakah perbedaan landasan metodologi kitab Tafsir al-Misbāh dan Tafsir
al-Jalalayn menjelaskan hūrun ’īn
2. Bagaimanakah perbandingan penafsiran hūrun ’īn dalam Tafsir al-Misbāh dan
Tafsir al-Jalalayn.
C. Batasan masalah
Selaras dengan pemasalahan yang ingin dibahaskan, penelitian ini hanya
berbicarakan tentang penafsiran hūrun ’īn ayat 22 surah al-Wāqi‟ah menurut kitab
Tafsir al-Misbāh dan Tafsir al-Jalalayn. Namun dalam kitab Tafsir al-Misbāh, kata
hūrun ’īn ayat 22 surah al-Wāqi‟ah disandar pada surah ad-Dukhān ayat 54. Selain itu
penelitian ini juga menggunakan kajian hermeneutika sebagai analisis terhadap dua
kitab tersebut.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan pokok
dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui landasan metodologi kitab Tafsir al-Misbāh dan Tafsir al-
Jalalayn menjelaskan hūrun ’īn
b. Untuk mengenalpasti penafsiran hūrun ’īn di dalam Tafsir al-Misbāh dan Tafsir
al-Jalalayn.
-
7
2. Kegunaan penelitian
a. Menjadi salah satu sumber daya pemikiran dan kematangan iman seseorang
dalam beribadah kepada Allah SWT. terhadap masyarakat pada masa kini.
b. Melalui penelitian yang dilakukan masyarakat dapat menjadikan ia sebagai
salah satu rujukan ilmiah yang bermanfaat untuk memperkasakan lagi ilmu
pengetahuan.
c. Menjadi kontribusi keilmuan penulis terhadap UIN STS Jambi yang tengah
mengembangkan paradigm keilmuan yang berwawasan global dalam bentuk
Universitas Islam.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan kaedah tinjauan pustaka terhadap
buku yang terkait dengan permasalahan yang penulis kaji. Penulis melakukan
tinjauan pustaka terhadap kitab-kitab tafsir, buku-buku, kajian ilmiah dan karya
akademik yang terkait dengan permasalahan penelitian yang penulis rangkakan.
Penulis menemukan beberapa buku ilmiah dan juga skripsi mengenai hūūrun
’īn. Diantaranya ialah Rangkaian Kisah-Kisah Bidadari oleh Nurun Nasuha. Buku ini
telah menerangkan mengenai sifat dan akhlak bidadari daripada tafsiran ayat-ayat al-
Qu‟ran dan hadits-hadits Rasulullah saw. Pengarangnya telah mencoba untuk
menguraikan mengenai alam bidadari ini secara mendalam, yang dihubungkaitkan
dengan kehidupan manusia di dunia. Hūrun ’īn ini merupakan perkara tidak kelihatan
dan misteri, akan tetapi hakikatnya mereka sebenarnya wujud di surga.
Bagaimanapun nas-nas tentang hūrun ’īn mengandung pengajaran yang amat
berharga dalam kehidupan kita.9 Buku ini menerangkan kewujudan bidadari surga ini
di alam akhirat dan sifat-sifat tersendiri mereka yang didokong dengan tafsir al-
Qur‟an dan hadits-hadits Rasulullah saw.
9Nurun Nasuha, Rangkaian Kisah-Kisah…., 4.
-
8
Selain itu, penulis juga menggunakan buku Ensiklopedia Kiamat: Bidadari,
Surga Dan Penghuninya oleh Muhammad Ahmad Mubayyat. Pengarang buku ini
menerangkan mengenai sifat-sifat ahli surga, nama-nama surga dan jumlahnya, buku
ini menerangkan alam akhirat yang akan kita hadapi. Beliau membahas definisi hūrun
’īn lebih mendalam serta sifat dan akhlak hūrun ’īn yang terpelihara oleh Allah SWT.
Selain itu, beliau menceritakan bahwa laki-laki yang bertaqwa akan mendapat
bidadari surga dan disertakan hadits dari Rasulullah saw.10
Maka, kajian ini lebih
meneliti mengenai definisi bidadari surga dengan sifatnya secara mendalam.
Selanjutnya, penulis juga menggunakan bantuan internet yang di akses
menggunakan Google Scholar dalam mencari jurnal yang terkait dengan judul penulis
yaitu tentang hūrun ’īn. Penulis menemukan jurnal yang berjudul Penafsiran Amina
Wadud Muhsin tentang bidadari dalam al-Qur’an (Kajian Hermeneutika) ditulis oleh
Hanik Fatmawati (2013).11
Tulisan ini menjelaskan tentang keragaman penafsiran
seorang ahli tafsir perempuan yang bernama Amina Wadud Muhsin yang
menjelaskan kepahaman beliau mengenai ayat-ayat bidadari di dalam al-Qur‟an.
Kajian ini beliau telah menggunakan kajian hermeneutika dalam menafsirkan ayat-
ayat mengenai bidadari akan tetapi beliau telah menggunakan konsep bahwa wanita
itu sama darjatnya dengan laki-laki.
Dalam penulisan skripsi yang lain yang berjudul Pemikiran Amina Wadud
Tentang Rekonstruksi Penafsiran ditulis oleh Ernita Dewi. Dalam QS Ali Imran ayat
15 mengatakan bahwa laki-laki yang beriman akan diberi ganjaran di surga yaitu
seorang bidadari yang cantik. Maka, dalam tulisan ini menjelaskan bahwa Amina
Wadud mengambil pahaman dalam menafsirkan hūrun ’īn di mana bukan hanya laki-
laki yang beriman sahaja akan memperoleh hūrun ’īn dan Menurut amina wadud
10
Muhammad Ahmad Mubayyat, Ensiklopedia Kiamat: Bidadari Surga dan Penghuniya
(Selangor: Berlian Publications Sdn.Bhd,2011). 11
Hanik Fatmawati,”Studi Agama: Penafsiran Amina Wadud Muhsin Tentang Bidadari
Dalam al-Quran (Kajian Hermeneutika) ”, Skripsi (Semarang: Program Sarjana IAIN Walisongo,
2013).
-
9
perempuan yang beriman juga berhak mendapatkan balasan yang istimewa di surga
kelak.12
Sebagai mana terlihat dari studi pustaka ini, belum ada diantara kajian yang
membahas tentang “Hūrun ’īn dalam al-Qur‟an (Analisis Terhadap Tafsir al-Misbāh
dan Tafsir al-Jalalayn)”. Dalam arti lainnya, karya penulis ini berbeda dengan karya-
karya yang di atas, karena penulis menggunakan kajian hermeneutika sabagai analisis
untuk mengkaji hūrun ’īn. Dengan demikian, penelitian penulis adalah berbeda dan
dapat ditindaklanjuti lebih jauh sebagai bahan kajian yang menarik.
F. Metode penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis hermeneutika.
Analisis hermeneutika ini adalah proses mengubah sesuatu atau situasi
ketidakketahuan menjadi tahu dan mengerti atau disebutkan sebagai pemindahan
umgkapan pikiran yang kurang jelas, diubah menjadi bentuk ungkapan yang lebih
jelas.13
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu
penelitian yang dilakukan terhadap literatur-literatur yang ada di perpustakaan
terutama yang berkaitan dengan kitab-kitab tafsir, buku-buku, dan literatur-literatur
tentang penafsiran kata hūrun ’īn serta mengkaji sumber-sumber tertulis yang telah
dipublikasikan atau pun belum dipublikasikan. Sedangkan metode yang digunakan
adalah metode tahlily yaitu metode yang menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur‟an
dari berbagai seginya, sesuai dengan pandangan, kecenderungan, dan keinginan
mufasirnya yang dihidangkannya secara runtut sesuai dengan penurutan ayat-ayat
12
Ernita Dewi, “Studi Agama: Pemikiran Amina Wadud Tentang Rekonstruksi Penafsiran
Berbasis Metode Hermeneutika”, Disertasi (Medan: Program Doktor IAIN Sumatera Utara Medan). 13
Fahruddin Faiz, Hermeneutika al-Qur’an Tema-Tema Kontroversial (Yogyakarta:
Kalimedia, 2015) 5.
-
10
dalam mushaf.14
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan metode sebagai
berikut:
2. Sumber dan Jenis Data
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka, karena itu sumber data dalam
penelitian ini adalah data-data sumber tulisan dari buku ilmiah, majalah, atau
berbagai artikel yang berkaitan dengan pembahasan yang terkaitan dengan judul ini.
Secara umum, sumber dan jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini
berasal dari bahan tertulis, yang secara garis besarnya terdiri dari dua data, yaitu data
primer dan skunder. Sumber data yang digunakan dalam penelitian dan penulisan
skripsi ini adalah:
a. Data primer, yakni merupakan data literatur yang secara langsung memiliki
keterkaitan dan behubungan secara langsung dengan topik perbahasan penelitian.
Diantaranya kitab-kitab yang ditulis oleh para ahli khususnya ahli tafsir. Seperti
kitab- kitab Tafsir al-Misbāh dan Tafsir al-Jalalayn.
b. Data sekunder, yakni data yang menjadi pendukung pembahasan judul
skripsi ini. Seperti buku Nikmat Surga, Bidadari Surga dan Penghuninya dan Agar
Bidadari Cemburu Padamu, Tafsir al-Qur’an Di Radio buku-buku, tafsir serta jurnal-
jurnal yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan kajian hermeneutika untuk
menafsirkan teks-teks yang punya otoritas, khususnya teks suci. Dalam aspek
keagamaan, hermeneutika diartikan sebagai sekumpulan kaidah atau pola yang harus
diikuti oleh seorang mufassir dalam memahami teks keagamaan. Hermeneutika ini
terdapat dua model pertama model hermeneutika objektif yang sesuai digunakan
14
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, ketentuan dan Aturan yang Patut Anda Ketahui
dalam Memahami al-Qur’an (Tangerang: Lentera Hati,2015) 377.
-
11
dalam model tafsir bi al-ma’tsur dan model hermeneutika subjektif sesuai digunakan
dalam model tafsir bi al-ra’y. Hermeneutika juga sering didefinisikan sebagai:15
1. Teori penafsiran Kitab Suci (theory of biblical exegesis).
2. Hermeneutika sebagai metodologi filologi umum (general philological
methodology).
3. Hermeneutika sebagai ilmu tentang semua pemahaman bahasa (science of all
linguistic understanding).
4. Hermeneutika sebagai landasan metodologis dari ilmu-ilmu kemanusiaan
(methodological foundation of Geisteswissenschaften).
5. Hermeneutika sebagai pemahaman eksistensial dan fenomenologi eksistensi
(phenomenology of existence dan of existential understanding).
6. Hermeneutika sebagai sistem penafsiran (system of interpretation).
Hermeneutika sebagai sistem penafsiran dapat diterapkan, baik secara kolektif
maupun secara personal, untuk memahami makna yang terkandung dalam
mitos-mitos ataupun simbol-simbol.
Antara tehnik-tehnik kajian hermeneutika yang dirumuskan oleh Fazlur Rahman
dalam kajian ini yang sistematik terhadap al-Qur‟an dan dikenal sebagai “Double
Movement”(gerakan ganda) yaitu:16
a. Bergerak dari situasi sekarang ke situasi al-Qur‟an diturunkan.
b. Setelah menemukan prinsip umum, maka dikembalikan pada masa sekarang
untuk diterapkan dan jika perlu diubah dimana nilai-nilai al-Qur‟an bisa
diterapkan.
15
Drs.M.Munir, “Tafsir Dan Hermeneutika”, diakses melalui alamat
https://munirdemak.wordpress.com/2012/09/19/tafsir-dan-hermenuetika/, tanggal 1 oktober 2018. 16
Mardety Mardinsyah, “Hermeneutika Dalam Studi Islam”, diakses melalui alamat
http://www.hermeneutikafeminisme.com/2016/01/24/hermeneutika-dalam-studi-islam/ tanggal 28
October 2018.
https://munirdemak.wordpress.com/2012/09/19/tafsir-dan-hermenuetika/http://www.hermeneutikafeminisme.com/2016/01/24/hermeneutika-dalam-studi-islam/
-
12
F. Metode Analisis Data
Data-data yang diperoleh dianalisis melalui metode tahlily. Metode tahlily ini
mencakup pengertian umum kosakata ayat, Munāsabah/hubungan ayat dengan ayat
sebelumnya, Sabab an-Nuzul (kalau ada), makna global ayat, hukum yang dapat
ditarik, yang tidak jarang menghidang aneka pendapat ulama mazhab dan
menambahkan uraian tentang aneka Qira‟at, I‟rab ayat-ayat yang ditafsirkan, serta
keistimewaan susunan kata-katanya.17
G. Sistematika Penulisan
Sistematika disini dimaksudkan sebagai gambaran yang akan menjadi pokok
bahasan dalam penulisan skripsi, sehingga dapat memudahkan dalam memahami dan
mencerna masalah-masalah yang akan dibahas. Adapun sistematika dibagi dalam
beberapa bab.
Bab I merupakan pendahuluan yang berfungsi untuk menyatakan keseluruhan
isi skripsi dengan sepintas, kemudian dirinci ke dalam sub bab yang terdiri dari latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka,
metode penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II merupakan gambaran umum hermeneutika al-Qur‟an dan pengenalan
metode kitab tafsir al-Misbāh serta kitab tafsir al-Jalalayn.
Bab III memaparkan tentang perbedaan metodologi kitab tafsir al-Misbāh dan
kitab tafsir al-Jalalayn.
Bab IV merupakan analisis penafsiran kata hūrun ’īn perbandingan dalam
kitab kitab tafsir al-Misbāh dan kitab tafsir al-Jalalayn.
Bab kelima penutup yang merupakan akhir rangkaian pembahasan dari
penelitian ini. Dalam bab ini memuat kesimpulan dan saran-saran serta harapan yang
sebaiknya dilakukan untuk lebih mengembangkan penelitian mengenai tema ini.
17
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, ketentuan…., 377.
-
12
BAB II
GAMBARAN UMUM HERMENEUTIKA AL-QUR’AN DAN PENGENALAN
METODE KITAB TAFSIR AL-MISBĀH DAN KITAB TAFSIR AL-
JALALAYN
A. Pengertian Hermeneutika
Kata hermeneutika (Inggris: hermeneutics)1 berasal dari Yunani hermeneuein
yang berarti “menafsirkan”. Kata ini sering diasosiasikan dengan nama salah seorang
dewa Yunani, Hermes, yang dianggap sebagai utusan para dewa bagi manusia.
Hermes adalah utusan para dewa di langit untuk membawa pesan kepada manusia.2
Hermeneutika berarti ilmu dan teori tentang penafsiran yang bertujuan
menjelaskan teks mulai dari ciri-cirinya, baik obyektif (arti gramatikal kata-kata dan
variasi-variasi historisnya), maupun subyektif.3
Beberapa kajian menyebut bahwa hermeneutika adalah “proses mengubah
sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi tahu dan mengerti”.4 Definisi ini agaknya
definisi yang agak umum, karena jika melihat terminologinya, kata hermeneutika ini
bisa diderivasikan ke dalam tiga pengertian:5
a. Pengungkapkan pikiran dalam kata-kata, penerjemahan dan tindakan sebagai
pentafsir.
b. Usaha mengalihkan dari suatu Bahasa asing yang maknanya gelap tidak
diketahui ke dalam Bahasa yang lain yang bisa dimengerti oleh si pembaca.
c. Pemindahan ungkapan pikiran yang kurang jelas, diubah menjadi bentuk
ungkapan yang lebih jelas.
1The science and methodology of interpretation, especially of Scriptural text.“The Groier
International Dictionary”, Volume One, (Danbury: Grolier Incorporated, 1984), 617. 2 Fahruddin Faiz, “Hermeneutika al-Qur‟an Tema-Tema Kontroversial”, Cetakan 1
(Yogyakarta: Kalimedia, 2015), 4. 3Lorens Bagus, “Kamus Fisafat” (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), 283.
4 Fahruddin Faiz, “Hermeneutika al-Qur‟an Tema….., 5.
5Ibid, 5.
-
13
Hermeneutika sebuah kata yang kemudian dikaitkan dengan teologi, maka
timbul dengan apa yang disebut hermeneutika modern yang mengoptimalkan
penafsiran teks kitab suci tradisi Kristen maupun Yahudi. Sebagaimana alat bantu
lainnya, penafsiran yang berkembang dalam teologi pun bersentuhan dengan tradisi
filsafat. Hermeneutika dikaitkan dengan filsafat penafsiran makna atau arti,
hermeneutika dengan persentuhan tersebut baru kemudian dikenal dengan
hermeneutika modern yang mencakup kepada tigapembahasan pokok yaitu
hermeneutika sebagi metodologi atau teori, filsafat dan kritik. 6
B. Hermeneutika Terhadap Teks Al-Qur’an
Hermeneutika bisa dipakai sebagai alat untuk “menafsirkan” berbagai bidang
kajian keilmuan, melihat sejarah kelahiran dan perkembangannya. Sebagai sebuah
tawaran metodologi baru bagi pengajian kitab suci, keberadaan hermeneutika suci al-
Qur‟an. Menjamurnya berbagai literature Ilmu Tafsir kontempprer yang menawarkan
hermeneutika sebagai variable metode pemahaman al-Qur‟an menunjukkan betapa
daya tarik hermeneutika memang luar biasa.7
Hassan Hanafi dalam tulisannya Religious Dialogue and Revolution
menyatakan bahwa hermeneutic itu tidak sekedar ilmu interpretasi atau teori
pemahaman, tetapi juga berarti ilmu yang menjelaskan penerimaan wahyu sejak dari
tingkat perkataan sampai ke tingkat dunia.8
Ada tiga kesamaan antara tafsir al-Qur‟an dengan hermeneutika. Kesamaan
itu tercakup dalam tiga unsur utama hermeneuein yang mana dalam tafsir al-Qur‟an
dapat dimasukkan dalam kategori kegiatan hermeneuein tersebut. Pertama, dari segi
adanya pesan, berita yang seringkali berbentuk teks, tafsir al-Qur‟an jelas
Menafsirkan teks-teks yang terdapat dalam Kitab Suci al-Qur‟an. Kedua,
harus ada sekelompok penerima yang bertanya-tanya atau merasa asing terhadap
6Zamzam Nurhuda, “Hermeneutika Bahasa: Teks dan Konteks Islam”, Jurnal Sasindo
Unpam, III, No. 3, (2015), 73. 7Fahruddin Faiz, “Hermeneutika al-Qur‟an Tema…., 12.
8 Ibid, 13
-
14
pesan itu, dalam hal ini kaum Muslimin pembaca al-Qur‟an, baik yang berbahasa
Arab apalagi yang tidak berbahasa Arab. Pesan-pesan al-Qur‟an harus dijelaskan
sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan petunjuk dan pedoman kehidupan mereka.
Ketigaadanya pengantara yang dekat dengan kedua belah pihak. Untuk unsur ketiga
ini pengantara paling dekat dengan sumber, Allah SWT. yaitu Nabi Muhammad
SAW., sehingga seluruh mufasir menjadikan Rasulallah SAW sebagai rujukan
utama dalam menafsirkan pesan-pesan Allah.9
Meski demikian, menurut Farid Esack dalam bukunya al-Qur‟an: Pluralism
and Liberation, pratek hermeneutika sebenarnya telah dilakukan oleh Umat Islam
sejak lama, khususnya ketika menghadapi al-Qur‟an. Bukti dari hal itu adalah:10
a. Problematika hermeneutika itu senantiasa dialami dan dikaji, meski tidak
ditampilkan secara definitive. Hal ini terbukti dari kajian-kajian mengenai
asbabun nuzul dan nasakh mansukh.
b. Perbedaan antara komentar-komentar yang actual terhadap al-Qur‟an (tafsir)
dengan aturan, teori atau metode penafsiran telah ada sejak mulai munculnya
literature-literatur tafsir yang disusun dalam bentuk ilmu tafsir.
c. Tafsir tradisional itu selalu dimasukkan dalam kategori-kategori, misalnya tafsir
syi‟ah, tafsir mu‟tazilah, tafsir hukum, tafsir filsafat, dan lain sebagainya. Hal
itu menunjukkan adanya kesadaran tentang kelompok-kelompok tertentu,
ideologi-ideologi tertentu, periode-periode tertentu, maupun horison-horison
social tertentu dari tafsir.
Ketiga hal ini jelas menunjukkan adanya kesadaran akan historisitas
pemahaman yang berimplikasi kepada pluralitas penafsiran. Oleh karena itu,
meskipun tidak disebut secara definitive, dapat dikatakan corak hermeneutika yang
9 Moh Wardi, “Hermeneutika Khaled Abou El Fadl: Sebuah Kontribusi Pemikiran Dalam
Studi Islam”, Al-Ulum: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Keislaman, (2018),3. 10
Fahruddin Faiz, “Hermeneutika al-Qur‟an Tema…., 14.
-
15
berasumsi dasar pluralitas pemahaman ini sebenarnya telah memiliki bibit-bibitnya
dalam Ulumul Qur‟an klasik.11
C. Pengenalan Tafsir
Secara Bahasa, kata tafsir berasal dari 12 fassara) yang semakna dengan) فسر
awdhaha dan bayyana, di mana tafsir sebagai mashdar dari fassara semakna dengan
idhah dan tabyn. Kata-kata tersebut dapat diterjemahkan kepada “menjelaskan” atau
“menyatakan”. Al-Jarjani memaknai kata tafsir itu dengan al-Kasyf wa al-Izhar
(membuka dan menjelaskan atau menampakkan). Istilah tafsir dalam makna
membuka digunakan baik membuka secara konkret (al-hiss) maupun abstrak yang
bersifat rasional. Al-qur‟an menggunakan istilah tafsir dalam makna penjelasan,13
seperti yang terdapat dalam QS.surah al-Furqân ayat 33:
“(Yaitu) tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang
ganjil, melaikan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik
penjelasannya)”. (QS.al-Furqān: 33).14
Kata فسر merupakan ثالث باحلرف مازيد (kata dasarnya tiga kemudian mendapat
tambahan satu huruf, yaitu tasydid atau huruf yang sejenis „ain fiil-nya). Penambahan
ini berkonsekuensi terhadap perubahan makna, yaitu takstir (banyak). Maka dengan
demikian secara harfiah, tafsir dapat diartikan kepada “banyak memberikan
penjelasan”. Maka menafsirkan al-Qur‟an berarti memberikan banyak komentar
terhadap ayat-ayat al-Qur‟an sesuai dengan pengertian atau makna yang dapat
dijangkau oleh seorang mufassir.15
11
Ibid, 15. 12
Diambil dari kata Fassara, yufassiru, fasran yang berarti menerangkannya/menyatakan
perkara itu.Achmad Sya‟bi, “Kamus al-Qalam”, (Surabaya: Halim Jaya, 2001), 187. 13
Kadar M. Yusuf, “Studi al-Qur‟an”, (Jakarta: AMZAH), 2010, 126. 14
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Penafsiran al-Qur‟an…., 289. 15
Kadar M. Yusuf, “Studi al-Qur‟an”…., 127.
-
16
Kata Tafsir, pada mulanya berarti penjelasan, atau penampakan makna.
Ahmad Ibnu Faris (w. 395 H), pakar ilmu bahasa menjelaskan dalam bukunya al-
Maqâyîs fi al-Lughah bahwa kata-kata yang terdiri dari ketiga huruf fa-sîn-ra’
mengandung makna keterbukaan dan kejelasan. Dari sini kata fasara (فسر) serupa
dengan safara (سفر). Hanya saja yang pertama mengandung arti menampakkan makna
yang dapat terjangkau oleh akal hal-hal yang bersifat material dan indriawi. Jika anda
menyifati wanita dengan safirah,16
maka itu berarti bahwa dia menampakkan dari
bagian tubuhnya apa yang mestinya ditutupi.17
Patron kata tafsir (تفسري) yang terambil dari kata fasara (فسر) mengandung
makna kesungguhan membuka atau keberulang-ulangan melakukan upaya membuka,
sehingga itu berarti kesungguhan dan berulang-ulangnya upaya untuk membuka apa
yang tertutup/menjelaskan apa yang musykil/sulit dari makna sesuatu, antara lain
kosakata.18
Al-Dzahabi menjelaskan bahwa secara bahasa tafsir berarti al-idah
(menjelaskan) dan al-tabyin (menerangkan). Kata tafsir secara disinggung al-Qur‟an
dalam surat al-Furqan: 33;
“(Yaitu) tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang
ganjil, melaikan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik
penjelasannya)”. (QS.al-Furqān:33).19
Lanjut al-Dzahabi, tafsir juga digunakan untuk menunjukkan dua hal.
Pertama, mengungkap makna yang tersembunyi secara inderawi (al-hissi), dan kedua,
16
Makna safirun adalah perempuan yang membuka matanya.Achmad Sya‟bi, “Kamus al-
Qalam”,(Surabaya: Halim Jaya, 2001), 93. 17
M. Quraish Shihab, “Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan…. 9. 18
Ibid., 9. 19
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsiran al-Qur‟an…., 289.
-
17
menyingkap makna yang tersembunyi secara rasio (ma’ani ma’qulah). Makna yang
kedua inilah yang lebih banyak dan biasa dipergunakan.20
D. Metode-Metode Tafsir
Sejarah perkembangan tafsir dapat pula ditinjau dari sudut metode penafsiran.
Walaupun disadari bahwa setiap mufassir mempunyai metode yang berbeda dalam
perinciannya dengan mufassir lain. Namun secara umum dapat diamati bahwa sejak
periode ketiga dari penulisan kitab-kitab tafsir sampai tahun 1960, para mufassir
menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an secara ayat demi ayat, sesuai dengan susunannya
dalam mushaf.21
Dengan demikian, metode tafsir merupakan kerangka atau kaidah yang
digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an. Sementara itu, metodologi tafsir
merupakan pembahasan ilmiah tentang metode-metode tafsir al-Qur‟an dab
berkedudukan sebagai jalan yang harus ditempuh jika ingin sampai kepada tujuan.
Selanjutnya, tujuan disebutkan corak tafsir sehingga sebagaimana pun bentuk tafsir
akan mencapai suatu corak yang tertentu.22
1. Tafsir al-Ijmâlî (Metode Global)
a. Pengertian
Tafsir al-Ijmâlî ialah menafsirkan al-Qur‟an dengan cara yang global dan
singkat. Dalam metode ini, Bahasa yang digunakan mudah dimengerti dan enak
dibaca, sistematika penulisannya mengikuti susunan ayat dalam mushaf, serta
penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya Bahasa al-Qur‟an, mufasir menjelaskan
makna umum yang terkandung dalam ayat tanpa menjelaskan makna umum yang
20
Ahmad Atabik, “Perkembangan Tafsir Modern Di Indonesia”, Hermeunetik, Vol. 8, No. 2,
2014,308. 21
M. Quraish Shihab, “Membumikan al-Qur‟an”, (Bandung: Mizan Pustaka), 1994, 73. 22
Samsurrohman, “Pengantar Ilmu Tafsir”, (Jakarta: Amzah), 2014, 118.
-
18
terkandung dalam ayat tanpa menjelaskan peringkat-peringkat pendukunya secara
detail, seperti i’râb atau balâghah.23
b. Ciri-ciri
Tafsir al-Ijmâlî memiliki cara kerja tersendiri yang berbeda dengan metode-
metode tafsir lainnya. Berikut ini cara tafsir al-Ijmâlî:24
1) Mengikuti urutan yang sesuai dengan urutan yang ada dalam mushaf.
2) Lebih menyerupai terjemah maknawi sehingga mufasir tidak berpegang pada
makna kosakata.
3) Mufassir lebih menekankan pada penjelasan makna umum.
4) Apabila dibutuhkan, mufasir mengemukakan alat bantu, seperti asbâb-nuzûl.
5) Penafsirannya tidak begitu jauh dengan siyâq al-Qur‟an. Begitu pula dengan
bentuk kosakata dan ujaran yang digunakan.
2. Tafsir Tahlily (Metode Analitis)
a. Pengertian
Menurut Bahasa, Tahlily berasal dari kata hallala-yuhallilu-tahlîlan yang
artinya melepas, mengurai, keluar, atau menganalisis. Sementara itu menurut istilah,
tafsir at-Tahlily ialah menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an dengan memaparkan segala
aspek yang bersinggungan dengan ayat serta menerangkan makna yang tercakup
sesuai dengan keahlian mufasir. Metode ini menerangkan arti ayat-ayat al-Qur‟an dari
berbagai segi sesuai urutan surah dalam mushaf dengan mengedepankan kandungan
kosakata, hubungan antara ayat, hubungan antara surah, asbâbul an-nuzûl, hadits-
hadits yang berhubungan, pendapat para ulama salaf, serta pendapatnya sendiri.25
23
Ibid, 119. 24
Ibid, 119. 25
Ibid, 120.
-
19
b. Ciri-ciri
Bentuk tafsir metode ini dapat berbentuk tafsir bi al-ma’tsûr dan tafsir bi ar-
ra’yi. Hal itu karena mufasir dapat menafsirkan secara menyeluruh. Mufasir juga
dapat menafsirkan ayat demi ayat dengan mengikuti tafsir Nabi Muhammad SAW,
sahabat, tabi‟in, serta tabi‟ tabi‟in. Selain itu, mufasir dapat menafsirkan sesuai
dengan disiplin ilmu yang menjadi keahliannya. Berikut ini ciri-ciri yang melekat
pada metode analitis:26
1) Ayat ayat ditafsirkan sesuai dengan urutan yang terdapat dalam mushaf.
2) Penjelasannya sedikit demi sedikit karena segala segi diteliti, seperti kosakata,
munasabah (hubungan), tatabahasa, atau asbâbul an-nuzûl.
3) Menggunakan alat bantu yang efektif berupa disiplin ilmu yang menjadi
keahlian mufasir.
4) Menekankan pengertian filologi sebagai acuan awal.
5) Ayat atau hadits lain yang memiliki kosakata yang sama digunakan sebagai
batu loncatan.
6) Mengamati konteks nas untuk menemukan pemahaman ayat.
3. Tafsir Muqaran (Metode Komparatif)
a. Pengertian
Menurut Bahasa, Muqaran dari kata qârana-yuqârinu-muqâranatan yang
berarti menggandeng, menyatukan, atau membandingkan. Sementara itu menurut
istilah, tafsir Muqaran ialah tafsir yang membandingkan antara ayat dan ayat-ayat
antara ayat dan hadits, baik dari segi isi maupun redaksi. Definisi lainnya ialah
membandingkan antara pendapat ulama tafsir dengan menonjolkan segi perbedaan.
26
Ibid, 121.
-
20
Dengan kata lain, mufasir meneliti ayat-ayat al-Qur‟an lalu membandingkan dengan
pendapat mufasir lainnya sehingga ditemukan pemahaman baru.27
b. Ciri-ciri
Ciri utama metode ini adalah membandingkan. Adapun yang dibandingkan
adalah ayat dengan ayat lainnya, ayat dengan hadits, atau pendapat mufasir dengan
pendapat mufasir lainnya. Berikut ini ciri-ciri metode komparatif:28
1) Cakupan pembahasannya sangat luas karena membandingkan tiga hal, yaitu ayat,
hadits, dan pendapat mufasir lainnya.
2) Ruang lingkup dari masing-masing aspeknya berbeda-beda.
3) Ada yang menghubungkan pembahasan dengan konotasi kata atau kalimat.
Misalnya:
“(Yaitu)dan sifat-sifat mereka dalam injil, yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadi tanaman yang kuat lalu menjadi
besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penaman-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang
kafir)”. (QS.al-Fath: 29).29
Ketika membahasa kata al-Kuffâr, tidak dapat disamakan dengan kata-kata al-
Kuffâr yang terdapat dalam ayat berikut:
27
Ibid, 122. 28
Ibid, 122. 29
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Penafsiran al-Qur‟an…., 411.
-
21
“(Yaitu)seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani)”.
(QS.al-Hadīd:20)30
Kosakata dalam dua ayat tersebut sama, tetapi konotasi maknanya sangat jauh
berbeda.
4) Mengomparatifkan antara ayat-ayat yang berdaksi sama, hadits yang memiliki
kemiripan, serta pendapat mufasir mengenai ayat tertentu.
4. Tafsir Mawdhu’i (Metode Tematik)
a. Pengertian
Menurut bahasa, Mawdhu’i berasal dari kata al-Wadh’u yang dibentuk dari
wadha’a-yadhi’u-wâdhi’un-maudhû’un yang artinya menjadikan, meletakkan, atau
menetapkan sesuatu pada tempatnya. Sementara itu menurut istilah, tafsir Mawdhu’i
ialah tafsir dengan topik yang memiliki hubungan antara ayat yang satu dan ayat yang
lain mengenai tauhid, kehidupan social, atau ilmu pengetahuan. Dengan kata lain,
tafsir Mawdhu’i ialah metode mengumpulkan ayat-ayat al-Qur‟an yang membahasa
satu tema tersendiri, menafsirkannya secara global dengan kaidah-kaidah tertentu,
dan menemukan rahasia yang tersembunyi di dalam al-Qur‟an. Selanjutnya, dalam
menggunakan tafsir Mawdhu’i, ditempuh langkah-langkah berikut:31
1) Mengumpulkan ayat-ayat yang membahas topik yang sama.
2) Mengkaji asbâbul an-nuzûl dan kosakata secara tuntas dan terperinci.
3) Mencari dalil-dalil pendukung, baik dari al-Qur‟an, hadits maupun ijtihad.
30
Ibid, 431. 31
Ibid, 124.
-
22
b. Ciri-ciri
Terdapat menjadi hal yang paling menonjol dalam tafsir ini. Berikut ini ciri-
ciri yang terdapat dalam tafsir Mawdhu’i :
1) Mufasir tidak memandang urutan ayat dalam mushaf.
2) Ayat dikumpulkan sesuai tema yang akan dibahas.
3) Pemilihan tema tertentu menjadi sangat menonjol.
4) Petunjuk yang termuat dalam ayat dijadikan sumber kajian.
5) Membahas seluruh permasalahan yang tercakup dalam tema.
E. Pengenalan Metodologi Tafsir Kontemporer
Istilah metodologi yang merupakan terjemahan dari kata Inggris methodology
yang berarti “cara dan prosedur yang diterapkan dalam ilmu pengetahuan”.32
Dengan
demikian, metodologi adalah merupakan wacana tentang melakukan sesuatu. Dalam
Bahasa Arab, metodologi diterjemahkan dengan manhaj atau minhâj seperti
diungkapkan dalam QS. al- Mâ‟idah:
“(Yaitu)untuk tiap-tiap imat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang
terang)”. (QS.al-Māidah: 48).33
Dalam Bahasa Indonesia, metodologi diartikan dengan “ilmu atau uraian
tentang metode. Dalam kamus umum Bahasa Indonesia metode diartikan sebagai
“cara yang teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai
hasil yang baik seperti yang dikehendaki”.34
Manakala metodologi diartikan sebagai
“pengajaran bahasa atau penelitian bahasa.”35
32
Peter Salim, “The Contemporary English-Indonesian Dictionary”, Edisi Kedelapan,
(Jakarta: Modern English Press, 2002), 398. 33
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Penafsiran al-Qur‟an…. 92. 34
Yus Badudu Dan Sutan Mohammad Zain, “Kamus Umum Indonesia”, Cetakan 1, (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1994),896. 35
Ibid, 896
-
23
Secara terminologis, tafsir dalam Bahasa Indonesia adalah keterangan yang
berlanjut atau yang agak Panjang mengenai isi kitab suci.36
Sementara tujuan
penafsiran adalah untuk mengklarifikasikan (maksud) sebuah teks. Dalam hal ini,
tafsir menjadikan teks al-Qur‟an sebagai objek awalnya dengan memberikan
perhatian penuh pada teks tersebut agar jelas maknanya, selain itu, ia juga berfungsi
secara simultan mengadaptasikan teks pada situasi yang sedang dihadapi mufasir.
Dengan kata lain, kebanyakkan penafsiran tidaklah murni teoretis, ia mempunyai
aspek praktis untuk membuat teks dapat diterapkan dalam memantapkan keimanan
dan menjadi pandangan hidup orang mukmin37
Seterusnya, istilah kontemporer berasal dari kata Bahasa inggris,
contemporary yang berarti “sekarang atau modern”. Dalam kamus Inggris-Indonesian
contemporary berarti “menunjukkan sifat-sifat yang modern yang berkenaan dengan
manusia dan hasil karyanya.”38
Dengan demikian, kiranya tidak berlebihan bila istilah
kontemporer di sini mengacu pada pengertian era yang relevan dengan tuntutan
kehidupan modern.39
Bila dilakukan perbandingan, pemahaman metodologi tafsir kontemporer
secara sekilas tidak ada bedanya dengan yang klasik, ia juga ditujukan untuk
menyelaraskan teks kitab Suci dengan kondisi di mana mufasir hidup.40
Pada
dasarnya tidak ada kesepakatan yang jelas tentang arti istilah kontemporer. Misalnya
apakah istilah kontemporer meliputi abad ke-19 atau hanya merujuk pada abad ke-20
s.d 21. Menurut Ahmad Syirbasyi yang dimaksud dengan periode kontemporer
adalah yaitu sejak abad ke 13 H atau akhir abad ke-19 M sampai sekarang ini.41
36
Ibid, 1396. 37
H. ahmad Syukri Saleh, “Metodologi Tafsir al-Qur‟an Kontemporer dalam Pandangan
Fazlur Rahman”, (Jambi: Sulthan Thaha Press, 2007), 42. 38
Peter Salim, “The Contemporary English…., 1167. 39
H. ahmad Syukri Saleh, “Metodologi Tafsir al-Qur‟an Kontemporer dalam Pandangan
Fazlur Rahman”, (Jambi: Sulthan Thaha Press, 2007), 42. 40
Ibid ,42. 41
Eni Zulaiha, “Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma dan Standar Validitasnya.”,
Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2,1 Juni 2017, 83.
-
24
F. Pengenalan Metodologi Tafsir Klasik
Tafsir klasik adalah tafsir yang bersumber kepada tradisi yaitu kebiasaan
masyarakat, ajaran dan pandangan yang dikemukakan oleh para tokoh yang
dipandang memiliki otoritas untuk mengemukan pandangan-pandangan keagamaan.
Adapun tokoh yang dianggap memiliki otoritas adalah Nabi SAW, sahabat, tabi‟in
dan ulama.
Tafsir klasik atau dikenal dengan tafsir bil ma’tsur adalah tafsir yang
bersumber atau disandarkan secara langsung atau tidak langsung kepada riwayat-
riwayat dari Nabi Muhammad saw, para sahabat dan tabi‟in. Sehingga epistomologi
tafsir klasik itu adalah klasik langsung kepda kutipan riwayat-riayat yang
menjelaskan suatu makna dari al-Qur‟an. Pada zaman tafsir klasik terdapat 3 merode
yang digunakan para ualam terdahulu untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an, yaitu :
1. Tafsir bi al-Ma’tsûr
Kata al-Ma’tsûr adalah isim ma’ful yang secara etimologis berarti
menyebutkan atau mengutipkan. Pengertian tafsir bi al-Ma’tsûrsecara terminology
terdapat berbagai pendapat. Al-Zarqani, beliau mendefinisikan tafsir bi al-Ma’tsûr
dengan penafsiran al-Qur‟an dengan al-Qur‟an, penafsiran al-Qur‟an dengan al-
Sunnah dan dengan pendapat para sahabat.42
Jenis-Jenis Tafsir al-Ma’tsûr
Berangkat dari definisi di atas, maka jenis tafsir al-Ma’tsûr ada empat yaitu
penafsiran al-Qur‟an dengan al-Qur‟an, penafsiran al-Qur‟an dengan sunnah
Rasulullah saw, penafsiran al-Qur‟an dengan pendapat para sahabat dengan tabi‟in.
berikutnya yaitu:43
42
Syarafuddin H.Z, “Tafsir bi al-Ma‟tsur (Kelebihan dan Kekurangan serta
Pengembangannya)”, Suhuf, Vol 29, No 1, 2017, 98. 43
Ibid, 99-112.
-
25
1. Tafsir al-Qur‟an dengan al-Qur‟an
Tafsir al-Qur‟an dengan al-Qur‟an ada beberapa bentuk, ada yang dalam
bentuk menafsirkan bagian kata tertentu dengan bagian kata lainnya dalam ayat dan
surah yang sama. Ada yang dalam bentuk penafsiran ayat yang satu dengan ayat yang
lain dalam surah yang sama da nada pula dalam bentuk menafsirkan ayat yang satu
dengan ayat yang lain dalam surah yang berbeda.
Penafsiran al-Qur‟an dengan sunnah wajib karena adalah petunjuk atau
penjelasan yang paling benar adalah apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw.
Sunnah dalam hal ini menafsirkan ayat-ayata al-Qur‟an dalam beberapa bentuk
diantaranya adalah sebagai berikut :
b. Bayan al-Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan al-Tafsir adalah menerankan ayat-ayat
yang sangat umum dan mustanah. Sunnah dalam hal ini menerangkan keumuman
ayat-ayat al-Qur‟an yang masih mujmal dan memberi batasan terhadap ayat-ayat
yang sifatnya muthlaq dan memberi takhsish ayat-ayat yang bersifat umum.
b. Bayan al-Taqrir
Bayan al-Taqrir adalah ayat-ayat al-Qur‟an yang diperkuat oleh al-Sunnah
Nabi saw.
c. Bayan an-Nasakh
An-Nasakh menurut bahasa adalah al-Ibthal (membatalkan), al-Izalah
(menghilangkan), al-Tahwil (memindahkan), atau al-Taqhyir (mengubah).
2. Tafsir al-Qur‟an dengan Riwayat Sahabat
Menurut al-Hakim, penafsiran al-Qur‟an dengan riwayat yang shahih,
hukumnya marfu’ karena para sahabat menyaksikan turunnya wahyu dan mengetahui
sebab-sebab turunnya. Namun apabila penafsiran mereka berdasarkan al-Ra’yi maka
bernilai muaquf.
-
26
3. Penafsiran al-Qur‟an dengan Riwayat al-Tabi‟in
Walaupun para ulama berbeda pendapat tentang nilai riwayat al-Tabi‟in,
namun sebagai rujukan penafsiran mereka tetap dipertimbangkan, apabila tidak
diketemukan tafsir di dalam al-Qur‟an maupun sunnah dan pendapat para sahabat.
Pada hakekatnya para al-Tabi‟in menerima sejumlah ilmu dari para sahabat, terutama
setelah daerah Islam makin bertambah luas. Mereka menyebarkan keberbagai daerah
Islam untuk menyiarkan ilmu pengetahuan. Dalam bidang ilmu tafsir, mereka dibagi
atas tiga kelompok masalah yaitu: Mekkah, Madinah dan Iraq. Dari ketiga kelompok
tersebut, kelompok Makkahlah yang dianggap paling memahami tafsir, karena
mereka adalah murid Ibnu Abbas.
2. Tafsir bi ar-Ra’y
Sekian banyak problema baru yang bermunculan dari saat ke saat yang
memerlukan jawaban dan bimbingan, sedang hal tersebut tidak ditemukan
penjelasannya dari al-Qur‟an dan sunnah. Dari sini lahirlah upaya
memahami/menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an dan sejak itu lahirlah tafsir bi ar-Ra’y.
Walau sebenarnya tidak keliru dari segi substansi jika dikatakan bahwa penafsiran
Nabi saw sahabat-sahabat beliau pun adalah tafsir bi ar-Ra’y, karena mereka juga
menggunakan nalar mereka dalam upaya memahami al-Qur‟an dan. Imam Syafi‟i
berkata, seperti tulis as-Suyuthi dalam al-Ithqân, bahwa: “Semua ketetapan hukum
Nabi saw adalah hasil pemahaman beliau dari al-Qur‟an berdasar firman Allah SWT.:
“(Yaitu) Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang
telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang
-
27
yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat)”. (QS.an-Nisā:
105).44
3. Tafsir Isyâry
Tafsir Isyâry yakni makna-makna yang ditarik dari ayat-ayat al-Qur‟an yang
tidak diperoleh dari bunyi lafazh ayat, tetapi dari kesan yang ditimbulkan oleh lafazh
itu dalam benak penafsirannya yang memiliki kecerahan hati dan atau pikiran tanpa
membatalkan makna lafazhnya. Selama ini tafsir Isyâry banyak dilahirkan oleh para
pengamal tasawuf yang memiliki kebersihan hati dan ketulusan, dank arena itu tafsir
ini dinamai juga dengan tafsir Shūfy.45
44
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsiran al-Qur‟an…., 76. 45
M.Quraish Shihab, “Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan…., 362.
-
28
BAB III
PERBEDAAN LANDASAN METODOLOGI KITAB TAFSIR AL-MISBĀH
DAN KITAB TAFSIR AL-JALALAYN
A. Biografi Pengarang dan Kitab Tafsir al-Misbāh
1. Biografi Pengarang
Nama pengarang kitab tafsir al-Misbāh adalah Muhammad Quraish Shihab
lahir di Rappang, Sulawesi Selatan pada 16 Februari 1944. Beliau berasal dari
keturunan arab terpelajar. Shihab merupakan nama keluarganya (ayahnya) seperti
lazimnya yang digunakan di wilayah Timur (anak benua India termasuk Indonesia).
M. Quraish Shihab dibesarkan dalam lingkungan keluarga Muslim yang taat, pada
usia 9 tahu ia sudah terbiasa mengikuti ayahnya mengajar. Ayahnya, Abdurrahman
Shihab (1905-1986) merupakan sosok yang banyak membentuk kepribadian bahkan
keilmuannya kelak. Ia menamatkan Pendidikan di Jam‟iyyah Al-Khair Jakarta, yaitu
sebuah Lembaga Pendidikan Islam tertua di Indonesia. Ayahnya seorang guru besar
di bidang Tafsir dan pernah menjabat sebagai rektor IAIN Alaudin Ujung Pandang
dan juga sebagai pendiri Universitas Muslim Indonesia (UMI) Ujung Pandang.1
Menurut M. Quraish Shihab sejak 6-7 tahun, ia sudah diharuskan untuk
mendengar ayahnya mengajar Al-Quran. Dalam kondisi seperti itu, kecintaan seorang
ayah terhadap Ilmu agama samapai membentuk kepribadiannya yang kuat terhadap
basis keIslaman. Dengan melihat latar belakang keluarga yang sangat kuat dan
disiplin, sangat wajar jika kepribadian keagamaan dan kecintaan serta minat terhadap
ilmu-ilmu agama dan studi al-Qur‟an yang digeluti sejak kecil, dan selanjutnya
didukung oleh latar belakang Pendidikan yang dilaluinya, mengantarkan M. Quraish
Shihab menjadi seorang musfasir.
1Atik Wartini, “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah”, Hunafa:
Jurnal Studia Islamika, vol 11, No 1, (2014), 114.
-
29
Latar Belakang Pendidikan
Setelah menyelesaikan Pendidikan dasarnya di Ujung Pandang, dia
melanjutkan Pendidikan menengahnya di Malang, sambil “nyatri” di Pondok
Pesantren Darul-Hadits Al-Faqihiyyah. Pada 1958, yang berangkat Kairo, Mesir, dan
diterima dikelas II Tsanawiyyah Al-Azhar. Pada 1967, dia meraih gelar Lc (S-1) pada
Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadis Universitas Al-Azhar. Kemudian dia
melanjutkan pendidikan di fakultas yang sama, dan pada 1969 meraih gelar MA
untuk spesialisasi bidang Tafsir Al-Quran dengan tesis berjudul Al-I‟jaz Al-Tasyri‟iy
li Al-Qur‟an Al-karim.2
Pada tahun 1980, M. Quraish Shihab kembali melanjutkan pelajarannya di
Universitas Al-Azhar, dan menulis disertasi yang berjudul Nazm al-Durar li al-
Baqā’ī Tahqīq wa Dirāsah sehingga pada tahun 1982 berhasil meraih gelar doctor
dalam studi ilmu-ilmu al-Qur‟an dengan yudisium Summa Cumlaude, yang disertai
dengan penghargaan tingkat 1 (Mumtaz Ma’a Martabat Al-Syaraf Al-Ula). Dengan
demikian ia tercatat sebagai orang pertama dari Asia Tenggara yang meraih gelar
tersebut.3
Setelah kembali ke Indonesia, pada tahun 1984, M. hQurais Shihab
ditugaskan di fakultas Ushuluddin dan Program Pascasarjana IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Pada tahun1995, ia dipercaya menjabat Rektor IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Jabatan tersebut memberikan peluang untuk merialisasikan
gagasan-gagasannya, salah satu diantaranya melakukan penafsiran dengan
menggunakan pendekatan multidispliner, yaitu pendekatan yang melibatkan sejumlah
ilmuwan dari berbagai bidang spesialisasi. Menurutnya, hal ini akan lebih berhasil
untuk melengkapkan petunjuk-petunjuk dari al-Qur‟an secara maksimal. 4
Jabatan lain di luar kampus yang pernah diembarnya, antara lain: Ketua
Majlis Ulama Indonesia(MUI) Pusat sejak 1984, anggota Lajnah Pentashih Al-Qur‟an
2M. Quraish Shihab, “Membumikan al-Qur‟an”, (Bandung: Mizan Pustaka), 1994.
3Atik Wartini, “Corak Penafsiran M. Quraish…., 114.
4Ibid, 115.
-
30
Departemen Agama sejak 1989, selain itu ia banyak berkecimpung dalam berbagai
organisasi professional, seperti pengurus perhimpunan ilmu-ilmu al-Qur‟an Syari‟ah,
Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
dan Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Serta
director Pendidikan Kader Ulama (PKU) yang merupakan usaha MUI untuk
membina kader-kader ulama di tanah Air.5
Pada tahun 1958, tepatnya di akhir pemerintahan Orde Baru, ia pernah
dipercayai sebagai Menteri agama oleh presiden Suharto, kemudian pada 17 Febuari
1999, dia mendapat amanah sebagai duta besar Indonesia di Mesir. Walaupun
berbagai kesibukan sebagai Konsekwensi jabatan yang diembanya, M. Quraish
Shihab tetap aktif dalam kegiatan tulis menulis di berbagai media massa dalam
rangka menjawab permasalahan yang berkaitan dengan persoalan agama. Di harian
pelita, ia mengasuh rubrik “Tafsir Amanah” dan juga menjadi anggota dewan redaksi
majalah Ulum Al-Qur‟an dan Mimbar Ulama di Jakarta. Dan kini, aktivitasnya adalah
guru besar Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Direktor Pusat Studi Al-
Qur‟an(PSQ) Jakarta.6
Karya-karya M. Quraish Shihab
Sebagai mufassir kontemporer dan penulis yang produktif, M. Quraish Shihab
telah menghasilkan berbagai karya yang telah banyak diterbitkan dan dipublikasikan.
Diantara karya-karyanya, khususnya yang berkenaan dengan studi al-Qur‟an adalah:
Tafsir al-Manar: keistimewan dan Kelemahannya (1984), Filsafat Hukum Islam
(1987), Mahkota Tuntunan Illahi: Tafsir Surat al-Fatihah (1988), Membumikan al-
Qur‟an: Fungsi dan Peranan Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (1994), Studi
Kritik Tafsir al-Manar (1994), Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidu pan (1994),
Wawasan al-Qur‟an: Tafsir Mawdhu‟i atas berbagai Persoalan Umat (1996),
Hidangan Ayat-Ayat Tahlil (1997), Tafsir al-Qur‟an al-Karim: Tafsir Surat-Surat
5 Ibid.
6 Ibid.
-
31
Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu (1997), Mu‟jizat al-Qur‟an Ditinjau
dari Berbagai Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib (1997),
Sahūūr Bersama M. Quraish Shihab di RCTI (1997), Menyingkap Ta‟bir Illahi: al-
Asma‟ al-Husna dalam Perspektif al-Qur‟an (1998), Fatwa-Fatwa Seputar al-Qur‟an
dan Hadith (1999), dan lain-lain.7
Karya-karya M. Quraish Shihab yang sebagian kecilnya telah disebutkan di
atas, menandakan bahwa perananya dalam perkembangan keilmuan di Indonesia
khususnya dalam bidang al-Qur‟an sangat besar. Dari sekian banyak karyanya, Tafsir
al-Misbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an merupakan Mahakarya beliau.
Melalui tafsir inilah Namanya membumbung sebagai salah satu muffasir Indonesia,
yang mampu menulis tafsir al-Qur‟an 30 juz dari volume 1 sampai 15.8
Selain itu, M. Quraish Shihab juga aktif dalam kegiatan tulis-menulis. Di surat
kabar Pelita, pada setiap hari Rabu beliau menulis dalm rubrik “Pelita Hati”. Beliau
juga mengasuh rubrik “Tafsir al-Amanah” dalam majalah dua mingguan yang terbit
di Jakarta.9
2. Kitab Tafsir al-Misbāh
Kitab Tafsir al-Misbāh adalah sebuah kitab tafsir kontemporer karyanya
adalah seorang ulama terkini yang bernama M. Quraish Shihab. Beliau memang
bukan satu-satunya pakar al-Qur‟an di Indonesia, tetapi kemampuannya
menerjemahkan dan menyampaikan pesan-pesan al-Qur‟an dalam konteks kekinian
inilah yang kemudian membuatnya lebih kenal dan lebih unggul daripada pakar al-
Qur‟an lainnya.
Tafsir al-Misbāh merupakan karya paling monumental M. Quraish Shihab.
Buku ini berisi 15 volume yang secara lengkap memuat penafsiran 30 juz ayat-ayat
dan surah-surah al-Qur‟an. Penulisan tafsir ini menggunakan metode tahlily, yaitu
7Atik Wartini, “Corak Penafsiran M. Quraish…., 117.
8 Ibid.
9 M. Quraish Shihab, “Membumikan al-Qur’an”, (Bandung: Mizan Pustaka), 1994.
-
32
menafsirkan ayat per ayat al-Qur‟an sesuai dengan urutannya dalam mushaf. Cetakan
pertama volume satu tafsir ini adalah 2000, sedangkan cetakan pertama juz terakhir
(volume 15) tertera tahun 2003. Menurut pengakuan Quraish, ia menyelesaikan
tafsirnya itu selama empat tahun, dimulai di Mesir pada hari Jum‟at 4 Rabi‟ul Awwal
1420 H/18 Juni 1999 dan selesai di Jakarta, Jum‟at 5 September 2003. Sehari rata-
rata M. Quraish Shihab menghabiskan waktu tujuh jam untuk menyelesaikannya.10
Ada beberapa catatan yang layak dikemukan tentang penulisan Tafsir al-
Misbāh ini:11
1. Penafsiran ayat-ayat al-Qur‟an dilakukan dengan membuat pengelompokan ayat
yang masing-masing jumlah kelompok ayat dapat berbeda antara satu sama
lainnya. Selain itu, M. Quraish Shihab tidak menyusun tafsirnya berdasarkan
juz per juz. Karena itu, dari lima belas volume kitabnya, ketebalan halaman
masing-masing volume berbeda-beda. Hanya volume 3 yang berisi seluruh
surah al-Māidah dan yang paling tipis tipis, yakni 257 halaman. Volume yang
lain rata-rata berisi 500 halaman lebih. Bahkan ada yang mencapai 756
halaman, yakni volume 5 yang berisi surah-surah al-A‟râf, al-Anfâl dan al-
Taubah.
2. Dalam menafsirkan ayat. M. Quraish Shihab mengikuti pola yang dilakukan
para ulama klasik pada umumnya. M. Quraish Shihab menyelipkan komentar-
komentarnya di sela-sela terjemahan ayat yang sedang ditafsirkan. Untuk
membedakan antara terjemahan ayat dan komentar, M. Quraish Shihab
menggunakan cetak miring (italic) pada kalimat terjemahan. Dalam komentar-
komentarnya tersebutlah Quraish Shihab melakukan elaborasi terhadap
pemikiran ulama-ulama, di samping pemikiran dan ijtihadnya sendiri. Hanya
saja, cara ini memiliki kelemahan. Pembaca akan merasa kalimat-kalimat M.
10
Muhammad Iqbal, “Metode Penafsiran al-Qur‟an M. Quraish Shihab”, Tsaqafah: Jurnal
Peradaban Islam, Vol 6, No 2, (2010), 258. 11
Ibid, 259.
-
33
Quraish Shihab terlalu Panjang dan melelahkan, sehingga kadang-kadang sulit
dipahami, terutama bagi pembaca awam.
3. Dalam tafsir ini jelas sekali nuansa kebahasaan penulis, sebagaimana terlihat
pada karya-karyanya sebelumnya. Elaborasi kosakata dan kebahasaan yang
dilakukan oleh M. Quraish Shihab dalam buku ini mengantarkan pembaca
untuk memahami makna al-Qur‟an dengan baik, sehingga kesulitan-kesulitan
pemahaman terhadap al-Qur‟an dapat diatasi.
Selain itu, ada beberapa prinsip yang dipegang oleh M. Quraish Shihab dalam
karya tafsirnya ini, di antaranya bahwa al-Qur‟an merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan. Dalam Tafsir al-Misbāh, M. Quraish Shihab tidak pernah luput dari
pembahasan „ilmu al-munāsabat yang tercermin dalam enam hal, yaitu:12
a. Keserasian kata demi kata dalam satu surah.
b. Keserasian kandungan ayat dengan penutup ayat (fawâsil).
c. Keserasian hubungan ayat dengan ayat berikutnya.
d. Keserasian uraian awal/mukaddimah satu surah dengan penutupnya.
e. Keserasian penutup surah dengan uraian awal/mukaddimah surah sesudahnya
f. Keserasian tema surah dengan nama surah.
Memang seperti kebiasaan para tokoh ulama, untuk menulis sesuatu yang serius
seperti tafsir al-Qur‟an, dibutuhkan waktu dan konsentrasi serta kontemplasi. Buya
Hamka, Sayyid Quthb, Ibn Taimiyah, serta beberapa ulama lainnya melahirkan
karya-karya monumental mereka ketika berada dalam penjara. Demikian pula halnya
dengan M. Quraish Shihab. Ia menulis Tafsir al-Misbāh ketika ditugaskan oleh
Presiden B.J. Habibie menjadi Duta Besar dan Berkuasa penuh untuk Mesir, Somalia
dan Jibouti. Pekerjaan ini tidak terlalu menyita waktunya, sehingga ia banyak
12
Ibid,260.
-
34
memiliki waktu untuk menulis. Dalam “penjara” di negeri orang inilah M. Quraish
Shihab menulis tafsir al-Misbāh.13
M. Quraish Shihab mengatakan dalam tafsirnya, “Prinsip menyatunya ayat-
ayat dengan tema pokok surahnya, kini merupakan pandangan mayoritas ulama tafsir.
Upaya-upaya membuktikan kebenaranya telah pula diupayakan oleh banyak ulama,
walau tingkat keberhasilan mereka bervariasi”.14
Maka demikian, M. Quraish Shihab
memegang prinsip dalam menafsirkan al-Qur‟an dengan menyatukan ayat-ayat
dengan tema pokok surah untuk mendapatkan kebenaran dalam sesebuah tafsir.
B. Biografi Pengarang dan Kitab Tafsir al-Jalalayn
1. Biografi Pengarang (Jalaluddin al-Mahally dan Jalaludin as-Suyuthi)
a. Al-Mahally
Pengarang pertama dari kitab yang telah dikenal luas dikalangan umat Islam
dengan sebutan Tafsir al-Jalalayn adalah al-Imam Jalal al-Din al-Mahally atau
disebut sebutan ak-Mahally saja. Nama lengkap al-Mahally adalah Jalal al-Din
Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Ibrahim al-Mahally al-Syafi‟i. al-
Mahally sendiri menulis kitab tafsir ini dimulai dari surah al-Kahfi sampai al-Nas,
dan al-Fatihah. Di masa hidupnya, dikalangan ulama salaf, al-Mahally dianugerahi
delan dengan julukan al-Allamah.15
Al-Allamah diletakkan kepada nama al-Mahally denga suatu pengertian
sebagai orang yang telah mempunyai kemampuan intelektual yang sangat tinggi
(sangat alim). Gelar ini biasanya dalam tradisi intelektual abad pertengahan Islam
(klasik) digunakan untuk menyebut tingkat (maqam) seorang ulama yang
13
Muhammad Iqbal, “Metode Penafsiran al-Qur‟an….,258. 14
M.Quraish Shihab, “Tafsir al-Misbāh Pesan, Kesan….. 2002. 15
Abdul Karim, “Kajian Tafsri al-Jalalayn Karya Imam Jlalauddin Al-Mahally dan Imam
Jalaluddin al-Suyuthi”, Hermeneutik, Vol 10, No. 1, 2016 ,7.
-
35
kemampuan ilmunya telah mencapai tingkat intelektual yang dapat memudahkan
antara ma’qul16
dan manqul17
.
Al-Mahally dilahirkan di Mesir pada tahun 791 H. semasa hidupnya, al-
Mahally banyak berkecimpung diberbagai ilmu pengetahuan keislaman, diantaraya
ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu ushul, ilmu nahwu, ilmu mantiq, dan sebagainya.
Sedangkan kitab-kitab referensi utama yang dikarang al-Mahally bersumber dari
kitab-kitab karangan al-Badri Mahmud al-Aqsirai, al-Burhan al-Baijuri, al-U‟la‟ al-
Buhari, al Syamsu al-Basati, dan lain sebagainya. Selain itu al-Mahally juga dikenal
sebagai pribadi yang luar biasa cerdasnya dalam memahami al-Qur‟an, sehingga
sebagian teman-teman seangkatannya menyatakan bahwa kecerdasannya memang
berdasar dari refleksi hati nurani, dan itu menyebabkan pemahaman al-Mahally
terhadap suatu ayat al-Qur‟an boleh dianggap hamper tidak pernah salah.18
Terdapat perbedaan catatan sejarah yang menceritakan tentang usia dan kapan
wafatnya al-Mahally. Pendapat pertama menerangkan kalau al-Mahally wafat dalam
usia 73 tahun, sedangkan pendapat yang kedua beliau wafat dalam usia 74 tahun.
Akan tetapi tidak ada perbedaan catatan sejarah mengenai kelahiran al-Mahally. Yang
jelas, menurut Muhammad Husain al-Zahabi, al-Mahally wafat pada tahun 864 H,
dan disemayamkan di Qubalat yang tekenal dengan sebutan Bab al-Nasri.19
16
Artinya yang diterima oleh aqal 17
Artinya dalam bahasa adalah memindahkan, secara terminology keilmuan adalah system
pemindahan ilmu dari guru ke murid, maka yang dikatakan ilmu yang manqul adalah ilmu yang
dipindahkanatau pemindahan ilmu dari guru kepada murid. 18
Abdul Karim, “Kajian Tafsri al-Jalalayn Karya Imam Jlalauddin Al-Mahally dan Imam
Jalaluddin al-Suyuthi”, Hermeneutik, Vol 10, No. 1, 2016 ,7. 19
Ibid, 8.
-
36
Guru-Guru al-Mahally
Beliau menimba ilmu dari para ulama‟ yang banyak sekali jumlahnya.
Antaranya:20
1. Al-Allamah Badruddin Mahmud bin Syamsudin rahimahumuallah yang berasal
dari Aqsharaa, namun lahir, besar dan wafat di Mesir. Beliau wafat pada tahun
825 H.
2. Al-Allamah Burhanuddin Ibrahim bin Ahmad bin Isa bin Sulaiman Bin Sulaim
al-Mishri al- Baijuri rahimahumuallah. Beliau wafat pada tahun 825
H.
3. Hakim Agung Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Nu‟man
bin Muhammad bin Hassan bin Ghunam al-Bisathi rahimahumuallah. Beliau
wafat pada tahun 842 H.
4. Al-Allamah Ala‟uddin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Bukhari
rahimahumuallah. Beliau wafat pada tahun 841 H.
5. Al-Allamah al-Muhaddits Muhammad Syarafuddin Muhammad bin
Muhammad bin Abdul Latif bin Ahmad bin Mahmud, beliau dikenal sebagai
dengan ibnul Kuwaik ar-Rib‟iy at-Tikriti al-Iskandari rahimahumuallah. Beliau
wafat pada tahun 821 H.
Karya-Karya al-Mahally
Jalaluddin al-Mahally juga merupakan penulis aktif, banyak sekali karya-
karyanya. Diantaranya adalah:21
1. Kanzur Roghibin
2. Syarh al-Minhaj
20
Najib Junaidi, Tafsir Jalalayn, Diterjemahkan dari buku aslinya yang berjudul “Tafsir
Jalalayn” oleh Jalaluddin Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad al-Mahally dan Jalaluddin
Abdirrahman bin Abu Bakar as-Suyuthi (Surabaya: Fitrah Mandiri Sejahtera, 2015), 21. 21
Khoirul Anwar, “Metodologi Penelitian Tafsir Jalalayn”, diakses melalui alamat
https://ruruls4y.wordpress.com/2012/05/29/metodologi-penelitian-tafsir-jalalain/ tanggal 9 November
2018.
https://ruruls4y.wordpress.com/2012/05/29/metodologi-penelitian-tafsir-jalalain/
-
37
3. Al-Badrut Tholi’fi Hilli Jami’il Jawami’
4. Syarh al-Waraqat
5. Al-Anwar al-Mudli’ah
6. Al-Qaulul Mufid fi an-Nailis Sa’d
7. At-Tib an-Nabawi
8. Tafsir Jalalayn
9. Dan lain-lainya.
b. Jalaluddin as-Suyuthi
Setelah al-Mahally wafat, tulisannya (Tafsir al-Jalalayn) disempurnakan oleh
seorang ulama yang dikenal dengan sebutan nama al-Suyuthi. Nama lengkap al-
Suyuthi adalah Jalal al-Din Ab al-Fadil Abd al-Rahman ibn Abi Bakr ibn Muhammad
al-Suyuthi al-Syafi‟i.22
Beliau lahir sesudah maghrib pada malam Ahad awal bulan Rajab tahun 849
H. Pengasuhnya membawanya kepada al-Izz al-Kinani al-Hambali (untuk didik).
Ayahnya meninggal dunia saat beliau berusia 5 tahun 7 bulan. Kemudian beliau
membesar di Kairo. Pada waktu itu beliau sudah hafal al-Qur‟an sampai surah at-
Tahrim. Sepeninggal ayahnya beliau dititipkan pengawasannya kepada sejumlah
orang, termasuk al-Kamal bin Humam. Lalu beliau ditempatkannya di asrama
Syaikhuniyah dengan pengawasan langsung darinya. Beliau berhasil mengkhatamkan
al-Qur‟an (menghafal secara keseluruhan) sebelum genap berusai 8 tahun.23
Kemudian beliau menghafal kitab Umdatul Ahkam, Minhaj (karya an-
Nawawi), Alfiyah Ibnu Malik dan Minhaj (karya al-Baidhawi). Beliau bahkan
menunjukkan hafalannya kepada sejumlah ulama dan mereka pun memeberinya
ijazah. Beliau menimba ilmu dari Jalaluddin al-Mahally dan Zainuddin al-Aqabi.
Ayahnya pernah membawanya menghadiri majlis al-Hafidz Ibnu Hajar. Beliau mulai
22
Abdul Karim, “Kajian Tafsir al-Jalalayn…., 8. 23
Najib Junaidi, Tafsir Jalalayn, Diterjemahkan dari buku aslinya yang berjudul “Tafsir
Jalalayn” oleh Jalaluddin Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad al-Mahally dan Jalaluddin
Abdirrahman bin Abu Bakar as-Suyuthi (Surabaya: Fitrah Mandiri Sejahtera, 2015), 23.
-
38
bergelut dengan ilmu pada awal bulan Rabi‟ul Awal tahun 864 H. Beliau membaca
kitab Shahih Muslim (kecuali sedikit), As-Syifaa’ dan Alfiyah Ibnu Malik di hadapan
Syamsuddin as-Sairami. Beliau sudah membuat karya tulis sebelum selesai membaca
kitab Alfiyah Ibnu Malik di hadapan Syamsuddin as-Sairami. Dan beliau pun
mendapat ijazah Bahasa Arab darinya. 24
Selain itu, beliau juga membaca kitab at-Tashil di hadapannya. Beliau bahkan
mendengar banyak pelajaran dari putra penulis kitab at-Tashil di hadapannya. Beliau
juga sempat membaca kitab at-Taudhih, Syarhusy Syudzur, al-Mughni (tentang ushul
fiqih madzhab Hanafi) dan Syarhul Aqa’id karya at-Taftazani. Beliau juga sempat
membaca kitab al-Kafiyah dan syarah-nya karya penulis, serta sebagian dari kitab
Alfiyah karya al-Iraqi di hadapan Syamsuddin al-Marzabani al-Hanafi. Dan beliau
terus berguru padanya hingga bsang guru wafat. Beliau belajar ilmu faraid dan ilmu
hitung pada ulama terkemuka di zamannya, Syihabuddin asy-Syarmisahi. Kemudian
beliau mengikuti pengajian-pengajian yang dibina oleh Alamuddin al-Bulq