hŪrun ’Īn dalam al-qur’anrepository.uinjambi.ac.id/2618/1/301170015_nor farah ain... · 2020....

83
RUN ’ĪN DALAM AL-QUR’AN (Analisis Terhadap Tafsir al-Misbāh dan Tafsir al-Jalalayn) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu pensyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Dalam Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Oleh: NOR FARAH AIN BINTI NOR ISAMUDIN NIM: 301170015 JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2018

Upload: others

Post on 03-Feb-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • HŪRUN ’ĪN DALAM AL-QUR’AN

    (Analisis Terhadap Tafsir al-Misbāh dan Tafsir al-Jalalayn)

    SKRIPSI

    Diajukan sebagai salah satu pensyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

    Strata Satu (S.1) Dalam Ilmu Al-Quran dan Tafsir

    Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama

    Oleh:

    NOR FARAH AIN BINTI NOR ISAMUDIN

    NIM: 301170015

    JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

    FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SULTHAN THAHA SAIFUDDIN

    JAMBI

    2018

  • ii

    Dr. Abdul Halim,M.Ag Jambi, 28 November 2018

    M. Habibullah, M.Fil.I

    Alamat: Fak Ushuluddin dan Studi Kepada Yth.

    Agama UIN STS Jambi Bapak Dekan

    Jl. Raya Jambi-Ma Bulian Fak. Ushuluddin dan Studi

    Simp. Sungai Duren Agama UIN STS Jambi

    Muaro Jambi. di-

    JAMBI

    NOTA DINAS

    Assalamu’alaikumWr. Wb

    Setelah membaca dan mengadakan perbaikan sesuai dengan pensyaratan

    yang berlaku di Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi, maka kami

    berpendapat bahwa skripsi saudara Nor Farah Ain Binti Nor Isamudin yang berjudul

    “Hūrun ‘īn dalam Al-Qur’an (Analisis Terhadap Tafsir Al-Misbah dan Tafsir Al-

    Jalalayn)” telah dapat diajukan untuk dimunaqasyahkan sebagai salah satu syarat

    untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Jurusan Ushuluddin dalam Ilmu

    Tafsir Al-Quran dan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS

    Jambi.

    Demikianlah yang dapat kami sampaikan kepada Bapak, semoga bermanfaat

    bagi kepentingan agama, nusa dan bangsa.

    Wassalam.

  • iii

  • iv

  • v

    MOTTO

    ِحيمِ ِن ٱلره ۡحم َٰ ِ ٱلره بِۡسِم ٱَّلله

    “(Yaitu) katakanlah,”Inginkah Aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari

    yang demikian itu?”Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada Sisi

    Tuhan ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di

    dalamnya.Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta Keridaan Allah;

    dan Allah sentiasa Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya”. (QS. Āli ‘Imrān:

    15).1

    1 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Penafsiran al-Qur’an, al-Qur’an dan Terjemahanya

    Departemen Agama RI, (Bandung: CV Diponegoro, 2005), 427.

  • vi

    PERSEMBAHAN

    الحمد َّلل رب العالمين

    Kupersembahkan skripsi ini

    Untuk orang-orang yang kucintai

    Ibunda Dan Ayahanda Tercinta

    Ayahanda Nor Isamudin Bin Ramli dan ibunda Fauziah Binti Awaluddin yang telah

    mendidik dan mengasuh ananda dari kecil hingga dewasa dengan penuh kasih

    sayang, agar kelak ananda menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua dan

    berguna bagi Agama, Nusa dan Bangsa, dan dapat meraih cita-cita.

  • vii

    ABSTRAK

    Penelitian ini dilatarbelakangi oleh realitas yang memprihatikan dan

    memerlukan perhatian, yaitu munculnya perbedaan penafsiran antara umat Islam

    pada setiap zaman. Dalam hal ini, penulis mempertimbangkan bahwa pemikirannya

    dan fakta mengenai ayat 22 surah al-Wāqi’ah menceritakan tentang bidadari bernama

    hūrun ‘īn atau dikenal sebagai bidadari yang bermata jeli dapat diterima oleh

    masyarakat Islam di Indonesia. Dengan itu, penulis menggunakan dua kitab tafsir

    yang berbeda yaitu Tafsir al-Misbāh dan Tafsir al-Jalalayn. Perbedaan dalam tafsir

    tersebut merangkum aspek metodologi, zaman penafsiran serta kaedah penafsiran

    ayat hūrun ‘īn ke atas ayat 22 surah al-Wāqi’ah.

    Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah (Library Research) dan

    pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis hermeneutika.

    Sedangkan metode yang digunakan adalah metode tahlily yaitu metode yang

    menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya, sesuai dengan

    pandangan, kecenderungan, dan keinginan mufasirnya yang dihidangkannya secara

    runtut sesuai dengan penurutan ayat-ayat dalam mushaf.

    Hasilnya penulis menemukan dalam kitab Tafsir al-Misbāh, M. Quraish

    Shihab tidak menjelaskan hūrun ‘īn pada ayat 22 surah al-Wāqi’ah, namun beliau

    menyandarkan ayat tersebut pada surah ad-Dukhān ayat 54, dengan disimpulkan

    bahwa hūr merupakan netral kelamin, sehingga bisa laki-laki juga bisa perempuan.

    Manakala, Jalaluddin al-Mahally dalam kitab Tafsir al-Jalalayn, mengatakan hūrun

    ‘īn adalah wanita-wanita yang memiliki mata hitam pekat pada bagian yang hitamnya

    dan putih bersih pada bagian yang putihnya (yang bermata jeli) artinya, matanya lebar

    tetapi cantik.

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, puji syukur tiada henti-hentinya kehadrat Allah SWT. Yang

    telah menganugerahi penulis dengan sedikit ilmu pengetahuan, sehingga penulis

    dapat menyelesaikan skripsi ini.

    Selawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan alam, yakni Nabi besar

    Muhammad SAW. Seoraang Nabi yang pernah memberi angin segar kepada

    ummatnya disaat ummatnya tenggelam dalam lautan kemusyrikan, hingga menjadi

    pantai yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

    Adapun maksud dan tujuan penulis ini adalah sebagai salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S.1) dalam Ilmu Al-Quran dan Tafsir pada

    Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Tak lupa pula rasa terima

    kasih yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan kepada yang terhormat.

    1. Bapak Dr. Abdul Halim, S.Ag.,M.Ag sebagai pembimbing I dan bapak M.

    Habibullah, M.Fil.isebagai pembimbing II yang telah sabar membantu dan

    membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

    2. Ibuk Ermawati Hasan S,Ag. M.A selaku ketua jurusan program studi Ilmu Al-

    Qur’an Dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam

    Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    3. Bapak Dr. Abdul Ghaffar, M. Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Studi

    Agama Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    4. Bapak Dr. Masiyan M. Syam S.Ag., M.Ag selaku Wakil Dekan Bidang

    Akademik, Bapak H. Abdullah Firdaus, Lc, M.A selaku Wakil Dekan Bidang

    Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan, dan Bapak Dr. Pirhat Abbas,

    M.Ag selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Dan Kerjasama Luar

    Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha

    Saifuddin Jambi.

    5. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, M.A selaku Rektor UIN STS Jambi.

    6. Bapak Prof. Dr. H. Su’aidi Asy’ari MA. Ph.D selaku Wakil Rektor Bidang

    Akademik dan Pengembangan Lembaga, Bapak Dr. H. Hidayat, M.Ag selaku

    Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan, dan Ibu

    Dr. Hj. Fadhlilah, M.Pd selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Dan

    Kerjasama.

  • ix

    7. Bapak Ibu Dosen UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi yang memberi ilmu

    pengetahuan kepada penulis.

    8. Bapak dan Ibu karyawan dan karyawati dilingkungan Fakultas Ushuluddin dan

    Studi Agama Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    9. Bapak Pimpinan Perpustakaan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi beserta staf-

    stafnya.

    10. Teman-teman seperjuangan, Nor Fatimah, Nor Farhana, Bintu Afiqah,

    Muhammad Iqbal, Muhammad Izzuddin, Hambaly serta teman-teman lain yang

    tergabung dalam Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia di Indonesia Cabang

    Jambi dan sahabat-sahabat dari Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir yang telah

    memberikan motivasi kepada penulis.

    11. Kedua orang tua tercinta yang selalu melimpahkan kasih sayang, perhatian,

    dukungan baik moral maupun doa yang tiada hentinya sehingga peneliti mampu

    menyelesaikan pendidikan hingga saat ini.

    12. Serta semua pihak yang turut membantu, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu

    persatu.

    Atas segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan, penulis

    mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga, semoga Allah SWT membalasnya.

    Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

    Jambi, 04 Maret 2019

    Penulis,

    Nor Farah Ain Binti Nor Isamudin

    IAT 301170015

  • ix

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. i

    NOTA DINAS ……………………………………………………………… ii

    SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI …………………... iii

    PENGESAHAN ……………………………………………………………. iv

    MOTTO ……………………………………………………………………. v

    PERSEMBAHAN ………………………………………………………….. vi

    ABSTRAK ……………………………………………………………..…… vii

    KATA PENGANTAR ……………………………………………………... viii

    DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. x

    PEDOMAN TRANSLITERASI ………………………………….……….. xii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ……………………………… 1 B. Permasalahan ………………………………………. 6 C. Batasan Masalah …………………………………… 6 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian …………………... 7 E. Tinjauan Kepustakaan ……………………………… 7 F. Metode Penelitian ………………………………….. 9 G. Sistematika Penulisan ...………………………………. 12

    BAB II GAMBARAN UMUM HERMENEUTIKA AL-QUR’AN DAN

    PENGENALAN METODE KITAB TAFSIR AL-MISBĀH

    SERTA KITAB TAFSIR AL-JALALAYN

    A. Pengertian Hermeneutika …………………………… 12 B. Hermeneutika Terhadap Teks al-Qur’an ...……………. 13 C. Tafsir dan Metodologinya …………………………... 15 D. Metodologi Tafsir Kontemporer pada Kitab Tafsir al-

    Misbāh ……………………………………………………… 21

    E. Metodologi Tafsir Klasik pada Kitab Tafsir al-Jalalayn….. 24

    BAB III PERBEDAAN LANDASAN METODOLOGI KITAB TAFSIR

    AL-MISBĀH DAN TAFSIR AL-JALALAYN

    A. Kitab Tafsir al-Misbāh dan Biografi Pengarang ……….. 28 B. Kitab Tafsir al-Jalalayn dan Biografi Pengarang ……….. 34 C. Metodologi Kitab Tafsir al-Misbāh ……………………. 42 D. Metodologi Kitab Tafsir al-Jalalayn ……………………. 44

  • x

    E. Perbedaan Metodologi antara Kitab Tafsir al-Misbāh dan Kitab Tafsir al-Jalalayn …………………………………………. 46

    BAB IV TEMUAN ANALISIS PENAFSIRAN HŪRUN ‘ĪN

    PERBANDINGAN DALAM KITAB TAFSIR AL-MISBĀH

    DAN KITAB TAFSIR AL-JALALAYN

    A. Tinjauan Umum Tentang Hūrun ’īn ……………………. 47 B. Penafsiran Kata Hūrun ’īn dalam Kitab Tafsir al-Misbāh … 50 C. Penafsiran Kata Hūrun ’īn dalam Kitab Tafsir al-Jalalayn… 52 D. Perbandingan Kata Hūrun ’īn Terhadap Kitab Tafsir al-Misbāh

    dan Kitab Tafsir al-Jalalyn ……………………………… 53

    E. Pendapat Ulama Tafsir Terhadap Penafsiran Hūrun ’īn ….. 59

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ……………………………………………. 63 B. Saran ………………………………………………… 64

    DAFTAR PUSTAKA

    CURRICULUM VITAE

  • xi

    PEDOMAN TRANSLITERASI

    A. Alfabet

    Arab Indonesia Arab Indonesia

    ṭ ط , ا

    ẓ ظ b ب

    ʻ ع t ت

    gh غ th ث

    f ف j ج

    q ق h ح

    k ك kh خ

    l ل d د

    m م dh ذ

    n ن r ر

    h ه z ز

    w و s س

    , ء sh ش

    y ي ṣ ص

    ḍ ض

  • xii

    B. Vokal dan Harkat

    C. Tā’ Marbtūṭah

    Transliterasi untuk ta marbutah ini ada dua macam:

    1. Tā’ Marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, maka

    transliterasinya adalah /h/.

    Arab Indonesia

    Ṣalāh صالة

    Mir’āh مراة

    2. Ta Marbutah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah dan

    dammah, maka transliterasinya adalah /t/.

    Arab Indonesia

    Wizārat al-Tarbiyah وزارة التربية

    Mir’āt al-zaman مراة الزمن

    3. Ta Marbutah yang berharkat tanwin maka translitnya adalah /tan/tin/tun.

    Contoh:

    Arab Indonesia

    Fajannatan فجنة

    Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia

    ىاَ ā ا a اَ ī

    ىاَ u اَ á َوا aw

    واَ i اَ ū َىا ay

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Dimulai dengan keyakinan Allah SWT. itu satu-satunya Tuhan dan Nabi

    Muhammad saw. itu sebaik-baik insan terpilih. Setiap manusia yang diciptakan di

    dunia ini telah memiliki berbagai nikmat, antara nikmat yang telah dikurniakan oleh

    Allah SWT. yaitu nikmat rezki, nikmat iman, nikmat bahagia, nikmat makan minum,

    dan sebagainya. Salah satunya nikmat hidup di dunia adalah apabila Allah SWT.

    menciptakan wanita untuk laki-laki dan laki-laki untuk wanita. Mereka mempunyai

    perasaan antara satu sama lain, dimana ia menimbulkan sebuah rasan cinta dan

    mencintai sehingga terbinanya sebuah keluarga bahagia.

    Sebagaimana di dunia begitulah juga di akhirat, Allah SWT. telah

    menjanjikan bidadari surga sebagai kenikmatan bagi setiap hambanya yang bertaqwa

    dan beriman. Surga ini adalah tempat terindah yang telah disiapkan Allah SWT. bagi

    hambanya yang lulus cobaan dalam kehidupan dunia. Dalam al-Qur‟an sering

    menyebutkan kenikmatan yang akan diperoleh di surga seperti dijanjikan Allah SWT.

    kepada orang-orang yang beriman, karena surga merupakan tempat bersenang-senang

    dalam keridhaan-Nya. Ini sama sekali berbeda dengan dunia sebagai tempat ujian dan

    cobaan.

    Allah SWT. telah menjadikan mereka dengan sifat yang sopan sehingga

    menundukkan pandangan mereka, dan akhlak yang baik sebagaimana dalam firman

    Allah.SWT yang termaktub dalam QS. Ar-Rahmān, ayat 56 :

  • 2

    “(Yaitu) di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan

    pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-

    penghuni surga yang menjadi suami mereka)”. (QS. Ar-Rahmān:56).1

    Dalam membicarakan tentang bidadari surga ini, penulis dalam hal ini dengan

    mempertimbangkan bahwa pemikirannya dan fakta mengenai ayat 22 surah al-

    Wāqi‟ah menceritakan tentang bidadari bernama hūrun ’īn atau dikenal sebagai

    bidadari yang bermata jeli dapat diterima oleh masyarakat Islam di Indonesia. Dalam

    kajian ini penulis telah mengambil dua kitab yang berbeda zamannya yaitu Kitab

    Tafsir al-Misbāh: Muhammad Quraish Shihab (kontemperer) dan Kitab Tafsir al-

    Jalalayn: Jalaluddin al-Mahally dan Jalaluddin as-Suyuthy (klasik) untuk dikaji

    perbedaan metodologi tafsirnya di mana penafsiran al-Qur‟an terdapat 4 macam

    metode yang berkembang yaitu: tahlily, ijmali, muqarran, dan mawdhu’i dan setiap

    metode itu mempunyai kriteria tersendiri, dan hūrun ’īn akan dikaji menggunakan

    kajian hermenuetika yang tujuannya untuk menjelaskan isi-isi supaya dapat dipahami

    oleh masyarakat.

    Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan dua kitab tafsir yang

    berbeda yaitu Tafsir al-Misbāh dan Tafsir al-Jalalayn. Perbedaan dalam tafsir

    tersebut merangkum aspek metodologi, zaman penafsiran serta kaedah penafsiran

    ayat hūrun ’īn ke atas ayat 22 surah al-Wāqi‟ah. Dalam kitab Tafsir al-Misbāh,

    Muhammad Quraish Shihab tidak menjelaskan hūrun ’īn pada ayat 22 surah al-

    Wāqi‟ah, namun beliau menyandarkan ayat tersebut pada surah ad-Dukhān ayat 54,

    dengan disimpulkan bahwa merupakan netral kelamin, sehingga bisa laki-laki juga

    bisa perempuan. Beliau tidak menjelaskan bahwa sosok bidadari itu merupakan

    1Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Penafsiran al-Qur‟an, al-Qur’an dan Terjemahanya

    Departemen Agama RI, (Bandung: CV Diponegoro, 2005), 426.

  • 3

    perempuan, namun beliau mengatakan bahwa kemungkinan mereka bukan berasal

    dari kehidupan dunia atau manusia seperti kita.2

    Adapun Jalaluddin al-Mahally dalam kitab Tafsir Al-Jalalayn, mengatakan

    hūrun ’īn adalah wanita-wanita yang memiliki mata hitam pekat pada bagian yang

    hitamnya dan putih bersih pada bagian yang putihnya (yang bermata jeli) artinya,

    matanya lebar tetapi cantik.3 Maka, pada penafsiran Jalaludin al-Mahally beliau

    sebenarnya mengatakan hūrun ’īn itu adalah sosok seorang wanita yang bermata jeli.

    Sebagaimana dengan firman Allah SWT. Dalam QS. Al-Wāqi‟ah, ayat 22

    mengenainya :

    “(Yaitu) dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli.” (QS.

    Al-Wāqi‟ah: 22).4

    Dengan itu, penulis mendapatkan perbedaan penafsiran terhadap kedua kitab

    tafsir ini dalam menafsirkan hūrun ’īn itu. Tidak hanya pada ayat 22 surah al-

    Wāqi‟ah sahaja yang menceritakan hal hūrun ’īn ini. Di dalam surah al-Qur‟an yang

    lain juga mengatakan hūrun ’īn ini adalah wanita-wanita surga yang cantik jelita

    bagaikan intan permata yang bercahaya. Kecantikan mereka tidak dapat digambarkan

    dalam fikiran mahupun imajinasi kita. Sungguh wanita-wanita surga itu merupakan

    kenikmatan yang disediakan oleh Allah SWT.kepada setiap hamba-Nya yang

    beriman dan bertaqwa.5 Sebagaimana termaktub dalam QS. Āli „Imrān, ayat 15 :

    2 Syafa‟attus Shilma,”Studi Agama: Ilmu al-Qur’an Dan Tafsir”, Skripsi (Jakarta: Program

    Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017),61-62. 3Sani, “Tafsir Learn al-Qur’an”, diakses melalui alamat https://tafsir.learn-quran.co/id/about

    tanggal 2 oktober 2018. 4Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Penafsiran al-Qur‟an…, 427.

    5Nurun Nasuha, Rangkaian Kisah-Kisah Bidadari (Kuala Lumpur: Darul Nu‟man,1997),1.

    https://tafsir.learn-quran.co/id/about

  • 4

    “(Yaitu) katakanlah,”Inginkah Aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari

    yang demikian itu?”Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada Sisi

    Tuhan ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di

    dalamnya.Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta Keridaan Allah;

    dan Allah sentiasa Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya”. (QS. Āli „Imrān: 15).6

    Telah dijelaskan di dalam al-Qur‟an bahwa setiap laki-laki yang bertaqwa,

    mereka akan dikurniakan bidadari yang sangat indah rupanya. Allah SWT.

    mengurniakan bidadari kepada mereka, sebagai tanda nikmat yang Agung kepada

    mereka selain daripada nikmat yang lain. Justeru itu, Allah SWT. tidak akan

    mengabaikan pula wanita yang bertaqwa kepada-Nya. Sesungguhnya Allah SWT. itu

    maha adil, Allah SWT. juga telah mengurniakan wanita baginya seorang pemuda.

    Sebagaimana termaktub dalam QS. Al- Insān, ayat 19 :

    “(Yaitu) Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda.

    Apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka, mutiara yang

    bertaburan”. (QS. Al-Insān: 19).7

    Terdapat juga berbagai nikmat yang mereka peroleh. Setelah wanita saleha

    memasuki surga, mereka akan memperolehi nikmat kecantikan dengan pakaian baru,

    6Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsiran al-Qur‟an…., 40.

    7Ibid. 463.

  • 5

    lalu sifat kecemburuan mereka itu akan dihilangkan oleh Allah SWT. Allah SWT.

    telah menggantikan diri mereka dengan cahaya kecantikan yang berbeda ketika

    berada di dunia serta derajat yang lebih tinggi daripada bidadari. Telah ditakdirkan

    kepada mereka bahwa mereka tidak akan membawa sifat kecemburuan itu di dalam

    surga, karena wanita saleha telah rela dengan nikmat yang telah diberikan oleh Allah

    SWT. Mereka juga tidak terlalu risau dengan para bidadari yang mengelilingi

    suaminya.8

    Seterusnya, ada juga ulama tafsir yang menafsirkan hūrun ’īn ini dalam

    berbagai tafsiran. Namun penulis mengambil dua kitab tafsir ini kerana belum ada

    lagi yang membahas tentang perbedaan hūrun ’īn dalam kedua kitab tafsir ini. Maka

    dengan mengetahui tentang bidadari yang bernama hūrun ’īn penulis mendapati tidak

    ramai dalam golongan kita yang mahu mengkaji atau memperoleh ilmu tentang

    nikmat-nikmatnya surga yang telah dinyatakan di dalam kandungan al-Qur‟an itu

    sendiri. Salah satunya nikmat yang dinyatakan dalam al-Qur‟an adalah bidadari di

    surga. Namun demikian, terdapat juga bidadari di dunia yakni wanita yang saleha

    serta taat kepada Allah SWT. seperti Saidatina Khadijah, Saidatina Ai‟syah, Siti

    Hajar dan lain-lain seperti yang kita ketahui melalui sirah-sirah Nabi.

    Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka pemasalahan pokok dari

    penelitian ini terdapat dua permaslahannya yaitu Bagaimanakah metodologi kitab

    Tafsir al-Misbāh dan Tafsir al-Jalalayn menjelaskan hūrun ’īn? Dan bagaimanakah

    penafsiran hūrun ’īn dalam Tafsir al-Misbāh dan Tafsir al-Jalalayn?

    Dengan itu penulis tertarik umtuk mengkaji dan mengangkat permaslahan di

    atas dalam sebuah karya ilmiah (skripsi) dengan judul “Hūrun ’īn dalam al-Qur‟an

    (Analisis Terhadap Tafsir al-Misbāh dan Tafsir al-Jalalayn)”

    8Nor Farah Ain, “Hūūr ul Al-Ain: Menurut Ayat 22 surah Al-Wāqi’ah”, Skripsi ( Ampang :

    Kolej Islam As-Sofa, 2016), 43.

  • 6

    B. Permasalahan

    Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, maka penulis merasa perlu

    untuk merumuskan permasalahan, pokok masalah yang diangkat dalam penelitian ini

    adalah :

    1. Bagaimanakah perbedaan landasan metodologi kitab Tafsir al-Misbāh dan Tafsir

    al-Jalalayn menjelaskan hūrun ’īn

    2. Bagaimanakah perbandingan penafsiran hūrun ’īn dalam Tafsir al-Misbāh dan

    Tafsir al-Jalalayn.

    C. Batasan masalah

    Selaras dengan pemasalahan yang ingin dibahaskan, penelitian ini hanya

    berbicarakan tentang penafsiran hūrun ’īn ayat 22 surah al-Wāqi‟ah menurut kitab

    Tafsir al-Misbāh dan Tafsir al-Jalalayn. Namun dalam kitab Tafsir al-Misbāh, kata

    hūrun ’īn ayat 22 surah al-Wāqi‟ah disandar pada surah ad-Dukhān ayat 54. Selain itu

    penelitian ini juga menggunakan kajian hermeneutika sebagai analisis terhadap dua

    kitab tersebut.

    D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan pokok

    dalam penelitian ini adalah:

    a. Untuk mengetahui landasan metodologi kitab Tafsir al-Misbāh dan Tafsir al-

    Jalalayn menjelaskan hūrun ’īn

    b. Untuk mengenalpasti penafsiran hūrun ’īn di dalam Tafsir al-Misbāh dan Tafsir

    al-Jalalayn.

  • 7

    2. Kegunaan penelitian

    a. Menjadi salah satu sumber daya pemikiran dan kematangan iman seseorang

    dalam beribadah kepada Allah SWT. terhadap masyarakat pada masa kini.

    b. Melalui penelitian yang dilakukan masyarakat dapat menjadikan ia sebagai

    salah satu rujukan ilmiah yang bermanfaat untuk memperkasakan lagi ilmu

    pengetahuan.

    c. Menjadi kontribusi keilmuan penulis terhadap UIN STS Jambi yang tengah

    mengembangkan paradigm keilmuan yang berwawasan global dalam bentuk

    Universitas Islam.

    E. Tinjauan Pustaka

    Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan kaedah tinjauan pustaka terhadap

    buku yang terkait dengan permasalahan yang penulis kaji. Penulis melakukan

    tinjauan pustaka terhadap kitab-kitab tafsir, buku-buku, kajian ilmiah dan karya

    akademik yang terkait dengan permasalahan penelitian yang penulis rangkakan.

    Penulis menemukan beberapa buku ilmiah dan juga skripsi mengenai hūūrun

    ’īn. Diantaranya ialah Rangkaian Kisah-Kisah Bidadari oleh Nurun Nasuha. Buku ini

    telah menerangkan mengenai sifat dan akhlak bidadari daripada tafsiran ayat-ayat al-

    Qu‟ran dan hadits-hadits Rasulullah saw. Pengarangnya telah mencoba untuk

    menguraikan mengenai alam bidadari ini secara mendalam, yang dihubungkaitkan

    dengan kehidupan manusia di dunia. Hūrun ’īn ini merupakan perkara tidak kelihatan

    dan misteri, akan tetapi hakikatnya mereka sebenarnya wujud di surga.

    Bagaimanapun nas-nas tentang hūrun ’īn mengandung pengajaran yang amat

    berharga dalam kehidupan kita.9 Buku ini menerangkan kewujudan bidadari surga ini

    di alam akhirat dan sifat-sifat tersendiri mereka yang didokong dengan tafsir al-

    Qur‟an dan hadits-hadits Rasulullah saw.

    9Nurun Nasuha, Rangkaian Kisah-Kisah…., 4.

  • 8

    Selain itu, penulis juga menggunakan buku Ensiklopedia Kiamat: Bidadari,

    Surga Dan Penghuninya oleh Muhammad Ahmad Mubayyat. Pengarang buku ini

    menerangkan mengenai sifat-sifat ahli surga, nama-nama surga dan jumlahnya, buku

    ini menerangkan alam akhirat yang akan kita hadapi. Beliau membahas definisi hūrun

    ’īn lebih mendalam serta sifat dan akhlak hūrun ’īn yang terpelihara oleh Allah SWT.

    Selain itu, beliau menceritakan bahwa laki-laki yang bertaqwa akan mendapat

    bidadari surga dan disertakan hadits dari Rasulullah saw.10

    Maka, kajian ini lebih

    meneliti mengenai definisi bidadari surga dengan sifatnya secara mendalam.

    Selanjutnya, penulis juga menggunakan bantuan internet yang di akses

    menggunakan Google Scholar dalam mencari jurnal yang terkait dengan judul penulis

    yaitu tentang hūrun ’īn. Penulis menemukan jurnal yang berjudul Penafsiran Amina

    Wadud Muhsin tentang bidadari dalam al-Qur’an (Kajian Hermeneutika) ditulis oleh

    Hanik Fatmawati (2013).11

    Tulisan ini menjelaskan tentang keragaman penafsiran

    seorang ahli tafsir perempuan yang bernama Amina Wadud Muhsin yang

    menjelaskan kepahaman beliau mengenai ayat-ayat bidadari di dalam al-Qur‟an.

    Kajian ini beliau telah menggunakan kajian hermeneutika dalam menafsirkan ayat-

    ayat mengenai bidadari akan tetapi beliau telah menggunakan konsep bahwa wanita

    itu sama darjatnya dengan laki-laki.

    Dalam penulisan skripsi yang lain yang berjudul Pemikiran Amina Wadud

    Tentang Rekonstruksi Penafsiran ditulis oleh Ernita Dewi. Dalam QS Ali Imran ayat

    15 mengatakan bahwa laki-laki yang beriman akan diberi ganjaran di surga yaitu

    seorang bidadari yang cantik. Maka, dalam tulisan ini menjelaskan bahwa Amina

    Wadud mengambil pahaman dalam menafsirkan hūrun ’īn di mana bukan hanya laki-

    laki yang beriman sahaja akan memperoleh hūrun ’īn dan Menurut amina wadud

    10

    Muhammad Ahmad Mubayyat, Ensiklopedia Kiamat: Bidadari Surga dan Penghuniya

    (Selangor: Berlian Publications Sdn.Bhd,2011). 11

    Hanik Fatmawati,”Studi Agama: Penafsiran Amina Wadud Muhsin Tentang Bidadari

    Dalam al-Quran (Kajian Hermeneutika) ”, Skripsi (Semarang: Program Sarjana IAIN Walisongo,

    2013).

  • 9

    perempuan yang beriman juga berhak mendapatkan balasan yang istimewa di surga

    kelak.12

    Sebagai mana terlihat dari studi pustaka ini, belum ada diantara kajian yang

    membahas tentang “Hūrun ’īn dalam al-Qur‟an (Analisis Terhadap Tafsir al-Misbāh

    dan Tafsir al-Jalalayn)”. Dalam arti lainnya, karya penulis ini berbeda dengan karya-

    karya yang di atas, karena penulis menggunakan kajian hermeneutika sabagai analisis

    untuk mengkaji hūrun ’īn. Dengan demikian, penelitian penulis adalah berbeda dan

    dapat ditindaklanjuti lebih jauh sebagai bahan kajian yang menarik.

    F. Metode penelitian

    1. Pendekatan Penelitian

    Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis hermeneutika.

    Analisis hermeneutika ini adalah proses mengubah sesuatu atau situasi

    ketidakketahuan menjadi tahu dan mengerti atau disebutkan sebagai pemindahan

    umgkapan pikiran yang kurang jelas, diubah menjadi bentuk ungkapan yang lebih

    jelas.13

    Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu

    penelitian yang dilakukan terhadap literatur-literatur yang ada di perpustakaan

    terutama yang berkaitan dengan kitab-kitab tafsir, buku-buku, dan literatur-literatur

    tentang penafsiran kata hūrun ’īn serta mengkaji sumber-sumber tertulis yang telah

    dipublikasikan atau pun belum dipublikasikan. Sedangkan metode yang digunakan

    adalah metode tahlily yaitu metode yang menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur‟an

    dari berbagai seginya, sesuai dengan pandangan, kecenderungan, dan keinginan

    mufasirnya yang dihidangkannya secara runtut sesuai dengan penurutan ayat-ayat

    12

    Ernita Dewi, “Studi Agama: Pemikiran Amina Wadud Tentang Rekonstruksi Penafsiran

    Berbasis Metode Hermeneutika”, Disertasi (Medan: Program Doktor IAIN Sumatera Utara Medan). 13

    Fahruddin Faiz, Hermeneutika al-Qur’an Tema-Tema Kontroversial (Yogyakarta:

    Kalimedia, 2015) 5.

  • 10

    dalam mushaf.14

    Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan metode sebagai

    berikut:

    2. Sumber dan Jenis Data

    Penelitian ini merupakan penelitian pustaka, karena itu sumber data dalam

    penelitian ini adalah data-data sumber tulisan dari buku ilmiah, majalah, atau

    berbagai artikel yang berkaitan dengan pembahasan yang terkaitan dengan judul ini.

    Secara umum, sumber dan jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini

    berasal dari bahan tertulis, yang secara garis besarnya terdiri dari dua data, yaitu data

    primer dan skunder. Sumber data yang digunakan dalam penelitian dan penulisan

    skripsi ini adalah:

    a. Data primer, yakni merupakan data literatur yang secara langsung memiliki

    keterkaitan dan behubungan secara langsung dengan topik perbahasan penelitian.

    Diantaranya kitab-kitab yang ditulis oleh para ahli khususnya ahli tafsir. Seperti

    kitab- kitab Tafsir al-Misbāh dan Tafsir al-Jalalayn.

    b. Data sekunder, yakni data yang menjadi pendukung pembahasan judul

    skripsi ini. Seperti buku Nikmat Surga, Bidadari Surga dan Penghuninya dan Agar

    Bidadari Cemburu Padamu, Tafsir al-Qur’an Di Radio buku-buku, tafsir serta jurnal-

    jurnal yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

    3. Teknik Pengumpulan Data

    Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan kajian hermeneutika untuk

    menafsirkan teks-teks yang punya otoritas, khususnya teks suci. Dalam aspek

    keagamaan, hermeneutika diartikan sebagai sekumpulan kaidah atau pola yang harus

    diikuti oleh seorang mufassir dalam memahami teks keagamaan. Hermeneutika ini

    terdapat dua model pertama model hermeneutika objektif yang sesuai digunakan

    14

    M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, ketentuan dan Aturan yang Patut Anda Ketahui

    dalam Memahami al-Qur’an (Tangerang: Lentera Hati,2015) 377.

  • 11

    dalam model tafsir bi al-ma’tsur dan model hermeneutika subjektif sesuai digunakan

    dalam model tafsir bi al-ra’y. Hermeneutika juga sering didefinisikan sebagai:15

    1. Teori penafsiran Kitab Suci (theory of biblical exegesis).

    2. Hermeneutika sebagai metodologi filologi umum (general philological

    methodology).

    3. Hermeneutika sebagai ilmu tentang semua pemahaman bahasa (science of all

    linguistic understanding).

    4. Hermeneutika sebagai landasan metodologis dari ilmu-ilmu kemanusiaan

    (methodological foundation of Geisteswissenschaften).

    5. Hermeneutika sebagai pemahaman eksistensial dan fenomenologi eksistensi

    (phenomenology of existence dan of existential understanding).

    6. Hermeneutika sebagai sistem penafsiran (system of interpretation).

    Hermeneutika sebagai sistem penafsiran dapat diterapkan, baik secara kolektif

    maupun secara personal, untuk memahami makna yang terkandung dalam

    mitos-mitos ataupun simbol-simbol.

    Antara tehnik-tehnik kajian hermeneutika yang dirumuskan oleh Fazlur Rahman

    dalam kajian ini yang sistematik terhadap al-Qur‟an dan dikenal sebagai “Double

    Movement”(gerakan ganda) yaitu:16

    a. Bergerak dari situasi sekarang ke situasi al-Qur‟an diturunkan.

    b. Setelah menemukan prinsip umum, maka dikembalikan pada masa sekarang

    untuk diterapkan dan jika perlu diubah dimana nilai-nilai al-Qur‟an bisa

    diterapkan.

    15

    Drs.M.Munir, “Tafsir Dan Hermeneutika”, diakses melalui alamat

    https://munirdemak.wordpress.com/2012/09/19/tafsir-dan-hermenuetika/, tanggal 1 oktober 2018. 16

    Mardety Mardinsyah, “Hermeneutika Dalam Studi Islam”, diakses melalui alamat

    http://www.hermeneutikafeminisme.com/2016/01/24/hermeneutika-dalam-studi-islam/ tanggal 28

    October 2018.

    https://munirdemak.wordpress.com/2012/09/19/tafsir-dan-hermenuetika/http://www.hermeneutikafeminisme.com/2016/01/24/hermeneutika-dalam-studi-islam/

  • 12

    F. Metode Analisis Data

    Data-data yang diperoleh dianalisis melalui metode tahlily. Metode tahlily ini

    mencakup pengertian umum kosakata ayat, Munāsabah/hubungan ayat dengan ayat

    sebelumnya, Sabab an-Nuzul (kalau ada), makna global ayat, hukum yang dapat

    ditarik, yang tidak jarang menghidang aneka pendapat ulama mazhab dan

    menambahkan uraian tentang aneka Qira‟at, I‟rab ayat-ayat yang ditafsirkan, serta

    keistimewaan susunan kata-katanya.17

    G. Sistematika Penulisan

    Sistematika disini dimaksudkan sebagai gambaran yang akan menjadi pokok

    bahasan dalam penulisan skripsi, sehingga dapat memudahkan dalam memahami dan

    mencerna masalah-masalah yang akan dibahas. Adapun sistematika dibagi dalam

    beberapa bab.

    Bab I merupakan pendahuluan yang berfungsi untuk menyatakan keseluruhan

    isi skripsi dengan sepintas, kemudian dirinci ke dalam sub bab yang terdiri dari latar

    belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka,

    metode penelitian serta sistematika penulisan.

    Bab II merupakan gambaran umum hermeneutika al-Qur‟an dan pengenalan

    metode kitab tafsir al-Misbāh serta kitab tafsir al-Jalalayn.

    Bab III memaparkan tentang perbedaan metodologi kitab tafsir al-Misbāh dan

    kitab tafsir al-Jalalayn.

    Bab IV merupakan analisis penafsiran kata hūrun ’īn perbandingan dalam

    kitab kitab tafsir al-Misbāh dan kitab tafsir al-Jalalayn.

    Bab kelima penutup yang merupakan akhir rangkaian pembahasan dari

    penelitian ini. Dalam bab ini memuat kesimpulan dan saran-saran serta harapan yang

    sebaiknya dilakukan untuk lebih mengembangkan penelitian mengenai tema ini.

    17

    M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, ketentuan…., 377.

  • 12

    BAB II

    GAMBARAN UMUM HERMENEUTIKA AL-QUR’AN DAN PENGENALAN

    METODE KITAB TAFSIR AL-MISBĀH DAN KITAB TAFSIR AL-

    JALALAYN

    A. Pengertian Hermeneutika

    Kata hermeneutika (Inggris: hermeneutics)1 berasal dari Yunani hermeneuein

    yang berarti “menafsirkan”. Kata ini sering diasosiasikan dengan nama salah seorang

    dewa Yunani, Hermes, yang dianggap sebagai utusan para dewa bagi manusia.

    Hermes adalah utusan para dewa di langit untuk membawa pesan kepada manusia.2

    Hermeneutika berarti ilmu dan teori tentang penafsiran yang bertujuan

    menjelaskan teks mulai dari ciri-cirinya, baik obyektif (arti gramatikal kata-kata dan

    variasi-variasi historisnya), maupun subyektif.3

    Beberapa kajian menyebut bahwa hermeneutika adalah “proses mengubah

    sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi tahu dan mengerti”.4 Definisi ini agaknya

    definisi yang agak umum, karena jika melihat terminologinya, kata hermeneutika ini

    bisa diderivasikan ke dalam tiga pengertian:5

    a. Pengungkapkan pikiran dalam kata-kata, penerjemahan dan tindakan sebagai

    pentafsir.

    b. Usaha mengalihkan dari suatu Bahasa asing yang maknanya gelap tidak

    diketahui ke dalam Bahasa yang lain yang bisa dimengerti oleh si pembaca.

    c. Pemindahan ungkapan pikiran yang kurang jelas, diubah menjadi bentuk

    ungkapan yang lebih jelas.

    1The science and methodology of interpretation, especially of Scriptural text.“The Groier

    International Dictionary”, Volume One, (Danbury: Grolier Incorporated, 1984), 617. 2 Fahruddin Faiz, “Hermeneutika al-Qur‟an Tema-Tema Kontroversial”, Cetakan 1

    (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), 4. 3Lorens Bagus, “Kamus Fisafat” (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), 283.

    4 Fahruddin Faiz, “Hermeneutika al-Qur‟an Tema….., 5.

    5Ibid, 5.

  • 13

    Hermeneutika sebuah kata yang kemudian dikaitkan dengan teologi, maka

    timbul dengan apa yang disebut hermeneutika modern yang mengoptimalkan

    penafsiran teks kitab suci tradisi Kristen maupun Yahudi. Sebagaimana alat bantu

    lainnya, penafsiran yang berkembang dalam teologi pun bersentuhan dengan tradisi

    filsafat. Hermeneutika dikaitkan dengan filsafat penafsiran makna atau arti,

    hermeneutika dengan persentuhan tersebut baru kemudian dikenal dengan

    hermeneutika modern yang mencakup kepada tigapembahasan pokok yaitu

    hermeneutika sebagi metodologi atau teori, filsafat dan kritik. 6

    B. Hermeneutika Terhadap Teks Al-Qur’an

    Hermeneutika bisa dipakai sebagai alat untuk “menafsirkan” berbagai bidang

    kajian keilmuan, melihat sejarah kelahiran dan perkembangannya. Sebagai sebuah

    tawaran metodologi baru bagi pengajian kitab suci, keberadaan hermeneutika suci al-

    Qur‟an. Menjamurnya berbagai literature Ilmu Tafsir kontempprer yang menawarkan

    hermeneutika sebagai variable metode pemahaman al-Qur‟an menunjukkan betapa

    daya tarik hermeneutika memang luar biasa.7

    Hassan Hanafi dalam tulisannya Religious Dialogue and Revolution

    menyatakan bahwa hermeneutic itu tidak sekedar ilmu interpretasi atau teori

    pemahaman, tetapi juga berarti ilmu yang menjelaskan penerimaan wahyu sejak dari

    tingkat perkataan sampai ke tingkat dunia.8

    Ada tiga kesamaan antara tafsir al-Qur‟an dengan hermeneutika. Kesamaan

    itu tercakup dalam tiga unsur utama hermeneuein yang mana dalam tafsir al-Qur‟an

    dapat dimasukkan dalam kategori kegiatan hermeneuein tersebut. Pertama, dari segi

    adanya pesan, berita yang seringkali berbentuk teks, tafsir al-Qur‟an jelas

    Menafsirkan teks-teks yang terdapat dalam Kitab Suci al-Qur‟an. Kedua,

    harus ada sekelompok penerima yang bertanya-tanya atau merasa asing terhadap

    6Zamzam Nurhuda, “Hermeneutika Bahasa: Teks dan Konteks Islam”, Jurnal Sasindo

    Unpam, III, No. 3, (2015), 73. 7Fahruddin Faiz, “Hermeneutika al-Qur‟an Tema…., 12.

    8 Ibid, 13

  • 14

    pesan itu, dalam hal ini kaum Muslimin pembaca al-Qur‟an, baik yang berbahasa

    Arab apalagi yang tidak berbahasa Arab. Pesan-pesan al-Qur‟an harus dijelaskan

    sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan petunjuk dan pedoman kehidupan mereka.

    Ketigaadanya pengantara yang dekat dengan kedua belah pihak. Untuk unsur ketiga

    ini pengantara paling dekat dengan sumber, Allah SWT. yaitu Nabi Muhammad

    SAW., sehingga seluruh mufasir menjadikan Rasulallah SAW sebagai rujukan

    utama dalam menafsirkan pesan-pesan Allah.9

    Meski demikian, menurut Farid Esack dalam bukunya al-Qur‟an: Pluralism

    and Liberation, pratek hermeneutika sebenarnya telah dilakukan oleh Umat Islam

    sejak lama, khususnya ketika menghadapi al-Qur‟an. Bukti dari hal itu adalah:10

    a. Problematika hermeneutika itu senantiasa dialami dan dikaji, meski tidak

    ditampilkan secara definitive. Hal ini terbukti dari kajian-kajian mengenai

    asbabun nuzul dan nasakh mansukh.

    b. Perbedaan antara komentar-komentar yang actual terhadap al-Qur‟an (tafsir)

    dengan aturan, teori atau metode penafsiran telah ada sejak mulai munculnya

    literature-literatur tafsir yang disusun dalam bentuk ilmu tafsir.

    c. Tafsir tradisional itu selalu dimasukkan dalam kategori-kategori, misalnya tafsir

    syi‟ah, tafsir mu‟tazilah, tafsir hukum, tafsir filsafat, dan lain sebagainya. Hal

    itu menunjukkan adanya kesadaran tentang kelompok-kelompok tertentu,

    ideologi-ideologi tertentu, periode-periode tertentu, maupun horison-horison

    social tertentu dari tafsir.

    Ketiga hal ini jelas menunjukkan adanya kesadaran akan historisitas

    pemahaman yang berimplikasi kepada pluralitas penafsiran. Oleh karena itu,

    meskipun tidak disebut secara definitive, dapat dikatakan corak hermeneutika yang

    9 Moh Wardi, “Hermeneutika Khaled Abou El Fadl: Sebuah Kontribusi Pemikiran Dalam

    Studi Islam”, Al-Ulum: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Keislaman, (2018),3. 10

    Fahruddin Faiz, “Hermeneutika al-Qur‟an Tema…., 14.

  • 15

    berasumsi dasar pluralitas pemahaman ini sebenarnya telah memiliki bibit-bibitnya

    dalam Ulumul Qur‟an klasik.11

    C. Pengenalan Tafsir

    Secara Bahasa, kata tafsir berasal dari 12 fassara) yang semakna dengan) فسر

    awdhaha dan bayyana, di mana tafsir sebagai mashdar dari fassara semakna dengan

    idhah dan tabyn. Kata-kata tersebut dapat diterjemahkan kepada “menjelaskan” atau

    “menyatakan”. Al-Jarjani memaknai kata tafsir itu dengan al-Kasyf wa al-Izhar

    (membuka dan menjelaskan atau menampakkan). Istilah tafsir dalam makna

    membuka digunakan baik membuka secara konkret (al-hiss) maupun abstrak yang

    bersifat rasional. Al-qur‟an menggunakan istilah tafsir dalam makna penjelasan,13

    seperti yang terdapat dalam QS.surah al-Furqân ayat 33:

    “(Yaitu) tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang

    ganjil, melaikan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik

    penjelasannya)”. (QS.al-Furqān: 33).14

    Kata فسر merupakan ثالث باحلرف مازيد (kata dasarnya tiga kemudian mendapat

    tambahan satu huruf, yaitu tasydid atau huruf yang sejenis „ain fiil-nya). Penambahan

    ini berkonsekuensi terhadap perubahan makna, yaitu takstir (banyak). Maka dengan

    demikian secara harfiah, tafsir dapat diartikan kepada “banyak memberikan

    penjelasan”. Maka menafsirkan al-Qur‟an berarti memberikan banyak komentar

    terhadap ayat-ayat al-Qur‟an sesuai dengan pengertian atau makna yang dapat

    dijangkau oleh seorang mufassir.15

    11

    Ibid, 15. 12

    Diambil dari kata Fassara, yufassiru, fasran yang berarti menerangkannya/menyatakan

    perkara itu.Achmad Sya‟bi, “Kamus al-Qalam”, (Surabaya: Halim Jaya, 2001), 187. 13

    Kadar M. Yusuf, “Studi al-Qur‟an”, (Jakarta: AMZAH), 2010, 126. 14

    Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Penafsiran al-Qur‟an…., 289. 15

    Kadar M. Yusuf, “Studi al-Qur‟an”…., 127.

  • 16

    Kata Tafsir, pada mulanya berarti penjelasan, atau penampakan makna.

    Ahmad Ibnu Faris (w. 395 H), pakar ilmu bahasa menjelaskan dalam bukunya al-

    Maqâyîs fi al-Lughah bahwa kata-kata yang terdiri dari ketiga huruf fa-sîn-ra’

    mengandung makna keterbukaan dan kejelasan. Dari sini kata fasara (فسر) serupa

    dengan safara (سفر). Hanya saja yang pertama mengandung arti menampakkan makna

    yang dapat terjangkau oleh akal hal-hal yang bersifat material dan indriawi. Jika anda

    menyifati wanita dengan safirah,16

    maka itu berarti bahwa dia menampakkan dari

    bagian tubuhnya apa yang mestinya ditutupi.17

    Patron kata tafsir (تفسري) yang terambil dari kata fasara (فسر) mengandung

    makna kesungguhan membuka atau keberulang-ulangan melakukan upaya membuka,

    sehingga itu berarti kesungguhan dan berulang-ulangnya upaya untuk membuka apa

    yang tertutup/menjelaskan apa yang musykil/sulit dari makna sesuatu, antara lain

    kosakata.18

    Al-Dzahabi menjelaskan bahwa secara bahasa tafsir berarti al-idah

    (menjelaskan) dan al-tabyin (menerangkan). Kata tafsir secara disinggung al-Qur‟an

    dalam surat al-Furqan: 33;

    “(Yaitu) tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang

    ganjil, melaikan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik

    penjelasannya)”. (QS.al-Furqān:33).19

    Lanjut al-Dzahabi, tafsir juga digunakan untuk menunjukkan dua hal.

    Pertama, mengungkap makna yang tersembunyi secara inderawi (al-hissi), dan kedua,

    16

    Makna safirun adalah perempuan yang membuka matanya.Achmad Sya‟bi, “Kamus al-

    Qalam”,(Surabaya: Halim Jaya, 2001), 93. 17

    M. Quraish Shihab, “Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan…. 9. 18

    Ibid., 9. 19

    Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsiran al-Qur‟an…., 289.

  • 17

    menyingkap makna yang tersembunyi secara rasio (ma’ani ma’qulah). Makna yang

    kedua inilah yang lebih banyak dan biasa dipergunakan.20

    D. Metode-Metode Tafsir

    Sejarah perkembangan tafsir dapat pula ditinjau dari sudut metode penafsiran.

    Walaupun disadari bahwa setiap mufassir mempunyai metode yang berbeda dalam

    perinciannya dengan mufassir lain. Namun secara umum dapat diamati bahwa sejak

    periode ketiga dari penulisan kitab-kitab tafsir sampai tahun 1960, para mufassir

    menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an secara ayat demi ayat, sesuai dengan susunannya

    dalam mushaf.21

    Dengan demikian, metode tafsir merupakan kerangka atau kaidah yang

    digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an. Sementara itu, metodologi tafsir

    merupakan pembahasan ilmiah tentang metode-metode tafsir al-Qur‟an dab

    berkedudukan sebagai jalan yang harus ditempuh jika ingin sampai kepada tujuan.

    Selanjutnya, tujuan disebutkan corak tafsir sehingga sebagaimana pun bentuk tafsir

    akan mencapai suatu corak yang tertentu.22

    1. Tafsir al-Ijmâlî (Metode Global)

    a. Pengertian

    Tafsir al-Ijmâlî ialah menafsirkan al-Qur‟an dengan cara yang global dan

    singkat. Dalam metode ini, Bahasa yang digunakan mudah dimengerti dan enak

    dibaca, sistematika penulisannya mengikuti susunan ayat dalam mushaf, serta

    penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya Bahasa al-Qur‟an, mufasir menjelaskan

    makna umum yang terkandung dalam ayat tanpa menjelaskan makna umum yang

    20

    Ahmad Atabik, “Perkembangan Tafsir Modern Di Indonesia”, Hermeunetik, Vol. 8, No. 2,

    2014,308. 21

    M. Quraish Shihab, “Membumikan al-Qur‟an”, (Bandung: Mizan Pustaka), 1994, 73. 22

    Samsurrohman, “Pengantar Ilmu Tafsir”, (Jakarta: Amzah), 2014, 118.

  • 18

    terkandung dalam ayat tanpa menjelaskan peringkat-peringkat pendukunya secara

    detail, seperti i’râb atau balâghah.23

    b. Ciri-ciri

    Tafsir al-Ijmâlî memiliki cara kerja tersendiri yang berbeda dengan metode-

    metode tafsir lainnya. Berikut ini cara tafsir al-Ijmâlî:24

    1) Mengikuti urutan yang sesuai dengan urutan yang ada dalam mushaf.

    2) Lebih menyerupai terjemah maknawi sehingga mufasir tidak berpegang pada

    makna kosakata.

    3) Mufassir lebih menekankan pada penjelasan makna umum.

    4) Apabila dibutuhkan, mufasir mengemukakan alat bantu, seperti asbâb-nuzûl.

    5) Penafsirannya tidak begitu jauh dengan siyâq al-Qur‟an. Begitu pula dengan

    bentuk kosakata dan ujaran yang digunakan.

    2. Tafsir Tahlily (Metode Analitis)

    a. Pengertian

    Menurut Bahasa, Tahlily berasal dari kata hallala-yuhallilu-tahlîlan yang

    artinya melepas, mengurai, keluar, atau menganalisis. Sementara itu menurut istilah,

    tafsir at-Tahlily ialah menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an dengan memaparkan segala

    aspek yang bersinggungan dengan ayat serta menerangkan makna yang tercakup

    sesuai dengan keahlian mufasir. Metode ini menerangkan arti ayat-ayat al-Qur‟an dari

    berbagai segi sesuai urutan surah dalam mushaf dengan mengedepankan kandungan

    kosakata, hubungan antara ayat, hubungan antara surah, asbâbul an-nuzûl, hadits-

    hadits yang berhubungan, pendapat para ulama salaf, serta pendapatnya sendiri.25

    23

    Ibid, 119. 24

    Ibid, 119. 25

    Ibid, 120.

  • 19

    b. Ciri-ciri

    Bentuk tafsir metode ini dapat berbentuk tafsir bi al-ma’tsûr dan tafsir bi ar-

    ra’yi. Hal itu karena mufasir dapat menafsirkan secara menyeluruh. Mufasir juga

    dapat menafsirkan ayat demi ayat dengan mengikuti tafsir Nabi Muhammad SAW,

    sahabat, tabi‟in, serta tabi‟ tabi‟in. Selain itu, mufasir dapat menafsirkan sesuai

    dengan disiplin ilmu yang menjadi keahliannya. Berikut ini ciri-ciri yang melekat

    pada metode analitis:26

    1) Ayat ayat ditafsirkan sesuai dengan urutan yang terdapat dalam mushaf.

    2) Penjelasannya sedikit demi sedikit karena segala segi diteliti, seperti kosakata,

    munasabah (hubungan), tatabahasa, atau asbâbul an-nuzûl.

    3) Menggunakan alat bantu yang efektif berupa disiplin ilmu yang menjadi

    keahlian mufasir.

    4) Menekankan pengertian filologi sebagai acuan awal.

    5) Ayat atau hadits lain yang memiliki kosakata yang sama digunakan sebagai

    batu loncatan.

    6) Mengamati konteks nas untuk menemukan pemahaman ayat.

    3. Tafsir Muqaran (Metode Komparatif)

    a. Pengertian

    Menurut Bahasa, Muqaran dari kata qârana-yuqârinu-muqâranatan yang

    berarti menggandeng, menyatukan, atau membandingkan. Sementara itu menurut

    istilah, tafsir Muqaran ialah tafsir yang membandingkan antara ayat dan ayat-ayat

    antara ayat dan hadits, baik dari segi isi maupun redaksi. Definisi lainnya ialah

    membandingkan antara pendapat ulama tafsir dengan menonjolkan segi perbedaan.

    26

    Ibid, 121.

  • 20

    Dengan kata lain, mufasir meneliti ayat-ayat al-Qur‟an lalu membandingkan dengan

    pendapat mufasir lainnya sehingga ditemukan pemahaman baru.27

    b. Ciri-ciri

    Ciri utama metode ini adalah membandingkan. Adapun yang dibandingkan

    adalah ayat dengan ayat lainnya, ayat dengan hadits, atau pendapat mufasir dengan

    pendapat mufasir lainnya. Berikut ini ciri-ciri metode komparatif:28

    1) Cakupan pembahasannya sangat luas karena membandingkan tiga hal, yaitu ayat,

    hadits, dan pendapat mufasir lainnya.

    2) Ruang lingkup dari masing-masing aspeknya berbeda-beda.

    3) Ada yang menghubungkan pembahasan dengan konotasi kata atau kalimat.

    Misalnya:

    “(Yaitu)dan sifat-sifat mereka dalam injil, yaitu seperti tanaman yang

    mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadi tanaman yang kuat lalu menjadi

    besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati

    penaman-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang

    kafir)”. (QS.al-Fath: 29).29

    Ketika membahasa kata al-Kuffâr, tidak dapat disamakan dengan kata-kata al-

    Kuffâr yang terdapat dalam ayat berikut:

    27

    Ibid, 122. 28

    Ibid, 122. 29

    Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Penafsiran al-Qur‟an…., 411.

  • 21

    “(Yaitu)seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani)”.

    (QS.al-Hadīd:20)30

    Kosakata dalam dua ayat tersebut sama, tetapi konotasi maknanya sangat jauh

    berbeda.

    4) Mengomparatifkan antara ayat-ayat yang berdaksi sama, hadits yang memiliki

    kemiripan, serta pendapat mufasir mengenai ayat tertentu.

    4. Tafsir Mawdhu’i (Metode Tematik)

    a. Pengertian

    Menurut bahasa, Mawdhu’i berasal dari kata al-Wadh’u yang dibentuk dari

    wadha’a-yadhi’u-wâdhi’un-maudhû’un yang artinya menjadikan, meletakkan, atau

    menetapkan sesuatu pada tempatnya. Sementara itu menurut istilah, tafsir Mawdhu’i

    ialah tafsir dengan topik yang memiliki hubungan antara ayat yang satu dan ayat yang

    lain mengenai tauhid, kehidupan social, atau ilmu pengetahuan. Dengan kata lain,

    tafsir Mawdhu’i ialah metode mengumpulkan ayat-ayat al-Qur‟an yang membahasa

    satu tema tersendiri, menafsirkannya secara global dengan kaidah-kaidah tertentu,

    dan menemukan rahasia yang tersembunyi di dalam al-Qur‟an. Selanjutnya, dalam

    menggunakan tafsir Mawdhu’i, ditempuh langkah-langkah berikut:31

    1) Mengumpulkan ayat-ayat yang membahas topik yang sama.

    2) Mengkaji asbâbul an-nuzûl dan kosakata secara tuntas dan terperinci.

    3) Mencari dalil-dalil pendukung, baik dari al-Qur‟an, hadits maupun ijtihad.

    30

    Ibid, 431. 31

    Ibid, 124.

  • 22

    b. Ciri-ciri

    Terdapat menjadi hal yang paling menonjol dalam tafsir ini. Berikut ini ciri-

    ciri yang terdapat dalam tafsir Mawdhu’i :

    1) Mufasir tidak memandang urutan ayat dalam mushaf.

    2) Ayat dikumpulkan sesuai tema yang akan dibahas.

    3) Pemilihan tema tertentu menjadi sangat menonjol.

    4) Petunjuk yang termuat dalam ayat dijadikan sumber kajian.

    5) Membahas seluruh permasalahan yang tercakup dalam tema.

    E. Pengenalan Metodologi Tafsir Kontemporer

    Istilah metodologi yang merupakan terjemahan dari kata Inggris methodology

    yang berarti “cara dan prosedur yang diterapkan dalam ilmu pengetahuan”.32

    Dengan

    demikian, metodologi adalah merupakan wacana tentang melakukan sesuatu. Dalam

    Bahasa Arab, metodologi diterjemahkan dengan manhaj atau minhâj seperti

    diungkapkan dalam QS. al- Mâ‟idah:

    “(Yaitu)untuk tiap-tiap imat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang

    terang)”. (QS.al-Māidah: 48).33

    Dalam Bahasa Indonesia, metodologi diartikan dengan “ilmu atau uraian

    tentang metode. Dalam kamus umum Bahasa Indonesia metode diartikan sebagai

    “cara yang teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai

    hasil yang baik seperti yang dikehendaki”.34

    Manakala metodologi diartikan sebagai

    “pengajaran bahasa atau penelitian bahasa.”35

    32

    Peter Salim, “The Contemporary English-Indonesian Dictionary”, Edisi Kedelapan,

    (Jakarta: Modern English Press, 2002), 398. 33

    Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Penafsiran al-Qur‟an…. 92. 34

    Yus Badudu Dan Sutan Mohammad Zain, “Kamus Umum Indonesia”, Cetakan 1, (Jakarta:

    Pustaka Sinar Harapan, 1994),896. 35

    Ibid, 896

  • 23

    Secara terminologis, tafsir dalam Bahasa Indonesia adalah keterangan yang

    berlanjut atau yang agak Panjang mengenai isi kitab suci.36

    Sementara tujuan

    penafsiran adalah untuk mengklarifikasikan (maksud) sebuah teks. Dalam hal ini,

    tafsir menjadikan teks al-Qur‟an sebagai objek awalnya dengan memberikan

    perhatian penuh pada teks tersebut agar jelas maknanya, selain itu, ia juga berfungsi

    secara simultan mengadaptasikan teks pada situasi yang sedang dihadapi mufasir.

    Dengan kata lain, kebanyakkan penafsiran tidaklah murni teoretis, ia mempunyai

    aspek praktis untuk membuat teks dapat diterapkan dalam memantapkan keimanan

    dan menjadi pandangan hidup orang mukmin37

    Seterusnya, istilah kontemporer berasal dari kata Bahasa inggris,

    contemporary yang berarti “sekarang atau modern”. Dalam kamus Inggris-Indonesian

    contemporary berarti “menunjukkan sifat-sifat yang modern yang berkenaan dengan

    manusia dan hasil karyanya.”38

    Dengan demikian, kiranya tidak berlebihan bila istilah

    kontemporer di sini mengacu pada pengertian era yang relevan dengan tuntutan

    kehidupan modern.39

    Bila dilakukan perbandingan, pemahaman metodologi tafsir kontemporer

    secara sekilas tidak ada bedanya dengan yang klasik, ia juga ditujukan untuk

    menyelaraskan teks kitab Suci dengan kondisi di mana mufasir hidup.40

    Pada

    dasarnya tidak ada kesepakatan yang jelas tentang arti istilah kontemporer. Misalnya

    apakah istilah kontemporer meliputi abad ke-19 atau hanya merujuk pada abad ke-20

    s.d 21. Menurut Ahmad Syirbasyi yang dimaksud dengan periode kontemporer

    adalah yaitu sejak abad ke 13 H atau akhir abad ke-19 M sampai sekarang ini.41

    36

    Ibid, 1396. 37

    H. ahmad Syukri Saleh, “Metodologi Tafsir al-Qur‟an Kontemporer dalam Pandangan

    Fazlur Rahman”, (Jambi: Sulthan Thaha Press, 2007), 42. 38

    Peter Salim, “The Contemporary English…., 1167. 39

    H. ahmad Syukri Saleh, “Metodologi Tafsir al-Qur‟an Kontemporer dalam Pandangan

    Fazlur Rahman”, (Jambi: Sulthan Thaha Press, 2007), 42. 40

    Ibid ,42. 41

    Eni Zulaiha, “Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma dan Standar Validitasnya.”,

    Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2,1 Juni 2017, 83.

  • 24

    F. Pengenalan Metodologi Tafsir Klasik

    Tafsir klasik adalah tafsir yang bersumber kepada tradisi yaitu kebiasaan

    masyarakat, ajaran dan pandangan yang dikemukakan oleh para tokoh yang

    dipandang memiliki otoritas untuk mengemukan pandangan-pandangan keagamaan.

    Adapun tokoh yang dianggap memiliki otoritas adalah Nabi SAW, sahabat, tabi‟in

    dan ulama.

    Tafsir klasik atau dikenal dengan tafsir bil ma’tsur adalah tafsir yang

    bersumber atau disandarkan secara langsung atau tidak langsung kepada riwayat-

    riwayat dari Nabi Muhammad saw, para sahabat dan tabi‟in. Sehingga epistomologi

    tafsir klasik itu adalah klasik langsung kepda kutipan riwayat-riayat yang

    menjelaskan suatu makna dari al-Qur‟an. Pada zaman tafsir klasik terdapat 3 merode

    yang digunakan para ualam terdahulu untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an, yaitu :

    1. Tafsir bi al-Ma’tsûr

    Kata al-Ma’tsûr adalah isim ma’ful yang secara etimologis berarti

    menyebutkan atau mengutipkan. Pengertian tafsir bi al-Ma’tsûrsecara terminology

    terdapat berbagai pendapat. Al-Zarqani, beliau mendefinisikan tafsir bi al-Ma’tsûr

    dengan penafsiran al-Qur‟an dengan al-Qur‟an, penafsiran al-Qur‟an dengan al-

    Sunnah dan dengan pendapat para sahabat.42

    Jenis-Jenis Tafsir al-Ma’tsûr

    Berangkat dari definisi di atas, maka jenis tafsir al-Ma’tsûr ada empat yaitu

    penafsiran al-Qur‟an dengan al-Qur‟an, penafsiran al-Qur‟an dengan sunnah

    Rasulullah saw, penafsiran al-Qur‟an dengan pendapat para sahabat dengan tabi‟in.

    berikutnya yaitu:43

    42

    Syarafuddin H.Z, “Tafsir bi al-Ma‟tsur (Kelebihan dan Kekurangan serta

    Pengembangannya)”, Suhuf, Vol 29, No 1, 2017, 98. 43

    Ibid, 99-112.

  • 25

    1. Tafsir al-Qur‟an dengan al-Qur‟an

    Tafsir al-Qur‟an dengan al-Qur‟an ada beberapa bentuk, ada yang dalam

    bentuk menafsirkan bagian kata tertentu dengan bagian kata lainnya dalam ayat dan

    surah yang sama. Ada yang dalam bentuk penafsiran ayat yang satu dengan ayat yang

    lain dalam surah yang sama da nada pula dalam bentuk menafsirkan ayat yang satu

    dengan ayat yang lain dalam surah yang berbeda.

    Penafsiran al-Qur‟an dengan sunnah wajib karena adalah petunjuk atau

    penjelasan yang paling benar adalah apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw.

    Sunnah dalam hal ini menafsirkan ayat-ayata al-Qur‟an dalam beberapa bentuk

    diantaranya adalah sebagai berikut :

    b. Bayan al-Tafsir

    Yang dimaksud dengan bayan al-Tafsir adalah menerankan ayat-ayat

    yang sangat umum dan mustanah. Sunnah dalam hal ini menerangkan keumuman

    ayat-ayat al-Qur‟an yang masih mujmal dan memberi batasan terhadap ayat-ayat

    yang sifatnya muthlaq dan memberi takhsish ayat-ayat yang bersifat umum.

    b. Bayan al-Taqrir

    Bayan al-Taqrir adalah ayat-ayat al-Qur‟an yang diperkuat oleh al-Sunnah

    Nabi saw.

    c. Bayan an-Nasakh

    An-Nasakh menurut bahasa adalah al-Ibthal (membatalkan), al-Izalah

    (menghilangkan), al-Tahwil (memindahkan), atau al-Taqhyir (mengubah).

    2. Tafsir al-Qur‟an dengan Riwayat Sahabat

    Menurut al-Hakim, penafsiran al-Qur‟an dengan riwayat yang shahih,

    hukumnya marfu’ karena para sahabat menyaksikan turunnya wahyu dan mengetahui

    sebab-sebab turunnya. Namun apabila penafsiran mereka berdasarkan al-Ra’yi maka

    bernilai muaquf.

  • 26

    3. Penafsiran al-Qur‟an dengan Riwayat al-Tabi‟in

    Walaupun para ulama berbeda pendapat tentang nilai riwayat al-Tabi‟in,

    namun sebagai rujukan penafsiran mereka tetap dipertimbangkan, apabila tidak

    diketemukan tafsir di dalam al-Qur‟an maupun sunnah dan pendapat para sahabat.

    Pada hakekatnya para al-Tabi‟in menerima sejumlah ilmu dari para sahabat, terutama

    setelah daerah Islam makin bertambah luas. Mereka menyebarkan keberbagai daerah

    Islam untuk menyiarkan ilmu pengetahuan. Dalam bidang ilmu tafsir, mereka dibagi

    atas tiga kelompok masalah yaitu: Mekkah, Madinah dan Iraq. Dari ketiga kelompok

    tersebut, kelompok Makkahlah yang dianggap paling memahami tafsir, karena

    mereka adalah murid Ibnu Abbas.

    2. Tafsir bi ar-Ra’y

    Sekian banyak problema baru yang bermunculan dari saat ke saat yang

    memerlukan jawaban dan bimbingan, sedang hal tersebut tidak ditemukan

    penjelasannya dari al-Qur‟an dan sunnah. Dari sini lahirlah upaya

    memahami/menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an dan sejak itu lahirlah tafsir bi ar-Ra’y.

    Walau sebenarnya tidak keliru dari segi substansi jika dikatakan bahwa penafsiran

    Nabi saw sahabat-sahabat beliau pun adalah tafsir bi ar-Ra’y, karena mereka juga

    menggunakan nalar mereka dalam upaya memahami al-Qur‟an dan. Imam Syafi‟i

    berkata, seperti tulis as-Suyuthi dalam al-Ithqân, bahwa: “Semua ketetapan hukum

    Nabi saw adalah hasil pemahaman beliau dari al-Qur‟an berdasar firman Allah SWT.:

    “(Yaitu) Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan

    membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang

    telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang

  • 27

    yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat)”. (QS.an-Nisā:

    105).44

    3. Tafsir Isyâry

    Tafsir Isyâry yakni makna-makna yang ditarik dari ayat-ayat al-Qur‟an yang

    tidak diperoleh dari bunyi lafazh ayat, tetapi dari kesan yang ditimbulkan oleh lafazh

    itu dalam benak penafsirannya yang memiliki kecerahan hati dan atau pikiran tanpa

    membatalkan makna lafazhnya. Selama ini tafsir Isyâry banyak dilahirkan oleh para

    pengamal tasawuf yang memiliki kebersihan hati dan ketulusan, dank arena itu tafsir

    ini dinamai juga dengan tafsir Shūfy.45

    44

    Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsiran al-Qur‟an…., 76. 45

    M.Quraish Shihab, “Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan…., 362.

  • 28

    BAB III

    PERBEDAAN LANDASAN METODOLOGI KITAB TAFSIR AL-MISBĀH

    DAN KITAB TAFSIR AL-JALALAYN

    A. Biografi Pengarang dan Kitab Tafsir al-Misbāh

    1. Biografi Pengarang

    Nama pengarang kitab tafsir al-Misbāh adalah Muhammad Quraish Shihab

    lahir di Rappang, Sulawesi Selatan pada 16 Februari 1944. Beliau berasal dari

    keturunan arab terpelajar. Shihab merupakan nama keluarganya (ayahnya) seperti

    lazimnya yang digunakan di wilayah Timur (anak benua India termasuk Indonesia).

    M. Quraish Shihab dibesarkan dalam lingkungan keluarga Muslim yang taat, pada

    usia 9 tahu ia sudah terbiasa mengikuti ayahnya mengajar. Ayahnya, Abdurrahman

    Shihab (1905-1986) merupakan sosok yang banyak membentuk kepribadian bahkan

    keilmuannya kelak. Ia menamatkan Pendidikan di Jam‟iyyah Al-Khair Jakarta, yaitu

    sebuah Lembaga Pendidikan Islam tertua di Indonesia. Ayahnya seorang guru besar

    di bidang Tafsir dan pernah menjabat sebagai rektor IAIN Alaudin Ujung Pandang

    dan juga sebagai pendiri Universitas Muslim Indonesia (UMI) Ujung Pandang.1

    Menurut M. Quraish Shihab sejak 6-7 tahun, ia sudah diharuskan untuk

    mendengar ayahnya mengajar Al-Quran. Dalam kondisi seperti itu, kecintaan seorang

    ayah terhadap Ilmu agama samapai membentuk kepribadiannya yang kuat terhadap

    basis keIslaman. Dengan melihat latar belakang keluarga yang sangat kuat dan

    disiplin, sangat wajar jika kepribadian keagamaan dan kecintaan serta minat terhadap

    ilmu-ilmu agama dan studi al-Qur‟an yang digeluti sejak kecil, dan selanjutnya

    didukung oleh latar belakang Pendidikan yang dilaluinya, mengantarkan M. Quraish

    Shihab menjadi seorang musfasir.

    1Atik Wartini, “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah”, Hunafa:

    Jurnal Studia Islamika, vol 11, No 1, (2014), 114.

  • 29

    Latar Belakang Pendidikan

    Setelah menyelesaikan Pendidikan dasarnya di Ujung Pandang, dia

    melanjutkan Pendidikan menengahnya di Malang, sambil “nyatri” di Pondok

    Pesantren Darul-Hadits Al-Faqihiyyah. Pada 1958, yang berangkat Kairo, Mesir, dan

    diterima dikelas II Tsanawiyyah Al-Azhar. Pada 1967, dia meraih gelar Lc (S-1) pada

    Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadis Universitas Al-Azhar. Kemudian dia

    melanjutkan pendidikan di fakultas yang sama, dan pada 1969 meraih gelar MA

    untuk spesialisasi bidang Tafsir Al-Quran dengan tesis berjudul Al-I‟jaz Al-Tasyri‟iy

    li Al-Qur‟an Al-karim.2

    Pada tahun 1980, M. Quraish Shihab kembali melanjutkan pelajarannya di

    Universitas Al-Azhar, dan menulis disertasi yang berjudul Nazm al-Durar li al-

    Baqā’ī Tahqīq wa Dirāsah sehingga pada tahun 1982 berhasil meraih gelar doctor

    dalam studi ilmu-ilmu al-Qur‟an dengan yudisium Summa Cumlaude, yang disertai

    dengan penghargaan tingkat 1 (Mumtaz Ma’a Martabat Al-Syaraf Al-Ula). Dengan

    demikian ia tercatat sebagai orang pertama dari Asia Tenggara yang meraih gelar

    tersebut.3

    Setelah kembali ke Indonesia, pada tahun 1984, M. hQurais Shihab

    ditugaskan di fakultas Ushuluddin dan Program Pascasarjana IAIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta. Pada tahun1995, ia dipercaya menjabat Rektor IAIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta. Jabatan tersebut memberikan peluang untuk merialisasikan

    gagasan-gagasannya, salah satu diantaranya melakukan penafsiran dengan

    menggunakan pendekatan multidispliner, yaitu pendekatan yang melibatkan sejumlah

    ilmuwan dari berbagai bidang spesialisasi. Menurutnya, hal ini akan lebih berhasil

    untuk melengkapkan petunjuk-petunjuk dari al-Qur‟an secara maksimal. 4

    Jabatan lain di luar kampus yang pernah diembarnya, antara lain: Ketua

    Majlis Ulama Indonesia(MUI) Pusat sejak 1984, anggota Lajnah Pentashih Al-Qur‟an

    2M. Quraish Shihab, “Membumikan al-Qur‟an”, (Bandung: Mizan Pustaka), 1994.

    3Atik Wartini, “Corak Penafsiran M. Quraish…., 114.

    4Ibid, 115.

  • 30

    Departemen Agama sejak 1989, selain itu ia banyak berkecimpung dalam berbagai

    organisasi professional, seperti pengurus perhimpunan ilmu-ilmu al-Qur‟an Syari‟ah,

    Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

    dan Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Serta

    director Pendidikan Kader Ulama (PKU) yang merupakan usaha MUI untuk

    membina kader-kader ulama di tanah Air.5

    Pada tahun 1958, tepatnya di akhir pemerintahan Orde Baru, ia pernah

    dipercayai sebagai Menteri agama oleh presiden Suharto, kemudian pada 17 Febuari

    1999, dia mendapat amanah sebagai duta besar Indonesia di Mesir. Walaupun

    berbagai kesibukan sebagai Konsekwensi jabatan yang diembanya, M. Quraish

    Shihab tetap aktif dalam kegiatan tulis menulis di berbagai media massa dalam

    rangka menjawab permasalahan yang berkaitan dengan persoalan agama. Di harian

    pelita, ia mengasuh rubrik “Tafsir Amanah” dan juga menjadi anggota dewan redaksi

    majalah Ulum Al-Qur‟an dan Mimbar Ulama di Jakarta. Dan kini, aktivitasnya adalah

    guru besar Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Direktor Pusat Studi Al-

    Qur‟an(PSQ) Jakarta.6

    Karya-karya M. Quraish Shihab

    Sebagai mufassir kontemporer dan penulis yang produktif, M. Quraish Shihab

    telah menghasilkan berbagai karya yang telah banyak diterbitkan dan dipublikasikan.

    Diantara karya-karyanya, khususnya yang berkenaan dengan studi al-Qur‟an adalah:

    Tafsir al-Manar: keistimewan dan Kelemahannya (1984), Filsafat Hukum Islam

    (1987), Mahkota Tuntunan Illahi: Tafsir Surat al-Fatihah (1988), Membumikan al-

    Qur‟an: Fungsi dan Peranan Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (1994), Studi

    Kritik Tafsir al-Manar (1994), Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidu pan (1994),

    Wawasan al-Qur‟an: Tafsir Mawdhu‟i atas berbagai Persoalan Umat (1996),

    Hidangan Ayat-Ayat Tahlil (1997), Tafsir al-Qur‟an al-Karim: Tafsir Surat-Surat

    5 Ibid.

    6 Ibid.

  • 31

    Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu (1997), Mu‟jizat al-Qur‟an Ditinjau

    dari Berbagai Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib (1997),

    Sahūūr Bersama M. Quraish Shihab di RCTI (1997), Menyingkap Ta‟bir Illahi: al-

    Asma‟ al-Husna dalam Perspektif al-Qur‟an (1998), Fatwa-Fatwa Seputar al-Qur‟an

    dan Hadith (1999), dan lain-lain.7

    Karya-karya M. Quraish Shihab yang sebagian kecilnya telah disebutkan di

    atas, menandakan bahwa perananya dalam perkembangan keilmuan di Indonesia

    khususnya dalam bidang al-Qur‟an sangat besar. Dari sekian banyak karyanya, Tafsir

    al-Misbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an merupakan Mahakarya beliau.

    Melalui tafsir inilah Namanya membumbung sebagai salah satu muffasir Indonesia,

    yang mampu menulis tafsir al-Qur‟an 30 juz dari volume 1 sampai 15.8

    Selain itu, M. Quraish Shihab juga aktif dalam kegiatan tulis-menulis. Di surat

    kabar Pelita, pada setiap hari Rabu beliau menulis dalm rubrik “Pelita Hati”. Beliau

    juga mengasuh rubrik “Tafsir al-Amanah” dalam majalah dua mingguan yang terbit

    di Jakarta.9

    2. Kitab Tafsir al-Misbāh

    Kitab Tafsir al-Misbāh adalah sebuah kitab tafsir kontemporer karyanya

    adalah seorang ulama terkini yang bernama M. Quraish Shihab. Beliau memang

    bukan satu-satunya pakar al-Qur‟an di Indonesia, tetapi kemampuannya

    menerjemahkan dan menyampaikan pesan-pesan al-Qur‟an dalam konteks kekinian

    inilah yang kemudian membuatnya lebih kenal dan lebih unggul daripada pakar al-

    Qur‟an lainnya.

    Tafsir al-Misbāh merupakan karya paling monumental M. Quraish Shihab.

    Buku ini berisi 15 volume yang secara lengkap memuat penafsiran 30 juz ayat-ayat

    dan surah-surah al-Qur‟an. Penulisan tafsir ini menggunakan metode tahlily, yaitu

    7Atik Wartini, “Corak Penafsiran M. Quraish…., 117.

    8 Ibid.

    9 M. Quraish Shihab, “Membumikan al-Qur’an”, (Bandung: Mizan Pustaka), 1994.

  • 32

    menafsirkan ayat per ayat al-Qur‟an sesuai dengan urutannya dalam mushaf. Cetakan

    pertama volume satu tafsir ini adalah 2000, sedangkan cetakan pertama juz terakhir

    (volume 15) tertera tahun 2003. Menurut pengakuan Quraish, ia menyelesaikan

    tafsirnya itu selama empat tahun, dimulai di Mesir pada hari Jum‟at 4 Rabi‟ul Awwal

    1420 H/18 Juni 1999 dan selesai di Jakarta, Jum‟at 5 September 2003. Sehari rata-

    rata M. Quraish Shihab menghabiskan waktu tujuh jam untuk menyelesaikannya.10

    Ada beberapa catatan yang layak dikemukan tentang penulisan Tafsir al-

    Misbāh ini:11

    1. Penafsiran ayat-ayat al-Qur‟an dilakukan dengan membuat pengelompokan ayat

    yang masing-masing jumlah kelompok ayat dapat berbeda antara satu sama

    lainnya. Selain itu, M. Quraish Shihab tidak menyusun tafsirnya berdasarkan

    juz per juz. Karena itu, dari lima belas volume kitabnya, ketebalan halaman

    masing-masing volume berbeda-beda. Hanya volume 3 yang berisi seluruh

    surah al-Māidah dan yang paling tipis tipis, yakni 257 halaman. Volume yang

    lain rata-rata berisi 500 halaman lebih. Bahkan ada yang mencapai 756

    halaman, yakni volume 5 yang berisi surah-surah al-A‟râf, al-Anfâl dan al-

    Taubah.

    2. Dalam menafsirkan ayat. M. Quraish Shihab mengikuti pola yang dilakukan

    para ulama klasik pada umumnya. M. Quraish Shihab menyelipkan komentar-

    komentarnya di sela-sela terjemahan ayat yang sedang ditafsirkan. Untuk

    membedakan antara terjemahan ayat dan komentar, M. Quraish Shihab

    menggunakan cetak miring (italic) pada kalimat terjemahan. Dalam komentar-

    komentarnya tersebutlah Quraish Shihab melakukan elaborasi terhadap

    pemikiran ulama-ulama, di samping pemikiran dan ijtihadnya sendiri. Hanya

    saja, cara ini memiliki kelemahan. Pembaca akan merasa kalimat-kalimat M.

    10

    Muhammad Iqbal, “Metode Penafsiran al-Qur‟an M. Quraish Shihab”, Tsaqafah: Jurnal

    Peradaban Islam, Vol 6, No 2, (2010), 258. 11

    Ibid, 259.

  • 33

    Quraish Shihab terlalu Panjang dan melelahkan, sehingga kadang-kadang sulit

    dipahami, terutama bagi pembaca awam.

    3. Dalam tafsir ini jelas sekali nuansa kebahasaan penulis, sebagaimana terlihat

    pada karya-karyanya sebelumnya. Elaborasi kosakata dan kebahasaan yang

    dilakukan oleh M. Quraish Shihab dalam buku ini mengantarkan pembaca

    untuk memahami makna al-Qur‟an dengan baik, sehingga kesulitan-kesulitan

    pemahaman terhadap al-Qur‟an dapat diatasi.

    Selain itu, ada beberapa prinsip yang dipegang oleh M. Quraish Shihab dalam

    karya tafsirnya ini, di antaranya bahwa al-Qur‟an merupakan satu kesatuan yang tidak

    terpisahkan. Dalam Tafsir al-Misbāh, M. Quraish Shihab tidak pernah luput dari

    pembahasan „ilmu al-munāsabat yang tercermin dalam enam hal, yaitu:12

    a. Keserasian kata demi kata dalam satu surah.

    b. Keserasian kandungan ayat dengan penutup ayat (fawâsil).

    c. Keserasian hubungan ayat dengan ayat berikutnya.

    d. Keserasian uraian awal/mukaddimah satu surah dengan penutupnya.

    e. Keserasian penutup surah dengan uraian awal/mukaddimah surah sesudahnya

    f. Keserasian tema surah dengan nama surah.

    Memang seperti kebiasaan para tokoh ulama, untuk menulis sesuatu yang serius

    seperti tafsir al-Qur‟an, dibutuhkan waktu dan konsentrasi serta kontemplasi. Buya

    Hamka, Sayyid Quthb, Ibn Taimiyah, serta beberapa ulama lainnya melahirkan

    karya-karya monumental mereka ketika berada dalam penjara. Demikian pula halnya

    dengan M. Quraish Shihab. Ia menulis Tafsir al-Misbāh ketika ditugaskan oleh

    Presiden B.J. Habibie menjadi Duta Besar dan Berkuasa penuh untuk Mesir, Somalia

    dan Jibouti. Pekerjaan ini tidak terlalu menyita waktunya, sehingga ia banyak

    12

    Ibid,260.

  • 34

    memiliki waktu untuk menulis. Dalam “penjara” di negeri orang inilah M. Quraish

    Shihab menulis tafsir al-Misbāh.13

    M. Quraish Shihab mengatakan dalam tafsirnya, “Prinsip menyatunya ayat-

    ayat dengan tema pokok surahnya, kini merupakan pandangan mayoritas ulama tafsir.

    Upaya-upaya membuktikan kebenaranya telah pula diupayakan oleh banyak ulama,

    walau tingkat keberhasilan mereka bervariasi”.14

    Maka demikian, M. Quraish Shihab

    memegang prinsip dalam menafsirkan al-Qur‟an dengan menyatukan ayat-ayat

    dengan tema pokok surah untuk mendapatkan kebenaran dalam sesebuah tafsir.

    B. Biografi Pengarang dan Kitab Tafsir al-Jalalayn

    1. Biografi Pengarang (Jalaluddin al-Mahally dan Jalaludin as-Suyuthi)

    a. Al-Mahally

    Pengarang pertama dari kitab yang telah dikenal luas dikalangan umat Islam

    dengan sebutan Tafsir al-Jalalayn adalah al-Imam Jalal al-Din al-Mahally atau

    disebut sebutan ak-Mahally saja. Nama lengkap al-Mahally adalah Jalal al-Din

    Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Ibrahim al-Mahally al-Syafi‟i. al-

    Mahally sendiri menulis kitab tafsir ini dimulai dari surah al-Kahfi sampai al-Nas,

    dan al-Fatihah. Di masa hidupnya, dikalangan ulama salaf, al-Mahally dianugerahi

    delan dengan julukan al-Allamah.15

    Al-Allamah diletakkan kepada nama al-Mahally denga suatu pengertian

    sebagai orang yang telah mempunyai kemampuan intelektual yang sangat tinggi

    (sangat alim). Gelar ini biasanya dalam tradisi intelektual abad pertengahan Islam

    (klasik) digunakan untuk menyebut tingkat (maqam) seorang ulama yang

    13

    Muhammad Iqbal, “Metode Penafsiran al-Qur‟an….,258. 14

    M.Quraish Shihab, “Tafsir al-Misbāh Pesan, Kesan….. 2002. 15

    Abdul Karim, “Kajian Tafsri al-Jalalayn Karya Imam Jlalauddin Al-Mahally dan Imam

    Jalaluddin al-Suyuthi”, Hermeneutik, Vol 10, No. 1, 2016 ,7.

  • 35

    kemampuan ilmunya telah mencapai tingkat intelektual yang dapat memudahkan

    antara ma’qul16

    dan manqul17

    .

    Al-Mahally dilahirkan di Mesir pada tahun 791 H. semasa hidupnya, al-

    Mahally banyak berkecimpung diberbagai ilmu pengetahuan keislaman, diantaraya

    ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu ushul, ilmu nahwu, ilmu mantiq, dan sebagainya.

    Sedangkan kitab-kitab referensi utama yang dikarang al-Mahally bersumber dari

    kitab-kitab karangan al-Badri Mahmud al-Aqsirai, al-Burhan al-Baijuri, al-U‟la‟ al-

    Buhari, al Syamsu al-Basati, dan lain sebagainya. Selain itu al-Mahally juga dikenal

    sebagai pribadi yang luar biasa cerdasnya dalam memahami al-Qur‟an, sehingga

    sebagian teman-teman seangkatannya menyatakan bahwa kecerdasannya memang

    berdasar dari refleksi hati nurani, dan itu menyebabkan pemahaman al-Mahally

    terhadap suatu ayat al-Qur‟an boleh dianggap hamper tidak pernah salah.18

    Terdapat perbedaan catatan sejarah yang menceritakan tentang usia dan kapan

    wafatnya al-Mahally. Pendapat pertama menerangkan kalau al-Mahally wafat dalam

    usia 73 tahun, sedangkan pendapat yang kedua beliau wafat dalam usia 74 tahun.

    Akan tetapi tidak ada perbedaan catatan sejarah mengenai kelahiran al-Mahally. Yang

    jelas, menurut Muhammad Husain al-Zahabi, al-Mahally wafat pada tahun 864 H,

    dan disemayamkan di Qubalat yang tekenal dengan sebutan Bab al-Nasri.19

    16

    Artinya yang diterima oleh aqal 17

    Artinya dalam bahasa adalah memindahkan, secara terminology keilmuan adalah system

    pemindahan ilmu dari guru ke murid, maka yang dikatakan ilmu yang manqul adalah ilmu yang

    dipindahkanatau pemindahan ilmu dari guru kepada murid. 18

    Abdul Karim, “Kajian Tafsri al-Jalalayn Karya Imam Jlalauddin Al-Mahally dan Imam

    Jalaluddin al-Suyuthi”, Hermeneutik, Vol 10, No. 1, 2016 ,7. 19

    Ibid, 8.

  • 36

    Guru-Guru al-Mahally

    Beliau menimba ilmu dari para ulama‟ yang banyak sekali jumlahnya.

    Antaranya:20

    1. Al-Allamah Badruddin Mahmud bin Syamsudin rahimahumuallah yang berasal

    dari Aqsharaa, namun lahir, besar dan wafat di Mesir. Beliau wafat pada tahun

    825 H.

    2. Al-Allamah Burhanuddin Ibrahim bin Ahmad bin Isa bin Sulaiman Bin Sulaim

    al-Mishri al- Baijuri rahimahumuallah. Beliau wafat pada tahun 825

    H.

    3. Hakim Agung Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Nu‟man

    bin Muhammad bin Hassan bin Ghunam al-Bisathi rahimahumuallah. Beliau

    wafat pada tahun 842 H.

    4. Al-Allamah Ala‟uddin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Bukhari

    rahimahumuallah. Beliau wafat pada tahun 841 H.

    5. Al-Allamah al-Muhaddits Muhammad Syarafuddin Muhammad bin

    Muhammad bin Abdul Latif bin Ahmad bin Mahmud, beliau dikenal sebagai

    dengan ibnul Kuwaik ar-Rib‟iy at-Tikriti al-Iskandari rahimahumuallah. Beliau

    wafat pada tahun 821 H.

    Karya-Karya al-Mahally

    Jalaluddin al-Mahally juga merupakan penulis aktif, banyak sekali karya-

    karyanya. Diantaranya adalah:21

    1. Kanzur Roghibin

    2. Syarh al-Minhaj

    20

    Najib Junaidi, Tafsir Jalalayn, Diterjemahkan dari buku aslinya yang berjudul “Tafsir

    Jalalayn” oleh Jalaluddin Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad al-Mahally dan Jalaluddin

    Abdirrahman bin Abu Bakar as-Suyuthi (Surabaya: Fitrah Mandiri Sejahtera, 2015), 21. 21

    Khoirul Anwar, “Metodologi Penelitian Tafsir Jalalayn”, diakses melalui alamat

    https://ruruls4y.wordpress.com/2012/05/29/metodologi-penelitian-tafsir-jalalain/ tanggal 9 November

    2018.

    https://ruruls4y.wordpress.com/2012/05/29/metodologi-penelitian-tafsir-jalalain/

  • 37

    3. Al-Badrut Tholi’fi Hilli Jami’il Jawami’

    4. Syarh al-Waraqat

    5. Al-Anwar al-Mudli’ah

    6. Al-Qaulul Mufid fi an-Nailis Sa’d

    7. At-Tib an-Nabawi

    8. Tafsir Jalalayn

    9. Dan lain-lainya.

    b. Jalaluddin as-Suyuthi

    Setelah al-Mahally wafat, tulisannya (Tafsir al-Jalalayn) disempurnakan oleh

    seorang ulama yang dikenal dengan sebutan nama al-Suyuthi. Nama lengkap al-

    Suyuthi adalah Jalal al-Din Ab al-Fadil Abd al-Rahman ibn Abi Bakr ibn Muhammad

    al-Suyuthi al-Syafi‟i.22

    Beliau lahir sesudah maghrib pada malam Ahad awal bulan Rajab tahun 849

    H. Pengasuhnya membawanya kepada al-Izz al-Kinani al-Hambali (untuk didik).

    Ayahnya meninggal dunia saat beliau berusia 5 tahun 7 bulan. Kemudian beliau

    membesar di Kairo. Pada waktu itu beliau sudah hafal al-Qur‟an sampai surah at-

    Tahrim. Sepeninggal ayahnya beliau dititipkan pengawasannya kepada sejumlah

    orang, termasuk al-Kamal bin Humam. Lalu beliau ditempatkannya di asrama

    Syaikhuniyah dengan pengawasan langsung darinya. Beliau berhasil mengkhatamkan

    al-Qur‟an (menghafal secara keseluruhan) sebelum genap berusai 8 tahun.23

    Kemudian beliau menghafal kitab Umdatul Ahkam, Minhaj (karya an-

    Nawawi), Alfiyah Ibnu Malik dan Minhaj (karya al-Baidhawi). Beliau bahkan

    menunjukkan hafalannya kepada sejumlah ulama dan mereka pun memeberinya

    ijazah. Beliau menimba ilmu dari Jalaluddin al-Mahally dan Zainuddin al-Aqabi.

    Ayahnya pernah membawanya menghadiri majlis al-Hafidz Ibnu Hajar. Beliau mulai

    22

    Abdul Karim, “Kajian Tafsir al-Jalalayn…., 8. 23

    Najib Junaidi, Tafsir Jalalayn, Diterjemahkan dari buku aslinya yang berjudul “Tafsir

    Jalalayn” oleh Jalaluddin Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad al-Mahally dan Jalaluddin

    Abdirrahman bin Abu Bakar as-Suyuthi (Surabaya: Fitrah Mandiri Sejahtera, 2015), 23.

  • 38

    bergelut dengan ilmu pada awal bulan Rabi‟ul Awal tahun 864 H. Beliau membaca

    kitab Shahih Muslim (kecuali sedikit), As-Syifaa’ dan Alfiyah Ibnu Malik di hadapan

    Syamsuddin as-Sairami. Beliau sudah membuat karya tulis sebelum selesai membaca

    kitab Alfiyah Ibnu Malik di hadapan Syamsuddin as-Sairami. Dan beliau pun

    mendapat ijazah Bahasa Arab darinya. 24

    Selain itu, beliau juga membaca kitab at-Tashil di hadapannya. Beliau bahkan

    mendengar banyak pelajaran dari putra penulis kitab at-Tashil di hadapannya. Beliau

    juga sempat membaca kitab at-Taudhih, Syarhusy Syudzur, al-Mughni (tentang ushul

    fiqih madzhab Hanafi) dan Syarhul Aqa’id karya at-Taftazani. Beliau juga sempat

    membaca kitab al-Kafiyah dan syarah-nya karya penulis, serta sebagian dari kitab

    Alfiyah karya al-Iraqi di hadapan Syamsuddin al-Marzabani al-Hanafi. Dan beliau

    terus berguru padanya hingga bsang guru wafat. Beliau belajar ilmu faraid dan ilmu

    hitung pada ulama terkemuka di zamannya, Syihabuddin asy-Syarmisahi. Kemudian

    beliau mengikuti pengajian-pengajian yang dibina oleh Alamuddin al-Bulq