hari raya kristen protestan
TRANSCRIPT
Hari raya kristen protestan
Asal-mula peringatan Natal
Peringatan hari kelahiran Yesus tidak pernah menjadi perintah Kristus untuk dilakukan.
Cerita dari Perjanjian Baru tidak pernah menyebutkan adanya perayaan hari kelahiran Yesus
dilakukan oleh gereja awal. Klemens dari Aleksandria mengejek orang orang yang berusaha
menghitung dan menentukan hari kelahiran Yesus. Dalam abad abad pertama hidup
kerohanian anggota anggota jemaat lebih diarahkan kepada kebangkitan Yesus. Natal tidak
mendapat perhatian. Perayaan hari ulang tahun umumnya – terutama oleh Origenes –
dianggap sebagai suatu kebiasaan kafir: orang orang seperti Firaun dan Herodes yang
merayakan hari ulang tahun mereka. Orang Kristen tidak berbuat demikian: orang Kristen
merayakan hari kematiannya sebagai hari ulang tahunnya.
Tetapi di sebelah Timur orang telah sejak dahulu memikirkan mukjizat pemunculan Allah
dalam rupa manusia. Menurut tulisan tulisan lama suatu sekte Kristen di Mesir telah
merayakan "pesta Epifania" (pesta Pemunculan Tuhan) pada tanggal 4 Januari. Tetapi yang
dimaksudkan oleh sekte ini dengan pesta Epifania ialah munculnya Yesus sebagai Anak
Allah – yaitu pada waktu Ia dibaptis di sungai Yordan. Gereja sebagai keseluruhan bukan
saja menganggap baptisan Yesus sebagai Epifania, tetapi terutama kelahiran-Nya di dunia.
Sesuai dengan anggapan ini Gereja Timur merayakan pesta Epifania pada tanggal 6 Januari
sebagai pesta kelahiran dan pesta baptisan Yesus.
Perayaan kedua pesta ini berlangsung pada tanggal 5 Januari malam (menjelang tanggal 6
Januari) dengan suatu tata ibadah yang indah, yang terdiri dari Pembacaan Alkitab dan puji
pujian. Ephraim dari Syria menganggap Epifania sebagai pesta yang paling indah. Ia katakan:
“Malam perayaan Epifania ialah malam yang membawa damai sejahtera dalam dunia.
Siapakah yang mau tidur pada malam, ketika seluruh dunia sedang berjaga jaga?” Pada
malam perayaan Epifania semua gedung gereja dihiasi dengan karangan bunga. Pesta ini
khususnya dirayakan dengan gembira di gua Betlehem, tempat Yesus dilahirkan.
Sejarah
Perayaan Natal baru dimulai pada sekitar tahun 200 M di Aleksandria (Mesir). Para teolog
Mesir menunjuk tanggal 20 Mei tetapi ada pula pada 19 atau 20 April. Di tempat-tempat lain
perayaan dilakukan pada tangal 5 atau 6 Januari; ada pula pada bulan Desember. Perayaan
pada tanggal 25 Desember dimulai pada tahun 221 oleh Sextus Julius Africanus, dan baru
diterima secara luas pada abad ke-5. Ada berbagai perayaan keagamaan dalam masyarakat
non-Kristen pada bulan Desember. Dewasa ini umum diterima bahwa perayaan Natal pada
tanggal 25 Desember adalah penerimaan ke dalam gereja tradisi perayaan non-Kristen
terhadap (dewa) matahari: Solar Invicti (Surya tak Terkalahkan), dengan menegaskan bahwa
Yesus Kristus adalah Sang Surya Agung itu sesuai berita Alkitab (lihat Maleakhi 4:2; Lukas
1:78; Kidung Agung 6:10).
Ada pendapat yang berkata bahwa tanggal 25 Desember bukanlah tanggal hari kelahiran
Yesus.[rujukan?] Pendapat ini diperkuat berdasarkan kenyataan bahwa pada malam tersebut para
gembala masih menjaga dombanya di padang rumput. (Lukas 2:8). Pada bulan Desember
tidak mungkin para gembala masih bisa menjaga domba-dombanya di padang rumput sebab
musim dingin pada saat tersebut telah tiba jadi sudah tidak ada rumput yang tumbuh lagi.
Para pendukung tanggal kelahiran bulan Desember berpendapat meski musim dingin, domba-
domba tetap tinggal di kandangnya di padang rumput dan tetap dijaga oleh gembala, dan
meski tidak ada rumput, padang rumput tetaplah disebut padang rumput.
Ada juga pendapat yang berkata bahwa perayaan Natal bersumber dari tradisi Romawi pra-
Kristen, peringatan bagi dewa pertanian Saturnus jatuh pada suatu pekan di bulan Desember
dengan puncak peringatannya pada hari titik balik musim dingin (winter solstice) yang jatuh
pada tanggal 25 Desember dalam kalender Julian. Peringatan yang disebut Saturnalia tersebut
merupakan tradisi sosial utama bagi bangsa Romawi. Agar orang-orang Romawi dapat
menganut agama Kristen tanpa meninggalkan tradisi mereka sendiri, atas dorongan dari
kaisar Kristen pertama Romawi, Konstantin I, Paus Julius I memutuskan pada tahun 350
bahwa kelahiran Yesus diperingati pada tanggal yang sama. Namun pandangan ini disanggah
oleh Gereja Ritus Timur, karena Gereja Ritus Timur sudah merayakan kelahiran Yesus sejak
abad ke-2, sebelum Gereja di Roma menyatakan perayaan Natal pada tanggal 25 Desember.
Oleh karena itu, ada beberapa aliran Kristen yang tidak merayakan tradisi Natal karena
dianggap berasal dari tradisi kafir Romawi, yaitu aliran Gereja Yesus Sejati, Gereja Masehi
Advent Hari Ketujuh, Gereja Baptis Hari Ketujuh, Perserikatan Gereja Tuhan, kaum Yahudi
Mesianik, dan Gereja Jemaat Allah Global Indonesia. Saksi-Saksi Yehuwa juga tidak
merayakan Natal.
Ada juga yang berpendapat bahwa tanggal 25 Desember itu merupakan tanggal datangnya
Yesus ke dalam rahim Maria. Hal ini didasarkan penafsiran Hagai 2:18-20:
“ Perhatikanlah mulai dari hari ini dan selanjutnya--mulai dari hari yang kedua puluh
empat bulan kesembilan. Mulai dari hari diletakkannya dasar bait TUHAN perhatikanlah
apakah benih masih tinggal tersimpan dalam lumbung, dan apakah pohon anggur dan
pohon ara, pohon delima dan pohon zaitun belum berbuah? Mulai dari hari ini Aku akan ”
Tanggal 24 bulan ke-9 (Kislev) dalam kalender Yahudi jatuh sekitar tanggal 25 Desember
dalam kalender Gregorian.
Meskipun kapan Hari Natal jatuh masih menjadi perdebatan, agama Kristen pada umumnya
sepakat untuk menetapkan Hari Natal jatuh setiap tanggal 25 Desember dalam Kalender
Gregorian ini didasari atas kesadaran bahwa penetapan hari raya liturgis lain seperti Paskah
dan Jumat Agung tidak didapat dengan pendekatan tanggal pasti namun hanya berupa
penyelenggaraan kembali acara-acara tersebut dalam satu tahun liturgi, yang bukan
mementingkan ketepatan tanggalnya namun esensi atau inti dari setiap peringatan tersebut
untuk dapat diwujudkan dari hari ke hari.
[sunting]Tahun
Tahun kalender Masehi diciptakan pada abad ke-6 oleh seorang biarawan yang bernama
Dionysius Exignus. Tahun Masehi yang kita gunakan sekarang ini disebut juga anno Domini
(Tahun Tuhan).
Bagaimana ia bisa mengetahui bahwa Tuhan Yesus dilahirkan pada tahun 1 SM? Ia
mengambil data dari catatan sejarah yang menyatakan bahwa pada tahun 754 kalender
Romawi itu adalah tahun ke 15 dari pemerintahan Kaisar Tiberius seperti yang tercantum di
Lukas 3:1-2. Data inilah yang dijadikan patokan olehnya untuk mengawali tahun 1 SM.
Di samping itu ia juga mengambil data dari Lukas 2:1-2 yang menyatakan bahwa Kirenius
(Gubenur dari Siria) pertama kali menjalankan program sensus.
Walaupun demikian masih juga orang yang meragukannya, sebab menurut sejarahwan
Yahudi yang bernama Flavius Josephus, raja Herodes meninggal dunia pada tahun 4 sebelum
Masehi sehingga konsekuensinya tanggal lahir Yesus harus dimundurkan sebanyak empat
tahun. Tapi teori ini pun tidak benar, sebab ia menganalisa tahun tersebut berdasaran adanya
gerhana bulan pada tahun saat Herodes meninggal dunia yang terjadi di Yerusalem pada
tanggal 13 Maret tahun 4 sebelum Masehi.
Tradisi
Banyak tradisi perayaan Natal di barat yang merupakan pengembangan kemudian dengan
menyerap unsur berbagai kebudayaan. Pohon natal di gereja atau di rumah-rumah mungkin
berhubungan dengan tradisi Mesir, atau Ibrani kuno. Ada pula yang menghubungkannya
dengan pohon khusus di taman Eden (lihat Kejadian 2:9). Tetapi dalam kehidupan pra-
Kristen Eropa memang ada tradisi menghias pohon dan menempatkannya dalam rumah pada
perayaan tertentu. Tradisi “Pohon Terang” modern berkembang dari Jerman pada abad ke-18.[3]
Terdapat pula tradisi mengirim Kartu Natal, yang dimulai pada tahun 1843 oleh John Callcott
Horsley dari Inggris. Biasanya dengan gambar yang berhubungan dengan kisah kelahiran
Yesus Kristus dan disertai tulisan: Selamat Hari Natal dan Tahun Baru. Dewasa ini orang
memakai teknologi informasi (email) berkirim kartu Natal elektronik.
Juga dalam rangka perayaan
Natal dikenal di Indonesia tradisi Sinterklaas, yang berasal dari Belanda. Tradisi yang
dirayakan pada tanggal 6 Desember ini, berhubungan dengan St. Claus (Santa Nikolas),
seorang tokoh legenda, yang mengunjungi rumah anak-anak pada malam dengan kereta salju
terbang ditarik beberapa ekor rusa kutub membagi-bagi hadiah. Dalam dunia modern,
perayaan Natal secara sekuler lebih menekankan aspek saling memberi hadiah Natal,
sehingga ada yang beranggapan Santa Nikolas makin lebih penting daripada Yesus Kristus.
Dalam tradisi Sinterklass Belanda – tokoh yang digambarkan oleh suatu iklan minuman
Amerika sejak tahun 1931 sebagai seorang tua gendut, bercambang putih dan berpakain
merah dengan sepatu bot, ikat pinggang hitam, dan topi runcing lembut ini – menjadi bagian
dari acara keluarga (untuk mendisiplin anak-anak) dengan mengunjungi rumah-rumah
disertai pembantu berkulit hitam (Zwarte Pit) yang memikul karung berisi hadiah untuk anak
yang baik; tetapi karung itu juga tempat anak-anak nakal dimasukkan untuk dibawa pergi.
Yang sering kita lihat juga Natal dimeriahkan dengan banyak cahaya lampu berkelap-kelip.
Selain untuk menambah semarak perayaan, ini juga memiliki pemahaman cahaya yang ada,
maksudnya adalah Kristus akan mengusir kuasa kegelapan.[4]
Berbeda dengan tradisi perayaan Natal di barat, perayaan Natal ritus timur banyak
mengandung aspek rohani seperti puasa, bermazmur, membaca Alkitab, dan puji-pujian. Di
Gereja-gereja Arab, boleh dibilang tidak ada perayaan Natal tanpa didahului puasa. Gereja
Ortodoks Syria melakukan persiapan Natal dengan berpuasa selama 10 hari. Sementara di
Gereja Ortodoks Koptik puasanya lebih lama lagi, yaitu sejak minggu terakhir November.
Jadi, sekitar 40 hari. Waktu iftar (buka puasa) pada tanggal 7 Januari pagi. Puasa pra-Natal
ini disebut dengan puasa kecil (Shaum el-Shagir). Meskipun agak berbeda dalam tradisi,
secara prinsip cara ini tidak jauh berbeda dengan cara berpuasa Gereja-gereja Orthodoks lain