hari raya kristen protestan

7
Hari raya kristen protestan Asal-mula peringatan Natal Peringatan hari kelahiran Yesus tidak pernah menjadi perintah Kristus untuk dilakukan. Cerita dari Perjanjian Baru tidak pernah menyebutkan adanya perayaan hari kelahiran Yesus dilakukan oleh gereja awal. Klemens dari Aleksandria mengejek orang orang yang berusaha menghitung dan menentukan hari kelahiran Yesus. Dalam abad abad pertama hidup kerohanian anggota anggota jemaat lebih diarahkan kepada kebangkitan Yesus. Natal tidak mendapat perhatian. Perayaan hari ulang tahun umumnya – terutama oleh Origenes – dianggap sebagai suatu kebiasaan kafir: orang orang seperti Firaun dan Herodes yang merayakan hari ulang tahun mereka. Orang Kristen tidak berbuat demikian: orang Kristen merayakan hari kematiannya sebagai hari ulang tahunnya. Tetapi di sebelah Timur orang telah sejak dahulu memikirkan mukjizat pemunculan Allah dalam rupa manusia. Menurut tulisan tulisan lama suatu sekte Kristen di Mesir telah merayakan "pesta Epifania" (pesta Pemunculan Tuhan) pada tanggal 4 Januari. Tetapi yang dimaksudkan oleh sekte ini dengan pesta Epifania ialah munculnya Yesus sebagai Anak Allah – yaitu pada waktu Ia dibaptis di sungai Yordan. Gereja sebagai keseluruhan bukan saja menganggap baptisan Yesus sebagai Epifania, tetapi terutama kelahiran-Nya di dunia. Sesuai dengan anggapan ini Gereja Timur merayakan pesta Epifania pada tanggal 6 Januari sebagai pesta kelahiran dan pesta baptisan Yesus. Perayaan kedua pesta ini berlangsung pada tanggal 5 Januari malam (menjelang tanggal 6 Januari) dengan suatu tata ibadah

Upload: nuris-zaman

Post on 13-Aug-2015

568 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hari Raya Kristen Protestan

Hari raya kristen protestan

Asal-mula peringatan Natal

Peringatan hari kelahiran Yesus tidak pernah menjadi perintah Kristus untuk dilakukan.

Cerita dari Perjanjian Baru tidak pernah menyebutkan adanya perayaan hari kelahiran Yesus

dilakukan oleh gereja awal. Klemens dari Aleksandria mengejek orang orang yang berusaha

menghitung dan menentukan hari kelahiran Yesus. Dalam abad abad pertama hidup

kerohanian anggota anggota jemaat lebih diarahkan kepada kebangkitan Yesus. Natal tidak

mendapat perhatian. Perayaan hari ulang tahun umumnya – terutama oleh Origenes –

dianggap sebagai suatu kebiasaan kafir: orang orang seperti Firaun dan Herodes yang

merayakan hari ulang tahun mereka. Orang Kristen tidak berbuat demikian: orang Kristen

merayakan hari kematiannya sebagai hari ulang tahunnya.

Tetapi di sebelah Timur orang telah sejak dahulu memikirkan mukjizat pemunculan Allah

dalam rupa manusia. Menurut tulisan tulisan lama suatu sekte Kristen di Mesir telah

merayakan "pesta Epifania" (pesta Pemunculan Tuhan) pada tanggal 4 Januari. Tetapi yang

dimaksudkan oleh sekte ini dengan pesta Epifania ialah munculnya Yesus sebagai Anak

Allah – yaitu pada waktu Ia dibaptis di sungai Yordan. Gereja sebagai keseluruhan bukan

saja menganggap baptisan Yesus sebagai Epifania, tetapi terutama kelahiran-Nya di dunia.

Sesuai dengan anggapan ini Gereja Timur merayakan pesta Epifania pada tanggal 6 Januari

sebagai pesta kelahiran dan pesta baptisan Yesus.

Perayaan kedua pesta ini berlangsung pada tanggal 5 Januari malam (menjelang tanggal 6

Januari) dengan suatu tata ibadah yang indah, yang terdiri dari Pembacaan Alkitab dan puji

pujian. Ephraim dari Syria menganggap Epifania sebagai pesta yang paling indah. Ia katakan:

“Malam perayaan Epifania ialah malam yang membawa damai sejahtera dalam dunia.

Siapakah yang mau tidur pada malam, ketika seluruh dunia sedang berjaga jaga?” Pada

malam perayaan Epifania semua gedung gereja dihiasi dengan karangan bunga. Pesta ini

khususnya dirayakan dengan gembira di gua Betlehem, tempat Yesus dilahirkan.

Sejarah

Perayaan Natal baru dimulai pada sekitar tahun 200 M di Aleksandria (Mesir). Para teolog

Mesir menunjuk tanggal 20 Mei tetapi ada pula pada 19 atau 20 April. Di tempat-tempat lain

perayaan dilakukan pada tangal 5 atau 6 Januari; ada pula pada bulan Desember. Perayaan

pada tanggal 25 Desember dimulai pada tahun 221 oleh Sextus Julius Africanus, dan baru

diterima secara luas pada abad ke-5. Ada berbagai perayaan keagamaan dalam masyarakat

non-Kristen pada bulan Desember. Dewasa ini umum diterima bahwa perayaan Natal pada

Page 2: Hari Raya Kristen Protestan

tanggal 25 Desember adalah penerimaan ke dalam gereja tradisi perayaan non-Kristen

terhadap (dewa) matahari: Solar Invicti (Surya tak Terkalahkan), dengan menegaskan bahwa

Yesus Kristus adalah Sang Surya Agung itu sesuai berita Alkitab (lihat Maleakhi 4:2; Lukas

1:78; Kidung Agung 6:10).

Ada pendapat yang berkata bahwa tanggal 25 Desember bukanlah tanggal hari kelahiran

Yesus.[rujukan?] Pendapat ini diperkuat berdasarkan kenyataan bahwa pada malam tersebut para

gembala masih menjaga dombanya di padang rumput. (Lukas 2:8). Pada bulan Desember

tidak mungkin para gembala masih bisa menjaga domba-dombanya di padang rumput sebab

musim dingin pada saat tersebut telah tiba jadi sudah tidak ada rumput yang tumbuh lagi.

Para pendukung tanggal kelahiran bulan Desember berpendapat meski musim dingin, domba-

domba tetap tinggal di kandangnya di padang rumput dan tetap dijaga oleh gembala, dan

meski tidak ada rumput, padang rumput tetaplah disebut padang rumput.

Ada juga pendapat yang berkata bahwa perayaan Natal bersumber dari tradisi Romawi pra-

Kristen, peringatan bagi dewa pertanian Saturnus jatuh pada suatu pekan di bulan Desember

dengan puncak peringatannya pada hari titik balik musim dingin (winter solstice) yang jatuh

pada tanggal 25 Desember dalam kalender Julian. Peringatan yang disebut Saturnalia tersebut

merupakan tradisi sosial utama bagi bangsa Romawi. Agar orang-orang Romawi dapat

menganut agama Kristen tanpa meninggalkan tradisi mereka sendiri, atas dorongan dari

kaisar Kristen pertama Romawi, Konstantin I, Paus Julius I memutuskan pada tahun 350

bahwa kelahiran Yesus diperingati pada tanggal yang sama. Namun pandangan ini disanggah

oleh Gereja Ritus Timur, karena Gereja Ritus Timur sudah merayakan kelahiran Yesus sejak

abad ke-2, sebelum Gereja di Roma menyatakan perayaan Natal pada tanggal 25 Desember.

Oleh karena itu, ada beberapa aliran Kristen yang tidak merayakan tradisi Natal karena

dianggap berasal dari tradisi kafir Romawi, yaitu aliran Gereja Yesus Sejati, Gereja Masehi

Advent Hari Ketujuh, Gereja Baptis Hari Ketujuh, Perserikatan Gereja Tuhan, kaum Yahudi

Mesianik, dan Gereja Jemaat Allah Global Indonesia. Saksi-Saksi Yehuwa juga tidak

merayakan Natal.

Ada juga yang berpendapat bahwa tanggal 25 Desember itu merupakan tanggal datangnya

Yesus ke dalam rahim Maria. Hal ini didasarkan penafsiran Hagai 2:18-20:

“ Perhatikanlah mulai dari hari ini dan selanjutnya--mulai dari hari yang kedua puluh

empat bulan kesembilan. Mulai dari hari diletakkannya dasar bait TUHAN perhatikanlah

apakah benih masih tinggal tersimpan dalam lumbung, dan apakah pohon anggur dan

pohon ara, pohon delima dan pohon zaitun belum berbuah? Mulai dari hari ini Aku akan ”

Page 3: Hari Raya Kristen Protestan

Tanggal 24 bulan ke-9 (Kislev) dalam kalender Yahudi jatuh sekitar tanggal 25 Desember

dalam kalender Gregorian.

Meskipun kapan Hari Natal jatuh masih menjadi perdebatan, agama Kristen pada umumnya

sepakat untuk menetapkan Hari Natal jatuh setiap tanggal 25 Desember dalam Kalender

Gregorian ini didasari atas kesadaran bahwa penetapan hari raya liturgis lain seperti Paskah

dan Jumat Agung tidak didapat dengan pendekatan tanggal pasti namun hanya berupa

penyelenggaraan kembali acara-acara tersebut dalam satu tahun liturgi, yang bukan

mementingkan ketepatan tanggalnya namun esensi atau inti dari setiap peringatan tersebut

untuk dapat diwujudkan dari hari ke hari.

[sunting]Tahun

Tahun kalender Masehi diciptakan pada abad ke-6 oleh seorang biarawan yang bernama

Dionysius Exignus. Tahun Masehi yang kita gunakan sekarang ini disebut juga anno Domini

(Tahun Tuhan).

Bagaimana ia bisa mengetahui bahwa Tuhan Yesus dilahirkan pada tahun 1 SM? Ia

mengambil data dari catatan sejarah yang menyatakan bahwa pada tahun 754 kalender

Romawi itu adalah tahun ke 15 dari pemerintahan Kaisar Tiberius seperti yang tercantum di

Lukas 3:1-2. Data inilah yang dijadikan patokan olehnya untuk mengawali tahun 1 SM.

Di samping itu ia juga mengambil data dari Lukas 2:1-2 yang menyatakan bahwa Kirenius

(Gubenur dari Siria) pertama kali menjalankan program sensus.

Walaupun demikian masih juga orang yang meragukannya, sebab menurut sejarahwan

Yahudi yang bernama Flavius Josephus, raja Herodes meninggal dunia pada tahun 4 sebelum

Masehi sehingga konsekuensinya tanggal lahir Yesus harus dimundurkan sebanyak empat

tahun. Tapi teori ini pun tidak benar, sebab ia menganalisa tahun tersebut berdasaran adanya

gerhana bulan pada tahun saat Herodes meninggal dunia yang terjadi di Yerusalem pada

tanggal 13 Maret tahun 4 sebelum Masehi.

Tradisi

Banyak tradisi perayaan Natal di barat yang merupakan pengembangan kemudian dengan

menyerap unsur berbagai kebudayaan. Pohon natal di gereja atau di rumah-rumah mungkin

berhubungan dengan tradisi Mesir, atau Ibrani kuno. Ada pula yang menghubungkannya

dengan pohon khusus di taman Eden (lihat Kejadian 2:9). Tetapi dalam kehidupan pra-

Kristen Eropa memang ada tradisi menghias pohon dan menempatkannya dalam rumah pada

Page 4: Hari Raya Kristen Protestan

perayaan tertentu. Tradisi “Pohon Terang” modern berkembang dari Jerman pada abad ke-18.[3]

Terdapat pula tradisi mengirim Kartu Natal, yang dimulai pada tahun 1843 oleh John Callcott

Horsley dari Inggris. Biasanya dengan gambar yang berhubungan dengan kisah kelahiran

Yesus Kristus dan disertai tulisan: Selamat Hari Natal dan Tahun Baru. Dewasa ini orang

memakai teknologi informasi (email) berkirim kartu Natal elektronik.

Juga dalam rangka perayaan

Natal dikenal di Indonesia tradisi Sinterklaas, yang berasal dari Belanda. Tradisi yang

dirayakan pada tanggal 6 Desember ini, berhubungan dengan St. Claus (Santa Nikolas),

seorang tokoh legenda, yang mengunjungi rumah anak-anak pada malam dengan kereta salju

terbang ditarik beberapa ekor rusa kutub membagi-bagi hadiah. Dalam dunia modern,

perayaan Natal secara sekuler lebih menekankan aspek saling memberi hadiah Natal,

sehingga ada yang beranggapan Santa Nikolas makin lebih penting daripada Yesus Kristus.

Dalam tradisi Sinterklass Belanda – tokoh yang digambarkan oleh suatu iklan minuman

Amerika sejak tahun 1931 sebagai seorang tua gendut, bercambang putih dan berpakain

merah dengan sepatu bot, ikat pinggang hitam, dan topi runcing lembut ini – menjadi bagian

dari acara keluarga (untuk mendisiplin anak-anak) dengan mengunjungi rumah-rumah

disertai pembantu berkulit hitam (Zwarte Pit) yang memikul karung berisi hadiah untuk anak

yang baik; tetapi karung itu juga tempat anak-anak nakal dimasukkan untuk dibawa pergi.

Yang sering kita lihat juga Natal dimeriahkan dengan banyak cahaya lampu berkelap-kelip.

Selain untuk menambah semarak perayaan, ini juga memiliki pemahaman cahaya yang ada,

maksudnya adalah Kristus akan mengusir kuasa kegelapan.[4]

Berbeda dengan tradisi perayaan Natal di barat, perayaan Natal ritus timur banyak

mengandung aspek rohani seperti puasa, bermazmur, membaca Alkitab, dan puji-pujian. Di

Gereja-gereja Arab, boleh dibilang tidak ada perayaan Natal tanpa didahului puasa. Gereja

Ortodoks Syria melakukan persiapan Natal dengan berpuasa selama 10 hari. Sementara di

Gereja Ortodoks Koptik puasanya lebih lama lagi, yaitu sejak minggu terakhir November.

Jadi, sekitar 40 hari. Waktu iftar (buka puasa) pada tanggal 7 Januari pagi. Puasa pra-Natal

ini disebut dengan puasa kecil (Shaum el-Shagir). Meskipun agak berbeda dalam tradisi,

secara prinsip cara ini tidak jauh berbeda dengan cara berpuasa Gereja-gereja Orthodoks lain