hamzah fansuri.docx

33
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Riwayat Hidup Syeikh Hamzah al-Fansuri dilahirkan di Barus atau Fansur pada pertengahan abad ke-16 hingga awal abad ke-17, tetapi tarikh lahir secara tepat belum dapat ditentukan. Fansur merupakan sebuah kampung yang terletak di antara Kota Singkel dengan Gosong Telaga (Aceh Selatan). Semasa zaman Kerajaan Aceh Darussalam, Kampung Fansur itu terkenal sebagai pusat pendidikan Islam di bagian Aceh Selatan. Perbedaan pendapat menyatakan bahwa beliau dilahirkan di Syahrun Nawi atau Ayuthia di Siam dan berhijrah serta menetap di Barus. Menurut Muhammad Naguib al-Attas, Hamzah Fansuri diperkirakan meninggal menjelang tahun 1607, sedangkan L.F Brakel menyebutkan bahwa Hamzah Fansuri masih sempat hidup hingga tahun 1620. Kraemer (1921) mengemukakan bahwa Hamzah Fansuri hidup hingga tahun 1636. Kemudian menurut Winstedt, Fansuri wafat 1630 M. Syed M. Naquib al-Attas dan Brakel mengemukakan bahwa Hamzah Fansuri hidup setidak-tidaknya sampai awal abad ke-17. Pendapat ini agak dapat diterima akal jika dicocokkan dengan beberapa fakta : Muncul kitab al-Tuhfah pada awal abad-17 di Aceh dan cepatnya ajaran ‘martabat tujuh’ tersebar luas tidak berarti bahwa

Upload: nur-laily

Post on 19-Jul-2016

163 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hamzah fansuri.docx

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Riwayat Hidup

Syeikh Hamzah al-Fansuri dilahirkan di Barus atau Fansur pada pertengahan abad ke-16

hingga awal abad ke-17, tetapi tarikh lahir secara tepat belum dapat ditentukan. Fansur

merupakan sebuah kampung yang terletak di antara Kota Singkel dengan Gosong Telaga (Aceh

Selatan). Semasa zaman Kerajaan Aceh Darussalam, Kampung Fansur itu terkenal sebagai pusat

pendidikan Islam di bagian Aceh Selatan. Perbedaan pendapat menyatakan bahwa beliau

dilahirkan di Syahrun Nawi atau Ayuthia di Siam dan berhijrah serta menetap di Barus.

Menurut Muhammad Naguib al-Attas, Hamzah Fansuri diperkirakan meninggal

menjelang tahun 1607, sedangkan L.F Brakel menyebutkan bahwa Hamzah Fansuri masih

sempat hidup hingga tahun 1620.

Kraemer (1921) mengemukakan bahwa Hamzah Fansuri hidup hingga tahun 1636.

Kemudian menurut Winstedt, Fansuri wafat 1630 M. Syed M. Naquib al-Attas dan Brakel

mengemukakan bahwa Hamzah Fansuri hidup setidak-tidaknya sampai awal abad ke-17.

Pendapat ini agak dapat diterima akal jika dicocokkan dengan beberapa fakta :

Muncul kitab al-Tuhfah pada awal abad-17 di Aceh dan cepatnya ajaran ‘martabat tujuh’

tersebar luas tidak berarti bahwa peranan Hamzah Fansuri dan pengaruh ajaran

tasawufnya berkurang, apalagi menambahkan dia sudah wafat.

Secara prinsipil tidak ada perbedaan yang berarti dan penting antara ajaran ‘martabat

tujuh’ dengan ‘martabat lima’. Dua ajaran tasawuf ini dalam banyak aspek tetap setia pada

sumber asalnya, yakni ajaran Ibn ‘Arabi, Sadr al-Din al-Qunawi, Fakh al-Din Iraqi, Abd Karim

al-JiIli, dan Abd al-Rahman Jami.

Pada zaman tersebar luasnya ajaran ‘martabat tujuh’ di Sumatera dan Jawa, setidaknya

pada akhir abad ke-17, ada dua karya Hamzah Fansuri, yaitu al-Muntahi dan Syarah al-

Asyiqin diterjemahkan ke dalam bahsa Jawa dan Banten (Drewes dan Brakel 1986,226-

77)

Page 2: Hamzah fansuri.docx

2

Hamzah Fansuri sering menyebut nama kota Barus yang mungkin merupakan tempat dia

paling banyak menghabiskan sebagian besar hidupnya dan menjalankan kegiatan

kesufiannya1

Dalam buku Hamzah Fansuri Penyair Aceh, Prof. A. Hasymi menyebut bahwa Syeikh

Hamzah Fansuri hidup dalam masa pemerintahan Sultan Alaidin Riayat Syah IV Saiyidil

Mukammil (997-1011 H-1589-1604 M) sampai ke permulaan pemerintahan Sultan Iskandar

Muda Darma Wangsa Mahkota Alam (1016-1045 H/1607-1636 M).

1.2 Latar Belakang Lingkungan (Internal)

Ayah Syeikh Hamzah al-Fansuri bernama Syeikh Ismail Aceh pernah menjadi gabenor di

Kota Sri Banoi. Beliau menggantikan Gabenor Wan Ismail yang berasal dari Patani, yang telah

melepaskan jawatan kerana usianya yang lanjut. Syeikh Ismail Aceh meninggal dunia dalam

pertempuran melawan orang Yuwun (Annam) di Phanrang.

Ibu bapak Hamzah telah meninggal dunia ketika beliau masih kecil. Suasana dan keadaan

ini mendorong beliau hidup terpencil dan berdagang atau mengembara dari sebuah negeri ke

sebuah negeri. Sewaktu mengembara dan berdagang itu, pelbagai sumber menyebut bahwa

Syeikh Hamzah al-Fansuri telah belajar berbagai-bagai ilmu dalam masa yang lama.

Hamzah Fasuri berasal dari keluarga terpandang dan cinta akan Ilmu Pengetahuan

sebagaimana budaya yang berkembang di Barus.

1.3 Latar Belakang Lingkungan (Eksternal)

Syeikh Hamzah Fansuri adalah seorang cendekiawan, ulama tasawuf, dan budayawan

terkemuka yang diperkirakan hidup antara pertengahan abad ke-16 sampai awal abad ke-17.

Nama gelar atau takhallus yang tercantum di belakang nama kecilnya memperlihatkan bahwa

pendekar puisi dan ilmu suluk ini berasal dari Fansur, sebutan orang-orang Arab terhadap Barus,

sekarang sebuah kota kecil di pantai barat Sumatra yang terletak antara kota Sibolga dan Singkel.

Sampai abad ke-16 kota ini merupakan pelabuhan dagang penting yang dikunjungi para saudagar

dan musafir dari negeri-negeri jauh. Sumber-sumber sejarah Yunani, misalnya dari Plotomeus

1 Abdul HAdi WM. 2001. Tasawuf yang tertindas; Kajian Hermeneutika terhdap karya-karya Hamzah FAnsuri. Paramadina. Jakarta. Hal 115-120

Page 3: Hamzah fansuri.docx

3

abad ke-2SM, menyatakan bahwa kapal-kapal Athena telah singgah di kota ini pada abad-abad

terakhir sebelum tibanya tarikh masehi, begitu rombongan kapal Firaun dari Mesir telah berkali-

kali berabuh ke Barus antara lain untuk membeli kapur barus (kamper), bahan yang sangat

diperlukan untuk pembuatan mummi.

Dapat dipastikan bahwa di kota yang ramai dengan masyarakat kelas menengah seperti

Barus telah terdapat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya sekolah-sekolah agama. Disana

orang dapat mempelajari berbagai bahasa asing, khususnya bahasa Arab dan Persia, dua bahasa

penting abad ke-16 yang sangat dikuasai oleh Syekh Hamzah Fansuri. Dikota kelahirannya inilah

syekh Hamzah Fansuri mula-mula mempelajari ilmu-ilmu agama, termasuk tasawuf dan

kesusastraan, dan pada saat itu pula telah berkembang kegiatan tarekat sufi yang sangat digemari

oleh lapisan luas masyarakat muslim timur, termasuk para saudagar dan keluarga raja-raja.

Barus mengalami perubahan yang menyedihkan pada permulaan abad ke-17. Pamor kota

ini mulai merosot dengan maraknya perkembangan kerajaan Aceh Darussalam yang ingin

menjadi penguasa mutlak diseluruh pesisir Sumatra. Dibawah pemerintahan Sultan Iskandar

Muda (1607-1636) Aceh berhasil menaklukan kerajaan Barus dan memasukkannya ke dalam

wilayah kesultanan Aceh. Iskandar Muda memperkecil peranan Barus sebagai kota perniagaan

maupun kebudayaan. Pada awal abad ke-18 kota tersebut telah berubah menjadi sebuah pekan

kecil yang sunyi dan hanya pantas dihuni oleh para nelayan kecil.

1.4 Pendidikan

Dari berbagai sumber disebutkan bahwa Syeikh Hamzah al-Fansuri telah belajar berbagai

ilmu yang memakan waktu lama. Selain belajar di Aceh sendiri beliau telah mengembara ke

berbagai tempat, di antaranya ke Banten (Jawa Barat), bahkan sumber yang lain menyebut

bahwa beliau pernah mengembara keseluruh tanah Jawa, Semenanjung Tanah Melayu, India,

Parsi dan Arab. Dikatakan bahwa Syeikh Hamzah al-Fansuri sangat mahir dalam ilmu-ilmu

fikih, tasawuf, falsafah, mantiq, ilmu kalam, sejarah, sastra dan lain-lain. Dalam bidang bahasa

pula beliau menguasai dengan kemas seluruh sektor ilmu Arabiyah, fasih dalam ucapan bahasa

itu, berkebolehan berbahasa Urdu, Parsi, Melayu dan Jawa.

Page 4: Hamzah fansuri.docx

4

1.5 Guru, Sahabat dan Murid

Sebagai seorang ahli tasawuf Syekh Hamzah Fansuri tidak pernah memperlihatkan

didalam karya-karyanya bahwa syekh mempunyai hubungan dengan tasawuf berkembang di

India pada abad ke-16 dan 17. Syekh Hamzah Fansuri langsung mengaitkan dirinya dengan

ajaran para sufi Arab dan Persia sebelum abad ke-16, terutama Bayazid Bisthami, Mansur Al-

Hallaj, Fariduddin ‘Attar, Syekh Junaid Al-Baghdadi, Ahmad Ghazali, Ibn ‘Arabi, Rumi,

Maghribi, Mahmud Shabistari, ‘Iraqi dan Jami. Sementara Bayazid dan Al-Hallaj merupakan

tokoh idola Syekh Hamzah Fansuri didalam cinta (‘isyq) dan makrifat, di pihak lain Syekh sering

mengutip pernyataan dan syair-syair ibn-Arabi serta ‘Iraqi untuk menopang pemikiran

kesufiannya. Dibagian lain lagi, khususnya didalam puisi-puisinya, syekh banyak mendapat

ilham dari karya ‘Attar Mantiq Al-Thayr (Musyawarah Burung), karya ‘Iraqi Lama’at dan karya

Jami’ Lawa’ih. Selain Ibn-Arabi pemikir sufi yang banyak member warna kepada pemikiran

wujudiyah Syekh ialah Fakhruddin Iraqi.

‘Iraqi (w.1289) adalah seorang sufi dari Kamajan, Persia yang pernah lama tinggal di

Multan (masuk wilayah Pekistan sekarang). Dia adalah murid Sadruddin Qunawi (w.1274),

seorang penafsir ulung ajaran Ibn-Arabi yang hidup sezaman dan satu kota dengan Jalaluddin

Rumi (w.1273) di Konya, Turki. Walaupun pemikir wujudiyah telah berakar lama didalam

pemikiran para sufi sebelum abad ke-13 seperti Hallaj, Imam Al-Ghazali dan Ibn-Arabi, namun

pemakaian istilah wardat al-wujud sebagaimana kita kenal sekarang ini bukan berasal dari Ibn-

Arabi. Istilah tersebut mula-mula dikemukakan oleh Qunawi setelah melakukan tafsir yang

mendalam atas karya-karya Ibn-Arabi.

Murid yang paling terkenal adalah Syeikh Syamsudin Sumatrani yang selain menguasai

ilmu agama juga menulis tentang sastra, Diantara karya sastra Samsudin adalah ulasan terhadap

karya Fansuri.

1.6 Karya – Karya

Syair-syair Syeikh Hamzah Fansuri terkumpul dalam buku-buku yang terkenal, dalam

kesusasteraan Melayu / Indonesia tercatat buku-buku syairnya antara lain :

a. Syair burung pingai

Page 5: Hamzah fansuri.docx

5

b. Syair dagang

c. Syair pungguk

d. Syair sidang faqir

e. Syair ikan tongkol

f. Syair perahu

Karangan-karangan Syeikh Hamzah Fansuri yang berbentuk kitab ilmiah antara lain :

a. Asfarul ‘arifin fi bayaani ‘ilmis suluki wa tauhid

b. Syarbul ‘asyiqiin

c. Al-Muhtadi

d. Ruba’i Hamzah al-Fansuri

Karya-karya Syeikh Hamzah Fansuri baik yang berbentuk syair maupun berbentuk prosa

banyak menarik perhatian para sarjana baik sarjana barat atau orientalis barat maupun sarjana

tanah air. Yang banyak membicarakan tentang Syeikh Hamzah Fansuri antara lain Prof. Syed

Muhammad Naquib dengan beberapa judul bukunya mengenai tokoh sufi ini, tidak ketinggalan

seumpama Prof. A. Teeuw juga r.O Winstedt yang diakuinya bahwa Syeikh Hamzah Fansuri

mempunyai semangat yang luar biasa yang tidak terdapat pada orang lainnya. Dua orang yaitu J.

Doorenbos dan Syed Muhammad Naquib al-Attas mempelajari biografi Syeikh Hamzah Fansuri

secara mendalam untuk mendapatkan Ph.D masing-masing di Universitas Leiden dan

Universitas London. Karya Prof. Muhammad Naquib tentang Syeikh Hamzah Fansuri antaranya:

1. The Misticim of Hamzah Fansuri (disertat 1966), Universitas of Malaya Press 1970

2. Raniri and The Wujudiyah, IMBRAS, 1966

3. New Light on Life of Hamzah Fansuri, IMBRAS, 1967

4. The Origin of Malay Shair, Dewan Bahasa dan Pustaka, 1968

Menurut beberapa pengamat sastra sufi, sajak-sajak Syaikh Hamzah al-Fansuri tergolong

dalam Syi'r al- Kasyaf wa al-Ilham, yaitu puisi yang berdasarkan ilham dan ketersingkapan

(kasyafi yang umumnya membicarakan masalah cinta Ilahi)2

2 Samsul Munir Amin, Karamah Para Kiai, Pustaka Pesantren, Yogyakarta: 2008. Hlm. 317

Page 6: Hamzah fansuri.docx

6

Meskipun, pada tahun 1637, muncul pelarangan dan pemusnahan kitab-kitab karangan

wujudiyah atas perintah Sultan Iskanda Tsani (1937-1641) maupun fatwa Syekh Nuruddin Al-

Raniri, ulama Istana Aceh saat itu, yang mementingkan Syariah dan dianggap sebagai perintis

gerakan pembarahu Islam atau neo-sufisme, ia menyatakan bahwa ajaran Syekh Hamzah

Fansuri dan Syamsuddin Pasai termasuk ajaran Zindiq dan Panteis. Ribuan buku karangan

penulis wujudiyah ditumpuk dihadapan Masjid Raya Kutaraja untuk dibakar hingga musnah.

Hanya sedikit sekali kitab karangan penulis wujudiyah dapat diselamatkan.

Page 7: Hamzah fansuri.docx

7

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pemikiran secara Global

Hamzah Fansuri bukan hanya seorang ulama’ tasawuf dan sastrawan terkemuka, tetapi

juga seorang perintis dan pelopor. Sumbangannya sangat besar bagi perkembangan

perkembangan kebudayaan Islam di rantau ini, khususnya dibidang keruhanian, keilmuan,

filsafat, bahasa dan sastra. Kritik-kritiknya yang tajam terhadap perilaku politik dan moral raja-

raja, para bangsawan dan orang-orang kaya menempatkannya sebagai seorang intelektual yang

berani pada zamannya. Salah satu akibatnya ialah baik Hikayat Aceh maupun Busthan Al-

Salatin, dua sumber penting sejarah Aceh yang ditulis atas perintah Sultan Aceh tidak sepetah

katapun menyebut namanya baik sebagai tokoh spiritual maupun sastra.

1. Di bidang keilmuan

Syeikh Hamzah Fansuri telah mempelajari penulisan risalah tasawuf atau keagamaan

yang demikian sistematis dan bersifat ilmiah. Sebelum karya-karya Syeikh muncul, masyarakat

muslim Melayu mempelajari masalah-masalah agama, tasawuf dan sastra melalui kitab-kitab

yang ditulis di dalam bahasa Arab atau Persia. Di bidang sastra Syeikh mempelopori pula

penulisan puisi-puisi filosofis dan mistis bercorak Islam, kedalaman kandungan puisi-puisinya

sukar ditandingi oleh penyair lan yang sezaman ataupun sesudahnya. Penulis-penulis Melayu

abad ke-17 dan 18 kebanyakan berada di bawah bayang-bayang kegeniusan dan kepiawaian

Syeikh Hamzah Fansuri.

2. Di bidang kesusastraan

Syeikh Hamzah Fansuri adalah orang pertama yang memperkenalkan syair, puisi empat

baris dengan skema sajak akhir a-a-a-a syair sebagai suatu bentuk pengucapan sastra seperti

halnya pantung sangat populer dan digemari oleh para penulis sampai pada abad ke-20. Dilihat

dari strukturnya ‘sya’ir’ yang diperkenalkan oleh Hamzah Fansuri merupakan perpaduan antara

ruba’I Persia dan pantun Melayu. Disamping itu syekh telah berhasil meletakkan dasar-dasar

puitika dan estetika Melayu yang kokoh. Pengaruh estetika dan puitika ini di dalam kesusastraan

Page 8: Hamzah fansuri.docx

8

Indonesia dan Melayu masih terlihat hingga abad ke-20, khususnya didalam penyair Pujangga

Baru seperti Sanusi Pane dan Amir Hamzah.

3. Di bidang kebahasaan

Sumbangan Syeikh Hamzah Fansuri. Pertama, sebagai penulis pertama kitab keilmuan di

dalam bahasa Melayu, Syeikh Hamzah Fansuri telah berhasil mengangkat martabat bahasa

Melayu dari sekedar lingua franca menjadi suatu bahasa intelektual dan ekspresi keilmuan yang

canggih dan modern. Dengan demikian keduudkan bahasa Melayu di bidang penyebaran ilmu

dan persuratan menjadi sangat penting dan mengungguli bahasa-bahasa Nusantara yang lain,

termasuk bahasa Jawa yang sebelumnya telah jauh lebih berkembang. Kedua, jika kita membaca

syair-syair dan risalah-risalah tasawuf Syeikh Hamzah Fansuri, akan tampak betapa besarnya

jasa Syeikh Hamzah Fansuri dalam proses Islamisasi bahasa Melayu dan Islamisasi bahasa

adalah sama dengan Islamisasi pemikiran dan kebudayaan.

4. Di bidang filsafat,

Ilmu tafsir dan telaah sastra Syeikh Hamzah Fansuri telah pula mempelopori penerapan

metode takwil atau hermeneutika keruhanian, kepiawaian Syeikh Hamzah Fansuri di bidang

hermeneutika terlihat di dalam Asrar al-‘arifin (rahasia ahli makrifat), sebuah risalah tasawuf

klasik paling berbobot yang pernah dihasilkan oleh ahli tasawuf nusantara, disitu Syeikh Hamzah

Fansuri memberi tafsir dan takwil atas puisinya sendiri, dengan analisis yang tajam dan dengan

landasan pengetahuan yang luas mencakup metafisika, teologi, logika, epistemologi dan estetika.

Asrar bukan saja merupakan salah satu risalah tasawuf paling orisinal yang pernah ditulis di

dalam bahasa Melayu, tetapi juga merupakan kitab keagamaan klasik yang paling jernih dan

cemerlang bahasanya dengan memberi takwil terhadap syair-syairnya sendiri Syeikh Hamzah

Fansuri berhasil menyusun sebuah risalah tasawuf yang dalam isinya dan luas cakrawala

permasalahannya.

Simaklah syair Hamzah Fansuri yang ditulis beliau berjudul “Sidang Ahli Suluk” pada bagian I

di bait 1:

“Sidang Faqir empunya kata,

Tuhanmu Zahir terlalu nyata.

Page 9: Hamzah fansuri.docx

9

Jika sungguh engkau bermata,

lihatlah dirimu rata-rata”.

Bagi Syeikh Hamzah Fansuri, kehadiran Tuhan itu sangatlah Maha Nyata (Zahir). Karena

itu sang sufi, atau disebut sebagai Faqir, adalah orang yang telah meninggalkan keterikatannya

pada segala sesuatu di luar dirinya, dan memulai perjalanan ruhaninya dengan “melihat” atau

mengenali dirinya sendiri setiap saat.

Selanjutnya Syeikh Hamzah Fansuri menegaskan bahwa untuk mengenal Jati Diri,

seorang sufi harus memulai dengan suatu metode tafakur tertentu, suatu latihan tertentu. Suatu

metode atau latihan yang sebenarnya juga banyak digunakan oleh berbagai aliran mistik

keagamaan atau spiritual di berbagai belahan dunia, yang lebih dikenal dengan istilah meditasi.

Selama ini pengertian meditasi atau tafakur sering disalah tafsirkan hanya sebagai latihan

pernapasan, atau berzikir, atau merapal mantra.

Tetapi Syeikh Hamzah Fansuri menjelaskan dengan tepat esensi dari tafakur atau

meditasi atau latihan sufi di dalam syair berjudul “Sidang Ahli Suluk” pada bagian I di bait 9:

“Hapuskan akal dan rasamu,

lenyapkan badan dan nyawamu.

Pejamkan hendak kedua matamu,

di sana kaulihat permai rupamu”.

Syeikh Hamzah Fansuri dengan sangat jelas menyatakan bahwa setiap tafakur atau

metode latihan sufi apa pun harus dimulai dengan “hapuskan akal dan rasamu”, yang berarti

suatu cara untuk menuju kepada kondisi “No-Mind”, kondisi berada dalam Kesadaran Murni

atau Kesadaran Ilahi. Untuk mencapai kondisi “No-Mind” tersebut, maka seorang sufi harus

“lenyapkan badan dan nyawamu”, yang berarti melepaskan keterikatan terhadap tubuh dan

berbagai pemikiran atau nafsu (nyawa). Setelah itu, barulah sang sufi memejamkan kedua mata

inderawinya, untuk mengaktifkan “mata-ruhaninya”, guna melihat rupa dari Jati Dirinya yang

senantiasa berada dalam kondisi permai, kondisi “bahagia yang abadi”. Inilah sesungguhnya inti

dari tafakur atau meditasi menurut Syeikh Hamzah Fansuri.

Page 10: Hamzah fansuri.docx

10

Pada hakikatnya, menurut Hamzah, pemahaman akan Tuhan itu mudah, hanya memerlukan

kepasrahan dan keberanian karena “Kekasih zahir terlalu terang/Pada kedua alam nyata

terbentang.” Jadi, ciri khas pemahaman tasawuf Hamzah adalah hakikat Allah itu dekat dan

menyatu, hanya saja manusia tidak menyadarinya.

2.2 Pemikiran dan Ajaran Tasawuf Hamzah Fansuri

Hampir semua penulis sejarah Islam mencatat bahwa syeikh Hamzah Fansuri dengan

muridnya Syeikh Syamsuddin Sumatrani adalah termasuk tokoh sufi yang sefaham dengan Al-

Hallaj. Faham Hulul, ittihad, mahabbah dll adalah seirama. Ada orang yang menyangkanya

sebagai pengikut ajaran Syi’ah, ada juga yang mempercayai bahwa ia bermazhab Syafi’i di

bidang fiqh. Dalam tasawuf, ia mengikuti tarekat Qadiriyah yang dibangsakan kepada Syekh

Abdul Qadir Al-Jailani.3

a. Ajaran Wujudiyah

Banyak orang mengira bahwa ajaran wujudiyah yang berkembang di Indonesia sampai

saat ini hampir semuanya adalah martabat tujuh. Hamzah Fansuri dan juga para wali dipulau

jawa abad ke-16 seperti sunan Bonang dan sunan Kalijaga, tidak pernah menjadi penganjur

ajaran martabat tujuh. Memang ajaran martabat tujuh termasuk ajaran wujudiyah, namun telah

menempuh perkembangan agak lain dan kedalamnya telah masuk pengaruh India, seperti praktik

yoga pranayama (pengaturan nafas) didalam amalan dzikirnya, suatu hal yang di kritik oleh

Syekh Hamzah Fansuri. Kritik ini disampaikannya melalui beberapa sajaknya seperti di Bali

seorang pengamal yoga pranayama didalam meditasinya memusatkan perhatiannya kepada

cahaya dipusat perut, yang disebut geni rahasya (api rahasia). Ketika meditasi dilakukan nafas

mula-mula ditarik dari tulang punggung menuju otak, dan setelah mencapai otak, cahaya akan

muncul di otak dari api rahasia. Dari cahaya itulah akan muncul bayangan Sang Paramestiguru

atau Siwa. Hamzah Fansuri dalam sajaknya :

Sidang talib pergi kehutan

Pergi ‘uzlat berbulan-bulan

Dari muda datang beruban

3 Prof.Dr.M.Solihin dan Prof.Dr. Rosihon Anwar,2011,Ilmu Tasawuf,Bandung:Pustaka Setia,hal.246

Page 11: Hamzah fansuri.docx

11

Tiada bertemu dengan Tuhan

Oleh riayat tubuhnya rusak

Hendak melihat serupa budak

Menghela nafas ke dalam otak

Supaya minyaknya jangan orak

(Ms Jak. Mal. No.83)

Sebagai seorang ahli tasawuf Syekh Hamzah Fansuri tidak pernah memperlihatkan

didalam karya-karyanya bahwa syekh mempunyai hubungan dengan tasawuf berkembang di

India pada abad ke-16 dan 17. Syekh Hamzah Fansuri langsung mengaitkan dirinya dengan

ajaran para sufi Arab dan Persia sebelum abad ke-16, Bayazid dan Al-Hallaj merupakan tokoh

idola Syekh Hamzah Fansuri didalam cinta (‘isyq) dan makrifat, di pihak lain Syekh sering

mengutip pernyataan dan syair-syair ibn-Arabi serta ‘Iraqi untuk menopang pemikiran

kesufiannya. Dibagian lain lagi, khususnya didalam puisi-puisinya, syekh banyak mendapat

ilham dari karya ‘Attar Mantiq Al-Thayr (Musyawarah Burung), karya ‘Iraqi Lama’at dan karya

Jami’ Lawa’ih. Selain Ibn-Arabi pemikir sufi yang banyak member warna kepada pemikiran

wujudiyah Syekh ialah Fakhruddin Iraqi.

‘Iraqi (w.1289) adalah seorang sufi dari Kamajan, Persia yang pernah lama tinggal di

Multan (masuk wilayah Pekistan sekarang). Dia adalah murid Sadruddin Qunawi (w.1274),

seorang penafsir ulung ajaran Ibn-Arabi yang hidup sezaman dan satu kota dengan Jalaluddin

Rumi (w.1273) di Konya, Turki. Walaupun pemikirjudiyah telah berakar lama didalam

pemikiran para sufi sebelum abad ke-13 seperti Hallaj, Imam Al-Ghazali dan Ibn-Arabi, namun

pemakaian istilah wardat al-wujud sebagaimana kita kenal sekarang ini bukan berasal dari Ibn-

Arabi. Istilah tersebut mula-mula dikemukakan oleh Qunawi setelah melakukan tafsir yang

mendalam atas karya-karya Ibn-Arabi. Istilah wardat al-wujud (darimana istilah wujudiyah

berasal) dikemukakan untuk menyatakan bahwa keesaan Tuhan (Tauhid) tidak bertentangan

dengan gagasan tentang penampakan pengetahuan-Nya yang berbagai –bagai di Alam fenomena

(‘Alam al-khalq). Tuhan sebagai Dzat Mutlak satu-satunya didalam keesaan-Nya memang tanpa

sekutu dan bandingan, karenanya Tuhan adalah transenden (tanzih). Tetapi karena Dia

menampakkan wajah-Nya serta ayat-ayat-Nya diseluruh alam semesta dan didalam diri manusia,

Page 12: Hamzah fansuri.docx

12

maka dia memiliki kehadiran spiritual di alam kejadian. Kalau tidak demikian maka Dia bukan

yang Zahir dan yang Batin, sebagaimana Qur’an mengatakan, dan kehampiran-Nya kepada

manusia tidak akan lebih dekat dari urat leher manusia sendiri. Karena manifestasi pengetahuan-

Nya berbagai-bagai dan memiliki penampakan zahir dan batin, maka disamping transenden Dia

juga immanen (tashbih). Dasar-dasar wujudiyah semacam inilah yang dikembangkan Iraqi. Dia

memadukan ajaran Ibn ‘Arabi yang diterima dari gurunya dengan ajaran Ahmad Al-Ghazali

(w.1126), adik kandung Imam Al-Ghazali, tentang ‘Isyq (cinta). Menurut Iraqi asa penampakan

Tuhan melalui pengetahuan-Nya, yakni Wujud-Nya ialah dengan Cinta. Itulah sebabnya apabila

kaum wujudiyah seperti ‘Iraqi dan Jami berbicara tentang cinta (‘Isyq) yang dimaksud adalah

Wujud Tuhan yang tidak lain adalah sifat-sifat-Nya. Para sufi menemukan dasar pandangannya,

selain didalam beberapa ayat Al-Qur’an juga didalam hadits Qudsi. Misalnya hadits yang

menyatakan, “Aku pembendaharaan tersembunyi, Aku cinta untuk dikenal, maka Aku mencipta

dan dengan demikian Aku dikenal”.

Ilmu tasawuf memperkenalkan satu pendekatan keagamaan yang dikenali sebagai

pencapaian ilmu melalui kasyf atau intuisi dengan melaksanakan amalan zikir dan cinta kepada

Tuhan. Mempertingkatkan pencapaian dalam kerohanian dengan melalui tahap-tahap tertentu,

yaitu terekat, ma’arif dan haqiqat. Wahdatul Wujud menekankan hakikat kewujudan manusia

atau makhluk sebenarnya bermula daripada Allah dan kebebasan manusia terletak pada mutlak

Allah. Allah adalah yang hakiki dan kekal untuk selama-lamanya.

Sebagai manusia biasa, adalah wajar bagi kita mematuhi, mentaati dan melaksanakan

kesemua suruhan-Nya dan meninggalkan serta menjauhi larangan-Nya. Dia-lah yang mencipta

manusia, Dia-lah Tuhan yang satu dan kita adalah bayangannya. Aliran ini menekankan aspek

kerohanian dalam islam, perasaan cinta kepada Tuhan, tumpuan beribadat, dan sentiasa berzikir

dengan penuh khusyuk kepada-Nya. Allah Tuhan yang satu hanya layak disembah dan sujud

patuh terhadap-Nya dan tiada sesiapa pun yang layak disembah selain-Nya.

Manakala, Nabi Muhammad itu adalah pesuruh-Nya. Hal ini dapat dilihat dan dibuktikan

melalui rukun islam yang pertama, yaitu mengucap dua kalimah syahadah dan sewaktu

menunaikan solat lima waktu ketika tahyat awal maupun tahyat akhir. Manusia adalah makhluk

istimewa pinjaman daripada Allah yang dicipta hanyalah bersifat sementara waktu sahaja, tidak

Page 13: Hamzah fansuri.docx

13

akan kekal selamanya. Diciptakan-Nya manusia bermula daripada tanah dan di situ jualah

manusia dikembalikan.

Roh makhluk adalah pancaran daripada Dzat Allah dan apabila masuk ke alam

kebendaan, maka ia menjadi kotor. Untuk membolehkan ia kembali ke asalnya, maka ia harus

dibersihkan daripada segala kekotoran. Proses pembersihan diri daripada segala kekotoran

dilakukan melalui amalan zikir, dan meninggalkan kehidupan kebendaan. Perasaan menginsafi

kelemahan dan kekurangan diri setiap insan perlu bagi memuhasabahkan diri kepada Allah.

Perlunya kita melengkapkan diri dengan keimanan, ketaatan, dan kepercayaan terhadap Tuhan

supaya selamat dihari kemudian. Tiga punca pahala seseorang itu berterusan selepas

kematiannya yaitu doa anak yang soleh dan solehah, sedekah jariah dan ilmu pengetahuan yang

bermanfaat. Pentingnya kita membuat amal kebaikan di dunia dan akhirnya mendapat nikmat

balasan yang besar di akhirat. Dengan mencintai Allah sepenuh hati, seseorang akan rela

mengorbankan apa sahaja dalam melaksanakan segala perntah-Nya. Jika Allah memahukan

sesuatu kejadian terjadi sebagaimana yang disebut dalam Al-Quran (surah yassin, ayat

82) ;artinya ; “Bila ia (Allah) mengkehendaki sesuatu Ia berkata ; Jadilah! Maka ia terjadi.

Ditegaskan bahwa Allah Yang Maha Sempurna, dan Maha Berkuasa mencipta segalanya.

Menyedari hakikat aliran Wahdatul Wujud Bahwa segala makhluk itu yang pada asasnya Esa,

kerana wujud daripada zat Allah. Zat Allah adalah wujud pada keseluruhan alam yang

merupakan sifat, manakala Dia adalah zat. Tidak ada sifat jika tidak adanya zat, hancur dan

lenyaplah alam sekiranya tidak ada zat Allah Ta’ala. Ia yang membangunkan alam, Ia yang

memberikan rupa kepada alam dan Ia yang menggerakkan alam. Zat Allah itu tidak dapat

digambarkan dan diucapkan bukan sahaja oleh kita manusia di bumi ini, juga oleh segala

penghuni alam atas. Ternyata zat Allah itu adalah bersama kita dan berpegang pada zat Allah

nescaya kukuh walaupun dugaan besar datang tanpa diduga kerana zat Allah umbi segala-

galanya.

b. Allah.

Allah adalah dzat yang mutlak dan qadim sebab Dia adalah yang pertama dan pencipta

alam semesta. Allah lebih dekat daripada leher manusia sendiri, dan bahwa Allah tidak

bertempat, sekalipun sering dikatakan bahwa Ia ada dimana-mana. Ketika menjelaskan ayat

Page 14: Hamzah fansuri.docx

14

“fainama tuwallu fa tsamma wajhu’llah” ia katakan bahwa kemungkinan untuk memandang

wajah Allah dimana-mana merupakan unio-mistica. Para sufi menafsirkan “wajah Allah”

sebagai sifat-sifat Tuhan seperti Pengasih, Penyayang, Jalal dan Jamal. Dalam salah satu

sya’irnya, fansuri berkata :

“mahbubmu itu tiada berha’il

Pada ayna ma tuwallu jangan kau ghafil

Fa tsamma wajhulla sempurna wasil

Inilah jalan orang yang kamil

Hamzah Fansuri menolak ajaran pranayama dalam agama Hindu yang membayangkan

Tuhan berada dibagian tertentu dari tubuh seperti ubun-ubun yang dipandang sebagai jiwa dan

dijadikan titik konsentrasi dalam usaha mencapai persatuan.

c. Manusia.

Walaupun manusia sebagai tingkat terakhir dari penjelmaan, ia adalah tingkat yang

paling penting dan merupakan penjelmaan yang paling penuh dan sempurna. Ia adalah aliran

atau pancaran langsung dari Dzat yang mutlak. Ini menunjukkan adanya semacam kesatuan

antara Allah dan manusia.

d. Kelepasan.

Manusia sebagai makhluk penjelmaan yang sempurna dan berpotensi untuk menjadi

insan kamil (manusia sempurna), tetapi karena ia lalai, pandangannya kabur dan tiada sadar

bahwa seluruh alam semesta ini adalah palsu dan bayangan.4

e. Syariat, Tarekat, Hakekat, dan Makrifat.

Hamzah Fansuri menganggap pentingnya syariat dalam perjalanan tasawufnya. Sebagai

seorang Syaikh, ia memperingatkan pengikutnya yang menempuh jalan tarekat agar tidak

melecehkan syariat. Ia mengatakan “ barang siapa mengerjakan sembahyang fardhu, puasa

fardhu, makan halal, meninggalkan haram, tidak dengki, tidak ujub, tidak takabbur, dll, berarti ia

menggunakan syariat”. Karena perbutan-perbuatan tersebut adalah perbuatan Rasulullah

4 Prof.Dr.M.Solihin dan Prof. Dr. Rosihon Anwar, 2011, Ilmu Tasawuf, Bandung : CV. Pustaka Setia, hal.247-249

Page 15: Hamzah fansuri.docx

15

seyogyanya kita masuk ke dalam tarekat, karena ia tidak lain daripada syariat. Perlu diketahui

bahwa tarekat merupakan hakikat, karena tarekat merupakan permualan hakikat sebagaimana

syariat permulaam taarekat. Selanjutnya ia juga mengatakan bahwa alan hakikat itu jalan Nabi

Muhammad Rasulullah, kesudahan jalannya. Barang siapa memakai ketiganya (syariat, tarekat,

hakikat) maka ia kamil mukammal.

Sementara pandangannya tentang makrifat, menurutnya, makrifat adalah rahasia Nabi. Tidak

sah sembahyang tanpa makrifah. Makrifat ialah mengenal Allah dengan sebenarnya, mengenal

bahwa ia tidak terhingga dan berkesudahan, esa, bukan dua, kekal, tidak fana, tidak putus, tidak

kekal, tidak mitsal dan sekutu, tidak bertempat, tidak bermasa dan tidak berakhir”5

5 Azra, Azyumardi. 2008.Ensiklopodia tasawuf I. Jakarta. Amzah. Hal 443-444

Page 16: Hamzah fansuri.docx

16

BAB III

ANALISIS

3.1 Pandangan Ulama’ terhadap Hamzah Fansuri

Karya-karya Hamzah Fansuri telah dikaji oleh para sarjana Timur dan Barat yaitu

Kraemaer, Doorenbos, Al-Attas, Teeuw, Brakel, Sweeney, Braginsky dan Abdul Hadi. Kajian al-

Attas yang merupakan analisis semantik dianggap sebagai kajian yang paling menyeluruh dan

hebat terhadap pemikiran Hamzah Fansuri. Pada masa yang sama, kajian mereka ini telah

memberikan penjelasan yang amat penting mengenai sumbangan Hamzah terhadap sastera

Melayu.

Terjadi konflik horizontal atau sikap pro-kontra antara penganut dan pengecam, antara

yang mendukung dan yang menolak ajaran wujûdiyah Hamzah Fansuri ini. Pada satu sisi,

perbedaan pendapat tersebut cenderung menunjukkan konflik yang terjadi antara ahli tasawuf

dan ahli fiqh, antara ahli tarekat dan ahli syari’at, antara penganut ajaran esoterik (bâtinî) dan

penganut ajaran eksoterik (zâhirî). Pada sisi lain sejauh dipahami para sarjana, perbedaan

pendapat tersebut bisa diartikan sebagai usaha mereduksi ajaran wujûdiyah Hamzah Fansuri

kepada kategori-kategori zindîq, mulhid, atau panteisme, adalah suatu kekeliruan, konflik politik,

dan konflik antara penganut teosofi dan penganut teologis dogmatis. Dalam pada itu, karena

syair-syair dan karya-karya prosa Hamzah Fansuri seringkali menonjolkan citra-citra simbolis,

maka pamahaman terhadap ajaran wujûdiyah yang terkandung di dalamnya seyogianya

diinterpretasikan secara metaforis, dan dengan pendekatan hermeneutik.

Kecaman sesat, zindîq, ataupun panteisme oleh sebagian sarjana terhadap ajaran

wujûdiyah, ditolak oleh sebagian sarjana lain. Menurut kelompok ini ajaran wujûdiyah tidak

hanya mengajarkan sisi tasybîh (imanensi), tetapi tetap mempertahankan tanzîh-Nya

(transendensi-Nya). Pandangan ini menurut hemat penulis adalah benar karena ia berbeda

dengan penafsiran kelompok pertama tadi memandang konsep wujûdiyah sufi ini sebagaimana

yang digagaskan sebenarnya, yang tidak hanya menekankan sisi tasybîh, tetapi juga

mempertahankan sisi tanzîh-Nya.6

6 Syarifuddin, MEMPERDEBAT WUJÛDIYAH SYEIKH HAMZAH FANSURI (Kajian Hermeneutik atas Karya Sastra Hamzah Fansuri).pdf

Page 17: Hamzah fansuri.docx

17

Ulama’ yang berpendapat mengenai pemikiran Hamzah Fansuri, Nuruddin al-Raniri

beliau banyak menghasilkan tulisan. Di antara buku yang ditulisnya itu, ada tulisan yang khusus

untuk mengecam atau mengkafirkan penganut ajaran Syamsudin dan Hamzah Fansuri. Ini karena

kedua orang tersebut dikategorikan sebagai penganut pahamWahdat al-wujud. Pada masa itu

sedang panasnya polemik di masyarakat mengenai ajaran kedua sufi ini, bahkan ada yang

menganggap keduanya sesat. Ini ditolak dengan tegas oleh Nuruddin al-Raniri.

3.2 Analisis Pemikiran Hamzah Fansuri

Pemikiran dan pegangan Hamzah Fansuri terpancar dalam karya- karya beliau meliputi

karya prosa dan puisi. Hamzah adalah pengembang fahaman Wujudiyah. Gambaran tentang

ajaran Wujudiyah ini dapat dikutip daripada karangan beliau Asrar al-Arifin dan Sharab al-

Asyikin. Fahaman ini beranggapan bahwa segala makhluk itu pada asasnya esa, kerana wujud

daripada zat Allah. Dalam hujahnya menerusi kitab-kitab ini, terkesan bahwa Hamzah

terpengaruh dengan faham Ibn Arabi, ahli tasawuf yang masyhur pada akhir abad ke-12 dan awal

abad ke-13, yang di tularkan pada muridnya yakni ‘Iraqi. Selain itu, Hamzah turut menyisipkan

dalam karangannya kutipan-kutipan ahli tasawuf Parsi seperti al-Junaid, Mansor Hallaj,

Jalaluddin Rumi, Abi Yazid Bistami, dan Shamsu Tabriz. Karangan-karangan prosa Hamzah

yang terpenting ialah Asrar al-Arifin (Rahsia Orang yang Bijaksana), Sharab al-Asyikin

(Minuman Segala Orang yang Berahi) dan Zinat al-Muwahidin (Perhiasan Sekalian Orang yang

Mengesakan).

Melalui hasil karangannya, dijelaskan mengapa orang harus mencari Tuhan dan juga

sebagai garis petunjuk untuk mencari Tuhan. Syair-syair Hamzah sarat dengan estetika, ilmu dan

falsafah diolah berdasarkan pengaruh pantun menampakkan bahawa Hamzah menguasai puisi

Parsi bersifat tasawuf dan memupuk rasa cinta akan Allah. Hamzahlah penyajak Melayu pertama

yang menggunakan syair dalam tulisan agama. Winstedt mengatakan cara pemikiran Hamzah

sesuai dengan pemikiran yang terdapat dalam karangan- karangan ahli-ahli falsafah, pujangga

dan pengarang-pengarang besar Barat seperti St. Augustino (354-430), John Lyly (1553-1606),

Francis Bacon (1561-1662), John Milton (1608-1674), Sydney Smith (1771-1845) dan lain-

lainnya. Pengiktirafan tersebut mewajarkan Hamzah Fansuri diangkat sebagai pelopor

kesusasteraan.

Page 18: Hamzah fansuri.docx

18

BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Konsep Tasawuf Hamzah Fansuri

Page 19: Hamzah fansuri.docx

19

Ilmu tasawuf memperkenalkan satu pendekatan keagamaan yang dikenali sebagai

pencapaian ilmu melalui kasyf atau intuisi dengan melaksanakan amalan zikir dan cinta kepada

Tuhan. Mempertingkatkan pencapaian dalam kerohanian dengan melalui tahap-tahap tertentu,

yaitu terekat, ma’arif dan haqiqat. Wahdatul Wujud menekankan hakikat kewujudan manusia

atau makhluk sebenarnya bermula daripada Allah dan kebebasan manusia terletak pada mutlak

Allah. Allah adalah yang hakiki dan kekal untuk selama-lamanya.

Sebagai manusia biasa, adalah wajar bagi kita mematuhi, mentaati dan melaksanakan

kesemua suruhan-Nya dan meninggalkan serta menjauhi larangan-Nya. Dia-lah yang mencipta

manusia, Dia-lah Tuhan yang satu dan kita adalah bayangannya. Aliran ini menekankan aspek

kerohanian dalam islam, perasaan cinta kepada Tuhan, tumpuan beribadat, dan sentiasa berzikir

dengan penuh khusyuk kepada-Nya. Allah Tuhan yang satu hanya layak disembah dan sujud

patuh terhadap-Nya dan tiada sesiapa pun yang layak disembah selain-Nya.

Konsep tasawuf Hamzah Fansuri jika diterapkan pada masa sekarang ini sangat cocok,

dimana manusia sekarang sudah mulai luntur dengan etika keagamaan dan mengedepankan

nikmat dunia. Meskipun beliau bertasawuf dan menjadi seorang sufi, beliau tetap menunjukkan

kiprahnya di dunia yakni dengan mengkritik pemerintahan yang kotor, hingga ujungnya

pemikiran dan sumbangsih beliau tidak diakui dan tertulis dalam sejarah kesultanan Aceh.

Cintanya terhadap Tuhan membuatnya berani untuk menentang sesuatu yang salah.

4.2 Corak Tasawuf Hamzah Fansuri

Karena pemikiran Hamzah Fansuri banyak diwarnai dengan pembahasan mengenai ke-

Tuhanan maka dapat dikatakan bahwa corak tasawuf Hamzah Fansuri adalah Falsafi, namun

dalam pemikirannya pula beliau tidak pernah mengesampingkan Syari’at sebagaimana para

tokoh ulama’ memperdebatkannya, justru tasawuf Hamzah Fansuri sangat mengedepankan

syari’at. Diketahui pula bahwa Hamzah Fansuri adalah pengikut Tharikat Abdulqadir Jailani, ini

berarti tasawuf yang dikembangkan Syekh adalah tasawuf yang bersifat amali, karena dalam

pengamalannya diwarnai dengan gerakan-gerakan dzikir.

4.3 Kesimpulan

Page 20: Hamzah fansuri.docx

20

Syekh Hamzah Fansuri telah begitu banyak memberikan sumbangan terhadap peradaban

Islam Nusantara. Karya-karyanya, baik puisi maupun yang lainnya telah banyak memberikan

inspirasi bagi generasi-generasi sesudahnya. Melalui puisi-puisinya itu pula Syekh Hamzah

Fansuri menyebarkan dakwah islamiyah.

Meskipun paham sufinya mendapatkan pertentangan dari beberapa kalangan sehinga

menyebabkan buku-bukunya dibakar, tetapi namanya tidak lekang oleh zaman. Sejarah

pembakaran buku sebagaimana terjadi pada awal masuknya Islam tidak boleh terulang. Buku,

bagaimanapun kontroversialnya, tetap merupakan sebuah produk intelektual dan hasil

perenungan dari penulisnya. Pembakaran buku, pengekangan kebebasan berpikir, justru akan

membuat peradaban berjalan mundur.

4.4 Daftar Rujukan

Azra, Azyumardi. 2008. Ensiklopedi Tasawuf. Jilid I A-H, Bandung: Angkasa.

Hadi, Abdul. 1995. Hamzah Fansuri, Risalah Tasawuf dan Puisinya. Bandung : Mizan,cet.I.

Samsul Munir Amin.2008. Karamah Para Kiai. Yogyakarta : Pustaka Pesantren.

Solihin, M dan Rosihon Anwar. 2008. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.

Syarifuddin, Memperdebat Wujudiyah Syeikh Hamzah Fansuri (Kajian Hermeneutik atas Karya Sastra Hamzah Fansuri).pdf

W.M, Abdul, Hadi. 2001. Tasawuf yang Tertindas (Kajian Hermenetika terhadap Karya-Karya Hamzah Fansuri. Jakarta: Paramadina.

4.5 Glosarium

a. Daftar Kata Arab Dalam Puisi Hamzah Fansuri

1. Istilah

Page 21: Hamzah fansuri.docx

21

‘alam al-jabarut : alam kemahakuasaan

‘alam al-lahut : alam ketuhanan

‘alam al-malakut : alam ketuhanan

‘alam al-nasut : alam kemanusiaan

Afsanul lisan : sangat fasih

Ahlul ‘alam : ahli dunia

Ahlul batin : ahli ketuhanan, mistis

Ahlul haqiqah : ahli hakikat, sufi

Ahlul ma’rifah ; ahli makrifat

Ahlul suluk : sufi

Allah ta’ala ; tuhan yang Maha tinggi

Anal- had : Aku adalah kebenaran kreatif

Al-‘aql al-kulli : akal universal

Al-bahr al-amiq : laut dalam

Al-bahr al-qadim : lautan abadi

Bah al-‘ulya ; lautan yang tinggi

Baynallah wa baynal amil : Siantar

Tuhan dan dia yang beramal

Baytul ka’nah : ka’bah

Baytul Quddus : rumah penyucian,

masjid al-aqsa

Bismillah al-hayy al-baqy : dengan nama

Tuhan yang maha hidup dan kekal

Bouraq al-mi’raj : Bouraq kendaraan

mi’raj

Dzatul bar’ : zat yang mencipta jiwa

Hayat al-fana’ : menuju kefanaan

Hadirat al-qahhar : kemahakuasaan yang

mulia

Hadirat al-rajiq : pemberi rezeki yang

mulia

Al-hayy al-baqi : Yang Maha Hidup,

yang Maha Kekal

Illah abad al-abad : terus-menerus

Illah wah al0baqi : kepada wajah yang

Kekal

La ilaha illalah : Tidak ada tuhan selain

Allah

La makna la-hu : tidak ada tempat

baginya

Al-nur al-awwal : cahaya yang awal

Nur Muhammad : cahaya Muhammad

Al-qalam al-ala : pena yang maha tinggi

Siri sirrihi : rahasia yang paling

tersembuyi

Sultan al-makhluqat : tuhannya makhluk

Syak al-islam : gelar yang diberikan

kepada alam” fiqh

Al-thayr al-u’ryan : burung yang bebas

Wajhullahi : wajah Allah

Wujud wahmi : wujud nisbi

Adm al-syiyam, adm al-shai’im : hari

puasa

2. Kata-kata Arab

‘allamah : orang yang berilmu Labis : berpakaian

Page 22: Hamzah fansuri.docx

22

‘arsy : singgasana

Baqa’ : kehidupan yang kekal

Da’im : tetap

Da’ira : lingkaran

Dalil : kotor, keji

Fahmi : pemahaman

Fa’iq : terkemuka

Fasiq : pendosa

Fikr: pemikiran

Furqan : pembeda

Ghafil; : lalai

Gharib : asih

Ghariq : terbenam

Ha’il : rintangan

Haqiq : nyata

Haqiqah : hakikat, esensi

Haraqah : gerakan

Haj : hidup

Isyarah : isyarat

Itsbat : penegasan

‘isyq : cinta

‘iyan : pandangan

Jabar : yang maha kuasa

Jahil : bodoh

Jawadan : surga

Junun : kegilaan

Kunh : esensi

Kali : ketiadaan

Khaliq : pencipta

Laut : ketuhanan

Liqa’ : pertemuan, perjumpaan

Makhfi : tersembunyi

Maqsum : terbagi

Marghub : hasrat

Matlub : mencari

Nasut : kemanusiaan

Nathiq : berbicra

Azhar : penglihatan

Nur : cahaya

Qadim : tak berawal

Qahir : penaklukan

Qarib : dekat

Rabb : tuhan

Rikab : gunung

Riyadhah : latihan

Stabil : jalan

Salsabil : sumur di surga

Sami’ : mendengar

Tahqiq : pemastian

Tamsil : perbandingan

Thalib : murid

‘ulya : tempat yang mulia

Ala, ulat : ulat

Wahid : yang maha esa

Wah : khayalan, fantasi

Wasil : perantara

Zani : yang berzina

Zanjabil : sumur di surga

b. Daftar Kata Melayu dan Jawa dalam Puisi Hamzah Fansuri

Page 23: Hamzah fansuri.docx

23

Amang : takut

Angga : tubuh, ego, diri

Bangat (Jawa) : sangat, amat

Bisai : elok

Caping : koyak

Damping : ramping

Hempenak : kasih sayang

Jaluk (Jawa) : meminta

Jeling : kerling

Junun : berahi

Karma : perbuatan

Kasap : menyimpang

khandi : kantong

Kulus : kosong, hampa

Lali : lupa

Larang : tak boleh, haram

Mamang : bingung

Mutu : permata

Nyarak : memancar

Orak : terurai

Rahat : istirahat

Sagai : hamba

Sakin : kesentosaan

Awang : cakrawala

Sula : tiang gantung orang yang

dihukum mati