halaman isi rkakldipa

86
MODUL PENYUSUNAN RKA-K/L DAN DIPA KATA PENGANTAR MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Upload: setankabira

Post on 30-Dec-2015

32 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Halaman Isi Rkakldipa

MODUL PENYUSUNAN RKA-K/L DAN DIPA

KATA PENGANTAR

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 2: Halaman Isi Rkakldipa

MODUL PENYUSUNAN RKA-K/L DAN DIPA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................1

DAFTAR ISI................................................................................................................................. 2

BAB I – PENDAHULUAN...........................................................................................................3

A. Latar Belakang..................................................................................................................... 3

B. Maksud Dan Tujuan.............................................................................................................3

BAB II – PENETAPAN PAGU.....................................................................................................5

A. Pengertian............................................................................................................................ 5

B. Proses Penetapan Pagu......................................................................................................6

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L...........................................................................................13

A. Pendekatan Anggaran dalam Penyusunan RKA-K/L.........................................................13

B. Klasifikasi Anggaran...........................................................................................................15

C. Proses Penyusunan RKA-K/L............................................................................................17

D. Format RKA-K/L.................................................................................................................30

E. Rencana Dana Pengeluaran Bendaharawan Umum Negara (RDP-BUN).........................32

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA..............................................................36

A. Penyusunan DIPA..............................................................................................................36

B. Pengesahan DIPA..............................................................................................................55

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 3: Halaman Isi Rkakldipa

BAB I - PENDAHULUAN

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah satu instrumen

negara yang digunakan sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah yang terdiri

dari pendapatan negara dan belanja negara. Sebagai sebuah rencana maka APBN

harus mencerminkan pendekatan logis yang menampung berbagai jenis pendapatan,

belanja dan pembiayaan. Dalam perancangannya, APBN berpedoman kepada

dokumen perencanaan, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Rencana

Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Kerja Pemerintah dan rencana alokasi

anggaran yang berupa dokumen Rencana Kerja dan Anggaran.

Pemahaman tentang penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran

Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) yang baik dan akurat sesuai dengan kaidah good

governance, akan sangat membantu bagi tercapainya tujuan organisasi dan efektivitas

peran APBN sebagai instrumen kebijakan pemerintah.

Pembinaan atas penyusunan RKA-K/L saat ini memang menjadi tusi dari

Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, namun demikian

perkembangan proses bisnis yang dinamis dalam lingkup Kementerian Keuangan

menginginkan peran pembinaan ini juga dapat didukung oleh Direktorat Jenderal

Perbendaharaan yang memiliki Kantor Vertikal di daerah melalui ujung tombak peran

pembinaan di Ditjen Perbendaharaan yaitu para Penyuluh Perbendaharaan. Untuk itu

modul ini disusun untuk memberikan pemahaman kepada para penyuluh

perbendaharaan tentang penyusunan RKA-KL.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Modul ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan

kemampuan para pengguna modul khususnya penyuluh perbendaharaan sebagai

berikut:

1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)

Setelah mempelajari modul ini, pengguna modul diharapkan memiliki

kemampuan secara umum untuk melakukan exercise penetapan pagu, serta

memahami penyusunan RKA-K/L dan DIPA.

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 4: Halaman Isi Rkakldipa

BAB I - PENDAHULUAN

2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

Setelah mempelajari modul ini, pengguna modul diharapkan memiliki

kemampuan secara khusus mampu:

a. Memahami tentang pentingnya penetapan pagu.

b. Memahami tentang pagu indikatif, pagu anggaran, dan alokasi anggaran.

c. Memahami tentang pendekatan dalam penyusunan RKA-K/L.

d. Memahami tentang klasifikasi dalam penyusunan RKA-K/L

e. Memahami tentang proses penyusunan RKA-K/L.

f. Memahami tentang format RKA-K/L.

g. Memahami tentang penyusunan RDP-BUN.

h. Memahami tentang penyusunan DIPA.

i. Memahami tentangpengesahan DIPA.

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 5: Halaman Isi Rkakldipa

BAB II – PENETAPAN PAGU

BAB IIPENETAPAN PAGU

A. PENGERTIAN

Beberapa pengertian yang harus diketahui adalah sebagai berikut :

a. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, yang

selanjutnya disingkat RKA-K/L, adalah dokumen rencana keuangan

tahunan Kementerian Negara/Lembaga yang disusun menurut Bagian

Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

b. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, yang selanjutnya disingkat DIPA,

adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna

Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan disahkan oleh Direktur Jenderal

Anggaran atas nama Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.

c. Hasil Optimalisasi adalah hasil lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah

pelaksanaan dan/atau penandatanganan kontrak dari suatu paket

pekerjaan yang target sasarannya telah dicapai termasuk hasil lebih atau

sisa dana yang berasal dari paket pekerjaan yang dilaksanakan secara

swakelola.

d. Kegiatan Operasional, yang selanjutnya disebut Biaya Operasional, adalah

anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan sebuah satuan kerja

dalam melaksanakan tugas dan fungsinya yang dialokasikan dalam

Komponen 001 dan Komponen 002, termasuk tunjangan profesi guru atau

dosen dan tunjangan kehormatan profesor.

e. Sasaran Kinerja adalah keluaran dan/atau hasil yang ditetapkan untuk

dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi, dari sisi efisiensi, kuantitas, dan

kualitas melalui kegiatan dan/atau program oleh Kementerian

Negara/Lembaga, termasuk kegiatan dan/atau program yang dilaksanakan

melalui skema Badan Layanan Umum, Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan,

Urusan Bersama, dan skema pendanaan lain sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

f. Keluaran (output) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu

kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan

tujuan program dan kebijakan.

g. Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya

keluaran dari kegiatan dalam satu program.

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 6: Halaman Isi Rkakldipa

BAB II – PENETAPAN PAGU

h. Program adalah penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi

Kementerian Negara/Lembaga yang rumusannya mencerminkan tugas dan

fungsi unit eselon I atau unit Kementerian Negara/Lembaga yang berisi

kegiatan untuk mencapai hasil dengan indikator kinerja yang terukur.

i. Kegiatan adalah penjabaran dari Program yang rumusannya mencerminkan

tugas dan fungsi unit eselon II/ satuan kerja atau penugasan tertentu

Kementerian Negara/Lembaga yang berisi komponen kegiatan untuk

mencapai Keluaran dengan indikator kinerja yang terukur.

j. Komponen Input, yang selanjutnya disebut Komponen, adalah bagian atau

tahapan Kegiatan yang dilaksanakan untuk menghasilkan sebuah Keluaran.

k. Inisiatif Baru adalah usulan tambahan rencana Kinerja selain yang telah

dicantumkan dalam prakiraan maju, yang berupa Program, Kegiatan,

dan/atau Keluaran.

l. Kegiatan Prioritas Nasional adalah kegiatan yang ditetapkan di dalam

buku I Rencana Kerja Pemerintah yang menjadi tanggung jawab Kementerian

Negara/Lembaga yang bersangkutan.

m. Kegiatan Prioritas Bidang adalah kegiatan yang ditetapkan di dalam buku

II Rencana Kerja Pemerintah yang menjadi tanggung jawab Kementerian

Negara/Lembaga yang bersangkutan.

n. Revisi Anggaran adalah perubahan Rincian Anggaran Belanja Pemerintah

Pusat yang telah ditetapkan berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN), Daftar Hasil Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran

Kementerian Negara/Lembaga (DHP RKA-K/L), dan/atau Daftar Isian

Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

B. PROSES PENETAPAN PAGU

Pemerintah menyusun APBN setiap tahun dalam rangka penyelenggaraan

fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara. APBN harus dikelola

secara tertib dan bertanggung jawab sesuai dengan kaidah umum praktik

penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik.

Sesuai Pasal (1) 23 UUD 1945 Anggaran pendapatan dan Belanja

Negarasebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap

tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung

jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pada ayat (2) diatur

bahwa rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara

diajukan oleh presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 7: Halaman Isi Rkakldipa

BAB II – PENETAPAN PAGU

dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Apabila DPR

tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja Negara yang

diusulkan oleh presiden, pemerintah menjalankan AnggaranPendapatan dan

Belanja Negara tahun lalu.

Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun RAPBN, terdiri atas:

a. anggaran pendapatan negara,

b. anggaran belanja negara, dan

c. pembiayaan (Pola pendanaan pembiayaan ditetapkan oleh Menteri Keuangan)

Anggaran pendapatan negara merupakan target yang harus dicapai oleh

pemerintah dari sumber-sumber pendapatan yang telah ditetapkan dalam

peraturan perundang-undangan, sedangkan anggaran belanja negara merupakan

batas tertinggi yang diperbolehkan untuk dibelanjakan oleh kementerian/lembaga.

Dalam definisi lain, batas tertinggi adalah pagu anggaran.

Dalam rangka penyusunan APBN, seperti telah diamanahkan dalam Peraturan

Pemerintah nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan RKA-K/L, terdapat tiga kali

penetapan pagu dana untuk K/L yaitu pagu indikatif, pagu anggaran, dan alokasi

anggaran. Angka yang tercantum dalam ketiga ketentuan tersebut merupakan angka

tertinggi yang tidak boleh dilampaui oleh K/L sebagi acuan dalam menyusun RKA-K/L-

nya. Secara garis besar penjelasan tentang ketiga pagu akan dijelaskan sebagai

berikut:

B.1. Pagu Indikatif

Mulai tahun 2012, angka yang tercantum dalam prakiraan maju untuk tahun

anggaran 2013 yang dicantumkan pada saat penyusunan RKA-K/L tahun anggaran

2012 akan dijadikan sebagai angka dasar, sebagai salah satu variabel yang

menentukan besarnya pagu indikatif tahun anggaran 2013. Dalam rangka menyusun

pagu indikatif untuk tahun yang direncanakan, melalui proses sebagai berikut:

1. Presiden menetapkan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional

Setiap awal tahun, Presiden menetapkan arah kebijakan yang akan dilakukan pada

tahun yang direncanakan, disini Presiden menetapkan prioritas pembangunan

nasional yang akan dilakukan pada tahun yang akan direncanakan. Selain itu

Presiden juga menetapkan prioritas pengalokasian dari anggaran yang dimiliki

pemerintah. Arah kebijakan dan prioritas anggaran ini akan dijadikan dasar

pertimbangan dalam penyusunan RKP.

2. K/L mengevaluasi baseline (angka dasar)

Prakiraan maju yang telah dicantumkan pada dokumen perencanaan dan

penganggaran tahun sebelumnya akan dijadikan angka dasar untuk perencanaan

dan penganggaran tahun anggaran yang direncanakan. Namun demikian, angka

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 8: Halaman Isi Rkakldipa

BAB II – PENETAPAN PAGU

yang tercantum dalam prakiraan maju tersebut harus disesuaikan/direviu terlebih

dahulu untuk mendapatkan angka yang betul dan akan digunakan. Dalam proses

reviu tersebut, akan fokus pada penetapan berlanjut atau berhenti dari suatu output,

besarnya volume output, penetapan sifat dari komponen output (utama atau

pendukung), serta evaluasi komponen input dari output yang dibutuhkan pada tahun

yang direncanakan.

3. K/L dapat menyusun rencana inisiatif baru

Apabila terdapat Program/Kegiatan/Output yang akan dilakukan dan belum

dilakukan pada tahun sebelumnya, K/L dapat mengajukan rencana tersebut dengan

mekanisme inisiatif baru. Inisiatif baru dapat diajukan dalam tiga kali kesempatan,

yaitu kesempatan pertama sebelum penetapan pagu indikatif, kesempatan kedua

sebelum penetapan pagu anggaran, dan kesempatan ketiga sebelum penetapan

alokasi anggaran. Hal-hal terkait dengan mekanisme pengajuan usul inisiatif baru

berpedoman pada Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional nomor 1 tahun 2011 tentang Tata

Cara Penyusunan Inisiatif Baru.

4. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian

Keuangan mengevaluasi baseline dan mengkaji usulan inisiatif baru

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian

Keuangan akan melakukan evaluasi terhadap hasil reviu angka dasar yang telah

dilakukan oleh K/L. Evaluasi ini untuk memastikan bahwa angka dasar yang telah

direviu sudah benar. Selain itu Kementerian Perencanaan Pembangunan

Nasional/Bappenas dan Kementerian Keuangan juga mengevaluasi atas usulan

inisiatif baru yang diajukan K/L. Evaluasi untuk menentukan apakah suatu inisiatif

baru layak untuk disetujui untuk dilaksanakan atau tidak. Disamping itu,

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian

Keuangan juga melakukan evaluasi pelaksanaan Program dan Kegiatan yang

sedang berjalan, sebagai pertimbangan dalam penyusunan Program dan Kegiatan

yang akan dilaksanakan pada tahun yang direncanakan yang nantinya akan

tertuang dalam pagu indikatif yang akan ditetapkan.

5. Kementerian Keuangan menyusun perkiraan kapasitas fiskal

Kementerian Keuangan menyusun perkiraan kapasitas fiskal untuk penyusunan

Pagu Indikatif tahun anggaran yang direncanakan, termasuk penyesuaian indikasi

pagu anggaran jangka menengah paling lambat pertengahan bulan Februari.

6. Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala

Bappenas menyusun Pagu Indikatif.

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 9: Halaman Isi Rkakldipa

BAB II – PENETAPAN PAGU

Pagu Indikatif untuk tahun yang direncanakan disusun dengan memperhatikan

kapasitas fiskal dan dalam rangka pemenuhan prioritas pembangunan nasional.

Pagu Indikatif dimaksud dirinci menurut unit organisasi, program, kegiatan, dan

indikasi pendanaan untuk mendukung Arah Kebijakan yang telah ditetapkan oleh

Presiden. Pagu Indikatif yang sudah ditetapkan beserta prioritas pembangunan

nasional yang dituangkan dalam rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP)

disampaikan kepada K/L dengan Surat Edaran Bersama yang ditandatangani

Menteri Keuangan bersama Menteri Perencanaan pada bulan Maret. Pagu indikatif

dirinci menurut unit organisasi, Program dan Kegiatan. Angka yang tercantum dalam

pagu indikatif diperoleh dari angka prakiraan maju yang sudah dicantumkan tahun

sebelumnya yang telah melalui proses penyesuaian ditambah dengan inisiatif baru

pada kesempatan pertama yang diakomodir/disetujui.

B.2. Pagu Anggaran

1. Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun Rencana Kerja K/L (Renja-K/L)

Dalam menyusun Renja-K/L, K/L berpedoman pada surat mengenai Pagu Indikatif

dan hasil kesepakatan trilateral meeting. Renja-K/L dimaksud disusun dengan

pendekatan berbasis Kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan

penganggaran terpadu yang memuat:

a. kebijakan;

b. program; dan

c. kegiatan.

2. Trilateral Meeting

Proses penyusunan Renja-K/L dilakukan pertemuan 3 (tiga) pihak antara

Kementerian/Lembaga, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan.

Pertemuan ini dilakukan dimulai setelah ditetapkannya Pagu Indikatif sampai

dengan sebelum batas akhir penyampaian Renja K/L ke Bappenas dan

Kementerian Keuangan. Pertemuan ini dilakukan dengan tujuan:

a. Meningkatkan koordinasi dan kesepahaman antara Kementerian/Lembaga,

Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan, terkait dengan

pencapaian sasaran prioritas pembangunan nasional yang akan dituangkan

dalam RKP;

b. Menjaga konsistensi kebijakan yang ada dalam dokumen perencanaan dengan

dokumen penganggaran, yaitu antara RPJMN, RKP, Renja K/L dan RKA-K/L;

c. Mendapatkan komitmen bersama atas penyempurnaan yang perlu dilakukan

terhadap Rancangan Awal RKP, yaitu kepastian mengenai: kegiatan prioritas;

jumlah PHLN; dukungan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS); Anggaran

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 10: Halaman Isi Rkakldipa

BAB II – PENETAPAN PAGU

Responsif Gender (ARG); anggaran pendidikan; PNBP/BLU; inisiatif baru;

belanja operasional; kebutuhan tambahan rupiah murni; dan pengaliham

Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

3. K/L menyampaikan Renja-K/L kepada Kementerian Perencanaan Pembangunan

Nasional/Bappenas dan Kementerian Keuangan

Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan Renja-K/L kepada Kementerian

Perencanaan dan Kementerian Keuangan untuk bahan penyempurnaan

Rancangan Awal RKP dan penyusunan rincian pagu menurut unit organisasi,

fungsi, program, dan kegiatan sebagai bagian dari bahan pembicaraan

pendahuluan Rancangan APBN.

4. Pemerintah menetapkan RKP.

5. Pemerintah menyampaikan pokok-pokok pembicaraan RAPBN

Pemerintah menyampaikan pokok-pokok pembicaraan RAPBN yang meliputi:

a. Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal;

b. Rencana Kerja Pemerintah (RKP);

c. Rincian unit organisasi, fungsi, program dan kegiatan.

6. Menteri Keuangan menetapkan Pagu Anggaran K/L

Dalam rangka penyusunan RKA-K/L, Menteri Keuangan menetapkan Pagu

Anggaran K/L dengan berpedoman pada kapasitas fiskal, besaran Pagu Indikatif,

Renja-K/L, dan memperhatikan hasil evaluasi Kinerja Kementerian/Lembaga.

Pagu Anggaran K/L dimaksud menggambarkan Arah Kebijakan yang telah

ditetapkan oleh Presiden yang dirinci menurut unit organisasi dan program. Angka

yang tercantum dalam pagu anggaran adalah angka di pagu indikatif, penyesuaian

angka dasar (jika diperlukan lagi) ditambah dengan inisiatif baru pada kesempatan

ke-2 yang diakomodir/disetujui. Pagu Anggaran K/L disampaikan kepada setiap

Kementerian/Lembaga paling lambat pada akhir bulan Juni.

B.3. Alokasi Anggaran

1. Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun RKA-K/L

Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun RKA-K/L berdasarkan:

a. Pagu Anggaran K/L;

b. Renja-K/L;

c. RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan

pendahuluan Rancangan APBN; dan

d. Standar biaya.

Penyusunan RKA-K/L dimaksud termasuk menampung usulan Inisiatif Baru. RKA-

K/L merupakan bahan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang APBN

setelah terlebih dahulu ditelaah dalam forum penelaahan antara

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 11: Halaman Isi Rkakldipa

BAB II – PENETAPAN PAGU

Kementerian/Lembaga dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian

Perencanaan. RKA-K/L menjadi bahan penyusunan RUU APBN setelah terlebih

dahulu ditelaah dalam forum penelaahan antara K/L dengan Kementerian

Keuangan dan Kementerian Perencanaan.

2. K/L melakukan pembahasan RKA-K/L dengan DPR

Dalam rangka pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN, K/L melakukan

pembahasan RKA-K/L dengan DPR. Pembahasan tersebut difokuskan pada

konsultasi atas usulan Inisiatif Baru.

3. Penyesuaian atas usulan inisiatif baru

Dalam pembahasan RKA-K/L dengan DPR, dapat dilakukan penyesuaian atas

usulan inisiatif baru sepanjang:

a. Sesuai RKP;

b. Pencapaian sasaran kinerja K/L;

c. Tidak melampaui Pagu Anggaran K/L.

4. Penelaahan RKA-K/L

Penelaahan RKA-K/L tersebut diselesaikan paling lambat akhir bulan Juli.

Penelaahan RKA-K/L dilakukan secara terintegrasi, yang meliputi:

a. Kelayakan anggaran terhadap sasaran kinerja;

b. Konsistensi sasaran kinerja K/L dengan RKP.

5. Kementerian Keuangan menghimpun RKA-K/L hasil penelaahan untuk digunakan

sebagai:

a. Bahan penyusunan Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan RUU APBN;

b. Dokumen pendukung pembahasan RAPBN.

Setelah dibahas dalam sidang kabinet, Nota Keuangan, RAPBN dan RUU APBN

disampaikan pemerintah kepada DPR paling lambat bulan Agustus. Hasil

pembahasan RAPBN dan RUU APBN dituangkan dalam berita acara hasil

kesepakatan pembahasan RAPBN dan RUU APBN dan bersifat final. Berita acara

hasil kesepakatan pembahasan tersebut disampaikan Menteri Keuangan kepada

K/L, untuk dijadikan dasar melakukan penyesuaian RKA-K/L.

6. Hasil penyesuaian RKA-K/L tersebut disampaikan kepada Kementerian Keuangan

untuk ditelaah dan kemudian dijadikan dasar menyusun Keputusan Presiden

mengenai Alokasi Anggaran K/L dan BUN. Alokasi Anggaran K/L dirinci menurut

klasifikasi anggaran. Sedangkan Alokasi Anggaran BUN dirinci menurut:

a. Kebutuhan Pemerintah Pusat; dan

b. Transfer kepada daerah.

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 12: Halaman Isi Rkakldipa

BAB II – PENETAPAN PAGU

7. Pemerintah menetapkan Alokasi Anggaran K/L dan Kementerian Keuangan selaku

Bendahara Umum Negara.

Angka yang tercantum dalam Alokasi Anggaran adalah angka yang tertuang

dalam berita acara hasil kesepakatan pembahasan RUU APBN, penyesuaian

angka dasar (jika diperlukan lagi), ditambah dengan inisiatif baru pada

kesempatan ke-3 yang diakomodir/disetujui

8. Selanjutnya Menteri/pimpinan Lembaga menyusun dokumen pelaksanaan

anggaran dengan berpedoman pada alokasi anggaran yang telah ditetapkan

dalam Keppres RABPP, dan kemudian disampaikan kepada Menteri Keuangan

untuk disahkan. Menteri Keuangan mengesahkan dokumen pelaksanaan

anggaran paling lambat tanggal 31 Desember.

9. Tahap selanjutnya adalah Menteri Keuangan mengesahkan dokumen

pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Menteri/Pimpinan Lembaga paling

lambat tanggal 31 Desember.

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 13: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

BAB IIIPENYUSUNAN RKA-K/L

A. PENDEKATAN ANGGARAN DALAM PENYUSUNAN RKA-K/L

A.1. Penganggaran terpadu

Penganggaran terpadu merupakan unsur yang paling mendasar bagi

penerapan pendekatan penyusunan anggaran lainnya yaitu, Penganggaran Berbasis

Kinerja (PBK) dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM). Dengan kata

lain bahwa pendekatan anggaran terpadu merupakan kondisi yang harus terwujud

terlebih dahulu.

Penyusunan anggaran terpadu dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh

proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan K/L untuk menghasilkan

dokumen RKA-K/L dengan klasifikasi anggaran menurut organisasi, fungsi, dan jenis

belanja. Integrasi atau keterpaduan proses perencanaan dan penganggaran

dimaksudkan agar tidak terjadi duplikasi dalam penyediaan dana untuk K/L baik yang

bersifat investasi maupun untuk keperluan biaya operasional.

Pada sisi yang lain penerapan penganggaran terpadu juga diharapkan dapat

mewujudkan Satuan Kerja (Satker) sebagai satu-satunya entitas akuntansi yang

bertanggung jawab terhadap aset dan kewajiban yang dimilikinya, serta adanya akun

(pendapatan dan/atau belanja) untuk satu transaksi sehingga dipastikan tidak ada

duplikasi dalam penggunaannya.

Mengacu pada pendekatan penyusunan anggaran terpadu tersebut di atas,

penyusunan RKA-K/L menggunakan hasil restrukturisasi program/kegiatan dalam

kaitannya dengan klasifikasi anggaran menurut program dan kegiatan, serta penataan

bagian anggaran dan satker untuk pengelolaan anggaran dalam kaitannya dengan

klasifikasi anggaran menurut organisasi.

A.2. Penganggaran Berbasis Kinerja

Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) merupakan suatu pendekatan dalam

sistem penganggaran yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dan kinerja

yang diharapkan, serta memperhatikan efisiensi dalam pencapaian kinerja tersebut.

Yang dimaksud kinerja adalah prestasi kerja yang berupa keluaran dari suatu Kegiatan

atau hasil dari suatu Program dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.

Landasan konseptual yang mendasari penerapan PBK meliputi:

1. Pengalokasian anggaran berorientasi pada kinerja (output and outcome oriented);

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 14: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

2. Pengalokasian anggaran Program/Kegiatan didasarkan pada tugas-fungsi Unit

Kerja yang dilekatkan pada struktur organisasi (Money follow function);

3. Terdapatnya fleksibilitas pengelolaan anggaran dengan tetap menjaga prinsip

akuntabilitas (let the manager manages).

Landasan konseptual tersebut di atas bertujuan untuk:

1. Menunjukan keterkaitan antara pendanaan dengan kinerja yang akan dicapai

(directly linkages between performance and budget);

2. Meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam penganggaran (operational

efficiency);

3. Meningkatkan fleksibilitas dan akuntabilitas unit dalam melaksanakan tugas dan

pengelolaan anggaran (more flexibility and accountability).

Agar penerapan PBK tersebut dapat dioperasionalkan maka PBK

menggunakan instrumen sebagai berikut:

1. Indikator kinerja, merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur Kinerja;

2. Standar biaya, adalah satuan biaya yang ditetapkan baik berupa standar biaya

masukan maupun standar biaya keluaran sebagai acuan perhitungan kebutuhan

anggaran;

3. Evaluasi Kinerja, merupakan penilaian terhadap capaian Sasaran Kinerja,

konsistensi perencanan dan implementasi, serta realisasi penyerapan anggaran.

Berdasarkan landasan konseptual, tujuan penerapan PBK, dan instrumen yang

digunakan PBK dapat disimpulkan bahwa secara operasional prinsip utama penerapan

PBK adalah adanya keterkaitan yang jelas antara kebijakan yang terdapat dalam

dokumen perencanaan nasional dan alokasi anggaran yang dikelola K/L sesuai tugas-

fungsinya (yang tercermin dalam struktur organisasi K/L). Dokumen perencanaan

tersebut meliputi Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Renja-K/L. Sedangkan alokasi

anggaran yang dikelola K/L tercermin dalam dokumen RKA-K/L dan DIPA yang juga

merupakan dokumen perencanaan dan penganggaran yang bersifat tahunan serta

mempunyai keterkaitan erat. Hubungan antara dokumen tersebut digambarkan di

bawah ini.

A.3. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah

KPJM adalah pendekatan penyusunan anggaran berdasarkan kebijakan,

dengan pengambilan keputusan yang menimbulkan implikasi anggaran dalam jangka

waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran.

Secara umum penyusunan KPJM yang komprehensif memerlukan suatu

tahapan proses penyusunan perencanaan jangka menengah meliputi:

a. penyusunan proyeksi/rencana kerangka (asumsi) ekonomi makro untuk jangka

menengah;

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 15: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

b. penyusunan proyeksi/rencana /target-target fiskal (seperti tax ratio, defisit, dan

rasio utang pemerintah) jangka menengah;

c. rencana kerangka anggaran (penerimaan, pengeluaran, dan pembiayaan) jangka

menengah (medium term budget framework), yang menghasilkan pagu total

belanja pemerintah (resources envelope);

d. pendistribusian total pagu belanja jangka menengah ke masing-masing K/L

(line ministries ceilings). Indikasi pagu K/L dalam jangka menengah tersebut

merupakan perkiraan batas tertinggi anggaran belanja dalam jangka menengah;

e. penjabaran pengeluaran jangka menengah (line ministries ceilings) masing-masing

K/L ke masing-masing program dan kegiatan berdasarkan indikasi pagu jangka

menengah yang telah ditetapkan.

Tahapan penyusunan proyeksi/rencana (a) sampai dengan (d) merupakan

proses top down sedangkan tahapan (e) merupakan proses bottom up. Proses

estimasi bottom up seringkali dipisah atas proyeksi mengenai biaya dari pelaksanaan

kebijakan yang sedang berjalan (ongoing policies) dan penyesuaiannya sehubungan

dengan upaya-upaya rasionalisasi program/kegiatan melalui proses evaluasi

program/kegiatan, serta prakiraan atas biaya dari kebijakan baru (new policies).

Dalam rangka penyusunan RKA-K/L dengan pendekatan KPJM, K/L perlu

menyelaraskan kegiatan/program dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJM Nasional) dan Rencana Strategi (Renstra) K/L, yang pada tahap

sebelumnya juga menjadi acuan dalam menyusun RKP dan Renja-KL.

B. KLASIFIKASI ANGGARAN

RKA-K/L disusun untuk setiap Bagian Anggaran, terstruktur, dan dirinci

menurut klasifikasi angggaran yang meliputi:

B.1. Klasifikasi Organisasi

Klasifikasi organisasi merupakan pengelompokan alokasi anggaran belanja

sesuai dengan struktur organisasi Kementerian Negara/Lembaga (K/L). Yang

dimaksud organisasi adalah K/L yang dibentuk untuk melaksanakan tugas

tertentu berdasarkan UUD 1945 dan peraturan perundangan yang berlaku.

Suatu K/L bisa terdiri dari unit-unit organisasi (Unit Eselon I) yang

merupakan bagian dari suatu K/L. Dan suatu unit organisasi bisa didukung

oleh satuan kerja (Satker) yang bertanggung jawab melaksanakan kegiatan dari

program unit eselon I atau kebijakan Pemerintah dan berfungsi sebagai Kuasa

Pengguna Anggaran.

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 16: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

Klasifikasi anggaran belanja berdasarkan organisasi menurut K/L disebut

Bagian Anggaran (BA). BA dilihat dari apa yang dikelola dapat

dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis. Pertama, Bagian Anggaran K/L, yang

selanjutnya disebut BA-KL, adalah kelompok anggaran yang dikuasakan

kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran. Kedua,

Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disebut BA-

BUN, adalah kelompok anggaran yang dikelola oleh Menteri Keuangan selaku

Pengelola Fiskal.

B.2. Klasifikasi Fungsi

Klasifikasi menurut fungsi meliputi antara lain fungsi, program, dan kegiatan.

Fungsi adalah perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu yang

dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional.

Klasifikasi belanja berdasarkan fungsi diatur dalam penjelasan pasal 11 ayat

(5) UU 17 tahun 2003, terdiri dari sebelas fungsi utama, yaitu: pelayanan umum,

pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan

dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan

perlindungan sosial.

Subfungsi merupakan penjabaran lebih lanjut dari fungsi. Dari 11 (sebelas)

fungsi utama dirinci ke dalam 79 (tujuh puluh sembilan) sub fungsi. Penggunaan

Fungsi dan Sub Fungsi disesuaikan dengan karakteristik dan tugas masing-

masing kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja.

Program adalah penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi

Kementerian Negara/Lembaga yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi

unit eselon I atau unit Kementerian Negara/Lembaga yang berisi kegiatan untuk

mencapai hasil dengan indikator kinerja yang terukur. Rumusan program

harus jelas menunjukkan keterkaitan dengan kebijakan yang mendasarinya

dan memiliki sasaran kinerja yang jelas dan terukur untuk mendukung upaya

pencapaian tujuan kebijakan yang bersangkutan. Setiap kementerian/lembaga

memiliki beberapa program yang disertai dengan sasaran program yang akan

dicapai pada periode tahun anggaran yang bersangkutan.

Berdasarkan fungsi, sub fungsi, dan program tersebut, Kementerian/Lembaga

menyusun perhitungan alokasi anggaran untuk kegiatan berdasarkan output

yang telah ditetapkan. Kegiatan adalah penjabaran dari Program yang

rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon II atau satuan kerja

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 17: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

atau penugasan tertentu Kementerian Negara/Lembaga yang berisi komponen

kegiatan untuk mencapai Keluaran dengan indikator kinerja yang terukur.

B.3. Klasifikasi Jenis Belanja

Klasifikasi jenis belanja mengacu pada praktek penganggaran yang baik dan

universal. Dalam implementasi jenis belanja yang lazim digunakan adalah sebagai

berikut:

a) Belanja pegawai,

b) Belanja barang,

c) Belanja modal,

d) Beban bunga,

e) Subsidi,

f) Bantuan sosial

g) Hibah,

h) Belanja lain-lain.

C. PROSES PENYUSUNAN RKA-K/L

Pagu Anggaran K/L yang ditetapkan menggambarkan arah kebijakan yang

telah ditetapkan oleh Presiden, yang dirinci paling sedikit menurut unit organisasi

dan program. Pagu Anggaran K/L disampaikan kepada setiap K/L paling

lambat akhir bulan Juni. Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun RKA-K/L

berdasarkan pada :

1) Pagu Anggaran,

2) Renja-K/L,

3) RKP,

4) Hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan

RAPBN, dan

5) Standar biaya.

RKA-K/L yang disusun termasuk menampung usulan Inistaif Baru. RKA-K/L

menjadi bahan penyusunan RUU tentang APBN setelah terlebih dahulu

ditelaah dalam forum penelahaan antara K/L dengan Kemenkeu dan Kementerian

Perencanaan sedangkan K/L melakukan pembahasan dengan DPR dalam rangka

pembicaraan pendahuluan RAPBN. Pembahasan difokuskan pada konsultasi

atas usulan inisiatif baru (kewajaran penetapan sasaran kinerja dan asumsi

yang digunakan dalam mengukur sasaran kinerja berkenaan serta menilai

manfaat dari inisiatif baru yang diusulkan untuk disetujui).

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 18: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

Penyesuaian inisiatif baru dapat disesuaikan sepanjang:

a. Sesuai dengan RKP dalam pembicaraan pendahuluan RAPBN,

b. Pencapaian sasaran kinerja K/L, dan

c. Tidak melampaui Pagu Anggaran K/L.

Dalam Penyusunan RKA-K/L memerlukan pemahaman terhadap hal-hal sebagai

berikut:

1) Target kinerja yang ditetapkan merupakan rencana kinerja sebuah K/L

dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi K/L dan/atau penugasan

prioritas pembangunan nasional.

2) Informasi kinerja yang ada dalam RKA-K/Lmeliputi :

a) Visi dan misi K/L, sasaran strategis K/L, visi dan misi unit eselon I;

b) Program, Outcome Program, Indikator Kinerja Utama Program; dan

c) Kegiatan, Output Kegiatan, Indikator Kinerja Kegiatan.

3) Informasi tersebut merupakan kebijakan kinerja yang ditetapkan dan

bersifat baku serta menjadi referensi dalam penentuan alokasi

pendanaannya. Informasi tersebut juga telah tercantum dalam dokumen

RPJMN, Renstra K/L, RKP dan Renja K/L.

4) Program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh K/L seluruhnya dalam

kerangka pelaksanaan tugas-fungsi K/L dan/atau penugasan prioritas

pembangunan nasional. Oleh karena itu, peruntukan alokasi anggaran

harus memperhatikan urutan prioritas sebagai berikut:

a) Kebutuhan anggaran untuk biaya operasional satker yang sifatnya

mendasar, seperti alokasi untuk gaji, honorarium dan tunjangan, serta

operasional dan pemeliharaan perkantoran;

b) Program dan kegiatan yang mendukung pencapaian prioritas

pembangunan nasional, prioritas pembangunan bidang dan/atau prioritas

pembangunan daerah (dimensi kewilayahan) yang tercantum dalam

RKP;

c) Kebutuhan dana pendamping untuk kegiatan-kegiatan yang

anggarannya bersumber dari pinjaman dan hibah luar negeri;

d) Kebutuhan anggaran untuk kegiatan lanjutan yang bersifat tahun jamak

(multiyears);

e) Penyediaan dana untuk mendukung pelaksanaan inpres-inpres yang

berkaitan dengan percepatan pemulihan pasca konflik dan pasca

bencana diberbagai daerah;

f) Penyediaan dana untuk mendukung pelaksanaan program/kegiatan

yang sesuai dengan peraturan perundangan.

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 19: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

5) Penyusunan RKA-K/Lmenggunakan Kertas Kerja RKA-K/Lsebagai salah satu

data dukung. Satker menyusun informasi kinerja beserta alokasi

anggarannya dalam Kertas Kerja RKA-K/L. Informasi yang tertuang dalam

Kertas Kerja RKA-K/L per Satker direkapitulasi dalam dokumen RKA-K/L.

Dalam hal ini satker menyusun Kertas Kerja RKA-K/L dengan memasukkan

komponen input beserta kebutuhan dana untuk menghasilkan output

kegiatan sesuai tugas dan fungsinya dan/atau penugasan prioritas

pembangunan nasional.

6) Terdapat dua tipe pencapaian output kegiatan dalam struktur anggaran

baru, yaitu:

a) Tipe 1.

Pencapaian output kegiatan disusun dari suboutput-suboutput. Jumlah

suboutput identik dengan jumlah volume output yang dihasilkan.

Rincian di bawah suboutput adalah komponen yang merupakan

tahapan dalam mencapai suboutput sebagai bagian dari output.

b) Tipe 2.

Pencapaian output kegiatan disusun dari komponen yang merupakan

tahapan-tahapan dalam pencapaian output.

7) Penyusunan kebutuhan pendanaan untuk masing-masing output kegiatan,

disusun dalam komponen-komponen input sesuai klasifikasi jenis belanja

dan sumber dana.

8) Penghitungan kebutuhan dana komponen input berdasarkan pada Standar

Biaya dan/atau kepatutan dan kewajaran harga apabila tidak diatur dalam

Standar Biaya.

C.1. Persiapan Penyusunan

a. Tingkat K/L

K/L mempersiapkan dokumen yang menjadi dasar pencantuman target kinerja

program dan alokasi anggarannya pada RKA-KL:

1) Surat Edaran Menteri Keuangan tentang Pagu anggaran dan Pagu

Definitif; dan

2) Dokumen RPJMN, Renstra K/L, RKP dan Renja K/L.

b. Tingkat Satker

Satker mempersiapkan dokumen yang menjadi dasar pencantuman target

kinerja kegiatan dan alokasi anggarannya pada Kertas Kerja RKA-KL:

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 20: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

1) Daftar alokasi anggaran masing-masing unit eselon I yang dirinci per

Satker dan sumber dananya berdasarkan Pagu anggaran yang

ditandatangani oleh pejabat eselon I;

2) Peraturan perundangan mengenai struktur organisasi dan tugas

fungsinya;

3) Dokumen RPJMN, Renstra K/L, RKP dan Renja K/L;

4) Juknis penyusunan RKA-KL;

5) Standar Biaya;

6) Bagan Akun Standar (BAS).

1. Mekanisme Penyusunan RKA-K/L

Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran (PA) menyusun RKA-

K/LKementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya dalam rangka penyusunan

dan pelaksanaan APBN. RKA-K/Ldisusun berdasarkan pagu anggaran yang

ditetapkan Menteri Keuangan dengan mengacu pada Renja K/L dan

menggunakan pendekatan Penganggaran Terpadu, Kerangka Pengeluaran

Jangka Menengah, dan Penganggaran Berbasis Kinerja. Dalam rangka

penyusunan RKA-K/Ldimaksud, K/L wajib :

1) Mengacu pada Surat Edaran Menteri Keuangan tentang Pagu anggaran;

2) Mengacu pada standar Biaya ;

3) Mencantumkan target kinerja;

4) Mencantumkan perhitungan Prakiraan Maju untuk 2 (dua) tahun

kedepan;

5) Melampirkan dokumen pendukung terkait;

6) Melampirkan Rencana Bisnis Anggaran (RBA) untuk satker Badan

Layanan Umum (BLU).

Selanjutnya RKA-K/L yang telah disusun tersebut, ditandatangani oleh pejabat

Eselon I selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). RKA-K/Lyang telah

disusun tersebut, dibahas bersama antara K/L dengan Komisi terkait di

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). RKA-K/L yang telah disepakati dan

mendapat persetujuan dari DPR disampaikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga

kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran paling lama 2 (dua)

minggu sebelum penetapan Peraturan Presiden tentang Rincian Anggaran

Belanja Pemerintah Pusat.

Dalam hal RKA-K/L yang telah disepakati dan mendapat persetujuan dari

DPR belum diterima maka Peraturan Presiden tentang Rincian Anggaran

Belanja Pemerintah Pusat disusun berdasarkan RKA-K/Lyang disampaikan oleh

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 21: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

K/L meskipun belum mendapat persetujuan dari DPR. Berkenaan dengan

RKA-KL, hasil pembahasan antara K/L dengan DPR tersebut, Kementerian

Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran melakukan penelaahan untuk

meneliti:

1) Kesesuaian Term of Reference (TOR), Rincian Anggaran Biaya (RAB) dan

dokumen pendukung dengan RKA-KL;

2) Relevansi/kesesuaian pencantuman target kinerja dan komponen input yang

digunakan.

Hasil penelaahan RKA-K/L menjadi dasar penyusunan Satuan Anggaran K/L.

Satuan Anggaran K/L dimaksud dijabarkan lebih lanjut untuk setiap satuan kerja

menjadi Satuan Anggaran per Satuan Kerja (SAPSK). Apabila terjadi

perubahan RKA-K/L berdasarkan hasil kesepakatan dalam pembahasan

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara antara Pemerintah dengan

DPR, dilakukan penyesuaian RKA-K/Ldan SAPSK pada Satuan Anggaran

Kementerian Negara/Lembaga. Selanjutnya RKA-K/Lyang telah ditelaah menjadi

dasar penyusunan Peraturan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja

Pemerintah Pusat. Seluruh dokumen pendukung RKA-K/Ltersebut di atas, disalin

dalam bentuk data elektronik dan diunggah ke dalam server Direktorat

Jenderal Anggaran. Selanjutnya dokumen pendukung RKA-K/L yang telah

diunggah diserahkan kembali kepada K/L yang bersangkutan untuk disimpan.

Peraturan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat

menjadi dasar bagi penyusunan dan pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan

Anggaran (DIPA).

a. Tingkat K/L

RKA-K/L pada dasarnya dokumen strategis K/L. Informasi yang terdapat

dalam dokumen RKA-K/L sebagian besar merupakan hasil rekapitulasi

informasi KK RKA-KL. Namun demikian, ada informasi yang harus diisi pada

tingkat K/L, berupa:

a) Strategi Pencapaian Sasaran Strategis adalah informasi yang terdapat

pada bagian J Formulir 1 RKA-KL. Isinya menguraikan mengenai langkah-

langkah yang ditempuh untuk mencapai Sasaran Strategis, sesuai dengan

Renstra K/L;

b) Strategi Pencapaian Hasil (Outcome) adalah informasi yang terdapat pada

bagian K Formulir 2 RKA-KL. Isinya menguraikan mengenai langkah-

langkah yang ditempuh untuk mencapai hasil (outcome) Program, sesuai

dengan Renstra unit Eselon I; dan

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 22: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

c) Operasionalisasi Kegiatan adalah informasi yang terdapat pada bagian H

Formulir 3 RKA-KL. Isinya menguraikan mengenai mengenai langkah-langkah

yang ditempuh untuk mengimplementasikan Program melalui

operasionalisasi kegiatan-kegiatan, termasuk di dalamnya berupa jumlah satker

dan pegawai yang melaksanakan program/kegiatan.

b. Tingkat Satker

Tugas satker dalam rangka penyusunan RKA-K/L adalah menyusun Kertas

Kerja RKA-K/L (KK RKA-KL). Penyusunan KK RKA-K/L harus memperhatikan

hal-hal sebagai berikut :

a) Mengetahui Dasar Alokasi Anggaran Satker

b) Berdasarkan Daftar alokasi anggaran per Satker dan sumber dana, satker

menyusun rencana kerja dan anggarannya. Dasar alokasi anggaran

tersebut berguna sebagai kontrol batas tertinggi alokasi anggaran satker

pada akhir penyusunan KK RKA-KL.

c) Kegiatan yang akan dilaksanakan beserta output kegiatan yang dihasilkan

(sesuai karakterisitik satker). Jenis kegiatan yang akan dilaksanakan terdiri

dari kegiatan generik atau teknis;

d) Peruntukan alokasi anggaran sesuai dengan prioritas sebagaimana

diuraikan sebelumnya;

e) Mendukung pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2009

tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan

Berbasis Sumber Daya Lokal melalui penggunaan komponen input/rincian

biaya dalam rangka pencapaian output kegiatan dengan memanfaatkan

penyediaan/penyajian makanan dan snack berbasis pangan lokal non

beras, non terigu, sayuran, dan buah sesuai dengan potensi dan

karakteristik wilayah;

f) Komponen input dalam rangka pencapaian output kegiatan yang dibatasi dalam

hal Iklan layanan masyarakat ,kecuali untuk:

i. Iklan yang mengajak/mendorong partisipasi masyarakat untuk turut aktif

dalam pelaksanaan dan pengawasan program/kebijakan Pemerintah.

ii. Tetap mempertimbangkan bahwa manfaat sosial dan ekonomi yang

dihasilkan lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan.

g) Komponen input dalam rangka pencapaian output kegiatan yang dibatasi dan

tidak diperbolehkan dalam RKA-K/L secara substansi masih mengacu

sebagaimana dimaksud dalam Keppres No. 42 Tahun 2002 Pasal 13 ayat

(1) dan (2) junto Keppres 72 Tahun 2004 pasal 13 ayat (1) dan (2), yaitu:

i. Komponen Input yang dibatasi:

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 23: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

i) Penyelenggaraan rapat, rapat dinas, seminar, pertemuan, lokakarya,

peresmian kantor/proyek dan sejenisnya, dibatasi pada hal-hal yang

sangat penting dan dilakukan sesederhana mungkin.

ii) Pemasangan telepon baru, kecuali untuk satker yang belum ada sama

sekali.

iii) Pembangunan gedung baru yang sifatnya tidak langsung

menunjang untuk pelaksanaan tupoksi (seperti mess, wisma, rumah

dinas/rumah jabatan, dan gedung pertemuan), kecuali untuk gedung

yang bersifat pelayanan umum (seperti rumah sakit, rumah tahanan,

dan pos penjagaan) dan gedung/bangunan khusus (seperti laboratorium

dan gudang).

iv) Pengadaan kendaraan bermotor, kecuali :

× Kendaraan fungsional, seperti Ambulan untuk rumah sakit dan

Cell wagon untuk rumah tahanan;

× Kendaraan roda dua untuk petugas lapangan;

× Pengadaan kendaraan bermotor untuk satker baru yang sudah

ada ketetapan Meneg PAN dan dilakukan secara bertahap

sesuai dana yang tersedia;

× Penggantian kendaraan operasional yang benar-benar rusak

berat sehingga secara teknis tidak dapat dimanfaatkan lagi;

× Penggantian kendaraan yang rusak berat yang secara

ekonomis memerlukan biaya pemeliharaan yang besar untuk

selanjutnya harus dihapuskan dari daftar inventaris dan tidak

diperbolehkan dialokasikan biaya pemeliharaannya (didukung oleh

berita acara penghapusan/pelelangan).

× Kendaraan roda empat dan atau roda enam untuk keperluan antar

jemput pegawai dapat dialokasikan secara sangat selektif.

Usulan pengadaan kendaraan bermotor memperhatikan azas

efisiensi dan kepatutan.

ii. Komponen Input yang tidak dapat ditampung (dilarang) dalam

RKA-K/Lsebagai berikut :

i) Perayaan atau peringatan hari besar, hari raya, dan hari ulang

tahun Kementerian Negara/Lembaga;

ii) Pemberian ucapan selamat, hadiah/tanda mata, karangan bunga,

dan sebagainya untuk berbagai peristiwa;

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 24: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

iii) Pesta untuk berbagai peristiwa dan POR (Pekan Olah Raga)

pada Kementerian Negara/Lembaga, kecuali Kementerian

Negara/Lembaga yang mengemban tugas-fungsi tersebut;

iv) Pengeluaran lain-lain untuk kegiatan/keperluan sejenis/serupa

dengan yang tersebut di atas.

Kegiatan yang memerlukan dasar hukum berupa PP/Perpres, namun pada

saat penelaahan RKA-K/L belum ditetapkan dengan PP/Perpres.

Kegiatan yang memerlukan penetapan Pemerintah/Presiden/Menteri Keuangan

(dengan Peraturan Pemerintah/PP atau Peraturan Presiden/Perpres atau

Peraturan/Keputusan Menteri Keuangan) tidak dapat dilakukan sebelum

PP/Perpres/KMK/PMK dimaksud ditetapkan, kecuali kegiatan tersebut

sebelumnya sudah dilaksanakan berdasarkan penetapan

Peraturan/Keputusan Menteri/Pimpinan Lembaga. Peningkatan tarif atas

tunjangan-tunjangan yang sifatnya menambah penghasilan, tidak dapat

dialokasikan sebelum ditetapkan dengan Peraturan/Keputusan Menteri

Keuangan.

Untuk biaya masukan/keluaran yang belum tercantum dalam PMK tentang

Standar Biaya maka Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran

(PA/KPA) yang bertanggung jawab atas suatu kegiatan wajib membuat

Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang menyatakan

bahwa PA/KPA bertanggung jawab penuh atas satuan biaya yang

digunakan dalam penyusunan RKA-K/L diluar Standar Biaya yang

ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

h) Pelaksanaan Pencapaian Output Kegiatan

Perincian biaya Komponen Input dalam KK RKA-K/L meliputi penyajian

informasi item-item biaya yang akan dibelanjakan dalam rangka

pencapaian output suatu kegiatan. Penyajian informasi dimaksud terkait cara

pelaksanaan suatu kegiatan (secara swakelola atau kontraktual). Langkah

penyajian informasi tersebut sebagai berikut:

i. Swakelola

Pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang direncanakan akan

dilakukan secara swakelola, dirinci menurut jenis belanja yang sesuai.

Pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang sifatnya non fisik dan

menggunakan jenis Belanja Barang. Pengalokasian anggaran untuk

kegiatan yang sifatnya non fisik dan menggunakan jenis belanja

Bantuan Sosial dan Belanja Barang.

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 25: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

Pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang sifatnya fisik dimasukkan

dalam belanja modal. Guna menyesuaikan dengan norma akuntansi

yaitu azas full disclosure untuk masing-masing Jenis Belanja modal

dirinci lebih lanjut sesuai peruntukannya. Misalnya Belanja Modal Tanah

dibagi menjadi Belanja Modal Tanah, Belanja Modal Pembebasan Tanah,

Belanja Modal Pembayaran Honor Tim Tanah, Belanja Modal

Pembuatan Sertifikat Tanah, Belanja Modal Pengurukan dan

Pematangan Tanah, Belanja Modal Biaya Pengukuran Tanah, Belanja

Modal Perjalanan Pengadaan Tanah. Rincian tersebut sama untuk

semua Belanja Modal sesuai ketentuan pada Bagan Akun Standar.

ii. Kontraktual.

Pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang direncanakan akan dilakukan

secara kontraktual dimasukkan pada satu jenis belanja yang sesuai.

Informasi Pengadaan Barang dan Jasa K/L Melalui Proses Pelelangan

Sebagai bentuk transparansi kegiatan pemerintahan, K/L diharapkan

memberi informasi mengenai rencana pengadaaan barang dan jasa

melalui proses pelelangan.

Kriteria pengadaan barang dan jasa melalui kontraktual yang perlu

diinformasikan meliputi: nilai pengadaan barang dan jasa di atas 100 juta;

dan rencana waktu pelaksanaan pengadaannya. Informasi tersebut

dicantumkan pada saat penyusunan RKA-KL.

i) Penyusunan KPJM harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

i. Perhitungan KPJM dilakukan berdasarkan indeksasi pada komponen input;

ii. Perhitungan prakiraan maju komponen input gaji tetap dihitung sebesar

alokasi pada tahun anggaran berjalan.;

iii. Perhitungan prakiraan maju komponen input operasional dan pemeliharaan

perkantoran dihitung dengan menerapkan indeksasi inflasi APBN;

iv. Perhitungan prakiraan maju output kegiatan teknis fungsional/kegiatan

prioritas nasional dilakukan berdasarkan indeksasi atas komponen-

komponen input yang mendukungnya dan diatur sebagai berikut:

i) Prakiraan Maju komponen input utama/kebijakan dapat disesuaikan

besarannya berdasarkan keputusan pemerintah;

ii) Prakiraan Maju komponen input pendukung disesuaikan dengan indeks

inflasi kumulatif.

iii) Perhitungan KPJM dilakukan dengan menggunakan template yang

dapat diunduh pada aplikasi RKAKL.

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 26: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

C.2. Penyusunan RKA-K/L untuk Kegiatan Tertentu

1) Penyusunan RKA-K/Luntuk Kegiatan yang Dananya Bersumber dari PNBP

Dalam rangka pengalokasian dana untuk kegiatan yang dananya

bersumber dari PNBP (bukan satker BLU) maka tata cara penyusunannya

dalam RKA-K/L diatur sebagai berikut :

a. Nomenklatur kegiatan yang anggarannya bersumber dari PNBP

menggunakan nomenklatur kegiatan sesuai dengan tabel referensi pada

Aplikasi RKA-KL;

b. Penuangan kegiatan dan besaran anggarannya dalam

RKA-K/Lmengacu pada:

a) Peraturan Pemerintah tentang jenis dan tarif PNBP masing-masing

K/L;

b) Keputusan Menteri Keuangan/Surat Menteri Keuangan tentang

Persetujuan Penggunaan Sebagian Dana yang berasal dari PNBP;

c) Pagu penggunaan PNBP; dan

d) Catatan Hasil Pembahasan PNBP antara K/L dengan Direktorat

Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak

(PNBP) yang berisikan target PNBP dan % pagu penggunaan

sebagian dana dari PNBP.

c. Penggunaan dana yang bersumber dari PNBP difokuskan untuk

kegiatan dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan

atau sesuai ketentuan tentang Persetujuan Penggunaan Sebagian

Dana yang berasal dari PNBP;

d. Pembayaran honor pengelola kegiatan PNBP (honor atasan langsung

bendahara, bendahara dan anggota sekretariat) menggunakan akun

belanja barang operasional yaitu honor yang terkait dengan operasional

satker (akun 521115), sedangkan honor kegiatan non operasional yang

bersumber dari PNBP masuk dalam akun honor yang terkait

dengan output kegiatan (akun 521213).

2) Penyusunan RKA-K/Luntuk Satker Badan Layanan Umum (BLU)

Penyusunan RKA-K/L untuk kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh

satker BLU, mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.

44/PMK.05/2009 tentang Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) serta

Pelaksanaan Anggaran BLU. Dalam rangka penyusunan anggaran

satker BLU agar memperhatikan hal–hal sebagai berikut :

a. Satker BLU menyusun RBA tahunan dengan mengacu kepada strategi

bisnis;

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 27: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

b. RBA BLU memuat seluruh program, kegiatan, anggaran

penerimaan/pendapatan, anggaran pengeluaran/belanja, estimasi

saldo awal dan estimasi saldo akhir kas BLU;

c. RBA disusun berdasarkan :

a) Basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis

layanannya; dan

b) Kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan

diterima dari masyarakat.

d. Satker BLU yang telah mampu menyusun standar biaya menurut jenis

layanannya berdasarkan perhitungan akuntansi biaya maka

penyusunan RBA-nya mengunakan standar biaya tersebut,

sedangkan untuk satker BLU yang belum mampu menyusun

standar biaya, RBA disusun berdasarkan SBU;

e. Pagu dana pada ikhtisar RBA pada komponen PNBP dan Rupiah Murni

(RM) harus sama dengan alokasi anggaran pada pagu anggaran.

3) Penyusunan RKA-K/L untuk Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

serta Urusan Bersama .

Pengalokasian anggaran dalam RKA-K/L untuk kegiatan-kegiatan K/L yang

dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melalui

mekanisme DK dan TP, mengacu pada PMK 248/PMK 07/2010 perubahan

dari PMK No.156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana

Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan.

Pengalokasian anggaran dalam rangka penyusunan RKA-K/L dengan

menggunakan mekanisme DK/TP perlu memperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

a. Program dan kegiatan yang didanai tertuang dalam RKA-K/L dan

sepenuhnya dari APBN melalui RKA-K/L atau DIPA;

b. K/L tidak diperkenankan mensyaratkan dana pendamping;

c. Pembebanan APBD hanya digunakan untuk mendanai urusan

daerah yang disinergikan dengan program dan kegiatan yang akan

didekonsentrasikan dan/atau ditugaskan;

d. Dana DK dilaksanakan setelah adanya pelimpahan wewenang

Pemerintah melalui K/L kepada Gubernur;

e. Dana TP dilaksanakan setelah adanya penugasan wewenang

Pemerintah melalui K/L kepada Gubernur/Bupati/Walikota;

f. Untuk mendukung pelaksanaan program dan kegiatan, K/L juga

harus memperhitungkan kebutuhan anggaran:

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 28: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

a) Biaya penyusunan dan pengiriman laporan oleh SKPD;

b) ii) Biaya operasional dan pemeliharaan atas hasil pelaksanaan

kegiatan yang belum dihibahkan;

c) Honorarium pejabat pengelola keuangan dana dekonsentrasi

dan/atau dana tugas pembantuan; dan

d) Biaya lainnya dalam rangka pencapaian target pelaksanaan

kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

g. Pengalokasian Dana DK dan Dana TP memperhatikan kemampuan

keuangan negara, keseimbangan pendanaan di daerah (besarnya

transfer ke daerah dan kemampuan keuangan daerah), dan

kebutuhan pembangunan di daerah;

h. Karakteristik DK

Sifat kegiatan non-fisik, yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran

yang tidak menambah aset tetap. Kegiatan non-fisik, antara lain

berupa: sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, fasilitasi,

bimbingan teknis, pelatihan, penyuluhan, supervisi, penelitian dan

survei, pembinaan dan pengawasan, serta pengendalian.

i. Karakteristik TP

Sifat kegiatan fisik, yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang

menambah aset tetap. Kegiatan fisik, antara lain pengadaan tanah,

bangunan, peralatan dan mesin, jalan, irigasi dan jaringan, serta

dapat berupa kegiatan yang bersifat fisik lainnya. Sedangkan

kegiatan bersifat fisik lainnya yang menambah nilai aset pemerintah,

antara lain pengadaan barang habis pakai, seperti obat-obatan,

vaksin, pengadaan bibit dan pupuk, atau sejenisnya yang akan

diserahkan kepada pemerintah daerah.

j. Pengalokasian Dana Penunjang

Sebagian kecil dana DK/TP dapat dialokasikan sebagai dana

penunjang untuk pelaksanaan tugas administratif dan/atau

pengadaan input berupa barang habis pakai dan/atau aset tetap;

k. Penentuan besarnya alokasi dana penunjang harus memperhatikan

asas kepatutan, kewajaran, ekonomis, dan efisiensi serta

disesuaikan dengan karakteristik kegiatan masing-masing K/L.Alokasi

belanja penunjang menggunakan akun belanja barang penunjang

kegiatan belanja barang dekonsentrasi (521311) dan belanja barang

penunjang kegiatan tugas pembantuan (521321).

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 29: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

l. Pengalokasian anggaran dalam rangka penyusunan RKA-K/L

dengan mekanisme Urusan Bersama (UB), mengacu pada PMK

No.168/PMK.07/2009 tentang Pedoman Pendanaan Urusan Bersama

Pusat dan Daerah untuk penanggulangan kemiskinan sebagai

berikut:

a) Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk

penanggulangan kemiskinan dalam bentuk Dana Urusan

Bersama (DUB) dan Dana Daerah untuk Urusan Bersama

(DDUB) hanya berlaku untuk program PNPM Mandiri Pedesaan

dan PNPM Mandiri Perkotaan yang disalurkan berupa Bantuan

Langsung Masyarakat (BLM) dalam jenis belanja bantuan sosial;

b) Program/Kegiatan penanggulangan kemiskinan yang akan

didanai dari APBN wajib mengacu pada RKP dan dituangkan

dalam Renja-KL;

c) Menteri/Pimpinan Lembaga dan Kepala Daerah menandatangani

naskah perjanjian penyelenggaraan Urusan Bersama Pusat dan

Daerah untuk Program Penanggulangan Kemiskinan paling

lambat minggu pertama bulan Desember atau setelah

ditetapkannya Peraturan Presiden tentang Rincian Anggaran

Belanja Pemerintah Pusat.

4) Penyusunan RKA-K/Luntuk Kegiatan yang Dananya Bersumber dari

Pinjaman Dalam Negeri (PDN) Dalam rangka pengalokasian kegiatan-

kegiatan yang dananya bersumber dari pinjaman dalam negeri maka

tata cara penuangan dalam RKA-K/L mengikuti ketentuan dalam

peraturan perundangan yang berlaku tentang pinjaman dalam negeri.

C.3. Penyelesaian RKA-K/L

Tahap akhir dari proses penyusunan RKA-K/L adalah proses memasukkan

data dan komponen input pada fasilitas kertas kerja diaplikasi RKA-KL. Dalam

tahap ini, perencana memasukkan informasi kinerja, serta rencana kegiatan

dan alokasi pendanaannya dalam rangka untuk menghasilkan outputnya.

RKA-K/L yang telah disusun diteliti kembali kesesuaiannya dengan pagu

yang ditetapkan serta tidak mengakibatkan:

1) Pergeseran anggaran antar program;

2) Jumlah alokasi dana pada masing-masing program harus sesuai dengan

SE tentang pagu anggaran;

3) Pengurangan belanja eks kegiatan 0001 dan 0002;

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 30: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

4) Perubahan pagu sumber pendanaan/sumber pembiayaan

(RM/PLN/HLN/PNBP); dan

5) Sumber pendanaan/sumber pembiayaan dalam menghasilkan output

tidak diperbolehkan berubah/bergeser.

RKA-K/L ditandatangani oleh Pejabat Eselon I atau yang setingkat Eselon I

selaku KPA sebagai penanggung jawab program. Selanjutnya

RKA-K/L(termasuk Kertas Kerja RKA-K/L) disampaikan kepada Kementerian

Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran sekurang-kurangnya dilampiri

dokumen/data pendukung berupa:

1) TOR dan RAB untuk setiap Output Kegiatan yang ditandatangani oleh

penanggung jawab Kegiatan atau pejabat lain yang berwenang;

2) Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang ditandatangani

oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) apabila rincian biaya yang

tercantum dalam KK RKA-K/L tidak terdapat dalam Standar Biaya.

Penyusunan SPTJM mengacu pada format dan tatacara pengisian di

bawah;

3) Arsip Data Komputer (ADK) RKA-K/Ldan KK RKA-K/LSatker;

4) Hasil kesepakatan dengan DPR;

5) Daftar alokasi Pagu masing-masing Unit Eselon I yang dirinci

berdasarkan Program, Satker dan Sumber Pendanaan;

6) Gender Budget Statement (GBS) apabila berkenaan dengan ARG.

7) Rencana Bisnis dan Anggaran BLU (RBA BLU) apabila berkenaan

dengan Satuan Kerja BLU.

D. FORMAT RKA-K/L

Secara umum RKA-K/L memuat:

a. Informasi kinerja

Informasi kinerja memuat:

Program, yaitu penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi K/L

yang rumusannya mencerminkan tusi unit eselon I atau unit K/L yang

berisi kegiatan untuk mencapai hasil dengan indikator kinerja yang

terukur,

Kegiatan, yaitu penjabaran dari program yang rumusannya

mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon II atau satker atau

penugasan tertentu K/L yang berisi komponen kegiatan untuk

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 31: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

mencapai keluaran dengan indikator kinerja yang terukur dengan

mengacu kepada struktur organisasi K/L

Sasaran kinerja, yaitu keluaran dan/atau hasil yang ditetapkan untuk

dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi, dari sisi efisiensi,

kuantitas, dan kualitas melalui kegiatan dan/atau program oleh K/L.

b. Rincian anggaran, disusun menurut unit organisasi, fungsi, program,

kegiatan, jenis belanja, kelompok biaya, dan sumber pendanaan.

Informasi tersebut diatas dituangkan dalam Format RKA-K/L terdiri dari tiga

dokumen yaitu :

1) Formulir 1, yaitu Rencana Pencapaian Sasaran Strategis pada Kementerian

Negara/ Lembaga (outcome K/L) yang memuat Visi, Misi, Sasaran Strategis,

Fungsi, Prioritas Nasional, Rincian Sasaran Strategis, Alokasi Pagu Fungsi,

Alokasi Pagu Prioritas Nasional, Strategi Pencapaian Sasaran Strategis,

Program-Program K/L, Outcome-outcome atau tujuan program, Indikator

Kinerja Utama Program, Pendapatan K/L dan Forward Estimate dan Rincian

Rencana Pendapatan. Keterkaitan RKA-K/L dengan dokumen rencana kerja

kementerian/lembaga pada muatan visi, misi, sasaran strategis, dan kegiatan

prioritas.

2) Formulir 2, yaitu Rencana Pencapaian Hasil Unit Organisasi (Outcome Eselon

I) memuat Misi unit organisasi, Program Eselon I, Kegiatan Pendukung

Program, Tujuan Kegiatan, Output, Indikator Kinerja Kegiatan, Pendapatan per

program, dan Forward Estimate. Keterkaitan dengan dokumen perencanaan

adalah Sasaran Strategis (Formulir 1 Renja KL), Nama Program, Pendanaan,

Hasil (Outcome) dan Indikator, Uraian Kegiatan, Sumber Pendanaan dan

Rincian Pendanaan PHLN atau PDN,

3) Formulir 3, yaitu Rincian Biaya Keluaran Menurut Alokasi Pendanaan, Jenis

Belanja dan Sumber Dana per Unit Organisasi memuat Rincian biaya per

Kelompok Biaya, Jenis Belanja, dan sumber Dana. Formulir RKA-K/L baru

disusun sampai pada tingkat unit organisasi, sedangkan ditingkat satuan

kerja, tool yang dipergunakan adalah kertas Kerja (worksheet). Kertas kerja

adalah sarana untuk memasukkan data mengenai tindakan atau kegiatan yang

akan dilaksanakan oleh satuan kerja (bottom up) sesuai dengan kebijakan

yang telah ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga (top down) beserta alokasi

anggarannya. Penyusunan worksheet dilakukan dengan menggunakan aplikasi

RKA-K/L.

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 32: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

E. RENCANA DANA PENGELUARAN BENDAHARAWAN UMUM NEGARA (RDP-BUN)

E.1. PENDAHULUAN

Dalam proses penyusunan anggaran belanja, pengelolaan belanja menggunakan

pendekatan penganggaran yaitu penganggaran terpadu, penganggaran berbasis

kinerja, dan kerangka pengeluaran jangka menengah. Ketiga pendekatan

penganggaran tersebut juga berlaku terhadap penganggaran BA BUN1.

Dalam hal penerapan penganggaran berbasis kinerja untuk BA BUN, ada hal yang

penting untuk dijadikan pedoman kelembagaan. Salah satu konsep berpikir

pendekatan penganggaran berbasis kinerja adalah alokasi anggaran

program/kegiatan didasarkan pada tugas-fungsi Unit Kerja yang dilekatkan pada

stuktur organisasi (Money follow function, function followed by structure).Artinya,

distribusi alokasi anggaran didasarkan tugas-fungsi unit kerja K/L yang dilekatkan

pada struktur organisasi. Secara operasional pengelolaan BUN, Kementerian

Keuangan harus mengacu tugas-fungsi unit kerja yang ada di Kementerian

Keuangan yang akan melaksanakan tanggung jawab sebagai BUN. Siapa yang

bertugas mengkoordinasikan/merencanakan alokasi belanja dan siapa yang

bertugas sebagai unit operasional.

Dalam rangka penetapan kelembagaan pengelola BA BUN, pertimbangan

mengenai tugas-fungsi instansi di lingkungan Kementerian Keuangan yang mana

menjadi penanggung jawab PPA dan K/L yang menjadi KPA harus menjadi

rujukan utama. Penetapan suatu KPA harus mempertimbangkan:

a. KPA merupakan organ pemerintah yang menyelenggarakan salah satu fungsi

pemerintahan;

b. Tanggung jawab KPA salah satunya adalah menentukan kinerja yang akan

dicapai dan mengelola alokasi anggaran yang dibutuhkan untuk mencapai

kinerja dimaksud.

c. KPA berbeda dengan pihak lain (sebagai operator/provider/beneficiary dari

alokasi anggaran BUN) yang merupakan pelaksana tugas dari KPA.

1 Mekanisme penyusunan dan penetapan alokasi anggaran BUN secara khusus diatur dalam PP No.90 tahun 2010. Dan pengaturan secara detail mengenai tata cara perencanaan, penetapan alokasi, dan pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran BUN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 247/PMK.02/2012 tentang Tata Cara Perencanaan, Penetapan Alokasi, dan Pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Bendaharawan Umum Negara

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 33: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

Pelaksanaan tugas Menteri Keuangan sebagai pengelola BUN dan sebagai

pimpinan Kementerian Keuangan berhimpitan. Tugas-fungsi tersebut dilaksanakan

oleh Unit Eselon I sesuai tugas fungsinya di lingkungan Kementerian Keuangan.

Berkenaan dengan pelaksanaan operasional sebagai pengelola BUN dan sebagai

pimpinan Kementerian Keuangan, ada perbedaan struktur kelembagaannya.

Menteri Keuangan sebagai pimpinan Kementerian Keuangan mempunyai struktur

sebagai berikut:

1. Menteri Keuangan sebagai Pengguna Anggaran BA Kementerian Keuangan;

2. Unit Eselon I/Unit Eselon II/Satker di lingkungan Kementerian Keuangan

sebagai KPA. Bentuk organisasi KPA tersebut sesuai dengan struktur

organisasi sebagaimana peraturan Menpan dan RB mengenai organisasi K/L;

3. PA menetapkan rencana kinerja. Sedangkan KPA merupakan unit operasional

yang melaksanakan rencana kinerja yang telah ditetapkan PA. Dengan

demikian, KPA bertanggung jawab kepada PA dalam hal capaian kinerja

tersebut.

Sedangkan Menteri Keuangan sebagai pengelola BUN mempunyai struktur

sebagai berikut:

1. Menteri Keuangan adalah PA BA-BUN;

2. Unit Eselon I terkait di lingkungan Kementerian Keuangan sebagai PPA;

3. Instansi pemerintah (di lingkungan Kementerian Keuangan dan K/L lainnya)

atau pihak lain (Pemda/Organisasi) sebagai KPA. Bentuk organisasi KPA

tersebut tidak harus sesuai dengan struktur organisasi sebagaimana peraturan

Menpan dan RB mengenai organisasi K/L tetapi sesuai dengan kebutuhan,

sejalan dengan penunjukan KPA yang juga sesuai kebutuhan dalam

pengalokasian dan pertanggung jawaban keuangan (kebijakan);

4. Hubungan PPA dan KPA sebagaimana organisasi K/L tidak dapat disamakan

karena yang memahami tugas-fungsi tersebut sekaligus bertanggung jawab

langsung atas pelaksanaan kegiatan adalah KPA. PPA dalam hal ini bertugas

melakukan koordinasi dengan KPA dalam rangka penyusunan RDP-BUN dan

kompilasi laporan pelaksanaan kegiatan dari KPA dalam rangka penyusunan

laporan pertanggungjawaban keuangan;

5. Kelembagaan BUN agak unik berbeda dengan struktur pengelolaan anggaran

pada BA K/L pada umumnya. Keunikannya meliputi:

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 34: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

a. Dalam rangka menjalankan fungsi sebagai PA BUN, Menteri Keuangan

menetapkan PPA-BUN). PPA-BUN adalah unit Eselon I di lingkungan

Kementerian Keuangan.

b. PPA-BUN dapat menetapkan KPA sepanjang belum ditetapkan oleh

Menteri Keuangan.

c. Selanjutnya, fungsi KPA dapat dijabat dan dilaksanakan oleh pejabat pada

unit diluar Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan

program dan kegiatan BUN.

d. Penetapan alokasi dana pengeluaran BUN dapat dilakukan sebelum

dimulainya tahun anggaran yang direncanakan atau dapat pula ditetapkan

pada tahun anggaran berjalan.

E.2. Mekanisme Penyusunan Pagu Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara.

1. PPA BUN menyesuaikan indikasi kebutuhan dana untuk masing-masing BA

BUN yang dikelolanya berdasarkan indikasi kebutuhan dana pengeluaran

bendahara umum negara.

2. Indikasi kebutuhan dana yang telah disesuaikan disampaikan kepada Menteri

Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran paling lambat minggu pertama bulan

Juni.

3. Indikasi kebutuhan dana yang telah disesuaikan digunakan sebagai dasar

penyusunan pagu dana pengeluaran bendahara umum negara.

4. Pagu dana pengeluaran bendahara umum negara ditetapkan oleh Menteri

Keuangan paling lambat akhir Juni

E.3. Mekanisme Penyusunan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum

Negara.

1. Dalam rangka penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),

PPA BUN menyusun RDP BUN dengan menggunakan format dan formula

penghitungan alokasi RDP BUN yang telah ditetapkan dalam PMK nomor

247/PMK.02/2012.

2. RDP BUN disusun berdasarkan pagu dana pengeluaran bendahara umum

negara.

3. Dalam menyusun RDP BUN, PPA BUN dapat berkoordinasi dengan KPA BUN

dan/atau pihak lain terkait.

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 35: Halaman Isi Rkakldipa

BAB III – PENYUSUNAN RKA-K/L

4. RDP BUN yang telah disusun ditandatangani oleh Pejabat Eselon I di

Kementerian Keuangan selaku pimpinan PPA BUN yang bertanggung jawab

atas BA BUN yang dikelolanya.

Mekanisme penyusunan rencana dana pengeluaran bendahara umum negara,

digunakan untuk penyusunan rencana dana pengeluaran Pengelolaan Utang (Bagian

Anggaran 999.01), Pengelolaan Hibah (Bagian Anggaran 999.02), Pengelolaan

Investasi Pemerintah (Bagian Anggaran 999.03), Pengelolaan Penerusan Pinjaman

(Bagian Anggaran 999.04), Pengelolaan Belanja Subsidi (Bagian Anggaran 999.07),

dan Pengelolaan Belanja Lainnya (Bagian Anggaran 999.08).

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 36: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

BAB IVPENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

Dalam rangka menyederhanakan proses pengurusan RKA-K/L dan DIPA, menjamin

integritas dan validitas data anggaran, serta terwujudnya pemusatan layanan kepada

Kementerian Negara/Lembaga terkait penyusunan dan pengesahan DIPA, maka mulai

DIPA Tahun Anggaran 2013 kewenangan pengesahan DIPA dialihkan dari Direktorat

Jenderal Perbendaharaan ke Direktorat Jenderal Anggaran. Pengalihan kewenangan

ini diharapkan dapat mempercepat proses penyelesaian DIPA dan meningkatkan

kualitas layanan Kementerian Keuangan kepada stakeholders.

A. PENYUSUNAN DIPA

Mulai Tahun Anggaran 2013, DIPA yang disusun oleh masing-masing PA terdiri dari 2

(dua) jenis yaitu DIPA Induk dan DIPA Petikan. Proses penyusunan dan bahan yang

digunakan sebagai dasar dalam menyusun DIPA Induk dan DIPA Petikan sepenuhnya

menggunakan data RKA-K/L yang disusun oleh masing-masing Satker.

Beberapa pertimbangan yang mendasari perlunya dilakukan perubahan jenis DIPA

dari semula DIPA Satker menjadi DIPA Induk dan DIPA Petikan antara lain sebagai

berikut:

a. Menjaga konsistensi penerapan penganggaran berbasis kinerja, mulai dari

penetapan prioritas pembangunan dalam RKP, penyusunan RKA-K/L dan

pengesahan DIPA.

b. Memberikan fleksibilitas kepada PA dalam hal diperlukan adanya pergeseran

anggaran antar Satker dalam satu Unit Eselon I dan satu Program, sepanjang

pagu anggaran dan target kinerja tidak berubah sehingga dapat

menyederhanakan proses revisi anggaran.

c. Meningkatkan akuntabilitas Kementerian Negara/Lembaga sebagai penanggung

jawab pelaksanaan Program dan target kinerja yang harus dicapai termasuk

koordinasi terhadap Satker-Satker yang berada di bawah Program yang

bersangkutan.

A.1. Pengertian DIPA

DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna

Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. DIPA berlaku untuk 1 (satu) tahun

anggaran dan memuat informasi satuan-satuan terukur yang berfungsi sebagai

dasar pelaksanaan kegiatan bagi Satker dan dasar pencairan dana/pengesahan

bagi Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara. Pagu dalam

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 37: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

DIPA merupakan batas pengeluaran tertinggi yang tidak boleh dilampaui dan

pelaksanaannya harus dapat dipertanggungjawabkan.

Dengan mengacu pada pengertian di atas, maka DIPA merupakan kesatuan

antara rincian rencana kerja dan penggunaan anggaran yang disusun oleh

Kementerian Negara/Lembaga dan disahkan oleh BUN.

Dengan demikian, DIPA terdiri atas 2 (dua) bagian yaitu:

a. DIPA yang disusun oleh Pengguna Anggaran, paling sedikit memuat uraian:

1) fungsi, subfungsi, program dan kegiatan yang akan dilaksanakan;

2) hasil (outcome) dan keluaran (output) yang akan dicapai;

3) indikator kinerja utama program dan indikator kinerja kegiatan sebagai

instrumen untuk mengukur capaian kinerja dari program dan kegiatan;

4) keluaran (output) yang dihasilkan;

5) pagu anggaran program dan pagu masing-masing Satker yang

dialokasikan serta rincian jenis belanja yang digunakan;

6) rencana penarikan dana yang akan dilakukan; dan

7) penerimaan yang diperkirakan dapat dipungut.

b. Surat Pengesahan DIPA yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran

atas nama Menteri Keuangan.

A.2. Fungsi DIPA

Selain sebagai dasar pelaksanaan kegiatan bagi Satker dan dasar pencairan

dana/pengesahan bagi Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum

Negara, DIPA juga berfungsi sebagai alat pengendali, pelaksanaan, pelaporan,

pengawasan APBN, dan perangkat akuntansi pemerintah.

Disamping itu, dalam rangka memfasilitasi pelaksanaan prioritas pembangunan

nasional, DIPA juga merupakan sarana penuangan anggaran terkait dengan

empat strategi pembangunan nasional (four track strategy), yang meliputi:

a. Pro-growth,

b. Pro-job,

c. Pro-poor, dan

d. Pro-environment.

A.3. Bahan Penyusunan DIPA

Dokumen yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan DIPA, yaitu:

a. Keputusan Presiden mengenai Rincian Anggaran Belanja Pemerintah

Pusat.

Keputusan Presiden mengenai Rincian Anggaran Belanja Pemerintah

Pusat. merupakan dasar penyusunan DIPA baik untuk DIPA Induk maupun

DIPA Petikan.

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 38: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

b. Daftar Hasil Penelaahan (DHP) RKA-K/L yang telah ditetapkan oleh

Direktur Anggaran I/II/III.

DHP RKA-K/L menjadi dasar pencocokkan DIPA untuk memastikan bahwa

DIPA yang diajukan oleh Pengguna Anggaran telah sesuai dengan RKA-

K/L yang disepakati pada saat penelaahan dengan Direktorat Jenderal

Anggaran dan telah mendapat persetujuan DPR.

c. Daftar Hasil Penelaahan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum

Negara (DHP RDP-BUN) yang telah ditelaah dan ditetapkan oleh

Direktur Anggaran III.

RDP-BUN merupakan rencana kerja dan anggaran Bagian Anggaran BUN

yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran

belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban

pemerintah pusat dan transfer kepada daerah yang pengelolaannya

dikuasakan oleh Presiden kepada Menteri Keuangan. RDP-BUN dimaksud

telah disepakati pada saat penelaahan dengan Direktorat Jenderal

Anggaran dan alokasinya telah disetujui dalam APBN oleh DPR.

d. Bagan Akun Standar.

Penyusunan DIPA harus memperhatikan kaidah dalam Bagan Akun

Standar untuk memastikan bahwa rencana kerja telah dituangkan sesuai

dengan standar kode dan uraian yang diatur dalam ketentuan tentang

akuntansi pemerintahan.

A.4. Jenis DIPA

Berdasarkan pembagian anggaran dalam APBN, jenis DIPA dapat

dikelompokkan atas DIPA Kementerian Negara/Lembaga (DIPA K/L) dan DIPA

Bendahara Umum Negara (DIPA BUN). Mulai Tahun Anggaran 2013, DIPA

yang disusun oleh PA baik untuk DIPA K/L maupun DIPA BUN dibedakan

menjadi 2 (dua) yaitu:

a. DIPA Induk yaitu akumulasi dari DIPA per Satker yang disusun oleh PA

menurut Unit Eselon I Kementerian Negara/Lembaga.

b. DIPA Petikan yaitu DIPA per Satker yang dicetak secara otomatis melalui

sistem.

Rincian lebih lanjut untuk masing-masing DIPA K/L dan DIPA BUN adalah

sebagai berikut :

a. DIPA K/L, meliputi :

1) DIPA Induk, disusun menurut Unit Eselon I Kementerian

Negara/Lembaga yang bersangkutan; dan

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 39: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

2) DIPA Petikan, terdiri dari DIPA Satker-Satker yang berada di bawah

Unit Eselon I Kementerian Negara/Lembaga. Secara prinsip setiap

DIPA Petikan untuk satu Satker, sehingga dalam hal sebuah Satker

mendapat alokasi anggaran yang berasal dari beberapa Unit Eselon I

Kementerian Negara/Lembaga, maka akan mengelola beberapa DIPA

Petikan.

Selanjutnya DIPA Petikan Kementerian Negara/Lembaga dapat

dikategorikan menjadi:

a) DIPA Satker Pusat/Kantor Pusat (KP) yaitu DIPA yang dikelola

oleh Satker Kantor Pusat dan/atau Satker pusat suatu Kementerian

Negara/Lembaga, termasuk di dalamnya DIPA Satker Badan

Layanan Umum (BLU) pada kantor pusat, dan DIPA Satker

Non Vertikal Tertentu (SNVT).

b) DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah (KD) yaitu DIPA yang dikelola

oleh Kantor/Instansi Vertikal Kementerian Negara/Lembaga di

daerah termasuk di dalamnya untuk DIPA Satker BLU di daerah.

c) DIPA Dana Dekonsentrasi (DK) yaitu DIPA dalam rangka

pelaksanaan dana dekonsentrasi, yang dikelola oleh SKPD

Provinsi yang ditunjuk oleh Gubernur.

d) DIPA Tugas Pembantuan (TP) yaitu DIPA dalam rangka

pelaksanaan Tugas Pembantuan, yang dikelola oleh SKPD

Provinsi/Kabupaten/Kota yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan

Lembaga yang memberi tugas pembantuan.

e) DIPA Urusan Bersama (UB) yaitu DIPA yang memuat rincian

penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga dalam

rangka pelaksanaan Urusan Bersama, yang pelaksanaannya

dilakukan oleh SKPD Provinsi/Kabupaten/ Kota yang ditunjuk oleh

Menteri/Pimpinan Lembaga berdasarkan usulan Kepala Daerah.

b. DIPA BUN.

DIPA BUN adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran yang

bersumber dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA-BUN)

yang dikelola Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran BA-BUN (BA

999). DIPA BUN disusun dan ditetapkan oleh Pembantu Pengguna

Anggaran (PPA) yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan

selaku PA. PPA merupakan pimpinan Unit Organisasi di lingkungan

Kementerian Keuangan yang memiliki tugas dan fungsi sesuai dengan

karakeristik BA BUN.

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 40: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

DIPA Induk untuk BA BUN terdiri atas:

1) DIPA Induk Pengelolaan Utang Pemerintah (999.01);

2) DIPA Induk Pengelolaan Hibah (999.02);

3) DIPA Induk Pengelolaan Investasi Pemerintah (999.03);

4) DIPA Induk Pengelolaan Penerusan Pinjaman (999.04);

5) DIPA Induk Pengelolaan Transfer ke Daerah (999.05);

6) DIPA Induk Pengelolaan Belanja Subsidi (999.07);

7) DIPA Induk Pengelolaan Belanja Lainnya (999.08); dan

8) DIPA Induk Pengelolaan Transaksi Khusus (999.99);

Selanjutnya DIPA Petikan BUN dapat dikelompokkan menjadi:

1) DIPA Petikan Utang dan Belanja Hibah.

DIPA Petikan Utang dan Belanja Hibah adalah DIPA yang memuat

rencana kerja dan rincian penggunaan anggaran untuk keperluan

pengelolaan utang pemerintah yang alokasi anggarannya bersumber

dari BA 999.01 (Pengelolaan Utang Pemerintah) dan untuk keperluan

belanja hibah yang alokasi anggarannya bersumber dari BA 999.02

(Pengelolaan Hibah).

2) DIPA Petikan Investasi Pemerintah dan Penerusan Pinjaman.

DIPA Petikan Investasi Pemerintah dan Penerusan Pinjaman adalah

DIPA yang memuat rencana kerja dan rincian penggunaan anggaran

untuk keperluan pembiayaan Investasi Pemerintah yang alokasi

anggarannya bersumber dari BA 999.03 (Pengelolaan Investasi

Pemerintah) dan pembiayaan Penerusan Pinjaman baik dalam negeri

maupun luar negeri, yang bersumber dari BA 999.04 (Pengelolaan

Penerusan Pinjaman).

DIPA Investasi Pemerintah dan Penerusan Pinjaman terdiri atas:

a) Pusat Investasi Pemerintah;

b) Penyertaan Modal Negara;

c) Dana Bergulir;

d) Dana Pengembangan Pendidikan Nasional; dan

e) Penerusan Pinjaman yang terdiri atas:

(1) Penerusan Pinjaman kepada BUMN/BUMD; dan

(2) Penerusan Pinjaman kepada Pemerintah Daerah.

3) DIPA Petikan Transfer ke Daerah.

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 41: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

DIPA Petikan Transfer ke Daerah adalah DIPA yang memuat rencana

kerja dan rincian penggunaan dana perimbangan, dana otonomi khusus

dan penyeimbang/penyesuaian yang diserahkan kepada Daerah

bersumber dari BA 999.05 (Pengelolaan Transfer ke Daerah).

DIPA Petikan Transfer ke Daerah, terdiri atas:

a) Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK);

b) Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak, meliputi:

(1) DBH Pajak Penghasilan;

(2) DBH Pajak Bumi dan Bangunan;

(3) DBH Cukai Hasil Tembakau;

c) DBH Sumber Daya Alam (SDA), meliputi :

(1) DBH SDA Minyak dan Gas Bumi;

(2) DBH SDA Pertambangan Umum;

(3) DBH SDA Kehutanan;

(4) DBH SDA Perikanan;

(5) DBH Pertambangan Panas Bumi;

(6) Dana Bagi Hasil Cukai;

d) Dana Otonomi Khusus, meliputi:

(1) Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat;

(2) Dana Otonomi Khusus Aceh;

(3) Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka Otonomi Khusus

Provinsi Papua dan Papua Barat;

e) Dana Penyesuaian, meliputi:

(1) Tunjangan Profesi Guru PNS Daerah;

(2) Dana Tambahan Penghasilan Guru PNS Daerah;

(3) Dana Insentif Daerah;

(4) Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi;

(5) Bantuan Operasional Sekolah;

4) DIPA Petikan Subsidi dan Pengelolaan Belanja Lainnya.

DIPA Petikan Belanja Subsidi dan Pengelolaan Lainnya adalah DIPA

yang memuat rincian penggunaan anggaran untuk alokasi anggaran

yang bersumber dari BA 999.07 (Pengelolaan Belanja Subsidi) dan

BA 999.08 (Pengelolaan Belanja Lainnya).

5) DIPA Petikan Pengelolaan Transaksi Khusus (999.99).

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 42: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

DIPA Petikan Pengelolaan Transaksi Khusus (999.99) adalah DIPA

yang memuat rincian penggunaan anggaran untuk alokasi anggaran

yang bersumber dari BA 999.99 (Pengelolaan Transaksi Khusus).

A.5. Pokok-Pokok Materi DIPA

Pokok-pokok materi dalam DIPA meliputi uraian-uraian terkait: identitas organisasi,

pernyataan syarat dan ketentuan (disclaimer), rumusan fungsi dan subfungsi,

informasi kinerja, pejabat perbendaharaan, rincian penggunaan anggaran, rencana

penarikan dana dan perkiraan penerimaan, dan pengisian catatan.

1. Identitas Organisasi

Uraian terkait identitas organisasi menunjukan pendistribusian alokasi

anggaran berdasarkan organisasi yang bertanggung jawab atas pelaksanaan

dan penggunaan anggaran. Alokasi anggaran pada DIPA disusun untuk

masing-masing Kementerian Negara/Lembaga sesuai struktur organisasinya.

Rincian anggaran disusun mulai dari Bagian Anggaran (Kementerian

Negara/Lembaga), Unit Organisasi (Unit Eselon I) dan Satker. Penyusunan

DIPA menurut organisasi dilakukan untuk melaksanakan tugas dalam rangka

pencapaian hasil (outcome) dari program Kementerian Negara/Lembaga

sesuai dengan visi dan misinya.

Pengertian bagian anggaran, unit organisasi dan Satker adalah sebagai berikut:

a. Bagian Anggaran

Bagian Anggaran adalah Kementerian Negara/Lembaga yang menguasai

bagian tertentu dari penggunaan anggaran yang ditetapkan dalam Undang-

Undang APBN. Menteri/Pimpinan Lembaga dalam hal ini bertindak sebagai

PA.

b. Unit Organisasi

Unit Organisasi adalah unit eselon I pada Kementerian Negara/Lembaga

yang bertanggung jawab terhadap sebuah program tertentu dan

mendapatkan alokasi anggaran dari Bagian Anggaran Kementerian

Negara/Lembaga yang bersangkutan (memiliki portofolio). Dari perspektif

pengelolaan anggaran, tidak semua unit eselon I pada Kementerian

Negara/Lembaga dapat diperlakukan sebagai unit organisasi karena tidak

memiliki portofolio.

c. Satker

Satker adalah bagian dari suatu unit organisasi pada Kementerian

Negara/Lembaga yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari

suatu organisasi yang membebani dana APBN.

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 43: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

Satker dalam hal ini merupakan unit organisasi lini Kementerian

Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah yang memperoleh kuasa

penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas pokok, fungsi, program,

dan misi PA.

Dalam rangka melaksanakan tugas pokok, fungsi, program, dan misi

tersebut, Satker juga merupakan kesatuan entitas manajemen dan

keuangan yang melakukan perencanaan, pelaksanaan dan

pertanggungjawaban anggaran.

2. Pernyataan syarat dan ketentuan (disclaimer)

DIPA yang telah disahkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri

Keuangan dilengkapi dengan pernyataan syarat dan ketentuan (disclaimer)

yang harus dipedomani oleh PA/KPA dan pemangku kepentingan dalam

pelaksanaan anggaran, meliputi:

a. hubungan hukum antara DIPA Induk dengan DIPA Petikan:

1) “DIPA Induk yang telah disahkan lebih lanjut dituangkan dalam DIPA

Petikan”;

2) “Pengesahan DIPA Induk sekaligus merupakan pengesahan DIPA

Petikan”;

3) “DIPA Petikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari DIPA

Induk (unit eselon I dan Kementerian Negara/Lembaga)”;

4) “DIPA Petikan dicetak secara otomatis melalui sistem yang dilengkapi

dengan kode pengaman berupa “digital stamp” sebagai pengganti tanda

tangan pengesahan”;

b. fungsi DIPA Petikan: “DIPA Petikan berfungsi sebagai dasar pelaksanaan

kegiatan Satker dan dasar pencairan dana/pengesahan bagi Bendahara

Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara”;

c. informasi pejabat perbendaharaan: “Informasi mengenai KPA, Bendahara

Pengeluaran dan Pejabat Penandatangan SPM untuk tiap-tiap Satker

terdapat pada DIPA Petikan”;

d. pengisian halaman III DIPA: “Rencana Penarikan Dana dan Perkiraan

Penerimaan yang tercantum dalam halaman III DIPA diisi sesuai dengan

rencana pelaksanaan kegiatan”;

e. tanggung jawab PA/KPA: “Tanggung jawab terhadap penggunaan dana

yang tertuang dalam DIPA Petikan sepenuhnya berada pada PA/KPA”;

f. penyelesaian atas perbedaan data: “Dalam hal terdapat perbedaan data

antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA di Kementerian

Keuangan, yang berlaku adalah data yang terdapat dalam database RKA-

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 44: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

K/L-DIPA di Kementerian Keuangan, berdasarkan bukti-bukti yang ada”;

dan

g. masa berlaku DIPA: “DIPA berlaku sejak tanggal 1 Januari 2XXX sampai

dengan 31 Desember 2XXX”.

3. Rumusan Fungsi dan Subfungsi

Uraian Fungsi dan Subfungsi yang dituangkan dalam DIPA menunjukan

keterkaitan antara program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh sebuah

Satker secara langsung mendukung Fungsi dan Subfungsi yang mana di dalam

APBN.

Secara prinsip definisi Fungsi adalah perwujudan tugas kepemerintahan di

bidang tertentu yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan

pembangunan nasional. Sedangkan Subfungsi adalah penjabaran lebih lanjut

dari fungsi yang terinci ke dalam beberapa kategori. Sesuai Government

Finance Statistics (GFS) Manual 2001 yang dijadikan acuan dalam klasifikasi

fungsi APBN, jumlah fungsi yang digunakan sebanyak 11 Fungsi dan 79

Subfungsi.

Alokasi anggaran yang termasuk dalam sebuah Fungsi, saat ini pendekatan

penghitungannya dikaitkan dengan alokasi anggaran dari sebuah kegiatan. Hal

ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa karakteristik dan kinerja dari sebuah

kegiatan lebih mencerminkan keterkaitannya dengan Fungsi. Dengan demikian,

untuk program yang memiliki kegiatan lebih dari 1 dimungkinkan dapat

mendukung lebih dari 1 Fungsi.

4. Informasi Kinerja

Rumusan informasi kinerja yang dituangkan dalam DIPA merupakan uraian

kualitatif yang menunjukan keterkaitan antara alokasi anggaran yang ditetapkan

dengan program/kegiatan yang dilaksanakan dan sasaran/hasil/keluaran yang

akan dihasilkan. Disamping itu, rumusan kinerja dimaksud juga merupakan

perwujudan dari transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran

yang menjadi tanggung jawab setiap PA/KPA.

5. Pejabat Perbendaharaan

Pejabat Perbendaharaan adalah para pengelola keuangan pada Satker yang

diberi tugas sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), penguji dan penerbit

Surat Perintah Membayar (PP SPM), dan pelaksana tugas kebendaharaan.

Pejabat Perbendaharaan tersebut terdiri dari KPA, PP SPM dan Bendahara

Pengeluaran.

a. KPA

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 45: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

1) KPA adalah pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh PA untuk

melaksanakan program/kegiatan dan diberikan kewenangan untuk

menggunakan anggaran dalam DIPA.

2) KPA menjadi manajer, melakukan pengelolaan dan bertanggung jawab

atas pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran pada DIPA.

3) Pejabat yang dapat ditunjuk dan ditetapkan sebagai KPA adalah

Kepala Satker atau pejabat lain yang ditunjuk dalam lingkup Satker

tersebut.

b. Penguji dan Penerbit SPM (PP SPM)

PP SPM adalah pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh PA/KPA untuk

melakukan pengujian atas permintaan pembayaran tagihan kepada negara,

dan selanjutnya menerbitkan SPM atas beban DIPA berkenaan.

c. Bendahara Pengeluaran

Bendahara Pengeluaran adalah pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh

PA/KPA untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menata-usahakan

dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara

dalam rangka pelaksanaan APBN pada satker Kementerian

Negara/Lembaga.

6. Rincian Penggunaan Anggaran

Rincian penggunaan anggaran adalah rincian anggaran yang dibelanjakan

dalam rangka:

a. Pelaksanaan rencana kerja Satker untuk mencapai keluaran (output) yang

ditetapkan.

Untuk mencapai keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA, alokasi

anggaran yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah keluaran dirinci

menurut jenis belanjanya/jenis pengeluarannya. Jenis belanja/jenis

pengeluaran yang ditampilkan pada DIPA adalah 2 (dua) digit pertama dari

rincian akun pada Bagan Akun Standar. Hal ini dimaksudkan untuk

memberikan fleksibilitas kepada KPA dalam melakukan penyesuaian atas

akun belanja pada 4 (empat) digit terakhir dari Bagan Akun Standar.

Hal ini sesuai prinsip let’s managers manage dan Penganggaran Berbasis

Kinerja.

b. Anggaran yang disediakan dapat dibayarkan/dicairkan melalui mekanisme

APBN.

Rincian penggunaan anggaran dalam DIPA berfungsi sebagai dasar

pembayaran dan pembebanan pada anggaran negara. Oleh karena itu,

rincian penggunaan anggaran harus memenuhi ketentuan pembayaran

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 46: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

dalam mekanisme pelaksanaan APBN sehingga dana yang dialokasikan

dapat dicairkan oleh Kuasa Bendahara Umum Negara. Ketentuan

pelaksanaan pembayaran meliputi kesesuaian pencantuman rincian

penggunaan dana dengan standar akuntansi pemerintah dan persyaratan

pencairan dana, seperti kode kantor bayar, sumber dana, dan kesesuaian

jenis belanja.

Disamping itu, dalam rangka pelaksanaan rencana kerja dan anggaran,

penuangan rincian penggunaan anggaran dalam DIPA harus menunjukkan

keterkaitan antara fungsi, subfungsi, program, kegiatan, keluaran (output)

dengan sasaran dan indikator keluaran.

Berdasarkan tujuan di atas, tata cara pencantuman rincian penggunaan

anggaran dalam DIPA sebagai berikut:

a. Pencantuman Program, Kegiatan, Keluaran (output), Sumber Dana, dan

Jenis Belanja.

Program, kegiatan, keluaran (output), sumber dana, dan jenis belanja

dalam DIPA Satker harus memiliki keterkaitan satu sama lain dalam rangka

pencapaian kinerja Satker, dan merupakan penjabaran dari program,

kegiatan, keluaran (output) pada rencana kerja dan anggaran eselon I

terkait.

Ketentuan pencantuman program, kegiatan, keluaran (output), sumber

dana, dan jenis belanja adalah sebagai berikut:

1) Pencantuman Program

Program yang dicantumkan ke dalam DIPA adalah program yang akan

didukung oleh Satker yang bersangkutan dalam rangka pelaksanaan

rencana kerja dan anggaran eselon I terkait yang telah ditetapkan.

2) Pencantuman Kegiatan

Kegiatan yang dicantumkan dalam DIPA adalah kegiatan yang akan

dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab Satker dalam rangka

pencapaian sasaran program. Apabila Satker melaksanakan lebih dari

satu kegiatan dalam satu program, maka dalam DIPA juga harus

dicantumkan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 47: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

3) Pencantuman Keluaran (output)

Keluaran (output) yang dicantumkan dalam DIPA adalah barang atau

jasa yang dihasilkan dari pelaksanaan sebuah kegiatan untuk

mendukung pencapaian outcome program dan/atau outcome fokus

prioritas. Dalam hal kegiatan menghasilkan lebih dari satu output, maka

seluruh output tersebut harus dicantumkan dalam DIPA.

4) Pencantuman Sumber Dana

Sumber dana yang digunakan pada DIPA meliputi:

a) Rupiah Murni (RM)

Sumber dana Rupiah Murni digunakan untuk menampung

pengeluaran yang dibiayai dari Rupiah Murni APBN, terdiri atas

Rupiah Murni (RM), Rupiah Murni Pendamping (RMP), dan Stimulus

(STM).

b) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Sumber dana Penerimaan Negara Bukan Pajak digunakan untuk

menampung pengeluaran yang dibiayai dari Penerimaan Negara

Bukan Pajak, terdiri atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

dan PNBP Layanan Umum (BLU). Pencairan pengeluaran yang

dibiayai dari PNBP harus mengacu kepada batas maksimal

pencairan dana yang diperkenankan dalam penggunaan dan

Penerimaan Negara Bukan Pajak bersangkutan.

c) Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN)

Sumber dana Pinjaman dan Hibah Luar Negeri digunakan untuk

menampung pengeluaran yang dibiayai dari Pinjaman dan Hibah

Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Luar Negeri (PLN), Hibah Luar

Negeri (HLN) dan Hibah Langsung Luar Negeri (HLL).

Pada setiap pengeluaran yang dibiayai dari Pinjaman dan Hibah

Luar Negeri harus dicantumkan nomor register Pinjaman dan Hibah

Luar Negeri dan tata cara penarikan dana.

d) Pinjaman dan Hibah Dalam Negeri (PHDN)

Sumber dana Pinjaman dan Hibah Dalam Negeri digunakan untuk

menampung pengeluaran yang dibiayai dari Pinjaman dan Hibah

Dalam Negeri, terdiri atas Pinjaman Dalam Negeri (PDN), Hibah

Dalam Negeri (HDN) dan Hibah Langsung Dalam Negeri (HLD).

e) Surat Berharga Syariah Negara Project Based Sukuk (SBSN PBS)

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 48: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

Sumber dana Pinjaman dan Hibah Dalam Negeri digunakan untuk

menampung pengeluaran yang dibiayai dari Pinjaman dan Hibah

Dalam Negeri, terdiri atas Pinjaman Dalam Negeri (PDN).

5) Pencantuman Jenis Belanja dan Jenis Pengeluaran

Dalam rangka menjaga akuntabilitas pelaksanaan anggaran oleh

PA/KPA dan penyusunan laporan keuangan, pencantuman akun harus

sesuai dengan jenis belanja dan jenis pengeluaran yang ditetapkan.

Ketidaktepatan pencantuman jenis belanja dan jenis pengeluaran dalam

DIPA akan mengakibatkan tertundanya pencairan dana karena masih

memerlukan penyesuaian.

Jenis-jenis belanja yang digunakan dalam penyusunan DIPA adalah

sebagai berikut:

a) Belanja Pegawai (51)

Belanja Pegawai adalah kompensasi dalam bentuk uang maupun

barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah (pejabat negara,

pegawai negeri sipil, dan pegawai yang dipekerjakan oleh

pemerintah yang belum berstatus PNS) yang bertugas di dalam

maupun di luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah

dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan

pembentukan modal dan/atau kegiatan yang mempunyai output

dalam kategori belanja barang.

b) Belanja Barang (52)

Belanja Barang yaitu pengeluaran untuk menampung pembelian

barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan

jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta

pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual

kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Dalam pengertian

belanja tersebut termasuk honorarium yang diberikan dalam rangka

pelaksanaan kegiatan untuk menghasilkan barang/jasa. Belanja

Barang dapat dibedakan menjadi Belanja Barang (Operasional dan

Non-Operasional), Belanja Jasa, Belanja Pemeliharaan, serta

Belanja Perjalanan Dinas.

c) Belanja Modal (53)

Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan

dalam rangka memperoleh atau menambah nilai aset tetap dan aset

lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi

serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 49: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset tetap tersebut

dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu Satker

atau dipergunakan oleh masyarakat/publik namun tercatat dalam

registrasi aset Kementerian Negara/Lembaga terkait serta bukan

untuk dijual.

d) Belanja Bunga Utang (54)

Bunga yaitu pembayaran yang dilakukan atas kewajiban

penggunaan pokok utang (principal outstanding), baik utang dalam

negeri maupun utang luar negeri yang dihitung berdasarkan posisi

pinjaman. Jenis belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari

Bagian Anggaran BUN.

e) Belanja Subsidi (55)

Subsidi yaitu alokasi anggaran yang diberikan kepada

perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor,

atau mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang

banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau

oleh masyarakat. Belanja ini antara lain digunakan untuk penyaluran

subsidi kepada perusahaan negara dan perusahaan swasta. Jenis

belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari Bagian Anggaran

BUN.

f) Belanja Hibah (56)

Merupakan belanja pemerintah pusat kepada pemerintah negara

lain, organisasi internasional, dan pemerintah daerah yang bersifat

sukarela, tidak wajib, tidak mengikat, dan tidak perlu dibayar kembali

serta tidak terus menerus dan dilakukan dengan naskah perjanjian

antara pemberi hibah dan penerima hibah dengan pengalihan hak

dalam bentuk uang, barang, atau jasa. Termasuk dalam belanja

hibah adalah pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang

diterushibahkan ke daerah.

g) Belanja Bantuan Sosial (57)

Belanja Bantuan Sosial yaitu transfer uang atau barang yang

diberikan oleh Pemerintah Pusat/Daerah kepada masyarakat guna

melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial. Bantuan sosial

dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat dan/atau

lembaga kemasyarakatan termasuk didalamnya bantuan untuk

lembaga non pemerintah bidang pendidikan, keagamaan, dan

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 50: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

bidang lain yang berperan untuk melindungi individu, kelompok

dan/atau masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.

Belanja bantuan sosial diberikan dalam bentuk uang, barang, dan

jasa. Belanja bantuan sosial bersifat sementara atau berkelanjutan

guna memberikan rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, jaminan

sosial, pemberdayaan sosial, dan penanggulangan kemiskinan agar

dapat meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas kelangsungan

hidup, dan memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai

kemandirian. Belanja bantuan sosial diberikan dalam bentuk : (1)

bantuan langsung; (2) penyediaan aksessibilitas, dan/atau (3)

penguatan kelembagaan.

h) Belanja Lain-lain (58)

Pengeluaran negara untuk pembayaran atas kewajiban pemerintah

yang tidak masuk dalam katagori belanja pegawai, belanja barang,

belanja modal, belanja pembayaran utang, belanja subsidi, belanja

hibah, dan belanja bantuan sosial serta bersifat mendesak dan tidak

dapat diprediksi sebelumnya.

Selanjutnya, jenis-jenis pengeluaran yang dituangkan dalam DIPA

khususnya terkait dengan transfer ke daerah dan pengeluaran

pembiayaan yang dilakukan oleh Menteri Keuangan.

Jenis-jenis pengeluaran yang digunakan dalam penyusunan DIPA

adalah sebagai berikut:

a) Dana Perimbangan (61)

Semua pengeluaran negara yang dialokasikan kepada daerah untuk

membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum,

dan dana alokasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

b) Transfer Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian (62)

Semua pengeluaran negara yang dialokasikan untuk membiayai

pelaksanaan otonomi khusus untuk Papua, Papua Barat, dan Aceh

serta pengeluaran dana penyesuaian.

c) Pengeluaran Pembiayaan (72)

Semua pengeluaran negara yang dialokasikan untuk membiayai

pelaksanaan pembiayaan dalam negeri, pembiayaan luar negeri,

pelunasan pokok utang luar negeri, penyertaan modal Negara,

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 51: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

penerusan pinjaman dalam negeri, penerusan pinjaman luar negeri,

dukungan infrastruktur, dan pengeluaran pembiayaan lain-lain.

Pencantuman kode rincian akun jenis belanja/jenis pengeluaran dan

penggunaannya mengacu pada Bagan Akun Standar (BAS).

b. Kewenangan

Kewenangan pelaksanaan anggaran terdiri dari:

1) Kewenangan yang diberikan kepada Satker Pemerintah Pusat terdiri

dari:

a) Kewenangan Kantor Pusat (KP) yaitu kewenangan untuk

melaksanakan kegiatan dalam DIPA yang diberikan kepada Satker

lingkup kantor pusat Kementerian Negara/Lembaga; dan

b) Kewenangan Kantor Daerah (KD) yaitu kewenangan untuk

melaksanakan kegiatan dalam DIPA yang diberikan kepada Satker

pusat yang berada di daerah.

2) Kewenangan yang diberikan kepada Satker Pemerintah Daerah, terdiri

dari:

a) Kewenangan Dekonsentrasi (DK) yaitu kewenangan untuk

melaksanakan kegiatan dalam DIPA Dekonsentrasi yang diberikan

kepada Kepala Dinas/Instansi Pemerintah Provinsi;

b) Kewenangan Tugas Pembantuan (TP) yaitu kewenangan untuk

melaksanakan kegiatan dalam DIPA Tugas Pembantuan yang

diberikan kepada Kepala Dinas/Instansi Pemerintah Provinsi/

Kabupaten/Kota; dan

c) Kewenangan Urusan Bersama (UB) yaitu kewenangan untuk

melaksanakan kegiatan dalam DIPA Urusan Bersama yang

diberikan kepada Kepala Dinas/Instansi Pemerintah Provinsi/

Kabupaten/Kota.

c. Pencantuman Kantor Bayar dan Cara Penarikan Dana.

1) Kantor Bayar

Kantor bayar yang perlu dicantumkan pada DIPA adalah kode Kantor

Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang ditunjuk untuk

melaksanakan pembayaran/pencairan dana.

2) Cara Penarikan Dana

Cara penarikan dana diperlukan untuk pengeluaran yang dibiayai dari

PHLN/PHDN. Cara penarikan meliputi Pembiayaan Pendahuluan (PP),

Pembayaran Langsung (PL), Rekening Khusus (RK) atau Letter of

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 52: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

Credit (LC). Sedangkan untuk Pengesahan Hibah Langsung

dicantumkan (-).

7. Rencana Penarikan Dana dan Perkiraan Penerimaan

Pencantuman rencana penarikan dana dan perkiraan penerimaan dalam DIPA

diperlukan untuk pencapaian optimalisasi fungsi DIPA sebagai alat manajemen

kas pemerintah. Disamping sebagai alat manajemen kas pemerintah, juga

sebagai alat monitoring/pembanding terhadap penyerapan pagu. Rencana

Penarikan Dana merupakan pelaksanaan fungsi manajemen kas pemerintah

dari sisi belanja negara. Pengesahan DIPA oleh Bendahara Umum Negara

memberi jaminan bahwa anggaran dalam DIPA dapat disediakan oleh negara

dalam jumlah yang cukup pada saat anggaran tersebut ditagihkan. Dalam

rangka optimalisasi pengelolaan kas negara, ketepatan waktu penyediaan uang

untuk memenuhi tagihan negara menjadi penting.

Pencantuman angka rencana penarikan dana pada Halaman III DIPA

didasarkan pada rencana kerja bulanan Satker sesuai dengan kebutuhan riil.

Berkenaan dengan hal tersebut, kiranya perlu diperhatikan sebagai berikut:

a. Untuk Belanja Pegawai, karena sifat penarikan cenderung tetap setiap

bulannya, maka penyusunan rencana penarikan dapat dibuat secara

prorata dibagi sebanyak 13 bulan, dengan menempatkan pembayaran

belanja pegawai bulan ke-13 pada bulan Juli.

b. Untuk belanja selain belanja pegawai, pencantuman rencana penarikan

sesuai rencana penarikan/pembayaran dalam rangka pelaksanaan

kegiatan yang meliputi rencana penarikan Uang Persediaan (UP) dan

rencana penarikan Pembayaran Langsung (LS) setiap bulan, sesuai

dengan tata cara pengisian Halaman III DIPA.

c. Untuk transfer ke daerah, pencantuman rencana penarikan dana sesuai

dengan jadwal penyaluran transfer ke daerah atau sesuai rencana

pembayaran untuk masing-masing jenis transfer ke daerah.

d. Untuk pengeluran pembiayan, pencantuman rencana penarikan

dana/pembayaran sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan atau

sesuai rencana pembayaran kewajiban untuk masing-masing pengeluaran

pembiayaan.

Perkiraan penerimaan baik penerimaan perpajakan, PNBP, dan penerimaan

pembiayaan diperlukan untuk menghitung proyeksi penerimaan negara melalui

kas negara. Rencana Penerimaan meliputi perkiraan penerimaan perpajakan,

PNBP, dan penerimaan pembiayaan tiap bulan pada masing-masing Satker.

Pencantuman perkiraan penerimaan perpajakan meliputi penerimaan pajak

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 53: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

serta bea dan cukai yang dikelola Satker di lingkup Direktorat Jenderal Pajak

dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. PNBP meliputi penerimaan yang

diperoleh sebagai akibat dari pelaksanaan kegiatan dalam DIPA yang meliputi

seluruh penerimaan bukan pajak, baik PNBP fungsional maupun PNBP Umum.

Sementara itu, penerimaan pembiayaan dapat berasal dari:

a. Penerimaan pembiayaan dalam negeri

b. Penerimaan pembiayaan luar negeri;

c. Penerimaan dari penjadualan kembali pokok utang luar negeri;

d. Penerimaan dari penjadualan kembali bunga utang luar negeri;

e. Penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman;

f. Penerimaan pembiayaan lain-lain.

8. Pengisian Catatan

Pengisian catatan adalah pencantuman penjelasan tentang rincian belanja

yang memerlukan perlakuan khusus dan/atau persyaratan tertentu pada saat

proses pencairan dana, yang memuat:

a. Besaran alokasi dana yang diblokir pada akun;

b. Tunggakan tahun anggaran yang lalu;

c. Akun belanja yang alokasi anggarannya merupakan batas tertinggi dalam

satu tahun anggaran yaitu Akun Belanja Uang Makan PNS (Akun 511129),

Uang Lembur (Akun 512211), Tunjangan Profesi Guru (Akun 511152),

Tunjangan Profesi Dosen (Akun 511153), dan Tunjangan Kehormatan

Profesor (Akun 511154).

A.6. Penyusunan DIPA Induk

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun DIPA Induk:

9. DIPA Induk disusun menggunakan data yang berasal dari:

a. RKA Satker yang telah disesuaikan dengan Alokasi Anggaran K/L dan

mendapat persetujuan DPR, telah ditelaah antara Kementerian

Negara/Lembaga dan Direktorat Jenderal Anggaran serta ditetapkan dalam

Keputusan Presiden mengenai Rincian Anggaran Belanja Pemerintah

Pusat.

b. RDP BUN yang telah disesuaikan dengan Alokasi Anggaran BUN dan

mendapat persetujuan DPR, telah ditelaah antara Pembantu Pengguna

Anggaran BUN dan Direktorat Jenderal Anggaran serta ditetapkan dalam

DHP RDP BUN, terkait DIPA Induk BUN.

10. DIPA Induk disusun per Unit Eselon I dan Program. Dalam hal Unit Eselon I

mengelola lebih dari satu Program, maka DIPA Induk yang disusun memuat

seluruh Program yang menjadi tanggung jawabnya.

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 54: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

11. Dalam rangka penyusunan DIPA Induk, PA dapat menunjuk dan menetapkan

Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris atau pejabat eselon I sebagai

penanggung jawab Program dan memiliki alokasi anggaran (portofolio) pada

Bagian Anggaran, sebagai pejabat penanda tangan DIPA atas nama

Menteri/Pimpinan Lembaga.

12. Pejabat penanda tangan DIPA Induk meneliti kebenaran substansi DIPA Induk

yang disusun berdasarkan Keputusan Presiden mengenai Rincian Anggaran

Belanja Pemerintah Pusat atau DHP RDP BUN.

13. DIPA Induk yang telah ditandatangani disampaikan kepada Direktorat Jenderal

Anggaran untuk mendapat pengesahan.

A.7. Penyusunan DIPA Petikan

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun DIPA Petikan :

14. Secara prinsip DIPA Petikan disusun menggunakan data yang berasal dari:

a. RKA Satker yang telah disesuaikan dengan Alokasi Anggaran K/L dan

mendapat persetujuan DPR, telah ditelaah antara Kementerian

Negara/Lembaga dan Direktorat Jenderal Anggaran serta ditetapkan dalam

Keputusan Presiden mengenai Rincian Anggaran Belanja Pemerintah

Pusat.

b. RDP BUN yang telah disesuaikan dengan Alokasi Anggaran BUN dan

mendapat persetujuan DPR, telah ditelaah antara Pembantu Pengguna

Anggaran BUN dan Direktorat Jenderal Anggaran serta ditetapkan dalam

DHP RDP BUN, terkait DIPA Petikan BUN.

15. DIPA Petikan merupakan penjabaran dari DIPA Induk untuk masing-masing

Satker. Dalam hal Satker mengelola lebih dari satu Program dan berasal dari

satu unit Eselon I, maka DIPA Petikan yang disusun memuat seluruh Program

yang menjadi tanggung jawabnya.

16. DIPA Petikan dicetak secara otomatis melalui sistem dan dilengkapi dengan

kode pengaman berupa digital stamp sebagai pengganti tanda tangan

pengesahan (otentifikasi).

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 55: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

B. PENGESAHAN DIPA

B.1. Pengesahan DIPA Induk dan DIPA Petikan Kementerian Negara/Lembaga

1. Penyampaian DIPA.

a. Menteri Keuangan memberitahukan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga

untuk menyusun dan menyampaikan DIPA kepada Direktur Jenderal

Anggaran setelah ditetapkannya Daftar Hasil Penelaahan RKA-K/L

(DHP RKA-K/L) dan Keputusan Presiden mengenai Rincian Anggaran

Belanja Pemerintah Pusat (RABPP).

b. Berdasarkan pemberitahuan dari Menteri Keuangan, Direktur Jenderal

Anggaran menyusun jadwal validasi DIPA Kementerian Negara/Lembaga

dan disampaikan kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/ Sekretaris

Kementerian Negara/Lembaga.

c. Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris Kementerian

Negara/Lembaga memerintahkan para unit eselon I sebagai penanggung

jawab Program untuk menyusun dan menyampaikan DIPA yang telah

ditandatangani kepada Direktur Jenderal Anggaran sesuai dengan jadwal

validasi yang telah ditetapkan.

2. Pengertian dan Batasan Validasi DIPA.

a. Validasi DIPA adalah serangkaian proses dan prosedur yang dilakukan oleh

Direktorat Jenderal Anggaran terhadap DIPA yang diajukan oleh PA untuk

menjamin kesesuaian data DIPA dengan Keputusan Presiden mengenai

Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dan DHP RKA-K/L.

b. Dalam pelaksanaan validasi DIPA, Direktorat Jenderal Anggaran

mencocokan kode pengaman (digital stamp/barcode) yang tertuang dalam

DIPA dengan kode pengaman yang ada di dalam database RKA-K/L-DIPA

untuk memastikan bahwa PA tidak melakukan perubahan data.

c. Validasi DIPA yang dilakukan hanya difokuskan pada DIPA Induk.

3. Tujuan Validasi DIPA.

a. Menjamin kesesuaian data dan informasi yang tertuang dalam DIPA

dengan database RKA-K/L-DIPA yang telah ditetapkan dalam DHP RKA-

K/L dan Keputusan Presiden mengenai Rincian Anggaran Belanja

Pemerintah Pusat.

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 56: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

b. Menjamin penuangan rencana kerja dan anggaran telah sesuai dengan

kaidah akuntansi pemerintahan sebagaimana dipersyaratkan dalam

penyusunan laporan keuangan.

c. Menjamin kebenaran pencantuman Kode Kewenangan, Kode Kantor Bayar,

dan Kode Lokasi Kabupaten/Kota.

d. Menjamin penuangan rencana kerja dan anggaran telah sesuai dengan

prinsip pembayaran dalam mekanisme APBN.

4. Tata Cara Validasi DIPA.

a. Petugas Pusat Layanan Direktorat Jenderal Anggaran menerima DIPA

Induk yang telah ditandatangani oleh PA atau pejabat eselon I yang

ditunjuk, selanjutnya melakukan validasi dengan:

1) Mencocokkan kode validasi (digital stamp/barcode) yang tertuang

dalam DIPA Induk dengan kode validasi yang ada di dalam database

RKA-K/L-DIPA.

2) Proses validasi tersebut dilakukan menggunakan alat pembaca

barcode yang dihubungkan dengan database RKA-K/L-DIPA.

b. Jika proses validasi lulus, maka DIPA Induk diterima untuk diteruskan ke

Direktorat Anggaran I/II/III guna penerbitan SP DIPA Induk.

c. Dalam hal proses validasi tidak lulus, maka DIPA Induk tersebut

dikembalikan untuk diperbaiki.

5. Proses Pengesahan DIPA.

a. Pengesahan DIPA pada prinsipnya merupakan penetapan oleh Menteri

Keuangan atas DIPA yang disusun oleh PA dan memuat pernyataan bahwa

rencana kerja dan anggaran pada DIPA berkenaan tersedia dananya dalam

APBN dan menjadi dasar pembayaran/ pencairan dana oleh Kuasa BUN

atas beban APBN.

b. Tujuan pengesahan DIPA adalah:

1) Menjamin alokasi anggaran dan peruntukannya yang dituangkan dalam

DIPA telah sesuai dengan DHP RKA-K/L dan Keputusan Presiden

mengenai Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat;

2) Menjamin bahwa alokasi anggaran dapat digunakan untuk

membayarkan rencana kerja sebagaimana tercantum dalam rincian

penggunaan anggaran;

3) Menjamin KPPN selaku Kuasa BUN dapat mencairkan anggaran atas

DIPA berkenaan.

c. Pengesahan DIPA dilakukan dengan penerbitan SP DIPA terdiri dari:

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 57: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

1) SP DIPA Induk yaitu SP DIPA yang memuat alokasi anggaran menurut

Unit Eselon I K/L. SP DIPA Induk ditandatangani oleh Direktur Jenderal

Anggaran atas nama Menteri Keuangan dan dilengkapi kode pengaman

berupa digital stamp sebagai pengganti tanda tangan pengesahan

(otentifikasi).

2) SP DIPA Petikan yaitu SP DIPA yang memuat alokasi anggaran untuk

masing-masing Satker. SP DIPA Petikan dicetak secara otomatis dari

sistem dan dilengkapi kode pengaman berupa digital stamp sebagai

pengganti tanda tangan pengesahan (otentifikasi).

d. Surat Pengesahan DIPA paling sedikit memuat:

1) dasar hukum pengesahan DIPA;

2) kode dan uraian identitas unit, meliputi bagian anggaran, unit organisasi

dan Satker;

3) pagu anggaran DIPA;

4) ketentuan-ketentuan atau pernyataan (disclaimer) dari BUN, meliputi

antara lain : fungsi DIPA, penggunaan dana dalam DIPA merupakan

tanggung jawab PA/KPA, masa berlakunya DIPA; dan

3) tanda tangan Direktur Jenderal Anggaran untuk SP DIPA Induk dan

kode pengaman berupa digital stamp sebagai pengganti tanda tangan

pengesahan (otentifikasi).

e. Tata Cara Pengesahan DIPA.

1) DIPA Induk yang telah lulus proses validasi diterbitkan SP DIPA Induk.

2) Direktur Jenderal Anggaran mengesahkan SP DIPA Induk atas nama

Menteri Keuangan.

3) SP DIPA Induk yang telah disahkan Direktur Jenderal Anggaran atas

nama Menteri Keuangan.dan DIPA Induk yang ditandatangani PA atau

pejabat eselon I yang ditunjuk, merupakan satu kesatuan DIPA Induk

yang sah dan menjadi dasar penerbitan DIPA Petikan untuk masing-

masing Satker dibawahnya.

4) Berdasarkan SP DIPA Induk yang telah disahkan oleh Direktur Jenderal

Anggaran atas nama Menteri Keuangan, maka SP DIPA Petikan dan

DIPA Petikan untuk masing-masing Satker diterbitkan secara otomatis

dari sistem yang dilengkapi dengan kode pengaman berupa digital

stamp sebagai pengganti tanda tangan pengesahan (otentifikasi) dan

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari DIPA Induk berkenaan.

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 58: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

f. Tanggal Pengesahan DIPA.

Penetapan SP DIPA Induk oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama

Menteri Keuangan dan penerbitan SP DIPA Petikan dilakukan dalam bulan

Desember sebelum dimulainya tahun anggaran. Sedangkan terhadap DIPA

yang diterima dari PA setelah bulan Desember maka penetapan SP DIPA

oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan dilakukan

pada tahun anggaran berjalan.

B.2. Pengesahan DIPA Induk dan DIPA Petikan Bendahara Umum Negara

1. Penyampaian DIPA.

a. Menteri Keuangan memberitahukan kepada Pembantu Pengguna

Anggaran Bendahara Umum Negara (PPA BUN) untuk menyampaikan

DIPA Induk kepada Direktur Jenderal Anggaran setelah ditetapkannya

Daftar Hasil Penelaahan Rencana Dana Pengeluaran BUN (DHP RDP

BUN) dan Keputusan Presiden mengenai Rincian Anggaran Belanja

Pemerintah Pusat;

b. Berdasarkan pemberitahuan dari Menteri Keuangan, Direktur Jenderal

Anggaran menyusun jadwal validasi DIPA Induk RDP BUN dan

disampaikan kepada masing-masing PPA BUN.

c. PPA BUN menyampaikan DIPA Induk RDP BUN yang telah ditandatangani

kepada Direktur Jenderal Anggaran sesuai dengan jadwal validasi yang

telah ditetapkan.

2. Proses Pengesahan DIPA.

a. Setelah DIPA Induk RDP-BUN diterima dari PPA BUN, Direktorat Jenderal

Anggaran melakukan proses validasi dan pengesahan DIPA Induk RDP

BUN sesuai dengan prosedur sebagaimana proses yang dilakukan untuk

DIPA Induk Kementerian Negara/Lembaga.

b. Tanggal Pengesahan DIPA.

Penetapan SP DIPA Induk RDP BUN dan SP DIPA Petikan RDP BUN oleh

Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan sesuai tanggal

penetapan SP DIPA yakni sebelum tahun anggaran dimulai dan/atau pada

tahun anggaran berjalan.

B.3. Pengesahan DIPA Sementara

Dalam hal PA tidak menyampaikan DIPA Induk sampai dengan batas waktu yang

telah ditentukan oleh Direktur Jenderal Anggaran, maka Direktur Jenderal

Anggaran menerbitkan DIPA Induk Sementara dengan tata cara sebagai berikut:

1. Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan menerbitkan dan

mengesahkan DIPA Induk Sementara berdasarkan Keputusan Presiden

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 59: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

mengenai Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (RABPP) atau DHP

RDP-BUN;

2. DIPA Induk Sementara tidak perlu ditandatangani oleh PA;

3. berdasarkan DIPA Induk Sementara yang telah disahkan oleh Direktur Jenderal

Anggaran atas nama Menteri Keuangan, maka DIPA Petikan Sementara untuk

masing-masing Satker diterbitkan secara otomatis dari sistem yang dilengkapi

dengan kode pengaman berupa digital stamp sebagai pengganti tanda tangan

pengesahan (otentifikasi) dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

DIPA Induk Sementara berkenaan;

4. dana yang dapat dicairkan oleh masing-masing Satker dibatasi hanya untuk

pembayaran gaji pegawai, pengeluaran keperluan sehari-hari perkantoran,

daya dan jasa, dan lauk pauk/bahan makanan. Sedangkan dana untuk jenis

pengeluaran lainnya harus diblokir; dan

5. dalam hal DIPA Induk telah diterima dari PA setelah DIPA Induk Sementara

diterbitkan, maka dilakukan validasi dan pengesahan revisi pertama DIPA Induk

bersangkutan. Selanjutnya diikuti pengesahan revisi pertama untuk masing-

masing DIPA Petikan.

B.4. Penggandaan dan pendistribusian DIPA

1. DIPA yang telah disahkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri

Keuangan, selanjutnya digandakan dan didistribusikan dengan rincian sebagai

berikut:

a. DIPA Induk, disampaikan kepada:

1) Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris Kementerian

Negara/Lembaga;

2) Pimpinan Unit Eselon I bersangkutan (penanggung jawab Program);

3) Direktur Jenderal Anggaran c.q. Direktur Anggaran I/II/III;

b. DIPA Petikan, disampaikan kepada:

1) Menteri/Pimpinan Lembaga:

a) Sekretaris Jenderal;

b) Inspektur Jenderal;

c) Pimpinan Unit Eselon I bersangkutan (penanggung jawab

Program);

d) KPA.

2) Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;

3) Gubernur;

4) Direktur Jenderal Anggaran c.q. Direktur Anggaran I/II/III;

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA

Page 60: Halaman Isi Rkakldipa

BAB IV – PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

5) Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pelaksanaan Anggaran

dan Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan;

6) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan apabila menyangkut DIPA

Dana Transfer Daerah;

7) Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

8) Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara bersangkutan.

2. DIPA Petikan yang telah dicetak didistribusikan atau dikirimkan oleh Direktorat

Jenderal Anggaran kepada KPPN dan KPA paling lambat 2 (dua) minggu

setelah DIPA Induk disahkan.

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA