hakikat pembelajaran kelas rangkap (pkr)

17
1 SUB UNIT 1 Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR) A. PENGERTIAN PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP (PKR) Supaya Anda dapat memahami konsep ini terlebih dahulu ikuti ilustrasi berikut. Dua tahun yang lalu saya berkunjung di distrik Bade, yaitu sebuah distrik yang berada di kawasan kabupaten Keppi, Jayapura, Papua. Saya berkunjung di sebuah SD. Sebagian besar bangunan tersebut terdiri dari dinding kayu dan atap daun sagu yang dianyam. Ada dua unit bangunan yang baru saja direnovasi atas inisiatif kepala sekolah. Satu bangunan untuk ruang guru dan kepala sekolah dan satu lagi dipergunakan sebagai ruang kelas. Jumlah murid seluruhnya 116 orang. Rombongan belajar dari kelas 1 sampai klas 6, masing-masing terdiri dari 10 sampai 20 orang murid tiap kelasnya. Jumlah guru ketika itu 3 orang termasuk kepala sekolah. Beberapa SD hanya mempunyai tiga ruang belajar dengan rombongan belajar 6 kelas, namun jumlah guru berkisar dari satu sampai empat orang guru saja. Setiap hari seorang guru harus merangkap kelas, dua atau lebih. Mengajar murid yang berbeda kelasnya dan berbeda mata pelajarannya dalam waktu yang bersamaan adalah merupakan keluhan yang paling dominan. Adanya perbedaan kemampuan murid dalam menangkap pelajaran yang diberikan juga diungkapkan oleh guru, meskipun murid tersebut ada dalam satu tingkatan kelas yang sama. Bahkan tidak jarang guru menunggu kehadiran muridnya karena jauhnya pemukiman penduduk dengan sekolah. Dengan demikian Anda dapat membayangkan bahwa, di Indonesia ini masih banyak sekolah-sekolah yang gurunya dihadapkan pada suatu kenyataan yaitu mengajar kelas rangkap. Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR) adalah suatu bentuk pembelajaran yang mempersyaratkan seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih, dalam waktu yang sama, dan menghadapi dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda. Atau PKR berarti penggabungan sekelompok siswa yang mempunyai perbedaan usia, kemampuan, minat dan tingkatan kelas, dimana dikelola oleh seorang guru atau beberapa orang guru yang dalam pembelajaranya difokuskan pada kemajuan individual para siswa (Franklin,1967). PKR juga mengandung arti bahwa, seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih dan menghadapi murid-murid dengan kemampuan belajar yang berbeda.

Upload: eross-chandra

Post on 27-Jun-2015

5.139 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

1

SUB UNIT 1

Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

A. PENGERTIAN PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP (PKR) Supaya Anda dapat memahami konsep ini terlebih dahulu ikuti ilustrasi

berikut. Dua tahun yang lalu saya berkunjung di distrik Bade, yaitu sebuah distrik

yang berada di kawasan kabupaten Keppi, Jayapura, Papua. Saya berkunjung di

sebuah SD. Sebagian besar bangunan tersebut terdiri dari dinding kayu dan atap

daun sagu yang dianyam. Ada dua unit bangunan yang baru saja direnovasi atas

inisiatif kepala sekolah. Satu bangunan untuk ruang guru dan kepala sekolah dan

satu lagi dipergunakan sebagai ruang kelas. Jumlah murid seluruhnya 116 orang.

Rombongan belajar dari kelas 1 sampai klas 6, masing-masing terdiri dari 10

sampai 20 orang murid tiap kelasnya. Jumlah guru ketika itu 3 orang termasuk

kepala sekolah. Beberapa SD hanya mempunyai tiga ruang belajar dengan

rombongan belajar 6 kelas, namun jumlah guru berkisar dari satu sampai empat

orang guru saja. Setiap hari seorang guru harus merangkap kelas, dua atau lebih.

Mengajar murid yang berbeda kelasnya dan berbeda mata pelajarannya dalam

waktu yang bersamaan adalah merupakan keluhan yang paling dominan. Adanya

perbedaan kemampuan murid dalam menangkap pelajaran yang diberikan juga

diungkapkan oleh guru, meskipun murid tersebut ada dalam satu tingkatan kelas

yang sama. Bahkan tidak jarang guru menunggu kehadiran muridnya karena

jauhnya pemukiman penduduk dengan sekolah. Dengan demikian Anda dapat

membayangkan bahwa, di Indonesia ini masih banyak sekolah-sekolah yang

gurunya dihadapkan pada suatu kenyataan yaitu mengajar kelas rangkap.

Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR) adalah suatu bentuk pembelajaran

yang mempersyaratkan seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih,

dalam waktu yang sama, dan menghadapi dua atau lebih tingkat kelas yang

berbeda. Atau PKR berarti penggabungan sekelompok siswa yang mempunyai

perbedaan usia, kemampuan, minat dan tingkatan kelas, dimana dikelola oleh

seorang guru atau beberapa orang guru yang dalam pembelajaranya difokuskan

pada kemajuan individual para siswa (Franklin,1967). PKR juga mengandung arti

bahwa, seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih dan menghadapi

murid-murid dengan kemampuan belajar yang berbeda.

Page 2: Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

2

B. PERLUNYA PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP(PKR) Ada beberapa alasan penting yang menyebabkan perlunya pembelajaran kelas

rangkap

dilaksanakan, yaitu:

1. Alasan Geografis

Lokasi pembelajaran yang sulit dijangkau, terbatasnya sarana transportasi,

dan pemukiman penduduk yang jaraknya berjauhan, serta adanya ragam mata

pencaharian penduduk misalnya berladang, mencari ikan bahkan menebang kayu

atau mencari sesuatu di hutan, maka hal ini dapat mendorong penggunaan PKR.

2. Alasan Demografis

Mengajar murid dengan jumlah yang kecil, atau murid yang tinggal di

pemukiman yang jarang penduduknya, maka PKR merupakan pendekatan yang

tepat dan praktis. Bagaimana dengan daerah perkotaan, apakah alasan demografis

jugaberlaku? Ingatkah Anda pada saat SD Inpres dibangun, dan apapula yang

terjadi beberapa tahun kemudian? Ya, ada beberapa SD di perkotaan mengalami

kekurangan murid. Dengan demikian setiap tingkatan kelas hanya beberapa saja

muridnya. Agar tidak ada pemborosan dalam tenaga guru, maka PKR merupakan

cara pembelajaran yang dapat dibilang praktis dan ekonomis.

3.Kekurangan Guru

Meskipun jumlah guru secara keseluruhan bisa dikatakan cukup, namun

pada kenyataannya masih ada keluhan kekurangan guru, terutama di daerah-

daerah terpencil. Apalagi bila secara geografis daerah tersebut sulit dijangkau,

maka akan membuat guru takut ditugaskan di daerah itu. Rendahnya minat guru

untuk mengadu nasib di daerah terpencil, juga disebabkan beberapa faktor.

Misalnya mahalnya harga keperluan sehari-hari, sulitnya alat transportasi, gaji

yang terlambat, bahkan terbatas peluang untuk mendapatkan pengembangan

karirnya. Oleh karena itu untuk menjadi guru di daerah seperti itu perlu adanya

keeklasan dan penuh sukacita, dan kesiapan mental dari guru tersebut.

4. Keterbatasan Ruang Kelas

Di daerah yang jumlah muridnya sangat sedikit, tidak memerlukan ruang

kelas lebih banyak. Tetapi, di daerah lain meskipun sudah mempunyai ruang kelas

sesuai dengan jumlah tingkatan kelas, masih belum cukup karena jumlah

rombongan belajar lebih besar. Maka untuk mengatasi masalah tersebut, perlu

Page 3: Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

3

menggabungkan dua atau lebih klas yang diasuh atau dibimbing oleh seorang

guru.

5. Kehadiran guru

Ketidakhadiran guru , bukan saja dialami oleh sekolah di daerah terpencil,

di kota besar pun juga mengalaminya. Contoh, musibah banjir dapatmenghambat

kehadiran guru untuk melaksanakan tugasnya. Guru yang tidak kena musibah

harus mengajar kelas yang tidak ada gurunya. Belum lagi alasan lain misalnya

sakit, cuti, atau ada kegiatan berberkaitan meningkatkan professional dan

kualifikasi guru.

C. TUJUAN, FUNGSI, DAN MANFAAT PKR

Deklarasi Education of all, atau pendidikan untuk semua orang telah

dicetuskan oleh para ahli pendidikan, tokoh masyarakat, politisi dan pemerintah

tahun 1990. Pada saat itu pemerintah telah mencanangkan wajib belajar Sembilan

tahun. Setiap anak Indonesia, meskipun berada di daerah yang sulit, kecil

danterpencil harus menyelesaikan pendidikan di SD dan kemudian melanjutkan ke

SMP. PKR dapat menjawab keterbatasan yang kita hadapi. PKR juga dapat

dilaksanakan oleh guru yang memahaminya. Penerapan PKR di SD bertujuan

untuk mewujudkan pencapaian hasil belajar siswa baik yang bersifat akademik,

maupun social dan personal dengan memanfaatkan kemandirian guru dalam

mengajar dan dengan sarana pendukung yang tersedia di sekolah itu dan

sekitarnya.

Seperti diidentifikasikan oleh UNESCO (1988) PKR memiliki sejumlah

manfaat atau keuntungan antara lain :

1. Guru yang sama mengajar siswa yang sama setiap tahun, karena itu akan

memahami siswa sebagai individu lebih baik dan memberikan perlakuan yang

tepat.

2. Siswa kelas yang lebih tinggi dapat membantu siswa adik kelasnya yang pada

gilirannya akan memperkuat dirinya dalam belajar.

3. Penilaian guru terhadap siswa akan lebih cermat dan utuh dan tidak hanya

berdasarkan ujian singkat.

4. Terbuka peluang yang lebih leluasa untuk pembinaan saling pengertian dan

kerja sama antar siswa dari berbagai usia atau kelas.

Page 4: Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

4

5. Setiap siswa dapat belajar sesuai dengan kecepatan belajarnya.

6. Lebih efisien dari pada mata pelajaran atau guru kelas.

Dengan demikian, tujuan, fungsi, dan manfaat PKR dapat kita kaji dari

aspek berikut.

1. Kuantiti dan Ekutiti

Dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada, PKR memungkinkan kita

untuk memenuhi asas kuantiti(jumlah) dan ekutiti(pemerataan). Dengan jumlah

guru yang kita miliki saat ini, kita dapat memberikan pelayanan pendidikan dan

pengajaran yang lebih luas dan mencakup jumlah murid yang lebih besar

jumlahnya, disamping itu kita mampu memberikan layanan yang lebih merata.

2. Ekonomis

PKR memungkinkan pemerintah dan masyarakat dapat mengurangi biaya

pendidikan. Betapa tidak, dengan seorang guru atau beberapa guru saja proses

pembelajaran dapat berlangsung. Demikian juga dengan satu ruang atau beberapa

ruang kelas, proses pembelajaran tetap dapat berlangsung. Jadi secara ekonomis

biaya pendidikan yang ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat akan lebih

kecil. Oleh karena itu, dengan jumlah dana pendidikan yang sama, perluasan

pelayanan pendidikan dapat diberikan hingga ke daerah yang sulit, kecil, dan

terpencil sekalipun.

3. Paedagogis

Sudah seringkali bahwa pendidikan kita dikritik sebagai system yang

belum mampu menghasilkan lulusan atau tenaga kerja yang mandiri. Lulusan kita

dinilai kurang kreatif, bahkan cenderung pasif dan mudah menyerah. Pengalaman

sejumlah negara yang mempraktikkan PKR menunjukkan bahwa, strategi ini

mampu meningkatkan kemandirian murid.

4.Keamanan

Dengan pendekatan PKR, pemerintah dapat mendirikan SD di lokasi yang

mudah dijangkau oleh anak. Dengan demikian kekawatiran orang tua terhadap

keselamatan anaknya berkurang. Mengunjungi SD yang jauh dapat menyebabkan

anak terlambat masuk sekolah, meningkatnya pengulangan kelas atau putus

sekolah. Bahkan mungkin saja terjadi kecelakaan pada saat murid pergi atau

pulang sekolah.

Page 5: Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

5

D. PRINSIP-PRINSIP YANG MENDASARI PKR

Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR), merupakan salah satu bentuk

pembelajaran yang perlu dikuasai oleh guru SD. Sebagai salah satu bentuk

pembelajaran, PKR mengikuti prinsip-prinsip pembelajaran secara umum, seperti

bentuk-bentuk pembelajaran yang lain. Pembelajaran mengandung makna yang

berbeda dari kegiatan belajarmengajar. Pada kegiatan belajar-mengajar, mengandung

makna ada guru yang memungkinkan terjadinya belajar. Sedangkan pada

pembelajaran, kegiatan belajar dapat terjadi dengan atau tanpa guru. Artinya, murid

dapat belajar dalam berbagai situasi tanpa tergantung pada guru. Misalnya, murid

dapat belajar dari buku, berdiskusi dengan teman atau mengamati sesuatu. Tetapi

perlu diingat bahwa dalam pembelajaran peran guru sangat penting, misalnya pada

awal, saat kegiatan, atau akhir kegiatan.

Prinsip-prinsip pembelajaran secara umum,sebagai berikut.

1. Keserempakan Kegiatan Pembelajaran

Dalam PKR guru menghadapi dua kelas atau lebih pada waktu yang

bersamaan. Oleh karena itu, prinsip utama PKR adalah kegiatan belajar mengajar

terjadi secara bersamaan atau serempak. Kegiatan yang terjadi secara serempak itu

harus bermakna, artinya kegiatan tersebut mempunyai tujuan yang sesuai dengan

tuntutan kurikulum atau kebutuhan murid dan dikelola dengan benar. Dengan

demikian, jika ada kegiatan yang dikerjakan murid hanya untuk mengisi kekosongan

saja , maka bukan PKR yang diharapkan.

2. Kadar Waktu Keaktifan Akademik (WKA) tinggi.

Selama PKR berlangsung, murid aktif menghayati pengalaman belajar yang

bermakna. PKR tidak memberi toleransi pada banyaknya WKA yang hilang karena

guru tidak terampil mengelola kelas. Misalnya, waktu tunggu yang lama,

pembentukan kelompok yang lamban, atau pindah kelas yang memakan waktu.

Makin banyak waktu yang terbuang, maka makin rendah kadar WKA. Namun perlu

Anda ingat, bahwa WKA tinggi tidak selalu berkadar tinggi. Kualitas pengalaman

belajar yang dihayati murid sangat menentukan WKA. Kualitas dan lamanya kegiatan

berlangsung menentukan tinggi rendahnya kadar WKA.

3. Kontak Psikologis guru dan murid yang berkelanjutan

Dalam PKR, guru harus selalu berusaha dengan berbagai cara agar semua

murid merasa mendapat perhatian dari guru secara terus-menerus. Agar mampu

melakukan hal ini, guru harus menguasai berbagai teknik. Menghadapi dua kelas atau

Page 6: Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

6

lebih pada saat yang bersamaan dan kemudian mampu meyakinkan murid bahwa

guru selalu berada bersama mereka, bukan pekerjaan yang mudah. Guru harus

mampu melakukan tindakan instruksional dan tindakan pengelolaan yang tepat.

Tindakan instruksional adalah tindakan yang langsung berkaitan dengan penyampaian

isi kurikulum, seperti menjelaskan, memberi tugas, atau mengajukan pertanyaan.

Tindakan pengelolaan adalah tindakan yang berkaitan dengan penciptaan dan

pengembalian kondisi kelas yang optimal. Misalnya, menunjukkan sikap tanggap dan

peka, mengatur tempat duduk, memberi petunjuk yang jelas atau menegur murid.

4. Pemanfaatan Sumber Secara Efisien

Sumber dapat berupa peralatan/sarana, orang dan waktu. Agar terjadi WKA

yang tinggi, semua jenis sumber harus dimanfaatkan secara efisien. Lingkungan,

barang bekas, dan segala peralatan yang ada di sekolah dapat dimanfaatkan oleh guru

PKR. Demikian dengan orang dan waktu. Murid yang pandai dapat dimanfaatkan

sebagai tutor. Waktu harus dikelola dengan cermat sehingga menghasilkan WKA

yang berkadar tinggi.

Disamping keempat prinsip yang telah disebutkan, masih ada satu prinsip lagi

yang perlu dikuasai guru PKR, yaitu membiasakan murid untuk mandiri. Apabila

guru mampu menerapkan keempat prinsip di atas, maka murid akan terbiasa mandiri.

Kemampuan murid untuk belajar mandiri

Akan memungkinkan guru PKR mengelola pembelajaran secara lebih baik

sehingga kadar WKA menjadi semakin tinggi.

E. PRO DAN KONTRA TENTANG EFEKTIVITAS

PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP

Meskipun banyak para praktisi pendidikan mengatakan bahwa

pembelajaran kelas rangkap memiliki banyak keuntungan, namun masih banyak

pula yang mempunyai pandangan yang bersebrangan tentang pembelajaran kelas

rangkap. Walaupun pembelajaran kelas rangkap dianggap sebagai terobosan

dalam pendekatan pengelolaan kelas yang dapat membuat pembelajaran bisa

menjadi efektif, The National Assosiation for The Education of Youn Children

(1996) menemukan bahwa, pendekatan ini hanya cocok untuk meningkatkan

efektifitas kegiatan yang terpusat pada peserta didik di tingkat sekolah dasar saja.

Ditambahkan pula oleh Cushman (1993) bahwa sekolah yang tradisional

Page 7: Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

7

sebenarnya bisa sama efektifnya dengan sekolah yang menerapkan pembelajaran

kelas rangkap jika menggunakan strategi-strategi yang memperhatikan

perkembangan siswa, dan siswa diperlakukan seperti yang diharapkan sehingga

siswa pun akan berlaku seperti yang diharapkan. Banyak pendidik dan orang tua

percaya dan yakin kalau dengan kelas tradisional sebenarnya para siswa sudah

dipenuhi kebutuhannya. Katz (1996) juga menandai adanya potensi resiko dari

pembelajaran kelas rangkap, yaitu bisa saja siswa yang lebih muda merasa

ditakut-takuti atau dilampaui oleh teman sekelasnya yang lebih mampu, mereka

menjadi sangat tergantung pada siswa yang lebih tua untuk memberikan

pertolongan, sedangkan untuk siswa yang lebih tua, mereka tidak merasa

tertantang dalam kelas dan menjadi lebih berkuasa terhadap siswa dibawahnya.

Belum lagi untuk pembelajaran kelas rangkap dibutuhkan ruangan yang lapang

untuk para siswa bekerja secara kelompok, dan seharusnya para siswa lebih

mudah untuk mengakses bahan-bahan pembelajaran. Andayani (1996)

mengatakan bahwa orang tua melihat dengan penerapan pembelajaran kelas

rangkap yang meminimalisasi pekerjaan rumah membuat anak-anak menjadi

malas. Pada prinsipnya pada pendekatan kooperatif dalam pembelajaran kelas

rangkap siswa dapat menyelesaikan pekerjaannya di sekolah bersama-sama teman

sekelompoknya sehingga di rumah mereka tidak harus membuat pekerjaan rumah

atau menyelesaikan tugas di sekolah. Hal ini oleh sebagian orang tua yang

mengamati anaknya dikatakan anaknya lebih malas karena jarang belajar di

rumah. Tambahan lagi, guru mengalami kesulitan dalam mengelola kelas dan

menjaga disiplin dengan pencampuran siswa dari berbagai tingkatan kelas yang

memiliki perbedaan kemampuan yang ekstrem.

Sebaliknya, para pendidik yang mendapatkan manfaat dari menerapkan

pembelajaran kelas rangkap mendukung dikembangkannya terus pendekatan

pembelajaran kelas rangkap ini. Bahkan pembelajaran kelas rangkap ini pun bisa

digunakan untuk pendidikan di tingkat SLTP dan SLTA. Para siswa tersebut bisa

lebih berkembang dengan perpaduan antara strategi pembelajaran kelas rangkap,

pembelajaran kooperatif, kelompok yang beragam, tugas-tugas yang menunjang

perkembangan, pendekatan tutor multiusia, waktu yang luwes dan evaluasi yang

positif (The National Middle School Assosiation, 1997). Oleh Nye (1993)

Page 8: Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

8

ditambahkan bahwa pembelajarankelas rangkap juga sesuai dan berguna bagi

pendidikan siswa berbakat dan berkelainan. Dari kedua kubu pendapat yang pro

dan kontara tersebut dapat kita petik hikmahnya bahwakita tidak perlu terlalu

mempermasalahkan secara berkepanjangan tentang keuntungan dan kerugian

pendekatan ini. Hal-hal yang terpenting adalah sebagai ilmu, pembelajaran kelas

rangkap merupakan pembaruan yang terjadi dan berkembang dan semestinya kita

juga mengikuti perkembangan tersebut dan memandangnya secara positif.

Page 9: Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

9

SUB UNIT 2

Gambaran PKR yang Ideal dan Praktik yang Terjadi di Lapangan

A. Praktik mengajar kelas rangkap di lapangan

Bacalah dengan baik peristiwa yang disajikan dalam kotak 1, yang merupakan

hasil pengamatan di sebuah SD dimana seorang guru sedang mengajar kelas

rangkap.

Ilustrasi 1

Ibu Indri(bukan nama sebenarnya) mengajar di kelas 3 dan kelas 5. Murid dari kedua kelas tersebut berada pada ruang kelas masing-masing, tetapi masih bersebelahan. Pelajaran dimulai pukul 07.30. Ibu Indri pertama masuk di kelas 3 dan mulai mengabsen muridnya. Tiba-tiba Nico baru saja datang, dialog terjadi karena keterlambatan salah satu murid tersebut.

Kegiatan bu Indri berikutnya adalah menjelaskan pelajaran matematika. Sekali-kali berhenti dan bertanya pada murid apakah ada yang belum dimengerti. Kemudian ia memberi soal-soal dipapan tulis Setelah itu, Ibu Indri masuk ke kelas 5. Di kelas 5 ia juga mengabsen murid dengan acara yang tidak berbeda dengan apa yang dilakukan di kelas 3. Bahkan terjadi dialog yang agak panjang karena Salma salah satu murid kelas 5 tidak hadir. Beberapa musid ditanya bu Indri tidak ada yang mengetahuikeberadaan Salma. Tapi tiba-tiba Martha cerita kalau pulang sekolah kemarin bersama Salma, ia badannya panas dan hidungnya mengeluarkan darah.

Kemudian bu Indri menjelaskan pelajaran bahasa Indonesia untuk hari itu. Seperti yang dilakukan di kelas 3 tadi, setelah bu Indri menjelaskan dan memberi kesempatan bertanya pada murid-murid kelas 5 lalu menulis beberapa soal dipapan tulis dan menyuruh para murid mengerjakannya secara individual.

Ibu Indri kembali lagi ke kelas 3 menanyakan apakah mereka sudah selesai mengerjakan soal matematika. Kemudian bu Indri menyuruh beberapa murid untuk bergiliran maju kedepan mengerjakan soal matematika dan secara bersama-sama dengan murid bu Indri memeriksa jawaban murid. Semua murid dianjurkan untuk mencocokkan dengan jawaban di papan tulis. Sebelum istirahat bu Indri kembali memberi soal matematika sebagai PR. Selanjutnya bu Indri kembali masuk ke kelas 5. Apa yang dilakukan di kelas 5 sama saja dengan apa yang dilakukan di kelas 3. Mula-mula murid disuruh maju ke depan mengerjakan soal,memeriksa bersama dan pada akhirnya murid disuruh mencocokkan pekerjaannya dengan jawaban di papan tulis. Bu Indri kembali memberi soal untuk dikerjakan di rumah, dan selesailah pelajaran bahasa Indonesia hari itu.

Page 10: Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

10

Bu Indri sebenarnya tidak melakukan pembelajaran kelas rangkap. Bu Indri

melakukan pembelajaran bergilir. Ia mengajar secara bergilir dari kelas yang satu ke

kelas lain dan kembali lagi. Kegiatan belajar mengajar berlangsung tidak serempak.

Apa yang dilakukan bu Indri di kelas 3 dan di kelas 5 hampir tak ada bedanya,

materinya memang berbeda tetapi strategi pembelajarannya sama. Hal ini berarti

bahwa bu Indri melakukan pembelajaran duplikasi.

Pembelajaran berlangsung seragam, dalam waktu yang sama dan untuk semua

murid. Proses pembelajaranpun berlangsung sederhana, mulai dari menerangkan,

memberi soal, mengerjakan soal, menyuruh murid maju ke papantulis. Pembelajaran

seperti ini terkesan monoton. Meskipun murid-murid ditugaskan untuk mengerakan

soal secara individual dan beberapa murid disuruh mengerjakan

di papan tulis, tetapi pembelajaran yang dilakukan oleh bu Indri ini masih jauh dari

prnsip-prinsip belajar aktif.

Agar Anda dapat membandingkan dengan praktik pembelajaran yang

pertama, maka bacalah kembali dengan seksama kesan pada illustrasi berikut ini.

Ilustrasi 2

Bapak Suruan hari itu memulai pengajarannya di kelas 4.

Setelahmengucapkan salam dan mengarahkan murid, kemudian pak

Suruan menyuruh murid-murid mengeluarkan buku catatan. Jam pertama

adalah pelajaran IPS. Pak Suruan kemudian menyalin salah satu bahan

pelajaran IPS dan sementara menulis di papan tulis pak Suruan

mengingatkan supaya anak-anak juga mulai menyalin.

Kurang lebih lima belas menit, pak Suruan telah selesai menyalin

kemudian mengingatkan anak-anak untuk menyalin dengan rapi dan

berpesan jangan ramai karena bapak akan mengajar juga di kelas 5.

Selanjutnya pak Suruan masuk ke kelas 5 dan memberikan pelajaran IPA,

tentu saja waktu untuk kelas 5 sudah terulur selama kurang lebih lima

belas menit. Kemudian pak Suruan menyuruh murid-murid mengeluarkan

buku catatan dan disuruh menyalin bahan pelajaran IPA yang sedang

ditulis pak Suruan di papan tulis sampai selesai.

Semua yang dilakukan oleh pak Suruan di dua kelas tadi

disebabkan karena murid-murid tidak mempunyai buku. Buku milik

Page 11: Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

11

gurupun sangat terbatas sekali dan itupun termasuk buku-buku lama. Di

sekolah tersebut juga tidak mempunyai alat peraga, apalagi alat-alat IPA.

Setelah Anda membaca cuplikan praktik pembelajaran yang dilakukan oleh

pak Suruan, maka Anda dapat menemukan jawaban mengapa sebagian besar murid-

murid di kelas 4 dan kelas 5 tidak dapat membaca? Padahal tulisan mereka banyak

yang baik dan rapi.

Kebiasaan menyalin bahan pembelajaran yang dilakukan oleh murid-murid

yang mungkin sudah berlangsung lama sejak di kelas rendah mengurangi, bahkan

dapat menghilangkan kesempatan untuk membaca. Apakah ketiadaan buku harus

diatasi dengan cara menyalin? Apakah tidak ada alternatif lain yang dapat diupayakan

oleh guru?

Kalau saja pak Suruan dapat lebih kreatif atau mau berusaha, maka

sebenarnya pak Suruan bisa menyuruh beberapa murid yang mempunyai tulisan baik

untuk menulis salah satu bahan ajar sebagai PR. Kemudian esoknya dibagikan kepada

semua murid dan kemudian menyuruhnya membaca dengan keras atau dalam hati.

Sebenarnya mengajar kelas rangkap bukan suatu keadaan yang pantas dituduh

sebagai penyebab rendahnya kemampuan murid rendah. Ketidak mampuan guru dan

enggannya guru berupaya lebih keras untuk membelajarkan siswa lebih pantas

dikatakan sebagai penyebab utamanya. Apalagi bila guru sudah kehilangan hasrat

untuk mencari inspirasi/ide-ide agar ia dapat menghasilkan sesuatu yang terbaik bagi

anak didiknya.

B. PKR yang Ideal/yang diinginkan

Ilustrasi ini memang bukan yang terbaik, tetapi paling tidak dapat menggambarkan

unsur-unsur penting dalam PKR sehingga Anda dapat menyimpulkan perbedaan-

perbedaan dari praktik mengajar kelas rangkap sebelumnya.

Ilustrasi 3

Mungkin tidak banyak yang mengira bahwa di daerah perkotaan

masih ada SD yang mengalami kekurangan guru. Maka mengajar dengan

merangkap kelas tak dapat dihindarkan. Hal itulah yang dialami oleh Pak

Theo.

Hari itu Pak Theo mengajar di kelas 5 dan kelas 6. Murid-murid

yang terdiri dari dua tingkatan kelas yang berbeda itu diajar dalam satu

Page 12: Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

12

ruang kelas dan dalam waktu yang bersamaan. Mata pelajaran kedua

kelas itu berbeda, kelas 5 mata pelajaran matematika dan kelas 6 mata

pelajaran Bahasa Indonesia. Murid kelas 5 duduk dijajaran sebelah kanan

dan kelas 6 duduk dijajaran sebelah kiri. Masingmasing kelas membentuk

kelompok yang terdiri dari 3-5 orang murid. Papan tulispun digunakan

untuk kedua tingkat kelas tersebut.

Pak Theo memulai pelajaran dengan mengucapkan selamat pagi.

Dengan sikap yang ramah dan senyum yang cerah ia menyapa anak-

anak. Pak Theo kemudian bertanya kepada anak-anak tentang

pengalaman mereka ketika berangkat ke sekolah. Markus, salah satu

murid kelas 6 mendapat kesempatan bercerita tantang pengalamannya

saat berangkat ke sekolah tadi. Pak Theo tersenyum dan kemudian

memberi kesempatan murid yang lain untuk menceriterakan

pengalamannya yang lain. Kali ini Winda murid kelas 5 mendapat giliran.

Winda lalu berceritera bahwa setiap hari ia harus berangkat setengah

enam pagi karena rumahnya agak jauh dari sekolah dan ia harus berjalan

kali.

Selanjutnya Pak Theo memanggil para ketua kelompok, baik dari

ketua kelompok kelas 5 maupun ketua kelompok dari kelas 6. Mereka

diberikan wanaca(bahan bacaan) dan meminta agar wacana itu dibaca di

kelompok masing-masing secara bergiliran.

Apa yang harus dilakukan di dalam kelompok, telah ditulis dipapan

tulis oleh Pak Theo. Murid-murid diminta membaca petunjuk di papan tulis

dan dipersilahkan bertanya jika ada yang belum jelas. Sementara murid

membaca, Pak Theo memantau setiap kelompok dan mencocokkan

jumlah murid yang hadir dengan daftar absent kelas.

Selama murid-murid bekerja Pak Theo berkeliling mengawasi

kegiatan dan memantau bila ada yang mengalami kesulitan. Beberapa

saat kemudian ada murid kelas 6 yang angkat tangan dan menyatakan

bahwa kelompoknya sudah selesai mengerjakan tugas bahasa Indonesia,

kemudian Pak Theo meminta salah satu anggota kelompok tadi untuk

membantu salah satu kelompok di kelas 5 yang sedang menyelesaikan

Page 13: Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

13

soal matematika, dan satu murid lagi diminta membantu kelompok lain

yang juga mengerjakan tugas bahasa Indonesia.

Wacana/bahan bacaan itu bercerita tentang upaya penduduk yang

membuat sebuah jembatan dari bamboo secara gotong royong. Berapa

jumlah bamboo, tali, berapa lama waktu penyelesaian dengan sekian

banyak pekerja, berapa ketinggian jembatan jika air naik sekian

centimeter, berapa biaya yang diperlukan, berapa persensumbangan

masyarakat setempat, dan sebagainya,sengaja dimasukkan dalam

wacana untuk materi matematika. Sedangkan untuk bahasa Indonesia,

apa arti kata-kata musyawarah mewakili rumpun,curah hujan, dan

sebagainya.

Waktu yang diberikan untuk menyelesaikan tugas bahasa

Indonesia dan matematika berbeda. Sementara kelas 5 masih

menyelesaikan tugas matematika, pak Theo membahas tugas bahasa

Indonesia, setiap kelompok mendapat giliran menjawab atau berkomentar.

Beberapa saat kemudian murid kelas 5 juga sudah selesai mengerjakan

tugas matematika, Pak Theo membahasnya dan setiap kelompok juga

mendapat giliran mengerjakan di papan tulis. Murid yang lain diminta

mencocokkan dengan jawaban yang benar di papan tulis. Seperti halnya

Pak Theo, Bu Ningsih juga bertugas mengajar dengan merangkap kelas

yaitu kelas 4 dan kelas 3. Kelas Bu Ningsih tampil agak berbeda dengan

kelas Pak Theo. Bu Ningsih memanfaatkan sudut ruang kelas sebagai

sudut sumber belajar.

Di sudut itu disamping ada buku pelajaran juga ada buku bacaan,

guntingan koran, kertas kosong, mainan, pensil warna dan sebagainya. Di

sudut yang lain juga ada beberapa benda yang mengesankan sebagai

sudut IPA, karena ada tanaman dalam pot-pot kecil, botolbotol, kupu-kupu

dan belalang yang diawetkan, gambar bagian tubuh manusia, gambar

hewan dan juga gambar tumbuhan, beberapa peralatan listrik seperti

lampu, batrey, kabel, dan sebagainya.

Bu Ningsih mulai pelajaran dengan mengucapkan salam dan

menanyakan khabar anak-anak dan juga orang tua mereka. Kemudian

Page 14: Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

14

menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh murid kelas 4 dan kelas 3.

Anak kelas 3 diminta untuk ke salah satu sudut belajar yang ada

bukubuku dan benda-benda lainnya. Disana ada toples berisi gulungan

kertas dan masing-masing anak diminta mengambil satu gulungan kertas

dan kemudian mengerjakan tugas sesuai dengan tulisan yang didapatnya.

Beberapa saat kemudian murid kelas 3 masing-masing terlibat

dengan tugasnya. Sementara itu bu Ningsih menerangkan pelajaran murid

kelas 4 tentang ikan gabus, bagaiman ikan itu bernafas, dimana ia hidup,

bagaimana berkembang biak dan bagaimana ikan tersebut

mempertahankan hidupnya jika air kering. Bu Ningsih juga bertanya

kepada anak-anak bagaimana cara menangkap ikan gabus tersebut.

Beberapa anak menjawab dengan menyebutkan alat-alat yang dapat

digunakan untuk menangkap ikan tersebut.

Setelah tanya jawab tentang ikan dan bagaimana cara

menangkapnya, kemudian bu Ningsih meminta anak-anak untuk

menggambar ikan dan alat untuk menangkap ikan. Anak-anak menekuni

gambar masing-masing. Bu Ningsih lalu mengunjung murid kelas 3 yang

masih menyelesaikan tugasnya, Bu Ningsih memantau dan memberikan

pujian. Kemudian Bu Ningsih meminta anak-anak kembali ke bangku

masing-masing dan menjelaskan pelajaran matematika. Selanjutnya

menulis soal matematika di papan tulis, masing-masing murid diminta

mengerjakannya.

Bu Ningsih selanjutnya memantau pekerjaan anak kelas 4 dan

mengumpulkannya. Selanjutnya Ia menerangkan pelajaran bahasa

Indonesia tentang kalimat aktif dan pasif. Selanjutnya anak-anak diminta

membuat karangan singkat dengan menggunakan kata yang berawalan

dan berakhiran. Siapa yang sudah selesai boleh menuju sudut sumber

belajar yang ada buku-buku bacaan

Bu Ningsih kembali ke murid kelas 3, memantau pekerjaan murid

secara bergilir, membantu murid yang mengalami kesulitan, Bu Ningsih

juga menerangkan kembali pada murid yang mengalami

Page 15: Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

15

kesulitan,memberi balikan dan setelah itu mereka diberi soal lagi sebagai

PR

Dengan membaca dua peristiwa pembelajaran yang dilaksanakan oleh Pak

Theo dan Bu Ningsih, Anda telah mendapat gambaran yang memadai tentang praktik

PKR yang semestinya, walaupun contoh tersebut diatas belum yang terbaik. Baiklah

marilah kita bahas bersama mengapa kelas pak Theo dan Bu Ningsih lebih baik bila

dibandingkan praktik perangkapan kelas yang Anda baca terdahulu.

Pertama, kelas tampak hidup, murid tampak ceria. Di awal pelajaran Pak dan

Bu guru bertanya, tetapi hampir tak ada kaitannya dengan pelajaran hari itu.

Pertanyaan seperti itu dengan tujuan agar murid termotivasi dan secara mental siap

menerima pelajaran hari itu.

Kedua, proses belajar berlangsung serempak, apalagi murid yang

berbedabtingkat kelas ada dalam satu ruang. Gangguan yang muncul tidak terlalu

serius, sebab ketika guru menerangkan murid dari kelas lain berada di sudut ruang

yang lain. Tidak ada pemborosan waktu karena guru tidak mondar-mandir pindah

kelas.

Ketiga, guru memanfaatkan ruang kelas yang ada dengan menciptakan sudut

sumber belajar. Sudut sumber belajar dapat memberi peluang bagi murid, tanpa

pengawasan guru murid dapat mempraktikkan konsep belajar menemukan sendiri dan

pemecahan masalah.

Keempat, murid aktif, konsep CBSA yang sebenarnya nampak. Murid tidak

hanya aktif secara individual tetapi juga kelompok dan berpasangan. Murid yang

lebih dahulu dimanfaatkan untuk membantu temannya(tutor sebaya), atau membantu

kelas dibawahnya(tutor kakak).

Kelima, adanya asas kooperatif-kompetitif, murid bersemangat mengerjakan

tugas, apalagi ketika guru mengatakan siapa yang sudah selesai lebih dulu akan

mendapat nilai tambahan, gambar yang terbaik akan dipajang atau siapa yang selesai

duluan boleh membaca buku-buku bacaan, dsb.

Keenam, belajar dengan pendekatan PKR yang benar, sangat menyenangkan.

Belajar sambil bermain, main sambil belajar dapat diperagakan khususnya bila kita

sedang mengajar kelas rendah. Hal itu nampak saat anak mengambil gulungan kertas

dan membaca apa yang menjadi tugas mereka masing-masing.

Ketujuh, ada berhatian khusus bagi murid yang lambat dan yang cepat. Pada

yang lambat guru membantu murid yang mengalami kesulitan, bahkan guru

Page 16: Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

16

menjelaskan lagi bagian-bagian yang tidak dipahami. Bagi murid yang cepat guru

memberikan tugas ekstra, misalnya murid diminta untuk mengambil gulungan kertas

yang berisi soal-soal baik mata pelajaran yang baru saja dijelaskan maupun mata

pelajaran lain.

Kedelapan, sumber belajar murid bukan saja berasal dari Depdikbud atau

Dinas. Guru PKR dapat melengkapi sumber belajar yang berasal dari lingkungan

sekolah dan lingkungan sekitar. Sudut ruangan menjadi lengkap dengan sumber

belajar. Bahkan dapat memupuk tanggung jawab murid dan sara memiliki terhadap

kelas dan sekolah mereka.

Kesembilan, prinsip perangkapan kelas tidak hanya dalam bentuk mengajar

dua tingkat kelas atau lebih dalam satu ruang kelas atau lebih dan dalam waktu yang

bersamaan. Tetapi perangkapan kelas juga berarti dalam bentuk mengajarkan dua

bidang studi atau lebih dalam satu wacana atau topic. Inilah yang disebut pengajaran

terpadu(integrated).

Kesepuluh, guru dapat memanfaatkan sumber daya yang ada di lingkungan

murid. Misalnya ketika guru menjelaskan tentang bagaimana menangkap ikan, murid-

murid menjawab dengan menyebut beberapa alat menangkap ikan yang biasa

digunakan di lingkungan sekitar, kemudian murid diminta menggambar alat tersebut.

Setelah dapat membedakan PKR yang ideal dan yang terjadi di lapangan, dapatkah

Anda menyimpulkan apakah peranan dari guru PKR. Peranan seorang guru PKR

sebagai berikut.

1. Sebagai perancang kurikulum, hal ini bukan berarti guru menyimpang dari

kurikulum yang berlaku bahkan untuk membuat yang baru. Tetapi di daerah

terpencil yang serba sulit dan serba kurang, tidak semua butir yang tercantum

dalam kurikulum mungkin dilaksanakan dengan memadai. Seringkali

mengajarkannya dengan secara berurutanpun mengalami kesulitan. Oleh karena

itu guru PKR harus memilih butir atau bagian kurikulum yang memerlukan

penekanan. Atas dasar butir-butir itu guru memutuskan konsep dan fakta yang

akan diajarkannya dan mengurutkan kembali tujuan instruksional yang ingin

dicapainya berdasarkan kelas.

2. Sebagai sumber informasi yang kreatif, guru PKR harus kreatif, ia bukan saja

menjadi sumber informasi tatapi juga sebagai manusia sumber, berperan untuk

memecahkan keadaan yang serba kurang. Ia harus memberi arahan kepada

Page 17: Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

17

muridnya agar mereka tidak membuang-buang waktu dan tenaga, agar setiap

murid terlibat dalam segala macam kegiatan.

3. Sebagai Administrator. Agar dapat mencapai hasil yang maksimal, guru PKR harus

merencanakan dan mengatur kelasnya dan jadwal pelajaran dengan seksama. Hasil

maksimal dapat dicapai jika guru PKR dapat melibatkan muridnya secara aktif,

bukan saja untuk belajar tetapi juga dapat membantu guru mengajar teman-

temannya yang tertinggal. Guru PKR juga harus mampu memanfaatkan segenap

sumber daya yang ada di lingkungan sekolah.

4. Sebagai seorang professional. Guru PKR senantiasa berusaha untuk

meningkatkan kompetensinya dan meningkatkan gaya mengajarnya. Walapun

kesempatan untuk mengikuti pelatihan atau pendidikan lanjutan bagi sebagian

guru yang ada di daerah terpencil sulit diwujutkan, tetapi niat professional harus

tetap dipelihara dan yang penting semangat itu selalu ada. Salah satu cirri seorang

guru professional adalah juga tidak cepat putus asa. Manusia dapat mencapai apa

saja bila tidak cepat putus asa.

5. Sebagai agen pembawa perubahan. Guru sebagai pengayom dan juga sebagai

sosok yang mewakili misi moral dan nilai dari masyarakat tempat dimana ia

bertugas. Guru harus berusaha keras untuk mendatangkan perubahan yang positif

terhadap sikap dan perilaku anggota masyarakat melalui proses pembelajaran di

sekolah dan melalui interaksi dengan anggota masyarakat setempat. Pendek kata

guru harus mencari, mendatangkan, dan mengajarkan perubahan yang berguna

bagi anak didik, orang tua dan masyarakat.