hakikat majas atau gaya bahasa

Upload: dody-setiawan

Post on 31-Oct-2015

116 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

12

BAB IIKAJIAN PUSTAKAA. Hakikat Gaya Bahasa Sebelum dijabarkan lebih lanjut tentang hakikat gaya bahasa, terlebih dahulu akan dijelaskan secara singkat mengenai stilistika. Secara etimologis stylistics berkaitan dengan style (gaya), dengan demikian stylistics dapat diterjemahkan dengan ilmu tentang gaya yang erat hubungannya dengan linguistik. Linguistik merupakan ilmu yang berupaya memberikan bahasa dan menunjukkan bagaimana cara kerjanya, sedangkan stylistics merupakan bagian dari linguistik yang memusatkan perhatiannya pada variasi penggunaan bahasa, yang walaupun tidak secara eksklusif, terutama pemakaian bahasa dalam sastra. (Tuner dalam Pradopo, 2005: 161). Gaya dalam ini tentu saja mengacu pada pemakaian atau penggunaan bahasa dalam karya sastra (Pradopo, 2005: 161). Sebelum ada stilistika, bahasa karya sastra sudah memiliki gaya yang memiliki keindahan. Gaya adalah segala sesuatu yang menyimpang dari pemakaian biasa. Penyimpangan tersebut bertujuan untuk keindahan. Keindahan ini banyak muncul dalam karya sastra, karena sastra memang syarat dengan unsur estetik. Segala unsur estetik ini menimbulkan manipulasi bahasa, plastik bahasa dan kado bahasa sehingga mampu membugkus rapi gagasan penulis. (Endraswara, 2003: 71) Dapat dikatakan bahwa setiap karya sastra hanyalah seleksi beberapa bagian dari suatu bahasa tertentu (Pradopo, 2005: 162). Hubungan antara bahasa dan sastra sering bersifat dialektis. Sastra sering mempengaruhi bahasa sementara itu sastra juga tidak mungkin diisolasi dari pengaruh sosial dan intelektualitas. Istilah gaya diangkat dari istilah style yang berasal dari bahasa Latin stilus dan mengandung arti leksikal alat untuk menulis (Aminuddin, 2009: 72). Aminuddin juga menjelaskan bahwa dalam karya sastra istilah gaya mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Sejalan dengan pengertian tersebut (Scharbach dalam Aminuddin 2009: 72) menyebut gaya sebagai hiasan, sebagai sesuatu yang suci, sebagai sesuatu yang indah dan lemah gemulai serta sebagai perwujudan manusia itu sendiri. Bagaimana seorang pengarang mengungkapkan gagasannya dalam wacana ilmiah dengan cara pengarang dalam kreasi cipta sastra, dengan demikian akan menunjukkan adanya perbedaan meskipun dua pengarang itu berangkat dari satu ide yang sama. Beracuan dari beberapa pendapat di atas gaya dapat disimpulkan dengan tatanan yang bersifat lugas, jelas, dan menjauhkan unsur-unsur gaya bahasa yang mengandung makna konotatif. Sedangkan pengarang dalam wacana sastra justru akan menggunakan pilihan kata yang mengandung makna padat, reflektif, asosiatif, dan bersifat konotatif. Selain itu, tatanan kalimat-kalimatnya juga menunjukkkan adanya variasi dan harmoni sehinnga mampu menuansakan keindahan dan bukan hanya nuansa makna tertentu saja. Oleh sebab itulah masalah gaya dalam sastra akhirnya juga berkaitan erat dengan masalah gaya dalam bahasa itu sendiri. B. Pengertian Gaya BahasaSudjiman (1998: 13) menyatakan bahwa sesungguhnya gaya bahasa dapat digunakan dalam segala ragam bahasa baik ragam lisan, tulis, nonsastra, dan ragam sastra, karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Akan tetapi, secara tradisional gaya bahasa selalu ditautkan dengantertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Akan tetapi, secara tradisional gaya bahasa selalu ditautkan dengan teks sastra, khususnya teks sastra tertulis. Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, majas dan citraan, pola rima, matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Jorgense dan Phillips (dalam Ratna, 2009: 84) mengatakan bahwa gaya bahasa bukan sekedar saluran, tetapi alat yang menggerakkan sekaligus menyusun kembali dunia sosial itu sendiri. Lebih jauh menurut Simpson (dalam Ratna, 2009: 84) gaya bahasa baik bagi penulis maupun pembaca berfungsi untuk mengeksplorasi kemampuan bahasa khususnya bahasa yang digunakan. Stilistika dengan demikian memperkaya cara berpikir, cara pemahaman, dan cara perolehan terhadap substansi kultural pada umumnya. Pemilihan bentuk bahasa yang digunakan pengarang akan berkaitan fungsi dan konteks pemakaiannya. Pemakaian gaya dalam sastra selalu dikaitkan dengan konteks yang melatar belakangi pemilihan dan pemakaian bahasa. Semua gaya bahasa itu berkaitan langsung dengan latar sosial dan kehidupan di mana bahasa itu digunakan. Bahasa sastra adalah bahasa khas (Endraswara, 2003: 72). Khas karena bahasanya telah direkayasa dan dioles sedemikian rupa. Dari polesan itu kemudian muncul gaya bahasa yang manis. Dengan demikian seharusnya pemakaian gaya bahasa harus didasari penuh oleh pengarang. Bukan hanya suatu kebetulan gaya diciptakan oleh pengarang demi keistimewaan karyanya. Jadi dapat dikatakan jika pengarang pandai bersilat bahasa, kaya, dan mahir dalam menggunakan stilistika maka karyanya akan semakin mempesona dan akan lebih berbobot. Stilstik adalah penggunaan gaya bahasa secara khusus dalam karya sastra yang akan membangun aspek keindahan karya sastra. Pradopo (dalan Endraswara, 2003: 72) menyatakan bahwa nilai seni sastra ditentukan oleh gaya bahasanya. Gaya bahasa dapat dikatakan sebagai keahlian seorang pengarang dalam mengolah kata-kata. Jangkauan gaya bahasa sangat luas, tidak hanya menyangkut masalah kata tetapi juga rangkaian dari kata-kata tersebut yang meliputi frasa, klausa, kalimat, dan wacana secara keseluruhan (Keraf, 2004: 112) termasuk kemahiran pengarang dalam memilih ungkapan yang menentukan keberhasilan, keindahan, dan kemasuk akalan suatu karya yang merupakan hasil ekspresi diri (Sayuti, 2000: 110). Sejalan dengan Sayuti (2003: 73) juga menyatakan bahwa gaya bahasa merupakan seni yang dipengaruhi oleh nurani. Melalui gaya bahasa sastrawan menuangkan idenya. Bagaimanapun perasaan saat menulis, jika menggunakan gaya bahasa, karya yang dihasilkan akan semakin indah. Jadi, dapat dikatakan gaya bahasa adalah pembungkus ide yang akan menghaluskan teks sastra. Melalui gaya bahasa pembaca dapat menilai kepribadian dan kemampuan pengarang, semakin baik gaya bahasa yang digunakan, semakin baik pula penilaian terhadapnya. Sering dikatakan bahwa bahasa adalah pengarang yang terekam dalam karya yang dihaslkannya. Oleh sebab itu setiap pengarang mempunyai gayanya masing-masing. Zhang (1995: 155) menjelaskan bahwa Literary stylistics is a discipline mediating between linguistics and literary criticism. Its concern can be simply and broadly defined as thematically and artistically motivated verbal choices (gaya bahasa sastra adalah disiplin mediasi antara linguistik dan kritik sastra. Disisi lain dapat sederhana dan secara luas didefinisikan sebagai tematik dan artistik termotivasi pilihan verbal). Dengan kata lain, objek tersebut adalah untuk mengetahui nilai-nilai tematik dan estetika yang dihasilkan oleh linguistik bentuk, nilai-nilai yang menyampaikan visi penulis, nada dan sikap, yang bisa meningkatkan afektif atau kekuatan emotif pesan yang memberikan sumbangan untuk karakterisasi dan membuat fiksi realitas fungsi lebih efektif dalam kesatuan tematik. Beberapa pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian gaya bahasa atau majas adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Kekhasan dari gaya bahasa ini terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung menyatakan makna yang sebenarnya. C. Ciri-Ciri Gaya BahasaBerbicara tentang gaya bahasa kita tidak akan terlepas dari masalah stilistika yaitu makna yang timbul dari pemakaian bahasa. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa gaya bahasa harus harmonis atau sejalan dengan yang dilukiskan. Kalau yang dilukiskan itu indah, maka yang digunakan adalah gaya bahasa yang indah pula.Gaya bahasa dapat dipandang sebagai fenomena bahasa yang istimewa dan tidak dapat dipisahkan dari cara atau teknik seorang pengarang dalam merefleksikan (memantulkan, mencerminkan) pengalaman, bidikan, nilai-nilai, kualitas kesadaran pikiran dan pandangannya yang istimewa. Karena itu, tidak dapat sebenarnya seorang penutur memproduksi gaya bahasa seorang penutur lainnya, kecuali untuk tujuan-tujuan praktis yang bersifat peniruan sebagai suatu parody.Setiap orang yang menggunakan bahasa sebenarnya menunjukkan gaya bahasa sendiri-sendiri sehingga jumlah gaya bahasa sangat bervariasi atau sangat banyak jumlahnya (Zainuddin, 1992: 52). Berdasarkan cirri-ciri yang terdapat pada penulisan atau pemakaian bahasa, maka dibuatlah nama sesuai dengan cirri-ciri tersebut.Adapun cirri-ciri gaya bahasa yang dikemukakan oleh Zainuddin (1992: 52) adalah:1. Ada perbedaan dengan sesuatu yang diungkapkan, misalnya melebihkan, mengiaskan, melambangkan, menyindir, atau mengulang-ulang.2. Kalimat yang disusun dengan kata-kata yang menarik dan indah.3. Pada umumnya mempunyani makna kias. D. Jenis-jenis Gaya BahasaGaya bahasa adalah penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapat efek-efek tertentu. Oleh karena itu, penelitian gaya bahasa terutama dalam karya sastra yang diteliti adalah wujud (bagaimana bentuk) gaya bahasa itu dan efek apa yang ditimbulkan oleh penggunaannya atau apa fungsi penggunaan gaya bahasa tersebut dalam karya sastra. Gaya bahasa yang digunakan oleh sastrawan meskipun tidaklah terlalu luar biasa, namun unik karena selain dekat dengan watak dan jiwa penyair juga membuat bahasa digunakannya berbeda dalam makna dan kemesraannya. Dengan demikian, gaya lebih merupakan pembawaan pribadi. Gaya bahasa dipakai pengarang hendak memberi bentuk terhadap apa yang ingin disampaikan. Dengan gaya bahasa tertentu pula seorang pengarang dapat mengekalkan pengalaman rohaninya dan penglihatan batinnya, serta dengan itu pula ia menyentuh hati pembacanya. Karena gaya bahasa itu berasal dari dalam batin seorang pengarang maka gaya bahasa yang digunakan oleh seorang pengarang dalam karyanya secara tidak langsung menggambarkan sikap atau karakteristik pengarang tersebut. Demikian pula sebaliknya, seorang yang melankolis memiliki kecenderungan bergaya bahasa yang romantis. Seorang yang sinis member kemungkinan gaya bahasaya sinis dan ironis. Seorang yang gesit dan lincah juga akan memiliki gaya bahasa yang hidup dan lincah. Perrin (dalam Tarigan, 1995: 141) membedakan gaya bahasa menjadi tiga. Gaya bahasa tersebut yaitu: (1) perbandingan yang meliputi metafora, kesamaan, dan analogi; (2) hubungan yang meliputi metonomia dan sinekdoke; (3) pernyataan yang meliputi hiperbola, litotes, dan ironi. Moeliono (1989: 175) membedakan gaya bahasa menjadi tiga. Gaya bahasa tersebut antara lain: (1) perbandingan yang meliputi perumpamaan metafora, dan penginsanan; (2) pertentangan yang meliputi hiperbola, litotes, dan ironi; (3) pertautan yang meliputi metonomia, sinekdoke, kilatan, dan eufemisme. Sementara itu, Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002: 21-30) berpendapat gaya bahasa dibagi menjadi lima golongan, yaitu: (1) gaya bahasa penegasan, yang meliputi repetisi, paralelisme; (2) gaya bahasa perbandingan, yang meliputi hiperbola, metonomia, personifikasi, perumpamaan, metafora, sinekdoke, alusio, simile, asosiasi, eufemisme, pars pro toto, epitet, eponym, dan hipalase; (3) gaya bahasa pertentangan mencakup paradoks, antithesis, litotes, oksimoron, hysteron, prosteron, dan okupasi; (4) gaya bahasa sidiran meliputi ironi, sinisme, innuendo, melosis, sarkasme, satire, dan antifarsis; (5) gaya bahasa perulangan meliputi aliterasi, antanaklasis, anaphora, anadiplosis, asonansi, simploke, nisodiplosis, epanalipsis, dan epuzeukis. Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa dapat dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu: (1) gaya bahasa berbandingan, (2) gaya bahasa perulangan, (3) gaya bahasa sindiran, (4) gaya bahasa pertentangan, (5) gaya bahasa penegasan. Adapun penjelasan masing-masing gaya bahasa di atas adalah sebagai berikut. 1. Gaya Bahasa Perbandingan Pradopo (2005: 62) berpendapat bahwa gaya bahasa perbandingan adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan yang lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, dan kata-kata pembanding lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa perbandingan adalah gaya bahasa yang mengandung maksud membandingkan dua hal yang dianggap mirip atau mempunyai persamaan sifat (bentuk) dari dua hal yang dianggap sama. Adapun gaya bahasa perbandingan ini meliputi: hiperbola, metonomia, personifikasi, pleonasme, metafora, sinekdoke, alusi, simile, asosiasi, eufemisme, epitet, eponym, dan hipalase. a. Hiperbola Maulana (2008: 2) berpendapat bahwa hiperbola yaitu sepatah kata yang diganti dengan kata lain yang memberikan pengertian lebih hebat dari pada kata. Keraf (2004: 135) berpendapat bahwa hiperbola yaitu semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan membesar-besarkan suatu hal. Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebihan dari kenyataan, contoh: hatiku hancur mengenang dikau, berkeping-keping jadinya. b. Metonomia Keraf (2004: 142) berpendapat bahwa metonomia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Sementara iitu, Altenberd (dalam Pradopo, 2005: 77) mengatakan bahwa metonomia adalah penggunaan bahasa sebagai sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metonomia adalah penamaan terhadap suatu benda dengan menggunakan nama yang sudah terkenal atau melekat pada suatu benta tersebut, contoh: ayah membeli kijang.c. Personifikasi Keraf (2004: 140) berpendapat bahwa personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Personifikasi juga dapat diartikan majas yang menerapakan sifat-sifat manusia terhadap benda mati Maulana (2008: 1). Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa personifikasi adalah gaya bahasa yang memperamalkan benda-benda mati seolah- olah hidup atau mempunyai sifat kemanusiaan. Berdasarkan pendapat tersebut gaya bahasa personifikasi mempunyai contoh: pohon melambai-lambai diterpa angin.

d. Perumpamaan Moeliono (1989: 175) berpendapat bahwa perumpamaan adalah gaya bahasa perbandingan yang pada hakikatnya membandingkan dua hal yang berlainan dan yang dengan sengaja kita anggap sama. Gaya bahasa perumpamaan dapat disimpulka yaitu perbandingan dua hal yang hakikatnya berlainan dan yang sengaja dianggap sama. Terdapat kata laksana, ibarat, dan sebagainya yang dijadikan sebagai penghubung kata yang diperbandingkan. Dengan kata lain, setiap kalimat yang dipakai dalam gaya bahasa perumpamaan, tidak dapat disatukan, dan hanya bisa dibandingkan. Hal tersebut akan terlihat jelas pada contoh berikut ini: setiap hari tanpamu laksana buku tanpa halaman. e. Pleonasme Keraf (2004: 133) berpendapat bahwa pleonasme adalah semacam acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu gagasan atau pikiran. Apabila kata yang berlebihan tersebut dihilangkan maka tidak mengubah makna/ arti. Gaya bahasa pleonasme dapat disimpulkan menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya, contoh: ia menyalakan lampu kamar, membuat supaya kamar menjadi terang.

f. Metafora Keraf (2004: 139) berpendapat bahwa metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal yang secara langsung tetapi dalam bentuk yang singkat. Sementara itu menurut Maulana (2008: 1) metafora juga dapat diartikan dengan majas yang memperbandingkan suatu benda dengan benda lain. Kedua benda yang diperbandingkan itu mempunyai sifat yang sama, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan secara implisit yang tersusun singkat, padat, dan rapi; contoh: generasi muda adalah tulang punggung negara. g. Alegori Keraf (2004: 140) berpendapat bahwa alegori adalah gaya bahasa perbandingan yang bertautan satu dengan yang lainnya dalam kesatuan yang utuh. Gaya bahasa alegori dapat disimpulkan kata yang digunakan sebagai lambang yang untuk pendidikan serta mempunyai kesatuan yang utuh, contoh: hati-hatilah kamu dalam mendayung bahtera rumah tangga, mengarungi lautan kehidupan yang penuh dengan badai dan gelombang. Apabila suami istri, antara nahkoda dan jurumudinya itu seia sekata dalam melayarkan bahteranya, niscaya ia akan sampai ke pulau tujuan. h. Sinekdoke Keraf (2004: 142) berpendapat bahwa sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari suatu hal untuk menyatakan keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sinekdoke adalah gaya bahasa yang menggunakan nama sebagian untuk seluruhnya atau sebaliknya, contoh: akhirnya Maya menampakkan batang hidungnya. i. Alusio Keraf (2004: 141) berpendapat bahwa alusi adalah acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antar orang, tempat, atau peristiwa. Dari pendapat di atas tersebut dapat disimpulkan bahwa alusi adalah gaya bahasa yang menunjuk sesuatu secara tidak langsung kesamaan antara orang, peristiwa atau tempat, contoh: memberikan barang atau nasihat seperti itu kepadanya, engkau seperti memberikan bunga kepada seekor kera.j. Simile ;Keraf (2004: 138) berpendapat bahwa simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit atau langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Sementara itu simile atau perumpamaan dapat diartikan suatu majas membandingkan dua hal/benda dengan menggunakan kata penghubung, contoh: caranya bercinta selalu mengagetkan, seperti petasan.k. Asosiasi Maulana (2008: 2) berpendapat asosiasi adalah gaya bahasa perbandingan yang bersifat memperbandingkan sesuatu dengan keadaan lain yang sesuai dengan keadaan yang dilukiskan. Pendapat tersebut menyiratkan bahwa asosiasi adalah gaya bahasa yang berusaha membandingkan sesuatu dengan hal lain yang sesuai dengan keadaan yang digambarkan, contoh: wajahnya pucat pasi bagaikan bulan kesiangan.

l. Eufemisme Keraf (2004: 132) berpendapat bahwa eufemisme adalah acuan berupa ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau menyugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa eufemisme adalah gaya bahasa yang berusaha menggunakan ungkapan-ungkapan lain dengan maksud memperhalus, contoh: kaum tuna wisma makin bertambah saja di kotaku. m. Epitet Keraf (2004: 141) berpendapat bahwa epitet adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan epitet adalah gaya bahasa berwujud seseorang atau suatu benda tertentu sehingga namanya dipakai untuk menyatakan sifat itu, contoh: raja siang sudah muncul, dia belum bangun juga (matahari). n. Eponim Keraf (2004: 141) menjelaskan bahwa eponim adalah suatu gaya bahasa di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa eponim adalah pemakaian nama seseorang yang dihubungkan berdasarkan sifat yang sudah melekat padanya, contoh: kecantikannya bagai Cleopatra. o. Hipalase Keraf (2004: 142) berpendapat bahwa hipalase adalah semacam gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata tertentu untuk menerangkan sebuah kata yag seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain. Maksud pendapat di atas adalah hipalase merupakan gaya bahasa yang menerangkan sebuah kata tetapi sebenarnya kata tersebut untuk menjelaskan kata yang lain., contoh: dia berenang di atas ombak yang gelisah. (bukan ombak yang gelisah, tetapi manusianya). p. Pars pro toto Keraf (2004: 142) Pars pro toto adalah gaya bahasa yang melukiskan sebagian untuk keseluruhaan. Maksud pendapat tersebut adalah pars pro toto merupakan suatu bentuk penggunaan bahasa sebagai pengganti dari wakil keseluruhan, contoh: sudah tiga hari, dia tidak kelihatan batang hidungnya.

2. Gaya Bahasa Perulangan Ade Nurdin, Yani Muryani, dan Mumu (2002: 28) berpendapat bahwa gaya bahasa perulangan adalah gaya bahasa yang mengulang kata demi kata entah itu yang diulang bagian depan, tengah, atau akhir, sebuah kalimat. Gaya bahasa perulangan ini meliputi: aliterasi, anadiplosis, epanalipsis, epizeukis, mesodiplosis, anafora. a. Aliterasi Keraf (2004: 130) berpendapat bahwa aliterasi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Suyoto (2008: 2) alitersi juga dapar diartikan sebagai pengulangan bunyi konsonan yang sama. Jadi aliterasi adalah gaya bahasa yang mengulang kata pertama yang diulang lagi pada kata berikutnya, contoh: Malam kelam suram hatiku semakin muram. b. Anadiplosis Keraf (2004: 128) berpendapat bahwa anadiplosis adalah kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari klausa 24 atau kalimat berikutnya. Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa anadiplosis adalah gaya bahasa yang mengulang kata pertama dari suatu kalimat menjadi kata terakhir, contoh: dalam hati ada rasa, dalam rasa ada cinta, dalam cinta, ada apa. c. Epanalipsis Keraf (2004: 128) berpendapat bahwa epanalipsis adalah pengulangan yang berwujud kata terakhir dari baris, klausa, atau kalimat mengulang kata pertama. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa epanalipsis adalah pemngulangan kata pertama untuk ditempatkan pada akhir baris dari suatu kalimat, contoh: kita gunakan akal pikiran kita. d. Epizeukis Keraf (2004: 127) berpendapat bahwa yang dinamkan epizeukis adalah repetisi yang bersifat langsung, artinya kata-kata yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa epizeukis adalah pengulangan kata yang bersifat langsung secara berturut-turut untuk menegaskan maksud, contoh: kita harus terus semangat, semangat, dan terus semangat untuk menghadapi kehidupan ini.

e. Mesodiplosis Keraf (2004: 128) berpendapat bahwa mesodiplosis adalah repetisi di tengah-tengah baris atau beberapa kalimat berurutan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa mesodiplosis adalah gaya bahasa repetisi yang mengulang kata di tengah-tengah baris atau kalimat. contoh: Hidup bagaikan surga kalau dianggap surga. Hidup bagaikan neraka kalau dianggap neraka. Namun, yang penting hidup bagai sandiwara sementara. f. Anafora Keraf (2004: 127) berpendapat bahwa anaphora adalah repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anafora adalah perulangan kata pertama yang sama pada kalimat berikutnya, contoh: Kita tidak boleh lengah, Kita tidak boleh kalah. Kita harus tetap semangat. 3. Gaya Bahasa Sindiran Keraf (2004: 143) berpendapat bahwa gaya bahasa sindiran atau ironi adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Jadi yang dimaksud dengan gaya bahasa sindiran adalah bentuk gaya bahasa yang rangkaian kata-katanya berlainan dari apa yang dimaksudkan. Gaya bahasa sindiran ini meliputi: melosis, sinisme, ironi, innuendo, antifrasis, sarkasme, satire. a. Melosis Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002: 27) berepndapat bahwa melosis adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang merendah dengan tujuan menekankan atau mementingkan hal yang dimaksud agar lebih berkesan dan bersifat ironis. Jadi yang dimaksud melosis adalah gaya bahasa sindiran yang merendah dengan tujuan menekankan suatu yang dimaksud, contoh: tampaknya dia sudah lelah di atas, sehingga harus lengser. b. Sinisme Keraf (2004; 143) berpendapat bahwa sinisme adalah gaya bahasa sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikglasan dan ketulusan hati. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sinisme adalah gaya bahasa yang bertujuan menyindir sesuatu secara kasar, contoh: tak usah kuperdengarkan suaramu yang merdu dan memecahkan telinga itu. c. Ironi Hadi (2008: 2) berpendapat bahwa ironi adalah gaya bahasa yang berupa sindiran halus berupa pernyataan yang maknanya bertentangan dengan makna sebenarnya. Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ironi adalah gaya bahasa yang bermakna tidak sebenarnya dengan tujuan untuk menyindir, contoh: pagi benar engkau datang, Hen! Sekarang, baru pukul 11.00. d. Innuendo Keraf (2004: 144) berpendapat bhwa innuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa innuendo adalah gaya bahasa sindiran yang mengungkapkan kenyataan lebih kecil dari yang sebenarnya, contoh: dia berhasil naik pangkat dengan sedikit menyuap. e. Antifrasis Keraf (2004: 132) menjelaskan bahwa antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa antifrasis adalah gaya bahasa dengan kata-kata yang bermakna kebalikannya dengan tujuan menyindir, contoh: lihatlah si raksasa telah tiba (si cebol). f. Sarkasme Keraf (2004: 143) berpendapat bahwa sarkasme adalah suatu acuan yang lebih kasar dari ironi yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Jadi yang dimaksud dengan sarkasme adalah gaya bahasa penyindiran dengan menggunakan kiata-kata yang kasar dan keras, contoh: Mulutmu berbisa bagai ular kobra. g. Satire Satire adalah gaya bahasa yang berbentuk ungkapan dengan maksud menertawakan atau menolak sesuatu (Keraf, 2004: 144). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa satire adalah gaya bahasa yang menolak sesuatu untuk mencari kebenarannya sebagai suatu sindiran, contoh: sekilas tampangnya seperti anak berandal, tapi kita jangan langsung menuduhnya, jangan melihat dari penampilan luarnya saja.

4. Gaya Bahasa Pertentangan Gaya bahasa pertentangan adalah gaya bahasa yang maknanya bertentangan dengan kata-kata yang ada. Gaya bahasa pertentangan meliputi: litotes, paradoks, histeron prosteron, antithesis, oksimoron, dan okupasi. a. Litotes Keraf (2004: 132) berpendapat bahwa litotes adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikurangi (dikecilkan) dari makna sebenarnya. Bagas (2007: 1) juga berpendapat bahwa litotes dapat diartikan sebagai ungkapan berupa mengecilkan fakta dengan tujuan merendahkan diri. Dapat disimpulkan 27 bahwa litotes adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan dikurangi (dikecilkan) dari makna yang sebenarnya, contoh: mampirlah ke rumah saya yang berapa luas. b. Paradoks Keraf (2004: 2004: 136) mengemukakan bahwa paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang ada dengan fakta-fakta yang ada. Hadi (2008: 2) juga berpendapat paradoks dapat diartikan sebagai ungkapan yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa paradoks adalah gaya bahasa yang kata-katanya mengandung pertentangan dengan fakta yang ada, contoh: musuh sering merupakan kawan yang akrab. c. Histeron Prosteron Histeron prosteron adalah gaya bahasa yang menyatakan makna kebalikan dari sesuatu yang logis atau dari kenyataan yang ada (Keraf, 2004: 133). Jadi dapat dikatakan bahwa histeron prosteron adalah gaya bahasa yang menyatakan makna kebalikannya yang dianggap bertentangan dengan kenyataan yang ada, contoh: jalan kalian sangat lambat seperti kuda jantan. d. Antitesis Keraf (2004: 126) berpendapat bahwa antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. Hadi (2008: 7) juga berpendapat bahwa antitesis dapat diartikan dengan gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang berlawanan. Jadi dapat disimpulkan bahwa antithesis adalah gaya bahasa yang kata-katanya merupakan dua hal yang bertentangan, contoh: suka duka kita akan selalu bersama. e. Oksimoron Keraf (2004: 136) oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan. Suyoto (2008:2) berpendapat bahwa oksimoron juga dapat diartikan mempertentangkan secara berlawanan bagian demi bagian. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa oksimoron adalah gaya bahasa yang menyatakan dua hal yang bagian-28 bagiannya saling bertentangan, contoh: kekalahan adalah kemenangan yang tertunda. f. Okupasi Hadi (2008: 2) berpendapat okupasi merupakan gaya bahasa yang melukiskan sesuatu dengan bantahan, tetapi kemudian diberi tambahan penjelasan atau diakhiri dengan kesimpulan. . Jadi dapat dijelaskan bahwa okupasi adalah gaya bahasa yang isinya bantahan terhadap sesuatu tetapi diikuti dengan penjelasan yang mendukung, contoh: merokok itu merusak kesehatan, akan tetapi si perokok tidak dapat menghentikan kebiasaannya. Maka, muncullah pabrik-pabrik rokok karena untungnya banyak.5. Gaya Bahasa Penegasan Gaya bahasa penegasan adalah gaya bahasa yang mengulang kata-katanya dalam satu baris kalimat. Gaya bahasa penegasan meliputi: paralelisme, erotesis, klimaks, repetisi, dan anti klimaks . a. Paralelisme Suyoto (2008:3) berpendapat bahwa paralelisme dapat diartikan sebagai pengulangan ungkapan yang sama dengan tujuan memperkuat nuansa makna. Jadi dapat dijelaskan bahwa pararelisme adalah salah satu gaya bahasa yang berusaha mengulang kata atau yang menduduki fungsi gramatikal yang sama untuk mencapai suatu kesejajaran, contoh: hidup adalah perjuangan, hidup adalah persaingan, hidup adalah kesia-siaan. b. Epifora Keraf (2004: 136) berpendapat bahwa epifora adalah pengulangan kata pada akhir kalimat atau di tengah kalimat. Simpulan gaya bahasa epifora adalah gaya bahasa dengan mengulang kata di akhir atau tengah kalimat, contoh: Yang kurindu adalah kasihmu. Yang kudamba adalah kasihmu. c. Erotesis Keraf (2004: 134) mengemukakan bahwa erotesis adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban. Simpulan gaya bahasa erotesis adalah gaya bahasa yang bertujuan untuk mencapai efekyang lebih mendalam tanpa membutuhkan jawaban, contoh: rakyatkah yang harus menanggung akibat semua korupsi dan manipulasi di negara ini? d. Klimaks Keraf (2004: 124) berpendapat bahwa gaya bahasa klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya. Jadi dapat dijelaskan klimaks adalah pemaparan pikiran atau hal berturut-turut dari sederhana dan kurang penting meningkat kepada hal atau gagasan yang penting atau kompleks, contoh: generasi muda dapat mentediakan, mencurahkan, mengorbankan seluruh jiwa raganya kepada bangsa. e. Repetisi Keraf (2004: 127) berpendapat bahwa repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk member tekanan dalam sebuah konteks yang nyata. Hadi (2008: 2) berpendapat repetisi juga dapat diartikan dengan sebuah majas penegasan yang melukiskan sesuatu dengan mengulang kata atau beberapa kata berkali-kali yang biasanya dipergunakan dalam pidato. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa repetisi adalah gaya bahasa yang mengulang kata-kata sebagai suatu penegasan terhadap maksudnya, contoh: kita junjung dia sebagai pemimpin, kita junjung dia sebagai pelindung.

f. Anti klimaks Keraf (2004: 124) berpendapat bahwa anti klimaks adalah gaya bahasa yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Hadi (2008: 2) berpendapat anti klimaks juga dapat diartikan sebagai gaya bahasa kebalikan dari klimaks. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa antiklimaks adalah gaya bahasa yang susunan ungkapannya disusun makin lama makin menurun, contoh: bukan hanya Kepala Sekolah dan Guru yang mengumpulkan dana untuk korban kerusuhan, para murid ikut menyumbang semampu mereka.

D. Komentator Sepak BolaDalam Kamus ilmiah populer, Komentator berarti juru komentar; penyampai ulasan; atau juru tafsir . Komentator juga dapat diartikan sebagai orang yang (pekerjaannya) mengomentari atau mengulas suatu berita atau juru ulas. Seseorang dapat saksikan pertandingan sepak bola di Televisi bahwa komentator pertandingan sepakbola tersebut bukan hanya seorang komentator yang diundang oleh pihak Televisi yang berkomentar pada saat berlangsungnya pertandingan tersebut tetapi pembawa acara juga berperan atau ikut serta memberikan komentar atau memberikan informasi tentang keadaan atau fakta yang terjadi di lapangan. Sebuah pelajaran berharga untuk pengelola televisi di tanah air, dalam memilih komentator atau pengamat sepakbola. Pada tayangan pertandingan persahabatan antara Indonesia vs Palestina, Senin 22 Agustus 2011 lalu, pelajaran itu sangat terasa kentalnya. SCTV dengan berani memilih Nus Tuanakota sebagai penyiar yang melaporkan langsung pertandingan tersebut. Terasa sangat berbeda dengan penyiar biasanya.Nus Tuanakotta merupakan penyiar senior yang sudah lama berkiprah mulai dari RRI sampai TVRI. Dia terbiasa melaporkan langsung berbagai kegiatan olahraga. Teori siaran dan praktiknya bisa dilakoninya dengan baik. Ketika masih di TVRI beberapa dekade silam saya masih duduk di bangku SD dan SMP gaya siaran Nus ini nyaris sama dengan para penyiar lainnya. Mereka punya gaya yang mirip-mirip. Suara ngebas, berirama dan harmonis dengan gambar, sehingga menunjang kenikmatan penonton dalam menyaksikan pertandingan. Mungkin sebagian dari kita ingat dengan Bung Sambas, yang sangat khas dalam membawakan siaran langsung olahraga mulai dari sepakbola sampai bulutangkis. Mereka jarang sekali melakukan kesalahan ucap atau fakta.Pada tayangan tersebut, berkali-kali teman duet siaran Nus yaitu wartawan sepakbola Bung Kesit, salah menyampaikan fakta. Wasit menunjuk sepak pojok, dia mengatakan pelanggaran. Pada saat bersamaan, Nus dengan tepat menyebut corner kick karena dia melihat dengan penuh konsentrasi gerak tubuh sang wasit.Demikian pula ketika terjadi pelanggaran, off side dan beberapa fakta lainnya. Nus dengan tepat menyebutkan berbagai fakta. Bahkan, dia juga dengan lancar melaporkan jalannya pertandingan, menggambarkan aliran bola meski tidak detil, menyebut nama pemain yang memegang bola dengan akurat, berteriak histeris ketika bola nyaris masuk ke gawang, dan mengaduh ketika ada pelanggaran. Dia membawa penonton masuk ke irama dan suasana pertandingan. Ketika gol terjadi, Nus berteriak menyesali gol karena gawang Indonesia yang kebobolan. Emosional sekali.Saya sangat yakin, para penyiar sekelas Sambas dan Nus Tuanakota, punya kemampuan bagus seperti itu tidak diperoleh dengan seketika. Mereka pasti rajin berlatih dan belajar serta praktik selama bertahun-tahun. Mereka dibekali pengetahuan yang memadai tentang cara siaran, dan mendapatkan mentor-mentor terbaik, serta pasti selalu terus belajar. Berbeda dengan para komentator dan penyiar yang banyak beredar di sejumlah televisi swasta.Gaya bicara mereka relatif sering mengganggu kenikmatan menonton sepakbola, karena mereka tidak dibekali cara siaran yang baik. Pada level ini, tampaknya televisi hanya mengumakan gambar yang standar broadcast, tapi mengabaikan suara yang juga seharusnya standar broadcast. Mereka ribut sendiri, menyampaikan banyak fakta yang tidak berhubungan dengan moment di lapangan, gagal mengomentari fakta di lapangan, salah ucap, salah fakta dan yang paling krusial; tidak mampu masuk ke dalam atmosfer pertandingan. Saya sering mengecilkan suara penyiar/komentator, ketika menonton sepakbola dalam negeri. Dan melakukan hal serupa jika pertandingan mancanegara gagal menampilkan suara penyiar/komentator dari tempat asalnya.Stasiun televisi setiap harinya menyajikan berbagai jenis program yang jumlahnya sangat banyak dan jenisnya sangat beragam. Berbagai jenis program itu dapat dikelompokkan berdasarkan jenisnya, yaitu: (1) program informasi (news), (2) program hiburan (non news/entertainment). Program informasi kemudian dibagi lagi kedalam jenis berita keras (hardnews) yang merupakan laporan berita terkini yang harus segera disiarkan. Dan berita lunak (softnews) yang merupakan kombinasi dari fakta, gossip dan opini. Sementara program hiburan terbagi atas tiga kelompok besar yaitu: musik, drama, permainan (gameshow), pertunjukkan dan sport (Morrisan, 2005: 100). Sepakbola merupakan olahraga popular dan merakyat di muka bumi ini, tentu saja karena banyak diminati setiap orang. Tayangan sepakbola sendiri bisa dinikmati untuk segala jenis usia, baik anak-anak, orang dewasa, maupun orang tua. Namun demikian, tidak bisa dipungkiri, bahwa fenomena sepakbola memang bisa membuat kita terpana. Sepakbola telah menjelma menjadi ideologi universal di muka bumi. Dengan banyaknya tayangan sepakbola di televisi, orang sanggup untuk duduk berjam-jam di depan televisi. Bahkan rela bangun tengah malam untuk menyaksikan tim kesayangannya bermain dan tidak memikirkan resiko apa yang akan didapat apabila pada pagi harinya akan melakukan suatu aktivitas. Bagi stasiun televisi itu sangat menguntungkan karena stasiun televisi sendiri bisa mendapatkan penonton yang banyak dengan rating yang besar. ANTV sebagai salah satu stasiun televisi di Indonesia memanjakan pemirsanya dengan tayangan langsung pertandingan sepakbola nasional dari ajang Djarum Indonesia Super League, yang melibatkan 15 klub terbaik.

E. Contoh Bahasa Komentator Sepak BolaPertanyaan retoris ialah pertanyaan yang sebenarnya tidak memerlukan jawaban. Sedikit banyak, jawaban sudah tercermin dari pertanyaan yang diajukan.Salah satu contoh pertanyaan retoris dalam sebuah pertandingan sepak bola misalnya: Apakah faktor stamina juga memengaruhi menurunnya kualitas permainan para pemain?, Apakah pelatih ingin menekankan penyerangan dengan memasukkan penyerang tambahan, atau pertanyaan-pertanyaan lainnya. Kalau dicermati, pertanyaan retoris memang memiliki maksud tertentu. Dalam konteks sepak bola, kira-kira maksudnya sebagai berikut.1. Meminta kepastian dari komentator Dalam kondisi seperti ini, sering kali para komentator memiliki latar belakang sepak bola yang jauh lebih kuat daripada pembawa acara. Tidak jarang seorang komentator yang diundang merupakan seorang pelatih, mantan pemain, atau malah pemain sepak bola. Dalam posisi demikian, pelatih, mantan pemain, maupun pemain sepak bola memiliki otoritas yang lebih tinggi daripada pembawa acara. Artinya pernyataan-pernyataan yang mereka keluarkan lebih berharga daripada yang disampaikan oleh pembawa acara.2. Mengharapkan penjelasan lebih jauh Dengan mengungkapkan satu faktor, misalnya stamina sebagaimana dalam contoh 1 di atas, pembawa acara ingin komentator menjelaskan hal-hal seputar stamina. Sehingga akan muncul komentar bahwa para kualitas stamina para pemain memang tidak baik. juga mengungkapkan faktor-faktor lain yang mungkin luput dari analisa singkat sang pembawa acara. Tidak heran kalau seorang komentator akan menambahkan faktor-faktor lain, yaitu kekeliruan pelatih dalam menginstruksikan strategi kepada para pemainnya, atau kekeliruan pemain dalam menerapkan instruksi pelatihnya, dan sebagainya.3. Memancing diskusi yang lebih luas lagi mengenai pertandingan yang tengah atau telah berlangsung Cobalah amati betapa seringnya pertanyaan-pertanyaan yang mungkin terkesan tidak perlu ini justru menuntun kepada diskusi yang lebih luas. Sebagai contoh, dari masalah stamina, bisa jadi pembicaraan beranjak kepada faktor penonton yang lebih banyak mendukung salah satu tim sehingga tekanan mental lebih memengaruhi permainan tim tamu.Harus diakui bahwa kadang-kadang pembawa acara yang memandu memang kurang berkualitas. Rendahnya kualitas pembawa acara ini bisa menjadi penyebab maraknya pertanyaan maupun pernyataan yang tidak perlu atau malah tidak bermutu. Tentu para penggemar sepak bola masih ingat kejadian pada Piala Dunia 2006 yang lalu di mana rendahnya kualitas pembawa acara saat itu memaksa pihak penyiar menggantikannya dengan yang lebih berpengalaman.Dalam percakapan sehari-hari pun pertanyaan retoris bukanlah hal yang tidak biasa. Dengan alasan yang sama pula kita sering mengajukan pertanyaan demikian. Sayangnya, pertanyaan retoris sering pula menyebabkan mitra wicara kita menjadi kesal.Salah satu kasus kebahasaan lain yang sering dimunculkan oleh komentator sepak bola ialah pengaburan makna frasa seperti tendangan yang sangat baik, dan yang senada dengan itu. Sering kali kita akan mendengar komentar, misalnya seperi berikut.Tendangan yang sangat baik dilepaskan oleh Saktiawan Sinaga.Atau seperti berikut ini.Tendangan yang sangat baik sudah dilepaskan Saktiawan Sinaga, namun sayangnya melebar.Namun, yang kita saksikan justru sebuah tendangan yang melenceng jauh dari mistar gawang. Padahal kalau tendangan yang dilakukan itu baik seharusnya menghasilkan sebuah gol dan bukannya goal kick? Oleh karena itu, bentuk kalimat yang lebih tepat seharusnya ialah:Sebuah usaha yang cukup baik dilakukan Saktiawan (dengan melepaskan tendangan dari luar kotak penalti).AtauMeski melebar, usaha yang dilakukan Saktiawan amatlah tepat (mengingat rapatnya pertahanan lini belakang lawan).Sedikit berbeda kalau mengucapkan:Umpan yang sangat baik dilepaskan oleh Gustavo Chena, sayangnya reaksi para pemain depan sangat terlambat.

Dalam kalimat di atas, umpan yang sangat baik telah diberikan, namun kegagalan justru dilakukan oleh penerima umpan tersebut. Bandingkan dengan kalimat berikutUmpan yang sangat baik dilepaskan oleh Gustavo Chena, sayang terlalu deras.Sebenarnya kalau Anda mencermati, hal serupa juga sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh komentator dalam negeri. Coba saja menyimak komentator berbahasa Inggris pada pertandingan Liga Italia. Hal serupa pasti muncul. Hal seperti ini telah mewarnai siaran pertandingan sepak bola sehingga terkadang muncul pertanyaan di hati penulis bahwa apakah ini berarti para komentator tersebut perlu belajar bahasa Indonesia juga mengingat pembinaan bahasa Indonesia yang kontekstual pun dapat dilangsungkan melalui komentar-komentar pada siaran-siaran di media pertelevisian tersebut?F. MediaDalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000), Media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Dalam ilmu komunikasi, media bisa diartikan sebagai saluran, sarana penghubung, dan alat-alat komunikasi. Kalimat media sebenarnya berasal dari bahasa latin yang secara harafiah mempunyai arti perantara atau pengantar.

B. Kerangka PikirPenelitian ini di awali dengan mengacu pada fakta-fakta dalam proses penelitian gaya bahasa komentator sepak bola yang di media elektronik dengan maksud untuk menambah pengetahuan tentang gaya bahasa yang digunakan oleh komentator sepak bola pada media pertelevisian , serta masyarakat umum, yang selama ini tidak mengerti betapa banyaknya variasi-variasi bahasa yang digunakan oleh masyarakat khususnya komentator sepak bola. Oleh karena itu , diperlukan adanya data yang aktual sebagai bahan kajian dalam meneliti gaya bahasa komentator sepak bola yang di media elektronik. Adapun teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik penelitian kuantitatif dengan melibatkan pendengar sebagai subjek dan komentator sepak bola sebagai obyek. Dengan strategi seperti ini dapat memenuhi para penutur dalam hal ini komentator sepak bola dan peminat sepak bola yang dapat menumbuhkan kemampuan berbahasa, berfikir kreatif, dan mengembangkan sikap berbahasa.Hal ini memiliki dampak yang sangat positif terhadap pendengar dan penutur (komentator) yang dapat meningkatkan motivasi untuk selalu kreatif dalam mengembangkan bahasa yakni dengan memunculkan gaya bahasa yang variatif.B. Bagan Kerangka PikirAdapun bagan kerangka pikir Gaya bahasa komentator sepak bola di media elektronik digambarkan pada diagram berikut:

Keterampilan BerbahasaBagan Kerangka Pikir

MenyimakMenulisMembacaBerbicara

PerbandinganPerulanganSindiranPertentanganPenegasanKomentator Sepak Bola

Bentuk Gaya Bahasa

Gaya Bahasa

Faktor dominannya gaya bahasa

KeunikanKesesuaianKetepatanAnalisis

Temuan

BAB IIIMETODE PENELITIANA. Pendekatan dan Jenis PenelitianPendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (1975), (dalam Moleong, 2002 :31) adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis dari pelaku yang diamati.Dengan menggunakan metode diskriptif analisis penelitian ini semata-mata bersifat fakta atau fenomena penggunaan bahasa secara empiris hidup atau digunakan oleh komentator sepak bola, sehingga diperoleh pemerian atau diskripsi pemakaian bahasa sebagai gambar sesuai dengan aslinya.B. Batasan IstilahPenekanan utama dalam penelitian ini adalah Gaya bahasa komentator sepak bola di media elektronik. Untuk menghindari terjadinya salah penafsiran atau kekeliruan dalam memahami penelitian, istilah penelitian ini perlu didefinisikan secara operasional yang dijabarkan sebagai berikut:1. Gaya bahasa atau majas adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Kekhasan dari gaya bahasa ini terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung menyatakan makna yang sebenarnya. Gaya bahasa yang digunakan oleh komentator sepak bola di media elektronik khususnya pada media pertelevisian.2. Komentator berarti juru komentar; penyampai ulasan; atau juru tafsir . Komentator juga dapat diartikan sebagai orang yang (pekerjaannya) mengomentari atau mengulas suatu berita atau juru ulas. Seseorang dapat saksikan pertandingan sepak bola di Televisi bahwa komentator pertandingan sepakbola tersebut bukan hanya seorang komentator yang diundang oleh pihak Televisi yang berkomentar pada saat berlangsungnya pertandingan tersebut tetapi pembawa acara juga berperan atau ikut serta memberikan komentar atau memberikan informasi tentang keadaan atau fakta yang terjadi di lapangan. 3. Media adalah sebuah alat atau benda yang digunakan sebagai objek dalam pengambilan data atau informasi. Dalam hal ini adalah media elektronik khususnya televise atau TV.4. Faktor yang menyebabkan dominannya suatu gaya bahasa pada percakapan komentator sepak bola di media elektronik dilihat dari ketepatan, kesesuaian, dan keunikan. Dapat dilihat juga dari jenis gaya bahasa yaitu gaya bahasa perbandingan, perulangan, sindiran, pertentangan, dan penegasan.

C. Data dan Sumber Dataa. DataAdapun jenis data dalam penelitian ini adalah berupa obrolan obrolan yang mengandung penggunaan gaya bahasa atau berupa komentar yang dikeluarkan atau diucapkan oleh pembawa acara dan komentator sepak bola pada saat berlangsungnya pertandingan sepak bola di media elektronik. Bentuk tuturan komentator sepak bola pada media pertelevisian berupa gaya bahasa yang dituturkan oleh komentator sepak bola seperti gaya bahasa perbandingan, perulangan, pertentangan, sindiran, dan gaya bahasa penegasan. Berdasarkan bentuk gaya bahasa tersebut menghasilkan kesesuaian, ketepatan, dan keunikan. Adapun data yang diperoleh diambil dari sebagian hasil Youtube berupa vidio cuplikan ulang pertandingan sepak bola pada bulan Desember tahun 2010 dan tahun 2011 pada bulan Oktober. Hal ini dilakukan untuk memperkuat data terbaru yang diambil sejak tanggal 3 Nopember 2012 sampai 1 Desember 2012. b. Sumber DataSumber data dari dari penelitian ini adalah komentator sepak bola pada media elektronik. Adapun media yang dipilih dalam penelitian ini adalah televisi yang programnya menayangkan pertandingan sepak bola. Beberapa program yang ada di televisi untuk dijadikan sebagai subjek penelitian ini seperti TvOne, RCTI, SCTV, Trans 7, Global Tv, dan sebagainya.

Berdasarkan informasi di atas, maka dapat dilihat dalam tabel tersebut:

Program TVBentuk Gaya Bahasa

PerbandinganPerulanganSindiranPertentanganPenegasan

ANTV

RCTI

Global TV

SCTV

Ttans7

D.. Teknik Pengumpulan DataTeknik pengumpulan data dalam penelitian sangat penting. Penyediaan data merupakan upaya seorang peneliti dalam menyediakan data yang berkaitan langsung dengan masalah yang dimaksud (Sudaryanto, 1993 :5).Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi, teknik dokumentasi, teknik rekam, teknik catat untuk memperoleh data, dan teknik introspeksi atau teknik evaluasi .

1. Teknik observasi Teknik ini digunakan untuk memperoleh data mengenai gaya bahasa dalam tuturan komentator sepak bola pada media pertelevisian. Bahan-bahan yang diamati sebagai sumber data adalah kata-kata dalam kalimat yang terdapat pada tuturan komentator sepak bola.2. Teknik dokumentasiTeknik ini digunakan untuk membaca dan mengkaji unsur-unsur gaya bahasa dalam dokumen-dokumen berupa seluruh tuturan komentator sepak bola3. Teknik rekamTeknik rekam adalah teknik yang dilakukan dengan perekaman yang menggunakan tape recorder tertentu sebagai alatnya. 4. Teknik catat adalah teknik yang dilakukan pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi (Sudaryanto,1993:135). Hasil pengamatan dari tuturan komentator sepak bola yang memiliki gaya bahasa ditandai atau dicatat pada kartu-kartu data yang telah disediakan.5. Teknik intrispeksi atau teknik evaluasi adalah teknik ini digunakan untuk menyeleksi atau mengevaluasi semua data yang telah diperoleh. Penyeleksian atau pengevaluasian data dimaksudkan untuk mendapatkan data yang sesuai dan akurat. Tujuan dari teknik pengumpulan data tersebut di atas adalah agar peneliti mudah mengamati data- data yang nantinya akan dianalisis.

E. Teknik Analisis DataPenelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka setelah data diklasifikasikan, peneliti menganalisis data dengan metode padan. Menurut Sudaryanto (1993:13-14), metode padan merupakan analisis data yang memiliki alat penentu di luar bahasa, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan, sedangkan teknik yang digunakan adalah teknik referensial dan teknik prakmatis. Teknik referensial digunakan untuk mendeskripsikan faktor yang menyebabkan dominannya suatu gaya bahasa yang digunakan oleh komentator sepak bola. F. Instrumen PenelitianInstrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah televise yang programnya menayangkan acara pertandingan sepak bola seperti siaran sepak bola yang ditayangkan oleh ANTV, TVOne, RCTI, SCTV, Trans7, Global TV, dan sebagainya kemudian direkam dengan alat perekam. Langkah selanjutnya mencari data- data yang berhubungan dengan gaya bahasa. Setelah data didapatkan kemudian data dianalisis dengan teori yang sudah ada. Terakhir adalah menyimpulkan hasil penelitian.

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Gaya Bahasa Komentator Sepakbola di Media ElektronikPenelitian ini adalah pemakaian gaya bahasa pada komentator sepak bola di media elektronik setelah dilakukan teknik analisis dokumen, data yang diperoleh sebanyak 175 data, berupa kalimat yang mengandung gaya bahasa yang terdiri dari 24 jenis gaya bahasa, yaitu:

1. Gaya Bahasa Perbandingan

a. Hiperbola Hiperbola adalah ungkapan kata yang melebih-lebihkan apa yang sebenarnya dimaksudkan baik jumlah, ukuran, atau sifatnya. Hasil analisis pada komentator sepak bola terdapat 41 data gaya bahasa hiperbola, yaitu sebagai berikut. 1) Tendangan ekstrim dari Malesyia sangat berbahaya. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata ekstrim terkesan tendangan tersebut seolah-olah sangat keras atau merupakan kecendrungan sikap yang terlampau jauh dan keras dan dapat melukai.2) Kita saksikan serangan tajam dari Malesyia. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata tajam terkesan tendangan tersebut seolah-olah melukai seseorang.3) Bola dilemparkan mampu menggelinding pemain,,,,!!! Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata menggelinding terkesan lemparan tersebut seolah-olah bola mampu membuat pemain berguling-guling.4) Sebuah peluang emas yang gagal dimanfaatkan irfan Bakhdi,,,,!!!! Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata peluang emas dapat diartikan sebagai kesempatan yang diperoleh oleh Indonesia.5) Sayang sekali...tendangan langsung tidak mampu merobek gawang Malesyia. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata merobek gawang dapat diartikan sebagai tendangan langsung yang tidak mampu menciptakan gol, atau bola tidak masuk gawang.6) Umpan trobosan dilakukan oleh Irfan Bachdi. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata terobosan dapat diartikan sebagai umpan yang mampu menerobos pemain lawan, yang bolanya datar tidak melambung jauh ke atas.7) O,, nyaris sudah dilakukan, tendangan langsung. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata nyaris dapat diartikan: hampir atau hampir-hampir terjadi sesuatu yang membahayakan dan sebagainya.8) Ada Andik disana.... ya pemirsa ..... syuting langsung...Ooooo Golllll. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata syuting langsung dapat diartikan: tendangan keras, tendangan langsung gol dan tiba-tiba ditendang ke arah gawang. 9) Sebuah eksekusi dilakukan di kanan gawang. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata eksekusi dapat diartikan: melakukan atau pelasanakan hukaman mati atau tendangan yang segera dilakukan.10) Tendangan Irfan Bachdi kali ini mampu menyulap masa sayang. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata menyulap masa sayang dapat diartikan: sebagai tendangan yang dapat memberikan poin untuk grupnya atau untuk pertahanan Indonesia yang dapat mengangkat nama baik Indonesia dalam pertandingan tersebut.11) Masih Egi,,,,,, langsung .... menusuk gawang Timur Leste. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata menusuk gawang dapat diartikan: sebagai tendangan yang dapat memasukkan bola ke dalam gawang dan menciptakan gol. 12) Tendangan yang cukup produktif ,,,Irfan Bachdi.....!!! Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata tendangan produktif dapat diartikan: sebagai tendangan yang selalu menghasilkan, atau tendangan yang selalu menciptaan gol.13) Tendangan spekulasi,,, dilakukan oleh Egi..! Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata tendangan spekulasi dapat diartikan: sebagai tendangan yang mengecoh lawan pemain. 14) Pemirsa,,,, pemain tampak berlari semburat, pontang panting karena dikejar-kejar lawan. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata berlari dengan memanfaatkan kata pontang -panting terkesan mereka berlari terbirit-birit tanpa arah.15) Kita liat tekanan dari malasyia Muhammad Hasanuddin,, 27 tahun. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata tekanan dapat diartikan: sebagai tendangan yang menyerang pemain Indonesia yang akan menyerang gawang Indonesia. 16) Bola panjang kita saksikan. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata Bola Panjang dapat diartikan: sebagai tendangan atau umpan yang panjang atau jarak antara pengopor dengan yang diopor cukup jauh menerima bola. 17) Sayang sekali pemain Indonesia membuang bola begitu saja. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena menganggap kata membuang adalah melepaskan bola dari kaki menuju kaki rekan sepermainan. 18) Kontrol bola yang kurang cermat oleh Joni. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata kurang cermat dapat diartikan: seorang pemain tidak mampu menguasai bola dengan waktu yang cukup lama.19) Akhirnya.... Pemain Bisaa membalikkan posisi menjadi 2-1. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata membalikkan posisi dapat diartikan: seorang pemain yang mampu mengalahkan lawannya dengan skor atau poin yang lebih tinggi dari lawan mainnya.20) Indonesia masih berjuang dari ketertinggalan. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata berjuang dari ketertinggalan dapat diartikan: seorang pemain yang berusaha bermain dengan baik, kerja keras untuk mendapatkan poin atau angkau yang lebih tinggi dr lawan mainnya.21) Tidak ada eksekutor bola-bola mati. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata eksekutor bola-bola mati dapat diartikan: saat itu tidak ada pemain yang menemukan bola bola yang tanpa penjagaan lawan main atau bola yang mampu menyelamatkan bola yang akan keluar garis permainan atau bola yang keluar lapangan. 22) Keberuntungan tak berpihak tadi pada Andik. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan karena dapat diartikan: Ada kesempatan untuk memasukkan bola ke gawang. Namun, tendangan yang dilakukan Andik tidak tepat, bola tidak masuk di gawang.23) Ada kaeajaiban yang mampu membantu Indonesia. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan karena kalimat tersebut dapat diartikan: ada seorang pemain yang dapat memasukkan bola atau mencetak bola ke dalam gawang dalam waktu yang singkat sebelum babak perandingan selesai.24) Angkat bola...... Owwwwwww.....ofsait! Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan karena kalimat tersebut dapat diartikan: adanya tendangan ke atas menuju gawang tapi bola tidak tepat masuk di gawang dan mencetak gol tapi dinyatakan keluar. Seorang penyerang menunggu bola di daerah pertahanan lawan tetapi tidak ada pemain belakang lawan yang berada di zona itu. Dan ini merupakan pelanggaran yang dinamakan ofcide. 25) Tendangan akan mampu menyelesaikan pertandingan ini. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan karena kalimat tersebut dapat diartikan ppemain yang melakukan tendangan langsung dan pada saat mencetak gol. Maka dianggap dapat menyelesaikan pertandingan.26) Indonesia memimpin di atas laos. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan karena kalimat tersebut dapat diartikan Indonesia menang dari Laos. 27) Mampu merebut dalam kotak finalti. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan karena kalimat tersebut dapat diartikan bahwa salah satu pemain dapat masuk ke babak finalti.28) Kontrol bola yang belum sempurna. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan karena kalimat tersebut dapat diartikan bahwa pemain tidak mampu membawa atau menguasai bola dengan sempurna sehingga bola yang dikuasai dihalau oleh lawan main.29) Firman menciptakan tiga nol. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan karena kalimat tersebut dapat diartikan bahwa Firman telah memasukkan bola ke gawang sebanyak tiga kali. 30) Tidak akurat tadi dari effendi. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan karena kalimat tersebut dapat diartikan bahwa tendangan yang dilakukan oleh Efendy tidak teliti, cermat atau tidak saksama hingga tidak tercipta gol. 31) Kita akan menantikan siapa yang akan di eksekusi kali ini tendangan bebas dari Indonesia,,, Andik atau Muh. Taufik,,, ! Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan. Kata eksekusi kali ini dapat diartikan bahwa tendangan bebas yang dilakukan Indonesia, apakah mampu melakukan tendangan yang mampu mencetak gol ke gawang lawan mainnya.32) Indonesia kali ini, lemparan pendek Syamsul Arif. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan. Kata Lemparan Pendek dapat diartikan bahwa sebuah tendangan yang dilakukan pemain yang satu dengan posisi bola datar dan jarak yang tidak terlalu jauh untuk menghantar bola ke teman mainnya. 33) Salah umpan,,,, Syamsul Arif. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan. Kalimat tersebut dapat diartikan bahwa sebuah tendangan yang dilakukan Syamsul arif tidak tepat karena bola tidak mengarah kepada temannya melainkan kepada lawan mainnya.34) Terlalu keras tadi,,,,,! Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan. Kalimat tersebut dapat diartikan bahwa sebuah tendangan yang dilakukan pemain terlalu keras.35) Tekanan dari Malesyia. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan. Kalimat tersebut dapat diartikan bahwa adanya sebuah penyerangan yang terus menerus yang membuat pemain Indonesia nampak berada pada posisi yang sangat mengkhawatirkan. 36) Ada sedikit ketegangan, antara otto dengan pemain Malesyia sofik Ibrahim. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan. Kalimat tersebut dapat diartikan bahwa adanya sebuah aksi perebutan bola untuk bias dihantar ke gawang lawan pemain.37) Kontrol dari ,,, tidak akurat tadi,,,,!!!! Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan. Kalimat tersebut dapat diartikan bahwa adanya penguasaan bola yang kurang teliti, cermat atau saksama.38) Ada sedikit sentuhan dari pemain Laos. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan. Kalimat tersebut dapat diartikan bahwa adanya benturan fisik antara pemainIndonesia dengan Laos saat terjadi aksi perebutan bola melayang.39) Serangan balik dilakukan Indonesia, masih Otto....! Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan. Kalimat tersebut dapat diartikan bahwa adanya serangan yang dilakukan oleh Tim Indonesia unttuk dapat mencetak gol ke gawang lawan mainnya..40) Lepaskan tendangan,,, masih dihalau Joko. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan. Kalimat tersebut dapat diartikan bahwa adanya sebuah tendangan oleh seorang pemain tapi dapat di ambil atau dihalau oleh lawan mainsehingga bola tidak dikuasai lagi. Artinya bola sudah lepas ke lawan main.41) Kembali tertipu yang mengarahkan bola ke sisi kiri gawang Timur Leste. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan. Kalimat tersebut dapat diartikan bahwa salah penafsiran saat menghantar bola ke gawang untu mencetak gol.

b. Metonomia Metonomia adalah penggunaan bahasa sebagai sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut. Hasil analisis gaya bahasa dalam komentator sepak bola di media elektronik hususnya Televisi terdapat 6 data gaya bahasa metonomia, yaitu sebagai berikut.1) Andik dalam 2 partai ini, selalu mendapatkan kartu merah. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa metonomia karena kata Partai dan Kartu Merah kata partaidipakai untuk mengganti atribut objek yaitu pertandingan dan kata Kartu Merah dipakai untuk mengganti atribut objek yaitu pemain dikeluarkan atau diberentikan dari pertandingan.2) Sementara terjadi pergantian di kubu Malaysia. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa metonomia karena kata kubudipakai untuk mengganti atribut objek yaitu banteng atau tembok pertahanan tim dari Malesyia. 3) Keras memang untuk pertandingan malam ini karena sudah 4 kali kartu kuning dikeluarkan. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa metonomia karena kata kartu kuningdipakai untuk mengganti atribut objek yaitu pemain sepakbola yang melakukan pelanggaran pada saat bermain. 4) Pemain paling senior di tugu Indonesia. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa metonomia karena kata tugudipakai untuk mengganti atribut objek yaitu pemain dari tim Indonesia.5) Irfan bintang baru, bintang masa depan. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa metonomia karena kata bintang baru, bintang masa depandipakai untuk mengganti atribut objek yaitu pemain dari tim Indonesia yang dapat dijadikan generasi baru atau penerus untuk masa depan.6) Ini adalah kartu kuning pertama selama bermain. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa metonomia karena kata kartu kuning dipakai untuk mengganti atribut objek pemain yang diberikan peringatan melalui tanda kartu kuning karena pemain pada saat itu melakukan pelanggaran.c. Personifikasi Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Hasil analisis tentang gaya bahasa pada komentator sepak bola terdapat 8 data gaya bahasa personifikasi, yaitu sebagai berikut.1). Sebuah aksi individu mampu menusuk Arif di sebelah kanan. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena kata menusuk terkesan ada seorang pemain yang dengan membawa atau menendang bola yang seolah-olah bola menusuk pemain atau lawan mainnya padahal dapat diartikan juga mengarahkan bola ke kaki Arif.2) Andik firmansyah dengan menelan unggul di Singapura. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena menganggap menelan dapat diartikan sebagai mencapai keuungulan pada Tim Singapura. jadi seakan-akan menelan atau memasukkan sesuatu keadalam perut melalui pembuluh kerongkongan seperti manusia.3) Bola tanpa kompromi dibuang oleh Afrisal. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena menganggap kompromi adalah adanya persetujuan ddapat diartikan sebagai mencapaimai atau kesepakatan aerta jalan tengah yang dilakukan oleh bola tersebut. jadi seakan-akan seperti manusia yang tidak melakukan kompromi dengan org lain atau pihak lain. 4) Nopendi memotong bola... pemirsa kita saksikan! Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena menganggap memotong berarti seorang pemain mengambil atau menghalau bola dari lawan mainnya. Dapat juga dikatakan, bola direbut oleh lawan mainnya pada saat dihantar ke gawang. 5) Pemirsa.... kita saksikan seorang pemain Malesyia Memasukkan tali pusar dengan menarik Otto Maniani...! Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena menganggap tali pusar berarti seorang lawan main menarik Otto Maniani.6) Andik yang dituju,,,,dari bola mati. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena menganggap bola mati berarti adanya bola yang meninggalkan atau keluar dari garis permainan atau lapangan. 7) Bola mampu mengecoh penjaga gawang laos. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena kalimat bola mampu mengecoh berarti adanya bola yang membuat lawan mainnya terkecoh seolah-olah seperti makhluk hidup.8) Indonesia kebobolan 4 kali. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena kalimat kebobolan berarti adanya bola yang masuk kegawang sebanyak 4 kali. Ini seperti makhluk hidup yang seakan-akan kebobolan yang berarti terpecah atau rusak.

c. Pleonasme Keraf (2004: 133) berpendapat bahwa pleonasme adalah semacam acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu gagasan atau pikiran. Apabila kata yang berlebihan tersebut dihilangkan maka tidak mengubah makna/ arti. Gaya bahasa pleonasme dapat disimpulkan menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya. Hasil analisis gaya bahasa komentator sepak bola di media elektronik terdapat 26 gaya bahasa pleonasme yaitu sebagai berikut: 1) Tendangan yang kurang cermat dari Malesyia, bola dihalau pemain Indonesia. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata bola dihalau pemain Indonesia.2) Bola lepas, tidak dapat dikontrol oleh pemain belakang. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata bola lepas.3) Pertahanan Tim Garuda,... Indonesia . Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata Indonesia.4) O,, kali ini tidak terlalu terkontrol...bola melewati jauh di atas gawang Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata tidak terlalu terkontrol.5) Bola dihalau oleh Fahruddin... Andik yang dituju Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata Andik yang dituju.6) Nopan menghentikan bola... dengan syuting kakik kirinya. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata syuting kaki kirinya.7) Kurang konsentrasi sehingga dapat mencetak bola, malesyia satu, Indonesia nol. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata mencetak bola.8) Tendangan bebas langsung dilakukan oleh Arif. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata dilakukan oleh Arif.9) Kurang atur mengontrol bola. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata atur.10) Serangan balik dari Malesyia. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata balik.11) Malesyia punya pemain yang sangat tepat. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya.12) Indonesia tertinggal 2 kosong. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata 2 kosong.13) Dalam 3 menit kemudian datang gol dari Malesyia. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata datang.14) Langsung jauh ke Syamsul Arif. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata jauh.

15) Tendangan salto dilakukan oleh Syamsul Arif, mencetak gol! Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata mencetak gol.16) Langsung melampau batas gawaang...! Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata batas gawang.17) Tendangan yang jauh dari gawang tadi dilakukan. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata tadi dilakukan.18) Berpindan kekanan kali ini, pelanggaaran. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata pelanggaran.19) Otto Maniani sudah melakukantendangan terlalu jauh ke atas. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata jauh ke atas.20) Menganliss strategi yang mudah untuk Indonesi...untuk mempertahankan kubu. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata mempertahankan kubu.21) Antisipasi sangat tepat oleh penjaga gawang Malesyia. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata penjaga gawang.22) Sebuah pekerjaan berat harus mencetak gol setiap 20 menit. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata mencetak gol.23) Serangan dari Malesyia selalu berbahaya. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata selalu bebahaya.24) Berhasil dihalau oleh Fahruddin. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata bola dihalau pemain Indonesia.25) Waktu normal, dimanfaatkan oleh tim Garuda..... Indonesia. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata Indonesia.26) Umpan dari Joko Sasoko, tendangan yang cukup cerdik. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata tendangan yang cukup cerdik.d. Sinekdoke Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari suatu hal untuk menyatakan keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian. Hasil analisis gaya bahasa pada komentator sepak bola di media elektronik terdapat 1 data gaya bahasa sinekdoke, yaitu sebagai berikut.1) Andik firmansyah......auuuuuuuuuu....... !Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa sinekdoke karena kata Auuuuuu sudah mewakili secara keseluruhan yaitu yang artinya Andik Kesakitan karena terlempar jauh.

e. Asosiasi Asosiasi adalah gaya bahasa perbandingan yang bersifat memperbandingkan sesuatu dengan keadaan lain yang sesuai dengan keadaan yang dilukiskan. Hasil analisis gaya bahasa pada komentator sepak bola di media elektronik terdapat 3 data gaya bahasa asosiasi, yaitu sebagai berikut:1) Sebuah krossing yang bagus tendangan yang melambung atau melayang keatas. Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa asosiasi karena keadaan tendangan krosing tersebut telah dilukiskan secara nyata, yaitu tendangan yang melambung atau melayang ke atas. 2) Irfan Bacdi di babak kedua ini mengalami penurunan penampilan seperti kurang bersemangat. Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa asosiasi karena keadaan Irfan Bachdi yang mengalami penurunan saat bermain, nampak kurang bersemangat. 3) Bagimana ekspresi Irfan Bachdi berlari dan memeluk temannya. Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa asosiasi karena keadaan Irfan Bachdi yang berlari dan memeluk temannya, seperti mengungkapkan ekspresi kebahagiaan yang terdapat pada dirinya karena mampu mencetak gol ke gawang lawan mainnya.

f. Epitet Keraf (2004: 141) berpendapat bahwa epitet adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan epitet adalah gaya bahasa berwujud seseorang atau suatu benda tertentu sehingga namanya dipakai untuk menyatakan sifat itu. Hasil analisis gaya bahasa pada komentator sepak bola di media elektronik terdapat 4 data gaya bahasa asosiasi, yaitu sebagai berikut:1) Malesya kali ini, Otto disana,,,, Tim garuda disana sementara berjuang. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa epitet karena merupakan acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. kata Tim Garuda adalah acuan dari Tim Indonesia.2) Semangta dari tim garuda. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa epitet karena merupakan acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. kata Tim Garuda adalah acuan dari Tim Indonesia.3) Pertahanan dari Indonesia,,,, Syamsul Arif dari pemain Gorontalo. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa epitet karena merupakan acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. kata Pemain Gorontalo adalah acuan dari Syamsul Arif.4) Sebuah Kubu yang sangat berbahaya telah dihadapi oleh Tim Garuda. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa epitet karena merupakan acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. kata Kubu adalah acuan dari Tim Indonesia.

g. Eponim Keraf (2004: 141) menjelaskan bahwa eponim adalah suatu gaya bahasa di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa eponim adalah pemakaian nama seseorang yang dihubungkan berdasarkan sifat yang sudah melekat padanya, Hasil analisis gaya bahasa pada komentator sepak bola di media elektronik terdapat 9 data gaya bahasa eponim yaitu sebagai berikut:1) Andik.... adalah pemain berpostur mungil. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa epitet karena merupakan acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. kata pemain berpostur mungil adalah acuan dari penampilan Andik.2) Syamsul Arif adalah pemain cukup tenang. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa epitet karena merupakan acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. kata pemain cukup tenang adalah acuan dari sifat Syamsul Arif.3) Otto Maniani melewati 2 pemain.. pemain yang cukup cerdik....! Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa epitet karena merupakan acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. kata pemain yang cukup cerdik adalah acuan dari nya. sifat Otto Maniani dalam melewati dua pemain lawan4) Otto Maniani semangat tinggi namun kadang-kadang tidak terkontrol emosinya. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa epitet karena merupakan acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. kata pemain tidak terkontrol emosinya adalah acuan darinya. sifat Otto yang kadang-kadang tidak terkontrol emosinya.5) Andik memiliki jam terbang yang cukup luas, 3 kali tampil, dan selalu diandalkan! Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa epitet karena merupakan acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. kata memiliki jam terbang yang cukup luas adalah acuan darinya Andik. 6) Irfan Bachdi salah satu Pemain sangat vital. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa epitet karena merupakan acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. kata pemain sangat vital adalah acuan darinya Irfan Bachdi. 7) Nopan pemain padang . Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa epitet karena merupakan acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. kata Pemain Padang adalah acuan darinya Nopan.8) Pemain yang posisinya gelandang bertahan. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa epitet karena merupakan acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. kata Gelandang bertahan adalah acuan dari salah satu pemain Indonesia.9) Permisa kita saksikan pemain dari Malesyia,, dengan gaya rambutnya yang tdk pernah berubah. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa epitet karena merupakan acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. kata Gaya Rambut adalah acuan dari salah satu pemainMalesyia.

2. Gaya Bahasa Perulangan Ade Nurdin, Yani Muryani, dan Mumu (2002: 28) berpendapat bahwa gaya bahasa perulangan adalah gaya bahasa yang mengulang kata demi kata entah itu yang diulang bagian depan, tengah, atau akhir, sebuah kalimat. Gaya bahasa perulangan ini meliputi: aliterasi, anadiplosis, epanalipsis, epizeukis, mesodiplosis, anafora. a. Aliterasi Aliterasi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Hasil analisis gaya bahasa pada komentator sepak bola di media elektronik terdapat 3 data gaya bahasa aliterasi, yaitu sebagai berikut.

1) Satu peluang yg lagi - lagi gagal,,,gagal meraih keunggulan. Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa alitersi karena adanya pemanfaatan kata ulang pada permulaan yang sama bunyinya yaitu gagal.2) Krosing,,,, krosing yang dilakukan oleh otto,, sangat baguuuss,,,bagus sekli. Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa alitersi karena adanya pemanfaatan kata ulang pada permulaan yang sama bunyinya yaitu Krosing dan bagaus.3) Lagi-lagi,,, Irfan Bachdi,,, sayang sekali,,, Irfan Bachdi peluang tipis. Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa alitersi karena adanya pemanfaatan kata ulang pada permulaan yang sama bunyinya yaitu Irfan Bachdi.

3. Gaya Bahasa Sindiran Keraf (2004: 143) berpendapat bahwa gaya bahasa sindiran atau ironi adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Jadi yang dimaksud dengan gaya bahasa sindiran adalah bentuk gaya bahasa yang rangkaian kata-katanya berlainan dari apa yang dimaksudkan. Hasil analisis gaya bahasa pada komentator sepak bola di media elektronik terdapat 3 data gaya bahasa aliterasi, yaitu sebagai berikut.a. Sinisme Keraf (2004; 143) berpendapat bahwa sinisme adalah gaya bahasa sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikglasan dan ketulusan hati. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sinisme adalah gaya bahasa yang bertujuan menyindir sesuatu secara kasar. Hasil analisis gaya bahasa pada komentator sepak bola di media elektronik terdapat 2 data gaya bahasa aliterasi, yaitu sebagai berikut.1) Banyak peluang tapi belum pernah menciptakan gol. Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa Eufemisme karena kalimat tersebut berusaha menggunakan ungkapan-ungkapan lain dengan maksud memperhalus. 2) Terlalu banyak posisi yang menjajikan tapi sayang Andik terlalu banyak pelanggaran. Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa Eufemisme karena kalimat tersebut termasuk menghina, menyinggung perasaan. 4. Gaya Bahasa Pertentangan Gaya bahasa pertentangan adalah gaya bahasa yang maknanya bertentangan dengan kata-kata yang ada. Gaya bahasa pertentangan meliputi: litotes, paradoks, histeron prosteron, antithesis, oksimoron, dan okupasi. a. Paradoks Paradoks adalah gaya bahasa yang kata-katanya mengandung pertentangan dengan fakta yang ada. Hasil analisis gaya bahasa pada komentator sepak bola di media elektronik terdapat 1 data gaya bahasa aliterasi, yaitu sebagai berikut.1) Saingan yang melibatkan emosi. Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa paradoks karena kata-katanya mengandung pertentangan dengan fakta yang ada.

5. Gaya Bahasa Penegasan Gaya bahasa penegasan adalah gaya bahasa yang mengulang kata-katanya dalam satu baris kalimat. Gaya bahasa penegasan meliputi: paralelisme, erotesis, klimaks, repetisi, dan anti klimaks . a. Epifora Keraf (2004: 136) berpendapat bahwa epifora adalah pengulangan kata pada akhir kalimat atau di tengah kalimat. Simpulan gaya bahasa epifora adalah gaya bahasa dengan mengulang kata di akhir atau tengah kalimat. Hasil analisis gaya bahasa pada komentator sepak bola di media elektronik terdapat 1 gaya bahasa efipora anatara lain: 1) O. Kita bahaya skali,,,, berbahaya pemirsa,,,! Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa pefipora karena terdapat pengulangan kata pada akhir ataupun tengah kalimat yaitu: kata berbahaya.

Hasil analisis gaya bahasa di atas dapat dilihat dengan jelas melalui table berikut ini:

Tabel 1: Daftar Penggunaan Gaya Bahasa pada komentator Sepakbola di Media Televisi

NoBentuk Gaya BahasaJenis Gaya BahasaJumlahKet

1

PerbandinganHiperbola41

Metonomia6

Personifikasi8

Pleonasme25

Sinekdoke1

Asosiasi3

Epitet4

Eponim9

2PengulanganAliterasi3

3SindiranSinisme2

4PertentanganParadoks1

5PenegasanEpifora1

Jumlah12104

Tabel 2: Distribusi Frekuensi dan Presentase Penggunaan Gaya Bahasa pada Komentator Sepak bolaDi Media Elektronik

No

Gaya BahasaFrekuensi Penggunaan Data (X)Frekuensi RelatifXX Frekuensi PresentaseX x 100 %X

1Hiperbola410, 3939 %

2Metonomia60, 0575, 7 %

3Personifikasi80, 0767, 6 %

4Pleonasme250, 24024 %

5Sinekdoke10,00960, 9 %

6Asosiasi30, 0282, 8 %

7Epitet40, 0383, 8 %

8Eponim90, 0868, 6%

9Aliterasi30, 0282, 8 %

10Sinisme20, 0191,9 %

11Paradoks10, 00960, 96 %

12Epifora10, 00960, 96 %

Jumlah104100 %

Ket: X : Banyaknya pemunculan jenis gaya bahasa dalam data XX : Total keseluruhan munculnya gaya bahasa

B. Pembahasan Hasil Analisis Data

Terlihat dalam tabel di atas, bahwa penggunaan gaya bahasa oleh komentator sepak bola di media Televisi sangat menonjol. Dari 175 daftar data yang telah terpilih, ternyata 104 data yang tersaring dan dianalisis. Dari 24 jenis gaya bahasa yang ada, hanya 12 jenis gaya bahasa yang digunakan komentator sepak bola yaitu gaya bahasa hiperbola sebanyak 48, ; metonomia sebanyak 3; personifikasi sebanyak 8; pleonasme sebanyak 25, sinekdoke sebanyak 1, asosiasi sebanyak 3, epitet sebanyak 4, eponym 9, aliterasi sebanyak 3, sinisme sebanyak 2, paradox sebanyak 1, dan epifora juga sebanyak 1. Gaya bahasa yang paling dominan digunakan adalah gaya bahasa hiperbola sebanyak 39 %. Hasil analisis gaya bahasa komentator sepak bola di atas menunjukkan bahwa seorang komentator sepak bola banyak menggunakan gaya bahasa hiperbola atau ungkapan kata yang melebih-lebihkan apa yang sebenarnya dimaksudkan baik jumlah, ukuran, dan sifatnya. . Hal itu terbukti bahwa yang paling dominan dipakai oleh seorang komentator sepak bola adalah gaya bahasa hiperbola dengan hasil 39 % yaitu 41 data yang ditemukan dari 104 data. Tujuan pemakaian gaya bahasa hiperbola pada komentator sepak bola di media Televisi yaitu tidak lepas dari tugas seorang komentator baik pembawa acara ataupun komentator langsung yang diundang oleh pihak Televisi, karena mereka inilah yang melaporkan langsung fakta, situasi atau keadaan yang ada di lapangan dan mengeluarkan kemampuannya dalam mengolah kata ataupun kalimat sehingga penonton atau pendengar seolah-olah berada dilokasi pertandingan dan merasi tertarik dengan pertandingan sepak bola. BAB V

PENUTUP

A. SimpulanBerdasarkan kajian teori, hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkanan bahwa seorang komentator sepak bola di media elektronik menggunakan beberapa gaya bahasa. Gaya bahasa tersebut yaitu: (a) perbandingan meliputi hiperbola 41 data dengan presentase 39 %,, metonomia 6 data 5, 7 %, personifikasi 8 data 7, 6 %, pleonasme 25 data 24 %, sinekdoke 1 data 0,9 %, asosiasi 3 data 2, 8 %, epitet 4 data 3, 8 %, dan eponym 9 data 8, 6 %. (b) perulangan meliputi gay bahasa aliterasi sebanyak 3 data dengan presentase 2, 8 %.(c) Sindiran meli