hakikat majas atau gaya bahasa

103
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Gaya Bahasa Sebelum dijabarkan lebih lanjut tentang hakikat gaya bahasa, terlebih dahulu akan dijelaskan secara singkat mengenai stilistika. Secara etimologis stylistics berkaitan dengan style (gaya), dengan demikian stylistics dapat diterjemahkan dengan ilmu tentang gaya yang erat hubungannya dengan linguistik. Linguistik merupakan ilmu yang berupaya memberikan bahasa dan menunjukkan bagaimana cara kerjanya, sedangkan stylistics merupakan bagian dari linguistik yang memusatkan perhatiannya pada variasi penggunaan bahasa, yang walaupun tidak secara eksklusif, terutama pemakaian bahasa dalam sastra. (Tuner dalam Pradopo, 2005: 161). Gaya dalam ini tentu saja mengacu pada pemakaian atau penggunaan bahasa dalam karya sastra (Pradopo, 2005: 161). Sebelum ada stilistika, bahasa karya sastra sudah memiliki gaya yang memiliki keindahan.

Upload: dody-setiawan

Post on 02-Dec-2015

481 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Gaya Bahasa

Sebelum dijabarkan lebih lanjut tentang hakikat gaya bahasa, terlebih

dahulu akan dijelaskan secara singkat mengenai stilistika. Secara etimologis

stylistics berkaitan dengan style (gaya), dengan demikian stylistics dapat

diterjemahkan dengan ilmu tentang gaya yang erat hubungannya dengan

linguistik.

Linguistik merupakan ilmu yang berupaya memberikan bahasa dan

menunjukkan bagaimana cara kerjanya, sedangkan stylistics merupakan bagian

dari linguistik yang memusatkan perhatiannya pada variasi penggunaan bahasa,

yang walaupun tidak secara eksklusif, terutama pemakaian bahasa dalam sastra.

(Tuner dalam Pradopo, 2005: 161).

Gaya dalam ini tentu saja mengacu pada pemakaian atau penggunaan

bahasa dalam karya sastra (Pradopo, 2005: 161). Sebelum ada stilistika, bahasa

karya sastra sudah memiliki gaya yang memiliki keindahan.

Gaya adalah segala sesuatu yang “menyimpang” dari pemakaian biasa.

Penyimpangan tersebut bertujuan untuk keindahan. Keindahan ini banyak muncul

dalam karya sastra, karena sastra memang syarat dengan unsur estetik. Segala

unsur estetik ini menimbulkan manipulasi bahasa, plastik bahasa dan kado bahasa

sehingga mampu membugkus rapi gagasan penulis. (Endraswara, 2003: 71)

Dapat dikatakan bahwa setiap karya sastra hanyalah seleksi beberapa

bagian dari suatu bahasa tertentu (Pradopo, 2005: 162). Hubungan antara bahasa

Page 2: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

2

dan sastra sering bersifat dialektis. Sastra sering mempengaruhi bahasa sementara

itu sastra juga tidak mungkin diisolasi dari pengaruh sosial dan intelektualitas.

Istilah gaya diangkat dari istilah style yang berasal dari bahasa Latin stilus

dan mengandung arti leksikal „alat untuk menulis‟ (Aminuddin, 2009: 72).

Aminuddin juga menjelaskan bahwa dalam karya sastra istilah gaya mengandung

pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan

menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan

makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.

Sejalan dengan pengertian tersebut (Scharbach dalam Aminuddin 2009:

72) menyebut gaya sebagai hiasan, sebagai sesuatu yang suci, sebagai sesuatu

yang indah dan lemah gemulai serta sebagai perwujudan manusia itu sendiri.

Bagaimana seorang pengarang mengungkapkan gagasannya dalam wacana ilmiah

dengan cara pengarang dalam kreasi cipta sastra, dengan demikian akan

menunjukkan adanya perbedaan meskipun dua pengarang itu berangkat dari satu

ide yang sama.

Beracuan dari beberapa pendapat di atas gaya dapat disimpulkan dengan

tatanan yang bersifat lugas, jelas, dan menjauhkan unsur-unsur gaya bahasa yang

mengandung makna konotatif. Sedangkan pengarang dalam wacana sastra justru

akan menggunakan pilihan kata yang mengandung makna padat, reflektif,

asosiatif, dan bersifat konotatif. Selain itu, tatanan kalimat-kalimatnya juga

menunjukkkan adanya variasi dan harmoni sehinnga mampu menuansakan

keindahan dan bukan hanya nuansa makna tertentu saja. Oleh sebab itulah

Page 3: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

3

masalah gaya dalam sastra akhirnya juga berkaitan erat dengan masalah gaya

dalam bahasa itu sendiri.

B. Pengertian Gaya Bahasa

Sudjiman (1998: 13) menyatakan bahwa sesungguhnya gaya bahasa dapat

digunakan dalam segala ragam bahasa baik ragam lisan, tulis, nonsastra, dan

ragam sastra, karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks

tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Akan tetapi, secara tradisional

gaya bahasa selalu ditautkan dengantertentu oleh orang tertentu untuk maksud

tertentu. Akan tetapi, secara tradisional gaya bahasa selalu ditautkan dengan teks

sastra, khususnya teks sastra tertulis.

Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, majas

dan citraan, pola rima, matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang

terdapat dalam sebuah karya sastra.

Jorgense dan Phillips (dalam Ratna, 2009: 84) mengatakan bahwa gaya

bahasa bukan sekedar saluran, tetapi alat yang menggerakkan sekaligus menyusun

kembali dunia sosial itu sendiri. Lebih jauh menurut Simpson (dalam Ratna, 2009:

84) gaya bahasa baik bagi penulis maupun pembaca berfungsi untuk

mengeksplorasi kemampuan bahasa khususnya bahasa yang digunakan. Stilistika

dengan demikian memperkaya cara berpikir, cara pemahaman, dan cara perolehan

terhadap substansi kultural pada umumnya.

Pemilihan bentuk bahasa yang digunakan pengarang akan berkaitan fungsi

dan konteks pemakaiannya. Pemakaian gaya dalam sastra selalu dikaitkan dengan

konteks yang melatar belakangi pemilihan dan pemakaian bahasa. Semua gaya

Page 4: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

4

bahasa itu berkaitan langsung dengan latar sosial dan kehidupan di mana bahasa

itu digunakan.

Bahasa sastra adalah bahasa khas (Endraswara, 2003: 72). Khas karena

bahasanya telah direkayasa dan dioles sedemikian rupa. Dari polesan itu

kemudian muncul gaya bahasa yang manis. Dengan demikian seharusnya

pemakaian gaya bahasa harus didasari penuh oleh pengarang. Bukan hanya suatu

kebetulan gaya diciptakan oleh pengarang demi keistimewaan karyanya. Jadi

dapat dikatakan jika pengarang pandai bersilat bahasa, kaya, dan mahir dalam

menggunakan stilistika maka karyanya akan semakin mempesona dan akan lebih

berbobot. Stilstik adalah penggunaan gaya bahasa secara khusus dalam karya

sastra yang akan membangun aspek keindahan karya sastra.

Pradopo (dalan Endraswara, 2003: 72) menyatakan bahwa nilai seni sastra

ditentukan oleh gaya bahasanya. Gaya bahasa dapat dikatakan sebagai keahlian

seorang pengarang dalam mengolah kata-kata. Jangkauan gaya bahasa sangat luas,

tidak hanya menyangkut masalah kata tetapi juga rangkaian dari kata-kata tersebut

yang meliputi frasa, klausa, kalimat, dan wacana secara keseluruhan (Keraf, 2004:

112) termasuk kemahiran pengarang dalam memilih ungkapan yang menentukan

keberhasilan, keindahan, dan kemasuk akalan suatu karya yang merupakan hasil

ekspresi diri (Sayuti, 2000: 110).

Sejalan dengan Sayuti (2003: 73) juga menyatakan bahwa gaya bahasa

merupakan seni yang dipengaruhi oleh nurani. Melalui gaya bahasa sastrawan

menuangkan idenya. Bagaimanapun perasaan saat menulis, jika menggunakan

Page 5: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

5

gaya bahasa, karya yang dihasilkan akan semakin indah. Jadi, dapat dikatakan

gaya bahasa adalah pembungkus ide yang akan menghaluskan teks sastra.

Melalui gaya bahasa pembaca dapat menilai kepribadian dan kemampuan

pengarang, semakin baik gaya bahasa yang digunakan, semakin baik pula

penilaian terhadapnya. Sering dikatakan bahwa bahasa adalah pengarang yang

terekam dalam karya yang dihaslkannya. Oleh sebab itu setiap pengarang

mempunyai gayanya masing-masing. Zhang (1995: 155) menjelaskan bahwa

”Literary stylistics is a discipline mediating between linguistics and literary

criticism. Its concern can be simply and broadly defined as thematically and

artistically motivated verbal choices” (“gaya bahasa sastra adalah disiplin mediasi

antara linguistik dan kritik sastra. Disisi lain dapat sederhana dan secara luas

didefinisikan sebagai tematik dan artistik termotivasi pilihan verbal”). Dengan

kata lain, objek tersebut adalah untuk mengetahui nilai-nilai tematik dan estetika

yang dihasilkan oleh linguistik bentuk, nilai-nilai yang menyampaikan visi

penulis, nada dan sikap, yang bisa meningkatkan afektif atau kekuatan emotif

pesan yang memberikan sumbangan untuk karakterisasi dan membuat fiksi

realitas fungsi lebih efektif dalam kesatuan tematik.

Beberapa pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa

pengertian gaya bahasa atau majas adalah cara khas dalam menyatakan pikiran

dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Kekhasan dari gaya bahasa ini

terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung menyatakan

makna yang sebenarnya.

C. Ciri-Ciri Gaya Bahasa

Page 6: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

6

Berbicara tentang gaya bahasa kita tidak akan terlepas dari masalah

stilistika yaitu makna yang timbul dari pemakaian bahasa. Secara singkat, dapat

dikatakan bahwa gaya bahasa harus harmonis atau sejalan dengan yang

dilukiskan. Kalau yang dilukiskan itu indah, maka yang digunakan adalah gaya

bahasa yang indah pula.

Gaya bahasa dapat dipandang sebagai fenomena bahasa yang istimewa dan

tidak dapat dipisahkan dari cara atau teknik seorang pengarang dalam

merefleksikan (memantulkan, mencerminkan) pengalaman, bidikan, nilai-nilai,

kualitas kesadaran pikiran dan pandangannya yang istimewa. Karena itu, tidak

dapat sebenarnya seorang penutur memproduksi gaya bahasa seorang penutur

lainnya, kecuali untuk tujuan-tujuan praktis yang bersifat peniruan sebagai suatu

parody.

Setiap orang yang menggunakan bahasa sebenarnya menunjukkan gaya

bahasa sendiri-sendiri sehingga jumlah gaya bahasa sangat bervariasi atau sangat

banyak jumlahnya (Zainuddin, 1992: 52). Berdasarkan cirri-ciri yang terdapat

pada penulisan atau pemakaian bahasa, maka dibuatlah nama sesuai dengan cirri-

ciri tersebut.

Adapun cirri-ciri gaya bahasa yang dikemukakan oleh Zainuddin (1992:

52) adalah:

1. Ada perbedaan dengan sesuatu yang diungkapkan, misalnya melebihkan,

mengiaskan, melambangkan, menyindir, atau mengulang-ulang.

2. Kalimat yang disusun dengan kata-kata yang menarik dan indah.

3. Pada umumnya mempunyani makna kias.

Page 7: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

7

D. Jenis-jenis Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapat

efek-efek tertentu. Oleh karena itu, penelitian gaya bahasa terutama dalam karya

sastra yang diteliti adalah wujud (bagaimana bentuk) gaya bahasa itu dan efek apa

yang ditimbulkan oleh penggunaannya atau apa fungsi penggunaan gaya bahasa

tersebut dalam karya sastra. Gaya bahasa yang digunakan oleh sastrawan

meskipun tidaklah terlalu luar biasa, namun unik karena selain dekat dengan

watak dan jiwa penyair juga membuat bahasa digunakannya berbeda dalam

makna dan kemesraannya. Dengan demikian, gaya lebih merupakan pembawaan

pribadi.

Gaya bahasa dipakai pengarang hendak memberi bentuk terhadap apa

yang ingin disampaikan. Dengan gaya bahasa tertentu pula seorang pengarang

dapat mengekalkan pengalaman rohaninya dan penglihatan batinnya, serta dengan

itu pula ia menyentuh hati pembacanya. Karena gaya bahasa itu berasal dari dalam

batin seorang pengarang maka gaya bahasa yang digunakan oleh seorang

pengarang dalam karyanya secara tidak langsung menggambarkan sikap atau

karakteristik pengarang tersebut. Demikian pula sebaliknya, seorang yang

melankolis memiliki kecenderungan bergaya bahasa yang romantis. Seorang yang

sinis member kemungkinan gaya bahasaya sinis dan ironis. Seorang yang gesit

dan lincah juga akan memiliki gaya bahasa yang hidup dan lincah.

Perrin (dalam Tarigan, 1995: 141) membedakan gaya bahasa menjadi tiga.

Gaya bahasa tersebut yaitu: (1) perbandingan yang meliputi metafora, kesamaan,

Page 8: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

8

dan analogi; (2) hubungan yang meliputi metonomia dan sinekdoke; (3)

pernyataan yang meliputi hiperbola, litotes, dan ironi.

Moeliono (1989: 175) membedakan gaya bahasa menjadi tiga. Gaya

bahasa tersebut antara lain: (1) perbandingan yang meliputi perumpamaan

metafora, dan penginsanan; (2) pertentangan yang meliputi hiperbola, litotes, dan

ironi; (3) pertautan yang meliputi metonomia, sinekdoke, kilatan, dan eufemisme.

Sementara itu, Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002: 21-30)

berpendapat gaya bahasa dibagi menjadi lima golongan, yaitu: (1) gaya bahasa

penegasan, yang meliputi repetisi, paralelisme; (2) gaya bahasa perbandingan,

yang meliputi hiperbola, metonomia, personifikasi, perumpamaan, metafora,

sinekdoke, alusio, simile, asosiasi, eufemisme, pars pro toto, epitet, eponym, dan

hipalase; (3) gaya bahasa pertentangan mencakup paradoks, antithesis, litotes,

oksimoron, hysteron, prosteron, dan okupasi; (4) gaya bahasa sidiran meliputi

ironi, sinisme, innuendo, melosis, sarkasme, satire, dan antifarsis; (5) gaya bahasa

perulangan meliputi aliterasi, antanaklasis, anaphora, anadiplosis, asonansi,

simploke, nisodiplosis, epanalipsis, dan epuzeukis”.

Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa dapat

dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu: (1) gaya bahasa berbandingan, (2) gaya

bahasa perulangan, (3) gaya bahasa sindiran, (4) gaya bahasa pertentangan, (5)

gaya bahasa penegasan. Adapun penjelasan masing-masing gaya bahasa di atas

adalah sebagai berikut.

1. Gaya Bahasa Perbandingan

Pradopo (2005: 62) berpendapat bahwa gaya bahasa perbandingan

Page 9: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

9

adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan yang lain

dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak,

seperti, semisal, seumpama, laksana, dan kata-kata pembanding lain.

Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa perbandingan adalah gaya

bahasa yang mengandung maksud membandingkan dua hal yang

dianggap mirip atau mempunyai persamaan sifat (bentuk) dari dua hal yang

dianggap sama. Adapun gaya bahasa perbandingan ini meliputi: hiperbola,

metonomia, personifikasi, pleonasme, metafora, sinekdoke, alusi, simile,

asosiasi, eufemisme, epitet, eponym, dan hipalase.

a. Hiperbola

Maulana (2008: 2) berpendapat bahwa hiperbola yaitu sepatah kata yang

diganti dengan kata lain yang memberikan pengertian lebih hebat dari pada kata.

Keraf (2004: 135) berpendapat bahwa hiperbola yaitu semacam gaya bahasa

yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan membesar-besarkan

suatu hal. Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa hiperbola

adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebihan dari

kenyataan, contoh:

hatiku hancur mengenang dikau, berkeping-keping jadinya.

b. Metonomia

Keraf (2004: 142) berpendapat bahwa metonomia adalah suatu gaya

bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain

karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Sementara iitu, Altenberd

(dalam Pradopo, 2005: 77) mengatakan bahwa metonomia adalah penggunaan

Page 10: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

10

bahasa sebagai sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang

sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metonomia adalah penamaan

terhadap suatu benda dengan menggunakan nama yang sudah terkenal atau

melekat pada suatu benta tersebut, contoh: ayah membeli kijang.

c. Personifikasi

Keraf (2004: 140) berpendapat bahwa personifikasi adalah semacam

gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-

barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan.

Personifikasi juga dapat diartikan majas yang menerapakan sifat-sifat manusia

terhadap benda mati Maulana (2008: 1). Berdasarkan pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa personifikasi adalah gaya bahasa yang memperamalkan

benda-benda mati seolah- olah hidup atau mempunyai sifat kemanusiaan.

Berdasarkan pendapat tersebut gaya bahasa personifikasi mempunyai contoh:

pohon melambai-lambai diterpa angin.

d. Perumpamaan

Moeliono (1989: 175) berpendapat bahwa perumpamaan adalah gaya

bahasa perbandingan yang pada hakikatnya membandingkan dua hal

yang berlainan dan yang dengan sengaja kita anggap sama. Gaya bahasa

perumpamaan dapat disimpulka yaitu perbandingan dua hal yang hakikatnya

Page 11: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

11

berlainan dan yang sengaja dianggap sama. Terdapat kata laksana, ibarat, dan

sebagainya yang dijadikan sebagai penghubung kata yang diperbandingkan.

Dengan kata lain, setiap kalimat yang dipakai dalam gaya bahasa

perumpamaan, tidak dapat disatukan, dan hanya bisa dibandingkan. Hal

tersebut akan terlihat jelas pada contoh berikut ini: setiap hari tanpamu laksana

buku tanpa halaman.

e. Pleonasme

Keraf (2004: 133) berpendapat bahwa pleonasme adalah semacam acuan

yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan

untuk menyatakan satu gagasan atau pikiran. Apabila kata yang berlebihan

tersebut dihilangkan maka tidak mengubah makna/ arti. Gaya bahasa

pleonasme dapat disimpulkan menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus,

tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai

gaya, contoh: ia menyalakan lampu kamar, membuat supaya kamar menjadi

terang.

f. Metafora

Keraf (2004: 139) berpendapat bahwa metafora adalah semacam analogi

yang membandingkan dua hal yang secara langsung tetapi dalam bentuk

yang singkat. Sementara itu menurut Maulana (2008: 1) metafora juga dapat

diartikan dengan majas yang memperbandingkan suatu benda dengan benda

Page 12: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

12

lain. Kedua benda yang diperbandingkan itu mempunyai sifat yang sama,

dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metafora adalah gaya bahasa

yang membandingkan secara implisit yang tersusun singkat, padat, dan rapi;

contoh: generasi muda adalah tulang punggung negara.

g . Alegori

Keraf (2004: 140) berpendapat bahwa alegori adalah gaya bahasa

perbandingan yang bertautan satu dengan yang lainnya dalam kesatuan yang

utuh. Gaya bahasa alegori dapat disimpulkan kata yang digunakan sebagai

lambang yang untuk pendidikan serta mempunyai kesatuan yang utuh, contoh:

hati-hatilah kamu dalam mendayung bahtera rumah tangga, mengarungi

lautan kehidupan yang penuh dengan badai dan gelombang. Apabila suami

istri, antara nahkoda dan jurumudinya itu seia sekata dalam melayarkan

bahteranya, niscaya ia akan sampai ke pulau tujuan.

h. Sinekdoke

Keraf (2004: 142) berpendapat bahwa sinekdoke adalah semacam

bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari suatu hal untuk

menyatakan keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan

sebagian. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sinekdoke adalah

gaya bahasa yang menggunakan nama sebagian untuk seluruhnya atau

sebaliknya, contoh: akhirnya Maya menampakkan batang hidungnya.

i. Alusio

Keraf (2004: 141) berpendapat bahwa alusi adalah acuan yang berusaha

mensugestikan kesamaan antar orang, tempat, atau peristiwa. Dari pendapat

Page 13: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

13

di atas tersebut dapat disimpulkan bahwa alusi adalah gaya bahasa yang

menunjuk sesuatu secara tidak langsung kesamaan antara orang, peristiwa

atau tempat, contoh: memberikan barang atau nasihat seperti itu kepadanya,

engkau seperti memberikan bunga kepada seekor kera.

j. Simile ;

Keraf (2004: 138) berpendapat bahwa simile adalah perbandingan yang

bersifat eksplisit atau langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang

lain. Sementara itu simile atau perumpamaan dapat diartikan suatu

majas membandingkan dua hal/benda dengan menggunakan kata penghubung,

contoh: caranya bercinta selalu mengagetkan, seperti petasan.

k. Asosiasi

Maulana (2008: 2) berpendapat asosiasi adalah gaya bahasa

perbandingan yang bersifat memperbandingkan sesuatu dengan keadaan lain

yang sesuai dengan keadaan yang dilukiskan. Pendapat tersebut menyiratkan

bahwa asosiasi adalah gaya bahasa yang berusaha membandingkan sesuatu

dengan hal lain yang sesuai dengan keadaan yang digambarkan, contoh:

wajahnya pucat pasi bagaikan bulan kesiangan.

l. Eufemisme

Keraf (2004: 132) berpendapat bahwa eufemisme adalah acuan berupa

ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang

mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau menyugestikan

sesuatu yang tidak menyenangkan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan

Page 14: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

14

bahwa eufemisme adalah gaya bahasa yang berusaha menggunakan ungkapan-

ungkapan lain dengan maksud memperhalus, contoh: kaum tuna wisma makin

bertambah saja di kotaku.

m.Epitet

Keraf (2004: 141) berpendapat bahwa epitet adalah semacam acuan yang

menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu

hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau

menggantikan nama seseorang atau suatu barang. Dari pendapat tersebut

dapat disimpulkan epitet adalah gaya bahasa berwujud seseorang atau suatu

benda tertentu sehingga namanya dipakai untuk menyatakan sifat itu, contoh: raja

siang sudah muncul, dia belum bangun juga (matahari).

n. Eponim

Keraf (2004: 141) menjelaskan bahwa eponim adalah suatu gaya bahasa di

mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu

sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat. Dari pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa eponim adalah pemakaian nama seseorang yang dihubungkan

berdasarkan sifat yang sudah melekat padanya, contoh: kecantikannya bagai

Cleopatra.

o. Hipalase

Keraf (2004: 142) berpendapat bahwa hipalase adalah semacam gaya

bahasa yang mempergunakan sebuah kata tertentu untuk menerangkan sebuah

kata yag seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain. Maksud pendapat di

atas adalah hipalase merupakan gaya bahasa yang menerangkan sebuah kata tetapi

Page 15: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

15

sebenarnya kata tersebut untuk menjelaskan kata yang lain., contoh: dia berenang

di atas ombak yang gelisah. (bukan ombak yang gelisah, tetapi manusianya).

p. Pars pro toto

Keraf (2004: 142) Pars pro toto adalah gaya bahasa yang melukiskan

sebagian untuk keseluruhaan. Maksud pendapat tersebut adalah pars pro toto

merupakan suatu bentuk penggunaan bahasa sebagai pengganti dari wakil

keseluruhan, contoh: sudah tiga hari, dia tidak kelihatan batang hidungnya.

2. Gaya Bahasa Perulangan

Ade Nurdin, Yani Muryani, dan Mumu (2002: 28) berpendapat bahwa

gaya bahasa perulangan adalah gaya bahasa yang mengulang kata demi kata entah

itu yang diulang bagian depan, tengah, atau akhir, sebuah kalimat. Gaya bahasa

perulangan ini meliputi: aliterasi, anadiplosis, epanalipsis, epizeukis,

mesodiplosis, anafora.

a. Aliterasi

Keraf (2004: 130) berpendapat bahwa aliterasi adalah gaya bahasa yang

berwujud perulangan konsonan yang sama. Suyoto (2008: 2) alitersi juga dapar

diartikan sebagai pengulangan bunyi konsonan yang sama. Jadi aliterasi adalah

gaya bahasa yang mengulang kata pertama yang diulang lagi pada kata

berikutnya, contoh: Malam kelam suram hatiku semakin muram.

b. Anadiplosis

Keraf (2004: 128) berpendapat bahwa anadiplosis adalah kata atau frasa

terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari klausa

Page 16: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

16

24 atau kalimat berikutnya. Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

anadiplosis adalah gaya bahasa yang mengulang kata pertama dari suatu kalimat

menjadi kata terakhir, contoh: dalam hati ada rasa, dalam rasa ada cinta, dalam

cinta, ada apa.

c. Epanalipsis

Keraf (2004: 128) berpendapat bahwa epanalipsis adalah pengulangan

yang berwujud kata terakhir dari baris, klausa, atau kalimat mengulang kata

pertama. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa epanalipsis adalah

pemngulangan kata pertama untuk ditempatkan pada akhir baris dari suatu

kalimat, contoh: kita gunakan akal pikiran kita.

d. Epizeukis

Keraf (2004: 127) berpendapat bahwa yang dinamkan epizeukis adalah

repetisi yang bersifat langsung, artinya kata-kata yang dipentingkan diulang

beberapa kali berturut-turut. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

epizeukis adalah pengulangan kata yang bersifat langsung secara berturut-turut

untuk menegaskan maksud, contoh: kita harus terus semangat, semangat, dan

terus semangat untuk menghadapi kehidupan ini.

e. Mesodiplosis

Keraf (2004: 128) berpendapat bahwa mesodiplosis adalah repetisi di

tengah-tengah baris atau beberapa kalimat berurutan. Dari pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa mesodiplosis adalah gaya bahasa repetisi yang mengulang

kata di tengah-tengah baris atau kalimat. contoh: Hidup bagaikan surga kalau

Page 17: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

17

dianggap surga. Hidup bagaikan neraka kalau dianggap neraka. Namun, yang

penting hidup bagai sandiwara sementara.

f. Anafora

Keraf (2004: 127) berpendapat bahwa anaphora adalah repetisi yang

berwujud pengulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anafora adalah perulangan kata pertama

yang sama pada kalimat berikutnya, contoh: Kita tidak boleh lengah, Kita tidak

boleh kalah. Kita harus tetap semangat.

3. Gaya Bahasa Sindiran

Keraf (2004: 143) berpendapat bahwa gaya bahasa sindiran atau ironi

adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud

berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Jadi yang

dimaksud dengan gaya bahasa sindiran adalah bentuk gaya bahasa yang rangkaian

kata-katanya berlainan dari apa yang dimaksudkan. Gaya bahasa sindiran ini

meliputi: melosis, sinisme, ironi, innuendo, antifrasis, sarkasme, satire.

a. Melosis

Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002: 27) berepndapat bahwa

melosis adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang merendah dengan

tujuan menekankan atau mementingkan hal yang dimaksud agar lebih berkesan

dan bersifat ironis. Jadi yang dimaksud melosis adalah gaya bahasa sindiran yang

merendah dengan tujuan menekankan suatu yang dimaksud, contoh: tampaknya

dia sudah lelah di atas, sehingga harus lengser.

b. Sinisme

Page 18: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

18

Keraf (2004; 143) berpendapat bahwa sinisme adalah gaya bahasa sebagai

suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap

keikglasan dan ketulusan hati. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

sinisme adalah gaya bahasa yang bertujuan menyindir sesuatu secara kasar,

contoh: tak usah kuperdengarkan suaramu yang merdu dan memecahkan telinga

itu.

c. Ironi

Hadi (2008: 2) berpendapat bahwa ironi adalah gaya bahasa yang berupa

sindiran halus berupa pernyataan yang maknanya bertentangan dengan makna

sebenarnya. Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ironi adalah gaya bahasa

yang bermakna tidak sebenarnya dengan tujuan untuk menyindir, contoh: pagi

benar engkau datang, Hen! Sekarang, baru pukul 11.00.

d. Innuendo

Keraf (2004: 144) berpendapat bhwa innuendo adalah semacam sindiran

dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa innuendo adalah gaya bahasa sindiran yang mengungkapkan

kenyataan lebih kecil dari yang sebenarnya, contoh: dia berhasil naik pangkat

dengan sedikit menyuap.

e. Antifrasis

Keraf (2004: 132) menjelaskan bahwa antifrasis adalah semacam ironi

yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa

saja dianggap ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai untuk menangkal

kejahatan, roh jahat, dan sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

Page 19: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

19

antifrasis adalah gaya bahasa dengan kata-kata yang bermakna kebalikannya

dengan tujuan menyindir, contoh: lihatlah si raksasa telah tiba (si cebol).

f. Sarkasme

Keraf (2004: 143) berpendapat bahwa sarkasme adalah suatu acuan yang

lebih kasar dari ironi yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Jadi

yang dimaksud dengan sarkasme adalah gaya bahasa penyindiran dengan

menggunakan kiata-kata yang kasar dan keras, contoh: Mulutmu berbisa bagai

ular kobra.

g. Satire

Satire adalah gaya bahasa yang berbentuk ungkapan dengan maksud

menertawakan atau menolak sesuatu (Keraf, 2004: 144). Dari pendapat di atas

dapat disimpulkan bahwa satire adalah gaya bahasa yang menolak sesuatu untuk

mencari kebenarannya sebagai suatu sindiran, contoh: sekilas tampangnya seperti

anak berandal, tapi kita jangan langsung menuduhnya, jangan melihat dari

penampilan luarnya saja.

4. Gaya Bahasa Pertentangan

Gaya bahasa pertentangan adalah gaya bahasa yang maknanya

bertentangan dengan kata-kata yang ada. Gaya bahasa pertentangan meliputi:

litotes, paradoks, histeron prosteron, antithesis, oksimoron, dan okupasi.

a. Litotes

Page 20: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

20

Keraf (2004: 132) berpendapat bahwa litotes adalah gaya bahasa yang

mengandung pernyataan yang dikurangi (dikecilkan) dari makna sebenarnya.

Bagas (2007: 1) juga berpendapat bahwa litotes dapat diartikan sebagai ungkapan

berupa mengecilkan fakta dengan tujuan merendahkan diri. Dapat disimpulkan 27

bahwa litotes adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan dikurangi

(dikecilkan) dari makna yang sebenarnya, contoh: mampirlah ke rumah saya yang

berapa luas.

b. Paradoks

Keraf (2004: 2004: 136) mengemukakan bahwa paradoks adalah semacam

gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang ada dengan fakta-fakta yang

ada. Hadi (2008: 2) juga berpendapat paradoks dapat diartikan sebagai ungkapan

yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Dari

pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa paradoks adalah gaya bahasa yang

kata-katanya mengandung pertentangan dengan fakta yang ada, contoh: musuh

sering merupakan kawan yang akrab.

c. Histeron Prosteron

Histeron prosteron adalah gaya bahasa yang menyatakan makna kebalikan

dari sesuatu yang logis atau dari kenyataan yang ada (Keraf, 2004: 133). Jadi

dapat dikatakan bahwa histeron prosteron adalah gaya bahasa yang menyatakan

makna kebalikannya yang dianggap bertentangan dengan kenyataan yang ada,

contoh: jalan kalian sangat lambat seperti kuda jantan.

d. Antitesis

Page 21: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

21

Keraf (2004: 126) berpendapat bahwa antitesis adalah sebuah gaya bahasa

yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan dengan mempergunakan

kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. Hadi (2008: 7) juga berpendapat

bahwa antitesis dapat diartikan dengan gaya bahasa yang membandingkan dua hal

yang berlawanan. Jadi dapat disimpulkan bahwa antithesis adalah gaya bahasa

yang kata-katanya merupakan dua hal yang bertentangan, contoh: suka duka kita

akan selalu bersama.

e. Oksimoron

Keraf (2004: 136) oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha untuk

menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan. Suyoto

(2008:2) berpendapat bahwa oksimoron juga dapat diartikan mempertentangkan

secara berlawanan bagian demi bagian. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa oksimoron adalah gaya bahasa yang menyatakan dua hal yang bagian-28

bagiannya saling bertentangan, contoh: kekalahan adalah kemenangan yang

tertunda.

f. Okupasi

Hadi (2008: 2) berpendapat okupasi merupakan gaya bahasa yang

melukiskan sesuatu dengan bantahan, tetapi kemudian diberi tambahan penjelasan

atau diakhiri dengan kesimpulan. . Jadi dapat dijelaskan bahwa okupasi adalah

gaya bahasa yang isinya bantahan terhadap sesuatu tetapi diikuti dengan

penjelasan yang mendukung, contoh: merokok itu merusak kesehatan, akan tetapi

si perokok tidak dapat menghentikan kebiasaannya. Maka, muncullah pabrik-

pabrik rokok karena untungnya banyak.

Page 22: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

22

5. Gaya Bahasa Penegasan

Gaya bahasa penegasan adalah gaya bahasa yang mengulang kata-katanya

dalam satu baris kalimat. Gaya bahasa penegasan meliputi: paralelisme, erotesis,

klimaks, repetisi, dan anti klimaks .

a. Paralelisme

Suyoto (2008:3) berpendapat bahwa paralelisme dapat diartikan sebagai

pengulangan ungkapan yang sama dengan tujuan memperkuat nuansa makna. Jadi

dapat dijelaskan bahwa pararelisme adalah salah satu gaya bahasa yang berusaha

mengulang kata atau yang menduduki fungsi gramatikal yang sama untuk

mencapai suatu kesejajaran, contoh: hidup adalah perjuangan, hidup adalah

persaingan, hidup adalah kesia-siaan.

b. Epifora

Keraf (2004: 136) berpendapat bahwa epifora adalah pengulangan kata

pada akhir kalimat atau di tengah kalimat. Simpulan gaya bahasa epifora adalah

gaya bahasa dengan mengulang kata di akhir atau tengah kalimat, contoh: Yang

kurindu adalah kasihmu. Yang kudamba adalah kasihmu.

c. Erotesis

Keraf (2004: 134) mengemukakan bahwa erotesis adalah semacam

pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk

mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali

tidak menghendaki adanya suatu jawaban. Simpulan gaya bahasa erotesis adalah

gaya bahasa yang bertujuan untuk mencapai efekyang lebih mendalam tanpa

Page 23: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

23

membutuhkan jawaban, contoh: rakyatkah yang harus menanggung akibat semua

korupsi dan manipulasi di negara ini?

d. Klimaks

Keraf (2004: 124) berpendapat bahwa gaya bahasa klimaks adalah

semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali

semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya. Jadi dapat

dijelaskan klimaks adalah pemaparan pikiran atau hal berturut-turut dari

sederhana dan kurang penting meningkat kepada hal atau gagasan yang penting

atau kompleks, contoh: generasi muda dapat mentediakan, mencurahkan,

mengorbankan seluruh jiwa raganya kepada bangsa.

e. Repetisi

Keraf (2004: 127) berpendapat bahwa repetisi adalah perulangan bunyi,

suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk member tekanan

dalam sebuah konteks yang nyata. Hadi (2008: 2) berpendapat repetisi juga dapat

diartikan dengan sebuah majas penegasan yang melukiskan sesuatu dengan

mengulang kata atau beberapa kata berkali-kali yang biasanya dipergunakan

dalam pidato. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa repetisi adalah gaya

bahasa yang mengulang kata-kata sebagai suatu penegasan terhadap maksudnya,

contoh: kita junjung dia sebagai pemimpin, kita junjung dia sebagai pelindung.

f. Anti klimaks

Keraf (2004: 124) berpendapat bahwa anti klimaks adalah gaya bahasa

yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke

Page 24: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

24

gagasan yang kurang penting. Hadi (2008: 2) berpendapat anti klimaks juga dapat

diartikan sebagai gaya bahasa kebalikan dari klimaks. Dari pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa gaya bahasa antiklimaks adalah gaya bahasa yang susunan

ungkapannya disusun makin lama makin menurun, contoh: bukan hanya Kepala

Sekolah dan Guru yang mengumpulkan dana untuk korban kerusuhan, para murid

ikut menyumbang semampu mereka.

D. Komentator Sepak Bola

Dalam Kamus ilmiah populer, Komentator berarti juru komentar;

penyampai ulasan; atau juru tafsir . Komentator juga dapat diartikan sebagai

orang yang (pekerjaannya) mengomentari atau mengulas suatu berita atau juru

ulas.

Seseorang dapat saksikan pertandingan sepak bola di Televisi bahwa

komentator pertandingan sepakbola tersebut bukan hanya seorang komentator

yang diundang oleh pihak Televisi yang berkomentar pada saat berlangsungnya

pertandingan tersebut tetapi pembawa acara juga berperan atau ikut serta

memberikan komentar atau memberikan informasi tentang keadaan atau fakta

yang terjadi di lapangan.

Sebuah pelajaran berharga untuk pengelola televisi di tanah air, dalam

memilih komentator atau pengamat sepakbola. Pada tayangan pertandingan

persahabatan antara Indonesia vs Palestina, Senin 22 Agustus 2011 lalu, pelajaran

itu sangat terasa kentalnya. SCTV dengan berani memilih Nus Tuanakota sebagai

Page 25: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

25

penyiar yang melaporkan langsung pertandingan tersebut. Terasa sangat berbeda

dengan penyiar biasanya.

Nus Tuanakotta merupakan penyiar senior yang sudah lama berkiprah

mulai dari RRI sampai TVRI. Dia terbiasa melaporkan langsung berbagai

kegiatan olahraga. Teori siaran dan praktiknya bisa dilakoninya dengan baik.

Ketika masih di TVRI beberapa dekade silam – saya masih duduk di bangku SD

dan SMP – gaya siaran Nus ini nyaris sama dengan para penyiar lainnya. Mereka

punya gaya yang mirip-mirip. Suara ngebas, berirama dan harmonis dengan

gambar, sehingga menunjang kenikmatan penonton dalam menyaksikan

pertandingan. Mungkin sebagian dari kita ingat dengan Bung Sambas, yang

sangat khas dalam membawakan siaran langsung olahraga mulai dari sepakbola

sampai bulutangkis. Mereka jarang sekali melakukan kesalahan ucap atau fakta.

Pada tayangan tersebut, berkali-kali teman duet siaran Nus yaitu wartawan

sepakbola Bung Kesit, salah menyampaikan fakta. Wasit menunjuk sepak pojok,

dia mengatakan pelanggaran. Pada saat bersamaan, Nus dengan tepat menyebut

corner kick karena dia melihat dengan penuh konsentrasi gerak tubuh sang wasit.

Demikian pula ketika terjadi pelanggaran, off side dan beberapa fakta

lainnya. Nus dengan tepat menyebutkan berbagai fakta. Bahkan, dia juga dengan

lancar melaporkan jalannya pertandingan, menggambarkan aliran bola meski tidak

detil, menyebut nama pemain yang memegang bola dengan akurat, berteriak

histeris ketika bola nyaris masuk ke gawang, dan mengaduh ketika ada

pelanggaran. Dia membawa penonton masuk ke irama dan suasana pertandingan.

Page 26: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

26

Ketika gol terjadi, Nus berteriak menyesali gol karena gawang Indonesia yang

kebobolan. Emosional sekali.

Saya sangat yakin, para penyiar sekelas Sambas dan Nus Tuanakota,

punya kemampuan bagus seperti itu tidak diperoleh dengan seketika. Mereka pasti

rajin berlatih dan belajar serta praktik selama bertahun-tahun. Mereka dibekali

pengetahuan yang memadai tentang cara siaran, dan mendapatkan mentor-mentor

terbaik, serta pasti selalu terus belajar. Berbeda dengan para komentator dan

penyiar yang banyak beredar di sejumlah televisi swasta.

Gaya bicara mereka relatif sering mengganggu kenikmatan menonton

sepakbola, karena mereka tidak dibekali cara siaran yang baik. Pada level ini,

tampaknya televisi hanya mengumakan gambar yang standar broadcast, tapi

mengabaikan suara yang juga seharusnya standar broadcast. Mereka ribut sendiri,

menyampaikan banyak fakta yang tidak berhubungan dengan moment di

lapangan, gagal mengomentari fakta di lapangan, salah ucap, salah fakta dan yang

paling krusial; tidak mampu masuk ke dalam atmosfer pertandingan. Saya sering

mengecilkan suara penyiar/komentator, ketika menonton sepakbola dalam negeri.

Dan melakukan hal serupa jika pertandingan mancanegara gagal menampilkan

suara penyiar/komentator dari tempat asalnya.

Stasiun televisi setiap harinya menyajikan berbagai jenis program yang

jumlahnya sangat banyak dan jenisnya sangat beragam. Berbagai jenis program

itu dapat dikelompokkan berdasarkan jenisnya, yaitu: (1) program informasi

(news), (2) program hiburan (non news/entertainment). Program informasi

kemudian dibagi lagi kedalam jenis berita keras (hardnews) yang merupakan

Page 27: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

27

laporan berita terkini yang harus segera disiarkan. Dan berita lunak (softnews)

yang merupakan kombinasi dari fakta, gossip dan opini. Sementara program

hiburan terbagi atas tiga kelompok besar yaitu: musik, drama, permainan

(gameshow), pertunjukkan dan sport (Morrisan, 2005: 100).

Sepakbola merupakan olahraga popular dan merakyat di muka bumi ini,

tentu saja karena banyak diminati setiap orang. Tayangan sepakbola sendiri bisa

dinikmati untuk segala jenis usia, baik anak-anak, orang dewasa, maupun orang

tua. Namun demikian, tidak bisa dipungkiri, bahwa fenomena sepakbola memang

bisa membuat kita terpana. Sepakbola telah menjelma menjadi ideologi universal

di muka bumi.

Dengan banyaknya tayangan sepakbola di televisi, orang sanggup untuk

duduk berjam-jam di depan televisi. Bahkan rela bangun tengah malam untuk

menyaksikan tim kesayangannya bermain dan tidak memikirkan resiko apa yang

akan didapat apabila pada pagi harinya akan melakukan suatu aktivitas. Bagi

stasiun televisi itu sangat menguntungkan karena stasiun televisi sendiri bisa

mendapatkan penonton yang banyak dengan rating yang besar. ANTV sebagai

salah satu stasiun televisi di Indonesia memanjakan pemirsanya dengan tayangan

langsung pertandingan sepakbola nasional dari ajang Djarum Indonesia Super

League, yang melibatkan 15 klub terbaik.

E. Contoh Bahasa Komentator Sepak Bola

Pertanyaan retoris ialah pertanyaan yang sebenarnya tidak memerlukan

jawaban. Sedikit banyak, jawaban sudah tercermin dari pertanyaan yang diajukan.

Page 28: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

28

Salah satu contoh pertanyaan retoris dalam sebuah pertandingan sepak bola

misalnya: Apakah faktor stamina juga memengaruhi menurunnya kualitas

permainan para pemain?, Apakah pelatih ingin menekankan penyerangan dengan

memasukkan penyerang tambahan, atau pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Kalau dicermati, pertanyaan retoris memang memiliki maksud tertentu. Dalam

konteks sepak bola, kira-kira maksudnya sebagai berikut.

1. Meminta kepastian dari komentator

Dalam kondisi seperti ini, sering kali para komentator memiliki latar

belakang sepak bola yang jauh lebih kuat daripada pembawa acara. Tidak jarang

seorang komentator yang diundang merupakan seorang pelatih, mantan pemain,

atau malah pemain sepak bola. Dalam posisi demikian, pelatih, mantan pemain,

maupun pemain sepak bola memiliki otoritas yang lebih tinggi daripada pembawa

acara. Artinya pernyataan-pernyataan yang mereka keluarkan lebih berharga

daripada yang disampaikan oleh pembawa acara.

2. Mengharapkan penjelasan lebih jauh

Dengan mengungkapkan satu faktor, misalnya stamina sebagaimana dalam

contoh 1 di atas, pembawa acara ingin komentator menjelaskan hal-hal seputar

stamina. Sehingga akan muncul komentar bahwa para kualitas stamina para

pemain memang tidak baik. juga mengungkapkan faktor-faktor lain yang mungkin

luput dari analisa singkat sang pembawa acara. Tidak heran kalau seorang

komentator akan menambahkan faktor-faktor lain, yaitu kekeliruan pelatih dalam

Page 29: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

29

menginstruksikan strategi kepada para pemainnya, atau kekeliruan pemain dalam

menerapkan instruksi pelatihnya, dan sebagainya.

3. Memancing diskusi yang lebih luas lagi mengenai pertandingan yang

tengah atau telah berlangsung

Cobalah amati betapa seringnya pertanyaan-pertanyaan yang mungkin

terkesan tidak perlu ini justru menuntun kepada diskusi yang lebih luas. Sebagai

contoh, dari masalah stamina, bisa jadi pembicaraan beranjak kepada faktor

penonton yang lebih banyak mendukung salah satu tim sehingga tekanan mental

lebih memengaruhi permainan tim tamu.

Harus diakui bahwa kadang-kadang pembawa acara yang memandu

memang kurang berkualitas. Rendahnya kualitas pembawa acara ini bisa menjadi

penyebab maraknya pertanyaan maupun pernyataan yang tidak perlu atau malah

tidak bermutu. Tentu para penggemar sepak bola masih ingat kejadian pada Piala

Dunia 2006 yang lalu di mana rendahnya kualitas pembawa acara saat itu

memaksa pihak penyiar menggantikannya dengan yang lebih berpengalaman.

Dalam percakapan sehari-hari pun pertanyaan retoris bukanlah hal yang

tidak biasa. Dengan alasan yang sama pula kita sering mengajukan pertanyaan

demikian. Sayangnya, pertanyaan retoris sering pula menyebabkan mitra wicara

kita menjadi kesal.

Salah satu kasus kebahasaan lain yang sering dimunculkan oleh

komentator sepak bola ialah pengaburan makna frasa seperti tendangan yang

Page 30: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

30

sangat baik, dan yang senada dengan itu. Sering kali kita akan mendengar

komentar, misalnya seperi berikut.

“Tendangan yang sangat baik dilepaskan oleh Saktiawan Sinaga.”

Atau seperti berikut ini.

“Tendangan yang sangat baik sudah dilepaskan Saktiawan Sinaga, namun sayangnya melebar.”

Namun, yang kita saksikan justru sebuah tendangan yang melenceng jauh

dari mistar gawang. Padahal kalau tendangan yang dilakukan itu baik seharusnya

menghasilkan sebuah gol dan bukannya goal kick? Oleh karena itu, bentuk

kalimat yang lebih tepat seharusnya ialah:

“Sebuah usaha yang cukup baik dilakukan Saktiawan (dengan melepaskan tendangan dari luar kotak penalti)”.

Atau

“Meski melebar, usaha yang dilakukan Saktiawan amatlah tepat (mengingat rapatnya pertahanan lini belakang lawan)”.

Sedikit berbeda kalau mengucapkan:

“Umpan yang sangat baik dilepaskan oleh Gustavo Chena, sayangnya reaksi para pemain depan sangat terlambat.”

Dalam kalimat di atas, umpan yang sangat baik telah diberikan, namun

kegagalan justru dilakukan oleh penerima umpan tersebut. Bandingkan dengan

kalimat berikut

Page 31: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

31

“Umpan yang sangat baik dilepaskan oleh Gustavo Chena, sayang terlalu deras.”

Sebenarnya kalau Anda mencermati, hal serupa juga sebenarnya tidak

hanya dilakukan oleh komentator dalam negeri. Coba saja menyimak komentator

berbahasa Inggris pada pertandingan Liga Italia. Hal serupa pasti muncul. Hal

seperti ini telah mewarnai siaran pertandingan sepak bola sehingga terkadang

muncul pertanyaan di hati penulis bahwa apakah ini berarti para komentator

tersebut perlu belajar bahasa Indonesia juga mengingat pembinaan bahasa

Indonesia yang kontekstual pun dapat dilangsungkan melalui komentar-komentar

pada siaran-siaran di media pertelevisian tersebut?

F. Media

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000), Media merupakan bentuk

jamak dari kata medium. Dalam ilmu komunikasi, media bisa diartikan sebagai

saluran, sarana penghubung, dan alat-alat komunikasi. Kalimat media sebenarnya

berasal dari bahasa latin yang secara harafiah mempunyai arti perantara atau

pengantar. 

B. Kerangka Pikir

Penelitian ini di awali dengan mengacu pada fakta-fakta dalam proses

penelitian gaya bahasa komentator sepak bola yang di media elektronik dengan

Page 32: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

32

maksud untuk menambah pengetahuan tentang gaya bahasa yang digunakan oleh

komentator sepak bola pada media pertelevisian , serta masyarakat umum, yang

selama ini tidak mengerti betapa banyaknya variasi-variasi bahasa yang digunakan

oleh masyarakat khususnya komentator sepak bola. Oleh karena itu , diperlukan

adanya data yang aktual sebagai bahan kajian dalam meneliti gaya bahasa

komentator sepak bola yang di media elektronik. Adapun teknik penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik penelitian kuantitatif dengan

melibatkan pendengar sebagai subjek dan komentator sepak bola sebagai obyek.

Dengan strategi seperti ini dapat memenuhi para penutur dalam hal ini

komentator sepak bola dan peminat sepak bola yang dapat menumbuhkan

kemampuan berbahasa, berfikir kreatif, dan mengembangkan sikap berbahasa.

Hal ini memiliki dampak yang sangat positif terhadap pendengar dan

penutur (komentator) yang dapat meningkatkan motivasi untuk selalu kreatif

dalam mengembangkan bahasa yakni dengan memunculkan gaya bahasa yang

variatif.

B. Bagan Kerangka Pikir

Adapun bagan kerangka pikir Gaya bahasa komentator sepak bola di

media elektronik digambarkan pada diagram berikut:

Bagan Kerangka Pikir

Keterampilan Berbahasa

Menyimak Berbicara Membaca Menulis

Page 33: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

33

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Komentator Sepak Bola

Gaya Bahasa

Analisis KeunikanKetepatan Kesesuaian

Temuan

1. Perbandingan2. Perulangan3. Sindiran4. Pertentangan5. Penegasan

Bentuk Gaya Bahasa

Faktor dominannya gaya bahasa

Page 34: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

34

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (1975),

(dalam Moleong, 2002 :31) adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data

berupa kata-kata tertulis dari pelaku yang diamati.

Dengan menggunakan metode diskriptif analisis penelitian ini semata-

mata bersifat fakta atau fenomena penggunaan bahasa secara empiris hidup atau

digunakan oleh komentator sepak bola, sehingga diperoleh pemerian atau

diskripsi pemakaian bahasa sebagai gambar sesuai dengan aslinya.

B. Batasan Istilah

Penekanan utama dalam penelitian ini adalah Gaya bahasa komentator

sepak bola di media elektronik. Untuk menghindari terjadinya salah penafsiran

atau kekeliruan dalam memahami penelitian, istilah penelitian ini perlu

didefinisikan secara operasional yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Gaya bahasa atau majas adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan

perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Kekhasan dari gaya bahasa ini

terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung

menyatakan makna yang sebenarnya. Gaya bahasa yang digunakan oleh

komentator sepak bola di media elektronik khususnya pada media

pertelevisian.

2. Komentator berarti juru komentar; penyampai ulasan; atau juru tafsir .

Komentator juga dapat diartikan sebagai orang yang (pekerjaannya)

mengomentari atau mengulas suatu berita atau juru ulas. Seseorang dapat

Page 35: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

35

saksikan pertandingan sepak bola di Televisi bahwa komentator

pertandingan sepakbola tersebut bukan hanya seorang komentator yang

diundang oleh pihak Televisi yang berkomentar pada saat berlangsungnya

pertandingan tersebut tetapi pembawa acara juga berperan atau ikut serta

memberikan komentar atau memberikan informasi tentang keadaan atau

fakta yang terjadi di lapangan.

3. Media adalah sebuah alat atau benda yang digunakan sebagai objek dalam

pengambilan data atau informasi. Dalam hal ini adalah media elektronik

khususnya televise atau TV.

4. Faktor yang menyebabkan dominannya suatu gaya bahasa pada

percakapan komentator sepak bola di media elektronik dilihat dari

ketepatan, kesesuaian, dan keunikan. Dapat dilihat juga dari jenis gaya

bahasa yaitu gaya bahasa perbandingan, perulangan, sindiran,

pertentangan, dan penegasan.

C. Data dan Sumber Data

a. Data

Adapun jenis data dalam penelitian ini adalah berupa obrolan –

obrolan yang mengandung penggunaan gaya bahasa atau berupa komentar

yang dikeluarkan atau diucapkan oleh pembawa acara dan komentator

Page 36: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

36

sepak bola pada saat berlangsungnya pertandingan sepak bola di media

elektronik. Bentuk tuturan komentator sepak bola pada media pertelevisian

berupa gaya bahasa yang dituturkan oleh komentator sepak bola seperti

gaya bahasa perbandingan, perulangan, pertentangan, sindiran, dan gaya

bahasa penegasan. Berdasarkan bentuk gaya bahasa tersebut menghasilkan

kesesuaian, ketepatan, dan keunikan.

Adapun data yang diperoleh diambil dari sebagian hasil Youtube

berupa vidio cuplikan ulang pertandingan sepak bola pada bulan

Desember tahun 2010 dan tahun 2011 pada bulan Oktober. Hal ini

dilakukan untuk memperkuat data terbaru yang diambil sejak tanggal 3

Nopember 2012 sampai 1 Desember 2012.

b. Sumber Data

Sumber data dari dari penelitian ini adalah komentator sepak bola

pada media elektronik. Adapun media yang dipilih dalam penelitian ini

adalah televisi yang programnya menayangkan pertandingan sepak bola.

Beberapa program yang ada di televisi untuk dijadikan sebagai subjek

penelitian ini seperti TvOne, RCTI, SCTV, Trans 7, Global Tv, dan

sebagainya.

Berdasarkan informasi di atas, maka dapat dilihat dalam tabel tersebut:

Program Bentuk Gaya Bahasa

Page 37: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

37

TV Perbandingan Perulangan Sindiran Pertentangan Penegasan

ANTV

RCTI

Global TV

SCTV

Ttans7

D.. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian sangat penting. Penyediaan

data merupakan upaya seorang peneliti dalam menyediakan data yang berkaitan

langsung dengan masalah yang dimaksud (Sudaryanto, 1993 :5).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi, teknik

dokumentasi, teknik rekam, teknik catat untuk memperoleh data, dan teknik

introspeksi atau teknik evaluasi .

1. Teknik observasi

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data mengenai

gaya bahasa dalam tuturan komentator sepak bola pada media

pertelevisian. Bahan-bahan yang diamati sebagai sumber data

adalah kata-kata dalam kalimat yang terdapat pada tuturan

komentator sepak bola.

2. Teknik dokumentasi

Page 38: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

38

Teknik ini digunakan untuk membaca dan mengkaji unsur-

unsur gaya bahasa dalam dokumen-dokumen berupa seluruh

tuturan komentator sepak bola

3. Teknik rekam

Teknik rekam adalah teknik yang dilakukan dengan

perekaman yang menggunakan tape recorder tertentu sebagai

alatnya.

4. Teknik catat adalah teknik yang dilakukan pencatatan pada kartu data

yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi (Sudaryanto,1993:135).

Hasil pengamatan dari tuturan komentator sepak bola yang memiliki

gaya bahasa ditandai atau dicatat pada kartu-kartu data yang telah

disediakan.

5. Teknik intrispeksi atau teknik evaluasi adalah teknik ini digunakan

untuk menyeleksi atau mengevaluasi semua data yang telah diperoleh.

Penyeleksian atau pengevaluasian data dimaksudkan untuk

mendapatkan data yang sesuai dan akurat.

Tujuan dari teknik pengumpulan data tersebut di atas adalah agar peneliti

mudah mengamati data- data yang nantinya akan dianalisis.

E. Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka setelah data

diklasifikasikan, peneliti menganalisis data dengan metode padan. Menurut

Sudaryanto (1993:13-14), metode padan merupakan analisis data yang memiliki

Page 39: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

39

alat penentu di luar bahasa, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang

bersangkutan, sedangkan teknik yang digunakan adalah teknik referensial dan

teknik prakmatis. Teknik referensial digunakan untuk mendeskripsikan faktor

yang menyebabkan dominannya suatu gaya bahasa yang digunakan oleh

komentator sepak bola.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah televise yang

programnya menayangkan acara pertandingan sepak bola seperti siaran sepak bola

yang ditayangkan oleh ANTV, TVOne, RCTI, SCTV, Trans7, Global TV, dan

sebagainya kemudian direkam dengan alat perekam. Langkah selanjutnya mencari

data- data yang berhubungan dengan gaya bahasa. Setelah data didapatkan

kemudian data dianalisis dengan teori yang sudah ada. Terakhir adalah

menyimpulkan hasil penelitian.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Gaya Bahasa Komentator Sepakbola di Media Elektronik

Page 40: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

40

Penelitian ini adalah pemakaian gaya bahasa pada komentator sepak bola

di media elektronik setelah dilakukan teknik analisis dokumen, data yang

diperoleh sebanyak 175 data, berupa kalimat yang mengandung gaya bahasa yang

terdiri dari 24 jenis gaya bahasa, yaitu:

1. Gaya Bahasa Perbandingan

a. Hiperbola

Hiperbola adalah ungkapan kata yang melebih-lebihkan apa yang

sebenarnya dimaksudkan baik jumlah, ukuran, atau sifatnya. Hasil analisis pada

komentator sepak bola terdapat 41 data gaya bahasa hiperbola, yaitu sebagai

berikut.

1) Tendangan ekstrim dari Malesyia sangat berbahaya. Kalimat tersebut

dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-

lebihkan kata “ekstrim” terkesan tendangan tersebut seolah-olah sangat

keras atau merupakan kecendrungan sikap yang terlampau jauh dan keras

dan dapat melukai.

2) Kita saksikan serangan tajam dari Malesyia. Kalimat tersebut dapat

dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-

lebihkan kata “tajam” terkesan tendangan tersebut seolah-olah melukai

seseorang.

3) Bola dilemparkan mampu menggelinding pemain,,,,!!! Kalimat

tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena

melebih-lebihkan kata “menggelinding” terkesan lemparan tersebut seolah-

olah bola mampu membuat pemain berguling-guling.

4) Sebuah peluang emas yang gagal dimanfaatkan irfan Bakhdi,,,,!!!!

Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola

karena melebih-lebihkan kata “peluang emas” dapat diartikan sebagai

kesempatan yang diperoleh oleh Indonesia.

Page 41: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

41

5) Sayang sekali...tendangan langsung tidak mampu merobek gawang

Malesyia. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa

hiperbola karena melebih-lebihkan kata “merobek gawang” dapat

diartikan sebagai tendangan langsung yang tidak mampu menciptakan gol,

atau bola tidak masuk gawang.

6) Umpan trobosan dilakukan oleh Irfan Bachdi. Kalimat tersebut dapat

dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-

lebihkan kata “terobosan” dapat diartikan sebagai umpan yang mampu

menerobos pemain lawan, yang bolanya datar tidak melambung jauh ke

atas.

7) O,, nyaris sudah dilakukan, tendangan langsung. Kalimat tersebut

dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-

lebihkan kata “nyaris” dapat diartikan: hampir atau hampir-hampir terjadi

sesuatu yang membahayakan dan sebagainya.

8) Ada Andik disana.... ya pemirsa ..... syuting langsung...Ooooo Golllll.

Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola

karena melebih-lebihkan kata “syuting langsung” dapat diartikan:

tendangan keras, tendangan langsung gol dan tiba-tiba ditendang ke arah

gawang.

9) Sebuah eksekusi dilakukan di kanan gawang. Kalimat tersebut dapat

dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-

lebihkan kata “eksekusi” dapat diartikan: melakukan atau pelasanakan

hukaman mati atau tendangan yang segera dilakukan.

10) Tendangan Irfan Bachdi kali ini mampu menyulap masa sayang.

Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola

karena melebih-lebihkan kata “menyulap masa sayang” dapat diartikan:

sebagai tendangan yang dapat memberikan poin untuk grupnya atau untuk

pertahanan Indonesia yang dapat mengangkat nama baik Indonesia dalam

pertandingan tersebut.

11) Masih Egi,,,,,, langsung .... menusuk gawang Timur Leste. Kalimat

tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena

Page 42: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

42

melebih-lebihkan kata “menusuk gawang” dapat diartikan: sebagai

tendangan yang dapat memasukkan bola ke dalam gawang dan

menciptakan gol.

12) Tendangan yang cukup produktif ,,,Irfan Bachdi.....!!! Kalimat

tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena

melebih-lebihkan kata “tendangan produktif” dapat diartikan: sebagai

tendangan yang selalu menghasilkan, atau tendangan yang selalu

menciptaan gol.

13) Tendangan spekulasi,,, dilakukan oleh Egi..! Kalimat tersebut dapat

dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-

lebihkan kata “tendangan spekulasi” dapat diartikan: sebagai tendangan

yang mengecoh lawan pemain.

14) Pemirsa,,,, pemain tampak berlari semburat, pontang panting karena

dikejar-kejar lawan. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai

gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata “berlari”

dengan memanfaatkan kata “pontang -panting” terkesan mereka berlari

terbirit-birit tanpa arah.

15) Kita liat tekanan dari malasyia Muhammad Hasanuddin,, 27 tahun.

Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola

karena melebih-lebihkan kata “tekanan” dapat diartikan: sebagai

tendangan yang menyerang pemain Indonesia yang akan menyerang

gawang Indonesia.

16) Bola panjang kita saksikan. Kalimat tersebut dapat dikategorikan

sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kata “Bola

Panjang” dapat diartikan: sebagai tendangan atau umpan yang panjang

atau jarak antara pengopor dengan yang diopor cukup jauh menerima bola.

17) Sayang sekali pemain Indonesia membuang bola begitu saja.

Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena

menganggap kata “ membuang” a d a l a h m e l e p a s k a n b o l a d a r i

k a k i m e n u j u k a k i r e k a n s e p e r m a i n a n .

18) Kontrol bola yang kurang cermat oleh Joni. Kalimat tersebut dapat

Page 43: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

43

dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-

lebihkan kata “kurang cermat” dapat diartikan: seorang pemain tidak

mampu menguasai bola dengan waktu yang cukup lama.

19) Akhirnya.... Pemain Bisaa membalikkan posisi menjadi 2-1. Kalimat

tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena

melebih-lebihkan kata “membalikkan posisi” dapat diartikan: seorang

pemain yang mampu mengalahkan lawannya dengan skor atau poin yang

lebih tinggi dari lawan mainnya.

20) Indonesia masih berjuang dari ketertinggalan. Kalimat tersebut dapat

dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-

lebihkan kata “berjuang dari ketertinggalan” dapat diartikan: seorang

pemain yang berusaha bermain dengan baik, kerja keras untuk

mendapatkan poin atau angkau yang lebih tinggi dr lawan mainnya.

21) Tidak ada eksekutor bola-bola mati. Kalimat tersebut dapat

dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-

lebihkan kata “eksekutor bola-bola mati” dapat diartikan: saat itu tidak

ada pemain yang menemukan bola – bola yang tanpa penjagaan lawan main

atau bola yang mampu menyelamatkan bola yang akan keluar garis

permainan atau bola yang keluar lapangan.

22) Keberuntungan tak berpihak tadi pada Andik. Kalimat tersebut dapat

dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-

lebihkan karena dapat diartikan: Ada kesempatan untuk memasukkan bola

ke gawang. Namun, tendangan yang dilakukan Andik tidak tepat, bola tidak

masuk di gawang.

23) Ada kaeajaiban yang mampu membantu Indonesia. Kalimat tersebut

dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-

lebihkan karena kalimat tersebut dapat diartikan: ada seorang pemain yang

dapat memasukkan bola atau mencetak bola ke dalam gawang dalam waktu

yang singkat sebelum babak perandingan selesai.

24) Angkat bola...... Owwwwwww.....ofsait! Kalimat tersebut dapat

dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-

Page 44: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

44

lebihkan karena kalimat tersebut dapat diartikan: adanya tendangan ke atas

menuju gawang tapi bola tidak tepat masuk di gawang dan mencetak gol

tapi dinyatakan keluar. Seorang penyerang menunggu bola di daerah

pertahanan lawan tetapi tidak ada pemain belakang lawan yang berada di

zona itu. Dan ini merupakan pelanggaran yang dinamakan ofcide.

25) Tendangan akan mampu menyelesaikan pertandingan ini. Kalimat

tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena

melebih-lebihkan karena kalimat tersebut dapat diartikan ppemain yang

melakukan tendangan langsung dan pada saat mencetak gol. Maka

dianggap dapat menyelesaikan pertandingan.

26) Indonesia memimpin di atas laos. Kalimat tersebut dapat dikategorikan

sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan karena

kalimat tersebut dapat diartikan Indonesia menang dari Laos.

27) Mampu merebut dalam kotak finalti. Kalimat tersebut dapat

dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-

lebihkan karena kalimat tersebut dapat diartikan bahwa salah satu pemain

dapat masuk ke babak finalti.

28) Kontrol bola yang belum sempurna. Kalimat tersebut dapat

dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-

lebihkan karena kalimat tersebut dapat diartikan bahwa pemain tidak

mampu membawa atau menguasai bola dengan sempurna sehingga bola

yang dikuasai dihalau oleh lawan main.

29) Firman menciptakan tiga nol. Kalimat tersebut dapat dikategorikan

sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan karena

kalimat tersebut dapat diartikan bahwa Firman telah memasukkan bola ke

gawang sebanyak tiga kali.

30) Tidak akurat tadi dari effendi. Kalimat tersebut dapat dikategorikan

sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan karena

kalimat tersebut dapat diartikan bahwa tendangan yang dilakukan oleh

Efendy tidak teliti, cermat atau tidak saksama hingga tidak tercipta gol.

31) Kita akan menantikan siapa yang akan di eksekusi kali ini tendangan

Page 45: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

45

bebas dari Indonesia,,, Andik atau Muh. Taufik,,, ! Kalimat tersebut

dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-

lebihkan. K a t a e k s e k u s i k a l i i n i dapat diartikan bahwa

tendangan bebas yang dilakukan Indonesia, apakah mampu melakukan

tendangan yang mampu mencetak gol ke gawang lawan mainnya.

32) Indonesia kali ini, lemparan pendek Syamsul Arif. Kalimat tersebut

dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-

lebihkan. K a t a L e m p a r a n P e n d e k dapat diartikan bahwa

sebuah tendangan yang dilakukan pemain yang satu dengan posisi bola

datar dan jarak yang tidak terlalu jauh untuk menghantar bola ke teman

mainnya.

33) Salah umpan,,,, Syamsul Arif. Kalimat tersebut dapat dikategorikan

sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan. K a l i m a t

t e r s e b u t dapat diartikan bahwa sebuah tendangan yang dilakukan

Syamsul arif tidak tepat karena bola tidak mengarah kepada temannya

melainkan kepada lawan mainnya.

34) Terlalu keras tadi,,,,,! Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai

gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan. K a l i m a t

t e r s e b u t dapat diartikan bahwa sebuah tendangan yang dilakukan

pemain terlalu keras.

35) Tekanan dari Malesyia. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai

gaya bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan. K a l i m a t

t e r s e b u t dapat diartikan bahwa adanya sebuah penyerangan yang terus

menerus yang membuat pemain Indonesia nampak berada pada posisi yang

sangat mengkhawatirkan.

36) Ada sedikit ketegangan, antara otto dengan pemain Malesyia sofik

Ibrahim. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa

hiperbola karena melebih-lebihkan. K a l i m a t t e r s e b u t dapat

diartikan bahwa adanya sebuah aksi perebutan bola untuk bias dihantar ke

gawang lawan pemain.

37) Kontrol dari ,,, tidak akurat tadi,,,,!!!! Kalimat tersebut dapat

Page 46: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

46

dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-

lebihkan. K a l i m a t t e r s e b u t dapat diartikan bahwa adanya

penguasaan bola yang kurang teliti, cermat atau saksama.

38) Ada sedikit sentuhan dari pemain Laos. Kalimat tersebut dapat

dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-

lebihkan. K a l i m a t t e r s e b u t dapat diartikan bahwa adanya

benturan fisik antara pemainIndonesia dengan Laos saat terjadi aksi

perebutan bola melayang.

39) Serangan balik dilakukan Indonesia, masih Otto....! Kalimat tersebut

dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-

lebihkan. K a l i m a t t e r s e b u t dapat diartikan bahwa adanya

serangan yang dilakukan oleh Tim Indonesia unttuk dapat mencetak gol ke

gawang lawan mainnya..

40) Lepaskan tendangan,,, masih dihalau Joko. Kalimat tersebut dapat

dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebih-

lebihkan. K a l i m a t t e r s e b u t dapat diartikan bahwa adanya sebuah

tendangan oleh seorang pemain tapi dapat di ambil atau dihalau oleh lawan

mainsehingga bola tidak dikuasai lagi. Artinya bola sudah lepas ke lawan

main.

41) Kembali tertipu yang mengarahkan bola ke sisi kiri gawang Timur

Leste. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa

hiperbola karena melebih-lebihkan. K a l i m a t t e r s e b u t dapat

diartikan bahwa salah penafsiran saat menghantar bola ke gawang untu

mencetak gol.

b. Metonomia

Metonomia adalah penggunaan bahasa sebagai sebuah atribut sebuah objek

atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat berhubungan dengannya untuk

menggantikan objek tersebut. Hasil analisis gaya bahasa dalam komentator sepak

Page 47: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

47

bola di media elektronik hususnya Televisi terdapat 6 data gaya bahasa metonomia,

yaitu sebagai berikut.

1) Andik dalam 2 partai ini, selalu mendapatkan kartu merah. Kalimat

tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa metonomia karena kata

“Partai dan Kartu Merah” k a t a p a r t a i dipakai

untuk mengganti atribut objek yaitu pertandingan dan kata Kartu Merah

dipakai untuk mengganti atribut objek yaitu pemain dikeluarkan atau

diberentikan dari pertandingan.

2) Sementara terjadi pergantian di kubu Malaysia. Kalimat tersebut

dikategorikan sebagai gaya bahasa metonomia karena kata

“kubu” dipakai untuk mengganti atribut objek yaitu banteng atau

tembok pertahanan tim dari Malesyia.

3) Keras memang untuk pertandingan malam ini karena sudah 4 kali

kartu kuning dikeluarkan. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai

gaya bahasa metonomia karena kata “kartu kuning” dipakai untuk

mengganti atribut objek yaitu pemain sepakbola yang

melakukan pelanggaran pada saat bermain.

4) Pemain paling senior di tugu Indonesia. Kalimat tersebut

dikategorikan sebagai gaya bahasa metonomia karena kata

“tugu” dipakai untuk mengganti atribut objek yaitu pemain dari

t im Indonesia .

5) Irfan bintang baru, bintang masa depan. Kalimat tersebut

dikategorikan sebagai gaya bahasa metonomia karena kata “bintang

baru, bintang masa depan” dipakai untuk mengganti atribut objek

yaitu pemain dari t im Indonesia yang dapat di jadikan

generasi baru atau penerus untuk masa depan.

6) Ini adalah kartu kuning pertama selama bermain. Kalimat

tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa metonomia karena kata “

kartu kuning” dipakai untuk mengganti atribut objek pemain yang

diberikan peringatan melalui tanda kartu kuning karena pemain pada saat

Page 48: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

48

itu melakukan pelanggaran.

c. Personifikasi

Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang

menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa

seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Hasil analisis t e n t a n g g a y a

b a h a s a pada komentator sepak bola terdapat 8 data gaya bahasa

personifikasi, yaitu sebagai berikut.

1). Sebuah aksi individu mampu menusuk Arif di sebelah kanan.

Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa

personifikasi karena kata “menusuk” terkesan ada seorang pemain yang

dengan membawa atau menendang bola yang seolah-olah bola menusuk

pemain atau lawan mainnya padahal dapat diartikan juga mengarahkan bola

ke kaki Arif.

2) Andik firmansyah dengan menelan unggul di Singapura. Kalimat

tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena

menganggap menelan dapat d i a r t i k a n s e b a g a i mencapai keuungulan

pada Tim Singapura. jadi seakan-akan menelan atau memasukkan sesuatu

keadalam perut melalui pembuluh kerongkongan seperti manusia.

3) Bola tanpa kompromi dibuang oleh Afrisal. Kalimat tersebut

dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena menganggap

“ kompromi” a d a l a h a d a n y a p e r s e t u j u a n d dapat d i a r t i k a n

s e b a g a i mencapaimai atau kesepakatan aerta jalan tengah yang dilakukan

oleh bola tersebut. jadi seakan-akan seperti manusia yang tidak melakukan

kompromi dengan org lain atau pihak lain.

4) Nopendi memotong bola... pemirsa kita saksikan! Kalimat tersebut

dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena menganggap

“ memotong” b e r a r t i s e o r a n g p e m a i n m e n g a m b i l a t a u

m e n g h a l a u b o l a d a r i l a w a n m a i n n y a . D a p a t j u g a

d i k a t a k a n , b o l a d i r e b u t o l e h l a w a n m a i n n y a p a d a s a a t

d i h a n t a r k e g a w a n g .

Page 49: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

49

5) Pemirsa.... kita saksikan seorang pemain Malesyia Memasukkan tali

pusar dengan menarik Otto Maniani...! Kalimat tersebut dikategorikan

sebagai gaya bahasa personifikasi karena menganggap “ tali pusar”

b e r a r t i s e o r a n g l a w a n m a i n m e n a r i k O t t o M a n i a n i .

6) Andik yang dituju,,,,dari bola mati. Kalimat tersebut dikategorikan

sebagai gaya bahasa personifikasi karena menganggap “ bola mati”

b e r a r t i a d a n y a b o l a y a n g m e n i n g g a l k a n a t a u k e l u a r d a r i

g a r i s p e r m a i n a n a t a u l a p a n g a n .

7) Bola mampu mengecoh penjaga gawang laos. Kalimat tersebut

dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena kalimat “ bola

mampu mengecoh” b e r a r t i a d a n y a b o l a y a n g m e m b u a t l a w a n

m a i n n y a t e r k e c o h s e o l a h - o l a h s e p e r t i m a k h l u k h i d u p .

8) Indonesia kebobolan 4 kali. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai

gaya bahasa personifikasi karena kalimat “ kebobolan” b e r a r t i

a d a n y a b o l a y a n g m a s u k k e g a w a n g s e b a n y a k 4 k a l i . I n i

s e p e r t i m a k h l u k h i d u p y a n g s e a k a n - a k a n k e b o b o l a n

y a n g b e r a r t i t e r p e c a h a t a u r u s a k .

c. Pleonasme

Keraf (2004: 133) berpendapat bahwa pleonasme adalah semacam acuan

yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan

untuk menyatakan satu gagasan atau pikiran. Apabila kata yang berlebihan

tersebut dihilangkan maka tidak mengubah makna/ arti. Gaya bahasa

pleonasme dapat disimpulkan menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus,

tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai

gaya. Hasil analisis gaya bahasa komentator sepak bola di media elektronik

terdapat 26 gaya bahasa pleonasme yaitu sebagai berikut:

Page 50: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

50

1) Tendangan yang kurang cermat dari Malesyia, bola dihalau pemain

Indonesia. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme

karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi

sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya

sebagai gaya yaitu pada kata “bola dihalau pemain Indonesia”.

2) Bola lepas, tidak dapat dikontrol oleh pemain belakang. Kalimat tersebut

dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua

kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik

untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata

“bola lepas”.

3) Pertahanan Tim Garuda,... Indonesia . Kalimat tersebut dikategorikan

sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang

sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas

arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata “Indonesia”.

4) O,, kali ini tidak terlalu terkontrol...bola melewati jauh di atas gawang

Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena

menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya

tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya

yaitu pada kata “tidak terlalu terkontrol”.

5) Bola dihalau oleh Fahruddin... Andik yang dituju Kalimat tersebut

dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua

kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik

untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata

Page 51: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

51

“Andik yang dituju”.

6) Nopan menghentikan bola... dengan syuting kakik kirinya. Kalimat

tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena

menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya

tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya

yaitu pada kata “syuting kaki kirinya”.

7) Kurang konsentrasi sehingga dapat mencetak bola, malesyia satu,

Indonesia nol. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa

pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus,

tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya

sebagai gaya yaitu pada kata “mencetak bola”.

8) Tendangan bebas langsung dilakukan oleh Arif. Kalimat tersebut

dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua

kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik

untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata

“dilakukan oleh Arif”.

9) Kurang atur mengontrol bola. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai

gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti

sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti

maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata “atur”.

10) Serangan balik dari Malesyia. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai

gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti

sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti

Page 52: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

52

maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata “balik”.

11)Malesyia punya pemain yang sangat tepat. Kalimat tersebut dikategorikan

sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang

sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas

arti maupun hanya sebagai gaya.

12)Indonesia tertinggal 2 kosong. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai

gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti

sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti

maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata “2 kosong”.

13) Dalam 3 menit kemudian datang gol dari Malesyia. Kalimat tersebut

dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua

kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik

untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata

“datang”.

14)Langsung jauh ke Syamsul Arif. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai

gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti

sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti

maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata “jauh”.

15)Tendangan salto dilakukan oleh Syamsul Arif, mencetak gol! Kalimat

tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena

menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya

tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya

Page 53: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

53

yaitu pada kata “mencetak gol”.

16)Langsung melampau batas gawaang...! Kalimat tersebut dikategorikan

sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang

sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas

arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata “batas gawang”.

17)Tendangan yang jauh dari gawang tadi dilakukan. Kalimat tersebut

dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua

kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik

untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata “tadi

dilakukan”.

18)Berpindan kekanan kali ini, pelanggaaran. Kalimat tersebut

dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua

kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik

untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata

“pelanggaran”.

19)Otto Maniani sudah melakukantendangan terlalu jauh ke atas. Kalimat

tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena

menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya

tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya

yaitu pada kata “jauh ke atas”.

20)Menganliss strategi yang mudah untuk Indonesi...untuk

mempertahankan kubu. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya

bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti

Page 54: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

54

sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti

maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata “mempertahankan

kubu”.

21)Antisipasi sangat tepat oleh penjaga gawang Malesyia. Kalimat tersebut

dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua

kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik

untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata

“penjaga gawang”.

22)Sebuah pekerjaan berat harus mencetak gol setiap 20 menit. Kalimat

tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena

menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya

tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya

yaitu pada kata “mencetak gol”.

23)Serangan dari Malesyia selalu berbahaya. Kalimat tersebut dikategorikan

sebagai gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang

sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas

arti maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata “selalu bebahaya”.

24)Berhasil dihalau oleh Fahruddin. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai

gaya bahasa pleonasme karena menggunakan dua kata yang sama arti

sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti

maupun hanya sebagai gaya yaitu pada kata “bola dihalau pemain

Indonesia”.

25)Waktu normal, dimanfaatkan oleh tim Garuda..... Indonesia. Kalimat

Page 55: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

55

tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena

menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya

tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya

yaitu pada kata “Indonesia”.

26)Umpan dari Joko Sasoko, tendangan yang cukup cerdik. Kalimat

tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa pleonasme karena

menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya

tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya

yaitu pada kata “tendangan yang cukup cerdik”.

d. Sinekdoke

Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan

sebagian dari suatu hal untuk menyatakan keseluruhan atau mempergunakan

keseluruhan untuk menyatakan sebagian. Hasil analisis g a y a b a h a s a pada

komentator sepak bola di media elektronik terdapat 1 data gaya bahasa sinekdoke,

yaitu sebagai berikut.

1) Andik firmansyah......auuuuuuuuuu....... !Kalimat di atas dikategorikan

sebagai gaya bahasa sinekdoke karena kata “Auuuuuu” sudah m ewakili

secara keseluruhan yaitu yang artinya Andik Kesakitan karena terlempar jauh.

e. Asosiasi

Asosiasi adalah gaya bahasa perbandingan yang bersifat

memperbandingkan sesuatu dengan keadaan lain yang sesuai dengan keadaan yang

dilukiskan. Hasil analisis gaya bahasa pada komentator sepak bola di media

elektronik terdapat 3 data gaya bahasa asosiasi, yaitu sebagai berikut:

Page 56: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

56

1) Sebuah krossing yang bagus tendangan yang melambung atau

melayang keatas. Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa

asosiasi karena keadaan tendangan krosing tersebut telah dilukiskan

secara nyata, yaitu tendangan yang melambung atau melayang ke atas.

2) Irfan Bacdi di babak kedua ini mengalami penurunan penampilan

seperti kurang bersemangat. Kalimat di atas dikategorikan sebagai

gaya bahasa asosiasi karena keadaan Irfan Bachdi yang mengalami

penurunan saat bermain, nampak kurang bersemangat.

3) Bagimana ekspresi Irfan Bachdi… berlari dan memeluk temannya.

Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa asosiasi karena

keadaan Irfan Bachdi yang berlari dan memeluk temannya, seperti

mengungkapkan ekspresi kebahagiaan yang terdapat pada dirinya karena

mampu mencetak gol ke gawang lawan mainnya.

f. Epitet

Keraf (2004: 141) berpendapat bahwa epitet adalah semacam acuan yang

menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu

hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau

menggantikan nama seseorang atau suatu barang. Dari pendapat tersebut

dapat disimpulkan epitet adalah gaya bahasa berwujud seseorang atau suatu

benda tertentu sehingga namanya dipakai untuk menyatakan sifat itu. Hasil

analisis gaya bahasa pada komentator sepak bola di media elektronik terdapat 4 data

gaya bahasa asosiasi, yaitu sebagai berikut:

1) Malesya kali ini, Otto disana,,,, Tim garuda disana sementara

berjuang. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya

bahasa epitet karena merupakan acuan yang menyatakan suatu sifat

atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. kata “Tim

Garuda” adalah acuan dari Tim Indonesia.

Page 57: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

57

2) Semangta dari tim garuda. Kalimat tersebut dapat dikategorikan

sebagai gaya bahasa epitet karena merupakan acuan yang

menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu

hal. kata “Tim Garuda” adalah acuan dari Tim Indonesia.

3) Pertahanan dari Indonesia,,,, Syamsul Arif dari pemain

Gorontalo. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya

bahasa epitet karena merupakan acuan yang menyatakan suatu sifat

atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. kata “Pemain

Gorontalo” adalah acuan dari Syamsul Arif.

4) Sebuah Kubu yang sangat berbahaya telah dihadapi oleh Tim

Garuda. Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa

epitet karena merupakan acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri

yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. kata “Kubu” adalah acuan

dari Tim Indonesia.

g. Eponim

Keraf (2004: 141) menjelaskan bahwa eponim adalah suatu gaya bahasa di

mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu

sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat. Dari pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa eponim adalah pemakaian nama seseorang yang dihubungkan

berdasarkan sifat yang sudah melekat padanya, Hasil analisis gaya bahasa pada

komentator sepak bola di media elektronik terdapat 9 data gaya bahasa eponim

yaitu sebagai berikut:

1) Andik.... adalah pemain berpostur mungil. Kalimat tersebut

Page 58: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

58

dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa epitet karena

merupakan acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus

dari seseorang atau sesuatu hal. kata “pemain berpostur mungil”

adalah acuan dari penampilan Andik.

2) Syamsul Arif adalah pemain cukup tenang. Kalimat tersebut

dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa epitet karena

merupakan acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus

dari seseorang atau sesuatu hal. kata “pemain cukup tenang” adalah

acuan dari sifat Syamsul Arif.

3) Otto Maniani melewati 2 pemain.. pemain yang cukup

cerdik....! Kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya

bahasa epitet karena merupakan acuan yang menyatakan suatu

sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. kata

“pemain yang cukup cerdik” adalah acuan dari nya. sifat Otto Maniani

dalam melewati dua pemain lawan

4) Otto Maniani semangat tinggi namun kadang-kadang tidak

terkontrol emosinya. Kalimat tersebut dapat dikategorikan

sebagai gaya bahasa epitet karena merupakan acuan yang

menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau

sesuatu hal. kata “pemain tidak terkontrol emosinya” adalah acuan

darinya. sifat Otto yang kadang-kadang tidak terkontrol emosinya.

5) Andik memiliki jam terbang yang cukup luas, 3 kali tampil,

dan selalu diandalkan…! Kalimat tersebut dapat dikategorikan

sebagai gaya bahasa epitet karena merupakan acuan yang

Page 59: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

59

menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau

sesuatu hal. kata “memiliki jam terbang yang cukup luas” adalah

acuan darinya Andik.

6) Irfan Bachdi salah satu Pemain sangat vital. Kalimat tersebut

dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa epitet karena

merupakan acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus

dari seseorang atau sesuatu hal. kata “pemain sangat vital” adalah

acuan darinya Irfan Bachdi.

7) Nopan pemain padang . Kalimat tersebut dapat dikategorikan

sebagai gaya bahasa epitet karena merupakan acuan yang

menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau

sesuatu hal. kata “Pemain Padang” adalah acuan darinya Nopan.

8) Pemain yang posisinya gelandang bertahan. Kalimat tersebut

dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa epitet karena

merupakan acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus

dari seseorang atau sesuatu hal. kata “Gelandang bertahan ” adalah

acuan dari salah satu pemain Indonesia.

9) Permisa kita saksikan pemain dari Malesyia,, dengan gaya

rambutnya yang tdk pernah berubah. Kalimat tersebut dapat

dikategorikan sebagai gaya bahasa epitet karena merupakan

acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari

seseorang atau sesuatu hal. kata “Gaya Rambut ” adalah acuan dari

salah satu pemainMalesyia.

Page 60: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

60

2. Gaya Bahasa Perulangan

Ade Nurdin, Yani Muryani, dan Mumu (2002: 28) berpendapat bahwa

gaya bahasa perulangan adalah gaya bahasa yang mengulang kata demi kata entah

itu yang diulang bagian depan, tengah, atau akhir, sebuah kalimat. Gaya bahasa

perulangan ini meliputi: aliterasi, anadiplosis, epanalipsis, epizeukis,

mesodiplosis, anafora.

a. Aliterasi

Aliterasi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang

sama. Hasil analisis gaya bahasa pada komentator sepak bola di media elektronik

terdapat 3 data gaya bahasa aliterasi, yaitu sebagai berikut.

1) Satu peluang yg lagi - lagi gagal,,,gagal meraih keunggulan.

Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa alitersi

karena adanya pemanfaatan kata ulang pada permulaan yang

sama bunyinya yaitu “gagal”.

2) Krosing,,,, krosing yang dilakukan oleh otto,, sangat

baguuuss,,,bagus sekli. Kalimat di atas dikategorikan sebagai

gaya bahasa alitersi karena adanya pemanfaatan kata ulang

pada permulaan yang sama bunyinya yaitu “Krosing dan

bagaus”.

3) Lagi-lagi,,, Irfan Bachdi,,, sayang sekali,,, Irfan Bachdi

peluang tipis. Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya

bahasa alitersi karena adanya pemanfaatan kata ulang pada

permulaan yang sama bunyinya yaitu “Irfan Bachdi”.

Page 61: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

61

3. Gaya Bahasa Sindiran

Keraf (2004: 143) berpendapat bahwa gaya bahasa sindiran atau ironi

adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud

berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Jadi yang

dimaksud dengan gaya bahasa sindiran adalah bentuk gaya bahasa yang rangkaian

kata-katanya berlainan dari apa yang dimaksudkan. Hasil analisis gaya bahasa

pada komentator sepak bola di media elektronik terdapat 3 data gaya bahasa

aliterasi, yaitu sebagai berikut.

a. Sinisme

Keraf (2004; 143) berpendapat bahwa sinisme adalah gaya bahasa sebagai

suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap

keikglasan dan ketulusan hati. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

sinisme adalah gaya bahasa yang bertujuan menyindir sesuatu secara kasar. Hasil

analisis gaya bahasa pada komentator sepak bola di media elektronik terdapat 2

data gaya bahasa aliterasi, yaitu sebagai berikut.

1) Banyak peluang tapi belum pernah menciptakan gol. Kalimat di

atas dikategorikan sebagai gaya bahasa Eufemisme karena kalimat

tersebut berusaha menggunakan ungkapan-ungkapan lain dengan

maksud memperhalus.

2) Terlalu banyak posisi yang menjajikan tapi sayang Andik terlalu

banyak pelanggaran. Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya

bahasa Eufemisme karena kalimat tersebut termasuk menghina,

Page 62: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

62

menyinggung perasaan.

4. Gaya Bahasa Pertentangan

Gaya bahasa pertentangan adalah gaya bahasa yang maknanya

bertentangan dengan kata-kata yang ada. Gaya bahasa pertentangan meliputi:

litotes, paradoks, histeron prosteron, antithesis, oksimoron, dan okupasi.

a. Paradoks

Paradoks adalah gaya bahasa yang kata-katanya mengandung pertentangan

dengan fakta yang ada. Hasil analisis gaya bahasa pada komentator sepak bola di

media elektronik terdapat 1 data gaya bahasa aliterasi, yaitu sebagai berikut.

1) Saingan yang melibatkan emosi. Kalimat di atas dikategorikan

sebagai gaya bahasa paradoks karena kata-katanya mengandung

pertentangan dengan fakta yang ada.

5. Gaya Bahasa Penegasan

Gaya bahasa penegasan adalah gaya bahasa yang mengulang kata-katanya

dalam satu baris kalimat. Gaya bahasa penegasan meliputi: paralelisme, erotesis,

klimaks, repetisi, dan anti klimaks .

a. Epifora

Keraf (2004: 136) berpendapat bahwa epifora adalah pengulangan kata

pada akhir kalimat atau di tengah kalimat. Simpulan gaya bahasa epifora adalah

gaya bahasa dengan mengulang kata di akhir atau tengah kalimat. Hasil analisis

gaya bahasa pada komentator sepak bola di media elektronik terdapat 1 gaya

bahasa efipora anatara lain:

Page 63: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

63

1) O…. Kita bahaya skali,,,, berbahaya pemirsa,,,! Kalimat di

atas dikategorikan sebagai gaya bahasa pefipora karena terdapat

pengulangan kata pada akhir ataupun tengah kalimat yaitu: kata

“berbahaya”.

Hasil analisis gaya bahasa di atas dapat dilihat dengan jelas melalui table

berikut ini:

Tabel 1: Daftar Penggunaan Gaya Bahasa pada komentator Sepakbola di Media Televisi

No Bentuk Gaya Bahasa Jenis Gaya

Bahasa

Jumlah Ket

1 Perbandingan

Hiperbola 41

Metonomia 6

Personifikasi 8

Pleonasme 25

Sinekdoke 1

Asosiasi 3

Epitet 4

Eponim 9

2 Pengulangan Aliterasi 3

3 Sindiran Sinisme 2

4 Pertentangan Paradoks 1

5 Penegasan Epifora 1

Jumlah 12 104

Tabel 2: Distribusi Frekuensi dan Presentase Penggunaan Gaya Bahasa pada Komentator Sepak bola

Di Media Elektronik

Page 64: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

64

No Gaya Bahasa

Frekuensi

Penggunaan

Data

(X)

Frekuensi

Relatif

X

∑X

Frekuensi

Presentase

X x 100 %

X∑

1 Hiperbola 41 0, 39 39 %

2 Metonomia 6 0, 057 5, 7 %

3 Personifikasi 8 0, 076 7, 6 %

4 Pleonasme 25 0, 240 24 %

5 Sinekdoke 1 0,0096 0, 9 %

6 Asosiasi 3 0, 028 2, 8 %

7 Epitet 4 0, 038 3, 8 %

8 Eponim 9 0, 086 8, 6%

9 Aliterasi 3 0, 028 2, 8 %

10 Sinisme 2 0, 019 1,9 %

11 Paradoks 1 0, 0096 0, 96 %

12 Epifora 1 0, 0096 0, 96 %

Jumlah 104 100 %

Ket: X : Banyaknya pemunculan jenis gaya bahasa dalam data X∑X : Total keseluruhan munculnya gaya bahasa

B. Pembahasan Hasil Analisis Data

Page 65: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

65

Terlihat dalam tabel di atas, bahwa penggunaan gaya bahasa

oleh komentator sepak bola di media Televisi sangat menonjol. Dari 175 daftar

data yang telah terpilih, ternyata 104 data yang tersaring dan dianalisis.

Dari 24 jenis gaya bahasa yang ada, hanya 12 jenis gaya bahasa yang

digunakan komentator sepak bola yaitu gaya bahasa hiperbola sebanyak 48, ;

metonomia sebanyak 3; personifikasi sebanyak 8; pleonasme sebanyak 25,

sinekdoke sebanyak 1, asosiasi sebanyak 3, epitet sebanyak 4, eponym 9, aliterasi

sebanyak 3, sinisme sebanyak 2, paradox sebanyak 1, dan epifora juga sebanyak 1.

Gaya bahasa yang paling dominan digunakan adalah gaya bahasa

hiperbola sebanyak 39 %. Hasil analisis gaya bahasa komentator sepak bola di atas

menunjukkan bahwa seorang komentator sepak bola banyak menggunakan gaya

bahasa hiperbola atau ungkapan kata yang melebih-lebihkan apa yang sebenarnya

dimaksudkan baik jumlah, ukuran, dan sifatnya.

. Hal itu terbukti bahwa yang paling dominan dipakai oleh seorang

komentator sepak bola adalah gaya bahasa hiperbola dengan hasil 39 % yaitu

41 data yang ditemukan dari 104 data. Tujuan pemakaian gaya bahasa hiperbola

pada komentator sepak bola di media Televisi yaitu tidak lepas dari tugas seorang

komentator baik pembawa acara ataupun komentator langsung yang diundang oleh

pihak Televisi, karena mereka inilah yang melaporkan langsung fakta, situasi atau

keadaan yang ada di lapangan dan mengeluarkan kemampuannya dalam mengolah

kata ataupun kalimat sehingga penonton atau pendengar seolah-olah berada dilokasi

pertandingan dan merasi tertarik dengan pertandingan sepak bola.

BAB V

Page 66: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

66

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan kajian teori, hasil analisis dan pembahasan yang telah

dilakukan dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkanan bahwa s e o r a n g

komentator sepak bola di media elektronik menggunakan beberapa gaya

bahasa. Gaya bahasa tersebut yaitu:

(a) perbandingan meliputi hiperbola 41 data dengan presentase 39 %,,

metonomia 6 data 5, 7 %, personifikasi 8 data 7, 6 %, pleonasme 25 data 24

%, sinekdoke 1 data 0,9 %, asosiasi 3 data 2, 8 %, epitet 4 data 3, 8 %, dan

eponym 9 data 8, 6 %.

(b) perulangan meliputi gay bahasa aliterasi sebanyak 3 data dengan

presentase 2, 8 %.

(c) Sindiran meliputi gaya bahasa sinisme sebanyak 2 data dengan presentase

1, 9 %.

(d) Pertentangan meliputi gaya bahasa paradox sebanya 1dengan presentase 0,

96 %.

(e) Penegasan sebanyak 1 data meliputi gaya bahasa epifora dengan

presentase 0, 96 %.

2. Gaya bahasa yang paling dominan dipakai komentator sepak bola di media

televisi adalah hiperbola.

B. Saran

Beberapa saran berikut dapat menjadi bahan masukan yang bermanfaat

bagi pihak-pihak terkait yaitu masyarakat hendaknya dalam menyaksikan sebuah

pertandingan sepak bola memperhatikan nilai-nilai positif antara lain tentang

semangat, tekad, kerja keras, kerja sama, motivasi dan sadar akan arti pentingnya

mempertahankan sebuah banteng pertahanan, yaitu Bangsa Indonesia serta dapat

mengharumkan Negara Indonesia.

Masyarakat dapat melihat sisi positipnya ketika menyaksikan sebuah

Page 67: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

67

pertandingan sepak bola di media televise, belajar bagaimana mengolah kata dan

bahasa sehingga seseorang dapat berkomunikasi dengan bai dan dapat berterima di

lingkungan masyarakat. Dengan memiliki banyak kosa kata, tentunya ini sangat

membantu seseorang untuk berkomunikasi dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Page 68: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

68

Aminuddin. 2009. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Argesindo.

Anwar, Rofik. 2012. “ Analisis Penggunaan Implikatur Percakapan Antara Resepsionis dan Tamu Chek In di Guest haouse Pradiso Surakarta. “ Skripsi . Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Badudu. J. S. 1984. Sari Kasusastraan Indonesia 2. Bandung: Pustaka Prima.

Bagas. 2007. “Majas Perbandingan”. Dalam http://bagas.wordpress.com/2007/09 /05/belajar-majas-atau-gaya-bahasa/ diakses pada tanggal 20 Januari 2010.

Brown, Gillian dan Yule, George. 1996. Analisis Wacana. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Chaer, A. 1995. Pengantar semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, A, dan Agustina. 1995. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta,

Cook, Guy. 1994. Analisis Wacana. Yogyakarta: Raja Grafindo Persada

Darmono, Sapardi Djoko. 2003. “Kita dan Sastra Dunia”. Dalam www.mizan.com. diakses pada Tanggal 3 Agustus 2012.

Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: Eresco.

Endaswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Hadi, Abdul. 2008. “Majas (Gaya bahasa)”. Dalam http://basasin.blogspot.com /2008/10/majas-gaya-bahasa.html. diakses pada tanggal 4 Agustus 2012.

Hasbullah. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Hirata, Andrea. 2006. Sang Pemimpi. Yogyakarta: Bentang Pustaka.

Keraf, Gorys. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Latif. 2001. Analisis Stilistika Gaya Bahasa Parni Hadi dalam Kolom Resonansi Harian Republika. Makassar: UNM

Page 69: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

69

Maulana, Firman. 2008. ”Gaya Bahasa”. Dalam http://firman94.multiply.com/ journal/item/70 diakses pada tanggal20 Januari 2010.

Miles, B. Mattew. dan Huberman, Michael. A. 1992. Analisis Data Kualitatif (Terjemahan Tjejep Rohendi Rohidi). Jakarta: UI Press. 104.

Mulyana. 2005. Kajian Wacana. Yogyakarta. Tiara Wacana.

Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pradopo, Rachmad Djoko. 2005. Beberapa Teori Sastra, Metode, Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yokyakarta: Pustaka Pelajar.

R. Rose, K dan kasper G. 2001. Pragmatic In Language Teaching. New York: Cabridge University Press.

Sayuti, Suminto. A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media.

Semi, Atar M. 1993. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.

Sevilla. C. G, dkk. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: University Indonesia Press.

Soeleman, Munandar. 1987. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: PT. Eresco.

Soyoto. 2008. Majas. Dalam http// oyoth. Wordpress.com/2008/02/01/Gaya-Bahasa/ diakses pada Tanggal 20 januari 2012. 105

Subroto, Edi. 1992. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: Sebelas Press.

Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik, ke Arah Memahami Metode Linguistik. Yogyakarta: Gadjahmada University Press.

Sudjiman, Panuti. 1998. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sugiono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfa Beta.

Tarigan, Henry Guntur. 1995. Prisip- Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa

Page 70: Hakikat Majas Atau Gaya Bahasa

70