hak hak atas tanah dan sistem konversi atas tanah
TRANSCRIPT
HAK-HAK ATAS TANAH DAN SISTEM KONVERSI ATAS TANAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi pada mata kuliah Hukum Agraria
semester Lima
Oleh:
1. RachmatullahTiflen
2. Zul Fahmi
3. Zul Fikar Awaludin
4. Zaenal Arifin
Dosen pembimbing :
Dra. Hafni Muchtar, SH. MH..
Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri
Jakarta
2013
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb
Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, yang tidak pernah putus
rahmat dan kasih sayangnya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad saw, kepada keluarga, sahabat, dan para pengikutnya.
Mudah-mudahan kita bisa mendapatkan syafaatnya di yaumil qiyamah kelak.
Alhamdulillah atas karunia Allah yang telah diberikan kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “HAK-HAK ATAS TANAH DAN SISTEM
KONVERSI ATAS TANAH”. Tugas ini disusun pada mata kuliah Hukum Agraria semester
Lima, jurusan Peradilan Agama, fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Kami mohon maaf kepada para pembaca, apabila dalam makalah ini masih banyak
kekurangan, kekhilafan dan kealpaan mohon dimaklumi. Serta kami berharap mudah-
mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami umumnya bagi para pembaca.
Amin.
Wassalamu’alaikum wr. wb
Ciputat, 06 Oktober 2013
Ttd.
Penyusun
2
Daftar Isi
Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .i
Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .ii
BAB 1
Pendahuluan
Latar belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
Bab II
Pembahasan
A. Hak-hak atas tanah dalan UUPA dan system konversi hak-hak atas
tanah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . .3
1. Hak atas Tanah yang bersifat originer (Primer)
a. Hak Milik Atas Tanah (HM)
b. Hak Guna Usaha (HGU)
c. Hak Guna Bangunan (HGB)
d. Hak Pakai (HP)
2. Hak atas Tanah yang bersifat Derevatif (Sekunder)
a. Hak Gadai
b. Hak Usaha Bagi Hasil
c. Hak Menumpang
d. Hak Sewa Tanah Pertanian
B. Aspek-aspek Konversi Hak atas Tanah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. 7
1. Pengertian Konversi
2. Tujuan Konversi
3. Terjadinya Konversi
4. Pelaksanaan Konversi
3
C. Konversi Hak atas
Tanah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
1. Upaya menuju Unifikasi dalam Hukum Tanah Indonesia
a. Keadaan Hukum Tanah Indonesia Sebelum UUPA
b. Tujuan Undang-undang Pokok Agraria
c. Konversi Sebagai Salah Satu Upaya Menuju Unifikasi Hukum Tanah
Nasional
BAB III
Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
Daftar pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .iii
4
Daftar Pustaka
Harsono, Buedi. Hukum Agraria Indonesia: sejarah pembentukan undang-undang pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaan. Jakarta: Djambatan, 1997.
Supardi, Hukum Agraria (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) http://leonelaan.blogspot.com/2010/07/konversi-hak-atas-tanah.html Soimin, Soedharyo. Status Hak dan Pembebasan Tanah, (Jakarta: sinar Grafika,
2008)
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 25 cm).
Ahmad Chomzah, Ali. Hukum Agraria Pertanahan Indonesia, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, Cet. 1, 2004)
Suardi, Op.Cit.
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CC8QFjAB&url=http
%3A%2F%2Flontar.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%3Ddigital%2F131368-T%252027518-
Kekuatan%2520hukum-
Pendahuluan.pdf&ei=m3NRUsr2A8_OrQfJlYGoCw&usg=AFQjCNHrkOUpLqUC1t
zKL3j3fk2vCjjQew&sig2=jaoWLUlBL21wHZIegtpymg&bvm=bv.53537100,d.bmk
Urip Santoso,Hak atas Tanah.
5
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Dalam kehidupan manusia, tanah merupakan faktor yang sangat penting. Karena pada
kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah.Manusia hidup di atas tanah
(bermukim) dan memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah, lebih dari
itu tanah juga mempunyai hubungan yang emosional dengan manusia. Setiap orang tentu
memerlukan tanah, bukan hanya dalam kehidupannya saja, untuk meninggalpun manusia
masih memerlukan tanah sebagai tempat peristirahatan. Manusia hidup senang serba
kecukupan jika mereka dapat menggunakan tanah yang dikuasai atau dimilikinya sesuai
dengan hukum alam yang berlaku, dan manusia akan dapat hidup tentram dan damai jika
mereka dapat menggunakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan batas-batas tertentu
dalam hukum yang berlaku yang mengatur kehidupan manusia itu dalam masyarakat.1
Kemudian dari hak-hak atas tanah itu yang kemudian menyangkut masalah dengan hak-
hak konvensi. Diantara salah satu warisan feudal yang sangat merugikan rakyat ialah
lembaga konversi yang berlaku dikeridenan Surakarta dan daerah istimewa Yogyakarta.
Dalam tahun 1948 lembaga konversi dihapuskan yang salah satu contohnya ialah lembaga
kadaster pada masa belanda. Kiranya ada baiknya juga untuk mengetahui sejarahnya, agar
kita dapat mengerti dan menghargai tindakan revolusioner yang mengakibatkan hapusnya
lembaga tersebut beserta hak-hak yang bersangkutan.
Sejak permulaan abad ke-19 orang-orang asing sudah mulai mengadakan usaha didaerah
Surakarta dan yogjakarta, yang dulu disebut “vorstenlanden”. Didaerah-daerah tersebut
semua tanah adalah milik Raja. Rakyat hanyalah sekedar memakainya saja. Mereka ini
diwajibkan menyerahkan sebagian (seperdua atau sepertiga) dari hasil tanahnya kepada raja,
jika yang dikuasainya tanah pertanian atau melakukan kerja paksa jika tanahnya tanah
pekarangan. Kepada anggota keluarganya dan hamba-hambanya yang berjasa atau setia oleh
raja diberikan tanah sebagai nafkah. Pembagian tanah itu disertai pula pelimpahan hak raja
1 https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CC8QFjAB&url=http%3A%2F%2Flontar.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%3Ddigital%2F131368-T%252027518-Kekuatan%2520hukum-Pendahuluan.pdf&ei=m3NRUsr2A8_OrQfJlYGoCw&usg=AFQjCNHrkOUpLqUC1tzKL3j3fk2vCjjQew&sig2=jaoWLUlBL21wHZIegtpymg&bvm=bv.53537100,d.bmk
6
atas bagian hasil tanah tersebut diatas. Merekapun berhak menuntut kerja paksa. Stalsel ini
disebut stalsel apanage.2
Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam Hukum Agraria Nasional membagi hak-
hak atas tanah dalam dua bentuk, yaitu :
1. Hak-hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki
atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan hukum yang mempunyai
waktu lama dan dapat dipindah-tangankan kepada orang lain atau ahliwarisnya.
2. Hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder, yaitu hak-hak atas tanah yang bersifat
sementara. Dikatakan bersifat sementara, karena hak-hak tersebut dinikmati dalam
waktu terbatas, dan hak-hak itu dimiliki oleh orang lain.
Kemudian pada prosesnya pula dari stelsel apanage dihapuskan. Semua tanah itu diambil
kembali oleh raja dan para bekas pemegang apanage mendapatkan tunjangan berupa uang
setiap bulan. Rakyat diberi hak atas tanah dengan tidak ada kewajiban untuk melakukan kerja
paksa. Dalam pada itu kepentingan paara penguasa tdaklah diabaikan begitu saja. Kepada
mereka masih diberikan jaminan-jaminan istimewa, yang tidak dijumpai didaerah luar
Surakarta dan Yogyakarta.
Didalam penguasaan-penguasaan yang dilakukan oleh warga asing. Olehkarenanya dapat
kita melihat proses-proses yang menjadikan hak-hak atas tanah yang berada di Indonesia ini,
apa sajakah yang menjadikan tanah itu merupakan hak penuh dari seseorang atau yang
menjadi tanah-tanah sementara bagi setiap warga Indonesia.
2 Buedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: sejarah pembentukan undang-undang pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaan. (Jakarta: Djambatan, 1997), h. 88-89.
7
BAB II
Pembahasan
A. Hak-hak Atas Tanah dan Sistem Konversi atas Tanah
Penerapan hak-hak atas tanah, diatur didalam Pasal-pasal UUPA yang menyebutkan
adanya dan macamnya hak-hak atas tanah adalah pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53.
Pasal 4 ayat 1 dan 2 berbunyi sebagai berikut:
(1) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai dimaksud dalam pasal 2 ditentukan
adanya amacam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.
(2) Hak hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi kewenangan untuk
mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta
ruang angkasa yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang
langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut
undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum yang lebih tinggi.
Kemudian dari penjelasan hak-hak atas tanah yang dimaksud diatas ditentukan didalam pasal
16 ayat 1 serta ruang lingkup dari hak-hak tanah sampai kepada sifat yang bersifat sementara
sebagaimana diatur pula didalam pasal 53.3
Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam hukum agraria Nasional membagi hak-
hak atas tanah dalam dua bentuk. Pertama : hak-hak atas tanah yang bersifat primer. Kedua :
hak hak atas tanah yang bersifat sekunder.
I. Hak-hak atas Tanah yang bersifat Originer (Primer)
Pengertian hak-hak atas tanah primer adalah hak-hak atas tanah yang dapat mempunyai
waktu lama dan dapat berpindah tangankan kepada orang lain atas ahli warisnya.4 Dalam
UUPA terdapat beberapa hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu:
1. Hak Milik atas tanah (HM);
3 Buedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: sejarah pembentukan undang-undang pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaan. (Jakarta: Djambatan, 1997), h. 252-253.4 Supardi, Hukum Agraria (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 64.
8
Ketentuan mengenai hak milik disebutkan dalam pasal 16 ayat 1 huruf a UUPA. Secara
khusus diatur dalam pasal 20 sampai dengan pasla 27 UUPA. Menurut pasal 50 ayat 1
UUPA, ketentuan lebih lanjut diatur dengan Undang-undang.
2. Hak Guna Usaha (HGU);
Menurt pasal 28 ayat 1 UUPA, yang dimaksud hak guna usaaha adalah hak untuk
mengusahakan tanah yng dikuasai langsung oleh negara. Luas hak guna usaha untuk
perseorangan minimalnya 5 hektar dan maksimalnya 25 hektar. Sedangkan untuk badan
hukum luas minimalnya 5 hektar dan maksimalnya diatur dalam pasal 5 UU No. 40 tahun
1996.
Subjek Hak guna usaha menurut pasal 30 UUPA jo. Pasal 2 PP No. 40 Tahun 1996, yaitu:
1. Warga Negara Indonesia;
2. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
Terjadinya hak guna usaha karena adanya penetapan pemerintah. Jangka waktu hak guna
usaha untuk pertama kalinya paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka
waktu 25 tahun (pasal 29 UUPA). Permohonan perpanjangan jangka waktu diajukan
selambat-lambatnya 2 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu hak guna usaha tersebut.
Hapusnya hak guna usaha berdasarkan pasal 34 UUPA, yaitu :
1. Jangka waktunya berakhir
2. Diberhrntikan sebelum janghka
waktu berakhir karena sesuatu
syarat tidak terpenuhi
3. Dilepaskan oleh pemegang haknya
sebelum jangka waktunya berakhir
4. Diterlantarkan
5. Tanahnya musnah
6. Ketentuan dalam pasal 3 ayat 2
9
3. Hak Guna Bangunan (HGB)
Menurut pasal 35 UUPA, hak guna bangunan, yaitu hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan atas tanah yang bukan milikya dengan jangka waktu paling lama 30
tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun.
Subjek hak guna bangunan, yaitu :
a. Warga Negara Indonesia;
b. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia.
4. Hak pakai (HP).
Menurut pasal 41 ayat 1 UUPA, hak pakai, yaitu hak untk menggunakan dan atau
memungut hasil dari tanah yang dikuasai oleh negara atau tanah milik orang lain yng
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh
pejabat yang berwenang asal tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan UUPA.
Sunjek hak pakai, yaitu :
1. Warga Negara Indonesia
2. Orng Asing yang Berkedudukan di Indonesia
3. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia
4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia
II. Hak atas tanah yang bersifat Derevatif (sekunder)
Pengertian hak atas tanah ini ialah hak atas tanah yang tidak langsung bersumber kepada
hak bangsa Negara Indonesia dan diberikan oleh pemilik tanah dengan cara memperolehnya
melalui perjanjian pemberian hak antara pemilik tanah dan calon pemegang hak yang
bersangkutan.5 Hak atas tanah ini sifatnya sementara, dalam waktu yang singkat akan
dihapuskan dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan, mengandung sifat feodal, dan
bertentangan dengan jiwa UUPA.
Hak Atas Tanah Yang Bersifat Sementara yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah
pihak lain. Macam-macam hak atas tanah ini adalah hak guna bangunan atas tanah hak milik,
hak pakai atas tanah hak pengelolaan, hak pakai atas tanah hak milik, hak sewa untuk
bangunan, hak gadai (gadai tanah), hak usaha bagi hasil (perjanjian bagi hasil), hak
menumpang, dan hak sewa tanah pertanian. Diantara macam-macam tersebut, yaitu:
5 http://leonelaan.blogspot.com/2010/07/konversi-hak-atas-tanah.html
1. Hak Gadai
Pengertian hak gadai adalah penyerahan sebidang tanah milik seseorang kepada orang
lain untuk sementara wktu yang disertai dengan pembayaran dengan ketentuan pemilik tanah
dapat memperoleh kembali tanahnya apabila melakukan penebusan.
Jangka waktu hak gadai, dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Hak gadai yang lamanya tidak ditentukan;
b. Hak gadai yang lamanya ditentukan;
Hapusnya hak gadai, karena :
a) Telah dilakuktan penebusan
b) Hak gadai sudah berlangsung 7 tahun atau lebih
c) Adanya putusan pengadilan
d) Tanahnya dicabut untuk kepentinga umum
e) Tanahnya musnah
2. Hak Usaha Bagi Hasil
Hak guna usaha ialah bentuk hak atas tanah yang dapat diberikan kepada pemegang hak.6
Menurut Boedi Harsono hak usaha bagi hasil adalah hak seseorang atau badan hukm(yang
disebut penggarap) untuk menyelenggarakan usaha pertanian diatas tanah kepunyaan pihak
lain (yang disebut pemilik) dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi antara kedua belah
pihak menurut imbangan yang telah disetujui sebelumnya.
Jangka waktu hak usaha bagi hasil diatur dalam UU No. 2 Tahun 1960, yaitu Lamanya
jangka waktu perjanjian bagi hasil untuk tanaah sawah sekurang-kurangnya 3 tahun dan
untuk tanah kering sekurang-kurangnya 5 tahun.
Hapusnya hak usaha bagi hasil , yaitu :
a. Jangka waktu berakhir;
b. Perjanjian dibatalkan atas persetujuan kedua belah pihak;
c. Pemilik tanah meninggal dunia;
d. Adanya pelanggaran oleh penggarap terhadap ;larangan dalam perjanjian;
e. Tanahnya musnah.7
Kemudian akan hapusnya guna usaha, dapat pula terjadi diantaranya:
a) Dicabut untuk kepentingan umum;
6 Soedharyo soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 24.7 .
b) Ditelantarkan;
c) Ketentuan dalam pasal 30 ayat (2) (pasal 34 Undang-undang pokok Agraria.8
3. Hak Menumpang
Menurut Boedi Harsosno hak menumpang adalah hak yang memberi wewenang kepada
seseprang untuk mendirikan dan menempati rumah diatas tanah pekarangan milik orang lain.
Hak menumpang biasanya terjadi atas dasar kepercayaan pemilik tanah kepada orang dalam
bentuk tidak tertulis, tidak ada saksi, dan tidak diketahui oleh peangkat Desa/kelurahan
setampat, sehingga jauh dari jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi kedua
belah pihak.
Hapusnya hak menumpang atas faktor-faktor :
a. Pemilik tanah mengakhiri hubungan hak menumpang;
b. Hak milik yang bersangkutan dicabuat untuk kepentingan umum;
c. Pemegang hak menumpang melepaskan secara sukarela.
4.Hak Sewa Tanah Pertanian
Hak sewa tanah pertanian adalah suatu perbuatan hukum dalam bentuk penyerahan
kekuasaan tanah pertanian oleh pemilik ntanah pertanian kepada pihak lain dalm jangka
waktu tertantu dan sejumlah uang sebagai sewa atas dasar kesepakatan kedua belah pihak.
Hapusnya hak sewa pertanian , karena :
1. Jangka waktunya berakhir;
2. Hak sewanya dialihkan kepada pihak lain tanpa persetujuan dari pemilik tanah keculi
diperkenankan oleh pemilik tanah;
3. Hak sewa dilepaskan sukarela oleh penyewa;
4. Hak atas tanah dicabut untuk kepentingan umum;
5. Tanahnya musnah.
B. Aspek-aspek Konversi Hak-hak atas Tanah
Aspek-aspek konversi hak-hak atas tanah ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Pengertian konversi.
Konversi berasal dari bahasa belanda yang asalnya konvensi. Penggunaan makna
konvensi dari bahasa belanda itu, di tafsirkan menjadi konversi. Konversi didalam kamus
8 Soedharyo soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, (Jakarta: sinar Grafika, 2008), h. 26.
bahasa Indonesia yaitu perubahan pemilikan atas suatu benda.9 Kata konversi berasal dari
bahasa latin convertera yang berarti membalikkan atau mengubah nama dengan memberikan
nama dengan pemberian nama baru atau sifat baru sehingga mempunyai isi dan makna baru.
Sedangkan pengertian konversi dalam hukum agraria adalah perubahan hak lama atas
tanah menjadi hak baru. Yang dimaksud dengan hak-hak lama adalah hak-hak atas tanah
sebelum berlakunya UUPA, dan yang dimaksud dengan hak-hak adalah hak-hak yang
memuat UUPA khususnya pasal 16 ayat 1, c.q hak milik, hak guna Bangunan, Hak Guna
Usaha dan Hak Pakai.10
2. Tujuan Konversi
Tujuan daripada konversi adalah usaha-usaha untuk penataan kembali hak-hak atas tanah
yang berasal dari hak-hak adat maupun hak-hak barat dan untuk mengembalikan fungsi sosial
atas penguasaan tanah sesuai dengan pancasila dan UUD 1945 serta melenyapkan system
barat.11
3. Terjadinya konversi
Pada prinsipnya konversi hak-hak lama menjadi hak baru sesuai dengan ketentuan
UUPA, menurut ketentuan-ketentuan konversi terjadinya konversi karena tiga kemungkinan,
yaitu:
a. Konversi yang terjadi dengan sendirinya karena hukum;
b. Konversi yang terjadi setelah diperoleh suatu tindakan yang bersifat deklaratoir dari
instansi yang berwewenang;
c. Konversi yang terjadi melalui suatu tindakan yang bersifat konstitutif.12
4. Pelaksanaan konversi
Pelaksanaan konversi hak atas tanah secara garis besar diuraikan sebagai berikut:
1. Hak eigendom
a. Hak eigendom dikonversikan menjadi hak milik, kecuali jika yang
mempunyai tidak memenuhi syarat yang tersebut didalam ketentuan pasal 21
UUPA.
9 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 25 cm) h. 524.10 H. Ali Ahmad Chomzah, Hukum Agraria Pertanahan Indonesia, (Jakarta: Prestasi Pustaka, Cet. 1, 2004), hal 8011 http://leonelaan.blogspot.com/2010/07/konversi-hak-atas-tanah.html12 Suardi, Op.Cit, hal. 77-81.
b. Hak eigendom kepunyaan pemerintahan asing yang digunakan untuk rumah
kediaman kepada perwakilan dan gedung kedutaan menjadi hak pakai (pasal
41 (1) UUPA, yang akan berlangsung selama tanahnya dipergunakan untuk
keperluan itu.
c. Hak eigendom kepunyaan orang asing, orang yang berkewarganegaraan
rangkap dan badan-badan hukum yang tidak ditunjuk oleh pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 21 (2) UUPA , menjadi hak
guna bangunan sesuai ketentuan pasal 35 (1) UUPA dengan jangka waktu 20
tahun.
2. Hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang
dimaksud pasal 20 (1).
3. Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar dan pertanian kecil dikonversikan
menjadi hak guna usaha diatur dalam pasal 28 (1) yang akan berlangsung selama sisa
waktu erfpacht tersebut, selama-lamanya 20 tahun.
4. Hak consessi dan sewa kebun besar, dalam jangka waktu satu tahun harus
mengajukan permintaan kepada menteri agraria agar haknya dikonversikan menjadi
hak guna usaha.
5. Hak opstal dan hak erfpacht untuk perumahan dikonversikan menjadi hak guna
bangunan yang berlangsung selama sisa waktu hak opstal dan hak erfpacht tersebut,
tetapi selama-lamanya 20 tahun.
6. Hak-hak tanah memberi wewenang sebagaimana hak yang dimaksud dalam pasal 41
(1) .
C. Konversi Hak atas Tanah
a) Upaya Menuju Unifikasi dalam Hukum Tanah Indonesia
1. Keadaan Hukum Tanah Indonesia sebelum Undang Undang pokok Agraria
Adapun yang berlaku dalam Hukum tanah Indonesia sebelum Undang Undang pokok
Agraria adalah bersifat pluralistis,yang terdiri dari :
a. Hukum tanah adat;
b. Hukum tanah barat;
c. Hukum tanah antar golongan;
d. Hukum tanah administratif;
e. Hukum tanah swarapaja.
2. Tujuan Undang-Undang pokok Agraria
Undang Undang pokok Agraria, bertujuan:
a. Penghapusan/ mengakhiri Hukum Tanah Klonial.
b. Penghapusan Pluralisme Hukum Tanah Indonesia.
c. Sekaligus menciptakan pembangunan Hukum Tanah Indonesia.
Hal ini menjelaskan bahwa Undang Undang pokok Agraria, bertujuan menuju Unifikasi
Hukum Tanah Indonesia dengan berlandasan kepada tujuan dari pembentukan tersebut.
3. Konversi Sebagai Salah Satu Upaya Menuju Unifikasi Hukum Tanah Nasional
Salah satu upaya menuju Unifikasi Hukum Tanah Nasional, khususnya dalam hal
penghapusan plurarisme Hukum Tanah Indonesia, Undang – Undang pokok Agraria
mengenal suatu lembaga, yang disebut ‘’Konversi’’ , yang diatur dalam Bab IV, Ketentuan –
Ketentuan Konversi Pasal I sampai dengan Pasal IX dengan ketentuan pelaksanaannya;
Dalam kaitannya ini, maka menurut Ir. Sutarja Sudrajat dalam pertemuan Konsultasi
Tehnis Kepala Direktorat Agraria Propinsi s –Indonesia pada tahun 1987 di Jakarta, telah di
ajukan, dengan latar belakang Konversi yaitu :
a. Penghapusan azas Domain
b. Penghapusan Hukum Tanah, yaitu;
• Swapraja
• Barat
• Administrasi
Sedangkan Hak-Hak atas tanah, sebelum berlakunya Undang- Undang Pokok Agraria
berstatus.:
Bekas Tanah Hak Barat
Bekas Tanah Hak Adat
Bekas Tanah Swapraja13
BAB III
Kesimpulan
Penerapan hak-hak atas tanah, diatur didalam Pasal-pasal UUPA yang menyebutkan
adanya dan macamnya hak-hak atas tanah adalah pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. 13 H. Ali Ahmad Chomzah, Hukum Agraria Pertanahan Indonesia, (Jakarta: Prestasi Pustaka, Cet. 1, 2004), hal 79-80.
Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam hukum agraria Nasional membagi hak-hak
atas tanah dalam dua bentuk. Pertama : hak-hak atas tanah yang bersifat primer. Kedua : hak
hak atas tanah yang bersifat sekunder.
Aspek-aspek konversi hak-hak atas tanah ini dengan melihat dari makna konversi,
yaitu yang menyebutkan bahwa: Konversi dalam hukum agraria adalah perubahan hak lama
atas tanah menjadi hak baru. Yang dimaksud dengan hak-hak lama adalah hak-hak atas tanah
sebelum berlakunya UUPA, dan yang dimaksud dengan hak-hak adalah hak-hak yang
memuat UUPA khususnya pasal 16 ayat 1, c.q hak milik, hak guna Bangunan, Hak Guna
Usaha dan Hak Pakai.
Prinsipnya konversi hak-hak lama menjadi hak baru sesuai dengan ketentuan UUPA,
menurut ketentuan-ketentuan konversi terjadinya konversi karena tiga kemungkinan:
a. Konversi yang terjadi dengan sendirinya karena hukum;
b. Konversi yang terjadi setelah diperoleh suatu tindakan yang bersifat deklaratoir dari
instansi yang berwewenang;
c. Konversi yang terjadi melalui suatu tindakan yang bersifat konstitutif.
Pelaksanaan konversi hak atas tanah secara garis besar diuraikan yaitu terdiri dari:
1. Hak eigendom;
2. Hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang
dimaksud pasal 20 (1);
3. Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar dan pertanian kecil dikonversikan;
menjadi hak guna usaha diatur dalam pasal 28 (1), dll.
Kemudian mengenai Konversi Hak Atas Tanah dengan Upaya Menuju Unifikasi dari barat
menjadi Hukum Tanah Indonesia, yaitu dengan bertujuan yang tercantum didalam kitab
Undang Undang pokok Agraria, bertujuan:
a. Penghapusan/ mengakhiri Hukum Tanah Klonial.
b. Penghapusan Pluralisme Hukum Tanah Indonesia.
c. Sekaligus menciptakan pembangunan Hukum Tanah Indonesia.