globalisasi sama atau tidak sama dengan modernisasi
TRANSCRIPT
ABSTRAK
Globalisasi menjadi satu kata yang nyaring terdengar di seluruh dunia pada
abad 21 ini. Pro–kontra pun mewarnai perjalanan globalisasi sebagai sebuah
fenomena. Perubahan yang terjadi secara menyeluruh, dirasakan secara kolektif,
dan mempengaruhi banyak orang (lintas wilayah - lintas negara) yang
mempengaruhi gaya hidup dan lingkungan kita. Dunia memang berubah dan
globalisasi adalah dunia yang terhubung (connected world) seolah tanpa batas.
Ada banyak unsur kehidupan di segala bidang yang bersifat primer yang
tentu sangat dibutuhkan manusia khususnya, dibawa dalam proses Globalisasi.
Kepentingan berbagai pihak pun bermain dalam era globalisasi ini. Salah satu
unsur yang dibawa dalam proses Globalisasi yang akan kami bahas lebih lanjut
dalam makalah kami adalah modernisasi.
Modernisasi dan Globalisasi adalah sepasang wacana social-politik-global
yang tak pernah terlepas dan saling mempengaruhi satu sama lain. Opini ini
muncul berkaitan dengan seringnya konsep ini beriring bersamaan dalam setiap
pembahasan. Apabila kita membahas tentang globalisasi, pasti pembicaraan
tentang modernisasi akan muncul, begitu pun sebaliknya, apabila kita membahas
tentang modernisasi, globalisasi tentu akan menjadi topic hangat selanjutnya yang
menemani pembahasan tentang modernisasi ini.
Pada Makalah ini, kami akan mencoba menganalisis tentang globalisasi
dan modernisasi. Apa sebenarnya yang menjadi esensi utama dari globalisasi juga
esensi utama dari modernisasi dan bagaimana kaitan antar kedua konsep ini.
Sehingga dalam pembahasan akan kami jabarkan beberapa definisi Globalisasi
dan definisi modernisasi beserta analisis kami juga kesimpulan akan batasan mana
sebenarnya kata bisa memahami globalisasi dan modernisasi.
Pada pembahasan juga kami akan berusaha menganalisis pertanyaan
global kekinian tentang globalisasi, yakni sebuah pertanyaan yang jika dicari
jawabannya, seakan menjawab pertanyaan telur dan ayam, yang mana yang
sebenarnya lebih dulu tercipta. Pada pembahasan makalah ini, akan kami telusur
lebih lanjut mengenai globalisasi, apakah sama atau tidak sama dengan
modernisasi. Mengingat seperti yang telah kami jabarkan sebelumnya, globalisasi
dan modernisasi seakan pasangan yang tak pernah terlepas.
A. GLOBALISASI
Menurut IMF yang dikutip Nopriadi, 20 April 2007 dalam bukunya
MEMAHAMI GLOBALISASI : Proses Integrasi Umat Manusia dalam Arus
Kapitalisme Global dijelaskan,
The International Monetary Fund (IMF) provides the typical definition of globalization, which is the growing economic interdependence of countries worldwide through increasing volume and variety of cross-border transactions in goods and services, free international capital flows, and more rapid and widespread diffusion of technology.
terjemahan:
IMF menjabarkan beberapa tipe dari definisi globalisasi, yakni pertumbuhan ekonomi antarnegara yang saling bergantung satu sama lain di dunia yang luas ini yang meliputi peningkatan jumlah dan jenis transaksi lintas batas baik dalam benda dan jasa, pergerakan modal internasional yang bebas, dan semakin cepat daan luasnya perkembangan teknologi.
Definisi Globalisasi yang dijabarkan oleh IMF sebagai badan ekonomi
internasional memiliki kedekatan yang sangat kental dalam bidang ekonomi. Jika
ditinjau dari segi umumnya, apabila mendengar kata globalisasi, saya pun pribadi
akan sangat sepakat bahwa akar dari globalisasi adalah kebutuhan masyarakat
akan ekonomi.
Dapat kami simpulkan, secara tidak langsung, definisi Globalisasi yang
dijabarkan IMF yaitu suatu keadaan di mana jika kita tidak punya modal, maka
kita tidak akan selamat, mengingat saling ketergantungan ekonomi adalah sebuah
realita yang tak bisa dihindari.
Definisi Globalisasi juga dikemukakan oleh Bank Dunia sebagaimana
dikutip “World Bank defines globalization as the Freedom and ability of
individuals and firms to initiate voluntary economic transactions with residents of
other countries".
terjemahan :
kebebasan dan kemampuan dari individu atau firma untuk memulai transaksi ekonomi secara sengaja dengan penduduk di Negara lain.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Globalisasi adalah suatu proses
pengglobalan atau penduniaan sesuatu, maka sangat tepat apabila Bank Dunia
mendefinisikan Globalisasi dengan sangat singkat. Kebebasan dan kemampuan
individu maupun firma untuk melakukan transaksi ekonomi lintas Negara.
Sebagai Bank Dunia atau Bank-nya Negara-negara yang ada di dunia ini,
maka suatu transaksi lintas Negara memang sangat dibutuhkan dan tentu saja
adalah suatu faktor pendukung kepentingan tersendiri dari Bank Dunia.
Kebebasan maksudnya di sini adalah tidak adanya lagi sekat yang
membatasi Negara satu dengan yang lainnya. Sekat baik yang dalam artian batas
wilayah maupun regulasi-regulasi Negara yang dapat merugikan pelaku utama
ekonomi khususnya ekonomi internasional. Hal ini dapat dilihat dari
berkurangnya peranan Negara dalam menentukan kebijakannya, mengingat
kepentingan pasar adalah yang utama di era globalisasi dan liberalisasi ekonomi
ini.
Ada sebuah definisi yang sangat menarik perhatian kami kala diskusi
kelompok tentang globalisasi ini. Dalam makalah salahsatu anggota kelompok,
ada yang membahas tentang definisi Globalisasi yang sangat singkat yang
diungkapkan Tony Blair. Tony Blair memberikan definisi Globalisasi sebagai
“Inevitable and Irresistible”. (Alex:2006) yang berarti “tak tertahankan dan tak
terelakkan.”
Kami sangat tertarik dengan apa yang diungkap Tony Blair. Sangat
singkat, padat dan jelas. Dan memang begitulah Globalisasi bagi kita semua
masyarakat dunia, tak terelakkan dan tak terhindarkan.
Untuk semua lapisan masyarakat atau dari masyarakat bagian manapun
kita, globalisasi adalah suatu proses atau rekayasa social tergantung dari
bagaimana kita memaknainya, hal ini adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari
dan dielakkan dari kehidupan kita.
Karena itu, kita, siapa pun kita, dituntut untuk siap dengan situasi
globalisasi dan semua hal yang dituntut dari globalisasi. Secara tidak langsung,
kita dituntut untuk memiliki modal yang banyak agar bisa survive di dunia neo-
liberalisme ini.
Hal ini lah yang kemudian menjadi ketimpangan dari globalisasi,
ketimpangan yang tentu bagaimanapun akan merugikan Negara-negara
berkembang seperti Indonesia. Negara berkembang yang belum siap untuk
globalisasi, tapi karena sifat dari Globalisasi yang tak tertahankan dan tak
terelakkan, maka kita dituntut atau dipaksa untuk siap.
Seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi yang memudahkan
pertukaran informasi, globalisasi makin tidak dapat dihindari, suka tidak suka
globalisasi akan terus berjalan. Pertukaran ide makin instan, tidak hanya ide dalam
artian ideologi, tetapi juga ide pertukaran manusia, ide pertukaran ekonomi, ide
pertukaran materi, yang semua terjadi makin mudah dan cepat.
B. MODERNISASI
Untuk memahami Modernisasi lebih jauh, kami akan mencoba melakukan
pendekatan teoretis dulu dengan mengkaji lebih lanjut beberapa definisi mengenai
modernisasi.
Menurut Astrid S Susanto (1977), modernisasi adalah proses
pembangunan kesempatan yang diberikan oleh perubahan demi kemajuan.
Widjojo Nitisastro juga mendefinisikan bahwa modernisasi mencangkup suatu
transformasi total dari kehidupan bersama yang tradisional atau pramodern dalam
arti teknologi serta organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomis dan politis.
Soerjono Soekanto, seorang sosiologis pun menyimpulkan bahwa modernisasi
adalah suatu bentuk perubahan sosial, yang bisanya berupa perubahan sosial yang
terarah (directed change) yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasanya
dinamakan Sosial Planing.
Berangkat dari ketiga definisi ilmuwan tadi, kami menyimpulkan bahwa
modernisasi adalah suatu proses pembangunan dunia menuju perubahan
masyarakat dari tradisional menuju ke masyarakat modern dengan ditandai oleh
syarat-syarat tertentu modernisasi. Adapu syarat-syarat modernisasi yakni :
Cara berfikir ilmiah (Scientific thinking) yang institutionalized dalam the
ruling class maupun masyarakat.
Sistem administrasi negera yang baik, yang benar-benar mewujudkan
bureaucracy (birokrasi).
Adanya system pengumpula data yang baik dan teratur yang terpusat pada
suatu lembaga atau badan tertentu.
Penciptaan iklim yang favoureble dan masyarakat terhadap modernisasi
dengan cara pengunaan alat-alat komunikasi masa.
Tingkat organisasi yang tinggi, yang disatu pihak berarti disiplin,
sedangkan dilain pihak berarti pengurangan kemerdekaan.
Sentrasi wewenang dalam social planning.
Syarat masuknya sebuah umat atau kelompok orang dalam era modernisasi
ini kemudian menjadi standar bersama yang kita pahami bersama. Tanpa kita
sadari, standarisasi ini sungguh sangat berat sebelah. Sebagai kelompok
masyarakat dunia bagian timur, standarisasi masuknya sebuah kaum dalam
modernisasi yang sempat kami paparkan pada kesempatan yang lalu sungguh
menyadarkan bahwa standarisasi itu sungguh sangat mendewakan kebudayaan
barat.
Kita seakan ditarik oleh kebudayaan barat untuk kemudian dipaksa
memiliki pemikiran yang sama dengan mereka.
Memahami teori modernisasi dengan standarisasi di atas seakan memaksa
kita untuk memahami beberapa hal tentang modernisasi, yaitu:
Pertama, teori modernisasi membantu memberikan secara implisit
pembenaran hubungan kekuatan yang bertolak-belakang antara
masyarakat ”tradisional” dan ”modern”. Karena Amerika Serikat dan
negara-negara Eropa Barat disebut sebagai negara maju dan negara
Dunia Ketiga dikatakan sebagai tradisional dan terbelakang, maka
negara Dunia Ketiga perlu melihat dan menjadikan Amerika Serikat
dan negara-negara Eropa Barat sebagai model dan panutan dalam
setiap hal.
Kedua, teori modernisasi menilai ideologi komunisme sebagai
ancaman pembangunan negara Dunia Ketiga, jika negara Dunia
Ketiga hendak melakukan modernisasi, mereka perlu menempuh arah
yang telah dijalani oleh Amerika Serikat dan negara-negara Eropa
Barat, dan oleh karena itu mereka hendaknya berdiri jauh dari pahan
komunisme. Untuk mencapai tujuan itu, teori modernisasi
menyarankan agar negara Dunia Ketiga melakukan pembangunan
ekonomi, meninggalkan dan mengganti nilai-nilai tradisional dan
melembagakan demokrasi politik.
Ketiga, teori modernisasi mampu memberikan legitimasi tentang
perlunya bantuan asing, khususnya dari Amerika Serikat. Jika dan
kerena yang diperlukan negara Dunia Ketiga adalah kebutuhan
investasi produktif dan pengenalan nilai-nilai modern, maka Amerika
dan negara maju lainnya dapat membantu dengan mengirimkan tenaga
ahli, mendorong para pengusaha untuk melakukan investasi di luar
negeri dan memberikan bantuan untuk negara Dunia Ketiga.
Kajian teori modernisasi klasik tadi kemudian menghasilkan adanya
pengemlompokan ciri manusia yang telah dapat dan bisa dianggap sebagai
manusia modern. Pencirian ini kemudian dianalisis lebih lanjut oleh Inkeles dan
menghasilkan enam ciri Manusia Modern. Menurut Inkeles, mausia modern akan
memiliki berbagai karakteristik pokok berikut ini,
Terbuka terhadap pengalaman baru. Ini berarti, bahwa manusia
modern selalu berkeinginan untuk mencari sesuatu yang baru.
Memilki sikap untuk semakin independen terhadap berbagai bentuk
otoritas tradisional, seperti orang tua, kepala suku dan raja.
Percaya terhadap ilmu pengetahuan, termasuk percaya akan
kemampuannya untuk menundukkan alam semesta.
Memiliki orientasi mobilitas dan ambisi hidup yang tinggi. Mereka
berkehendak untuk meniti tangga jenjang pekerjaannya.
Memilki rencana jangka panjang. Mereka selalu merencanakan
sesuatu jauh didepan dan mengetahui apa yang akan mereka capai
dalam waktu lima tahun kedepan.
Aktif terlibat dalam percaturan politik. Mereka bergabung dengan
berbagai organisasi kekeluargaan dan berpartisipasi aktif dalam
urusan masyarakat lokal.
Syarat masuknya sebuah kelompok masyarakat ke fase modern atau era
modernisasi dengan standarisasi yang telah dikemukakan tadi juga ciri
pengelompokan manusia seperti apa yang hidup di era modernisasi kemudian kita
kenal dengan teori modernisasi klasik.
Teori modernisasi klasik ini bersumber dari keyakinan kita akan
berbedanya antara tradisi dan modern. Ada hubungan saling tolak belakang antara
apa yang menjadi tradisi dan apa yang menjadi canggih dengan modernisasi.
Segala sesuatu yang dianggap tradisi kemudian kita yakini bersama sebagai
sesuatu yang ketinggalan zaman dan tidak maju, karena itu, jika ingin berhasil dan
berkembang, maka kita harus mencontoh Amerika Serikat dan negara-negara di
Eropa Barat. Kita harus meninggal kebudayan local yang menjadi tradisi kita dan
telah ketinggalan zaman dengan sesuatu yang dianggap modern.
Esensi dari teori modernisasi klasik adalah pemisahan secara kaffah atau
seluruh antara tradisi dan hal yang bersifat modern. Seiring perjalanannya, teori
modernisasi klasik ini mendapat banyak kritikan dari berbagai pihak. Banyak
kemudian para pengamat social-budaya mendapati fenomena keterikatan yang
kuat antara tradisi dan modern yang kemudian membuat mereka tidak sepaham
dengan sifat tolak belakang antara tradisi dan modern seperti yang dikemukakan
oleh para pemikir teori modernisasi klasik.
Beberapa pengkritik tentang teori modernisasi klasik meyatakan
keberatannya pada asumsi teori fungsionalisme, tentang pertentangan antara
tradisi dengan modern. Pertama, menanyakan tentang apakah sesungguhnya yang
disebut dengan tradisi? Apakah benar bahwa Dunia Ketiga memiliki seperangkat
nilai tradisional yang homogen dan harmonis? Menurut mereka, negara Dunia
Ketiga memiliki sistem nilai yang heterogen. Di negara Dunia Ketiga , misalnya,
dapat dijumpai nilai tradisional kebesaran yang dimilki oleh para elite
masyarakatnya, dan sekaligus juga nilai tradisional kebanykan yang dimilki oleh
massa rakyat banyak. Elite masyarakat memilki rasa dan apresiasi yang tinggi
terhadap puisi, lukisan, tarian, pemburuan, kenikmatan, dan filsafat; sementara
massa rakyat banyak memberikan rasa apresiasi yang tinggi pada kerja keras,
ketekunan, kehematan, dan ketidaktergantungan pada penghasilan.
Kedua, menanyakan tentang apakah sesungguhnya nilai tradisional dan
nilai modern selalu bertolak belakang? Disatu pihak, menrut pengkritik, dalam
masyarakat tradisional juga terdapat nilai-nilai modern. Sebagai contoh, didalam
masyarakat tradisional Cina yang memberikan nilai penting pada status warisan
dan bawaan, disaat yang sama juga memberikan nilai penting pada sistem ujian
yang tidak mengenal hubungan pribadi dan juga menekankan pentingnya
kebutuhan berprestasi. Di pihak lain, nilai-nilai tradisional juga dijumpai dan
hadir dengan tegar ditengah-tengah masyarakat modern. Nilai-nilai khusus, seperti
usia, suku, jenis kelamin, tidak mungkin dapat dihilangkan sama sekali dalam,
misalnya, proses penarikan dan promosi tenaga kerja pada birokrasi modern. Oleh
karena itu, menurut pengkritik ini, nilai tradisional dan nilai modern akan selalu
hidup berdampingan.
Ketiga, menyatakan tentang apakah sesungguhnya nilai-nilai tradisional
selalu menghambat modernisasi? Apakah selalu diperkirakan untuk
menghilanghkan nilai-nilai tradisional jika hendak mencapai modernisasi?. Bagi
pengritik, terkadang nilai-nilai tradisional sangat membantu dalam upaya
modernisasi. Sekadar contoh, dalam proses modernsasi Jepang. Nilai-nilai
tradisional seperti ”loyalitas tanpa batas pada kaisar” akan dengan mudah untuk
diubah menjadi ”loyalitas pada perusahaan”, yang akan membantu meningkatkan
produktivitas tenaga kerja dan mengurangi perputaran dan perpindahan tenaga
kerja antarperusahaan.
Terakhir, pengritik meragukan tentang kemampuan proses modernisasi
untuk secara total menghapuskan niali tradisional. Untuk pengkritik dengan jelas
menyatakan, bahwa nilai tradisisonal memang masih akan selalu hadir ditangah
proses modernsasi. Ini seperti yang telah dijelaskan oleh teori kelambatan budaya
(cultural lag theory), bahwa nilai tradisional masih akan tetap hidup untuk jangka
waktu yang panjang, sekalipun faktor situasi awal yang menumbuhkan nilai
tradisional tersebut telah tiada.
Dengan adanya berbagai pengritik tentang teori modernisasi klasik, maka
teori ini menguji kembali berbagai asumsi dasarnya. Jika demikian halnya, maka
hasil kajian baru ini, dalam batas-batas tertentu yang berarti, berbeda dengan teori
modernisasi klasik dalam beberapa landas pijaknya.
Pertama, hasil kajian baru teori modernsasi ini sengaja menghindar untuk
memperlakukan nilai-nilai tradisional dan modern sebagai dua perangkat sistem
nilai yang secara total bertolak belakang. Dalam hasil kajian baru ini, dua
perangkat sistem nilai tersebut bukan saja dapat saling mewujud saling
berdampingan, tetapi bahkan dapat saling mempengaruhi dan bercampur satu
sama lain.
Disamping itu, hasil kajian baru ini tidak lagi melihat bahwa nilai
tradisional merupakan faktor penghambat pembangunan, bahkan sebaliknya,
kajian baru ini secara sungguh-sungguh hendak berusaha menunjukkan
sumbangan positif yang dapat diberikan oleh sistem nilai tradisional. Konsepsi ini
telah banyak membukua pintu dan merumuskan agenda penelitian baru, yang oleh
karenanya, peneliti teori modernisasi, kemudian lebih banyak memberikan
perhatian kepada pengkajian nilai-nilai tradisonal (seperti: familisme, agama
rakyat, budaya lokal), dibanding pada masa-masa sebelumnya.
Kedua, secara metodologis, kajian baru ini juga berbeda. Hasil harya baru
ini tidak lagi berstandar teguh pada pada analisa yang abstrak dan tipologi, tatapi
lebih cenderung untuk memberikan perhatian yang seksama pada kasus-kasus
nyata.
Hasil kajian baru ini tidak lagi merupakan unsur keunikan sejarah. Sejarah
sering dianggap sebagai faktor yang signifikan untuk menjelaskan pola
perkembangan dari satu negara tertentu. Bahkan dalam kajian kasus-kasus yang
mendalam sering di jumpai dibantui dengan analisa dari perspektif studi
bandingnya. Karya baru ini secara jernih menanyakan berbagai kemungkinan dan
sebab mengapa seperangkat pranata sosial yang sama memainkan peran yang
berbeda di negara yang berbeda.
Ketiga, sebagai akibat dari perhatiannya terhadap sejarah dan analisis
anggapan tentang gerak satu arah pembangunan yang menjadikan barat sebagai
satu-satunya model. Sebagai gantinya, karya-karya penelitian ini kemudian begitu
saja menerima kenyataan bahwa negara Dunia Ketiga dapat memilki kesermpatan
untuk menempuh arah dan menentukan model pembangunannya sendiri.
Terakhir, hasil kajian baru teori moderinsasi ini lebih memberikan
perhatian pada faktor eksternal (lingkungan internasional) dibanding pada masa
sebelumnya. Sekalipun perhatian utamanya masih pada faktor internal, perana
faktor internasional dalam mempengaruhi proses pembangunan Negara Dunia
Ketiga ini juga menaruh perhatian pada faktor konflik. Bahkan dalam analisanya,
karya baru ini sering berhasil mengintegrasikan dengan baik faktor konflik kelas,
dominasi ideologi dan peranan agama.
Untuk simpulan modernisasi, dapat kami katakana bahwa modernisasi
timbul saat orang-orangsudah mulai berpikir rasional. Kesadaran pemikiran
adalah kunci utamanya ternyata, bukan standar kemajuan teknologi. Kesadaran
berpikir ilmiah ini lah kemudian yang membuat masyarakat sadar akan kebutuhan
perlunya sarana dan prasarana yang dapat membantu mereka untuk menyelesaikan
setiap hal agar efektif dan efisien, Berhasil dalam pemanfaatan fungsinya juga
berhasil dalam pemanfaatan waktunya.
Kesadaran akan butuhnya bantuan sarana dan prasarana inilah yang
kemudian memaksa manusia untuk berpikir secara ilmiah alat seperti apa yang
sebenarnya manusia butuhkan. Proses pemikiran yang panjang tadilah yang
kemudian menghasilkan teknologi yang dapat membantu proses kehidupan umat
manusia.
Jadi, adalah suatu hal yang wajar jika sering sekali dikatakan bahwa
modernisasi berhubungan dengan kemajuan teknologi yang dapat membantu
proses kerja hidup manusia. Bahkan pada beberapa kalangan, dipercaya bahwa
modernisasi adalah suatu masa dimana setiap kerja hanya akan dilaksanakan oleh
teknologi; robot. Pada beberapa film fiksi bahkan telah dengan berani
menampilkan tayangan-tayangan yang sungguh sangat modern. Umat ini seakan
tak pernah takut jika nanti akan diperbudak oleh ciptaannya sendiri.
C. GLOBALISASI ATAU MODERNISASI
Tidak dapat dimungkiri bahwa globalisasi mengikutsertakan modernisasi.
Hal itu terjadi lantaran “hukum alam” yang bekerja secara alamiah, hal mana
efektivitas dan efisiensi yang menjadi prinsip modernisasi itu senantiasa menjadi
pemenang dalam kontestasi budaya. Kita harus mengakui bahwa modernisasi
dilandasi oleh rasionalisasi. Sejalan dengan itu, kemajuan sebuah bangsa juga
berbanding lurus dengan menguatnya rasionalisasi. Dengan demikian modernisasi
merupakan kecenderungan yang tak terelakan sebagaimana globalisasi.
Terkait dengan itu, pada dasarnya modernisasi merupakan produk
pergulatan masyarakat Barat dengan problem yang mereka hadapi, sehingga suka
atau tidak, modernisasi merepresentasikan nilai-nilai budaya Barat. Hal ini bisa
dilihat dari sistem politik modern yang lebih mencerminkan budaya Barat, yakni
supremasi kebebasan dan otonomi individu. Begitupula sistem ekonominya. Jadi
globalisasi, sedikit banyak, sebenarnya mengandung muatan westernisasi.
Kekuatan globalisasi dalam konteks politik, misalnya, kita rasakan dengan
menguatnya tuntutan partisipasi rakyat dalam negara. Demokrasi menjadi ucapan
sakti yang senantiasa dimantrakan ketika berbicara tentang negara dan
masyarakat. Ekonomi liberal juga menjadi rumus kunci dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi masyarakat modern.
Pada beberapa kalangan tertentu, globalisasi dan modernisasi dianggap
adalah sebuah imperialism baru, penjajahan baru. Imperialisme adalah pemaksaan
dominasi politik, militer, budaya, dan ekonomi atas suatu negara untuk
dieksploitasi. Imperialisme atau penjajahan (isti’mariyah) merupakan metode
baku dari ideologi kapitalisme dalam menyebarkan pengaruhnya. Kendati
merupakan metode baku, tapi manifetasi imperialisme muncul dalam beragam
bentuk, bisa berupa dominasi militer, politik, ekonomi, budaya maupun bentuk
yang lain.
Kolonialisme atau penguasan wilayah oleh negara-negara Barat atas Dunia
Islam pada abad 19 dan Abad 20 jelas merupakan bentuk imperialisme paling
telanjang, yakni imperialisme militer berupa pendudukan yang disertai
penghisapan kekayaan alam negeri muslim terjajah.
Pasca Perang Dunia Kedua (1945), imperialisme fisik (militer) berakhir.
Dunia berharap bahwa setelah itu imperialisme tidak akan ada lagi. Tapi dunia
harus kecewa karena ternyata imperialisme jalan terus. Ia hanya berubah wajah.
Melalui dominasi politik-ekonomi dengan jargon modernisasi, imperialisme terus
berlangsung khususnya terhadap negeri-negeri muslim yang baru merdeka dari
penjajahan Barat. Modernisasi yang lebih dikenal dengan istilah pembangunan
(development) ini, pada praktiknya hanya merupakan usaha negara-negara Barat
untuk terus mengukuhkan dominasinya atas negara-negara bekas jajahan pasca
Perang Dunia II itu.
Dunia melihat, pada tahun 1980-an, hampir setengah abad berlalu
semenjak kemerdekaan dan proses modernisasi dilakukan yang diharap bisa
menjadi pintu kemajuan bagi negara Dunia Ketiga, terbukti upaya itu tidak
membuahkan hasil. Yang ada adalah kenyataan bahwa Dunia Ketiga tetaplah
menjadi negara miskin, terbelakang dan terpinggirkan serta sekaligus tetap
menjadi obyek eksploitasi negara maju. Pada tahun itu, negara-negara industri
yang jumlah penduduknya hanya 26 % dari penduduk dunia ternyata menguasai
lebih dari 78 % produksi, menguasai 81 % perdagangan dunia, 70 % pupuk, dan
87 % persenjataan dunia. Sementara 74 % penduduk di Asia, Afrika, dan Amerika
Latin yang dimasukkan ke dalam Dunia Ketiga tadi, hanya menikmati sisanya,
yakni seperlima produksi dan kekayaan dunia.
Apakah globalisasi berhasil mewujudkan kemakmuran? Jawabnya iya, jika
yang dimaksud adalah kemakmuran untuk negara-negara Barat. Mereka memang
menikmati kemakmuran yang luar biasa. Tapi, masyarakat di negara-negara Dunia
Ketiga tetap hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan.
Menurut laporan UNDP tahun 1999, seperlima orang terkaya dari
penduduk dunia mengkonsumsi 86 % barang dan jasa dunia. Sebaliknya
seperlima penduduk termiskin hanya mendapatkan 1 persen lebih sedikit barang
dan jasa dunia.
Dari seluruh uraian di atas, terbukti bahwa modernisasi dan globalisasi
hanyalah istilah-istilah kosong yang tidak memberi kontribusi apa pun bagi dunia,
khususnya Dunia Islam, kecuali hanya memberi jalan bagi imperialisme itu
sendiri untuk terus mencengkeram dan mengeksploitasi dunia demi nafsu
serakahnya yang tidak pernah kenyang. Kenyataan ini semakin gamblang terlihat
semenjak lahirnya dominasi tunggal Amerika Serikat pasca runtuhnya Uni Soviet
tahun 1991 dan munculnya agenda anti terorisme yang digalang Amerika Serikat
pasca Tragedi WTC 9/11 tahun 2001.
Agenda pembahasan kita selanjutnya adalah globalisasi dan modernisasi,
sama ataukah tidak sama. Menurut kelompok kami, modernisasi justru adalah
sarana yang menjadi jalan tol bagi globalisasi. Belum ada pihak yang
menampilkan secara jelas data yang valid tentang kapan sebenarnya modernisasi
itu pertama kalai dikenal di dunia.
Dari data yang kami dapat, kami hanya bisa menyimpulkan bahwa
modernisasi muncul disaat manusia atau masyarakat dunia sudah dapat berpikir
secara ilmiah tentang apa sebenarnya yang menjadi tuntutan dan kebutuhan
mereka dalam hidup yang kemudian memaksa mereka untuk membuat beberapa
teknologi untuk memudahkan proses kehidupan mereka. Teknologi yang dibuat
ini pun bersifat efektif dan efisien, membuat apa yang sebelumnya mereka yakini
adalah sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Saat inilah juga dikenal
dengan saat rasio berkuasa, pikiran mengalahkan segalanya, bahkan kepercayaan
yang sifatnya religi.
Sejak revolusi industry kala mesin uap pertama kali ditemukan di Inggris,
kehidupan masyarakat dunia seakan mengalami perubahan yang pesat. Keringat
manusia yang tadinya sangat mendominasi dalam dunia kerja mulai tergantikan
dengan mesin-mesin yang bekerja menurut fungsinya masing-masing. Dari segi
keefektifan, sudah jelas sangat efektif, tanpa harus membayar buruh yang mahal
dan banyak, hanya dengan sebuah mesin kerja jadi beres.
Berjalan seiring dengan perkembangan waktu dan hakikat manusia yang
adalah makhluk social yang selalu saja membutuhkan makhluk lain, muncul
kemudian kebutuhan-kebutuhan lain dalam hidup manusia yang seakan menjadi
pekerjaan rumah bagi pikiran-pikiran ilmiah guna menciptakan teknologi baru
yang tentu saja berguna untuk memudahkan, mengefektifkan, dan
mengefisiensikan segala pekerjaan.
Kebutuhan yang paling penting dan mendesak kemudian adalah kebutuhan
akan berhubungan dengan makhluk lain, kebutuhan informasi. Jarak yang terpisah
jauh dengan lingkungan yang belum terjamah secara maksimal dari segi
transportasi mungkin adalah hal yang sangat menghalangi terjalinnya proses
interaksi atarumat manusia.
Dari tuntutan kehidupan ini, pikiran-pikiran ilmiah tadi kemudian mulai
bekerja lagi. Memikirkan teknologi seperti apa yang dapat menjadi jawaban
terbaik akan masalah ini. Masalah yang kemudian tanpa disadari adalah awal dari
globalisasi, suatu proses penduniaan segala sesuatu yang tak dapat kita tahan,
suatu proses dunia yang seakan tanpa dinding.
Ditemukanlah kemudian telegram, sebuah alat komunikasi lintas wilayah
dengan media elektronik yang sangat rumit proses interaksinya. Sangat rumit
tentu jika dibandingkan dengan kehidupan sekarang ini. Dimana dengan menekan
beberapa tombol saja dikeypad handphone, kita dapat berhubungan secara
langsung dengan teman kita yang ada di Amerika, seakan mereka ada didepan
kita.
Selalu adanya pembaharuan disegala bidang yang sifatnya ilmiah adalah
salah satu cirri dari modernisasi yang telah kami jabarkan di beberapa penjelasan
sebelumnya. Pembaruan pun terjadi di bidang telekomunikasi. Setelah
ditemukannya telegram yang merupakan alat komunikasi pertama lintas wilayah
yang berbasis elektronik, kemudian ditemukan atau diikuti dengan beberapa
penemuan lain di bidang informasi dan telekomunikasi. Menyusul kemudian
radio, televise, telepon, telepon genggam, sampai ke media yang paling dekat
dengan kita sekarang, media internet. Media yang seakan menjawab tantangan
globalisasi dan modernisasi kekinian. Media yang betul-betul membuat setiap hal
seakan tanpa batas, tanpa dinding.
Munculnya banyak teknologi yang memiliki tujuan utama untuk
memudahkan hidup manusia dalam menjalani prosesnya dan merupakan produk
utama dari modernisasi kemudian menjadi sarana utama yang kelompok kami
sebut seperti jalan tol untuk globalisasi.
Globalisasi hanyalah suatu proses social dimana setiap hal seakan menjadi
milik bersama yang bersifat internasional yang kemudian mewujudkan sebuah
komunitas global atau masyarakat global yang kita kenal belakangan dengan
istilah global village. Komunitas global seperti ini tentu tidak akan terwujud jika
tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai dalam hal ini teknologi.
Teknologi yang dimaksud ini adalah sebuah produk dari modernisasi.
Produk yang sama sekali tak memiliki pengaruh negative untuk proses kehidupan
kedepannya. Modernisasi kemudian menjadi jalan tol yang menopang masuk dan
merebaknya globalisasi di dunia.
Seperti halnya sebuah rencana dan niatan yang baik pada setiap awal
langkah, tentu ketika pertama kali diciptakannya teknologi, ketika pertama kali
kita masyarakat internasional melek dan sadar akan pentingnya teknologi, tentu
tidak ada yang salah akan semua ini. Bahkan yang ada hanyalah sebuah harapan
yang sangat besar akan manfaat yang dibawa oleh hasil ciptaan manusia ini.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, ketamakan ternyata tak pernah lepas
dari hati masyarakat internasional. Kasus yang kemudian muncul adalah kasus
pemanfaatan di segala bidang, juga pemanfaatan teknologi yang merupakan karya
luhur dan suci dari modernisasi.
Teknologi yang tadinya diciptakan untuk mempermudah kerja masyarakat
dunia pada umumnya dan masyarakat yang membutuhkan pada khususnya
berubah menjadi sebuah sarana yang sarat akan kepentingan berbagai pihak.
Teknologi ini kemudian dijadikan sebagi sebuah media untuk penyebaran
hegemoni.
Globalisasi dan hegemoni kembali adalah sebuah hal yang tak bisa
dipisahkan menurut Gramsci. Yang menjadi persoalan disini, unsure yang
menjadi poin hegemoni kemudian adalah kepentingan-kepentingan orang barat.
Kepentingan yang jika tidak kita saring dengan baik, maka tentu akan merusak
kebudayaan local kita, mengikis kearifan local kita masyarakat Indonesia pada
khususnya dan masyarakat timur dunia pada khususnya.
Kita seakan diperbudak dengan fenomena global yang mengatakan bahwa
kebudayaan barat adalah yang terbaik dan patut dijadikan teladan bagi masyarakat
lain dengan kebudayaan yang masih terbelakang diseluruh penjuru dunia ini. Hal
ini kemudian menjadi agenda illegal dari sebuah modernisasi, sebuah agenda yang
jelas sudah tidak betul lagi jalannya.
Modernisasi yang membelok maksud dan tujuannya dari tujuan luhur sejak
pertama diprakarsai kemudian kita kenal dengan istilah Westernisasi atau ke-
barat-barat-an. Westernisasi tentu menyelamatkan batasan modernisasi untuk
tetap di jalur yang baik. Jalur yang sebatas kemjuan teknologi yang kemudian
menyebabkan perubahan bagi kehidupan manusia internasional ke jalan yang
lebih baik karena desakan kehidupan yang lebih efektif dan efisien dan didukung
oleh kesadaran untuk pemikiran ilmiahnya.
Ketimpangan akan modernisasi kemudian kita kenal dengan istilah
Westernisasi. Sebuah paham budaya yang membawa budaya barat ke daerah timur
dengan proses globalisasi dan jika tidak diserap dengan baik tentu akan menjadi
senjata yang sangat berbahaya bagi eksistensi kebudayaan local dan kekayaan
bangsa.
PENUTUPGlobalisasi adalah sebuah fenomena social dari masyarakat internasional
yang bertujuan untuk menghasilkan terwujudnya sebuah dunia yang tanpa batas.
Globalisasi adalah sebuah proses yang sarat akan kepentingan berbagai pihak
yang bermain di dalamnya. Target utamanya adalah untuk membuat sebuah
komunitas global yang memiliki homogenitas yang kemudian dapat dengan
mudah digerakkan atau dikontrol.
Modernisasi adalah sebuah proses kehidupan social yang muncul ditandai
dengan adnya perubahan tata kehidupan manusia yang berjalan seiringan dengan
tuntuan hidupnya. Modernisasi kerapkali disandingkan dengan kemajuan
teknologi di berbagai bidang. Teknologi ini adalah sebuah produk dari
modernisasi yang kemudian muncul akan kebutuhan hidup manusia untuk
memanfaatkan setiap kesempatan dengan esensi efisiennya dan memproduksi
setiap hal yang terbaik dnegan esensi efektifnya. Teknologi ini adalah hasil nyata
dari proses berpikir ilmiah masyarakat yang merupakan cirri utama dari suatu era
modernisasi.
Globalisasi dan Modernisasi pada awal pembentukannya adalah sebuah
niatan yang sangat baik, guna menciptakan kemerataan dan kedailan yang baik
desegala bidang pada masyarakat dunia. Seiring dengan berjalan dan
berkembanganya umat manusia di dunia, kedua hal ini pun berkembang menjadi
sesuatu yang kemudian sart akan kepentingan berbagai pihak. Kepentingan
berbagai pihak ini yang kemudian diyakini sebagai hal yang merusak esensi luhur
dari globalisasi dan modernisasi.
Sampai pada suatu titik dimana sekat antara modernisasi dan globalisasi
seakan kabur. Selama pembahasan kami diatas, dapat kami simpulkan bahwa
Globalisasi dan Modernisasi bukanlah suatu hal yang dapat diperbandingkan
sehingga kemudian bermuara pada kesepakatan sama atau tidak sama.
Globalisasi dan Modernisasi adalah suatu hal yang saling mendukung satu
sama lain. Modernisasi adalah sebuah sarana singkat yang kemudian menjadi
seakan jalan tol bagi globalisasi.
Modernisasi adalah jalan tol bagi Globalisasi, itu simpulan menurut kami.
Daftar PustakaBuku :
MacGillivray, Alex.2006.Globalization - A Brief History of. Robinson - an imprint of Constable and Robinson Ltd:UK
Brzezinski.2004.The Choice;global domination or global leadership.hlm.139
Fister.2004.Individuality Incorporation; Indians and the Multi Cultural Modern.hlm.17
Artikel :
Hasan.2007.e-arikel.”Globalisasi dan Pengaruhnya Terhadap Negara Miskin”
Makalah :
Nopriadi.2007.” MEMAHAMI GLOBALISASI : Proses Integrasi Umat Manusia dalam Arus Kapitalisme Global”
Akses 2 Februari 2009
http://msugiono.staff.ugm.ac.id/mkuliah/handout-global/Handout%202%20Memahami%20Globalisasi.doc
http://www.acehinstitute.org/opini_effendi_hasan_280507_globalisasi_dan_pengaruhnya_thd_negara_miskin.htm
http://hizbut-tahrir.or.id/2008/07/07/globalisasi-kemiskinan-dan-agama/
Akses 6 Februari 2009
http://khilafah1924.org/index.php?option=com_content&task=view&id=367&Itemid=47
http://rizkisaputro.wordpress.com/2007/09/29/definisi-ulang-perdebatan-globalisasi/
http://jurnal-ekonomi.org/2008/07/15/globalisasi-kemiskinan-dan-agama-respon-hizbut-tahrir/
Akses 13 Februari 2009 :
http://robeeon.net/tag/modernisasi
http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=8233
http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=8233
http://cepi.blogdetik.com/2008/08/02/distorsi-modernisasi/
http://www.scribd.com/doc/3293068/Transformasi-Budaya-Bisnis-RRC-pada-Era-Globalisasi
http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A4705_0_3_0_M
http://moebsmart.co.cc/?p=113
http://shizensyah.wordpress.com/2008/04/22/globalisasi-modernisasi/
http://muktihadid.wordpress.com/2007/12/04/kenapa-modernisasi-membawa-bencana/
http://hukumtatanegaraindonesia.blogspot.com/2007/08/modernisasi-sistem-peradilan-pidana_27.html
http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-MUI-di-Tengah-Pemikiran-Liberalis-dan-Fundamentalis
http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/s/siswono-yudohusodo/index3.shtml.