fiqh perempuan dalam perspektif muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. lihat wahbah az-zuhayli,...

26
Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah (Telaah atas Buku Adab al-Mar’ah fi al-Islam) Oleh: Wawan GA Wahid * Abstrak Sebagai sebuah objek kajian persoalan perempuan ibarat sumur air zamzam yang tiada bertepi. Ia dapat ditelaah dari berbagai perspektif dan disiplin ilmu. Perspektif Islam tentang kajian ini lazimnya disebut sebagai fiqh perempuan. Dalam rentang waktu dua dasa warsa kajian fiqh perempuan, hampir sama sekali tidak menyebut peran Muhammadiyah. Tulisan ini mencoba menunjukkan bahwa sebelum tradisi atau istilah fiqh perempuan merebak seperti sekarang, Majelis Tarjih Muhammadiyah telah melakukan eksperimen hukum yang disajikan dalam satu risalah yang disebut dengan Adab al-Mar’ah fi al-Islam. Dokumen penting ini adalah produk yang dihasilkan Muktamar Tarjih ke-18 yang dilangsungkan di Garut pada tahun 1976. Kitab itu --bukan saja dilihat dari segi waktu telah mendahuli perbincangan tema perempuan-- dengan berani, menyajikan dua substansi penting; Pertama, memuat apa yang disebut sekarang dengan istilah prinsip kesetaraan gender dalam Islam. Kedua memuat contoh-contoh putusan yang lumayan kontrovesial, bahkan untuk ukuran saat ini sekalipun. Keywords: fiqh perempuan, Majelis Tarjih Muhammadiyah A. Pendahuluan Tema perempuan pada dua dasa warsa terakhir ini menjadi satu agenda yang tak terhindarkan. Hal demikian bukan saja menandakan bahwa mendiskusikan persoalan ini merupakan satu dari sekian banyak hal yang menarik namun kiranya menjadi satu pertanda bahwa persoalan inipun telah menjadi satu hal yang “enak _________________________ * Penulis adalah Dosen pada Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum, Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Upload: others

Post on 22-Jan-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah (Telaah atas Buku Adab al-Mar’ah fi al-Islam)

Oleh: Wawan GA Wahid*

Abstrak

Sebagai sebuah objek kajian persoalan perempuan ibarat sumur air zamzam yang tiada bertepi. Ia dapat ditelaah dari berbagai perspektif dan disiplin ilmu. Perspektif Islam tentang kajian ini lazimnya disebut sebagai fiqh perempuan. Dalam rentang waktu dua dasa warsa kajian fiqh perempuan, hampir sama sekali tidak menyebut peran Muhammadiyah. Tulisan ini mencoba menunjukkan bahwa sebelum tradisi atau istilah fiqh perempuan merebak seperti sekarang, Majelis Tarjih Muhammadiyah telah melakukan eksperimen hukum yang disajikan dalam satu risalah yang disebut dengan Adab al-Mar’ah fi al-Islam. Dokumen penting ini adalah produk yang dihasilkan Muktamar Tarjih ke-18 yang dilangsungkan di Garut pada tahun 1976. Kitab itu --bukan saja dilihat dari segi waktu telah mendahuli perbincangan tema perempuan-- dengan berani, menyajikan dua substansi penting; Pertama, memuat apa yang disebut sekarang dengan istilah prinsip kesetaraan gender dalam Islam. Kedua memuat contoh-contoh putusan yang lumayan kontrovesial, bahkan untuk ukuran saat ini sekalipun.

Keywords: fiqh perempuan, Majelis Tarjih Muhammadiyah

A. Pendahuluan

Tema perempuan pada dua dasa warsa terakhir ini menjadi satu agenda yang tak terhindarkan. Hal demikian bukan saja menandakan bahwa mendiskusikan persoalan ini merupakan satu dari sekian banyak hal yang menarik namun kiranya menjadi satu pertanda bahwa persoalan inipun telah menjadi satu hal yang “enak

_________________________ * Penulis adalah Dosen pada Jurusan Perbandingan Mazhab dan

Hukum, Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Page 2: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

186

dan perlu”1 untuk diperbincangkan dan diimplementasikan dalam beberapa wilayah kebijakan.2

Berkaitan dengan awal kemunculan perbincangan persoalan perempuan, nyaris tak ada yang mencatat peran Muhammadiyah di dalamnya.3 Padahal Muhammadiyah lewat satu institusi khusus yang disebut Majelis Tarjih dalam muktamarnya yang ke 18 yang dilangsungkan di Garut Jawa Barat pada tahun 19764 telah memperbincangkan tema perempuan dalam Islam dan menghasilkan sebuah dokumen penting yang diberi nama Adab Mar’ah fi al-Islam (AM fI) yang berisikan sebuah panduan tentang Etika Perempuan menurut Islam. Kemunculan AM fI yang mendahului beberapa kajian yang pernah dilakukan oleh beberapa lembaga dan peneliti yang peduli terhadap persoalan perempuan kiranya

_________________________ 1 Istilah ini dipinjam dari jargon majalah mingguan Ibu Kota TEMPO.

Jargon tersebut persisnya berbunyi ”Enak Dibaca dan Perlu”. 2 Salah satu bukti penting tentang ini adalah fakta bahwa perspektif

kesetaraan gender yang berujung pada keterlibatan perempuan yang lebih luas dalam berbagai aspek kehidupan telah menjadi rangkaian agenda yang tak tertolak.

3 Awal kemunculan perbincangan tentang tema-tema perempuan, jika dikaitkan dengan peran umat Islam biasanya selalu menyebut peran Divisi Kajian Fiqh an-Nisa dari Lembaga Swadaya Masyarakat yang bernama Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) yang dikomandani oleh Masdar Farid Mas’udi. Di sini terlibat beberapa penulis dan pemikir muda seperti K.H. Husein Muhammad, Lies Marcus, Farhah Ciciek, Syafiq Hasyim, Badriyah Fayumi. Tidak bisa dipungkiri bahwa peran kelompok ini sangat besar dalam menyebarkan pemikiran-pemikiran yang berperspektif keadilan gender ala Islam baik di lingkungan antar LSM bahkan di perguruan tinggi seperti IAIN dan UIN.

4 Menarik untuk dicatat, berdasarkan pantauan penulis, bahkan tidak sedikit dari kalangan Muhammadiyah dan Aisyiyah yang tidak mengetahui tentang persoalan ini lebih-lebih memiliki Kitab Adab al-Mar’ah fi al-Islam (AM fI) karena kurang populer. Ketidak populeran AM fI di kalangan warga Muhammadiyah, hemat penulis, karena dua hal. Pertama, kebiasaan warga Muhammadiyin merujukan persoalan keagamaannya pada Himpunan Putusan Tarjih (HPT) yang memuat hasil putusan Muktamar Tarjih periode sebelum kelahiran AM fI. Kedua, tidak tercantumkannya AM fI dalam HPT ditingkahi tidak adanya sosialisasi yang massif telah menjadikannya tidak dikenal bukan saja saja oleh warga non Muhammadiyah, bahkan oleh kalangan warga Muhammadiyah sekalipun.

Page 3: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

187

menempatkannya signifikan untuk dikaji. Apatah lagi substansi yang termuat di dalamnya pun, sebagaimana akan terbaca, telah memuat prinsip kesetaraan gender dan beberapa keputusan hukum yang respek terhadap peran publik perempuan. Karena AM fI merupakan sebuah hasil pemikiran para pemikir Muhammadiyah dan Aisyiyah maka ia dapat “dibaca” sebagai representasi fiqh perempuan5 menurut Muhammadiyah.

Diawali dengan perkenalan kembali tentang Majelis Tarjih Muhammadiyah tulisan ini akan coba mengkaji AM fI dengan

_________________________ 5 Maksud dengan fiqh perempuan dalam tulisan ini dapat dipahami

sebagai fiqh perempuan dalam baju klasik yang cenderung bersifat teologis dan dalam sajiannya yang kontemporer. Dalam pengertian klasik fiqh perempuan merupakan perpaduan kata fiqh dan perempuan. Kata fiqh sebagaimana diketahui secara teknis digunakan untuk satu aktifitas intelektual seorang mujtahid atau faqih dengan merujuk kepada al-Quran dan as-Sunnah serta pertimbangan akal sehat guna mencari alasan hukum bagi persoalan-persoalan yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan Muhammad Rawwas Qal’ah Ji dan Hamid Shadiq Qunaybi, Mu’jam Lughat al-Fuqaha, (Beirut: Dar an-Nafais, 1985), p. 349. Sedangkan perempuan dalam hal ini karena persoalan yang dibahas di dalamnya adalah tentang peran perempuan. Sedangkan fiqh perempuan dalam baju barunya yang kontemporer memadukan pendekatan analisis fiqh konvensional dan kontemporer. Pengertian pendekatan konvesional dan kontemporer adalah perpaduan antara pendekatan teologis dengan pendekatan-pendekatan non teologis, seperti politis ,sosiologis dan antropologis bahkan produk perundang-undangan terhadap persoalan-persoalan perempuan yang dilakukan oleh kalangan umat Islam baik secara individual maupun kolektif. Lihat Budhy Munawar Rahman “Rekonstruksi Fiqh Perempuan dalam Konteks Perubahan Zaman” dalam M. Hajar Dewantotro (Ed.) Rekonstruksi Fiqh perempuan dalam Peradaban Masyarakat Modern (Yogyakarta: Ababil, 1996), p. 13. Seminar Nasional Fiqh Perempuan yang diselenggarakan Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada 30-31 Agustus 2003 lalu di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (UHAMKA) Jakarta menggunakan frame pendekatan demikian. Dalam pengertian ini pula fiqh perempuan masih memungkinkan berperspektif positif atau sebaliknya. Untuk perbandingan buku yang ditulis oleh Syafiq Hasyim yang berjudul Hal-hal yang Tak Terpikirkan tentang Isu-isu Keperempunan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 2001), menyebut beberapa agenda fiqh perempuan yang saat ini sedang menjadi agenda yang diperbincangkan.

Page 4: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

188

memperhatikan pesan serta agenda yang dimuat di dalamnya serta kecenderungan perspektif yang digunakannya dilanjutkan dengan catatan kritis dan dipungkasi dengan simpulan.

B. Memperkenalkan (Kembali) Majelis Tarjih Muhammadiyah

Majelis Tarjih6 didirikan pada Kongres7 Muhammadiyah ke 16 pada tahun 1927 di Pekalongan atas usulan K.H. Mas Mansyur yang disampaikan pada kongres setahun sebelumnya di Surabaya.8

_________________________ 6 Masih dijumpai kesalahpahaman atas penggunaan kata tarjih yang

melekat pada lembaga ini yang sesungguhnya tidak identik dengan kata tarjih dalam nomenklatur ushul fiqh, kecuali untuk masa-masa awal kemunculan Majleis Tarjih yang masih berkutat pada persoalan-persoalan ibadah yang prosedur pengambilan dalilnya (terpaksa) diadasarkan dengan itu. Kesalahpamahaman tersebut dapat dilihat, misalnya, pada Akh. Minhaji, “Persoalan Gender dalam Perspektif Metodologi Hukum Islam” dalam Ema Marhumah dan Lathiful Khuluq (ed.), Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender dalam Islam, (Yogyakarta: PSW IAIN Sunan Kalijaga, 2002), p. 196, tatkala menyatakan “…Secara tradisional Muhammadiyah mempunyai lembaga yang dikenal dengan Majlis Tarjih yang khusus membahas persoalan hukum Islam. Bagi mereka yang mengenal kajian ushul fiqh akan memahami bahwa dengan tarjih maka (sic!) sulit diharapkan munculnya nuansa-nuansa pemikiran baru…”.Sebab bagaimana mungkin persoalan-persoalan seperti transplantasi, ekonomi dan sosial politik dapat diselesaikan hanya dengan pendekatan tarjih. Hal ini dengan baik sekali diperlihatkan oleh Fathurrahman Jamil dalam “The Muhammadiyah and The Theory of Maqasid al-Shari’ah” dalam dalam Studia Islamica, Vol 2, No. 1,(Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1995), p. 53-68. Bandingkan dengan Wawan Gunawan, “Studi Perbandingan tentang Metode Istinbath Hukum dalam Majelis Tarjih Muhammadiyah dan Dewan Hisbah Persatuan Islam”, skripsi pada Jurusan Perbandingan Mazhab Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1995, p. 50-52.

7 Kongres atau Congress adalah nama yang digunakan Muhammadiyah pada Masa Penjajahan Hindia Belanda untuk sebutan muktamar pada saat kemerdekaan. Pada masa penjajahan Muhammadiyah menyelenggarakan muktamarnya sekali dalam setahun. Setelah masa kemerdekaan manakala penyebarannya telah merata ke seluruh pelosok tanah air satu tahun dirasakan terlalu pendek untuk mengagregasi agenda-agenda organisasinya.

8 Semula terdapat dua nama lain yang ditawarkan untuk lembaga ini selain Majelis Tarjih. Dua nama dimaksud adalah Majelis Taftisy dan Majelis

Page 5: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

189

Pendirian lembaga ini dipandang perlu karena dua pertimbangan. Pertama, pesatnya perkembangan organisasi ini telah melahirkan berbagai amal usaha yang pada gilirannya mengakibatkan lemahnya kontrol untuk sinkronisasi antara amal usaha dengan asas yang melandasi perjuangan organisasi. Kedua, munculnya perselisihan paham di antara umat Islam yang dikhawatirkan mempengaruhi keutuhan anggota Muhammadiyah. Seiring perjalanan zaman munculnya Majelis Tarjihpun dipandang merupakan perwujudan lebih nyata dari semangat tajdid yang diusung oleh Muhammadiyah. Sebab jika selama ini Muhammadiyah dikenal dan memperkenalkan dirinya sebagai gerakan tajdid maka semangat tersebut sesungguhnya menjadi raison d’etre kelahiran Majelis Tarjih.9

Karena itu hingga saat ini warga Muhammadiyah, meski dengan disertai kritikan yang tajam10, masih memandang antara Muhammadiyah dan Majelis Tarjih terdapat relasi simbiosis mutualistik.11 Penilaian ini secara tepat memposisikan bukan saja penghargaan orang Muhammadiyah terhadap Majelis Tarjih tapi sekaligus menyimpan harapan agar Majelis Tarjih senantiasa menjadi motor penggerak persyarikatan Muhammadiyah.12 Bersamaan

_________________________ Tasyri’ namun yang diterima secara aklamasi adalah Majelis Tarjih. Lihat Wawan Gunawan, “Studi Perbandingan…”, p.42.

9 Lihat Fathurrahman Jamil, “The Muhammadiyah …”, p. 59. 10 Kritikan itu berupa pertanyaan atas kekuranggesitan Majleis Tarjih

dalam merespons persoalan-persoalan yang muncul di tengah masyarakat juga pertanyaan atas representasi beberapa anggota majelis. Kritikan ini telah dicoba untuk dijawab dengan agenda restrukturisasi dan refungsionalisasi Majelis Tarjih yang dibicarakan dalam Munas di Padang beberapa waktu lalu.

11 Penilaian ini didasarkan pada fakta sejarah bahwa semangat gerakan pembaharuan Muhammadiyah yang dipelopori K.H. Ahmad Dahlan banyak diwarisi oleh Majelis Tarjih. Meskipun saat ini penilian dimaksud mendapat penilaian ulang namun warga Muhammadiyah melihat dan masih berharap pada Majelis Tarjih untuk terus mendengungkan dan mengaplikasikan semangat pembaharuan itu.

12 Apresiasi warga Muhammadiyah terhadap Majelis Tarjih, di antaranya, dapat dilihat dari fakta bahwa setiap diselenggarakan Muktamar Tarjih (yang saat ini diganti namanya dengan Musyawarah Nasional atau Munas Majelis

Page 6: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

190

dengan munculnya beragam masalah yang berjibun menunggu penyelesaian disertai kritik internal maupun eksternal Majelis Tarjih melihat perlunya suntikan pengembangan perspektif yang mesti dimilikinya. Atas dasar itu lembaga ini bermetamorfosis dengan tambahan nama Pengembangan Pemikiran Islam pada tahun 1995 sehingga menjadi Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam (MTPPI). Berbarengan dengan menjamurnya kajian dan diskusi tentang perempuan baik yang dilakukan oleh kalangan Islam maupun non Islam dalam fora nasional dan internasional, Majelis Tarjih memandang perlu untuk menambahkan satu divisi khusus yang mengagendakan program-programnya dalam persoalan-persoalan perempuan. Divisi ini dimunculkan pada tahun 1998 dan diberi nama Divisi Wanita dan Keluarga.13

_________________________ Tarjih) para anggota Muhammadiyah senantiasa menunggu keputusan-keputusan yang dilahirkannya.

13 Divisi Wanita dan Keluarga baru-baru ini berhasil menyelenggarakan satu seminar yang berskala nasional yang dihadiri oleh kalangan Muhammadiyah dan Aisyiyah. Seminar yang mendatangkan para pakar dari lingkungan internal dan luar Muhammadiyah ini diberi tajuk Seminar Nasional Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah. Acara ini didesain untuk merekam kembali dan mengagendakan wacana tentang fiqh perempuan di lingkungan Muhammadiyah untuk dibawa dalam agenda Muasyawarah Nasional Majelis Tarjih. Seminar yang telah berlangsung pada tanggal 30-31 Agustus 2003 di Universitas Prof. Dr. HAMKA (UHAMKA) Jakarta, berjalan dengan produktif dan berhasil menuangkan berbagai pemikiran yang selama ini terserak dalam lingkungan Muhammadiyah. Dalam merespons lima tema pokok seminar yang mencakup perempuan dalam fiqh ibadah, perempuan dalam fiqh munakahah, perempuan dalam fiqh sosial, perempuan dalam fiqh siyasah dan perempuan dalam fiqh perundang-undangan, warga Muhammadiyah terbagi kepada tiga kelompok besar. Pertama, kelompok yang mecoba untuk melakukan kontekstualisasi terhadap nas-nas al-Quran dan hadis Nabi serta pranata sosial Islam sehingga diperoleh makna yang lebih memberi tempat yang adil antara laki-laki dan perempuan. Kedua, kelompok yang masih berpegang pada makna teks al-Quran dan hadis Nabi dan pranata sosial Islam karena dipandang telah memenuhi aspirasi umat Muhammadiyah khususnya dan kaum Muslimin pada umunya. Ketiga, kelompok yang ragu-ragu di antara dua kelompok tersebut di muka.

Page 7: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

191

Sejak kelahirannya hingga saat ini Majelis Tarjih telah menghasilkan berbagai keputusan dan fatwa yang mencakup berbagai persoalan yang berkembang di tengah masyarakat yang meliputi bidang ibadah, muamalah, ekonomi, sosial politik dan hal-hal lain yang muncul dalam dinamika kehidupan. Di antara keputusan-keputusan tersebut ada yang terkait dengan masalah-masalah perempuan baik yang terserak dalam pembahasan bab-bab fiqh ibadah yang tertuang dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT) maupun fatwa yang dimuat dalam Tanya Jawab Majalah Dwi Mingguan Suara Muhammadiyah. Satu keputusan penting yang terkait dengan masalah perempuan yang disusun relatif tematik dan komprehensif dalam satu kitab adalah adalah keputusan yang diberi judul Adab al-Mar’ah fi al-Islam.

C. Mengenali Kitab Adab al-Mar’ah fi al-Islam (AM fI)

Sebelum pemuculan Adab al-Mar’ah fi al-Islam (AMfI) sesungguhnya Majelis Tarjih telah memiliki beberapa keputusan yang relevan dengan masalah-masalah perempuan. Kecuali tentang hukum (perempuan) melakukan arak-arakan yang kemudian menjadi bagian dalam AM fI, keputusan-keputusan tersebut umumnya membicarakan persoalan-persoalan fiqh ibadah dan disajikan secara terpisah-pisah dalam Kitab Himpunan Putusan Tarjih (HPT).

Kelahiran AMfI diawali dengan bekal mandat yang dibawa dari Muktamar Tarjih di Wiradesa Pekalongan pada tahun 197214 yang memberikan amanat pada majelis untuk menyusun sebuah petunjuk komprehensif tentang tata cara hidup Islam bagi perempuan Muslimah. Setelah Majelis Tarjih mengundang para ahli di lingkungan Muhammadiyah dan Aisyiyah, baik bersifat pribadi maupun kelembagaan, dari berbagai pelosok tanah air untuk menulis draf tentang persoalan dimaksud selanjutnya draf tersebut disajikan dan dibahas dalam Muktamar Tarjih di Garut. Muktamar memberikan persetujuan untuk dijadikan sebagai panduan bagi

_________________________ 14 Majlis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Adab al-Mar’ah fi

al-Islam, (Yogyakarta: PT Percetakan Persatuan, 1982), p. 4.

Page 8: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

192

warga Muhammadiyah dan Aisyiyah khususnya umumnya bagi kaum Muslimin setelah melaui perbaikan-perbaikan. AM fI yang ditanfidz oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada tahun 1982 secara keseluruhan memuat sembilan bab tidak termasuk mukaddimah. Sembilan bab dimaksud secara berurutan terdiri dari Bab Pertama Wanita dan Pergaulan, Bab Kedua Berpakaian Menurut Tuntutan Islam, Bab Ketiga Arak-arakan Pawai dan Demonstrasi, Bab Keempat Wanita dan Kesenian, Bab Kelima Wanita dan Ilmu Pengetahuan, Bab Keenam Wanita dan Jihad, Bab Ketujuh Wanita Islam dalam Bidang Politik, Bab Kedelapan Bolehkah Wanita Menjadi Hakim?, dan Bab Kesembilan Wanita Suritauladan dalam Sejarah.

Secara fisik tampilan AM fI sangat sederhana bahkan terlampau sederhana untuk ukuran sebuah dokumen penting yang membawa pesan-pesan yang krusial dalam sejarah Muhammadiyah.15

D. Prinsip Kesetaraan Gender dalam Adab al-Mar’ah fi al-Islam 16

Salah satu “ajaran” yang dikedepankan dalam proses pemberdayaan perempuan adalah prinsip kesetaraan gender. Prinsip ini mengakui bahwa secara sosiologis dan atropologis serta politis, antara laki-laki dan perempuan, memiliki kesamaan potensi untuk

_________________________ 15 Boleh jadi tampilan AM fI yang sederhana itu yang menyebabkannya

kurang direspons oleh para anggota Muhammadiyah. Sementara itu judulnya yang menggunakan bahasa Arab yang menjadi ciri khas para ulama Tarjih angkatan awal mungkin juga menjadi pertimbangan lain yang menyebabkan kurang tersentuh sebagaimana dikemukakan dalam catatan kaki di atas. Memperhatikan hal demikian Divisi Wanita dan Keluarga MTPPI PP Muhammadiyah berencana untuk merevisi perwajahan serta penambahan prolog serta efilog yang dapat memposisikan AM fI sebagai suatu produk pemikiran Muhammadiyah yang perlu dibaca.

16 Menghadirkan prinsip-prinsip kesetaraan ini dipandang urgen karena pertimbangan psikososial, paling tidak untuk warga Muhammadiyah. Dengan ini diharapkan bahwa kesetaraan gender yang selama ini dicurigai sebagai salah satu agenda feminisme yang patut dicurigai adalah sebuah kekhawatiran yang mengisyaratkan sikap mediocre dalam beragama.

Page 9: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

193

melakukan berbagai karya di muka bumi.17 Prinsip-prinsip dimaksud adalah pengakuan akan eksistensi kodrati perempuan, prinsip-prinsip otonomi perempuan, prinsip relasi perempuan-laki-laki. Keseluruhan point dari prinsip-prinsip ini tidak disusun secara berurutan dalam satu kesatuan namun dapat dikenali dengan baik karena masing-masing diturunkan dengan merujukannya pada nas-nas Al-Quran. Berikut ini sajian prinsip-prinsip dimaksud: 1. Perbedaan kodrat perempuan dari laki-laki harus dipandang sebagai anugerah Allah dalam rangka memakmurkan bumi.18 Menurut AMfI prinsip ini dipahami dari firman Allah dalam Surat al-Hujurat ayat 13:

يا آيها الناس إنا خلقناكم من ذكر و أنثى و جعلناكم شعوبا وقبائل لتعارفوا

AMfI memandang perbedaan kodrati perempuan dari laki-laki tidak perlu dipersoalkan karena “perbedaan itu tentu mengandung hikmah dan kepentingan yang orang tidak akan membantahnya. Yakni dengan perbedaan itu merasa dapat saling mencintai, sayang menyayangi, saling mengambil faedah satu kepada dan dari yang lain. Saling dapat bahu membahu dalam memakmurkan dunia sebagai khalifah Allah di muka bumi ini”.19

2. Perempuan memiliki otonomi untuk mengerjakan perbuatannya secara mandiri dan bertanggung jawab atas perbuatannya yang (mungkin) mendapatkan pahala atau dosa.20 Prinsip ini didasarkan pada al-Quran Surah an-Nisa ayat 124:

_________________________ 17 Asghar Ali Engineer menyebutkan tentang hal ini demikian. Pertama,

penerimaan atas martabat perempuan dan laki-laki dalam ukuran yang setara. Kedua pengeakuan atas hak-hak yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam bidang sosial, ekonomi dan politik. Lihat Engineer, The Rights of Women in Islam. Edisi Indonesianya Hak-hak Perempuan dalam Islam, Terjemahan Farid Wajidi (Yogyakarta: LSPPA, 2000), Cet. 2, p. 65.

18 Lihat Majlis Tarjih Pimpinan Pusat Muhamamdiyah, Adabul…., p.5. 19 Ibid., 20 Secara verbatim prinsip ini dikatakan AM fI dengan ”Di sisi Allah

wanita dan laki-laki masing-masing bertanggungjawab atas perbuatannya tentang

Page 10: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

194

ومن يعمل من الصالحات من ذكر وأنثى وهو مؤمن فأولئك يدخلون الجنة ولا

يظلمون نقيرا

Senada dan semakna dengan ayat di atas firman Allah dalam Surat an-Nahl ayat 97:

من عمل صالحا من ذكر أ و أنى وهو مؤمن فلنحينه حيا ة طيبة

3. Sebagai bagian dari anggota masyarakat, perempuan bersama dengan laki-laki dituntut satu sama lain untuk menjadi partner yang saling mendukung dalam berjuang mewujudkan kesejahteraan umat manusia. Hal ini menurut AMfI dipahami dari semangat al-Qur’an Surat an-Nisa ayat 1:21

اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها و يا أيها الناس

بث منهما رجالا كثيرا ونساء

serta Surah at-Taubah ayat 71:22

والمؤمنون والمؤمنات بعضهم أولياء بعض يأمرون بالمعروف وينهون عن المكر

ويقيمون الصلاة و يؤتون الزكاة ويطيعون االله ورسوله أولئك سيرحمهم االله إن

عزيز حكيم االله

Dengan mendasarkan pada ayat-ayat di atas AMfI menyatakan bahwa perempuan diperbolehkan untuk berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan unjuk rasa, kegiatan berkesenian, aktifitas ilmu pengetahuan dan kegiatan politik, menjadi hakim (kepala negara), serta jihad.

_________________________ amal saleh yang mendatangkan pahala atau perbuatan dosa yang menyebabkan hukuman”, lihat ibid., p. 51.

21 Ibid., p. 42. 22 Ibid.,p.49.

Page 11: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

195

E. Putusan-putusan dalam Adab al-Mar’ah fi al-Islam

Untuk memberikan timbangan apresiasi terhadap risalah AMfI secara mendalam berikut ini disajikan putusan-putusannya disertai pemaparan argumentasi yang digunakannya.

1. Perempuan dan Pergaulan

Sejak dini AM fI menegaskan bahwa pergaulan perempuan secara keseluruhan merupakan perhatian ajaran al-Quran dan hadis Nabi. Sembari menyajikan sebelas ayat al-Quran dan sepuluh hadis Nabi yang terkait dengan tema pergaulan perempuan selanjutnya AM fI mengklasifikasikan tempat atau wilayah pergaulan perempuan. Ada tiga wilayah tempat pergaulan perempuan. Pertama, perempuan dalam rumahtangga, kedua pergaulan di masyarakat dan ketiga pergaulan di masa pendidikan dan sekolah.

Pada bagian pergaulan perempuan dalam rumah tangga dijelaskan point-point bahwa seorang perempuan diposisikan mesti melakukan kewajibannya sebagai istri terhadap suami dan sebagai ibu terhadap putra-putrinya.23 Sedangkan pergaulan perempuan di tengah masyarakat dilakukan dalam bentuk-bentuk pergaulan dengan tetangga, pergaulan saat bertamu dan menerima tamu serta pergaulan di tengah masyarakat secara luas.24 Masing-masing bantuk tersebut di atas dijelaskan beberapa tata-cara yang bersifat teknis yang sangat detail.

Adapun pergaulan di masa pendidikan sekolah diwujudkan dalam bentuk kesadaran penuh bahwa lingkungan sekolah merupakan tempat bagi murid untuk mengembangakan potensi-potensi jasmani, rohani serta akal intelektualnya yang dilakukan atas bimbingan guru dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip keagamaan.25

_________________________ 23 Ibid., p.10-16. 24 Ibid., p. 16-22. 25 Ibid.,p. 23-25.

Page 12: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

196

2. Berpakaian Menurut Tuntunan Islam

Dalam hal ini ,dengan mengutip Surat al-A’raf ayat 26 dan ayat 20 hingga 22, AM fI menyatakan bahwa sebagai makhluk yang dikaruniai rasa kehormatan manusia secara universal telah dianugerahi instink untuk menghargai kehormatannya dengan cara menutup badannya. Untuk itu pula manusia, dalam hal ini laki-laki dan perempuan, diajari pula kecakapan untuk membuat pakaian yang menutup itu.26

Selanjutnya AM fI menjelaskan fungsi pakaian menurut ajaran Islam yaitu:27 (1) menutup bagian tubuh yang tidak patut terlihat ;(2) menjadi keindahan yang tidak bertentangan dengan ajaran agama;28 (3) memelihara kesehatan.

3. Perempuan Melakukan Arak-arakan, Pawai dan Demonstrasi

Berbeda dengan bagian-bagian yang dituliskan pada bab-bab lainnya AM fI pada bab ini tampak tekstual dan berhati-hati. Disini AM fi menegaskan bahwa demi keselamatan dan kehormatan dirinya perempuan tetap diutamakan untuk tinggal di rumah kecuali untuk suatu keperluan yang kongkrit dan tidak bertentangan dengan etika kesopanan yang diajarkan Islam.29

Lebih jauh AM fI menjelaskan tentang etika demonstrasi yang diajarkan Islam aadalah yang memenuhi ketentuan-ketentuan: (1) tidak memerkan diri dan perhiasan;(2) tidak berikhtilath atau

_________________________ 26 Ibid., p.29. 27 Ibid., p. 29-30. 28 Pada bagian ini AM fI lebih banyak mengelaborasi penjelasannya

dengan keterangan-keteranagn standar yang bersal dari al-Quran dan al-Hadis. Misalnya dijelaskan bahwa aurat perempuan itu adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangannya. Selanjutnya diketengahkan pula model-model pakaian yang menutup aurat selain diterangkan pula bahwa ketika perempuan berpakian sebagai fungsi yang menutup aurat disertai kemungkinan untuk tetap memelihara keindahan berpakaian maka keindahan dimaksud jangan sampai mengganggu pemandangan orang yang memandang. Lihat ibid., p. 30-35.

29 Ibid., p. 36.

Page 13: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

197

bercampur baur dengan laki-laki; (3) tidak boleh menggunakan wewangian untuk menarik perhatian.30

4. Peran Perempuan dalam Berkesenian

Pertama AMfI menjelaskan pengertian kesenian. Dikatakannya bahwa kesenian adalah:”karya manusia atas dorongan akal dan budinya untuk menciptakan hal-hal yang perlu bagi keenangan dalam kebutuhan hidup”31

AM fI memandang bahwa berkesenian adalah bagian dari sifat dasar manusia sebagai makhluk berbudaya. Karena itu, menurt AM fI berkesenian, sepanjang tidak melahirkan kemudlaratan dan berlebih-lebihan, tidaklah bertentangan dengan ajaran Islam. Lebih jauh AM fI menyatakan jika berkebudayaan diakui sebagai bagian fitrah hidup manusia maka Islam sebagai agama rahmatan li al-’alamin tentu mendorong kegiatan dan segala aktfitas yang sejalan dengan ajarannya. Menurt AM fI terdapat beberapa ayat al-Quran dan hadis Nabi yang dapat dijadikan dukungan terhadap kegiatan berkesenaian. Ayat-ayat dimaksud adalah Surat al-A’raf ayat 32, 31 dan Asy-Suara’ ayat 224-22532. Ayat-ayat tersebut secara berurutan adalah:

قل من حرم زينة االله التى أخرج لعباده و الطيبات من الرزق قل هي للذين أمنوا فى

الحياة الدنيا خالصة يوم القيامة كذلك نفصل الأيات لقوم يعلمون

Kemudian, disusul dengan:

كلوا واشربوا ولا تسرفوا

dan ditutup dengan ayat:

واد يهيمونألم تر أم فى كل ,والشعراء يتبعهم الغاوون

_________________________ 30 Ibid., p. 36-39. 31 Ibid., p. 39. 32 Ibid., p.39-40.

Page 14: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

198

Tentang ayat terakhir yang secara harfiyah menggambarkan para penyair sebagai orang yang tidak baik AM fI memberikan penafsirannya bahwa penyair yang dimaksud ayat tersebut adalah penyair yang tidak mengikuti norma susila dan menggubah bait-bait syair melulu demi keindahan yang penuh kebohongan dan menyesatkan.33

Sedangkan hadis-hadis yang menyokong kegiatan berkesenian adalah:

إن االله جميل يحب الجمال

Kemudian diikuti dengan hadis,

ل النبي صلى االله عن عائشة رضي االله عنها أا زفت إمرأة إلى رجل من الأنصار فقا

يا عائشة ما كان من لهو ؟فإن الأنصار يعجبهم اللهو: عليه وسلم

lalu dilanjutkan dengan hadis,

عن ابن عباس زوجت عائشة ذات قرابة لها من الأنصار فجاء رسول االله ضلى االله

فقال صلى , لا:أرسلتم معها قالت: قال,نعم :أهديتم الفتاة ؟ قال:عليه وسلم فقال

إن الأنصار قوم فيهم غزل فلو بعثهم من يقول أتيناكم فحيانا : الله عليه وسلما

وحياكم

dan ditutup dengan hadis:

عن عائشة رضي االله عنها أن أبا بكر رضي االله عنها دخل عليها و عندها جاريتان

فى أيام منى تغنيان و تضربان و النبي متغش بثوبه فانتهرهما أبو بكر فكشف النبي

.دعهما فإا أيم عيد:صلى االله علبه وسلم عن وجهه فقال

Setelah memaparkan keseluruhan dalil-dlil di atas AM fI menyimpulkan bahwa: “Segala hasil kebudayaan dan kesenian yang berlaku di tengah umat dapatlah dianggap sebagai gejala yang wajar

_________________________ 33 Lihat Ibid., p. 40.

Page 15: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

199

selagi tidak mengganggu kelancaran dan ketertiban nilai kebaktian orang terhadap Allah. Dalam hal ini tidak perlu dibedakan antara laki-laki dan wanita karena dihadapan Allah masing-masing laki-laki dan wanita bertanggung jawab atas perbuatannya.”34

Dengan diktum keputusan ini sesungguhnya Majelis Tarjih secara implisit dan pre-emptif telah menjawab beberapa pertanyaan di sekitar kegiatan berkesenian yang demikian luas cakupannya yang tak jarang melibatkan para seniwati muslimah.

5. Peran Perempuan dalam Ilmu Pengetahuan

Sebelum menyajikan ayat-ayat al-Qur’an serta hadis Nabi yang bertalian dengan masalah ilmu pengetahuan, AM fI membuka pendahuluannya dengan kalimat:

“Kaum wanita diciptakan Allah swt di dunia ini agar bersama dengan orang-orang laki-laki beramal dan berjuang untuk mencukupi keperluan pembinaan masyarakat, memelihara dan memakmurkan dunia”35. AM fI menampilkan ayat al-Quran dan dua hadis yang secara langsung berkaitan dengan (kemungkinan) perempuan terlibat dalam dunia ilmu pengetahuan. Dua ayat al-Quran dimaksud adalah:

Pertama Surat an-Nisa ayat 1 yang berbunyi:

يآ أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة وخلف منها زوجها وبث

منهما رجالا كثيرا ونساء

Ayat ini oleh AM fI dipahami sebagai ayat yang mendorong kepada perempuan dan laki-laki untuk terlibat secara bersama-sama dalam mensejahterakan masyarakat dunia.36

Dalam upaya mensejahterakan tersebut baik laki-laki maupun perempuan sama-sama memerlukan ilmu pengetahuan sebaga wahana untuk mewujudkannya. Oleh karena itu mencari ilmu pengetahuan merupakan suatu hal yang niscaya dilakukan baik oleh

_________________________ 34 Lihat, Ibid., p. 41. 35 Ibid., p.42. 36 Ibid.,

Page 16: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

200

laki-laki maupun perempuan.37 Hal ini ,menurut AM fI, sejalan dengan ayat al-Quran dalam Surat al-Mujadalah ayat 11 yang berbunyi:38

يرفع االله الذين آمنوا منكم والذين أتوا العلم درجاتPoin tersebut di atas memperoleh penguat dari dua hadis

Nabi yang masing-masing adalah: Pertama,

من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل االله له طريقا الى الجنةKedua:

من يرد االله به خيرا يفقهه فى الدين

Setelah menampilkan sepuluh persyaratan39 yang mesti dipenuhi seorang perempuan muslimah dalam menjalani kehidupan AMfI sampai pada kesimpulannya:

“Wanita sangat diharapkan sekali agar turut memelihara dan menjaga meningkatkan martabat manusia sebagai penghuni dan pemakmur dunia, seiring dan sejalan dengan langkah dan gerak kaum pria yang kesemuanya itu akan bisa lebih sukses apabila dibekali dengan ilmu pengetahuan serta dilandasi dengan iman dan taqwa kepada Allah swt.” 40

Keputusan di atas jika dibaca secara seksama menampilkan semangat egalitarianisme yang tidak membedakan antara laki-laki

_________________________ 37 Ibid. 38 Ibid. 39 Sepuluh persyaratan tersebut intinya menyebutkan bahwa perempuan

secara bilogis tidaklah sama dengan laki-laki, sebagai hamba Allah perempuan muslimah mesti memahani dengan baik ajaran agamanya dan dilaksanakan secara seksama, bersamaan dengan itu secara spesifik mampu membedakan antara akhlak karimah dan akhlak tercela, memahami ilmu kesehatan, menjaga dan mengatur rumah tangga dan hal-hal terkait, berbakti kepada orang-tua sesuai ajaran agama, menjadi anggota masyarakat yang baik, mendidik anak-anak dan keluarganya secara seksama,menyadari dengan baik bahaya niaq, kufr, kefasikan dan berbagai perbuatan durhaka baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia, memahami berbagai ilmu pengatahuan yang diperlukan dalam tugas-tugas kesehariannya. Lihat ibid., p.43-44.

40 Ibid., p. 43.

Page 17: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

201

dan perempuan dalam bidang keilmuan. Dengan putusan ini Majelis Tarjih telah membuka peluang selebar-lebarnya bagi perempuan muslimah untuk aktif secara leluasa dalam kancah akademis dalam berbagai lingkup dan fora yang luas cakupannya.

6. Peran Perempuan dalam Jihad

Di sini AM fI membuka pembahasannya dengan satu fase sejarah tegaknya Islam yang diraih melalui proses kerja keras dan pengorbanan jiwa dan harta. Pengorbanan tersebut dalam ajaran Islam dinamakan jihad.

Setelah menyajikan empat ayat yang relevan dengan tema jihad dalam Islam yaitu; Surat at-Taubah ayat 41, al-Haj ayat 9 dan al-Anfal ayat 60 dan dan tiga hadis Nabi yang berbunyi:41

Pertama,

فسكم و ألسنتكمجاهدوا المشركين بأموالكم و أن

Kedua,

كان رسول االله صلى االله عليه وسلم يغزو بأم سليم و نسوة من الأنصار يسقين الماء

و يداوين الجرحى

Ketiga,

أن أم سليم اتخذت خنجرا يوم حنين فقالت اتخذت إن دنا منى أحد من المشركين

بقرت بطنه

AM fI menyimpulkan bahwa agenda jihad dalam Islam senantiasa melibatkan laki-laki dan perempuan secara sekaligus. Oleh karena itu perempuan, sebagaimana halnya laki-laki dapat berperan secara intens dalam lapangan jihad.42

_________________________ 41 Ibid., p.46-48 42 Ibid., p. 48.

Page 18: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

202

7. Peran Perempuan dalam Bidang Politik

Pada bagian ini AM fI membuka pembahasannya dengan Surat at-Taubah ayat 71 yang disebutkan di depan. Selanjutnya AM fI menjelaskan bahwa seluruh ajaran Islam yang berkaitan dengan kemasyarakatan memuat perspektif politik karena itu Islam mengajarkannya secara teoritis, praktis maupun taktis.43

Lebih jauh AM fI membagi peran politik yang perempuan dapat terlibat di dalamnya kepada dua bagian. Pertama peran politik langsung, kedua peran yang tidak langsung. Peran politik langsung diwujudkan dalam bentuk keikutsertaan perempuan dalam badan-badan legislatif atau dewan perwakilan rakyat dari pusat hingga ke daerah. AM fI memutuskan bahwa perempuan harus ikut serta dan berjuang untuk mencapai jumlah yang memadai.44

Sedangkan peran politik tidak langsung diimplementasikan dalam bentuk berbagai aktifitas yang dimulai dari kegiatan dari rumahtangga hingga di tengah masyarakat yang berakumulasi pada penciptaan berbagai peluang untuk membuat dan mempengaruhi kebijakan. Dalam hal ini AM fI menyimpulkan bahwa perempuan harus berperan aktif di dalamnya.45

8. Perempuan Menjadi Hakim

Menurut AM fI terdapat tiga ayat dalam al-Quran yang terkait dengan persoalan perempuan menjadi hakim. Ketiga ayat tersebut adalah ayat 34 dan ayat 124 Surat an-Nisa, ayat 71 Surat al-Bara’ah. Dalam pembacaan AM fI ketiga ayat tersebut memunculkan pengertian bahwa perempuan diberikan kesempatan untuk berperan secara aktif di tengah masyarakat. Peran aktif tersebut dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk diantaranya adalah peran perempuan dalam dunia yudikatif yang diimplementasikan sebagai hakim. Keterangan tersebut di atas didukung oleh kenyataan bahwa

_________________________ 43 Ibid., p.50. 44 Ibid. 45 Ibid.

Page 19: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

203

tidak ada keterangan yang dapat dijadikan alasan dalam Islam untuk menghalangi atau menolak perempuan menjadi hakim.46

Dalam satu tarikan napas AM fI menyebutkan beberapa contoh posisi (kepemimpinan) perempuan di tengah masyarakat seperti direktur sekolah, direktur perusahaan, lurah, camat, walikota, mentri dan lain lain-lain yang juga direstui oleh Islam.47 Diktum putusan ini jika diperluas cakupannya dapat pula menjawab pertanyaan tentang hukum perempuan menjadi kepala negara48. Dengan ini pula patut diduga kuat bahwa Majelis Tarjih dengan AM fI nya telah mendahului siapapun yang membahas persoalan ini disini .49

F. Adab al-Mar’ah fi al-Islam: Reinterpretasi Hukum Islam Model Majelis Tarjih Muhammadiyah

Memperhatikan keputusan Majelis Tarjih sebagaimana disebutkan di depan kiranya terbaca bahwa Majelis Tarjih telah melakukan “pembacaan ulang” atau reinterpretasi terhadap ayat-ayat al-Quran serta hadis Nabi yang terkait dengan persoalan perempuan. Upaya yang disajikan AM fI kiranya didasarkan pada keyakinan bahwa kehidupan adalah sesuatu yang berjalan secara dinamis dan mengikuti perubahan ruang, waktu, keadaan dan tradisi yang melingkupinya. Karena itu dapat diyakini jika masalah yang dihadapi setiap generasi kehidupan tidaklah sama. Hal ini memberi peluang

_________________________ 46 Ibid., p.51-52. 47 Ibid., p. 52. 48 Pertanyaan tentang kemungkinan perempuan menjadi kepala negara

secara massif muncul pada tahun 1998 saat umat Islam menghadapi dilema politik yang kemudian menjadi salah satu agenda penting Kongres Umat Islam yang diselenggarakan pada tahun itu. Dengan pertimbangan-pertimbangan politik yang mencuat saat itu diputuskan bahwa perempuan tidak diperkenankan menjadi kepala negara.

49 Lihat Syamsul Anwar, ”Kepemimpinan Perempuan dalam Islam: Menggali Perspektif Syar’i dalam Tarjih Muhammadiyah”. Pokok-pokok pikiran disampaikan dalam Seminar Nasional Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah, Jakarta, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (UHAMKA), 30-31 Agustus 2003. p. 3.

Page 20: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

204

bagi terciptanya model masyarakat antar generasi, tempat serta tradisi yang berbeda, masing-masing memiliki kekhasannya. Hukum Islam sangat memberikan ruang bagi kekhasan itu yang dilakukan dengan reinterpretasi. Kiranya ini tercakup dalam semangat adagium yang diungkap oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah:50

تغيير الفتاوى بحسب تغيير الأزمنة والأمكنة والأحوال والنيات والعادة

Menyimak kembali ayat-ayat serta hadis yang dijadikan landasan bagi putusan-putusan hukum yang disajikan AM fI pembacaan ulang dimaksud jelas kentara. Pada ayat-ayat yang digunakan sebagai dasar hukum untuk perempuan melakukan kegiatan berkesenian digunakan ayat-ayat serta hadis yang pada saat difirmankan dan disabdakannya tidak dipahami sebagaimana yang diketengahkan oleh AM fI. Ayat 32 dari Surah al-A’raf yang sedang membicarakan tentang hiasan dari allah diperluas makna kepada kegiatan berkesenian yang dipandang sebagai kegiatan yang indah dan tidak diharamkan oleh Allah. Demikian juga ayat 32 dari Surah yang sama yang secara harfiyah sedang memperbincangkan tentang ketentuan tidak boleh berlebihan ketika melakukan makan dan minum diperluas cakupannya pada ketentuan untuk melakukan kegiatan berkesenian.51 Demikian halnya ayat-ayat dan hadis yang dirujuk pada putusan perempuan menjadi hakim, peran perempuan dalam ilmu pengetahuan.

Dari telaah atas putusan-putusan yang dihasilkan AM fI reinterpretasi Majelis Tarjih didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:52 1. Sepanjang materi hukum tidak menyangkut ibadah mahdlah yang telah ditetapkan hukumnya dengan nas yang tegas dan illatnya (rasio legis) tidak dapat dinalar dengan pikiran rasional;

_________________________ 50 Lihat Ibnu Qayim al-Jauziyah, I’lam al-Muwaqi’in,(Beirut: Dar al-Jayl,

1973),III:3. 51 Lihat, Adab…, p. 39-40. 52 Lihat, Ibnu Qayim , p. 6.

Page 21: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

205

2. Apabila perubahan itu memang dituntut oleh kemaslahatan dan perubahan kedaan masyarakat;

3. Perubahan itu didukung oleh nash syar’i. Reinterpretasi yang dilakukan Majelis Tarjih dalam AM fI kiranya dapat dirujuk sebagai panduan awal bagi keputusan-keputusan lain yang akan dibuat untuk merespons berbagai persoalan-persoalan lama53 yang dimunculkan lagi atau masalah-masalah kekinian yang menuntut penyelesaian hukumnya.

_________________________ 53 Dikatakan persoalan lama karena pernah dikaji dan menjadi

perdebatan para ulama mazhab namun karena menjadi pertanyaan dari masyarakat ia mendapatkan momentumnya untuk diangkat kembali. Misalnya, kemungkinan perempuan menjadi imam shalat bagi jama’ah laki-laki. Persoalan ini kini mengemuka kembali karena makin maraknya perempuan muslimah qira’at al-Qurannya dan kesalehan beragamanya, minimal menyamai bahkan, melampaui kaum para pria muslim. Pertanyaan semacam itu didasarkan pada asumsi bahwa hadis larangan bagi perempuan untuk menjadi imam bagi laki-laki itu dipandang sebagai hadis mawdlu’ sementara itu dijumpai hadis yang menceritakan seorang Shahabiyah yang bernama Ummu Waraqah yang pernah menjadi imam shalat bagi jama’ah yang ada laki-lakinya dan kejadian itu atas sepengetahuan Rasulullah saw. Hadis itu diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ahmad ibn Hanbal, ad-Daruquthni, al-Hakim, Ibnu Khuzaymah. Dalam salah riwayat Abu Dawud hadis ini berbunyi:

حدثنا الحسن بن حماد الحضرمي حدثنا محمد بن الفضيل عن الوليد بن جميع عن عبد الرحمن بن

وكان رسول االله صلى االله عليه وسلم يزورها :خلاد عن أم ورقة بنت عبد االله بن الحارث قال

قال ورأيت :فى بيتها وجعل لها مؤذنا يؤذن لها و أمرها أن تؤم أهل دارها وقال عبد الرحمن

ا شيخا كبيرامؤذ . Lihat al-Imam al-Hafizh al-Mushannif al-Mutqin Abu Dawud Sulayman ibn al-Asy’ats as-Sasajstani al-Ajadi, Sunan Abi Dawud, (Ttp: Dar al-Fikr, Tt),I: 161. Dengan sangat gamblang hadis ini dibahas oleh Al-Fatih Suryadilaga dalam tulisannya “Keabsahan Perempuan Menjadi Imam Shalat bagi Laki-laki” dalam Mochamad Shodiq dan Inayah Rohmaniyah (Ed.), Perermpuan Terindas?: Kajian Hadis-hadis “Misoginis”, (Yogyakarta; PSW IAIN Sunan Kalijaga, 2003), p. 241-286.

Page 22: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

206

F. Apresiasi dan Kritik: Merajut Upaya Menggagas Fiqh Perempuan yang Berkeadilan

Memperhatikan waktu serta realitas sosial yang mengitari pemunculannya pada tahun 1976, saat perbincangan tentang peran perempuan di ranah publik belum semeriah seperti saat ini, peminat studi perempuan serta para pembaca terbiasa mengenal nomenklatur fiqh perempuan segera terpesona dan terbawa pada penilaian bahwa kehadiran AM fI adalah sebagai sesuatu yang sensasional. Penilaian demikian didasarkan pada kenyataan bahwa performa sebagian ulama Tarjih saat itu masih cenderung naqliyah dan masih membawa semangat “hitam-putih” tatkala membaca nash al-Quran dan hadis Nabi AM fI. Bahkan hemat penulis dalam beberapa hal AM fI dapat dipandang mendahului zamannya. Itu bukan saja ditampilkan dalam bangunan struktur serta substansi yang ditawarkannya sama sekali belum diperbincangkan secara khusus oleh satupun lembaga sejenis dalam lingkungan umat Islam Indonesia tapi persoalan yang disajikan di dalamnya memiliki aktualitas yang hingga sekarang belum lekang dimakan zaman. Dengan tampilan semacam itu lahirnya AM fI dapat dilihat sebagai jihad intelektual yang patut mendapatkan tempat dalam lembaran sejarah Muhammadiyah khususnya dan umat Islam pada umumnya.

Ibarat pepatah yang mengatakan tiada gading yang tak retak, sebagaimana umumnya hasil produk pemikiran manusia yang tak lepas dari kelemahan demikian halnya yang ditampilkan AM fI. Kelemahan dimaksud adalah masih ditemukannya nuansa bias gender yang menempatkan perempuan secara imferior54. Untuk menyebut beberapa contoh di antaranya:

_________________________ 54 Pandangan imferior atau minor terhadap perempuan menurut

Zaitunah Subhan berakar dari perpspektif yang sarat tafsir masa lalu yang mesti dibongkar dan digantikan dengan perspektif yang berkeadilan. Lihat Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian: Studi Bias Gender dalam Tafsir Quran, (Yogyakarta: LkiS, 1999). Ungkapan yang lebih umum untuk padanan ini adalah pandangan misoginik terhadap perempuan. Yaitu suatu pandangan yang “melihat” perempuan sebagai penyebab persoalan-persoalan yang merugikan dan karenannya patut dipandang sebagai penyebab masalah. Pandangan ini menurut

Page 23: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

207

1. Ketika menjelaskan detail etika perempuan (istri) dalam rumah tangga disebutkan bahwa perempuanlah sendirian yang mesti mendidik putra-putrinya di rumah. Padahal dari salah satu hadis Nabi yang dijadikan landasan point ini justru dapat dipahami bahwa pendidikan di rumah itu dilangsungkan oleh kedua orangtua ayah dan ibu atau oleh laki-laki dan perempuan.55

2. Ketika memahami hadis Nabi yang bermakna bahwa perempuan dapat dipandang sebagai fitnah yang membahayakan laki-laki.56 Kata fitnah disini tidak diletakan secara komprehensif apakah fitnah yang dimaksud sebagai chaos yang lebih berbahaya dari pembunuhan sebagaimana dimaksudkan oleh Surat al-Baqarah ayat 191 dan 217 atau bermakna ujian sebagaimana ditunjukan oleh dalam Surat at-Taghabun ayat 15. Jika dipahami dengan pengertian pertama tentu pandangan semacam itu telah menempatkan perempuan sebagai tertuduh tanpa pembelaan. Jika pemaknaan yang kedua yang dipakai maka hadis itupun sesungguhnya bisa berlaku sebaliknya untuk laki-laki.

Sungguhpun demikian kekurangan-kekurangan semacam itu dapat dipahami jika mengingat kitab ini disusun oleh beberapa orang yang masing-masing memiliki perspektif yang dapat melahirkan subjektifitasnya yang pada gilirannya menyebabkan kitab AM fI masih membawa nuansa patriarkhi.57 Kekurangan semacam itupun

_________________________ Nasaruddin Umar merupakan ajaran non Islam yang masuk dalam khazanah Islam sebagai akibat akulturasi budaya pada masa awal-awal Islam. Lihat Nassaruddin Umar, “Kajian Kritis terhadap Ayat-ayat Gender (Kajian Hermeneutik)” dalam Ema Marchumah, Rekonstruksi Metodologis… , p.144.

55 Lihat, Adabul, p. 14. 56 Ibid., p. 44. 57 Patriarkhi adalah suatu paradigma atau ideologi yang membenarkan

penguasaan satu kelompok atau jenis kelamin tertentu atas kelompok atau jenis kelamin lainnya. Lihat Muhadjir Darwin “Maskulinitas: Posisi Laki-laki dalam Masyarakat Patriarkhi”, pengantar dalam Muhadjir Darwin (Ed.), Menggugat Budaya Patriarkhi, (Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada, 2001), p.4.

Page 24: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

208

dapat dimaafkan apabila meletakkan kitab ini sebagai yang pertamakali sepanjang pertengahan tahun tujuh puluhan pada abad duapuluh yang memperbincangkan persoalan perempuan.

Bersamaan dengan semakin gempitanya kajian fiqh perempuan, eksistensi AM fI dapat dijadikan sebagai batu loncatan bagi pemunculan fiqh perempuan yang lebih berkeadilan58 yang mengusung semangat musawa bayna an-nas59 yang ditawarkan Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam. Hal itu dilakukan dengan merevisi perwajahan AM fI baik secara fisik maupun subtansi yang lebih diperkaya serta bahasa yang lebih dapat menjangkau khalayak banyak. Dengan demikian kontribusi Majelis Tarjih dalam menghadirkan masyarakat yang lebih beradab semakin nyata pula.

G. Simpulan

Dari pemaparan yang diketengahkan dari awal hingga akhir dapat disimpulkan bahwa AM fI merupakan sebuah dokumen penting tentang kajian fiqh perempuan yang dihasilkan para ulama Muhammadiyah. Sebagai sebuah keputusan hukum yang dihasilkan Majelis Tarjih AM fI telah menampilkan diri sebagai pioner yang menyuguhkan beberapa poin penting baik yang bertalian dengan prinsip-prinsip kesetaraan gender juga putusan-putusan hukum yang relatif sarat dengan semangat keadilan gender. Sebagai sebuah produk hukum yang dihasilkan pada periode waktu tertentu AM fI dapat “direvisi” sedemikian rupa sehingga dapat bermetamorfosis dalam bentuk terbarunya yang lebih egaliter dan dapat menyapa

_________________________ 58 Mansour Fakih menyebutkan, untuk pekerjaan semacam demikian

diperlukan kerja intelektual yang sungguh-sungguh di samping membutuhkan multiperspektif yang benar-benar kaya sehingga fenomena ketidakadilan yang seringkali muncul dalam berbagai bentuknya yang canggih dapat dikenali dan diagendakan penggantinya. Lihat Mansour Fakih, “Fiqih Sebagai Paradigma Keadilan” dalam Anang Haris Himawan (peny.), Epistemologi Syara: Mencari Format Baru Fiqh Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2000), p.133-152.

59 Lihat Hussein Muhammad dalam pengantarnya untuk kumpulan tulisan Ulama Muda NU, dalam Abdul Moqsit Ghozali dkk., Tubuh, Seksualitas dan Kedaulatan Perempuan, (Yogyakarta: LkiS, 2002), p. xiii.

Page 25: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

209

tidak saja khalayak warga dalam internal lingkungan Muhammadiyah tapi juga eksternal Muhammadiyah bahkan khalayak dunia.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab.

Daftar Pustaka

Al-Ajadiy, al-Imam al-Hafizh al-Mushannif al-Mutqin Abu Dawud Sulayman ibn al-Asy’ats as-Sasajstani, Sunan Abi Dawud, Ttp: Dar al-Fikr, Tt.

Anwar, Syamsul, ”Kepemimpinan Perempuan dalam Islam: Menggali Perspektif Syar’I dalam Tarjih Muhammadiyah”. Pokok-pokok pikiran disampaikan dalam Seminar Nasional Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah, Jakarta 30-31 Agustus 2003.

Darwin, Muhadjir, (Ed.), Menggugat Budaya Patriarkhi, Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada, 2001.

Engineer, Asghar Ali, The Rights of Women in Islam. Edisi Indonesianya Hak-hak Perempuan dalam Islam, Terjemahan Farid Wajidi ,Yogyakarta: LSPPA, 2000.

Fakih, Mansour, “Fiqih Sebagai Paradigma Keadilan” dalam Anang Haris Himawan (peny.), Epistemologi Syara: Mencari Format Baru Fiqh Indonesia, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2000.

Hasyim, Syafiq, Hal-hal yang Tak Terpikirkan tentang Isu-isu Keperempunan dalam Islam, Bandung:Mizan, 2001.

Ibnu Qayim al-Jauziyah, Abu Abdillah Muhammad ibn Abi Bakr ibn Ayyub, I’lam al-Muwaqi’in, Beirut: Dar al-Jayl, 1973,III.

Jamil, Fathurrahman, “The Muhammadiyah and The Theory of Maqasid al-Shari’ah” dalam Studia Islamica, Vol. 2, No.1, Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1995.

Page 26: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah€¦ · yang mengemuka. Lihat Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , (Syria: Dar al-Fikr, 1985), p. 18. Bandingkan dengan

Wawan GA Wahid: Fiqh Perempuan dalam Perspektif Muhammadiyah

SOSIO-RELIGIA, Vol. 3, No. 2, Februari 2004

210

Minhaji, Akh. “Persoalan Gender dalam Perspektif Metodologi Hukum Islam” dalam Ema Marhumah dan Lathiful Khuluq (ed.), Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender dalam Islam, Yogyakarta: PSW IAIN Sunan Kalijaga, 2002.

Muhammad, Husein, “Kata Pengantar” dalam Abdul Moqsit Ghozali dkk., Tubuh, Seksualitas dan Kedaulatan Perempuan, Yogyakarta: LkiS, 2002.

Qal’ah Ji, Muhammad Rawwas dan Hamid Shadiq Qunaybi, Mu’jam Lughat al-Fuqaha, Beirut: Dar an-Nafais, 1985.

Rachman, Budhy Munawar, “Rekonstruksi Fiqh Perempuan dalam Konteks Perubahan Zaman” dalam M. Hajar Dewantotro (Ed.) Rekonstruksi Fiqh perempuan dalam Peradaban Masyarakat Modern ,Yogyakarta: Ababil, 1996.

Subhan, Zaitunah, Tafsir Kebencian: Studi Bias Gender dalam Tafsir Quran, Yogyakarta: LkiS, 1999.

Suryadilaga, Al-Fatih, “Keabsahan Perermpuan Menjadi Imam shalat bagi Laki-laki” dalam Mochamad Shodiq dan Inayah Rohmaniyah (Ed.), Perermpuan Terindas?: Kajian Hadis-hadis “Misoginis”, Yogyakarta; PSW IAIN Sunan Kalijaga, 2003.

Umar, Nasaruddin “Kajian Kritis terhadap Ayat-ayat Gender (Kajian Hermeneutik)” dalam Ema Marchumah (peny.), Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender dalam Islam, Yogyakarta, PSW IAIN Sunan Kalijaga, 2002.

Wawan GA Wahid, “Studi Perbandingan tentang Metode Istinbath Hukum dalam Majelis Tarjih Muhammadiyah dan Dewan Hisbah Persatuan Islam”, skripsi pada Jurusan Perbandingan Mazhab Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1995.

Az-Zuhayli, Wahbah, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh, Syria, Dar al-Fikr, 1986.