file jadi propolis terhadap tukak lambung
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Timbal termasuk salah satu sumber ROS (Reactive Oxygen Species)
yang biasa dikenal sebagai radikal bebas yang berasal dari luar tubuh
(exogenous source of ROS) dan dapat menimbulkan stress oxidative pada sel
mukosa lambung yang akan menyebabkan tukak lambung (Amira dan Adly,
2010). Penyakit tukak lambung / PUD (Peptic Ulcer Disease) merupakan
salah satu masalah kesehatan di indonesia. Salah satu penyebab PUD adalah
paparan timbal yang banyak tersebar di kehidupan kita (Mukherje, dkk,
2010). Untuk mengikat radikal bebas yang berasal dari luar tubuh maka
diperlukan suplemen antioksidan dari luar tubuh salah satunya propolis.
Propolis merupakan suplemen makanan yang paling banyak mengandung
flavonoid yang merupakan antioksidan terpenting untuk tubuh manusia
(Seven, dkk, 2012). Penelitian dari Pillai, dkk, (2010) membuktikan bahwa
tikus yang diinduksi ethanol dan endometasin kemudian diberikan propolis
100-300 mg/kgbb tikus mempunyai efek preventif dan kuratif terhadap
penurunan derajat skor indeks tukak lambung. Namun belum ada penelitian
lebih lanjut tentang pengaruh propolis terhadap tukak lambung yang dinilai
dengan indeks tukak lambung yang diinduksi timbal.
PUD terjadi karena ketidakseimbangan antara faktor offensive (asam,
pepsin, ROS, dan H.pylori) dan faktor defensive (musin, prostaglandin, asam
1
2
bicarbonat, nitrit oksida dan faktor pertumbuhan). Kenaikan ROS dalam sel
mukosa lambung akan menimbulkan proses lipid peroksidasi sebagai faktor
offensive dan penurunan antioksidan yaitu enzym SOD (Superoxide
Dismutase) dan CAT (Catalase) sebagai faktor defensive (Khan, 2011). Inti
dari peroksidasi lipid yaitu ikatan ganda pada membran lemak tak jenuh
(PUFA/polyunsaturated lipid) pada membran sel dan intrasel, mudah terkena
serangan radikal bebas yang berasal dari oksigen (Robbin, dkk, 2007).
Data WHO menyebutkan bahwa kematian akibat tukak lambung di
Indonesia mencapai 0,99 persen yang didapatkan dari angka kematian 8,41
per 100,000 penduduk (WHO, 2011a). BPPK Depkes (2008) menyatakan
bahwa pada tahun 2005-2008, ulkus lambung menempati urutan ke-10 dalam
kategori penyebab kematian pada kelompok umur 45-54 tahun pada laki-laki
(2,7%). Fakta itu dapat dikaitkan dengan Penelitian di Amerika dan Eropa
mengenai timbal masuk ke dalam tubuh kita melalui makanan (terbanyak dan
tergantung dari makanan sehari-hari), air (rata-rata 10 µg/hari) dan udara
(rata-rata 4 µg/hari) (WHO, 2011b), kemudian penelitian Levita, dkk, (2012)
tentang kandungan bahan berbahaya seperti timbal dalam es balok,
membuktikan bahwa semua sampel dari 12 sampel terkandung bahan timbal
dan beberapa diantaranya melebihi kandungan timbal di atas ketentuan
PERMENKES Republik Indonesia No. 416 / MENKES / PER / IX / 1990
yaitu 0,05 mg/L. Walaupun telah banyak ditemukan obat anti tukak di medis,
tukak lambung tetap dapat menyebabkan perforasi dan menjadi penyebab dari
3000 kematian / tahun di Amerika Serikat (Robbin, dkk, 2007).
3
Flavonoid dalam propolis dapat mengikat radikal bebas dengan
memberikan elektron pada O2- dan mengubahnya menjadi O2 sehingga
pemberian propolis dapat mencegah terjadinya penumpukan O2- dan aktifitas
SOD dapat dipertahankan untuk menghindari dari stress oksidative (Hairrudin
dan Helianti, 2009). Penelitian terdahulu membuktikan pemaparan timbal 100
mg/L dan 5000 mg/L oral selama 15 minggu terhadap tikus putih wistar akan
menimbulkan stress oksidative pada lambung yang dinilai dengan
meningkatnya derajat skor indeks tukak lambung (Olaleye, dkk, 2007).
Menurut SNI (2009), Studi toksisitas timbal dosis LD50 pada tikus yaitu 100-
825 mg/kgbb dengan dosis subakut yaitu selama 14 hari. Indeks tukak
lambung adalah alat untuk menilai keparahan tukak lambung dalam (mm2)
(Pillai, dkk, 2010)
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, timbal terbukti dapat
menyebabkan tukak lambung sehingga diperlukan antioksidan eksogen.
Penelitian ini akan membuktikan propolis sebagai antioksidan eksogen
mempunyai pengaruh terhadap indeks tukak lambung.
1.2 Perumusan Masalah
Apakah pemberian propolis berpengaruh terhadap indeks tukak
lambung tikus yang diinduksi timbal?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pemberian propolis terhadap indeks tukak
lambung tikus yang diinduksi timbal.
4
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui rerata indeks tukak lambung tikus putih jantan galur
wistar Kelompok I yang diberi air minum biasa; kelompok II
yang diberi timbal 15 mg/200 grbb tikus; kelompok III yang
diberi timbal+propolis dosis 0,2 ml/200 grbb tikus; Kelompok
IV yang diberi timbal+propolis 0,4 ml/200 grbb tikus, dan
Kelompok V yang diberi timbal+propolis 0,6 ml/ 200 grbb
tikus.
1.3.2.2 Membandingkan rerata indeks tukak lambung tikus putih jantan
galur wistar antara Kelompok I yang diberi air minum biasa;
kelompok II yang diberi timbal 15 mg/200 grbb tikus;
kelompok III yang diberi timbal+propolis dosis 0,2 ml/200
grbb tikus; Kelompok IV yang diberi timbal+propolis 0,4
ml/200 grbb tikus, dan Kelompok V yang diberi
timbal+propolis 0,6 ml/ 200 grbb tikus.
1.4 Manfaat Penelitian
I.4.1 Manfaat Teoritis
1.4.1.1 Memberikan informasi untuk penelitian lebih lanjut tentang
pengaruh propolis terhadap indeks tukak lambung yang diberi
induksi timbal.
1.4.1.2 Menambah khasanah dan pengembangan ilmu pengetahuan
tentang obat herbal.
5
I.4.2 Manfaat Praktis
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat
propolis sebagai antioksidan yang mempunyai efek preventif
terhadap tukak lambung.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lambung
2.1.1 Tukak Lambung
Tukak lambung didefinisikan sebagai defek pada mukosa
saluran cerna yaitu lambung yang meluas melalui mukosa muskularis
hingga submukosa atau lebih dalam (Robbin, dkk, 2007). Tukak
lambung dapat diamati dengan gambaran makroskopis dan
mikroskopis.
A. Gambaran Makroskopis :
Tukak lambung berupa ulkus ini adalah defek di mukosa
yang menembus paling sedikit hingga submukosa, dan sering
hingga muskularis propria atau lebih dalam. Sebagian besar berupa
kawah bundar berbatas tegas dengan garis tengah 2 sampai 4 cm
(punched-out) (Robbin, dkk, 2007).
Tukak lambung menggunakan indeks tukak lambung untuk
menghitung luas area mukosa lambung dalam (mm2) yang
digunakan untuk menilai keparahan tukak lambung secara
prosentasi area yang terkena, kemudian dimasukan ke dalam skor
indeks tukak dengan rumus: (Pillai, dkk, 2010)
% area=Total luas are a yang terkena tukakTotal luas areakorpus lambung
x100
7
Tabel 2.1. Skor indeks tukak lambung berdasarkan prosentase (Pillai, dkk, 2010)
Skor indeks Tukak % area
0 No ulcer
1 <0,5
2 0,5-2,5
3 2,5-5,9
4 5-10
5 11-15
6 15-20
7 20-25
8 25-30
9 30-35
10 >35
\
Gambar 2.1. Gambar makroskopis lambung yang terkena tukak lambung. A. Normal, B. Tukak lambung, C-D. Mulai sembuh dengan perlakuan (Thippeswamy, dkk, 2010)
B. Gambaran mikroskopis :
8
1. Adanya lapisan tipis debris fibrinoid nekrotik.
2. Adanya Zona infiltrat peradangan nonspesifik aktif dengan
dominasi neutrofil.
3. Adanya Jaringan Granulasi yang terletak lebih dalam.
4. Adanya Jaringan parut fibrosa kolagenosa yang menyebar
luas dari tepi ulkus (Robbin, dkk, 2007).
Gambar 2.2. Gambar mikroskopis lambung. A: Normal lambung, B-G: Tukak Lambung (Morsy dkk. 2012)
2.1.2 Faktor yang mempengaruhi Tukak Lambung
2.1.2.1 NSAID
Prostaglandin adalah faktor kuat devensif dari mukosa
lambung dikarenakan berfungsi sebagai homeostasis, dengan
cara menjaga intregitas mukosa dan aliran darah di mukosa.
9
Dengan pemakaian NSAID, maka akan dihambatnya enzym
COX-1. Sebaliknya enzym COX-1 berfungsi untuk
memproduksi prostaglandin. Sehingga dengan pemakaian
NSAID, prostaglandin akan berkurang (Syam, dkk, 2009).
2.1.2.2 Helicobacter Pylori
Helicobacter pylori yang disingkat H.pylori adalah bakteri
gram negatif, yang terdapat pada lambung. H.pylori masuk ke
mukosa lambung, dan membuat inflamasi sehingga
menjadikan faktor potensial untuk terjadinya tukak lambung
(Ramakhrisnan dan Robert, 2007).
2.1.2.3 Faktor Psikis
Seseorang yang selalu tegang, waswas, sangat aktif di
berbagai bidang, suka melawan arus, seseorang yang tidak
mudah menerima kenyataan adanya kegagalan, rumit dan
selalu mencari sesuatu yang terbaik dalam lingkungan
hidupnya untuk menjadi superior adalah kriteria seseorang
yang mempunya resiko terkena tukak peptik (Hadi, 2002).
2.1.2.4 Bahan iritan dan polutan
Bahan-bahan itu antara lain alkohol, merokok, dan upaya
bunuh diri dengan cairan asam dan basa merupakan faktor
predisposisi terjadinya lesi pada lambung (Robbin, dkk, 2007).
Demikian pula dengan bahan radikal bebas eksterna salah
satunya logam berat yaitu timbal (Olaleye, dkk, 2007).
10
2.2 Timbal
2.2.1 Gambaran Umum
Timbal atau dalam keseharian dikenal dengan nama timah
hitam, dalam bahasa ilmiahnya dinamakan Plumbum / Lead dan
disimbolkan dengan Pb. Timbal memiliki nomor atom 83, massa
atom 207,19 g/mol, titik didih 1740°C, titik leleh 328°C, dan masa
jenis 11,34 g/ml. Konfigurasi elektron (Xe) 4f145d106s26s3. Di alam
timbal banyak ditemukan dalam fase padat (Chang, 2005).
Timbal termasuk Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). B3
adalah setiap bahan yang karena sifat atau konsentrasi, jumlahnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia serta mahluk hidup lain (Pasal 1 (17) UU No. 23
1997) (Sudarmaji dan Corie, 2006). Timbal merupakan salah satu
jenis logam berat yang terjadi secara alami. Tersedia dalam bentuk
biji logam, kemudian terdapat juga dalam percikan gunung berapi,
dan dapat di peroleh di alam.
Seiring meningkatnya aktivitas manusia, seperti
pertambangan dan peleburan, kemudian penggunaan bahan bakar
minyak, dan masih banyak sumber timbal lain seperti dalam
pembuatan suatu produk, menyebabkan kandungan timbal di
biosphere telah meningkat dalam 300 tahun terakhir (NHMRC,
2009). Timbal dapat masuk dalam lingkungan dan tubuh manusia
11
dari berbagai macam sumber seperti bensin (petrol), daur ulang atau
pembuangan baterai mobil, mainan, cat, pipa, tanah, beberapa jenis
kosmetik dan obat tradisional dan berbagai sumber lainnya (WHO,
2011b). Di berbagai negara berkembang, sumber utama kontak
dengan timbal berasal dari bensin bertimbal. Selain itu berbagai
produk konsumsi seperti yang disebutkan diatas dan makanan juga
dapat mengandung timbal (Suherni, 2010)
2.2.2 Studi Toksisitas Timbal
Penelitian terbaru menunjukkan batas kandungan timbal di
dalam darah adalah 10 µg/dl (Suherni, 2010). Tingkat keracunan Pb
dapat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan musim. Pada usia
muda seseorang lebih rentan terhadap keracunan Pb dan temperatur
yang tinggi akan meningkatkan daya racun pada anak-anak
(Muntaha, 2011). Jika timbal di dalam darah lebih dari 50 µg/dL bisa
menyebabkan rusaknya ginjal dan anemia. Konsentrasi timbal 100
µg/dl dalam darah anak bisa menyebabkan penyakit serius, coma,
dan kematian. Penelitian menunjukkan anak-anak sekolah di Jakarta
memiliki kandungan timbal dalam darah berkisar 10-14.9 µg/dL
(Suherni, 2010).
Gangguan-gangguan lain yang dapat ditimbulkan oleh timbal
di dalam tubuh adalah gangguan neurologi (encephalopathy, ataxia,
stupor, kejang tubuh, dan neuropati perifer), gangguan fungsi ginjal
(tubulus renal, fibrosis, nefritis kronis, dan lain-lain), gangguan
12
reproduksi (keguguran, kematian janin, dan kelainan kromosom),
gangguan hemopoitik (anemia), tingkat kecerdasan maupun perilaku
anak (perkembangan IQ, hiperaktif, susah dalam belajar dan masalah
dalam bersikap seperti kurang peduli) (Sudarmaji dan Corie, 2006)
dan gangguan gastrointestinal (tukak lambung, dll) (Olaleye, dkk,
2007) .
2.2.3 Pengaruh Timbal terhadap Tukak Lambung
Timbal akan masuk melalui per oral dan akan masuk ke
saluran pencernaan. Saluran pencernaan pertama kali yang dilewati
adalah esofagus, lambung, dan seterusnya. Di dalam lambung,
timbal dengan diperantarai ROS akan membentuk suatu jejas sel.
Salah satu Reaksi yang digunakan adalah peroksidasi lipid membran.
Intinya yaitu ikatan ganda pada membran lemak tak jenuh
(PUFA/polyunsaturated lipid) pada membran sel dan intrasel mudah
terkena serangan radikal bebas yang berasal dari oksigen kemudian
dapat menimbulkan stress oxidative pada sel mukosa lambung yang
akan menyebabkan tukak lambung (Robbin, dkk, 2007).
Interaksi radikal lemak menghasilkan peroksida yang tidak
stabil dan reaktif kemudian terjadi reaksi rantai autokatalitik
(Robbin, dkk, 2007). Lipid peroksidasi terdiri dari 3 proses yaitu
inisiasi, propagasi, dan terminasi. Proses inisiasi adalah awal
bermulanya reaksi lipid peroksidasi dengan mengubah molekul lipid
(LH) berikatan dengan produk radikal bebas menjadi radikal lipid.
13
Kemudian proses selanjutnya adalah propagasi. Proses propagasi
yaitu radikal lipid berikatan dengan oksigen menjadi suatu ikatan
rantai radikal bebas, yang akan berikatan dengan molekul lipid dari
membran lain yang lebih cepat merusak dan lebih terikat daripada
produk radikal bebas pada tahap inisisasi. Pada tahap terminasi atau
tahap terakhir, ikatan pada rantai radikal bebas akan berikatan
dengan radikal lipid sendiri, atau berikatan terhadap rantai radikal
bebas yang lain, dan atau berikatan terhadap senyawa lain seperti
halnya protein yang pada akhirnya akan merusak daripada sel
tersebut (stress oxidative) . Siklus proses itu akan terus berlanjut bila
faktor dari radikal bebas yang terus sangat tinggi dan atau faktor anti
oksidan yang kurang atau rendah (Min dan Ahn, 2005).
Penelitian membuktikan bahwa pemberian timbal 100 mg/L
dan 5000 mg/L selama 15 minggu pada tikus putih wistar akan
merusak histologi mukosa lambung secara signifikan. Kerusakan
tersebut disertai peningkatan marker lipid peroksidasi yaitu TBA
(asam thiobarbituric) sebagai zat offensive (radikal bebas) dan
penurunan SOD dan CAT sebagai antioksidan (Olaleye, dkk, 2007).
Penelitian lain membuktikan bahwa pemberian timbal 1% pada tikus
putih selama 1-4 minggu membuktikan bahwa adanya kenaikan NO
(Nitric Oxide). Kenaikan NO pada minggu pertama dan kedua akan
menurunkan tingkat sekresi asam lambung, tetapi pada minggu
ketiga dan keempat akan menaikkan dari sekresi asam lambung yang
14
berhubungan dengan sel ECL (Enterocromafin like) dan Histamin
(Vahedian dkk. 2011).
2.3 Propolis
2.3.1 Definisi
Propolis adalah nama generik dari material getah yang
berfungsi sebagai perekat yang kuat sarang lebah oleh lebah madu
(Apis mellifera L.) dari berbagai sumber tanaman. Kata propolis
berasal dari pro berarti pertahanan dan polis berarti kota, dimana
yang dimaksud adalah pertahanan sarang lebah. Lebah menggunakan
propolis untuk merekatkan lubang di sarang mereka, menghaluskan
dinding dalam, dan untuk melindungi dari bangkai penyusup yang
mati di dalam sarang untuk menjaga komposisi yang ada. Propolis
juga melindungi koloni lebah dari berbagai penyakit sebab dipakai
sebagai antiseptik dan antimikroba. Karateristik propolis adalah
lipofili yang keras dan rapuh ketika dingin, tetapi lembut, lentur dan
lengket ketika hangat (Pillai, dkk, 2010). Propolis mempunyai sifat
adhesif, berwarna kuning gelap hingga coklat bewarna seperti
balsam dan mempunyai bau seperti getah. Propolis dikumpulkan dari
tunas, daun, dan sejenisnya dari berbagai tumbuhan seperti pinus,
pohon oak, eukaliptus, pohon poplar, kastanye dan seterusnya oleh
lebah akan dicampurkan dengan “wax” (sejenis lilin) mereka (Seven,
dkk, 2012).
2.3.2 Kandungan Propolis
15
Propolis terdiri dari lebih dari 300 komponen, termasuk
phenolic aldehid, polyphenoid, sequiterpen kuanain, kumarin,
steroid, asam amino, flavonoid, dan senyawa inorganik (Pillai, dkk,
2010). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Popova, dkk, (2007)
yang diambil dari 114 sampel propolis pohon poplar, propolis
tersusun dari balsam 45%, phenolic 21%, flavon dan flavonoid 4%,
flavons dan dihidroflavonoid 4%, Sumber lain mengatakan bahwa
kandungan propolis adalah Getah dan balsam 50%, Wax 30%,
minyak essensial dan aromatik 10%, serbuk sari 5% dan substansi
lain 5% (Coneac, dkk, 2008).
2.3.3 Fungsi Propolis
Penggunaan propolis sebagai obat yang terkenal di seluruh
dunia diperkirakan sudah sejak 300 SM. propolis dikenal oleh
banyaknya manfaat bagi manusia sebagai contoh sebagai
hepatoprotektif, antitumor, antioksidan, antimikroba, anti
peradangan dan propolis juga dapat digunakan sebagai produk dari
industri obat serta produk dari makanan sehat (Yang, dkk, 2011).
Fungsi utama propolis adalah antioksidan. Unsur utama antioksidan
pada propolis adalah flavonoid. Flavonoid termasuk dari kategori
senyawa fenolik (Samanta, dkk, 2011). Penelitian telah
membuktikan bahwa flavonoid bekerja sebagai antioksidan dengan
cara meningkatkan sistem antioksidan tubuh utama seperti SOD dan
CAT sehingga dapat mereduksi sistem radikal bebas terutama lipid
16
peroksidasi. Propolis mengandung flavonoid 14,9 g/kg propolis.
Oleh sebab itu propolis dapat digunakan sebagai antikanker,
penyakit jantung, diabetes, hepatoprotektif, neurotoksik, dan
penyakit lain yang berhubungan dengan radikal bebas (Seven, dkk,
2012).
2.3.4 Peran Propolis Terhadap Tukak Lambung
Flavonoid dalam propolis dapat mengikat radikal bebas
dengan memberikan elektron pada O2- dan mengubahnya menjadi O2
sehingga pemberian propolis dapat mencegah terjadinya
penumpukan O2- dan aktifitas SOD dapat dipertahankan untuk
menghindari dari stress oksidative (Hairrudin dan Helianti, 2009).
Penelitian Pillai, dkk, (2010) membuktikan bahwa mencit yang
diinduksi ethanol dan indometasin kemudian diberikan propolis
sebelum atau sesudah induksi zat uji 100-300 mg/KgBB selama 15
hari menunjukkan efek preventif dan kuratif terhadap PUD yang
dinilai dengan indeks tukak lambung. Perubahan pada mukosa gaster
yang menjadi baik dan penurunan sekresi asam lambung pada tukak
lambung menjadikan propolis memiliki aktifitas sitoprotektif dan
antioksidan yang kuat. Banyak penelitian lain yang membuktikan
bahwa senyawa flavonoid pada propolis bagus untuk tukak lambung
dengan aktifitas antioksidan yang dikandung flavonoid, sehingga
dapat mereduksi radikal bebas dan menurunkan lipid peroksidasi
(Seven, dkk, 2012). Sumber radikal bebas dari timbal akan
17
dinetralisir oleh enzim superoksida dismutase (SOD) dengan reaksi
2O2- + 2H 2H2O2+ O2, kemudian diteruskan oleh enzim katalase
(CAT) dengan reaksi 2H2O2 O2 + 2H2O yang menghasilkan
oksigen dan air yang kemudian dapat dikeluarkan melalui urin,
sehingga radikal bebas akan tereduksi dan berkurangnya lipid
peroksidasi (Robbin, dkk, 2007).
2.4 Kerangka Teori
PROPOLIS
UDARAAIRMAKANANFLAVONOID
18
2.5 Kerangka Konsep
2.6 Hipotesis
Pemberian propolis berpengaruh terhadap indeks tukak lambung tikus
putih jantan galur wistar yang diinduksi timbal.
BAB III
METODE PENELITIAN
KADAR TIMBAL
ROS
PEROKSIDASI LIPID
SOD DAN CAT
STRESS OXIDATIVE
Propolis Indeks tukak Lambung
Timbal
H.Pylori
NSAID
Psikis
PUFA
INDEKS TUKAK LAMBUNG
KERUSAKAN LAMBUNG
19
3.1 Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental
dengan menggunakan rancangan penelitian “post test only control group
design” (Pratiknya, 2003).
3.2 Variabel dan Definisi Operasional
3.2.1 Variabel Penelitian
3.2.1.1 Variabel bebas
Propolis
3.2.1.2 Variabel tergantung
Indeks Tukak Lambung
3.2.2 Definisi Operasional
3.2.2.1 Propolis
Propolis yang digunakan adalah propolis dalam sediaan
cair yang diproduksi oleh PT Melia Nature Indonesia yang
mempunyai kandungan propolis murni 150 mg/ml.
Diberikan pada tikus per oral dengan memakai sonde satu
kali sehari selama 14 hari dengan dosis 0,2 ml/200 grbb
tikus; 0,4 ml/200 grbb tikus dan 0,6 ml/200 grbb tikus.
Skala data : Rasio
3.2.2.2 Indeks Tukak Lambung
Indeks tukak lambung diukur dengan menghitung luas
area mukosa lambung dalam (mm2) yang digunakan untuk
20
menilai keparahan tukak lambung secara prosentasi area
yang terkena, kemudian dimasukan ke dalam skor indeks
tukak dengan rumus: (Pillai, dkk, 2010)
% area=Total luas area yang terkena tukakTotal luas area korpus lambung
x100
Tabel 3.1. Skor indeks tukak lambung berdasarkan prosentase (Pillai, dkk, 2010)
Skor indeks Tukak % area
0 No ulcer
1 <0,5
2 0,5-2,5
3 2,5-5,9
4 5-10
5 11-15
6 15-20
7 20-25
8 25-30
9 30-35
10 >35
Skala data : Rasio
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
21
Hewan percobaan adalah tikus jantan galur wistar yang
diperoleh dari Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Negeri
Semarang.
3.3.2 Sampel
3.3.2.1 Besar sampel
Penentuan besar sampel berdasarkan ketetapan
WHO yang menyebutkan batas minimal hewan coba yang
digunakan dalam penelitian eksperimental adalah 5 ekor
tiap kelompok penelitian. Penelitian ini dilakukan pada 5
kelompok perlakuan, sehingga total jumlah sampel adalah
25 ekor.
3.3.2.2 Kriteria inklusi
Tikus yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Umur tikus ±3 bulan
2. Berat badan 150-200 gram
3. Sehat yang ditandai dengan banyak gerak, makan dan
minum normal, tidak ada luka dan cacat.
3.3.2.3 Cara pengambilan sampel
Pengambilan sampel secara random dengan sistem
pengundian (simple random sampling) dimaksudkan agar
setiap tikus tersebut mempunyai kesempatan sama untuk
menjadi sampel dalam penelitian (Notoatmojo, 2005).
Sistem pengundian dilakukan dengan cara mengundi
22
gulungan kertas sejumlah sampel, yang didalamnya
tertuliskan nomor sampel yang akan dipasangkan dengan
gulungan kertas yang didalamnya bertuliskan jenis
kelompok (Praktiknya, 2003).
3.4 Instrumen dan Bahan Penelitian
3.4.1 Instrumen Penelitian
3.4.1.1 Kandang tikus lengkap dengan tempat pakan dan
minumannya.
3.4.1.2 Timbangan tikus
3.4.1.3 Sonde oral
3.4.1.4 Alat untuk mengambil organ ( alat bedah minor )
3.4.1.5 Alat pemotong jaringan (mikrotom)
3.4.1.6 Tabung untuk menampung organ yang akan difiksasi dalam
formalin
3.4.1.7 Oven
3.4.1.8 Label untuk identitas preparat
3.4.1.9 Lampu spirtus
3.4.1.10 Mikrometer digital
3.4.1.11 Jarum Pentul
3.4.2 Bahan penelitian
3.4.2.1 Bahan – Bahan Untuk Pemeliharaan Hewan Coba
23
3.4.2.1.1 Aquadest
3.4.2.1.2 Pakan pellet
3.4.2.2 Bahan – bahan untuk perlakuan pada tikus
3.4.2.2.1 Propolis
3.4.2.2.2 Timbal
3.4 Cara Penelitian
3.5.1 Persiapan penelitian
3.5.1.1 Menentukan Dosis Propolis
Dosis propolis yang digunakan berdasarkan
penelitian Pillai, dkk, (2010) yaitu 100-300 mg/kgbb tikus.
Kemudian melakukan perhitungan konversi dosis dari
propolis sediaan PT. MNI dengan perhitungan :
1. Berat badan tikus kita konversi 200 gr . Sehingga
dosis propolis sumber referensi menjadi 20-60 mg
per tikus.(1000gr/200gr : 5 ; 100-300/5 : 20-60)
2. Sedangkan dosis propolis dalam 1ml botol PT.
MNI adalah 150 mg/ml.
3. Oleh sebab itu peneliti akan mengambil
pertengahan dan memberikan propolis terhadap
kelompok III sebesar 30 mg, IV sebesar 60 mg,
dan V sebesar 90 mg.(dalam lingkup referensi)
4. Jika data dari miligram propolis dikonversi ke
dalam ml, maka kita dapatkan:
24
a. Kelompok III : (150mg/30mg=5.
1ml/5= 0,2 ml ) = 0,2 ml/200gr/hari
b. Kelompok IV : 0,4 ml/200gr/hari (2x
lipat dari kelompok III
c. Kelompok V : 0,6 ml/200gr/hari (3x
lipat dari kelompok III)
d. 3.5.1.2 Menentukan Dosis
Timbal
Pemberian dosis timbal berdasarkan 3 sumber
utama:
1. Penelitian Olaleye, dkk, (2007) dengan pemberian
timbal 100 mg/L dan 5000 mg/L dapat merusak
lambung yang diukur dengan skor indeks tukak.
Dapat kita konversi menjadi 0,1 mg/mL dan 5
mg/mL
2. Menurut SNI, LD50 pada tikus yaitu 100-825
mg/kgbb. Dapat kita konversi menjadi 20 – 165
mg/200grbb tikus
3. Penelitian Suprijono, dkk, (2010) membuktikan
tentang efek merukak dalam histopatologi hati yang
di induksi timbal sebesar 10 mg
Oleh sebab itu, peneliti akan memberikan dosis di antara
ketiga sumber tersebut agar mendapatkan hasil maksimal,
25
yaitu 15 mg/200grbb tikus selama 14 hari yang dilarutkan
dalam 1ml aquadest.
3.5.2 Pelaksanaan Penelitian
3.5.2.1 Menyiapkan cairan propolis lebah dan timbal yang
diencerkan dalam 1 ml
3.5.2.2 Menimbang berat badan tikus
3.5.2.3 Memberi perlakuan yang dibagi dalam 5 kelompok selama
14 hari:
Kelompok I : Kelompok kontrol, tikus diberi pakan dan
minum standart selama 14 hari
Kelompok II : Kelompok perlakuan timbal, tikus diberi
pakan, minum standart dan timbal dosis 15 mg/ 200
grBB/oral/hari selama 14 hari
Kelompok III : Kelompok perlakuan pemberian propolis
dosis 1, Tikus di beri pakan, minum, dan timbal dosis 15
mg/ 200grbb/oral/hari, 30 menit kemudian diberi propolis
dosis 0,2 ml/ 200 grbb tikus secara sonde oral selama 14
hari
Kelompok IV : Kelompok perlakuan pemberian propolis
dosis 2, Tikus di beri pakan, minum, dan timbal dosis 15
mg/ 200grbb/oral/hari, 30 menit kemudian diberi propolis
dosis 0,4 ml/ 200 grbb tikus secara sonde oral selama 14
hari
26
Kelompok V : Kelompok perlakuan pemberian propolis
dosis 3, Tikus di beri pakan, minum, dan timbal dosis 15
mg/ 200grbb/oral/hari, 30 menit kemudian diberi propolis
dosis 0,8 ml/ 200 grbb tikus secara sonde oral selama 14
hari
3.5.2.4 Pada hari ke 15 tikus diterminasi dengan cara di bius,
kemudian di dekapitasi dan bila sudah dipastikan mati,
maka akan dibedah untuk diambil organ lambung.
3.5.2.5 Kemudian pengukuran area luas tukak lambung dan area
corpus lambung dengan mikrometer digital dalam mm2
sesuai dengan cara penilaian indeks tukak lambung. Setelah
itu dimasukan ke dalam rumus dan skor indeks tukak
lambung sesuai pillai, dkk, (2010)
3.6 Tempat dan Waktu
3.6.1 Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Biologi Universitas Negeri
Semarang.
3.6.2 Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2013.
3.7 Analisis Data
27
Hasil penelitian berupa rerata indeks tukak lambung berdasarkan presentasi
luas area dan skor indeks tukak. Untuk mengetahui normalitas data
digunakan uji Saphiro Wilk. Untuk uji homogenitas data menggunakan
leuvene’s test. Didapatkan distribusi data tidak normal dan varians data
sama, kemudian dilakukan transformasi data. Hasil tetap tidak berdistribusi
normal, sehingga dilakukan uji alternatif Kruskal-Wallis, dilanjutkan uji
Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan antar 2 kelompok penelitian.
3.8 Alur Kerja
BAB IV
Tikus putih jantan galur wistar 30 ekor
Randomisasi
Kelompok I(5 ekor)
Kelompok II(5 ekor)
Kelompok III(5 ekor)
Kelompok IV(5 ekor)
Kelompok V(5 ekor)
Pakan dan minum standart
Pakan, minum standart,dan
timbal 15mg/200grbb
Propolis 0,2 ml/ 200grbb
Propolis 0,4 ml/ 200grbb
Propolis 0,6 ml/ 200grbb
Bius+dekapitasi leher tikus pada hari ke 15
Pengukuran Indeks tukak lambung
Pakan, minum standart dan timbal 15 mg/200grbb/oral/hari
28
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 25 tikus jantan galur
wistar dengan usia ±3 bulan dengan berat badan tikus 150 – 200 gram yang
dibagi dalam 5 kelompok secara acak. Kelompok I diberikan aquadest,
kelompok II diberikan timbal 15 mg, kelompok III diberikan timbal 15 mg
dan propolis 0,2 ml, kelompok IV diberikan timbal 15 mg dan propolis 0,4
mg, dan kelompok V diberikan timbal 15mg dan propolis 0,6 ml. Penelitian
dilakukan selama 14 hari, selanjutnya lambung diperiksa secara makroskopis
sesuai dengan perhitungan indeks tukak lambung dengan menilai rasio luas
tukak lambung dibandingkan dengan luas corpus lambung, kemudian
dimasukkan ke dalam skor indeks tukak lambung (Pillai, dkk, 2010).
Pengukuran luas menggunakan mikrometer digital. Hasil rerata indeks tukak
lambung masing-masing kelompok:
Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0.8
7.8
4.4
2.2 1.8Rera
ta In
deks
Tuk
ak La
mbu
ng
Gambar 4.1 Hasil rerata indeks tukak lambung pada masing-masing kelompokGambar 4.1 menunjukan bahwa kelompok I memiliki rerata 0,8±1,08,
29
kelompok II memiliki rerata terbesar yaitu 7,8±2,16. Rerata kelompok III
adalah 4,4±3,36, rerata kelompok IV adalah 2,2±3,19, sedangkan rerata pada
kelompok V adalah 1,8±1,7 sehingga hasilnya adalah terdapat perbedaan
antara kelima kelompok tersebut.
Hasil uji normalitas data dengan Shapiro-Wilk didapatkan data pada
kelompok II, kelompok III, dan kelompok V didapatkan nilai p>0,05, dan pada
kelompok I dan kelompok IV didapatkan p<0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa distribusi data tidak normal (terlampir) . Untuk uji
homogenitas dengan Leuvene test didapatkan hasil 0,135 (p>0,05) sehingga
syarat homogenitas data terpenuhi (terlampir).
Karena Uji normalitas didapatkan sebaran data tidak normal sehingga
dilakukan transformasi data untuk menormalkan distribusi data. Setelah
dilakukan transformasi data, sebaran data tetap tidak normal sehingga
dilakukan uji alternatif non parametrik dengan Kruskal-Wallis.
Hasil uji Kruskal-Wallis didapatkan nilai p = 0,014 (p<0,05), maka dapat
diambil kesimpulan bahwa paling tidak terdapat 2 kelompok yang
memiliki rata-rata indeks tukak lambung yang berbeda. Untuk
mengetahui kelompok mana yang mempunyai perbedaan yang signifikan,
maka dilakukan uji beda 2 kelompok dengan menggunakan Mann
Whitney.
Tabel 4.1. Data hasil Uji Mann-Whitney
30
Kelompok p Keterangan
Kelompok I >< kelompok II 0,008 Signifikan
Kelompok I >< kelompok III 0,052 tidak signifikan
Kelompok I >< kelompok IV 0,637 tidak signifikan
Kelompok I >< kelompok V 0,309 tidak signifikan
Kelompok II >< kelompok III 0,09 tidak signifikan
Kelompok II >< kelompok IV 0,026 signifikan
Kelompok II >< kelompok V 0,009 signifikan
Kelompok III >< kelompok IV 0,331 tidak signifikan
Kelompok III >< kelompok V 0,167 tidak signifikan
Kelompok IV >< kelompok V 1 tidak signifikan
Dari hasil uji Mann-Whitney, rerata indeks tukak lambung antara
kelompok aquades berbeda signifikan dengan kelompok timbal dan tidak
berbeda signifikan dengan semua kelompok yang diberikan perlakuan timbal
dan propolis. Kemudian rerata antara kelompok timbal dan Kelompok
perlakuan timbal+propolis terdapat perbedaan yang signifikan pada
kelompok IV dan V tetapi tidak berbeda signifikan dengan kelompok III.
Selanjutnya tidak berbeda signifikan antar kelompok III, IV, dan V.
4.2 Pembahasan
Uji analisis yang dilakukan pada kelompok I menunjukkan hasil rerata
indeks tukak lambung paling rendah. Kemudian pada kelompok II
menunjukkan hasil rerata yang paling tinggi. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Olaleye, dkk, (2007) yang membuktikan dengan pemberian
31
timbal 100 mg/L dan 5000 mg/L dapat menimbulkan stress oksidative yang
mengakibatkan tukak lambung.
Kerusakan lambung terjadi karena ketidakseimbangan antara faktor
offensive (asam, pepsin, ROS, dan H.pylori) dan faktor defensive (musin,
prostaglandin, asam bicarbonat, nitrit oksida dan faktor pertumbuhan).
Kenaikan ROS yang diinduksi timbal dalam sel mukosa lambung akan
menimbulkan proses lipid peroksidasi sebagai faktor offensive dan penurunan
antioksidan yaitu enyzm SOD (Superoxide Dismutase) dan CAT (Catalase)
sebagai faktor defensive (Khan, 2011). Inti dari lipid peroksidasi yaitu ikatan
ganda pada membran lemak tak jenuh (PUFA/polyunsaturated lipid), yaitu
pada membran sel dan intrasel sangat mudah terkena serangan radikal bebas
yang berasal dari oksigen, sehingga dapat menimbulkan stress oxidative pada
sel mukosa lambung yang akan menyebabkan kerusakan lambung dan
berakhir pada tukak lambung (Robbin, dkk, 2007).
Rerata indeks tukak lambung antara kelompok timbal dan semua
kelompok perlakuan terdapat perbedaan. Perbedaan yang signifikan
didapatkan antara kelompok timbal dengan kelompok IV dan V. Rerata
indeks tukak lambung kelompok aquadest tidak berbeda bermakna dengan
kelompok perlakuan propolis. Hasil ini sejalan dengan Pillai, dkk, (2010)
yang membuktikan bahwa tikus yang diinduksi ethanol dan endometasin
kemudian diberikan propolis 100-300 mg/kgbb tikus mempunyai efek
preventif terhadap penurunan derajat skor indeks tukak lambung.
Hal tersebut disebabkan oleh kandungan antioksidan kuat pada propolis
32
yaitu flavonoid. Flavonoid dalam propolis dapat meningkatkan aktifitas
antioksidan dalam tubuh yaitu enzim superoksida dismutase (SOD) dan
enzim katalase (CAT) yang beguna untuk mengikat radikal bebas. SOD
dengan reaksi 2O2- + 2H 2H2O2+ O2, kemudian diteruskan oleh enzim
(CAT) dengan reaksi 2H2O2 O2 + 2H2O akan menghasilkan oksigen dan air.
Hasil tersebut kemudian dikeluarkan melalui urin dan akhirnya radikal bebas
akan tereduksi, sehingga aktifitas lipid peroksidasi berkurang (Robbin, dkk,
2007). Penelitian ini membuktikan propolis mempunyai efek preventif untuk
mencegah terjadinya kerusakan mukosa lambung pada tikus yang diberi
induksi timbal (ROS).
Uji analisis rerata indeks tukak lambung antara kelompok timbal dan
Kelompok II tidak berbeda signifikan. Tetapi tidak berbeda signifikan antar
ketiga dosis perlakuan propolis yaitu kelompok III, IV, dan V. Hal tersebut
kemungkinan dosis kelompok III yaitu 0,2 ml propolis sudah mampu
meningkatkan antioksidan endogen dan menurunkan ROS, tetapi belum
menjadi dosis yang tepat. Dosis IV dan V sudah cukup untuk efek preventif
pada lambung. Tetapi belum diketahui dosis pasti antara dosis kelompok IV
dan V, kemudian efek samping yang ditimbulkan dari pemberian propolis
jika berlebihan.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah waktu yang masih kurang
untuk melihat efek tukak lambung secara makroskopis yang maksimal.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
33
5.1. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat di simpulkan
bahwa:
5.1.1. Pemberian propolis berpengaruh terhadap kerusakan mukosa yang
dilihat dari indeks tukak lambung akibat induksi timbal.
5.1.2. Hasil rerata indeks tukak lambung kelompok I yang diberikan aquades
sebagai kontrol: 0,8; kelompok II yang diberikan timbal 15 mg/200grbb
tikus: 7,8; kelompok III yang diberikan timbal + propolis 0,2
ml/200grbb tikus: 4,4; kelompok IV yang diberikan timbal + propolis
0,4 ml/200grbb tikus: 2,2; dan kelompok V yang diberikan timbal +
propolis 0,6 ml/200grbb tikus : 1,8.
5.1.3. Hasil rerata indeks tukak lambung antara kelompok aquades berbeda
signifikan dengan kelompok timbal dan tidak berbeda signifikan
dengan semua kelompok yang diberikan perlakuan timbal dan propolis.
Kemudian rerata antara kelompok timbal dan Kelompok perlakuan
timbal+propolis terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok IV
dan V tetapi tidak berbeda signifikan dengan kelompok III. Selanjutnya
didapatkan hasil tidak berbeda signifikan antar kelompok III, IV, dan
V.
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian di atas :
34
5.2.1 Perlu dilakukan penelitian dengan waktu yang lebih lama atau dengan
meningkatkan dosis timbal agar diketahui efektifitas propolis secara
nyata pada lambung yang dilihat secara makroskopis.
5.2.2 Perlu dilakukan pengamatan secara mikroskopis histopatologis
lambung dan MDA lambung.
5.2.3 Perlu dilakukan penelitian tentang efek samping pada dosis propolis
yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Amira, A.M., Adly, 2010, Oxidative Stres and Disease : An Update Review, Journal of Immunology Res, 3 (2): 129 – 45
35
BPPK DEPKES RI, 2008, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 : Laporan Nasional 2007, 2008, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 277-83
Chang, R., 2005, General Chemistry, edisi 3, Random house. USA
Coneac, G., Gafitanu, E., Hadaruga, D.I., Hadaruga, N.G., Pinzaru, I.A., Bandur, G., Ursica, L., Paunescu, V., Gruia, A., 2008, Flavonoid Contents of Propolis from the West Side of Romania and Correlation with the Antioxidant Activity, Chem. Bull. POLITEHNICA, 53(67): 56-60
Hadi, S., 2002, Gastroenterologi, edisi 7, Alumni, Bandung: 67-76
Hairudin., Helianti, D., 2009, Efek Protektif Propolis Dalam Mencegah Stress Oksidatif Akibat Aktivitas Fisik Berat, Jurnal Ilmu Dasar, X (2): 207-11
Junqueira, 2007, Histologi Dasar Teks dan Atlas, Edisi 8, EGC, Jakarta, hal: 317-24
Khan, M.S.A., 2011, Gastroprotective Effext of Tabernaemontana d ivaricata (Linn.) R.Br. Flower Methanolic Extract in Wistar Rats, 1(3): 88-98
Levita, J., Muchtaridi, Kurniawati, D., 2012, Penetapan Kadar Logam Berat Timbal, Kadmium, dan Raksa Pada Es Balok yang Berasal Dari Depot Es Balok di Wilayah Bandung, [Jurnal], Bandung: Universitas Padjajaran
Min, B., Ahn, D.U., 2005, Mechanism of Lipid Peroxidation in Meat and Meat Products, Food Sci. Biotechnol., 14(1): 152-163
Morsys, M.A., Gehan, H.H., Soha, A.A., Remon, R.R., 2012, Protective Effects of Nebivolol Againts Cold Restraint Stress-Induced Gastric Ulcer in Rats: Role of NO, HO-1, and COX-1,2, Elsevier, 27(2): 117-22
Mukherje, M., Bhaskaran, N., Shivaprasad, H.N., Allan, J.J., Shekhar, D., Agarwal, A., 2010, Anti-ulcer and antioxidant activity of GutGard, Indian Journal of Experimental Bio., 48: 269-74
Muntaha, A., 2011, Analisis Kadar Timbal Dalam Lingkungan Kerja Terhadap Kadar Timbal Dalam Darah dan Hubungannya dengan Kejadian Anemia pada Pekerja Industri Elektronik, Jurnal Kesehatan Bina Husada, 7(4): 123-34
NHMRC, 2009, Blood Lead Levels of Australians, Dalam: http://www. nhmrc.gov.au/_files_nhmrc/publications/attachments/gp2-lead-info paper.pdf . Dikutip tanggal 15 Desember 2012
36
Notoatmojo, S., 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan,Penerbit: Rineka Cipta, Jakarta
Olaleye, S.B., Adaramoye, O.A., Erigbali, P.P., Adeniyi, O.S., 2007, Lead Exposure Increases Oxidative Stress in the Gastric Mucosa of HCL / Ethanol – Exposed Rats, World Journal of Gastroenterology, 13 (38): 5121-126
Pillai, S.I., Kandaswamy, M., Subramanian, S., 2010, Antiulcerogenic and Ulcer Healing Effects of Indian Propolis in Experimental Rat Ulcer Models, Joournal of ApiProduct and ApiMedical Sci., 2 (1): 21-8
Popova, M.P., Vassya, S.B., Stefan, B., Iva, T., Christo, N., Gian, L.M, Anna, G.S., 2007, Chemical Characteristics of Poplar Type Propolis of Different Geographic Origin, Apidologie, 38: 306-311
Pratiknya, 2003, Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, PT Raja Grafindo, Jakarta
Ramakrishnan, K., Robert, C.S., 2007, Peptic Ulcer Disease, America Family Phys, 76(7): 1005-12
Redeen, S., 2010, Chronic Gastritis: Diagnosis, Natural History, and Consequences, [ Disertasi ], Swedia: University Linkoping Medical
Robbin, S.I., Kumar, V. Cotran, R.S., 2007, Buku Ajar Patologi I, edisi 7, Alih bahasa, Staff Pengajar Laboratorium Patologi Anatomi, FK Unair, EGC, Surabaya, hal: 625-29
Samanta, A., Gouranga, D., Sanjoy, K.D., 2011, Roles of Flavonoids in Plants, Int. Jou. Pharm. Sci. Tech., 6(1): 12-35
Seven, P.T., Yilmaz, S., Seven, I., Kelestemur, G.T., 2012, The Effects of Propolis in Animals Exposed oxidative stress, Di dalam: Lushchak, V. oxidative stress- enviromental induction and dietary antioxidant, Kroasia: InTech, hal: 268-88
SNI, 2009, Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Dalam Pangan, Badan Standardisasi Nasional, 20 : 19
Sudarmaji, Mukono J., Corie, I.P., 2006, Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya Terhadap Kesehatan, Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2(2): 129-42
Suherni, 2010, Keracunan Timbal di Indonesia, [Thesis], Australia : Macquarie University
37
Suprijono, A., Chodidjah, Banun, S., 2010, Pengaruh Pemberian Timbal (Pb) Per Oral Terhadap Gambaran Histologi Hepar, Dalam: http://journal.unissula.ac.id/majalahilmiahsultanagung/articleDikutip Tanggal 1 Februari 2013
Syam, A.F., Mohammad, S., Septelia, I.W., Abdul, A.R., 2009, Molecular Mechanism on Healing Process of Peptic Ulcer, Acta Med Indones-Indones J intern Med, 41(2): 95-98
Thippeswamy, A.H.M., Sajjan, M., Paklar, MB., Koti, BC., Viswanathaswamy, A.H.M., 2010, Comparative Study of Proton Pump Inhibitors on Dexamethasone Plus Pylorus Ligation Induced Ulcer Model in Rats, Indian J. Pharm Sci., 72(3) : 367-71
Vahedian, Z., Fatemeh, N., Mansoor, K., Jalal, V., Fatemeh, M., 2011, Lead Exposure Changes Gastric Acid Secretion in Rat: Role of Nitric Oxide (NO), Acta Medica Iranica, 49(1): 3-8
WHO, 2011a, Indonesia: Peptic Ulcer Disease, Dalam: http://www.worldlifeexpectancy.com/indonesia-peptic-ulcer-disease.htm. Dikutip tanggal 5 Desember 2012
WHO, 2011b, Guidelines for Drinking-water Quality (GDWQ), WHO Press, edisi 4, Geneva : 1-3
Yang, H., Yuqiong, D., Huijing, D., Haiming, S., Yunhua, P., Xiaobo, L., 2011, Antioxidant Compound from Propolis Collected in Anhui, China, Molecules, 16: 3444-55