eksistensi syafaat dalam tafsir sunni dan mu ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ade...

76
EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU’TAZILAH (STUDI KOMPARATIF ANTARA TAFSIR MAFATIHUL GHAIB DAN TAFSIR AL-KASSYAF) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memproleh Gelar Sarjana Strata Satu ( S,1) dalam Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin DI Susun Oleh: ADE IRAWAN NIM : UT.150186 PRODI ILMU AL-QUR’AN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2018

Upload: others

Post on 21-Dec-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN

MU’TAZILAH (STUDI KOMPARATIF ANTARA

TAFSIR MAFATIHUL GHAIB DAN

TAFSIR AL-KASSYAF)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memproleh Gelar Sarjana Strata

Satu ( S,1) dalam Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin

DI Susun Oleh:

ADE IRAWAN

NIM : UT.150186

PRODI ILMU AL-QUR’AN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

2018

Page 2: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,
Page 3: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,
Page 4: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,
Page 5: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,
Page 6: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,
Page 7: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

vii

ABSTRAK

Penelitian dalam skripsi ini dilatar belakangi oleh keingintahuan penulis terhadap keberadan syafaat menurut Sunni dan Mu’tazilah, yang kedua aliran tersebut berbeda pendapat mengenai keberadaannya, Sunni sendiri mengakui keberadaan dan kebenarannya, sedangkan Mu’tazilah menafikan keberadaan dan kebenarannya. Penulis memperpadukan dua kitab tafsir untuk menjelaskan tentang keberadaan dan kebenaran syafaat tersebut, yaitu tafsir Mafatihul Ghaib karya Fakrudddin Al-Razi dan tafsir Al-Kasyaf karya Al-Zamakhsyari, yang kedua tokoh kitab tafsir tersebut menganut aliran Sunni dan Mu’tazilah.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penilitian kepustakaan (library research) objek penelitian terfokus pada tafsir Mafatihul Ghaib dan tafsir Al-Kasyaf, sebagai data atau sumber primer. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif, kualitatif dan eksploratif.

Dari hasil penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa: (1) Syafaat diyakini keberadaannya oleh para ulama, terutama Sunni termasuk juga Mu’tazilah hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai keberadaan syafaat tersebut. (2) Dalam tafsir Mafatihul Ghaib penafian syafaat hanya di tujukan kepada orang-orang kafir saja. (3) Dalam tafsir Al-Kasyaf penafian syafaat di tujukan kepada orang-orang kafir dan orang Mukmin yang melakukan dosa besar dan ahli maksiat.

Kata kunci: Syafaat, Sunni, Mu’tazilah

Page 8: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah

SWT, yang telah memberikan nikmat dan karunianya berupa kesehatan,

kesempatan, dan kekuatan lahir batin sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul, “Eksistensi Syafaat dalam tafsir Sunni dan Mu’tazilah

(Studi Komparatif antara Tafsir Mafatihul Ghaib dan Tafsir Al-Kasyaf)”.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi

Muhammad SAW, untuk seluruh keluarga, serta para sahabat beliau, yang

senantiasa istiqamah dalam perjuangan agama Islam. Semoga kita menjadi

hamba-hamba pilihan seperti mereka Amin ya Rabbal Alamin.

Selanjutnya penulis menyadari dalam proses penyelesaian skripsi ini,

penulis telah di bantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan

rasa terima kasih yang tak terhingga kepada beberapa pihak yang telah membantu

penulisan skripsi ini hingga selesai. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada orang tua dan keluarga yang telah menjaga,

mendidik, menyayangi, dan senantiasa mengsupport serta mendoakan penulis

sehingga karya ini dapat diselesaikan.

Dan pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA selaku Rektor UIN Sulthan Thaha

Saifuddin Jambi.

2. Bapak Prof. Dr. H. Sua’idi Asy’ari, MA Ph.D, bapak Dr. H. Hidayat, M.

Pd, dan Ibu Dr. Hj. Fadlilah, M. Pd selaku wakil Rektor I, II, III, UIN

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

3. Bapak Dr. H. Abd Ghaffar, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

dan Studi Agama UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

Page 9: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

ix

4. Bapak Dr. Masyan M Syam, M. Ag, bapak H. Abdullah Firdaus, Lc,

MA, Ph.D, dan bapak Dr. Pirhat Abbas, M. Ag selaku wakil Dekan I, II,

III Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi.

5. Ibu Ermawati, MA selaku kepala Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

6. Bapak Dr. H. Abd Ghaffar, M. Ag selaku pembimbing I, dan Ibu

Nurhasanah S. Ag M. Hum selaku pembimbing II.

7. Ibu Dr. Ratnawaty, M. Fil I selaku dosen pembimbing akademik selama

kuliah di UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

8. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Sulthan

Thaha Saifuddin Jamb, semoga ilmu yang di ajarkan kepada penulis

selama ini dapat diamalkan sebagaimana mestisnya.

9. Seluruh karyawan dan karyawati dilingkungan akademik Fakultas

Ushuluddin dan Studi Agama UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

Akhirnya penulis hanya bisa berdoa, semoga kebaikan dari semua pihak di

catat oleh Allah SWT, sebagai amal shaleh dan mendapatkan balasan yang sebaik-

baiknya, Amin i semua pihak di catat oleh Allah SWT, sebagai amal shaleh dan

mendapatkan balasan yang sebaik-baiknya, Amin ya Rabbal Alamin.

Tidak ada sesuatupun yang sempurna di dunia ini melainkan Allah yang

maha sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kepda seluruh

pihak untuk memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini. Dan penulis

berharap semoga tulisan ini mempunyai nilai guna dan manfaat, bagi penulis

khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Jambi, November 2018

Penulis

Ade Irawan UT. 150186

Page 10: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

ix

DAFTAR ISI SKRIPSI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

NOTA DINAS ................................................................................................. ii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI .................................... iii

PENGESAHAN ............................................................................................... iv

MOTTO............................................................................................................ v

PERSEMBAHAN ............................................................................................ vi

ABSTRAK ....................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................................................... ix

PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Permasalahan ............................................................................ 6

C. Batasan Masalah ....................................................................... 6

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............................................. 7

E. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 7

F. Metode Penelitian ..................................................................... 12

G. Sitematika Penulisan ................................................................ 14

BAB II PROFIL TAFSIR MAFATIHUL GHAIB DAN AL-KASSYAF.

1. Tafsir Mafatihul Ghaib

a. Biografi penulis tafsir Mafatihul Ghaib ............................ 15

b. Latar belakang penulisan Tafsir Mafatihul Ghaib ............. 17

c. Metode dan Corak Tafsir Mafatihul Ghaib. ...................... 19

d. Komentar para ulama mengenai Mafatihul Ghaib ............ 20

Page 11: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

x

B. Tafsir Al-Kassyaf

1. Biografi penulis Tafsir Al-Kassyaf ................................... 22

2. Latar belakang penulisan Tafsir Al-Kassyaf ..................... 24

3. Metode dan Corak Al-Kasyaf ............................................ 26

4. Komentar para ulama mengenai Al-Kasssyaf ................... 27

BAB III EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR MAFATIHUL GHAIB

DAN TAFSIR AL-KASSYAF

A. Apakah Syafaat itu ada........................................................... 31

B. Eksistensi Syafaat dalam Tafsir Mafatihul Ghaib .................. 36

1. Ayat-ayat yang menguraikan Syafaat ............................. 36

2. Penjelasan Al-Razi mengenai ayat-ayat Syafaat ............. 38

C. Eksistensi Syafaat dalam Tafsir Al-Kassyaf .......................... 43

a. Ayat-ayat yang menguraikan Syafaat ............................. 43

b. Penjelasan Al-Zamakhsyari mengenai ayat syafaat ........ 44

BAB IV KOMPARASI ANTARA PENAFSIRAN MAFATIHUL AL-RAZI

DAN AL-ZAMAKHSYARI MENGENAI SYAFAAT.

A. Perbandingan antara metodologi dan corak penafsiran ......... 48

B. Perbandingan antara isi penafsiran......................................... 51

C. Kelebihan dan kekurangan penafsiran ................................... 58

BAB V PENUTUP ....................................................................................... 60

A. KESIMPULAN ...................................................................... 61

B. REKOMENDASI ................................................................... 61

DAPTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

CURICULUM VITAE

Page 12: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

xi

PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Alfabet

Arab Indonesia Arab Indonesia

b

t ‘

ts gh

j f

q

kh k

d l

dz m

r n

z h

s w

sy ,

y

B. Vokal dan Harkat

Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia

A Ā ˉi

U Á Aw

I Ū Ay

Page 13: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persoalan syafaat merupakan salah satu persoalan dari prinsip (ushul) atau

pokok dari ajarar Agama Islam.1 Al-Qur‟an tidak sedikit mengungkapkan dan

menyebutkan kata syafaat dalam berbagai ayat, dan lafadz tersebut dituangkan

dalam konteks ayat yang berbeda-beda dan dalam surah yang berbeda-beda juga.

Sehingga diperlukan untuk mengkaji lebih mendalam dan lebih serius tentang arti

syafaat dari keterangan berbagai ayat dalam Al-Qur‟an.

Sedangkan pengertian dari syafaat itu sendiri adalah bentuk tebusan,

pertolongan, kelebihan dan pemberian bantuan atau pahala, atau meminta

seseorang untuk memberikan bantuan kepada orang lain di depan Allah. Kata itu

secara harfiyah berarti genap yaitu bahwa seorang hamba dalam menghadap Allah

untuk memohon penghapusan dosa dan memohon untuk dihindarkan dari siksa.

Syafaat inilah yang menjadi perantara bagi mereka pada Hari Kiamat, dimana

pada itu semua orang mengharapkannya.

Dalam perspektip lain kata syafaat sering diartikan sebagai perbuatan yang

menengahi seseorang untuk menyelamatkannya dari hukuman Allah SWT,

dinamakan dengan syafaat karena posisi dan kedudukan orang yang menengahi

serta kekuatan pengaruhnya menjadi suatu unsur-unsur keselamatan yang ada

pada diri orang yang di tengahi. Keduanya saling membantu dalam

menyelamatkan orang-orang yang bersalah.

Akan tetapi yang memberikan bantuan tersebut adalah orang yang yang di

izinkan dan diridhai oleh Allah. Yang menjadi pembahasan atau sasaran dalam

penelitian kali ini adalah keberadaan syafaat itu sendiri pada hari kiamat maka

penulis akan menjelaskan beberapa literatur pandangan suatu kelompok atau

seorang Mufassir terhadap syafa‟at tersebut.

1Syaikh Ja‟far As-Subhani, Mafahim Al-Qur‟an, (Iran: Mu‟assasah al-Imam al-Sadiq), 332

Page 14: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

2

Namun yang menjadi objek utama peneliti dalam mengangkat tema ini

adalah membicarakan tentang keberadaan dan kebenaransyafaat pada Hari

Kiamat. Dalam objek penelitian ini, peneliti telah mencantumkan dua tokoh tafsir,

yaitu dua tokoh tafsir ternama darikalangan Sunni dan Mu‟tazilah. Adapun Sunni

dan Mu‟tazilah yang di maksud dalam penelitian ini adalah, tokoh dalam ruang

lingkup tafsir bukan ruang lingkup ilmu kalam atau teologi.

Salah satu kelompok atau golongan yang menolak keberadaan syafaat pada

hari kiamat adalah Kaum Mu‟tazilah beserta kelompok-kelompoknya, pendapat

yang mereka gunakan dalam menguatkan argumen mereka, maka mereka

berdasarkan pada suatu ayat yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 48.

Menurut mereka ayat tersebut berbicara tentang peniadaan syafa‟at pada hari

kiamat sesuai dengan teks dalam ayat tesebut.

“Dan takutlah kamu pada hari kiamat, ketika tidak seorangpun dapat

membela orang lain sedikitpun. Sedangkan syafaat dan tebusan apapun

darinya tidak diterima dan mereka tidak akan di tolong” (QS. Al-Baqarah;

2:48).2

Berbeda dengan Ahlus-Sunnah (Sunni) dan para pengikut-pengikutnya,

mereka mengakui tentang adanya syafaat pada Hari Kiamat, menurut mereka ayat

48 dalam surah Al-Baqarah bukan menafikan syafaat tetapi menafikan pemberia

syafaat kepada orang-orang kafir. Pendapat mereka berdasarkan pada suatu ayat

yang tertera dalam Al-Qur‟an, yaitu surah Thaha ayat 109 yang mengakui tentang

keberadaannya, dan masih banyak ayat-ayat lainnya yang tidak penulis sebutkan

satu-persatu.

2Tim Penterjemah dan Pentafsir Al-Quran, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, ( Jakarta: Penerbit

Lentera Abadi, 2010), 07

Page 15: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

3

“Pada hari itu tidak berguna syafaat, kecuali dari orang-orang yang telah

diberikan izin kepadanya oleh Allah yang maha pemurah, dan perkataan

yang telah di ridhainy” (QS.Thaha; 20: 109.)3

Namun meskipun demikian, dalam beberapa ayat lainnya, Al-Qur‟an

menegaskan bahwa dengan rahmat-Nya, Allah dapat mengampuni dosa-dosa

siapa saja yang ia kehendaki. Allah berikan kepada siapapun yang Ia kehendaki.

Maksud dari penjelasan itu adalah bahwa syafaat berhak Prioritas ampunan-Nya

diberikan kepada mereka yang telah bertobat dan yang melakukan dosa kecil saja.

Pendapat ini lah yang dianut oleh Al-Zamakhsyari dan kaum mu‟tazilah pada

umumnya.

Dalam kasus ini, tampaknya beberapa ayat Al-Qur‟an mengingkari

aksesibilitas syafaat. Karena di nyatakan dalam Al-Qur‟an, bahwa pada hari

kiamat nanti tidak ada lagi jual beli, persahabatan yang akrab dan tidak ada pula

syafaat, hal ini senada dengan beberapa ayat Al-Qur‟an.4 Ini lah yang menjadi

landasan besar bagi kaum Mu‟tazilah yang mengingkari adanya syafaat sehingga

terjadi benturan atau perbedaan antara Sunni dan Mu‟tazilah dalam memahami

konteks tentang syafaat.

Jika kita perhatikan dengan seksama dari beberapa ayat yang membicarakan

tentang syafaat maka kita akan menemukan sesuatu yang tampak bertantangan,

untuk memahami konteks ayat-ayat tersebut di perlukan pemahaman yang sangat

mendalam. Menurut Abd Rahman Dahlan jika menemukan ayat-ayat Al-Quran

kelihatan bertantangan maka kembali kehakikat Al-Qur‟an atau kerelevanan Al-

Qur‟an, bahwa tidak ada satupun ayat-ayat Al-Qur‟an yang saling bertantangan

saling berlawanan antara satu ayat dengan ayat lainnya. meskipun pada zhahirnya

kelihatanlabertantangan.5

3Tim Penterjemah,Al-Qur‟an dan Tafsirnya, 319

4Lihat Al-Baqarah ayat 254, dan 48, Al-An‟am ayat 51 dan 70, Al-Mukmin ayat 18

5Abd Rahman Dahlan, Kaidah-kaidah Tafsir, ( Jakarta: Pustaka Amzah, 2010 ), 03

Page 16: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

4

Mengenai syafaat ini beberapa dari kalangan ulama memberi komentar

seperti Imam Jalalalain dalam tafsirnya,6 pada hari kiamat tidak ada perantara dan

tidak ada orang yang bisa dijadikan perantara maksud dari pernyataan ini adalah

bahwa yang beliau maksud adalah konteks dari ayat ini syafaat ditiadakan hanya

bagi orang-orang kafir saja berarti kesimpulan dari penjelasan imam Jalalain

adalah bahwa penjelasan tentang peniadaan syafaat hanya bersifat khusus saja

(khusus orang-orang kafir).

Hal ini pun senada dengan pendapat Alauddin Ali bin Muhammad bin

Ibrahim Al-Bagdhadi dalam tafsirnya,7 bahwa arti yang di kehendaki dalam kata

la tuqbalu minha syafa‟atu, adalah orang-orang kafir juga, karna beliau merujuk

kepada ayat yang sebelumnya, yaitu ayat 48 yang menceritakan tantang Bani

keburukan orang-orang Bani Israil atau orang-orang Yahudi yang mengingkari

Allah dan tidak mensyukuri nikmat-nikmatnya.

Alammah Kamal Faqih memberi komentar terhadap kaum Mu‟tazilah

tentang peniadaan syafaat, dalam bukunya8 adalah hal yang galat sekiranya dalam

membuktikan suatu klaim, kita hanya mengambil suatu ayat dari sekian banyak

ayat mengenai syafaat dan menolak yang lain. Kesalahan yang terjadi menyangkut

tema syafaat serta pada persoalan yang tidak rasional lainnya, sebagai akibat

pengkajian keliru dan tidak sempurna tersebut. Metode ini yakni mengambil suatu

ayat saja dan menolak ayat-ayat lain yang dapat menjadi kerangka acuan yang

gamblang berkaitan dengan ayat-ayat tertentu tersebut adalah jauh dari cara

pengkajian yang benar.

Karena itu pertama-tama selain seluruh argumen lain dari berbagai

penjelasan mengenai vidalitas syafaat berdasarkan ayat-ayat Al-Qur‟an lainnya

yang telah disebutkan sebelumnya dan dengan kepastian yang lebih jauh lagi

dengan hadist Nabi saw adalah kesimpulan logis dan alamiah yang jauh dari

6Jalaluddin Al-Mahally dan Jalaluddin Asy-Sayuti, Tafsir Jalalain, (Surabaya: Nurul Huda

1997), 25 7Ala‟uddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim Al-Bagdhadi, Tafsir Khazan,jilid III, (

Lebanon: Darl kitab alamiyah 1996 ), 43 8Alammah Kamal Faqih, Tafsir Sya‟rawi, juz II ( Jakarta: Pustaka Al-Huda ), 194-195

Page 17: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

5

keraguan dengan mengatakan, pada hari pembalasan syafaat merupakan fakta

yang tidak dapat dihindari. Dalam madah lain, penghormatan Allah kepada

hamba-hamba-Nya yang suci dan beriman diterima sebagai faktor alamiah dan

masuk akal.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai doktrin syafaat sejumlah ayat yang

dapat dijadikan acuan diantaranya adalah.9 Dalam literatur autentik kaum Muslim,

baik dari jalur Sunni, Syi‟ah maupun Mu‟tazilah, melalui beberapa riwayat Islam

terdapat banyak implikasi mengenai keberadaan syafaat diakhirat sebagai penjelas

terhadap ayat-ayat yang telah disebut menyangkut syafaat. Berarti keberadaan

syafaat tidak terbantah dan tidak bisa di ragukan lagi.

Menurut Syaikh Tanthawi Jawhari dalam menafsiri surat Al-Baqarah ayat

48 yang tertera kitab tafsirnya,10

bahwa beliau mengkhususkan tentang

peniadaansyafaat kepada Ahli Maksiat, beliau juga mengartikan nama lain dari

syafaat adalah fidiyah. Namun menurut beliau ayat inilah yang menjadi pegangan

kaum Mu‟tazilah tentang ketiadaan syafaat bagi pelaku dosa besar. Mengenai hal

ini Syaikh Muhammad Ali As-Shabuny memberikan komentar perihal syafaat.11

Peniadaan syafaat selamanya hanya berlaku kepada kaum kafir saja dalam

menafsirkan ayat tersebut Ia menggunakan lafadz penguat (taukid)12

yaitu lafadz

abadan.

Begitulah pendangan para Mufassir tentang konteks Syafa‟at atau

kedudukan syafaat pada hari kiamat nanti. Sangat jelas bahwa dari kebanyakan

pendapat para ulama seperti Fakhrur Razi dalam tafsirnya Mafatihul Ghaib dan

ulama lainya lebih condong kepada Sunni daripada Mu‟tazilah yaitu dengan

9Asy-Syu‟ara, ayat 100. Al-Baqarah, ayat 48, 123, 255. Al-Mudassirt, ayat 48. Al-Anbiya‟,

ayat 28. Thaha, ayat 109. Saba‟, ayat 23. dan Maryam, ayat 87. 10

Syaikh Tanthawi Jawhari, Tafsir Jawahir. Juz I, ( Lebanon: Pustaka Darl Fik 1998 ) juz I,

60 11

Syaikh Muhammad Ali As-Shabuny, Shafwatu Tafasir, juz III(Madinah: Darus Shabuny

1997), 60 12

Lihat Jami‟id Durus dan Alfiah Ibnu Malik pada bab ta‟kid. Yang dimaksud dengan

ta‟kid atau taukid (penguat) adalah jika dalam sebuah kalimat disertai denganz lafad

ta‟kid ( penguat ) maka kalimat tesebut akan menjadi kuat atau Rajih ( paling unggul ).

Ta‟kid itu sendiri ialah sebuah ilmu alat yang menguat muakkad (kalimat yang diikuti)

dengan tujuan menguatkan pernyataan tersebut.

Page 18: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

6

adanya syafaat pada Hari Kiamat kelak. Meskipun demikian Mu‟tazilah tetap

berpegang kepada pendapatnya tentang penafian (peniadaan syafa‟at) pada hari

kiamat, tetapi ada juga yang mendukung pendapatnya yaitu Al-Zamakhsyari

dalam tafsir Al-Kassyaf.

B. Permasalahan

Pokok Masalah yang ingin penulis angkat dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana Eksistensi Syafaat dalam tafsir Mafatihul Ghaib dan Tafsir Al-

Kassyaf? Pokok masalah ini lebih jauh dapat di rumuskan dalam beberapa

pertanyaan penelitian, yaitu:

1. Apakah syafaat itu ada?

2. Bagaimanakah keberadaan syafaat dalam tafsir Mafatihul Ghaib dan tafsir

Al-Kassyaf?

3. Bagaimanakah komparasi antara tafsir Mafatihul Ghaib dan tafsir Al-

Kassyaf mengenai keberadaan syafaat?

C. Batasan Masalah

Penelitian ini hanya berbicara tentang eksistensi syafaat dalam tafsir Sunni

dan tafsir Mu‟tazilah, yaitu kitab tafsir Mafatihul Ghaib dan Tafsir Al-Kassyaf,

Selain itu penelitian ini juga di batasi dalam konteks keunikan pemahaman dua

tokoh tafsir tersebut, yaitu tafsir Mafatihul Ghaib dan tafsir Al-Kasyaf terhadap

ayat-ayat yang menjelaskan keberadaan syafaat pada Hari Kiamat. Mengenai

syafaat dalam penelitian ini, penulis hanya membatasi pada syafaat yang berkaitan

dengan Allah saja adapun dalil-dalil lain yang penulis cantumkan hanya sebagai

penguat penelitian ini.

D. Tujuan dan Keguanaan Penelitian

Dari permasalahan di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat

sebagai berikut:

Page 19: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

7

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini di tujukan untuk mengetahui bagaimana eksistensi syafaat

dalam tafsir Sunni dan tafsir Mu‟tazilah serta pandangan kedua tokoh tafsir

Mafatihul Ghaib dan Tafsir Al-Kasyaf terhadap pemikiran-pemikiran yang

berkenaan dengan penafian syafaat serta menjelaskan ayat-ayat yang berkenaan

dengan syafaat tersebut.

2. Kegunaan penelitian

Penelitian ini lebih jauh di harapkan dapat mencapai kegunaan yang bersifat

teoritis dan juga praktis, yaitu:

a. Memberikan kontribusi pemikiran agar tidak salah dalam memahami isi

suatu kandungan ayat.

b. Memberikan sumbangan pemikiran yang berharga dalam memperkaya

khazanah Al-Qur‟an serta keilmuan Islam serta diharapkan dapat menjadi

salah satu bahan masukan dalam bidang akademis, khususnya Ilmu Al-

Qur‟an dan Tafsir

c. Diharapkan pula dapat menjadi kontribusi keilmuan penulis terhadap UIN

STS Jambi yang tengan mengembangkan Paradigma keilmuan yang

berwawasan global dalam bentuk Universitas Islam.

E. Tinjauan Pustaka

Kajian kepustakaan pada umumnya dilakukan untuk mendapatkan

gambaran tentang hubungan topik penelitian yang akan diajaukan dengan

penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya sehingga tidak

terjadi pengulangan yang tidak perlu dan mubazzir.

Dalam halini sepanjang pengetahuan penulis, penelitian secara cermat dan

menyeluruh tentang syafaat dalam khazanah penafsiran, masih sedikit ditemukan.

Namun secara garis besar sebagaimana yang dikemukakan di atas penelitian yang

dilakukan oleh para ulama berkisar pada permasalahan keyakinan yang

Page 20: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

8

mengandung makna relegius teologis13

. Yakni bahasan mengenai faktor ada atau

tidak adanya juru selamat yang bisa mempengaruhi nasib seseorang yang beriman

dan melakukan dosa besar di Mahkamah Allah.

Syafaat merupakan suatu kajian yang menuai kritik Pro dan Kontra dalam

ajaran Agama Islam. Inilah yang membuat penulis ingin lebih jauh untuk

membahas dan mengkajinya salah satu buku yang mengkaji itu adalah buku yang

dituliskan oleh Syaikh Ja‟far as-Subhani yang berjudul Adakah Syafa‟at dalam

Islam antara Pro dan Kontra, buku ini menjadi jawaban dari perdebatan antara

kaum Sunni dan Mu‟tazilah dalam memahami konteks Syafaat.14

Selanjutnya buku “Tentang Dibenarkannya Syafaat dalam Islam Menurut

Al-Qur‟an dan As-Sunnah, yang diterjemahkan oleh Ahsin Muhammad dari kitab

Mafahim Al-Qur‟an karya Syaikh Ja‟far Subhani, bab al-syafaah, mencantumkan

pendapat Al-Razi tentang syafaat. Namun sangat sedikit sekali dan tidak

menggambarkan pandangannya secara utuh. Pembahasannya bersifat ilmiah dan

lebih condong kepada Syi‟ah.

Penelitian berupa skripsi yang ditulis oleh Binti Latifah mahasiswa Tafsir

Hadist Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, dengan judul “Syafaat menurut

Fakhruddin Al-Razi” dalam skripsi ini penulis mengkaji konsep syafaat menurut

Al-Razi dan pemahaman-pemahaman Fakhruddin Al-Razi terhadap ayat-ayat

yang menguraikan syafaat, penulis hanya memaparkan penafsiran-penafsiran Al-

Razi terhadap ayat-ayat yang menguraikan tentang syafaat.15

Selanjutnya dalam karya akademik lainnya, Tesis yang ditulis oleh Leily

Vidya Rahma, yang berjudul “Konsep Syafaat dalam Al-Qur‟an, kajian kitab

tafsir Al-Kassyaf” dalam tesis ini penulis melihat bahwa pembahasan pokok

adalah menguraikan konsep syafaat dalam tafsir Al-Kassyaf, penulis tesis ini

13

Aliya Harb, Relativitas Kebenaran Agama: Kritik dan Dialog, terj Umar Bukhory Ghazi

Mubarak, (Yokyakarta: Ircisod 2001), 180 14

Syaihk Jafar as-Subhani, Adakah Syafa‟at dalam Islam antara Pro dan Kontra,

(Bandung; Pustaka al-Hidayah), 53 15

Binti Latifah, Konsep Syafaat Menurut Fakhruddin Al-Razi, (Skripsi Yokyakarta:

Program Strata Satu S1 Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yokyakarta 2003), 14

Page 21: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

9

menyampaikan pendapat-pendapat Al-Zamakhsyari dalam tafsir Al-Kassyaf dan

pemahaman Al-Razi mengenai ayat-ayat tersebut.16

Selanjutnya dalam karya akademik lainnya yang membahas ini adalah

skripsi yang ditulis oleh M. Ulinuha Mujib dengan judul, Konsep syafaat dalam

Perspektif Muhammad Husain At-Thabathaba‟i, dalam skripsi ini ia memberikan

penjelasan tentang pengertian syafaat, orang-orang yang memberikan syafaat, dan

orang yang berhak diberikan syafaat, Ia menjelaskan tesis ini dalam pandangan

Al-Maraghi yang meliputi keberadaan syafaat itu sendiri, dalam memaparkan isi

tesisnya Ia mencamtumkan seluruh hal-hal yang berkenaan dengan syafaat

terutama ayat-ayat Al-Qur‟an yang khsusus menjelaskan syafaat itu sendiri

dengan menyertakan rujukan-rujukan.17

Sementara dalam karya akademik lain nya adalah Tesis M. Fahruddien

dengan judul, Konsep Syafa‟at dalam Tafsir Al-Maraghi. Tesis dengan jumlah

halaman 139 ini sangat lengkap penyusun bukan sekedar membahas pengertian

syafaat saja tetapi seluruh yang berkaitan dengan syafaat Ia kemukan dalam

tesisnya. Ia tidak hanya mengkaji syafaat menurut pandangan Al-Maraghi belaka

tetapi banyak kalangan Mufassir Ia libatkan dalam mengkaji ayat-ayat tentang

syafaat. Ia juga mengemukan syafaat dalam pandangan Syi‟ah, Sunni dan

Mu‟tazilah dengan mengemukakan argumen-argumen yang kuat atau Rajih

sehingga persoalan syafaat hampir terjawab dalam tesisnya namun meskipun

demikian lengkapnya pembahasan tesis ini, juga ada titik kekurangannya Ia

mengemukakan pembahasan dengan berbelit-belit sehingga pembaca susah untuk

memahami secara lansung dan pembaca harus berkonsentrasi agar pembahasan-

pembahasan yang Ia kemukana bisa dimengerti.18

16

Leily Vidya Rahma, Konsep Syafaat dalam Al-Qur‟an, kajian dalam Tafsir Al-Kassyaf,

(Tesis Tulung Agung: Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Tulung Agung 2015), 18 17

M. Ulinuha Mujib. Konsep Syafa‟at dalam Perspektip Muhammad Husain At-

Thabathaba‟i, ( Tesis Yokyakarta: Program Pasca Sarjana S2 Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga Yokyakarta 2017 ), 16 18

M. Fahruddin, Konsep Syafa‟at dalam Tafsir Al-Maraghi, ( Tesis Jawa Tengah: Institut

Agama Islam Negeri Surakarta 2015 )

Page 22: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

10

Dari kajian pustaka diatas terlihat belum ada karya-karya yang sama dengan

yang akan penulis teliti. Penelitian sebelumnya lebih banyak kepada kajian

Maudu‟i (tematik). Sedangkan penelitian ini memfokuskan pada kajian analisis

atau mengkritisi terhadap pendapat-pendapat kedua tokoh mufassir, yakni Sunni

dan Mu‟tazilah yang membicarakan tentang pengadaan dan peniadaan syafaat.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library research) dalam

tehnis deskriptif kualitatif eksploratif. Tujuannya adalah mencari ide-ide baru

dalam kerangka menemukan teori baru. Sesuai dengan sifat datanya, maka

pendekatan yang dilaukan adalah pendekatan analisis komparatif, yaitu

mencoba mendeskripsikan kontruksi kedua tafsir tersebut, lalu dianalisis secara

kritis, serta mencari penyebab persamaan dan perbedaan kedua tafsir tersebut.

2. Sumber dan Jenis Data

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka19

karena itu sumber data dalam

penelitian ini dapat penulis klarifikasikan dalam dua jenis, yaitu data primer dan

data sekunder. Adapun objek utama dalam penelitian ini adalah penafsiran

terhadap teks-teks yang berkaitan dengan penafsiran ayat-ayat tentang Syafa‟at.

Dalam hal ini yang menjadi data primernya adalah, Tafsir Mafatihul Ghaib dan

Tafsir Al-Kasyaf. Dan data sekunder sebagai data pendukung adalah karya-karya

yang memiliki keterkaitan dengan pokok-pokok pembahasan, seperti Jurnal,

Artikel-artikel, dan lain-lain yang berhubungan dengan topik pembahasan sebagai

pelengkap data penelitian. Diatas kedua sumber data tersebut penulis juga

menyandarkan data Qur‟ani dalam membangun penelitian ini, sehingga hasilnya

diharapkan relatif dan dapat diterima oleh kalangan akademik dan kalangan

umum.

19

Tim Penyusun, Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ushuluddin, ( Jambi: Fakultas

Ushuluddin IAIN STS Jambi, 2016 ), 44

Page 23: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

11

3. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data yang diperlukan, penulis melakukan

penelusuran kepustakaaan dengan mengkaji dan menela‟ah referensi yang

bersumber dari tulisan-tulisan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang

penulis teliti.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara menghimpun data pokok

persoalan yang sedang diteliti, selanjutnya data yang terkumpul lalu dianalisis

sehingga dapat memberikan pengertian dan kesimpulan sebagai jawaban terhadap

pertanyaan-pertanyaan yang menjadi objek penelitian.

4. Metode Analisis Data

Setelah melakukan pengumpulan data, penulis akan menganalisa data yang

didapatkan dengan metode Muqaran. Muqaran secara harfiyah berarti

perbandingan, secara istilah, berarti suatu metode atau tehnik menafsirkan Al-

Quran dengan cara membandingkan pendapat seorang Mufassir dengan Mufassir

lainnya mengenai tafsir sejumlah ayat 20

Penafsiran dengan metode Muqaran dapat dikategorikan kepada tiga bentuk;

pertama, membandingkan suatu ayat dengan ayat yang lain, kedua

membandingkan ayat Al-Qur‟an dengan suatu Hadist, ketiga membandingkan

suatu tafsir dengan tafsir lainnya mengenai sejumlah ayat yang telah ditetapkan

yang memiliki keterkaitan dengan tema yng sedang dibahas atau diteliti.

Sebenarnya metode muqaran (komparatif) tidak jauh beda dengan metode

lainnya, hanya saja dalam metode komparatif akan tampak sangat menonjol

uraian-uraian perbandingannya. Adapun langkah-langkah metodenya sebagai

berikut.21

1. Menentukan tema apa yang akan di teliti

20

Kadar M Yusuf. Studi Al-Qur‟an edisi kedua. ( Jakarta: Amzah, 2014 ), 136 21

Abdul Mustaqim. Metode Penelitian Al-Qur‟an dan Tafsir. ( Yokyakarta: Ideal Press,

2015 ), 137

Page 24: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

12

2. Mengidentifikasi aspek-aspek yang hendak diperbandingkan

3. Melakukan analisis secara mendalam dan kritis disertai dengan

argumentasi data

4. Membuat kesimpulan-kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mengsistematisi penulisan dan menjawab pertanyaan dalam

penelitian ini, maka penulis telah merangkum penelitian ini ke dalam beberapa

bab, di antaranya adalah:

Bab I membahas tentang latar belakang masalah, permasalahan, batasan

masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian,

serta sistematika penulisan

Bab II membahas tentang profil tafsir Mafatihul Ghaib yang meliputi

biografi Penulis, latar belakang penulisan tafsir Mafatihul Ghaib dan tafsir Al-

Kasyaf, corak serta metode yang digunakan dalam Tafsir Mafatihul Ghaib dan Al-

Kasyaf, serta komentar para ulama mengenai tafsir tersebut.

Bab III membahas tentang eksistensi syafaat menurut tafsir Mafatihul

Ghaib dan tafsir Al-Kasyaf yang meliputi keberadaan syafaat dan kedudukan

syafaat yang terdapat didalam dua kitab tafsir tersebut.

Bab IV membahas tentang komparasi antara tafsir Mafatihul Ghaib dan

tafsir Al-Kasyaf mengenai keberadaansyafaat yang meliputi persamaan dan

perbedaan isi penafsiran, serta kelebihan dan kekurangan dari penafsiran.

Bab V merupakan penutup yang berisikan kesimpulan, yang menjadi

jawaban dari rumusan masalah sebelumnya dan diakhiri dengan saran-saran

konstruktif bagi penelitian lebih lanjut.

Page 25: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

13

BAB II

PROFIL TAFSIR MAFATIHUL GHAIB DAN TAFSIR AL-KASSYAF

A. Tafsir Mafatihul Ghaib

1. Biografi penulis Tafsir Mafatihul Ghaib

Sebagaimana yang tertulis dalam tafsir Mafatihul Ghaib nama lengkap

Fakhruddin al-Razi adalah Muhammad ibn Umar ibn al-Husain ibn al-Hasan ibn

Ali al-Taymiy al-Bakriy al-Tabrastani, yang dalam literatur keilmuan klasik kita

kenal dengan nama Fakhruddin al-Razi, ia dilahirkan di Ray, yaitu sebuah kota

yang terletak disebelah Tenggara Teheran Iran pada tanggal 15 Ramadhan 544

H/11449 M. Beliau wafat pada bulan Syawal, 606 H/1209 M. Tentang

perawakannya ia berbadan tegap, berjenggut lebat, memiliki suara yang keras dan

juga bersikap sopan santun. Beliau mempunyai beberapa nama panggilan seperti,

Abu Abdillah, Abu Ma‟ali, Abu al-Fadil dan Ibn Khatib al-Ray.1

Beberapa gelar itu diberikan disebabkan karena pengetahuannya yang luas,

maka beliau mendapat berbagai gelar seperti, Ibn Khatib al-Ray, Syaikhul Islam

dan Fakhruddin al-Razi. Beliau mendapatkan gelar Ibn Khatib al-Ray karena

beliau adalah ulama terkemuka dikota Ray. Ia dijuluki dengan Syaikhul Islam

karena ia menguasai ilmu fiqih dan ushul fiqh. Dan dalam bidang tafsir beliau

terkenal dengan sebutan Fakhruddin al-Razi sejak kecil ia telah di didik oleh

ayahnya, syekh Diyauddin. Disitulah al-Razi berkembang menjadi manusia yang

shaleh dan cinta terhadap ilmu pengetahuan. Setelah beliau belajar dengan

ayahnya barulah beliau melakukan perjalanan keberbagai kota seperti Khurasan,

diamana disana banyak ulama besar seperti Abdullah bin Mubarak, Imam

Bukhari, Imam Tirmidzi dan ualam besar lainnya. Dari Khurasan atau lebih

dikenal dengan sebutan Bukhara, ia melanjutkan perjalanannya ke Iraq terus ke

1 Muhammad Husain al-Dzahabi, Al-Tafsir wa al-Mufassirun, n vol 1. (Kairo: Darl Had,

2005), 248

Page 26: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

14

Syam. Namun lebuh banyak waktunya digunakan di Khawarizmi untuk belajar

memperbanyakilmunya, kemudian terakhir beliau berangkat kekota Herat

didaerah Afganistan untuk belajar mengajar.2

Kesungguhan al-Razi dalam menggali berbagai macam ilmu sudah tampak

ketika ia masih muda. Ia tak pernah henti-henti dalam belajar dan menimba ilmu

du berbagai tempat dan di berbagai guru. Disebutkan bahwa beliau telah dapat

mengahafal kitab Syamil karya al-Ju‟in, al-Mustafa karya al-Ghazali dan kitab al-

Mu‟tamad karya tokoh ternama kaum Mu‟tazilah.3 Sehingga wajarlah keilmuan

beliau tidak diragukan lagi dikarenakan kesungguhan beliau yang begitu tinggi

dan begitu besar.

Selain sebagai seorang mufassir, beliau juga seorang pakar fiqih dan ushul

fiqih, ilmu kalam, ilmu kedokteran dan ilmu filsafat. Mengenai bidang ilmu-ilmu

tersebut ia telah menulis beberapa kitab terkait ilmu tersebut, dan menjadi

rujuakan banyak ulama-ulama sesudahnya. Beliau sangat unggul dalam berbagai

disiplin ilmu, sehingga banyak orang yang datang dari belahan penjuru negeri

untuk meneguk dari sebagian keluasan ilmu beliau.4

Meski pernah menulis karya tafsir yang sangat terkenal, al-Razi lebih

dikenal sebagai ahli fiqih dan filosof. Beberapa karya dibidang filsafatnya ialah

Syarh al-Isyarah, yang berisi komentarnya mengenai kitab al-Isyarah wa al-

Tanbihat karya Ibnu Sina. Sedangkan dibidang ushul fiqih karya besarnya

berjudul Al-Ma‟ul fi Ilmi al-Ushul, yang merangkum empat kitab besar dalam

Mazhab Syafi‟i dan pendapat para ahli ilmu kalam.

Dimasa tuanya al-Razi menetap di Herat, Afganistan. Ditempat itu ia

membangun Mesjid, mengajar dan menulis beberapa kitab salah satunnya adalah

kitab beliau tafsir Al-Kabir atau tafsir Mafatihul Ghaib, ini adalah karya terbesar

beliau, setelah itu hingga ajal menjemput beliau pada tahun 606H/1209 M. Dikota

2 Syab ibn Muhammad Ismail, Tarkhuh wa Rijluh, (Mekkah: Darl al-Salam, 1998), 238

3 Muhammad Ibrahim Abd al-Rahman, Manhaj Fakhruddin al-Razi fi al-Tafsir al-Kabir,

(Kairo: Darl al-Fikr, 2001), 3 4Ibid. ,24

Page 27: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

15

Herat itu pula jenazah tokoh yang telah menulis tak kurang dari 81 judul kitab itu

dimakamkan

2. Latar belakang penulisan Tafsir Mafatihul Ghaib

Fakhruddin al-Razi menulis kitab tafsirnya dengan judul Tafsir al-Kabir wa

Mafatihul Ghaib, adalah terdiri dari 17 jilid atau 33 juzuk yang diterbitkan

pertama kali oleh Hay‟ah al-Buht wa al-Dirasat Dar al-Fikr, tahun 1414 H/1992

M. Dengan kata pengantar al-Syaikh Khalil Muhyi al-Din al-Masy sebagai

direktur al-Azhar ketika itu.5

Khusus untuk jilid 17 danjuz 33, hanyaa berisi indeks yang disusun oleh

Muhammad Abdur Rahim yang diterbitkan pada tahun 1415 H/1995 M. Dengan

cakupan 12 indek, yaitu:

1. Indek tentang tema-tema pokok dalam setiap juznya.

2. Indek tentang ayat-ayat hukum.

3. Indek tentang tema-tema ayat al-Qur‟an berdasarkan urutan huruf-huruf

asing atau kata jadinya

4. Indek tentang etnis/suku, masyarakat, bangsa, agama, mazhab, aliran,

maupun kepercayaan.

5. Indek yang berkaitan dengan tempat dan negara kejadiannya.

6. Indek tentang kitab-kitab atau referensi.

7. Indek berdasarkan hewan, serangga, hama dan ikan.

8. Indek yang berkaitan dengan tambang, intan, logam dan permata.

9. Indek tentang hadis-hadis.

10. Indek tentang nama-nama populer.6

5Muhammad Ibrahim Abd al-Rahman, Manhaj Fakhruddin al-Razi fi al-Tafsir al-Kabir,

(Kairo: Darl al-Fikr, 2001), 78, 6 Aswadi, Konsep Syafaat dalam Tafsir Mafatihul Ghaib, (Disertasi-Uin Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2007), 67

Page 28: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

16

Menurut al-Dzahabi dalam karyanya al-Tafsir wa al-Mufassirun,

menyimpulkan bahwa Tafsir Mafatihul Ghaib, secara keseluruhannya tidak ditulis

oleh al-Razi. Menurutnya, penulis al-Razi hanya hanya berakhir pada al-Qur‟an

surat al-Anbiya, kemudian disempurnakan oleh generasi berikutnya yang bernama

Shihabuddin al-Kuwaini, namun dalam penyempurnaannya itu juga belum tuntas,

sehingga dilanjutkan oleh generasi berikutnya yang bernama Najmuddin al-

Qamuli hinggaselesai secara keseluruhan.7

Disamping itu juga, al-Dzahabi menunjukkan alasan melalui bukti dan

temuan dalam syarah Kasyf al-Dzunun karya Sayyid Murtada, yang menunjukkan

bahwa al-Razi menulis tafsirnya hanya sampai pada surat al-Anbiya. Lebih lanjut

al-Dzahabi menunjukkan sebuah teks atau redaksi dalam tafsir Mafatihul Ghaib

ketika menjelaskan al-Qur‟an surat al-Waqi‟ah ayat 24, Allah Swt berfirman:

.8

Yang dijadikan sebagai bukti bahwa al-Razi tidak menyelesaikan tafsirnya.

Redaksi maupun pernyataan yang dimaksud adalah sebagai berikut.

9

Tidak hanya al-Dzahabi yang berpendapat bahwa Imam al-Razi tidak

menyelesaikan karyanya secara keseluruhan, bahkan pada catatan kaki dalam

kitabnya cetakan yang ke-4 telah ditahqih oleh penerbitnya yaitu Darl al-Ihya al-

Turath memberikan catatab yang sama seperti yang diungkapkan oleh al-Dzahabi

adapun catatannya yaitu :

7Muhammad Husain al-Dzahabi, Al-Tafsir wa al-Mufassirun, n vol 1. (Kairo: Darl Had,

2005), 191 8Kementerian agamaRI,Al-Qur‟an dan terjemahannya, (Jakarta: Pustaka Forum Pelayan

Al-Qur‟an, 2012) 9 Fakhruddin al-Razi, Tafsir al-Kabir wa Mafatihul Ghaib, (Kairo: Darl al Fikr, 1992) jilid

29, 339

Page 29: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

17

“Pada statemen ini dapat dirasakan bahwa ulasan pada penafsiran surat al-

Waqi‟ah ayat 24 di permasalahan utama ditafsir al-Razi adalah akhir dari

karangan beliau melainkan dari salah satu murid beliau yang melanjutkan

karya beliau selepas wafatnya imam al-Razi”.

Disisi yang lain pula. Abdurrahman menegaskan apa yang pernah diragukan

oleh ulama terdahulu atas hal ini, bahwa keraguan atas penulisan tafsir Mafatihul

Ghaib oleh al-Razi adalah sikap terburu-buru dalam memberikan kesimpulan,

karena mereka tidak melakukan pembacaan secara keseluruhan atas tafsir

Mafatihul Ghaib, sehingga kesimpulan-kesimpulan dari hasil redaksi sebagian

teks tafsir yang muncul dipermukaan berlalu-lalang masih bersifat mubham,

sangat kabur dan tidak jelas.10

3. Metode dan Corak Tafsir Mafatihul Ghaib

Tafsir Al-Razi termasuk kedalam golongan tafsir yang bermetode Tahlili,

dimana menafsirkab per-ayat dalam Al-Qur‟an sesuia dengan urutan Mushaf

(mushaf ustmany). Dengan kata lain metode ini mencoba mengungkapkan dan

mengkaji Al-Qur‟an dari segala segi dan maknanya. Kata perkata diuraikan

dengan maksud dan kandungannya serta unsur yang berada dalam kaidah-kaidah

penafsiran. Di antaranya unsur I‟jaz, Balaghah dan keindahan susunan kalimat,

menjelaskan apa-apa yang dapat dinisbatkan dari ayat, seperti hukum, fiqih, dalil

syar‟i dan sebagainya.11

Tafsir Mafatihul Ghaib atau yang dikenal sebagai tafsir Al-Kabir

dikategorikan sebagai tafsir bil al-ra‟y, yaitu tafsir yang dalam menjelaskan

maknanya mufassir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan

10

Muhammad Ibrahim Abdur al-Rahman, Manhaj tafsir Mafatihul Ghaib Fakhruddin al-

Razi, (Kairo: Darl al-Handasyah, 1993), 85 11

Ali asan al-Aridi, sejarah dan metodologi tafsir, terj. Ahmad Akrom (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 1994) 30

Page 30: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

18

penyimpulanyang didasarkan oleh ra‟y semata,12

dengan pendekatan Mazhab

Syafi‟iyah dan Asy‟ariyah.Di lihat dari berbagai argumen dan penjelasan Al-Razi

dalam menjelaskan penafsirannya maka dapat disimpulkan bahwa corak

penafsiran yang Ia gunakan adalah corak Ilmi dan Sosial.

4. Komentar Para Ulama terhadap Tafsir Mafatihul Ghaib

Dikalangan para ulama, tafsir Mafatihul Ghaib sangat terkenal karena

kepiawaian al-Razi dalam mengungkapkan kemukjizatan Al-Qur‟an, terutama

membandingkan dan mejelaskan suatu ayat, mengenai keindahan balaghahnya.

Mereka mengatakan bahwa tafsir inilah yang pertama kali menyingkap

kemukjizatan Al-Qur‟an secara sempurna. Namun, tiada gading yang tak retak.

Disamping mempunyai kelebihan, tafsir Mafatihul Ghaib juga mempunyai

keleahan dan kekurangan. Berikut ini beberapa penilaian terhadap tafsir Mafatihul

Ghaib.

Rasyid Ridha13

memberikan predikat al-Imam kepada Al-Razi, selain itu

Al-Razi merupakan raja dari teolog dan ahli ushuluddin pada masanya. Sehingga

ketika Al-Razi meninggal dunia mereka mengakui kepemimpinannya. Namun

Rasyid Ridha menilai Al-Razi lemah dalam pemahaman hadis dan riwayat rijal

al-hadist. Sehingga dalam penafsirannya Ia lebih banyak mengkolaborasikan

pemahamannya sendiri.

Sedangkan Al-Dzahabi menyebutkan bahwa Al-Razi memang merupakan

ulama yang tidak memiliki ilm luas soal hadis. Namun semua itu tidak bisa dinilai

sebagai sebuah kekurangan dan kelemahan. Tafsir ini memiliki pembahasan yang

luas bukan hanya dari sisi riwayat, melainkan berbagai sisi keilmuan dengan

kolaborasi pendapat dari tokoh muhfassir yang sebelumnya.Soal keluasan

pembahasan tafsir ini sudah bukan hal asing lagi, semuanya ada dalam tafsir

12

Manna Khalil al-Qatan, Studi ilmu-ilmu Al-Qur‟an, terj. Mudzakkir (Bogor: Pustaka

Litera Antar Nusa, 1992) 482 13

Salah satu penulls tafsir Al-Manar, Ia memiliki peran besar dalam pembaharuan islam

Page 31: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

19

tersebut. Hal ini dibenarkan oleh Abu Hayyan Al-Andalusi dalam tafsirnya yang

secara meyakinkan akan kekurangan dan kelebihannya.14

Manna al-Qhattan dalam tulisannya Ia menguraikan bahwa, soal besarnya

pengaruh logika dalam tafsir Mafatihul Ghaib, sehingga tafsir ini terlihat seperti

analisi pemikiran kedokteran, hikmah dan filsafat Aristoteles. Hal ini keluar dari

maksud nash yang sebenarnya, karena berusaha menggunakan istilah ilmiah dan

rasional.15

oleh karena itu, kitab ini tidak memiliki ruh tafsir. Tapi itu hanya

menurut Manna Al-Qhattan tidak dengan ulama lainnya.

Ibnu Araby mengungkapkan kekagumannya terhadap tafsir Mafatihul Ghaib

tentang keluasan pemahaman dan pemikiran al-Razi sehingga Ia menilai tafsir ini

adalah tafsir yang sangat besar pengaruhnya dalam melawan rasional Mutazilah.

Disamping itu Ia juga menilai bahwa al-Razi dalam perkembaangan tafsir

sangatlah besar dan terasa sampai hari ini. Itu semua dikarenakan keseriusan Al-

Razi dalam menyelesaikan kitab tafsirnya.

Keberadaan tafsir ini tentu membawa nuansa baru dalam genre pemikiran

islam, dan di akui oleh beberapa tokoh pembaharuan. Arkoun misalnya, bahwa

dari sekian banyak kitab tafsir yang telah di susun sejak abad X, tafsir yang ditulis

oleh al-Razi menampakkan kewibawaan yang tak kunjung pudar. Otoritasnya

masih diakui oleh kaum muslimin terpelajar dan islamolog.16

Tentu pendapat ini

memiliki argumentasi yang kuat dan bisa menjadi bukti penerimaan masyarakat

terhadp tafsir ini. Tafsir Mafatihul Ghaib mampu menunjukaan dan menyuarakan

kerinduan bertemunya kajian modern yang berbasis ilmu pengetahuan dan filsafat

yang saat itu sudah nyaris pudar dengan pemahaman keagamaan dalam setiap

aspeknya.

14

Asir al-Din Abu Abdillah Muhammadbin Yusuf al-Andalusi, Bahr al-Muhit, vol.I

(Kairo: Darl Ihya al-Turath, t.th) 34 15

Manna Khalil al-Qatan, Studi ilmu-ilmu Al-Qur‟an, terj. Mudzakkir (Bogor: Pustaka

Litera Antar Nusa, 1992), 529 16

Mohammad Arkoun, Kajian Kontemporer Qur‟an (Bandung: Penerbit Pustaka, 1998),

125

Page 32: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

20

B. Tafsir Al-Kassyaf

1. Biografi penulis Tafsir Al-Kassyaf

Sebagaimana tertulis didalam tafsir al-Kasyaf, nama lengkap al-

Zamakhsyari adalah Abd al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn Umar al-

Zamakhsyari. Tetapi ada juga yang menulis Muhammad ibn Umar ibn

Muhammad Al-Khawarizmi Al-Zamakhsyari.17

Ia dilahirkan di Zamakhsyar,

sebuah kota kecil di Khawarizmi18

pada hari Rabu 27 Rajab 467 H. atau 18 Maret

1075 M.19

, dari sebuah keluarga miskin, tetapi alim dan taat beragama. Dilihat

dari masa tersebut, Ia lahir pada masa pemerintahan Sulthan Jalal al-Din Abi al-

Fath Maliksyah dengan wazirnya Nizam al-Mulk. Wazir ini terkenal sebagai

orang yang aktip dalam pengembangan dan kegiatan keilmuan. Dia mempunyai

kelompok diskusi yang terkenal maju dan selalu penuh dihadiri oleh para ilmuan

dari berbagai kalangan.20

Sejak usia menjelang remaja, al-Zamakhsyari sudah pergi merantau,

meninggalkan desanya pergi menuntut ilmu pengetahuan di Bukhara, yang pada

masa itu menjadi pusat kegiatan keilmuan dan terkenal dengan para sastrawan.

Baru beberapa tahun belajar, ia merasa terpanggil untuk pulang sehubungan

dengan dipenjarakan ayahnya oleh pihak penguasa dan kemudian wafat. Al-

Zamakhsyari masih beruntung bisa berjumpa dengan ulama terkemuka di

Khawarizmi, yaitu Abu Mu‟dar al-Nahwi (w. 508 H.), berkat bimbingan dan

bantuan yang diberikan oleh Abu Mu‟dar, ia berhasil menjadi murid yang terbaik,

menguasai bahasa dan sastra arab, logika, filsafat dan ilmu kalam.

Al –Zamakhsyari dikenal sebagai yang berambisi memperoleh kedudukan

dipemerintahan. Setelah merasa tidak berhasil dan kecewa melihat orang-orang

17

Abu al-Abbas Syam al-Din Ahmad ibn Muhammad ibn Abi Bakr ibn Khallikan, Wafayat

al-A‟yan wa Anba al-Zaman, jilid 5 (Beirut: Dar Sadir, t.th), 168. 18

Syihab al-Din ibn Abd Allah Yaqut al-Hamawi, Mu‟jam al-Buldan, jilid 3 (Beirut: Dar

Sadir), 148. 19

M. Hostma et.al. First Encyplopedia of Islam 1993-1996, jilid 8 (Leiden: E.J. Brill,

1993), 1205. 20

Mustafa al-Shawi al-Juwaini, Manhaj al-Zamakhsyari fi Tafsir al-Qur‟an, (Mesir: Dar

al-Ma‟arif, t.th.), hlm 27

Page 33: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

21

yang dari segi ilmu dan akhlaq lebih rendah dari dirinya diberi jabatan-jabatan

yang tinggi oleh para penguasa, sementara ia sendiri tidak mendapatkannya

walaupun telah dipromosikan oleh guru yang sangat dihormatinya, Abu Mu‟dar.

Keadaan itu memaksanya untuk pindah ke Khurasan dan memperoleh sambutan

baik serta pujian baik dari kalangan penjabat pemerintahan Abu al-Fath ibn al-

Husain al-Ardastani dan kemudian Ubaidillah Nizam al-Mulk. Disana, ia diangkat

menjadi sekretaris (katib), tetapi karena tidak puas dengan jabatan tersebut, ia

pergi kepusat pemerintahan Daulah Bani Saljuk, yakni kota Isfahan.21

Setidaknya ada dua kemungkinan mengapa Al-Zamakhsyari selalu gagal

dalam mewujudkan keinginannya duduk di pemerintahan. Kemungkinan pertama,

karena ia bukan saja dari ahli bahasa dan ahli sastra Arab, tetapi ia juga seorang

tokoh Mu‟tazilah yang sangat demonsratif dalam menyebar-luaskan fahamnya,

dan ini membawa dampak kurang disenangi oleh beberapa kalangan yang tidak

berafiliasi terhadap Mu‟tazilah.22

Kedua, mungkin juga kurang didukung oleh

kondisi jasmaninya, Al-Zamakhsyari memiliki cacat fisik, yaitu kehilangan satu

kakinya.23

Akan tetapi setelah terserang sakit yang parah pada tahun 512 H., angan-

anganya untuk mendaptkan jabatan dipemerintahanpu segera sirna. Al-

Zamakhsyari lalu melanjutkan perjalanan ke Bagdad. Disini ia mengikuti

pengajian Hadsit oleh Abu al-Khattab al-Batr Abi Sa‟idah al-Syafani, Abi Mansur

al-Harisi, dan mengikuti pengajian fiqih oleh ahli fiqih Hanafi, al-Damagani al-

Syarif ibn al-Syajari. Ia bertekad membersihkan dosa-dosanya yang lalu dan

menjauhi para penguasa, menuju penyerahan kepada Allah swt. Dengan melewatk

ke Mekkah selama dua tahun. Dikota iniia begitu sibuk mempelajari kitab

Sibawaihi pakar Gramatika Arab yang terkenal (w. 518 H.). Ia juga

menyempatkan diri mengunjungi banyak tempat dijazirah Arab. Kerinduannya

kepada kampung halaman membawanya pulang kembali. Setelah Al-Zamakhsyari

21

Syihab al-Din ibn Abd Allah Yaqut al-Hamawi, Mu‟jam al-Buldan, jilid 19 (Beirut: Dar

Sadir), 123-124 22

Muhammad Yusuf, Studi Kitab Tafsir, (Yokyakarta: Penerbit Teras, 2004.), 45 23

Jamal al-Din Abi al-Hasan Ali Ibn Yusuf al-Qifni, Anbah al-Ruwat Anbah al-Nuhat, jilid

3 (Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, 1986). 286

Page 34: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

22

menyadari usianya semakin lanjut, timbul lagi kegairahannya untuk pergi ke

Mekkah. Ia tiba kembali disana untuk yang kedua kalinya pada tahun 256 H. Ia

menetap disana selama tiga tahun, yaitu tahun 256-259 H, atau 1132-1135 M.

Sehingga ia memperoleh gelar Jar Allah. Dari Mekkah ia pergi lagi ke Bagdad

dan selanjutnya ke Khawarizmi. Beberapa tahun setelah berada dinegaranya itu, ia

wafat di Jurjaniyah pada malam Arafah tahun 538 H. Petualang Ibnu Batutah

mengaku melihat kuburannya.24

Al-Zamakhsyari membujang seumur hidup. Sebagian besar waktunya

diabadikan untuk mendalami ilmu pengetahuan dan menyebarluaskan faham yang

dianutnya, seperti yang sering dilakukan oleh kalangan ulama Mutazilah

pendahulunya.25

Oleh karena itu tidak mengherankan apabila penulis mencatat

kurang lebih 50 buah karya tulisannya yang mencakup berbagai bidang ilmu.

Sebagian karyanya masih ada yang dalam bentuk manuskrip.

2. Latar Belakang penulisan Tafsir Al-Kassyaf

Al-Zamakhsyari menulis kitab tafsirnya berjudul Al-Kassyaf an Haqa‟iq al-

Tanzil wa Uyun al-Aqawil Fi Wujuh al-Ta‟wil, bermula dari permintaan suatu

kelompok yang menamakan diri al-Fi‟ah al-Najiyah al-Adliyah. Kelompok yang

dimaksud disini adalah kelompok Mu‟tazilah.26

Dalam muqadimah tafsir al-

Kasyaf disebut begini, “Mereka menginginkan adanya sebuah kitab tafsir dan

mereka meminta saya supaya mengungkapkan hakikat makna Al-Qur‟an dan

semuakisah-kisah yang terdapat didalamnya, termasuk segi penakwilannya.27

Didorong oleh permintaan diatas, al-Zamakhsyari menulis sebuah kitab

tafsir, dan kepada mereka yang meminta didiktekan mengenai fawatih al-suwar

dan beberapa pembajasan tentang hakikat-hakikat surat al-Baqarah. Penafsiran al-

24

Munni‟ Abd Halim Mahmud, Manahij al-Mufassirin, (Mesir: Dar al-Kutub, 1978). 105 25

Mustafa al-Shawi al-Juwaini, Manhaj al-Zamakhsyari fi Tafsir al-Qur‟an, (Mesir: Dar

al-Ma‟arif, t.th.), 49 26

Malik Madani, al-Kasyaf: Tafsir Mu‟tazilah dalam literatur kaum Sunni, dalam

Pesantren, Vol. VIII, NO. 1991, 89 27

Al-Zamakhsyari, al-Kasyaf an Haqa‟iq al-Tanzil wa Uyun al-Aqawil Fi Wujuh al-Ta‟wil,

jilid I, (T.kt: Intisyarat Arab, t.th), 17-20

Page 35: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

23

Zamakhsyari ini tampak mendapat sambutan hangat diberbagai negeri. Dalam

perjalanan kedua ke Mekkah banyak tokoh yang dijumpainya menyatakan

keinginannya untuk memperoleh karyanya itu. Bahkan setelah ia sampai di

Mekkah, ia diberi tau bahwa pemimpin pemerintahan Mekkah, yakni Ibn Wahhas

bermaksud mengunjunginya ke Khawarizmi untuk mendapatkan karya tersebut.

Semua itu menggugah semangat al-Zamakhsyari untuk memulai menulis

tafsirnya, meskipun dalam bentuk yang lebih ringkas dari yang didiktekan

sebelumnya.

Berdasarkan desakan pengikut-pengikut Mu‟tazilah di Mekkah dan atas

dorongan al-Hasan Ali ibn Hamzah ibn Wahhas, serta kesadaran dirinya sendiri,

akhirnya al-Zamakhsyari meneyelesaikan penulisan tafsirnya dalam waktu kurang

lebih 30 bulan. Penulisan tafsir tersebut dimulai ketika ia berada di Mekkah pada

tahun 526 H. dan selesai pada hari senin 23 Rabi‟ul Akhir 528 H.28

Penafsiran yang ditempuh oleh Al-Zamakhsyari dalam karyanya ini sangat

menarik dan menggugah hati para pembesar-pembesar atau tokoh-tokoh

Mu‟tazilah, karena uraiannya singkat tapi jelas, sehingga para ulama Mu‟tazilah

mengusulkan agar tafsir tersebut dipersentasikan pada para ulama Mu‟tazilah, dan

juga ulama Mu‟tazilah mengusulkan kepada Al-Zamakhsyari agar penafsirannya

dilakukan dengan corak i‟tizali, dan hasilnya adalah tafsir Al-Kassyaf yang ada

saat sekarang ini.

Pada tahun 1968, tafsir al-Kasyaf dicetak ulang pada percetakan Mustafa al-

Babi al-Halabi, Mesir dalam empat jilid. Jilid pertama diawali dengan surat al-

Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Mai‟dah. Jilid kedua diawali dengan surat al-

An‟am dan diakhiri dengan surat al-Anbiya‟. Jilid ketiga diawali dengan surat al-

Hajj dan diakhiri dengan surat al-Hujurat. Dan jilid yang keempat diawali dengan

surat Qaf dan diakhiri dengan surat al-Nas.29

28

Al-Zamakhsyari, al-Kasyaf an Haqa‟iq al-Tanzil wa Uyun al-Aqawil Fi Wujuh al-Ta‟wil,

jilid IV, (T.kt: Intisyarat Arab, t.th), 304 29

Muhammad Yusuf DKK, Studi Kitab Tafsir, (Yokyakarta: Penerbit Teras, 2004.), 49

Page 36: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

24

3. Metode dan Corak Tafsir Al-Kasyaf

Tafsir Al-Kassyaf disusun dengan tartib mushafi, yaitu berdasakan urutan

surat dan ayat dalam mushaf dalam Mushaf Ustmani, yang terdiri dari 30 juz

berisi 114 surat, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-

Nas. Setiap surat diawali dengan basmalah, kecuali surat al-Taubah.30

Penafsiran

Al-Zamakhsyari hampir sama dengan penafsiran Al-Razi dalam segi metode dan

penyusunannya (tertibnya).

Dalam menafsirkan Al-Qur‟an al-Zamakhsyari terlebih dahulu menuliskan

ayat-ayat Al-Qur‟an yang akan ditafsirkan, kemudian memulai penafsirannya

dengan mengemukakan pemikiran rasional yang didukung dengan dalil-dalil dari

riwayat (hadis) atau ayat-ayat Al-Qur‟an, baik yang berhubungan dengan asbab

al-nuzul suatu ayat atau dalam hal penafsiran ayat. Meskipun demikian, Ia tidak

terikat oleh riwayat dalam penafsirannya. Dengan kata lain, kalau ada riwayat

yang mendukung penafsirannya ai akan mengambil riwayat tersebut, dan jikalau

tidak ada, ia akan tetap melanjutkan penafsirannya.31

Jika diteliti dengan cermat, ayat demi ayat dan surat demi surat maka

nampaklah dengan jelas bahwa metode yang digunakan oleh Al-Zamakhsyari

dalam penafsirannya adalah metode tahlili, yaitu meneliti makna kata-kata dan

kalimat-kalimat dengan cermat. Ia juga menyingkap aspek munasabah, yaitu

hubungan suatu ayat dengan ayat lainnya atau antara satu surat dengan surat

lainnya sesuai dengan tertib surat dalam Mushaf Ustmani. Untuk membantu

mengungkapkan makna ayat-ayat ia juga menggunakan riwayat-riwayat dari para

sahabat dan para tabi‟in dan kemudian mengambil konluksi dengan pandangan

dan pemikirannya sendiri.

Al-Zamakhsyari terkenal sebagai orang yang ahli dalam bahasa Arab, yang

meliputi sastranya, balagahahnya, nahwunya atau gramatiknya. Oleh karena itu

30

Al-Zamakhsyari, al-Kasyaf an Haqa‟iq al-Tanzil wa Uyun al-Aqawil Fi Wujuh al-Ta‟wil,

jilid IV, (T.kt: Intisyarat Arab, t.th), 25 31

Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur‟an, (Yokyakarta: Pustaka Pelajar,

1998), 50

Page 37: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

25

tidak mengherankan kalau bidang-bidang keahliannya itu juga sangat mewarnai

hasil penafsirannya. Al-Zahabi misalnya, menyatakan bahwa penafsiran al-

Zamakhsyari lebih banyak berorientasi pada aspek balaghah, untuk menyingkap

keindahan dan rahasia yang terkandung dalam Al-Qur‟an, sehingga tafsir Al-

Kassyaf sangat terkenal di negara-negara belahan Timur, karena perhatian

masyarakat pada masyarakat sangat besar.32

Subhi al-Shalih juga menyatakan hal

yang sama, bahwa tafsir Al-Kassyaf mempunyai keistimewaan dalam

mengetengahkan aspek balaghah dan membuktikan beberapa bentuk i‟jaz dengan

cara adu argumentasi. Tafsir al-Kasyaf uraiannya jelas dan tidak bertele-tele.33

Al-Zamakhsyari adalah seorang teolog (mutakallim) sekaligus seorang

tokoh Mu‟tazilah. Kedua predikat ini juga mewarnai penafsirannya yang tertuang

dalam tafsir Al-Kassyaf, sehingga tafsir tersebut juga memiliki corak teologis dan

lebih khusus lagi corak Mu‟tazilah (laun i‟tizal). Di sinilah dapat kita lihat

bagaimana Al-Zamakhsyari menuangkan pemikiran-pemikiran kemu‟tazilahannya

dalam menafsirkan atau menjelaskan firman-firman Allah.

4. Komentar para Ulama terhadap Tafsir Al-Kassyaf

Dikalangan para ulama, tafsir Al-Kassyaf sangat terkenal karena kepiawaian

al-Zamakhsyari dalam mengungkapkan kemukjizatan Al-Qur‟an, terutama

mengenai keindahan balaghahnya. Mereka mengatakan bahwa tafsir inilah yang

pertama kali menyingkap kemukjizatan Al-Qur‟an secara sempurna. Namun, tiada

gading yang tak retak. Disamping mempunyai kelebihan, tafsir Al-Kassyaf juga

mempunyai kelemahan dan kekurangan. Berikut ini beberapa penilaian terhadap

tafsir Al-Kassyaf.

Setelah melakukan penelitian terhadap dua tafsir, yaitu tafsir Ibn Atiyyah

dan tafsir al-Zamakhsyari, Busykual berkesimpulan: Tafsir Ibn Atiyyah banyak

mengambil sumber dari naql, lebih luas cakupannya dan lebih bersih. Sedangkan

32

Muhammad Husain al-Zahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, (Beirut: Darl Fikr, 1976), 442 33

Subhi Al-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur‟an, terj, Tim Pustaka Firdaus (Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1996), 390

Page 38: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

26

tafsir Al-Zamakhsyari lebih ringkas dan lebih mendalam. Hanya saja al-

Zamakhsyari sering menggunakan kata-katayang sukar dan banyak menggunakan

syair, sehingga mempersulit pembaca dalam memahaminya, dan sering

menyerang Mazhab lain. Hal ini terjadi karena ia berusaha membela Mazhabnya,

Mazhab Mu‟tazilah. Semoga ia mendapat pengampunan dari Allah Swt.34

Selanjutnya Haidar al-Harawi menilai bahwa tafsir al-Kasyaf merupakan

kitab tafsir yang sangat tinggi nilainya. Tafsir-tafsir sesudahnya tiada satupun

yang dapat menandinginya, baik dalam keindahan maupun kedalamannya.

Kalaupun ada maka penyusunannya hanya mengutip apa adanya, tanpa mengutip

sedikitpun baik susunan kata maupun kalimatnya.

Tafsir al-Kassyaf sangat terkenal diberbagai negara dan menaburkan makna

dan kandungan Al-Qur‟an dalam setiap kalbu insan, bagaikan matahari disiang

hari menyinari seluruh daratan matahari. Namun bukan berarti bahwa al-Kasyaf

adalah sempurna tanpa kekurangan. Menurut Haidar, kekurangan-kekurangan

yang terdapat dalam tafsir al-Kasyaf antara lain:

1. Sering melakukan penyimpangan makna lafadz tanpa dipikirkan lebih

mendalam, dan menafsirkan ayat dengan panjang lebar, seakan-akan untuk

menutupi kelemahannya, serta penuh dengan pemikiran Mu‟tazilah.

2. Kurang menghormati ulama-ulama lainnya, sehingga al-Razi ketika

menafsirkan Qs al-Maidah 54 menunjukkan kepada penyusun al-Kasyaf,

karena al-Zamakhsyari sering melontarkan celaan kepada para ulama yang

dicintai oleh Allah Swt.

3. Terlalu banyak menghadirkan syair-syair dan peribahasa yang penuh dengan

kejenakaan, yang jauh dari tuntunan syariat.

4. Sering menyebut Ahl al-Sunnah wa al-Jama‟ah dengan sebutan yang tidak

sopan. Bahkan kadang-kadang mengkafirkan mereka dengan sindiran-

34

Sa‟ad Abdul Wahid, “Zamakhsyari dan tafsir al-Kasyaf” dalam M Amin Abdullah Dkk,

Rekontruksi Metodologi Ilmu-ilmu Keislaman, (Yokyakarta: Suka Press, 2003), 275

Page 39: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

27

sindiran. Ini adalah suatu perilaku yang tidak layak disandang oleh seorang

ulama yang baik.35

Ibnu Khaldun memberikan penilaian terhadap tafsir Al-Kasyaf, ketika

membahas pentingnya lughah, i‟rab, dan balaghah dalam memahami Al-Qur‟an,

Ibn Khaldun mengatakan bahwa diantara tafsir yang baik dan paling mampu

mengungkapkan makna Al-Qur‟an dengan pendekatan bahasa dan balaghah

adalah tfsir al-Kasyaf. Hanya saja penyusunannya bermazhab Mu‟tazilah dalam

masalah aqidah. Dengan balaghah ia membela Mazhabnya dalam menafsirkan

Al-Qur‟an. Karena itu sebagian ulama menantangnya dengan balaghah dalam

pengertian Ahl al-Sunnah wa al-Jama‟ah, bukan menurut pengertian Mu‟tazilah.36

Dari penelaian Ibn Khaldun diatas penulis memberikan kesimpulan bahwa

tafsir Al-Kasyaf juga tergolong kedalam tafsir yang memiliki perang penting

dalam keilmuan terutama di bidang tafsir, hanya saja penulis tafsir tersebut

melaukan sesuatu yang sangat berlebihan kepada aliran yang Ia anut yakni

Mu‟tazilah, sehingga penafsiran beliau kelihatan seperti pemikiran para tokoh

Mutazilah.

Al-Sawi berpendapat bahwa al-Zamakhsyari adalah seorang ulama

Mu‟tazilah yang sangat fanatik dalam membela faham Mu‟tazilah, sehingga

penafsiran-penafsirannya sangat dipengaruhi oleh faham-faham Mu‟tazilah. Oleh

karena itu, tafsirnya seakan-akan menyampaikan pemikiran-pemikiran mutazilah

melalui tulisan dalam tafsirnya dan hanya melakukan pembelaan terhadap Mazhab

Mu‟tazilah saja.37

Hal inilah yang menjadi alasan utama Al-Zamakhsyari menuai ragam

kritikan yang pedas terutama dari kalangan Ahlus-Sunnah wal Jamaah

dikarenakan pemikiran-pemikiran yang beliau tuangkan melalui tafsirnya.

Meskipun demikian Al-Zamakhsyari tidak memperdulikan kritikan tersebut, Ia

35

Muhammad Husain al-Zahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, (Beirut: Darl Fikr, 1976), 149 36

Ibn Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th,), 492 37

Mustafa al-Sawi al-Juwaini, Manhaj al-Zamakhsyari, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th,), 149

Page 40: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

28

sangat konsisten dalam mempertahankan pendapatnya. Sehingga tafsir Al-Kasyaf

juga memperoleh predikat di mata para mufassir lainnya.

Seoranag tokoh dunia barat terkemuka, yang bernama Ignaz Al-Goldziher

dalam bukunya Mazahib al-Tafsir al-Islami, Goldziher mengatakan bahwa tafsir

al-Kasyaf sangat baik, bahkan menurutnya tafsir ini merupakan tafsir yang sangat

lengkap terutama mengenai khazanah keilmuan, hanya saja pembelaan yang

dilakukan oleh Al-Zamkhsyari terhadap kamu Mu‟tazilah sangat berlebihan.38

Hal

inilah yang menjadikan Al-Zamakhsyari banyak di anggap oleh kalangan ulama

Sunni fanatisme.

Dari beberapa penilaian atau kritikan yang diberikan oleh para ulama

terhadap tafsir Al-Kasyaf, maka jelaslah bagaimanapun piawainya Al-

Zamakhsyari dalam menjelaskan penafsirannya, Ia tak pernah luput dari

kekurangan dan kelemahan sebagai seorang mufassir. Menurut penulis banyaknya

kritikan yang dilayangkan kepada kitab tafsirnya dikarenakan Ia adalah seorang

Mu‟tazilah, pemikiran-pemikiran beliaupun tidak jauh berbeda dengan para tokoh

Mu‟tazilah. Kaum Sunni dan para tokoh ulama umum lainnya sangat mewaspadai

pemikiran-pemikiran Mu‟tazilah.

38

Ignaz Goldziher, Mazahib Tafsir al-Islami, terj. kedalam bahasa Arab oleh Abd Halim

an-Najjar, (Beirut: Dar al-Iqra, 1983), 141

Page 41: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

29

BAB III

EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR MAFATIHUL GHAIB DAN

TAFSIR Al-KASSYAF

A. Apakah Syafa’at itu ada?

Syafaat merupakan salah satu prinsip (ushul) dalam islam, kebenaran dan

keotentikan mengenai keberadaann syafaat tersebut tidak akan terbantah lagi,

karena berbagai hujjah baik itu ayat-ayat atau hadis-hadis telah menyebutkan

tentang kebenarannya. Para ulama dan para mufassir sepakat bahwa Nabi

Muhammad SAW, adalah salah seorang pemberi syafaat. Pendapat ini mereka

sandarkan pada firman Allah SWT yang berbunyi:

“Dan kelak Tuhanmu akan memberikan karunianya kepadamu, lalu

(hati)kamu menjadi puas” (QS. Al-Dhuha; 93:5).1

“Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu kepada tempat yang terpuji”

(QS. Al-Isra; 17:79).2

Kedua ayat tersebut di atas ditafsirkan dengan syafaat. Maqamam

mahmudan (tempat yang terpuji) adalah maqam syafaat,3dan yang di anugerahkan

Allah kepada Nabi saw. Itu adalah hak untuk memberikan syafaat, sehingga hal

itu membuat hati beliau menjadi puas. Jadi dapat penulis simpulkan bahwa syafaat

itu ada dan Nabi Muhammad adalah salah satu satu sumber pemberian syafaat.

1Tim Penterjemah Al-Quran, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, 592

2Ibid., 290

3 Ja‟far Subhani. Pro dan Kontra mengenai Syafaa, (Bandung; Pustaka Hidayah, 2011), 11

Page 42: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

30

Kesimpulan atas kedua ayat tersebut tergantung pada kajian masalah

syafaat,dalil-dalilnya, dan definisinya. Maka sangat relevan bila di sini saya

mengkaji masalah syafaat secara tuntas. Kendati tujuan utamanya adalah untuk

mengetahui salah satu sifat Nabi saw sebagai pemberi syafaat pada hari kiamat

kelak. Untuk itu saya katakan, bahwa umat islam sepakat bahwa syafaat

merupakan salah satu ushul (prinsip, ajaran pokok) Islam yang disebutkan oleh

Al-Qur‟an dan dijelaskan oleh Sunnah Nabawiyah dan hadis-hadis yang

diriwayatkan oleh para imam yang suci, tanpa ada seorangpun yang

menentangnya, sekalipun terdapat perbedaan pendapat mengenai artikulasi dan

kekhususan-kekhususannya.

Kaum Sunni berpendapat bahwa pada Hari Kiamat Rasulullah saw, akan

memberikan syafaat kepada sekelompok umatnya yang melakukan dosa besar.

Sementara Mu‟tazilah mengatakan, bahwa syafaat Rasulullah saw tersebut

diberikan kepada orang-orang yang taat, bukan kepada pelaku maksiat,dan bahwa

sanya beliau tidak akan memberikan syafaatnya kepada orang-orang yang berhak

untuk disiksa di antara seluruh makhluk.4

Para ulama berbeda pendapat tentang pemberian syafaat yang di lakukan

oleh Nabi saw. Mu‟tazilah dan para pengikut-pengikutnya berpendapat bahwa

syafaat Nabi diberikan kepada Ahli Surga agar Allah menaikkan derajat mereka,

sedangkan kelompok Sunni dan lainnya mengatakan, bahwa syafaat Nabi di

berikan kepada para pelaku dosa besar dan ahli maksiat di kalangan orang-orang

Mukmin yang agamanya di ridhai oleh Allah, untuk digugurkan siksanya.

Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa syafaat itu memanglah ada dan

tidak bisa diragukan lagi mengenai keberadaannya, karena banyak sekali

penjelasan ayat-ayat Al-Qur‟an, As-Sunnah, dan argumentasi para ulama

mengenai keberadaan syafaat tersebut. Bahkan kaum Mutazilah pun mengakui

keberadaannya, hanya saja mereka berbeda dalam hal kedudukan atau pemberian

syafaat tersebut.

4 Al-Syaikh Al-Mufid. Awail Al- Maqalat, (Beireut Lebanon; Darl Al-Fikr, 1990) 14-15

Page 43: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

31

Pada persoalan itu pulalah terdapat perbedaan pendapat di kalangan mereka,

tentang arti syafaat. Yakni, tentang apakah syafaat itu berarti memohon

ditambahkannya manfaat bagi kaum muslimin yang berhak atas pahala,

sebagaimana yang di anut oleh Mu‟tazilah, ataukah sebagaimana yang dikatakan

oleh kelompok yang selain mereka5 digugurkannya siksa bagi orang-orang yang

fasik di kalangan umat Islam.

Dengan demikian, akar perbedaannya adalah sama, yang sesekali dikaitkan

dengan siapa yang diberikan syafaat apakah hanya orang-orang taat, ataukah para

pelaku maksiat dan para pendosa dan pada kali lainnya dikaitkan dengan makna

syafaat itu sendiri apakah ia berarti memohon tambahan manfaat atas pahala,

ataukah pengguguran dosa. Jadi perbedaan yang terjadi menurut penulis adalah

tentang pemberian syafaat itu sendiri ditujukan kepada siapa.

Terhadap masalah yang manapun persoalan ini dikaitkan, yang jelas syafaat

itu merupakan masalah yang telah disepakati oleh para ulama kaum Muslimin.

Untuk itu, tidak ada salahnya bila di sini saya kutipkan beberapa pendapat para

ulama tentang dibenarkannya (adanya) syafaat, sehingga pembaca dapat

memikirkan persoalan ini dengan jernih dan dapat menilai tentang perbedaan yang

terjadi dalam memahami ayat-ayat yang mengkaji dan membahas syafaat tersebut

sehiingga dapat menemukan titik terangnya.

Abu Manshur bin Muhammad bin Muhammad Al-Maturidi Al-Samarqandi

(w. 333 H.) dalam tafsirnya mengisyaratkan tentang adanya syafaat yang

dikabulkan oleh Allah (al-Syafa‟ah al-Maqbulah). Beliau berdalil dengan firman

Allah yang berbunyi: “Dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada

orang-orang yang diridhai Allah” (QS. Al-Anbiys; 21:48). Dan pada bagian

sebelumnya beliau juga mengemukan firman Allah yang berbunyi: “Dan tidak

diterima syafaat darinya” (QS. Al-Baqarah; 2:48). Dari kedua ayat tersebut beliau

kemudian menyimpulkan bahwa, kendatipun ayat yang pertama menafikan

5 Al-Allammah Al-Hilli. Kasyaf Al-Murad, (Beirut Lebanon; Darl Al-Fikr, tt), 262

Page 44: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

32

syafaat, namun tetap dinyatakan adanya syafaat yang diterima seperti syafaat yang

di isyaratkan oleh ayat ini (ayat kedua).6

Tajul Islam Abu Bakar Al-Kalabadzi (w.380 H.) sepakat pula dengan

pendapat yang mengatakan bahwa, mengakui adanya syafaat berdasarkan ayat-

ayat yang difirmankan oleh Allah dan riwayat-riwayat yang disampaikan oleh

Nabi saw. Hukumnya adalah wajib,7 karena adanya firman Allah yang berbunyi,

“Dan kelak Tuhanmu akan memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu

menjadi puas” (QS. Al-Dhuha; 93:5), dan “Mudah-mudahan Allah mengangkat

kamu kepada tempat yang terpuji” (QS. Al-Isra; 17:79), serta “Dan mereka tiada

memberi syafaat melainkan kepada orang-orang yang diridhai-Nya” (QS. Al-

Anbiya;21:28). Sementara itu Nabi saw mengatakan, “Syafaatku adalah untuk

pelaku-pelaku dosa besar di antara umatku”8

Al-Qadhi Iyadh mengatakan, “Madzhab Ahlus Sunnah menyatakan

kebenaran adanya syafaat secara rasional, dan wajib adanya berdasarkan wahyu

yang sharih dan hadis yang bisa di percaya. Riwayat-riwayat yang secara

keseluruhan derajatnya sampai kepada tingkat mutawattir membenarkan adanya

syafaat pada Hari Kiamat bagi orang-orang Mukmin pelaku dosa. Pendapat ini

juga di sepakati oleh ulama salaf yang shaleh dari kalangan Ahlus Sunnah sesudah

mereka. Namun pendapat ini di tolak mentah oleh orang-orang Khawarij dan

sebagian orang Mutazilah.9 Dalam syarh Al-Aqa‟id Al-Nasafiyyah, al-Taftazani

memperkuat pendapat Al-Qadhi Iyadh dengan tanpa ragu-ragu membenarkan

adanya syafaat.

Filosof besar Al-Alammah Thabathaba‟i mengatakan, “Ayat-ayat yang

berbicara seputar syafaat ada yang menetapkan kekhususan syafaat hanya bagi

Allah SWT. Sedangkan yang lainnya memiliki arti yang lebih umum yang

6 Lihat tafsir Al-Maturidi yang lebih dikenal dengan nama Ta‟wilat Ahl Al-Sunnah, 148

7Lihat Abu Bakar Al-Kalabadzi. Al-Ta‟arruf li Madzhab Ahl Al-Tasawuf, di-tahqiq oleh Dr.

Abdul Halim Mahmud, 54-55 8Sebuah Riwayat dalam Kitab, Kanzul Ummal, juz 14 (dari Ibnu Umar, dari Ka‟ab bin

Ajarah), 398 9 Lihat Al-Qadhi Iyadh, Bihar Al-Anwar, jilid VIII, (Beirut; Darl Haq, tt), 62

Page 45: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

33

mencakup selain Allah berdasarkan izin Allah dan ridha-Nya. Ayat-ayat tersebut

tidak diragukan lagi menetapkan adanya syafaat. Sesudah itu Al-Alammah

Thabathaba‟i mengemukakan bentuk pengkompromian ayat-ayat tersebut, yang

penjelasannya dapat pembaca ikuti sendiri dalam tafsirnya ketika beliau

membahas ayat-ayat tersebut.10

Syaikh Muhammad Jawad Al-Balaghi mengatakan, “syafaat dari satu sisi

dinafikan oleh Al-Qur‟an, yaitu syafaat untuk kaum musyrikin, atau syafaat yang

mereka duga bisa mereka minta dari sesembahan-sesembahan yang mereka

pertuhankan disamping Allah. Atau syafaat dari orang-orang yang mereka patuhi

secara mutlak seperti yang disebutkan dalam Surah Yasin ayat 22, Surah Al-

Mu‟min ayat 18, Surat Al-mudatsir ayat 48, dan Surah Al-Zumar ayat 18. Akan

tetapi ditetapkan juga tentag adanya syafaat berdasarkan pengecualian, bahkan

melalui penegasan yang kuat lantaran pentingnya penafian mutlak dari

sekelompok orang, Allah berfirman, “Kecuali dengan izin-Nya”, “Kecuali

sesudah diberikannya izin”, dan “Kecuali kepada orang-orang yang telah

memperoleh ridha-Nya”11

Al-Fattal Al-Naisaburi, salah seorang ulama kita yang hidup pada abad ke

enam Hijriah, mengatakan bahwa tidak ada perbedaan di kalangan kaum

Muslimin tentang adanya syafaat. Hanya saja kaum Mu‟tazilah mengatakan,

bahwa tujuan syafaat adalah menambah pahala dan derajat, sedangkan menurut

kami, adalah menggugurkan mudharat dan siksa.12

Dari uraian ini jelas bahwa

syafaat itu benarlah adanya, hanya saja dalam hal mendeskripsikan atau

menjelaskan syafaat itu sendiri dikalangan ulama banyak yang berbeda pendapat.

Itulah sejumlah kecil dari sekian banyaknya pendapat para ulama yang bisa

saya nukilkan dikarenakan dhaifnya diri penulis dalam menelaah dan

menganalisa, agar pembaca dapat menelaah secara obyektif pendapat-pendapat

10

Al-Alammah Muhammad Husain Thabathaba‟i, Tafsir Al-Mizan, jilid I, (Lebanon; Darl

Ihya, tt), 206 11

Muhammad Jawad Al-Balaghi, Ala‟ Al-Rahman, jilid I, (Bandung; Pustaka Amani,

2009), 62 12

Al-Fattal Al-Naisaburi, Raudat Al-Wa‟izhim, (Beirut; Darl Al-Fikr, tt) 406

Page 46: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

34

para ulama dari berbagai aliran yang berbeda tentang masalah penting ini. Semua

itu merupakan teks-teks dan pernyataan-pernyataan yang tidak perlu diragukan

lagi kebenarannya. Dan penulis menyimpulkan bahwa syafaat itu ada dan

kebenarannya tidak diragukan lagi.

B. Eksistensisyafaat dalam tafsir Mafatihul Ghaib

1. Ayat yang menguraikan tentang syafaat

“Pada hari itu tidak berguna Syafa‟at, kecuali dari orang-orang yang telah

diberikan izin kepadanya oleh Allah yang maha pemurah, dan perkataan

yang telah di ridhainya” (QS.Thaha; 20: 109.) 13

Dan takutlah kamu pada hari kiamat, ketika tidak seorangpun dapat

membela orang lain sedikitpun. Sedangkan Syafa‟at dan tebusan apapun

darinya tidak diterima dan mereka tidak akan di tolong (QS Al-Baqarah;

2:48).14

Dan takutlah kamu pada hari kiamat, ketika tidak seorangpun dapat

membela orang lain sedikitpun. Sedangkan Syafa‟at dan tebusan apapun

13

Ibid., 317 14

Tim penterjemah dan Pentafsir Al-Quran, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta; Penerbit

Lentera Abadi, 2010), 7

Page 47: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

35

darinya tidak diterima dan mereka tidak akan di tolong (QS Al-Baqarah;

2:123).15

“Wahai orang-orang yang beriman, belanjakan sebagian dari rezekimu yang

telah kami berikan kepadamu sebelum datang suatu hari yang pada waktu

itu tidak ada lagi jual-beli, tidak pula ada persahabatan yang akrab, dan

tidak pula ada syafa‟at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang

zalim” (QS Al-Baqarah; 2:254).16

“Barang siapa yang memberikan pertolongan dengan pertolongan yang

baik, niscaya dia akan memperoleh bagian pahalanya. Dan barang siapa

yang memberi pertolongan dengan pertolongan yang buruk, niscaya dia

akan memikul bagian dari dosanya. Allah maha kuasa atas segala sesuatu.

(QS. An-Nisa; 4, 85).17

15

Tim penterjemah, Al-Qur‟an dan Tafsirnya,19 16

Tim penterjemah, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, 42 17

Ibid., 91

Page 48: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

36

“Tidakkah mereka hanya menanti-nanti bukti kebenaran (Al-Qur‟an) itu.

Pada hari bukti kebenaran itu tiba, orang-orang sebelum itu

mengabaikannya berkata, sungguh Rasul-rasul tuhan kami telah datang

membawa kebenaran. Maka adakah pemberi syafaat bagi kami yang yang

akan memberikan pertolongan kepada kami atau agar kami di kemnalikan

(ke dunia) sehingga kami akan beramal tidak seperti perbuatan yang pernah

kami lakukan dahulu. Mereka sebenarnya telah merugikan dirinya sendiri

dan apa-apa yang mereka adakan dulu telah hilang lenyap dari mereka. (QS.

Al-A‟raf; 7:53).18

2. Asbabun Nuzul ayat

Suniaid meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku kepadaku Hajjaj, telah

menceritaakan kepadaku Ibnu Juraij dari Mujahid yang mengatakan bahwa

sahabat Ibnu Abbas r.a pernah mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya,

“la yuqbalu minha syafaatu wala yu‟khodzu minha adlu,” artinya adalah

penolong atau tebusan, As-Saddi mengatakan, yang sepadan maksudnya ialah,

seandainya dia (kafir) datang membawa emas sepenuh bumi untuk menolong dan

menebus dirinya dari neraka, niscaya tidak dapat diterima. Halitu sama dengan

yang dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.

Ad-Dahak meriwayatkan, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna

firman-Nya, “mengapa kalian tidak tolong menolong,”(QS. As-Saffat). Yakni

kenapa kalian pada hari ini tidak saling tolong-menolong, bantu-membantu dan

kasih-mengasihi dari azab Kami, mustahillah bagi kalian semua untuk dapat

melakukan hal tersebut pada hari ini. Karena pada hari ini kalian akan melihat

semua tentang apa-apa yang kalian dustakan dahulu.

Ibnu Jarir berkata, bahwa pada hari itu tiada seorangpun yang dapat

menolong mereka sebagaimana tiada seorangpun yang dapat memberikan syafaat

kepada siapapu pada hari itu masing-masing dari kita sibuk memikirkan diri

18

Tim penterjemah, Al-Qur‟an dan Tafsirnya,157

Page 49: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

37

masing-masing, dan pada hari itu juga, tidak dapat diterima dari mereka tebusan,

tidak pula syafaat, hari itu juga tidak berlaku lagi kasih sayang dan pudar semua

suap dan perantara.19

Pendapat ini beliau landaskan kepada firman Allah diatas.

3. Penjelasan Al-Razi

Berdasarkan dua ayat di atas, Al-Razi penulis tafsir Mafatihul Ghaib

memberikan asumsi dengan tegas tentang keberadaan dan kebenaran syafaat

dalam kitab tafsirnya. Walaupun secara lahiriyah ayat tersebut menafikan

keberadaan syafaat, tapi Al-Razi ketika memahami konteks ayat itu, Ia tujukan

kepada kaum kafir tentang peniadaan syafaat, karena ayat tersebut sangatlah erat

kaitannya dengan ayat yang sebelumnya.

Karena dalam menjelaskan sebuah ayat Al-Razi selalu mengaitkan dengan

ayat sebelumnya, jika kita perhatikan dari kedua ayat di atas maka kaitannya

sangat jelas di tujukan kepada kaum kafir saja, sehingga dapat kita lihat dengan

akal sehat kita, bahwa ayat tersebut bukan menafikan kebenaran syafaat,

melainkan tidak berlakunya pemberiansyafaat bagi orang-orang kafir. Hal ini

sangat logis menurut penulis karena didalam ayat tersebut juga disebutkan kata-

kata kafir dan ayat sebelumnya juga berkaitan dengan orang-orang kafir.

Lalu orang-orang yang beriman meskipun Ia pernah melakukuan dosa besar,

maka Al-Razi dengan tegas menyatakan, orang-orang yang seperti ini akan

memperoleh syafaat pada hari kiamat, karena hak prioritas syafaat adalah hak

Allah, maka Allah berhak memberikan kepada siapapun yang diizinkannya.

Asalkan ia beriman.Bahkan orang yang telah masuk Neraka sekalipun, menurut

Al-Razi masih Allah berikan mereka syafaat dengan syarat adanya keimanan yang

haq dalam dirinya , karena syafaat itu di berlakukan kepada orang-orang yang

Allah izinkan dan ridhai.20

19

Fahkruddin Al-Razi, Syarh Tafsir Al-Kabir Ala Tafsir Mafatihul Ghaib, (Beirut Lebanon;

Darl Al-Makrifat, tt), 70 20

Fakhruddin Al-Razi,Syarh Tafsir Al-Kabir Ala Tafsir Mafatihul Ghaib, (Beirut

Lebanon: Darl Al-Fikr. Tt), 65

Page 50: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

38

Al-razi juga memberikan penjelasan mengenai ayat di atas bahwa penafian

atau peniadaan syafaat ditujukan kepada kaum yang murtad juga bukan hanya

orang kafir, lantas bagaimana dengan pelaku dosa besar, maka ia tergolong ke

dalam orang-orang yang akan memperoleh syafaat.21

Disini lah Al-Razi

memjabarkan keluasan pemahamannya tentang orang-orang yang Allah izinkan

dan Allah ridhai, Ia dengan tegas menyebutkan bahwa salah satu orang-orang

yang Allah izinkan termasuk juga yang melakukan dosa besar dengan syarat ia

telah bertaubat dari hal tersebut.

Adapun yang di maksud dengan lafadz “la yuqbalu minha asy-syafaatu”,

menurut Al-Razi adalah, tentang tidak berlaku atau tidak adanya pemberian

syafaat dari teman karib, sesembahan, atau sesuatu yang mereka jadikan panutan

secara mutlak. Bukan tentang tidak adanya syafaat Yang Ia maksud teman karib,

sesembahan dan sebagainya adalah kaum kafir,22

lantas bagaimana dengan pelaku

dosa tapi mereka beriman, maka orang-orang yang seperti ini berhak mendapatkan

syafaat, sesuai dengan firman Allah yang tertera dalam surah Thaha ayat 109 yang

bunyinya “pada hari itu tidak ada gunanya syafaat kepada orang-orang yang

Allah izinkan dan Allah ridhai”.

Al-Razi dan para mufassir lainnya seperti Thantawi dalam tafsirnya, beliau

berpendapat sama dengan pendapat Al-Razi yaitu mengakui tentang kebenaran

adanya syafaat, dan mengakui syafaat sebagai salah satu di antara prinsip-prinsip

Islam yang telah diterima kebenarannya, dan bahwa dalam hal ini, tidak ada

perbedaan pendapat antara Mu‟tazilah dan para Filosof, dengan seluruh aliran

dalam Islam. Kalaupun ada perbedaan, maka hal itu mengenai artikulasi dan

tujuan dari syafaat itu sendiri. Selain itu ia tida dapat di analisis dengan pengertian

yang benar melalui penafsiran-penafsiran yang jauh dari makna syafaat yang

sesungguhnya, begitulah tutur Al-Razi dalam tafsirnya.23

21

Ibid, 68 22

Fakhruddin Al-razi, TafsirAl-Kabir Mafatihul Ghaib, (Lebanon Beirut; Darl Al-Fikr,

1981), 59-60 23

Ibid., 61-62

Page 51: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

39

Selanjutnya dalil yang amat jelas yang terdapat dalam kedua ayat diatas

menunjukkan adanya penafian sebagian dari syafaat, bukan seluruhnya. Firman

Allah yang berbunyi, “Dan tidak ada pula persahabatan yang akrab,” secara

jelas Al-Razi mengatakan, tentang terputusnya ikatan persahabatan yang akrab

pada Hari Kiamat, tanpa adanya perbedaan antara orang Mukmin dan orang Kafir.

Padahal Al-Qur‟an telah menjelaskan bahwa yang terputus adalah persahabatan di

kalangan orang kafir saja, seperti yang tertera dalam firman Allah berikut ini,

“Sahabat-sahabat karib, pada hari itu sebagian menjadi musuh pada sebagian

lainnya, kecuali bagi orang-orang yang bertakwa,” (QA. Az-Zukhruf;43:67).24

Penegecualian yang terdapat dalam ayat ini, yang menunjukkan pada tidak

adanya permusuhan di kalangan orang-orang yang bertakwa, secara tergesa-gesa

di simpulkan sebagai langgengnya persahabatan dan tidak adanya permusuhan di

kehidupan dunia.Melalui pernyataan Al-Razi diatas maka penulis berasumsi

bahwa di samping Ia mengakui tentang kebenaran syafaat, Ia juga dengan tegas

mengatakan bahwa syafaat tidak hanya mutlak dari Allah tapi juga bisa dari selain

Allah dalam artian, orang-orang yang Allah berikan izin, seperti sahabat karib

atau seseorang yang senantiasa mengajak kepada kebenaran.

Dalam Al-Kassyaf, Al-Zamakhsyari mengatakan, Pada Hari itu terputuslah

segala bentuk persahabatan antara dua orang sahabat karib yang tidak berada pada

jalan Allah, atau ia berubah menjadi permusuhan dan kebencian. Sedangkan

persahabatan dua orang sahabat yang berada pada di jalan Allah, merupakan

persahabatan yang kekal dan semakin kuat mana kala mereka melihat pahala.25

Pernyataan ini juga yang menjadi bukti kuat bahwa syafaat diberikan kepada

orang-orang Allah izinkan.

Al-Alammah Thabathaba‟i mengatakan, Sesungguhnya tanda-tanda

persahabatan yang kekal adalah manakala seseorang memberi bantuan kepada

sahabatnya dalam menyelesaikan urusan-urusannya. Apabila hal itu dilakukan

24

Tim Penterjemah Al-Quran, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, 494 25

Al-Zamakhsyari, Tafsir Al-Kasyaf, (Beirut Lebanon; Darl Al-Ma‟rifat, cet ke III 2009),

109

Page 52: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

40

selain di jalan Allah, maka hasilnya adalah pertolongan menuju penderitaan yang

abadi dan azab yang kekal. Adapun sahabat karib yang terdiri dari orang-orang

yang bertaqwa maka persahabatan mereka semakin kokoh dan bermanfaatpada

hari kiamat. Pendeknya, perubahan persahabatan yang akrab menjadi permusuhan

itu disebabkan oleh sesuatu, seperti yang terdapat dalam firman Allah yang

berbunyi,”Dia telah meyesatkanku dari Al-Qur‟an” Penyebab ini terhindarkan

dari orang-orang yang bertakwa, sehingga ikatan persahabatan mereka kekal pada

hari kiamat.26

Berdasarkan keterangan di atas dan berdasarkan kenyataan bahwa yang

dinafikan oleh ayat diatas adalah suatu bentuk persahabatan tertentu, bukan semua

persahabatan. Maka adapun syafaat yang dinafikan oleh ayat di atas adalah suatu

syafaat tertentu, bukan syafaat dalam segala aspeknya.27

Intiarinya adalah bahwa

syafaat itu dibenarkan tentang keberadannya pada Hari Kiamat dan kita wajib

mengimaninya.

Bisa saya tambahkan di sini bahwa, yang jelas dinafikan disitu adalah

syafaat yang berkaitan dengan diri-diri orang kafir, berdasarkan pada dalil yang

terdapat pada akhir ayat tersebut yang berbunyi, “Dan orang-orang kafir itulah

orang-orang yang zalim,” lalu jika persoalannya seperti itu, masih bisakah kita

menjadikan ayat ini sebagai hujjah bagi dinafikannya syafaat sama sekali pada

Hari Kiamat? Tentu saja tidak.

Dari keterangan dan penjelasan Al-Razi di atas maka penulis menyimpulkan

bahwa penafian mengenai syafaat ditujukan kepada pemberian syafaat tersebut

kepada orang-orang kafir, bukan tentang kebenaran syafaatnya. Dan kita harus

ingat bahwa tidak ada satupun ayat-ayat Al-Qur‟an yang bertentangan. Maksud

dari penafian atau peniadaan syafaat dalam ayat-ayat di atas adalah, bahwa bagi

orang-orang kafir tida diberlakukan syafaat.

26

Syaikh Ja‟far Subhani, Adakah Syafaat dalam Islam, (Bandung; Pustaka Al-Hidayah,

2011), 52 27

Ibid, 53

Page 53: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

41

Jadi pada dasarnya pendapat Al-Razi mengenai keberadaan dan kebenaran

Syafaat, mendapat banyak dukungan dari para ulama dan para tokoh-tokoh

mufassir lainnya, terutama Ahlus-Sunnah wal Jama‟ah (Sunni), karena beliau

sendiri merupakan tokoh mufassir dari kalangan Sunni, menjadi hal yang wajar

penafsiran beliau mengenai syafaat tidak banyak menuai pro dan kontra dari

berbagai kalangan. Penulis pun menilai bahwa pendapat Al-Razi sangat mudah

dipahami dan sangat mudah diterima di kalangan masyarakat awam karena tidak

bertentangan dengan akidah-akidah yang kita anut terutama Ahlus sunnah wal

Jamaah.

C. Eksistensisyafaat dalam tafsir Al-Kasyaf

1. Ayat-ayat yang menguraikan tentang syafaat

“Pada hari itu tidak berguna Syafa‟at, kecuali dari orang-orang yang telah

diberikan izin kepadanya oleh Allah yang maha pemurah, dan perkataan

yang telah di ridhainya” (QS.Thaha; 20: 10928

).

Dan takutlah kamu pada hari kiamat, ketika tidak seorangpun dapat

membela orang lain sedikitpun. Sedangkan Syafa‟at dan tebusan apapun

darinya tidak diterima dan mereka tidak akan di tolong (QS Al-Baqarah;

2:48).29

28

Ibid., 319 29

Tim Penterjemah Al-Quran, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, 07

Page 54: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

42

“Barang siapa yang memberikan pertolongan dengan pertolongan yang

baik, niscaya dia akan memperoleh bagian pahalanya. Dan barang siapa

yang memberi pertolongan dengan pertolongan yang buruk, niscaya dia

akan memikul bagian dari dosanya. Allah maha kuasa atas segala sesuatu.

(QS. An-Nisa; 4, 85).30

2. Penjelasan Al-Zamakhsyari

Berdasarkan ayat di atas itulah alasan Al-Zamakhsyari mengatakan bahwa

pada hari kiamat tidak ada syafaat. Adapun penafian dan peniadaansyafaat yang

Beliau maksud di sini adalah, bahwa seorang Mukmin yang melakukan dosa besar

dan para ahli maksiat, pada Hari Kiamat tidak akan memperoleh syafaat,31

dari

pernyataan ini beliau mengakui kebenaran syafaat sama halnya dengan

Fakhruddin Al-Razi.

Al-Zamakhsyari sebenarnya mengakui aksebilitas kebenaran syafaat, Ia juga

mengakui kalau syafaat adalah prinsip ushul (pokok ajaran Islam), namun yang

membedakan Ia dengan Al-Razi adalah, tentang penerimaan syafaat itu nanti

diperuntukkan bagi siapa saja. Ia tidak menafikan atau menolak kebenaran

syafaat namun yang harus kita ketahui adalah, Beliau berbeda pendapat dengan

para kalangan ulama lainnya karena pembelaan beliau terlalu berlebihan kepada

Mutazilah32

sehingga dalam penafsirannya tergolong banyak rasional.

Keberadaan syafaat di dalam tafsirnya, beliau bahas secara tuntas dan

mendetail, bahkan sampai kepada penjelan orang-orang yang berhak

menerimanya pada Hari Kiamat kelak. Tidak ada satupun penulis temukan satu

30

Ibid., 91 31

Al-Zamakhsyari, Tafsir Al-Kasyaf, (Beirut Lebanon; Darl Al-Ma‟rifat, cet ke III 2009),

75 32

Ignaz Goldziher, Mazahib Tafsir al-Islami, terj. kedalam bahasa Arab oleh Abd Halim an-

Najjar, (Beirut: Dar al-Iqra, 1983), 141

Page 55: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

43

kalimat yang menyatakan, bahwa beliau mengingkari kebenaran syafaat, beliau

hanya menafikan syafaat bagi orang Mukmin yang melakukan dosa besar dan

orang-orang yang bermaksiat.

Sebuah kutipan yang berbentuk pertanyaan dalam kitab tafsir Al-

Zamakhsyari33

yang berbunyi sebagai berikut:

“Sekiranya Engkau berkata (Pembaca), Apakah surat Al-Baqarah ayat 48

tersebut Anda jadikan alasan bahwa pada Hari Kiamat, para pelaku dosa

besar dan ahli maksiat tidak mendapat syafaat, dengan tegas Ia menjawab

Naam (iya)34

La yuqbalu minha syafaatu wala yu‟khodzu minha adlu, Al-Zamakhsyari

mengatakan, kalau ditanyakan apakah ada dalil yang menyatakan, bahwa syafaat

tidak bisa diberikan kepada para pelaku maksiat dan dosa besar, maka Saya (Al-

Zamakhsyari) akan menjawab iya, sebab ayat tersebut menafikan adanya orang

yang bisa menanggung hak orang lain, baik dengan melakukan dengan apa yang

semestinya yang dijalani orang lain, maupun membebaskan orang tersebut dari

kewajibannya. Kemudian menurut beliau ayat tersebut juga menafikan syafaat

yang diberikan oleh pemberi syafaat. Dengan demikian bisa diketahui bahwa

syafaat itu tidak bisa diberikan untuk pelaku dosa besar dan ahli maksiat.35

Ayat inilah landasan beliau mengatakan, bahwa pelaku dosa besar dan ahli

maksiat tidak memperoleh syafaat atau di nafikan syafaat bagi mereka. Syafaat

menurut beliau adalah sebuah kemanfaatan dan kelebihan yang diberikan kepada

seseorang pada Hari Kiamat, yang diperuntukkan bagi orang-orang yang berbuat

baik saja, terutama para ahli surga agar Allah meninggikan derajatnya lebih tinggi

lagi36

. Disini lah Al-Zamakhsyari banyak menuai kritikan dari kalangan mufassir

33

Al-Zamakhsyari, Tafsir Al-Kasyaf,jilid I, Maktabat Waqfeya(Beirut Lebanon; Darl Al-

Makrifat, cet III, 2009), 69 34

Al-Zamakhsyari, Tafsir Al-Kasyaf,jilid I, 73 35

Ibid., 73-75 36

Lihat tafsir Al-Kassyaf, jilid I, halaman 214-215. Pendapat yang dikemukakan oleh

penyusun tafsir ini dalam menafsirkan Syafaat, merujuk pada metodologi Mutazilah dalam

Page 56: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

44

lainnya, tentang penafsiran beliau terhadap penafian syafaat kepada para pelaku

dosa besar dan ahli maksiat.

Iman Nasir Al-Din bin Muhammad Ibn Al-Munir Al-Iskandari Al-Maliki,

dalam kitabnya yang berjudul Al-Insyaf yang mengomentari kitab Al-Kasyaf yang

mengemukakan pandangan yang bercorak Mu‟tazilah itu, mengatakan: “Orang-

orang yang mengingkari syafaat, jelas tidak akan memperolehnya, sedangkan

orang-orang yang beriman dan mempercayainya yakni kalangan Ahlus-Sunnah

wal Jama‟ah, adalah orang yang mengharapkan rahmat Allah. Dalam kepercayaan

mereka syafat bisa diperoleh oleh para pelaku dosa besar dan ahli maksiat dari

kalangan orang-orang Mukmin. Dan bahwa-sanya syafaat itu disediakan bagi

mereka kelak.37

Al-Baidawi dalam Tafsir-nya,38

mengatakan dengan berpegang pada ayat

ini, Al-Zamaksyari dan para Mutazillah menafikan syafaat bagi para pelaku dosa

besar dan para ahli maksiat dikalangan kaum Mukminin dan meraka (Ahlus

Sunnah) menjawab, bahwa ayat ini khusus berkaitan dengan orang-orang kafir

dan orang Yahudi saja, karena terdapat banyak ayat-ayat dan hadis-hadis Nabi

yang menyebutkan keotentikan syafaat. Lalu

Mengenai penjelasan Al-Zamakhsyari pada Surah Thaha ayat 109, beliau

tetap bersikeras bahwa orang-orang yang di Izinkan oleh Allah dalam ayat

tersebut tentang perolehan syafaat, hanya orang-orang yang berbuat kebajikan dan

orang-orang yang shaleh terutama ahli surga agar Allah menaikkan derajatnya

lebih tinggai lagi.39

Dari uraian panjang lebar di atas dapat penulis lihat bahwa Al-

Zamakhsyari sangat konsisten dengan pendapatnya meskipun ribuan kritik dan

komentar pedas yang Ia peroleh dari berbagai kalangan mengenai argumen yang

mengartikan Syafaat. Tujuan saya mengutip pendapat ini adalah untuk menarik kesimpulan bahwa

syafaat itu ada dan tidak hanya di peruntukkah bagi orang yang berbuat baik atau taat saja serta

merupakan persoalan yang telah disepakati oleh kaum Muslimin. 37

Imam Nashir Al-Din Ahmad bin Muhammad Ibn Al-Munir, Al-Insyaf, jilid 1 (Beirut;

Darl Al-Fikr, tt) 164 38

Alammah Al-Baidhawi, Anwar Al-Tanzil wa Asrar Al-Ta‟wil, jilid 1, (Beirut, Darl Al-

Fikr,tt), 152 39

Ibid, jilid III, 663

Page 57: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

45

Ia gunakan dalam menafsir dan menjelaskan kebenarana syafaat. Namun

meskipun demikian beliau tetap megakui aksebilitas dari syafaat itu sendiri.

Al-Zamakhsyari sangat keras dalam berargumen dan sangat kosnisten dalam

mempertahankan pendapatnya, sehingga menurut penulis tafsir beliau sangat

menarik dan merangsang pembaca untuk terus mencari sesuatu yang akan

membuat penasaran, terutama mengenai pendapat beliau yang kelihatannya

ekstrim dikarenakan pemikiran-pemikiran rasionalitas dari beliau padahal

sebenarnya tidak.

Page 58: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

46

BAB IV

KOMPARASI ANTARA PENAFSIRAN FAKHRUDDIN Al-RAZI DAN Al-

ZAMAKAHSYARI MENGENAI SYAFAAT

A. Perbandingan Metodologi dan Corak Penafsiran

Fakhruddin Al-Razi dan Al-Zamakhsyari, keduanya adalah ulama Tafsir

yang sama-sama menggunakan metode tahlili dalam hal menfsirkan (Mafatihul

Ghaib dan Al-Kasyaf). Kedua Muafssir tersebut berusaha menjelaskan

kandungan ayat-ayat Al-Qur‟an dari berbagai seginya, sesuai dengan pandangan,

kecendrungan dan keilmuannya yang dihidangkan secara runtun.1 Hal ini dapat

dilihat dari penafsirannya dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai dengan

susunannya yang terdapat dalam mushaf.

Metode Tahlili ini memiliki beragam jenis hidangan yang ditekankan

penafsiran, ada yang bersifat kebahasaan, Hukum, Sosial Budaya, Filsafat,

tasawuf, dan lain-lainnya. Malik berpendapat bahwa tujuan utama para ulama

menggunakan metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi

pemahaman dan pembuktian kemukjizatan Al-Qur‟an.

Metode Tahlili juga disebut dengan metode anlisis, yaitu menafsirkan ayat-

ayat Al-Qur‟an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat

yang ditafsirkan itu, serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya

sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat

tersebut.2 Jadi pendekatan analisis yaitu, mufassir membahas Al-Qur‟an ayat demi

ayat sesuai dengan rangkaian ayat yang tersusun dalam Al-Qur‟an. Maka tafsir

yang memakai pendekatan ini mengikuti naskah Al-Qur‟an dan menjelaskan

dengan cara sedikit demi sedikit, dengan menggunakan alat-alat penafsiran yang

Ia yakini efektif. Sepeerti mengandalkan pada arti-arti harfiyah, hadist, atau ayat

1Quraish Shihab,Kaidah-kaidah: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui

dalam Memahami Ayta-Ayat Al-Qur‟an ,( Tangerang: Lentera Hati,2015), 378 2Nasruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur‟an, (Jakarta; Pustaka Pelajar, 1988), 1-2

Page 59: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

47

lain yang mempunyai beberapa kata atau pengertian yang sama dengan ayat yang

sedang di tafsiri sebatas kemampuannya didalam membantu menerangkan makna

bagian yang sedang di tafsirkan sambil memperhatikan naskah konteks ayat

tersebut, sehingga penulis dapat melihat upaya yang dilakukan oleh Al-Razi dan

Al-Zamakhsyari dalam menafsirkan ayat menggunakan metode ini.

Metode Tahlili adalah metode yang berusaha untuk menerangkan arti ayat-

ayat Al-Qur‟an dari berbagai seginya, berdasarkan urutan-urutan ayat atau surah

dalam mushaf Ustmani, dengan menonjolkan kandungan lafadz-lafadznya,

hubungan ayat-ayatnya, hubungan surat-suratnya, sebab-sebab turunnya, hadist-

hadist yang berhubungan dengannya, pendapat-pendapat mufassir terdahulu dan

mufassir itu sendiri yang diwarnai oleh latar belakang pendidikan dan keahlian

mufassir tersebut.3

Pendapat tersebut bisa diterima jikalau yang dimaksud adalah pada tahap

awal dari lahirnya metode, karena dalam kenyataannya, hal tersebut tidak selalu

ditemukan kecuali pada tafsir tahlili yang bercorak kebahasaan.Dalam konteks

kebahasaan ini, di samping kelebihannya yang menonjol, yakni pemahaman

makna kosakata, tidak jararng juga ditemukan sang mufassir memberi makna

yang berlebih atau berkurang dari apa yang seharusnya ditampung oleh kata yang

ditafsirkan.4

Fakhruddin Al-Razi adalah sosok mufassir yang secara kongkrit

menawarkan penafsiran Al-Qur‟an dengan Al-Qur‟an, maka dalam penafsirannya

tidak jarang dijumpai adanya satu ayat yang menjadi penjelas bagi ayat yang

lain. Beliau adalah mufassir yang sedikit sekali menggunakan Ta‟wil dalam

penafsirannya, bahkan beliau tidak menjadikannya sebagai pendekatan dalam

tafsirnya.ini karena menurut beliau dalam penafsiran Al-Qur‟an adalah makna

zhahir bukan makna bathin.

3Hujair A. H. Sanaky, Metode Tafsir dan Perkembangannya, (Tesis; UIN Sunan Kalijaga

Jogjakarta), 274 4Ibid., 379

Page 60: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

48

Adapun corak panafsiran yang digunakan oleh Fakruddin Al-Razi adalah

corak ilmi, sebuah corak penafsiran yang mana dalam hal menjelaskan makna

suatu ayat, mufassir mengutif berbagai keilmuan dan membandingkan dengan

berbagai pendapat para ulama, persoalan yang diperbincangkan dalam suatu ayat

dimaknai atau didefenisikan berdasarkan pandangan para ilmuan dan pandangan

para ulama,5

Meskipun dalam menafsirkan Al-Qur‟an menggunakan hanya satu metode

penafsiran atau interpretasi terhadap Al-Qur‟an dengan Al-Qur‟an, tetapi

Fakhruddin Al-Razi tidak meninggalkan secara serta merta pendekatan yang

menjadi corak utama dalam tafsir Mafatihul Ghaib tersebut yaitu pendekatan

ilmi dan sosial, sebagai bentuk dari penalaran seorang mufassir yang menjadikan

penafsiran tersebut bersifat rasional dan realistis, akan tetapi tetap berfikir secara

Qur‟ani.

Adapun pendekatan yang digunakan Fakruddin AL-Razi dalam

penafsirannya yang terdapat dalam kitab tafsirnya Mafatihul Ghaib, adalah

pendekatan menafsirkan Al-Qur‟an dengan al-Qur‟an yang berarti ayat-ayat Al-

Qur‟an itu satu sama lain saling menafsirkan, saling menjelaskan, dan saling

menguatkan. Karena Al-Qur‟an bagaikan pelita dan penjelas untuk semua hal,

maka tidak mungkin ia, tidak menjadi penjelas bagi dirinya sendiri.

Sedangkan Al-Zamakhsyari menggunakan corak teologis atau lebih khusus

disebut corak Mu‟tazilah, yatu suatu corak penafsiran yang mana dalam hal

menafsirkan, mufassir lebih banyak mengungkap pemikiran dan rasionya,

sehingga dalam menyampaikan argumen mengenai penjelasan penafsirannya

banyak menuai kritik dan di anggap mengedapankan akalnya ketimbang wahyu,

ini menjadi hal yang wajar karena beliau adalah seorang tokoh muktazilah dan

pemikiran beliau lebih cenderung kepada rasionalitas. Namu semua itu tidak

menutup kemungkinan penafsiran beliau juga banyak menuai pujian lantaran

5Kadar M Yusuf, Srudi Al-Qur‟an, ( Jakarta: Amzah,2014 ),163

Page 61: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

49

kepiawaian beliau dalam mengemukakan kandungan-kandungan, mukjizat,

balaghah dan gramatika Al-Qur‟an.

Dalam bukunya Mazahib al-Tafsir al-Islami, Ignaz Goldziher mengatakan

bahwa Al-Zamakhsyari sangat baik dalam menjelaskan isi penafsirannya, hanya

saja pembelaannya terhadap Mu‟tazilah sangat berlebihan. Sehingga dalam

menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an beliau lebih ketergantungan dengan rasionya

ketimbang daripada wahyu.6

Perbanding dari corak kedua tafsir di atas adalah bahwa corak ilmi lebih

unggul menurut penulis ketimbang corak Itizali (teologis) karena, corak ilmi lebih

banyak membandingkan ayat dengan ayat, dan di dukung oleh pengetahuan,

sedangkankan corak teologis lebih banyak memaparkan menggunakan rasional

dan logika belaka, bukan berarti hal demikian tidak diperbolehkan, hanya saja

harus di dukung oleh dail-dalil dan argumentasi yang kuat.

B. Perbandingan Isi Penafsiran

Adapun mengenai Pemikiran tentang syafaat, Terdapat persamaan serta

perbedaan yang jelas antara penafsiran Fakhruddin Al-razi dan Al-

Zamaksyari.Bahwa kedua mufassir tersebut dalam menjelaskan syafaat, sama-

sama menafsirkan ayat dengan ayat hadist dengan hadist

Ketika menafsirkan QS„Al-Baqarah ayat 48, kedua mufasir tersebut

menjelaskan ayat tersebut dengan ayat dalam surah lain yang pembahasannya

masih seputar syafaat, sebagai pendukung terhadap penafsiran tersebut. Misalnya

dalam kedua kitab tafsir tersebut Al-Razi mengakui tentang syafaat juga di

peruntukkan bagi orang pelaku dosa besar maka Ia mengaitkan surah Al-Baqarah

ayat 48 tersebut dengan surah Al-Baqarah ayat 255 (ayat kursi), begitu juga

dengan Al-Zamakhsyari ketika Ia mengingkari syafaat terhadap pelaku dosa besar

6 Ignaz Goldziher, Mazahib Tafsir al-Islami, terj. kedalam bahasa Arab oleh Abd Halim

an-Najjar, (Beirut: Dar al-Iqra, 1983), 141

Page 62: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

50

maka Ia juga mengaitkan ayat 48 tersebut dengan ayat 254 dalam surah yang

sama.7

Selanjutnya dalam menjabarkan penjelasan mengenai syafaat, kedua

mufassir tersebut sama-sama didukung oleh aliran yang mereka anut masing-

masing, sehingga ketika kita membaca penafsiran tersebut kita akan mengira

mereka berdebat. Di samping itu tokoh-tokoh yang satu pemikiran dengan mereka

juga ikut memberikan argumen sebagai penguat penafsiran mereka, sehingga

penjelasan keduanya menjadi kuat dan tidak terbantahkan.8

Selanjutnya, kedua tokoh tersebut di samping mereka seorang mufassir,

mereka juga ahli teologi sehingga pemikiran mereka tidak di ragukan lagi. Al-

Razi adalah seorang tokoh mafssir Sunni yang terkemuka sedangkan Al-

Zamakhsyari adalah seorang tokoh mufassir Mu‟tazilah terkemuka. Maka kita

akan sering melihat dalam penafsiran keduanya, mereka akan lebih condong

membela aliran masing-masing.

Rasyid Ridha9 memberikan predikat al-Imam kepada Al-Razi, selain itu Al-

Razi merupakan raja dari teolog dan ahli ushuluddin pada masanya. Sehingga

ketika Al-Razi meninggal dunia mereka mengakui kepemimpinannya. Al-

Zamakhsyari adalah seorang teolog (mutakallim) sekaligus seorang tokoh

Mu‟tazilah. Kedua predikat ini juga mewarnai penafsirannya yang tertuang dalam

tafsir al-Kasyaf, sehingga tafsir tersebut juga memiliki corak teologis dan lebih

khusus lagi corak Mu‟tazilah (laun i‟tizal).

Menurut Fakhruddin Al-Razi penafian syafaat dalam Al-Qur‟an besifat

umum sehingga menurut beliau siapapun yang Allah beri izin dan beri ridha untuk

itu, ia berhak untuk mendapatkannya, tidak menutup kemungkinan sekalipun

orang yang pernah melakukan segala macam maksiat dan dosa besar. Di ujung

penafsirannya Ia juga menyebutkan, bahwa orang-orang yang disiksa didalam

7Al-Razi dan Al-Zamakhsyari, Mafatihul Ghaib dan Al-Kasyaf, Maktabat Waqfeya,

(Beirut; Darl al-Fikr, tt), 75 dan 214 8Nurliana Damanik, Konsep Syafaat dalam perspekstif Al-Qur‟an dan Hadis, (Tesis; UIN

Syarif Hidayatullah), 46 9 Salah satu penulls tafsir Al-Manar, Ia memiliki peran besar dalam pembaharuan islam

Page 63: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

51

neraka, tapi mereka adalah seorang Mukmin, maka sewaktu-sewaktu mereka akan

dikeluarkan dari neraka tersebut, dan mereka adalah termasuk orang yang akan

diberikan syafaat. Hal ini senada juga dengan hadist Nabi saw, bahwa siapa saja

yang di dalam hatinya ada keimanan walapun sebesar biji zarah maka kelak ia

akan di angkat dari dasar neraka.10

Fakhruddin Al-Razi sebelum menafsirkan suatu ayat, beliau terlebih dahulu

menjelaskan Asbab An-Nuzul ayat tersebut, sehingga ketika beliau menafsirkan

ayat 48 Surah Al-Baqarah maka sesuai dengan riwayat yang Ia temukan, Ia

menafsiri dengan demikian, bahwa orang yang di tuju oleh ayat tersebut adalah

orang-orang kafir dan orang-orang Bani Israil. Beliau menafsiri demikian karena

sebelum ayat 48 tersebut adalah ayat yang menyindir tentang Bani israil, sehingga

penafian syafaat yang di tuju dalam ayat itu adalah orang-orang kafir saja, bukan

orang Mukmin yang melakukan maksiat dan dosa besar.

Dikalangan para ulama, tafsir Mafatihul Ghaib sangat terkenal, karena

kepiawaian al-Razi dalam mengungkapkan kemukjizatan Al-Qur‟an, terutama

membandingkan dan mejelaskan suatu ayat, mengenai keindahan balaghahnya.

Mereka mengatakan bahwa tafsir inilah yang pertama kali menyingkap

kemukjizatan Al-Qur‟an secara sempurna.

Karena demikian itu lah banyak ulama yang cenderung dengan penafsiran

beliau, dan mereka menilai penafsiran beliau adalah penafsiran yang sangat baik,

tidak menimbulkan perdebatan, perselisihan dikalangan para ulama. Di samping

beliau menyebutkan Asbab An-Nuzul, beliau juga menggunakan Munasabah ayat

yang di tafsiri baik dengan ayat yang sebelumnya atau dengan ayat yang

sesudahnya.

Misalnya ketika beliau menjelaskan penafsiran ayat berikut ini:

10

Maulana Zakaria, Himpunan Hadist Fadilah Amal, Bab Iman (Yokyakarta; As-Shaff,

2006), 64

Page 64: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

52

“Pada hari itu tidak berguna Syafa‟at, kecuali dari orang-orang yang telah

diberikan izin kepadanya oleh Allah yang maha pemurah, dan perkataan

yang telah di ridhainya” (QS.Thaha; 20: 109.) 11

Dan takutlah kamu pada hari kiamat, ketika tidak seorangpun dapat

membela orang lain sedikitpun. Sedangkan Syafa‟at dan tebusan apapun

darinya tidak diterima dan mereka tidak akan di tolong (QS Al-Baqarah;

2:48).

Ayat yang pertama di atas secara jelas menafikan adanya syafaat, dan

agaknya pengertian lahiriyahnya ini lah yang dijadikan pegangan oleh orang-

orang yang meyakini bahwa syafaat itu merupakan kepercayaan yang diciptakan

oleh kahin, agar mereka memperoleh kedudukan yang terhormat di kalangan umat

mereka.12

Sesungguhnya sumber kekeliruan dalam menafsirkan ayat tersebut

terletak pembatasannya satu ayat ini saja seraya mengabaikan maksud-maksud

yang terkandung di dalam ayat lainnya, yang juga berbicara syafaat.

Dalam menafsiri dua ayat di atas beliau mengatakan, bahwa dua ayat

tersebut sangatlah erat kaitannya, di ayat yang pertama berbicara tentang penafian

syafaat, sedang ayat yang kedua membicarakan syafaat diberikan kepada orang-

orang yang telah Allah beri izin. Maka dalam penafsiran beliau ayat pertamalah

yang menjadi pernyataan kuat bahwa syafaat tersebut tidak akan pernah berlaku

bagi orang-orang kafir atau di sebut dengan penafian syafaat. Lalu apakah ayat

yang kedua juga demikian, menurut beliau, orang-orang yang telah diberikan izin

di ayat tersebut adalah orang-orang yang Mukmin.

Di samping mengemukan Asbab An-Nuzul Al-Razi juga membandingkan

ayat-ayat yang beliau tafsirkan, sehingga dalam menafsiri dua ayat di atas beliau

mengatakan, bahwa dua ayat tersebut sangatlah erat kaitannya, di ayat yang

pertama berbicara tentang penafian syafaat, sedang ayat yang kedua

11

Ibid., 317 12

Ja‟far Subhani, Adakah Syafaat dalam Islam, (Bandung; Pustaka Hidayah, 2011), 49

Page 65: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

53

membicarakan syafaat diberikan kepada orang-orang yang telah Allah beri izin.

Maka dalam penafsiran beliau ayat pertamalah yang menjadi pernyataan kuat

bahwa syafaat tersebut tidak akan pernah berlaku bagi orang-orang kafir atau di

sebut dengan penafian syafaat. Lalu apakah ayat yang kedua juga demikian,

menurut beliau, orang-orang yang telah diberikan izin di ayat tersebut adalah

orang-orang yang Mukmin.13

Sedangkang Al-Zamkhsyari dalam tafsirnya, ketika beliau menafsirkan

suatu ayat, penulis tidak menemukan Asbab An-Nuzul sebelum Ia menjelaskan

ayat tersebut, sehingga ketika beliau menafsirkan ayat 48 Surah Al-Baqarah,

beliau hanya melihat ayat tersebut dari segi tekstualnya saja dan beliau

komparasikan dengan rasionya seolah-seolah penafsiran tersebut murni

pemikirannya. Maka wajar dalam penafsirannya tersebut, mengenai penafian

syafaat mutlak Ia tujukan kepada seseorang Mukmin yang melakukan dosa besar

dan seseorang yang ahli maksiat. Menurutnya orang-orang ini tidak akan pernah

mendapatkan syafaat, baik dari Allah maupun selain Allah.

Misalnya ketika beliau menjelaskan ayat-ayat berikut ini dengan

penafsirannya:

Dan takutlah kamu pada hari kiamat, ketika tidak seorangpun dapat

membela orang lain sedikitpun. Sedangkan Syafa‟at dan tebusan apapun

darinya tidak diterima dan mereka tidak akan di tolong (QS Al-Baqarah;

2:48).

13

Fakhruddin Al-Razi, Mafatihul Ghaib, 187

Page 66: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

54

“Pada hari itu tidak berguna Syafa‟at, kecuali dari orang-orang yang telah

diberikan izin kepadanya oleh Allah yang maha pemurah, dan perkataan

yang telah di ridhainya” (QS.Thaha; 20: 109.) 14

Pada surah Al-Baqarah ayat 48 ayat diatas, alasan terkuat Al-Zamakhsyari

tentang penafian syafaat kepada orang-orang Mukmin yang ahli maksiat dan

pelaku dosa besar yaitu pada akar kata, “la yuqbalu minha syafaatu,” Ia

mengaitkan akar kata tersebut dengan akar kata, “nafsun an-nafsin” menurut

beliau arti dari “nafsun an-nafsin” tersebut adalah orang-orang Mukmin lalu ia

beliau kaitkan dengan kata “la yuqbalu minha syafaatu” maka di sinilah letaknya

pemahaman beliau tentang penafian syafaat terhadap pelaku dosa besar dari

kalangan Mukmin.15

Sehingga Al-Baidawi dalam Tafsir-nya,16

memeberikan kritikan padas

kepada Al-Zamakhsyari dan mengatakan dengan berpegang pada ayat ini, Al-

Zamaksyari dan kelompok Mutazillah menafikan syafaat bagi para pelaku dosa

besar (dikalangan kaum Mukminin) dan meraka (Ahlus Sunnah) menjawab,

bahwa ayat ini khusus berkaitan dengan orang-orang kafir saja, karena terdapat

banyak ayat dan hadis yang menyebutkan keotentikan syafaat. Pendapat ini

didukung dengan pernyataan bahwa ayat-ayat di atas berkaitan dengan orng-orang

kafir saja, dan ia diturunkan sebagai bantahan atas anggapan orang-orang Yahudi

yang mengatakan bahwa, nenek monyang mereka dapat memberikan syafaat

kepada mereka.

Sebenarnya beliau juga berpendapat yang sama seperti pendapat Al-Razi,

bahwa ayat tersebut umumnya berlaku bagi orang-orang kafir dan orang-orang

Bani Israil. Hal ini beliau sebut di dalam penafsirannya tafsir Al-Kasyaf, tetapi

beliau juga menyebutkan ayat itu juga ditujukan kepada orang-orang Mukmin

14

Tim Penterjemah, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, 295 15

Al-Zamakhsyari, Al-Kasyaf, 79 16

Alammah Al-Baidhawi, Anwar Al-Tanzil wa Asrar Al-Ta‟wil, jilid 1, (Beirut, Darl Al-

Fikr,tt), 152

Page 67: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

55

yang melakukan dosa besar, ini lah yang menurut penulis beliau melakukan

pembelaan yang berlebihan kepada Mu‟tazilah.17

Dalam menafsiri suatu ayat Al-Zamakhsyari terlalu mengedepankan

akalnya, hal ini dapat penulis lihat dalam penjelasan beliau pada surah Al-Baqarah

ayat 255, tentang orang-orang yang Allah izinkan atas penerimaan syafaat. Di sini

beliau mengatakan bahwa orang-orang yang Allah izinkan atas syafaat tersebut

adalah orang-orang yang taat saja agar Allah naikkan derajatnya lagi. Padahal Al-

Razi dan mufassir lainnya dengan tegas mengatakan, bahwa hak prioritas syafaat

tersebut adalah murni hak Allah, siapapun berhak Allah kasih. Lagi-lagi di sini

penulis lihat Al-Zamakhsyari melakukan pembelaan yang berlebihan terhadap

Mu‟tazilah.

Jadi pada intinya kedua tokoh mufassir ini sama-sama mengakui keberadaan

dan kebenaran adanya syafaat, yang membedakan penjelasan penafsiran keduanya

adalah, penafian terhadap pemberian syafaat pada Hari Kiamat nanti. Fakhruddin

Al-Razi mengatakan dalam tafsirnya, tafsir Mafatihul Ghaib bahwa, penafian

syafaat hanya di peruntukkan bagi orang-orang kafir dan orang-orang Yahudi saja.

Sementara Al-Zamakhsyari mengatakan didalam tafsirnya, tafsir Al-Kasyaf

bahwa penafian syafaat tersebut di perunttukan bagi orang-orang kafir dan orang-

orang Mukmin yang melakukan dosa besar dan maksiat. Jadinya sebenarnya

syafaat itu ada dan keberadaannya tidak ada satupun dalil yang membantah

tentamg kebenarannya.

C. Kelebihan dan kekurangan isi penafsiran

Jadi kesimpulan dari uraian Fakhruddin Al-Razi dan Al-Zamakhsyari

didalam kitabnya di atas adalah, bahwa hak prioritas syafaat mutlak hak Allah,

mau diberikan kepada siapapun itu urusan Dia, urusan kita hanyalah mengimani

tentang syafaat, karena ini merupakan prinsip ushul dalam agama Islam atau

17

Al-Zamakhsyari, Al-Kasyaf, 214

Page 68: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

56

disebut dengan pokok ajaran agama Islam untuk mengimani dan mempercayai hal

tersebut.

Dan pada intinya kedua tokoh mufassir ini sama-sama mengakui keberadaan

dan kebenaran adanya syafaat, yang membedakan penjelasan penafsiran keduanya

adalah, penafian terhadap pemberian syafaat pada Hari Kiamat nanti. Al-Razi

mengatakan, bahwa penafian syafaat hanya di peruntukkan bagi orang-orang kafir

saja. Sementara Al-Zamakhsyari mengatakan, bahwa penafian syafaat tersebut di

perunttukan bagi orang-orang kafir dan orang-orang Mukmin yang melakukan

dosa besar dan maksiat. Jadinya sebenarnya syafaat itu ada.

Iman Nasir Al-Din bin Muhammad Ibn Al-Munir Al-Iskandari Al-Maliki,

dalam kitabnya yang berjudul Al-Insyaf yang mengomentari kitab Al-Kasyaf yang

mengemukakan pandangan yang bercorak Mu‟tazilah itu, mengatakan: “Orang-

orang yang mengingkari syafaat, jelas tidak akan memperolehnya, sedangkan

orang-orang yang beriman dan mempercayainya yakni kalangan Ahlus-Sunnah

wal Jama‟ah, adalah orang yang mengharapkan rahmat Allah. Dalam kepercayaan

mereka syafat bisa diperoleh oleh para pelaku dosa besar dan ahli maksiat dari

kalangan orang-orang Mukmin. Dan bahwa-sanya syafaat itu disediakan bagi

mereka kelak.18

Jadi jelas yang di nafikan oleh ayat tersebut bukan syafaat melainkan

pemberian syafaat itu kelak di batasi, dalam artian syafaat hanya diberikan oleh

Allah kepada orang-orang yang Ia ridhai dan orang-orang yang Ia izinkan. Jadi

urusan Dia mau diberikan kepada siapa saja, tugas kita hanya mengimani dan

meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa hal tersebut adalah salah satu pokok

dari ajaran-ajaran Al-Qur‟an.

18

Imam Nashir Al-Din Ahmad bin Muhammad Ibn Al-Munir, Al-Insyaf, jilid 1 (Beirut;

Darl Al-Fikr, tt) 164

Page 69: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

57

1. Kelebihan dan Kekurangan Penafsiran FakhruddinAl-Razi

a. Fakhruddin Al-Razi, mengemukakan Asbab An-Nuzul terlebih dahulu

sebelum menafsirkan suatu ayat, jika ayat tersebeut memiliki Asbab An-

Nuzul.

b. Fakhruddin Al-Razi, selalu menjelakan munasabah ayat yang sedang

beliau jelaskan, baik dengan ayat-ayat yang sebelumnya atau dengan

ayat-ayat yang sesudahnya.

c. Fakhruddin Al-Razi, selalu menafsirkan atau menjelaskan ayat Ia tafsiri

dengan bantuan ayat-ayat lain, dan pendapat-pendapat para mufassir

terdahulu baik ahli filsafat, ahli kalam ahli fiqih dan ahli ilmu lainnya.

d. Fakhruddin Al-Razi, tidak memasukkan cerita Israiliyat kedalam

penafsirannya, beliau lebih banyak memasukkan pendapat para tokoh

mufassirter dahulu.

e. Fakhruddin Al-Razi, lebih banyak menjelaskan penafsiran dengan wahyu

ketimbang rasio atau pemikirannya, sehingga penefsiran beliau jarang

sekali menuai kritikan dari para mufassir lainnya.

f. Fakhruddin Al-Razi, selalu menyebutkan mazhab fuqoha, jika beliau

bertemudengan ayat-ayat tentang hukum dalam penafsirannya, akan

tetapi beliaulebih condong kepada mazhab Syafi‟i.

g. Fakhruddin Al-Razi, adalah ahli tafsir yang sedikit mengetahui tentang

hadis, sehingga dalam penfsirannya beliau jarang memberikan penjelasan

dengan hadis.

2. Kelebihan dan Kekurangan Penafsiran Al-Zamakhsyari

a. Al-Zamaksyari selalu menafsiri dan menjelaskan ayat dengan bantuan

ayat lain, hadis-hais Nabi.

b. Al-Zamakhsyari tidak memasukkan cerita Israiliyat dalam penafsirannya

tetapi beliau lebih banyak menafsiri dengan rasinalitasnya.

Page 70: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

58

c. Al-Zamakhsyari tidak mengemukakan Asbab An-Nuzul terlebih dahulu

sebelum menafsirkan suatu ayat, jika ayat tersebeut memiliki Asbab An-

Nuzul.

d. Al-Zamakhsyari lebih banyak menafsiri dan menjelaskan ayat dengan

tekstualnya saja, lalu Ia kolaborasikan dengan rasionya.

e. Al-Zamakhsyari terlalu berlebihan melakukan pembelaan terhadap

Mutazilah sehingga banyakmenimbulkan kritikan dari para tokoh

mufassir lainnya.

f. Al-Zamakhsyari terlalu berlebihan dalam menggunakan logikanya dalam

menjelaskan suatu ayat, sehingga menurut penulis kelihatan sangat

ekstrim.

“Barang siapa yang menafsirkan Al-Qur‟an dengan akal fikirannya maka

tempat duduknya di dalam neraka,”19

!

Karena kewajiban seorang Muslim dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an

hendaknya ketika sedang menafsirkan Al-Qur‟an itu dia merasakan dirinya

sebagai penerjemah Allah, sebagai saksi bagi-Nya terhadap apa-apa yang di

inginkan-Nya dari firman-Nya itu. Sehingga dia menganggap agung

persaksiannya ini dan merasa khawatir kalau-kalau ia berbicara atas nama Allah

tanpa landasan ilmu sehingga ia terjerumus kepada hal yang di haramkan Allah

yang karenanya ia akan di hinakan pada Hari Kiamat.20

Tapi penulis sangat yakin

dengan keilmuan seorang Al-Zamakhsyari, dan beliau terjaga dari itu semua.

19

Muhammad bin Shalih Al-Utsmani, Ushulun Fit-Tafsir, (Solo; Pustaka Al-Qowam,

2014), 9 20

Muhammad bin Shalih, Ushulun Fit-Tafsir, 43

Page 71: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

59

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian yang telah penulis uraikan dalam bab-bab sebelumnya, dapat

diambil kesimpulan bahwa :

1. Syafaat adalah salah satu ajaran pokok dalam Agama Islam. Mengenai

keberadaan dan kebenarannya tidak diragukan lagi karena banyak ayat-ayat,

hadis-hadis dan penjelasan para ulama mengenai hal itu. Bahkan ulama

Mu‟tazilah mengakui keberadaan dan kebenarannya, jadi penulis

menyimpulkan bahwa, syafaat itu memanglah ada dan akan Allah berikan

kepada orang-orang yang Ia kehendaki pada Hari Kiamat.

2. Dalam tafsir Mafatihul Ghaib, Fakhruddin Al-Razi mengakui keberadaan dan

kebenaran syafaat, begitu juga dengan Al-Zamakhsyari dalam tafsirnya Al-

Kasyaf, beliau juga mengakui keberadaan dan kebenarannnya. Hanya saja

kedua mufassir ini berbeda pandangan mengenai syafaat itu sendiri, yakni

dalam hal pemberian syafaat. Al-Razi dalam tafsirnya mengatakan, bahwa

syafaat itu dinafikan bagi orang-orang kafir saja. Sedangkan Al-Zamakhsyari

mengatakan bahwa, syafaat itu dinafikan bagi orang-orang Kafir dan orang-

orang Mukmin yang melakukan dosa besar dan ahli maksiat.

3. Dalam hal metode, kedua mufassir ini menggunakan metode yang sama, yakni

metode tahlili, dan dalam hal isi penafsiran mereka memiliki perbedaan. Al-

Razi ketika menafsirkan ayat-ayat tentang syafaat, beliau menguatkan dengan

ayat-ayat yang lain, sementara Al-Zamakhsyari lebih banyak menempatkan

peran utama akalnya dalam menafsir atau menjelaskan ayat-ayat tersebut.

Karena kedua mufassir ini memiliki latar belakang dan pemikiran yang

berbeda.

Fakhruddin Al-Razi adalah ulama Ahlus Sunnah wal Jama‟ah serta

memiliki latar belakang pendidikan Sunni, tetapi tidak sepenuhnya beliau

dalam menafsirkan hanya terfokus kepada pemikiran Ahlus Sunnah saja.

Page 72: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

60

Beliau juga banyak menafsirkan mengutif kepada pendapat para Filosof dan

Fuqoha. Hal inilah yang membuat penafsiran beliau terkenal dan menyebar

luas, salah satunya kitab Tafsir Mafatihul Ghaib. Sedangkan Al-Zamakhsyari

adalah seorang mufassir dari kalangan Mu‟tazzilah yang mana telah banyak

mempengaruhi khazanah keilmuan, terutama dalam bidang Tafsir, pemikiran,

dan sebagainya. Salah satu kitab tafsir beliau adalah Tafsir Al-Kasyaf, tafsir

ini merupakan sebuah tafsir yang di nilai cukup lengkap oleh para ulama,

hanya saja dalam Tafsir tersebut, AL-Zamakhsyari terlalu berlebihan terhadap

Mu‟tazilah.

Pendapat kedua Mufasir diatas mengenai ayat-ayat yang berbicara

tentang syafaat, ini terdapat perbedaan dalam hal pemberian syafaat, keduanya

sama-sama mengakui kebenaran syafaat. Fakhruddin al-Razi mengatakan

bahwa penafian syafaat yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah

diberlakukan untuk orang-orang kafir saja. Sedang Al-Zamakhsyari, penafian

syafaat dalam ayat tersebut ditujukan kepada orang-orang kafir danorang-

orang Mukmin yang melakukan dosa besar dan maksiat. Jadi pada intinya

penafian syafaat tersebut bersifat khusus menurut Al-Razi, karena penafiannya

cuma buat orang kafir saja. Sedangkan menurut Al-Zamakhsyari, penafian

syafaat tersebut bersifat umum, karena tidak hanya kepada orang-orang kafir

saja, tetapi juga orang-orang Mukmin yang melakukan dosa besar.

B. Saran-saran

Sebagai catatan akhir dari skripsi ini,, penulis berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat serta menambah khazahanah keilmuan Khususnya bagi diri

penulis. Selain itu penulis juga berharap agar skripsi ini dapat menambah

semangat dalam hal dunia penelitian. Hendaknya dapat juga menambah

pemahaman terhadp ayat-ayat Al-Qur‟an khusunya dalam Hal menafsirkan serta

mengambil pesan-pesan Allah yang tercantum dalam Al-Qur‟an

Page 73: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

61

Akhir kata, Penulis menyadari tidak ada hal yang mudah dalam meraih

sesuatu kecuali mau berusaha dengan gigih, serta tidak ada pemahaman yang

benar kecuali dengan membaca pengalaman. Penulis mohon maaf atas segala

kekurangan serta kesalahan baik yang bersifat tulisan maupun pemahaman. Oleh

karena itu diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi penulis.

Wallahu „alamu bisshawab.

Page 74: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an

Tim Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya Jakarta: Depertemen Agama RI, 1998

Buku

Ali Ala’uddin bin Muhammad bin Ibrahim Al-Bagdhadi, Tafsir Khazan, Lebanon: Darl kitab alamiyah 1996

Al-Qurthubi Syamsuddin, Bekal Mengahdapi Kehidupan Setelah Mati: penjelasan mengenai Roh, Syafaat, dan catatan amal, Jakarta Timur; Pustaka Al-Kautsar 2001

Al-Mahally Jalaluddin dan Asy-Sayuti Jalaluddin, Tafsir Jalalain, Surabaya: Nurul Huda 1997

Al-Mufidh Syaikh. Awail Al- Maqalat, Beireut Lebanon; Darl Al-Fikr, 1990

Al-Razi Fakhruddin, Tafsir Kabir Mafatihul Ghaib, Beirut Lebanon; Darl Al-Fikr,1992

As-Subhani Ja’far, Mafahim Al-Qur’an, Iran: Mu’assasah al-Imam al-Sadiq 1998

Al-Zamkahsyari, Tafsir Al-Kasyaf, Beirut Lebanon; Darl Al-Ma’rifat 1997

As-Subhani Ja’far, Mafahim Al-Qur’an, Iran: Mu’assasah al-Imam al-Sadiq 1998

Baidan Nasruddin, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Jakarta; Pustaka Pelajar 1988

Dahlan Abd Rahman, Kaidah-kaidah Tafsir, Jakarta: Pustaka Amzah 2010

Fahd Syaikh bin Nashir, Buku Induk Agama Islam tentang: Syafaat Nabi, Qadha dan Qadar, Karamah Wali, Kiamat Kubra dan lain-lainnya. Jakarta; Darl Haqq 2008

Dr.Yusuf Muhammad, MA, Biografi Para Mufassir, Yokyakarta: Penerbit Teras 2004

Fakih Kamal Alammah, Tafsir Sya’rawi, Jakarta: Pustaka Al-Huda 2014

Goldziher Ignaz, Mazahib Tafsir al-Islami, terj. kedalam bahasa Arab oleh Abd Halim an-Najjar, Beirut: Dar al-Iqra 1983

Page 75: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

Shihab Quraish, Kaidah-kaidahdalam Memahami Ayta-Ayat Al-Qur’an ,Tangerang: Lentera Hati 2015

Subhan Jafar, Adakah Syafa’at dalam Islam antara Pro dan Kontra, Bandung; Pustaka al-Hidayah 2014

Shalih Muhammad, Ushulun Fi At-Tafsir, Solo; Pustaka Al-Qowam 2014

Syaikh Jawhari Tanthawi, Tafsir Jawahir. Lebanon: Pustaka Darl Fikr 1998

Syaikh Ali As-Shabuny Muhammad, Shafwatu Tafasir, Madinah: Darus Shabuny 1997

Yusuf Kadar, Srudi Al-Qur’an, Jakarta: Amzah 2014

Yusuf Muhammad, MA, Studi Kitab Tafsir, Yokyakarta: Penerbit Teras 2004

Skripsi

Fahruddin Muhammad, Konsep Syafa’at dalam Tafsir Al-Maraghi, Skripsi Jawa Tengah: Institut Agama Islam Negeri Surakarta 2015

Mujib Ulinuha. Konsep Syafa’at dalam Perspektip Muhammad Husain At-Thabathaba’i, Tesis Yokyakarta: Program Pasca Sarjana S2 Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga 2017

Nurliana Damanik, Konsep Syafaat dalam perspekstif Al-Qur’an dan Hadis, Tesis; UIN Syarif Hidayatullah 2012

Sanaky Hujair, Metode Tafsir dan Perkembangannya. Tesis; UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta 2014

Page 76: EKSISTENSI SYAFAAT DALAM TAFSIR SUNNI DAN MU ...repository.uinjambi.ac.id/94/1/ADE IRAWAN-UT150186...adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan metode tahlili (analisis) dalam tehnis deskriptif,

CURRICULUM VITAE

A. Informasi Diri

Nama : Ade Irawan

Tempat & Tng Lahir : Desa Rantau Panjang, 12 April 1995

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Kelurahan Bagan Pete, Kecamatan Alam Barajo

Kabupaten Kota Jambi, Propinsi Jambi

B. Riwayat Pendidikan

1. Memperoleh gelar S1 (Strata Satu) di UIN STS Jambi pada tahun 2018

2. Madrasah Aliyah Swasta (MA) Al-Mujahadah pada tahun 2014.

3. Madrasah Tsanawiyah Swasta (MTS) Al-Mujahadah pada tahun 2011.

4. Sekolah Dasar Negeri. 140/VI Rantau Panjang pada tahun 2008.