ekoji999 edisi109-26 des12-strategicdistinctionmodel
TRANSCRIPT
Pendahuluan
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
HALAMAN 1 DARI 4 (C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2012
Strategic Distinction Modeloleh Prof. Richardus Eko Indrajit - [email protected]
EKOJI9
99 N
omor
109
, 26
Des
embe
r 201
2
Artikel ini merupakan satu dari 999 bunga rampai pemikiran Prof. Richardus Eko Indrajit di bidang sistem dan teknologi informasi. Untuk berlangganan, silahkan kirimkan permohonan anda melalui alamat email [email protected].
Jika manajemen puncak sebuah perusahaan ditanya sistem informasi apa yang ingin diimplementasikan di perusahaannya, tentu saja jawaban yang didapat adalah suatu sistem informasi yang baik dengan didukung oleh komponen teknologi informasi yang tercanggih. Namun jika yang bersangkutan mengetahui berepa besar biaya investasi dan operasional yang harus dikeluarkan untuk mengembangkan dan memelihara sistem informasi tersebut, baru mereka ber�ikir dan berusaha untuk meralat pandangannya. Ada sebuah model yang dapat dipergunakan oleh manajemen perusahaan dalam mempertimbangkan pengembangan teknologi informasi di perusahaannya. Model yang diberi nama Strategic Distinction Model ini dikembangkan oleh sebuah konsultan manajemen internasional yang berfungsi untuk memposisikan pengembangan portfolio proyek-‐proyek teknologi informasi yang ada di perusahaan berdasarkan skala prioritas dan keterbatasan sumber daya yang dimiliki.
Setiap perusahaan biasanya telah memiliki visi dan misi yang ingin dicapai dalam suatu jangka waktu tertentu. Dalam cetak biru perencanaan korporat (business plan) biasanya dicantumkan pula rencana pengembangan sistem informasi dan teknologi inoformasi sebagai salah satu komponen strategis perusahaan. Melihat bahwa dalam sebuah sistem informasi terdapat berbagai komponen-‐komponen sub-‐sistem yang harus dikembangkan (misalnya sistem informasi pemasaran, sistem informasi keuangan, sistem informasi sumber daya manusia, sistem informasi penjualan, dan lain sebagainya), tentu saja harus terdapat strategi khusus dalam pengembangannya. Alasan utamanya adalah keterbatasan sumber daya �inansial dan sumber daya manusia untuk membangun keseluruhan sistem tersebut sekaligus. Manajemen harus mampu melakukan pemilahan terhadap pengembangan sistem informasi tersebut dilihat dari tingkat kepentingannya (prioritas) bagi perusahaan, sehingga dapat ditentukan sistem mana saja yang harus segera dibangun (jangka pendek), dan sistem mana saja yang dapat dikembangkan di kemudian hari (jangka menengah dan jangka panjang). Salah satu kerangka yang dapat dipergunakan untuk memecahka permasalah ini adalah Strategic Distinction Model.
Sumber: Renaissance Advisors, 1998
Strategic distinction model merupakan sebuah matriks sederhana yang memiliki dua dimensi. Dimensi pertama (axis) menggambarkan posisi sistem informasi yang akan dimiliki (“TO BE”) dan yang saat ini dimiliki perusahaan (“AS IS”) terhadap sistem serupa yang dimiliki
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
HALAMAN 2 DARI 4 (C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2012
kompetitor utama. Dasar dari pertimbangan ini adalah prinsip bahwa sebuah perusahaan berorientasi pro�it mempergunakan sistem informasi sebagai senjata dalam bersaing. Sehubungan dengan hal tersebut, perusahaan dapat melihat dan menentukan apakah sistem informasi yang ada atau yang diharapkan untuk dibangun di masa depan ditargetkan untuk lebih buruk (weaker), kurang lebih sama (equal), atau lebih baik (stronger) daripada yang dimiliki pesaing.
Dimensi kedua (ordinat) menggambarkan bagaimana manajemen perusahaan melihat peranan sistem informasi tertentu dalam kerangka strategis perusahaan. Sebuah sistem informasi dikatakan memiliki fungsi yang sangat kritikal (core) jika keberadaannya mutlak dibutuhkan perusahaan. Dengan kata lain, tanpa sistem tersebut bekerja dengan baik, perusahaan akan mengalami kesulitan dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Kategori kedua adalah sistem informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan karena fungsinya sebagai penunjang aktivitas bisnis (necessity). Jenis sistem ini tidak sepenting kategori pertama, namun perusahaan tetap harus memilikinya demi kelancaran proses usaha. Kategori ketiga adalah sistem informasi yang pada dasarnya hanya merupakan pelengkap saja bagi perusahaan (necessity), sehingga secara operasional dapat diserahkan pemeliharaannya pada pihak ketiga (outsource).
Cara penggunaannya cukup mudah. Katakanlah berdasarkan analisa kebutuhan, perusahaan memutuskan untuk mengembangkan lima buah sistem informasi, masing-‐masing diberi nomor 1 sampai dengan 5 (lihat gambar). Sesuai dengan misi yang dicanangkan perusahaan, dalam suatu jangka waktu tertentu, perusahaan harus memiliki SI1 yang lebih baik dari kompetitor. Perusahaan juga menilai bahwa keberadaan SI1 ini sifatnya sangat kritikal bagi kelangsungan hidup perusahaan. Dalam strategic distinction model, sistem yang akan dikembangkan ini diletakkan pada koordinat STRONGER-‐CORE (karena merupakan target, sistem ini dinamakan sebagai “TO BE”). Melihat bahwa pada dasarnya saat ini perusahaan telah memiliki SI1 tersebut (dalam tahap pengembangan terntentu), maka langkah selanjutnya adalah melakukan penilaian dimana posisi sistem tersebut pada saat analisa ini (posisi “AS IS”). Dari contoh terlihat bahwa berdasarkan evaluasi, sistem SI1 yang dimiliki sekarang memiliki posisi EQUAL-‐NECESSITY. Jelas terlihat bahwa terdapat suatu gap yang cukup besar antara posisi sistem yang diinginkan dengan keadaannya saat ini, sehingga manajemen perusahaan harus menjalankan langkah-‐langkah tertentu agar misi pencapaian sistem yang diinginkan dapat terpenuhi. Pemetaan yang sama dilakukan terhadap sistem SI2, SI3, SI4, dan SI5 untuk melihat secara jelas gap yang terjadi antara keinginan dan kenyataan.
Bagaimana langkah yang harus diambil manajemen setelah melakukan analisa gap ini? Pada dasarnya, langkah yang harus diambil adalah tergantung dari besarnya gap yang terjadi dalam dua matriks dua dimensi tersebut:
Pada dimensi pertama (axis), membawa sebuah sistem dari posisi WEAKER ke EQUAL atau dari posisi EQUAL ke STRONGER biasanya memiliki korelasi langsung dengan besarnya investasi yang harus dikeluarkan perusahaan untuk membangun sistem informasi tersebut. Sehingga dengan kata lain, perusahaan harus mengalokasikan sejumlah dana tertentu untuk dapat membangun sistem informasinya, sehingga gap yang ada dapat ditutup. Sebaliknya, jika ingin membawa sistem informasi dari posisi STRONGER ke EQUAL atau dari posisi EQUAL ke WEAKER, maka perusahaan harus mengurangi investasi atau pengeluaran untuk sistem informasi yang telah dilakukan saat ini (adanya fenomena over investment).
Pada dimensi kedua (ordinat), membawa posisi sistem informasi dari SUPPORT ke NECESSITY atau dari posisi NECESSITY ke CORE (atau sebaliknya) berkaitan secara langsung dengan manejemen perubahan, karena dimensi ini memperlihatkan bagaimana manajemen menempatkan peranan sistem informasi dalam kerangka strategis perusahaan. Sama seperti
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
HALAMAN 3 DARI 4 (C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2012
halnya pada dimensi pertama, untuk melakukan hal ini dibutuhkan investasi dan usaha yang tidak mudah agar gap yang ada dapat segera ditutup.
Bagaimana jika ternyata perusahaan tidak memiliki sumber daya �inansial maupun sumber daya lain yang cukup? Jawabannya adalah prioritas. Berikut adalah urutan prioritas dari sistem yang harus dikembangkan berdasarkan target yang diinginkan oleh perusahaan (“TO BE”) berkaitan dengan dua dimensi pada Strategic Distinction Model:
1) CORE dan STRONGER;
2) CORE dan EQUAL;
3) NECESSITY dan STRONGER;
4) NECESSITY dan EQUAL;
5) CORE dan WEAKER;
6) NECESSITY dan WEAKER;
7) SUPPORT dan STRONGER;
8) SUPPORT dan EQUAL; dan
9) SUPPORT dan WEAKER.
-‐-‐-‐ akhir dokumen -‐-‐-‐
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
HALAMAN 4 DARI 4 (C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2012