e12sgo
TRANSCRIPT
PEMODELAN SPASIAL KESESUAIAN HABITAT SAGU
(Metroxylon spp.) DI PULAU SERAM, MALUKU
SRI GOSLEANA
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PEMODELAN SPASIAL KESESUAIAN HABITAT SAGU
(Metroxylon spp.) DI PULAU SERAM, MALUKU
SRI GOSLEANA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
SRI GOSLEANA. Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat Sagu (Metroxylon
spp.) di Pulau Seram Maluku. Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan LILIK
BUDI PRASETYO.
Sagu (Metroxylon spp.) merupakan salah satu tumbuhan pangan tropika
Indonesia. Indonesia mempunyai areal penanam sagu cukup luas sagu, bahkan
diperkirakan sekitar 60% areal penanaman sagu dunia. Salah satu wilayah yang
banyak ditemukan sagu adalah Pulau Seram, Maluku. Besarnya potensi sagu yang
terdapat di Pulau Seram dapat dijadikan modal pengelolaan sagu bagi Indonesia.
Namun informasi terkait sagu, terutama mengenai data spasial sagu masih kurang.
Oleh karenanya dilakukan penelitian dengan tujuan mengidentifikasi habitat,
menganalisis faktor-faktor fisik yang mempengaruhi kesesuaian habitat serta
menentukan pemodelan spasial kesesuaian habitat sagu yang tepat.
Penelitian didasarkan oleh penelitian sebelumnya yaitu oleh Botanri
(2010) dengan menggunakan data berupa citra Lansat -5 TM terdiri dari path
107/row 062, path 107/row 063, path 108/row 062 dan path 109/row 062, yang
direkam pada 6 Juli 2007, 17 Juli 2007, 15 Agustus 2007 dan 29 July 2007. Peta
tematik lain yang digunakan antara lain: peta jenis tanah, peta sungai dan titik
distribusi sagu (Metroxylon spp.) di Pulau Seram Maluku serta citra ASTER
GDEM Pulau Seram, Maluku, pengambilan pada 17 November 2011. Data
tersebut diolah dengan menggunakan software ArcGIS 9.3 dan ERDAS 9.1.
Proses analisis spasial dari ASTER GDEM menghasilkan peta ketinggian dan
kemiringan lereng. Sedangkan proses spectral enhancement pada citra Pulau
Seram menghasilkan peta Normalize Difference Vegetation Index (NDVI) Pulau
Seram. Sehingga didapatkan faktor penentu kesesuaian yang digunakan yaitu:
peta ketinggian, kemiringan lereng, jenis tanah, jarak dari sungai dan NDVI.
Kemudian dengan SPSS 19.0 dilakukan analisis komponen utama dan analisis
regresi logistik untuk meyusun model kesesuaian habitat berdasarkan kelima
factor tersebut.
Hasil analisis menunjukkan bahwa Metroxylon spp. menyebar hampir
merata di Pulau Seram Maluku. Metroxylon spp. dapat ditemukan pada daerah-
daerah dengan karakteristik seperti: 1). Ketinggian tempat antara 0-250 meter
diatas permukaan laut. 2). Kemiringan lereng yang datar yaitu 0 – 8%. 3). Pada
jenis tanah Alluvial. 4). Jarak dari sungai < 300 m. 5). Dengan nilai NDVI kisaran
-0,25 hingga 0,25. Model kesesuaian habitat Metroxylon spp. yang didapat
berdasarkan kedua analisis menunjukkan validasi 65,62% dengan perkiraan luas
areal sagu sebesar 489.716,31 Ha untuk model kesesuaian berdasarkan analisis
komponen utama dan 82,81% dengan perkiraan luas areal sagu sebesar
617.500,31 Ha untuk model kesesuaian berdasarkan analisis regresi logistik.
Maka dapat dikatakan bahwa model kesesuaian berdasarkan analisis regresi
logistik yang tepat digunakan untuk pembuatan pemodelan spasial kesesuaian
habitat Metroxylon spp. di Pulau Seram, Maluku.
Kata Kunci : Metroxylon spp, kesesuiaan habitat, pemodelan spasial
SUMMARY
SRI GOSLEANA. Spatial Modeling for Habitat Suitability of Sago
(Metroxylon spp.) in Seram Island, Maluku. Under Supervision of AGUS
HIKMAT and LILIK BUDI PRASETYO
Sago (Metroxylon spp.) is one of tropical staple food in Indonesia. About
60% of sago plantations areas of the world is located in Indonesia. One of the area
which is found sago is Seram Island, Maluku. The magnitude of sago, in Seram
Island can be used as capital for sago management in Indonesia. Unfortunately,
information on its habitat and spatial distribution are very limited. The objective
of this research is to identify the habitats, analyze the physical factors that affect
habitat suitability and determine the spatial modeling of habitat suitability for
sago.
The study was based on previous research conducted by Botanri (2010).
Analysis was made based on 4 scenes data of Landsat -5 TM imagery namely
path 107/row 062, path 107/row 063, path 108/row 062 and path 109/row 062,
which were taken on July 6th
2007, July 17th
2007, August 15th
2007 and July 29th
2007, respectively. Another thematics were soil type maps, river maps and sago
distribution points (Metroxylon spp.) and ASTER GDEM imagery taken on 17
November 2011. The data were processed by the software ArcGIS 9.3 and Erdas
9.1. ASTER GDEM were analyzed to produce elevation and slope maps.
Meanwhile Vegetation Index (NDVI) was generated based on Landsat-5 TM.
Two technique statistical analysis were performed, namely principal component
analysis and logistic regression by SPSS 19.0.
The result showed that Metroxylon spp. spread almost evenly on the Seram
Island in Maluku. Metroxylon spp. can be found in areas with characteristics such
as: 1).Altitude from 0 to 250 meters above sea level. 2). A flat slope or 0-
8%. 3). On Alluvial soils. 4). The distance from the river <300 m. 5). With NDVI
values range -0.25 to 0.25. Habitat suitability models for Metroxylon spp. showed
the validation 65.62% with an estimated area of 489,716.31 hectares for sago
suitability models based on principal component analysis and 82.81% with an
estimated area of 617,500.31 hectares for sago suitability models based on logistic
regression analysis . It can concluded that the suitable model for Metroxylon spp.
habitat suitability on Seram Island, Maluku is the model based on logistic
regression analysis.
Key words : Metroxylon spp, habitat suitability, spatial model
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemodelan Spasial
Kesesuaian Habitat Sagu (Metroxylon spp.) di Pulau Seram, Maluku” adalah
benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum
pernah digunakan sebagai Karya Ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2012
Sri Gosleana
E34070118
Judul Skripsi : Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat Sagu (Metroxylon
spp.) di Pulau Seram, Maluku
Nama : Sri Gosleana
NIM : E34070118
Menyetujui:
Pembimbing I
Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F.
NIP. 196209 18 198303 1 002
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.
NIP.196203 16 198803 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Insitut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS.
NIP. 195809 15 198403 1 003
Tanggal Pengesahan:
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Allah SWT yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat Sagu Metroxylon spp. di Pulau
Seram, Maluku”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi yang termuat dalam
bentuk peta mengenai penyebaran dan kesesuaian habitat sagu (Metroxylon spp.)
di Pulau Seram, Maluku. Sehingga dapat menjadi acuan dalam pengelolaan sagu
di Pulau Seram, Maluku dengan menggunakan permodelan spasial.
Pada kesempatan kali ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan. Penulis
menyadari ketidaksempurnaan penulisan skripsi ini sehingga besar harapan
adanya kritik dan saran yang dapat membangun bagi penulisan selanjutnya
Bogor, April 2012
Sri Gosleana
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Kediri pada tanggal 17
Agustus 1988 sebagai putri kedua dari tiga bersaudara dari
pasangan Sugito dan Siti Marzukah. Penulis
menyelesaikan pendidikan menengah di SMAN 2 Kediri.
Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif di berbagai kepanitiaan dan
organisasi mahasiswa, seperti pernah aktif di organisasi mahasiswa kedaerahan
Kediri (KAMAJAYA). Kemudian setelah masuk departemen, penulis aktif di
Himpunan Profesi Mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata (HIMAKOVA). Penulis aktif sebagai anggota Kelompok Pemerhati
Mamalia (KPM “Tarsius”) HIMAKOVA (2008-2011). Beasiswa yang pernah
didapatkan oleh penulis selama kuliah di IPB antara lain adalah, beasiswa Alumni
Peduli dari Himpunan Alumni SMA Negeri 2 Kediri, beasiswa Astaga dari
Himpunan Alumni Angkatan Tiga Belas IPB, beasiswa Persatuan Orangtua
Mahasiswa dan beasiswa Pertamina Foundation.
Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di CA
Pangandaran-SM Gunung Sawal, Jawa Barat (2009), Praktek Pengelolaan Hutan
(P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi (2010). Selain itu juga
penulis melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional
Gunung Merbabu (TNGMB), Jawa Tengah (2011). Selain itu penulis juga
melakukan Ekplorasi Flora Fauna dan Ekowisata (RAFLESIA) di CA Gunung
Burangrang, Jawa Barat (2010) dan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di
Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah (2010) bersama HIMAKOVA.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di IPB, penulis
menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat
Sagu Metroxylon spp. di Pulau Seram, Maluku” di bawah bimbingan Dr. Ir. Agus
Hikmat, M.Sc.F. dan Prof. Dr. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat
dan anugrah-Nya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada :
1. Ibuku, Siti Marzukah, yang selalu menyayangi dan sabar mendidikku,
Mas Adis, Dek Apri, Mba Siswi dan keluarga besar Rakidi atas dukungan,
doa serta kasih sayang yang telah tercurah untukku.
2. Dr. Ir. Agus Hikmat M.Sc.F. dan Prof. Dr. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.
sebagai dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan waktu dan
arahan dalam membimbing.
3. Dr. Ir. Trisna Priadi, M.Eng.Sc sebagai dosen penguji dan Ir. Edhi Sandra,
M.Si sebagai ketua sidang.
4. Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.Si. selaku pembimbing akademik sejak
masuk Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.
5. Dr. Samin Botanri, yang telah bersedia memberikan data penelitian
doktoralnya sebagai data dasar bagi penelitian ini.
6. Prof. H.M.H. Bintoro yang telah sudi meluangkan waktu untuk berbagi
ilmu mengenai sagu di Indonesia.
7. Teman-teman Spatial Database Analysis Facilities/SDAF 44 (Irham,
Reza, Agus, Mahdi, Age, Ardi dan Aga); Kak Beibi, Kak Arif, Kak Amri,
Kak Age atas kerjasama dan bantuan yang diberikan.
8. Teman-teman KSHE 44 KOAK (Helarctos malayanus) atas kebersamaan
dan rasa persaudaraan.
9. Teman-teman Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM) “Tarsius” dan
seluruh teman-teman pengurus HIMAKOVA.
10. Teman-teman Wisma Edelweis Bara 6 (Retno, Yusufa, Rischa, Nendy,
Mey, Rinda, Mba Irriwad) atas kebersamaan dan kekeluargaan di wisma.
11. Sahabatku Irham Fauzi, Dwi Pravita Ganatri dan Nini Sriani atas semua
bantuan dan motivasi yang diberikan.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………… i
RIWAYAT HIDUP………………………………………………… ii
UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………….. iii
DAFTAR ISI………………………………………………………... iv
DAFTAR TABEL. …………………………………………………. v
DAFTAR GAMBAR……………………………………………….. vi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………... vii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………... 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………. 1
1.2 Tujuan Penelitian…………………………………………. 2
1.3 Manfaat Penelitian………………………………………... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………… 3
2.1 Bioekologi Sagu…………………………………………... 3
2.1.1 Klasifikasi…………………………………………... 3
2.1.2 Morfologi…………………………………………… 4
2.1.3 Ekologi……………………………………………… 5
2.1.4 Penyebaran………………………………………….. 6
2.2 Sistem Informasi Geografis (SIG)………………………... 7
2.2.1 Definisi SIG……………………………………….... 7
2.2.2 Aplikasi SIG dalam konservasi sumberdaya hutan... 7
BAB III METODE PENELITIAN………………………….…….... 9
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian…………………….………. 9
3.2 Alat dan Bahan.. …………………………………………. 9
3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan……………………………. 9
3.4 Metode Penelitian………………………………………… 9
3.4.1 Pengumpulan data………………………………….. 9
3.4.2 Pengolahan data…………………………………….. 9
3.5 Analisis Data…………………………………………….... 10
3.5.1 Analisis komponen utama (Priciple Component
Analysis/PCA) ……………………………………… 10
3.5.2 Analisis regresi logistik (Logistic Regression
Analysis) ……………………………………………. 11
3.5.2.1 Peta kesesuaian habitat Metroxylon spp…… 11
3.5.2.2 Kelas kesesuaian Metroxylon spp………….. 12
3.5.2.3 Pengujian kelayakan model kesesuaian
habitat Metroxylon spp……………………… 12
3.5.3 Validasi model……………………………………… 13
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN…………….... 15
4.1 Kondisi Fisik……………………………………………… 15
4.2 Kondisi Iklim…………………………………………..…. 15
4.3 Topografi…………………………………………………. 16
4.4 Sumberdaya Air…………………………………………... 16
4.5 Kondisi Biotik…………………………………………….. 16
4.6 Kondisi Masyarakat………………………………………. 17
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………. 19
5.1 Penutupan Lahan dan Distribusi Sagu (Metroxylon spp.)
di Pulau Seram, Maluku………………………………….. 19
5.2 Faktor Penentu Kesesuaian Habitat Sagu (Metroxylon
spp.)……………………………………………………….. 21
5.2.1 Ketinggian tempat…………………………………... 22
5.2.2 Kemiringan lereng………………………………….. 23
5.2.3 Jenis tanah…………………………………………... 27
5.2.4 Jarak dari sungai……………………………………. 30
5.2.5 Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)…. 32
5.3 Analisi Data………………………………………………. 34
5.3.1 Analisis komponen utama (Priciple Component
Analysis/PCA) ……………………………………… 34
5.3.1.1 Model kesesuaian habitat Metroxylon spp… 34
5.3.1.1 Kelas kesesuaian habitat Metroxylon spp…. 36
5.3.2 Analisis regresi logistik (Logistic Regression
Analysis) ……………………………………………. 39
5.3.2.1 Model kesesuaian habitat Metroxylon spp… 39
5.3.2.2 Kelas kesesuaian habitat Metroxylon spp…. 40
5.3.2.3 Pengujian kelayakan model kesesuaian
habitat Metroxylon spp…………………….. 41
5.3.3 Validasi model.……………………………………... 41
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………………………….... 44
6.1 Kesimpulan……………………………………………….. 44
6.2 Saran……………………………………………………… 44
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………. 45
LAMPIRAN………………………………………………………… 48
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1 Penyebaran sagu di Kepulauan Maluku…………………………… 3
2 Penutupan lahan di Pulau Seram, Maluku………………………… 19
3 Luas tiap kelas ketinggian…………………………………………. 22
4 Luas tiap kelas kemiringan lereng…………………………………. 23
5 Jenis tanah di Pulau Seram beserta luasannya…………………….. 27
6 Jarak dari sungai beserta luasannya……………………………….. 30
7 Keragaman total komponen utama………………………………… 35
8 Vektor ciri PCA……………………………………………………. 35
9 Koefisien tiap variabel kesesuaian habitat Metroxylon spp………. 35
10 Skor variabel/faktor kesesuaian habitat…………………………… 36
11 Kelas kesesuaian habitat Metroxylon spp. beserta luas areal…….. 37
12 Koefisien regresi dan taraf signifikansi variable kesesuaian habitat
Metroxylon sp…..…………………………………………………..
39
13 Skor variabel/faktor kesesuaian habitat…………………………… 40
14 Kelas kesesuaian habitat Metroxylon sp. beserta luas areal………. 41
15 Hasil validasi model kesesuaian habitat Metroxylon spp…………. 42
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1 Morfologi Metroxylon spp………………………….………........ 4
2 Tahapan pengerjaan peta NDVI…………………….………....... 10
3 Bagan alir tahapan penelitian……………………….…………... 14
4 Peta tutupan lahan Pulau Seram, Maluku………….…………… 20
5 Tegakan sagu …………..………………………………………. 21
6 Jumlah titik Metroxylon sp. pada berbagai ketinggian.………. 23
7 Jumlah titik Metroxylon sp. pada berbagai kemiringan lereng 24
8 Peta sebaran titik Metroxylon sp. pada berbagai ketinggian di
Pulau Seram, Maluku………………………….………………... 25
9 Peta sebaran titik Metroxylon sp. pada berbagai kemiringan
lereng di Pulau Seram, Maluku………………………………… 26
10 Jumlah titik Metroxylon sp. pada berbagai jenis tanah….……… 28
11 Peta sebaran titik Metroxylon sp. pada berbagai jenis tanah di
Pulau Seram, Maluku…………………………………….……... 29
12 Jumlah titik Metroxylon sp. pada berbagai jarak dari sungai....... 30
13 Peta sebaran titik Metroxylon sp. pada berbagai jarak sungai di
Pulau Seram, Maluku……………………………………………
31
14 Peta sebaran titik Metroxylon sp. pada NDVI di Pulau Seram,
Maluku………………………………………………………...... 33
15 Jumlah titik Metroxylon sp. pada berbagai nilai NDVI………… 34
16 Peta kesesuaian habitat Metroxylon spp. di Pulau Seram,
Maluku berdasarkan Analisis Komponen Utama………………. 40
17 Peta pendugaan habitat Metroxylon spp. di Pulau Seram,
Maluku berdasarkan Analisis Regresi logistik……….…………. 43
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1 Data Faktor kesesuaian untuk menyusun model Analisis
Komponen Utama (Priciple Component Analysis)……………. 49
2 Hasil Perhitungan faktor kesesuaian menggunakan SPSS 19
untuk menyusun model analisis komponen utama (Principle
Component Analysis/PCA)……………………………………. 52
3 Data faktor kesesuaian untuk menyusun model regresi
logistik…………………………………………………………. 53
4 Hasil Perhitungan faktor kesesuaian menggunakan SPSS 19
untuk menyusun model regresi logistik……………………....... 59
5 Data validasi kesesuaian habitat Metroxylon spp……………… 62
6 Foto-foto Metroxylon spp. di Pulau Seram, Maluku di berbagai
lokasi…………………………………………..…......................
.....
67
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sagu merupakan salah satu tumbuhan tropika yang dimanfaatkan sebagai
bahan pangan utama oleh masyarakat terutama di Asia Tenggara dan di Papua
New Guinea (PNG). Pemanfaatan sagu sebagai bahan makanan utama masih
dapat ditemui, meskipun sekarang ini beras merupakan bahan pangan yang utama
bagi mayoritas penduduk Indonessia. Hal tersebut dapat ditemui di beberapa
daerah bagian Indonesia timur seperti Maluku dan Papua.
Sagu yang merupakan komoditi pangan utama bagi masyarakat Indonesia
bagian timur, pada dasarnya sangat potensial sebagai obyek diversivikasi pangan
dan bioenergi. Sebagaimana disebutkan Bintoro (2003) bahwa produksi tepung
sagu sangat besar, yaitu 200-400 kg pati/pohon, bahkan hingga 700 kg/pohon.
Apabila pengusahaan sagu dilakukan secara intensif pada lahan-lahan yang sesuai,
maka kebutuhan bahan pangan nasional tidak akan tergantung pada produksi
beras saja. Selain sebagai bahan pangan, sagu memiliki banyak manfaat lainnya
seperti sebagai bahan pembuat gula cair, penyedap makanan, bahan pembuat
perekat, bahkan sebagai penghasil etanol.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memanfaatkan sagu untuk
pemenuhan kebutuhan pangan dan mempunyai areal penanam sagu cukup luas.
Suryana (2007) menyebutkan bahwa Indonesia mempunyai luas areal penanaman
sagu yang diperkirakan sekitar 60% dari luas areal sagu di dunia. Hal ini diperkuat
oleh pernyataan Bintoro (2002) yang mengemukakan bahwa Indonesia memiliki
sekitar 21 juta hektar lahan yang potensial sebagai tempat tumbuh sagu. Bahkan
menurut Oates dan Hicks (2002), sejak abad ke 13 dan awal abad ke 14 sagu
merupakan hasil pertanian yang utama dari daerah Mindanao, Borneo, Sulawesi
dan Kepulauan Maluku. Salah satu lokasi yang terdapat di Kepulauan Maluku
yang banyak ditemukan tumbuhan sagu adalah Pulau Seram.
Besarnya potensi sagu yang terdapat di Kepulauan Maluku, khususnya
Pulau Seram tersebut pada dasarnya dapat menjadi modal pengelolaan sagu bagi
Indonesia. Namun data potensi sagu baik berupa data spasial ataupun temporal,
2
belum dapat diketahui secara pasti. Untuk data spasial, sebenarnya dapat diketahui
dengan menggunakan data citra satelit, namun penggunaannya masih sangat
terbatas, baik data persebaran ataupun kesesuaian habitat sagu. Padahal data
mengenai persebaran dan kesesuaian habitat sagu dapat menjadi acuan untuk
penentuan lahan yang berpotensi sebagai tempat tumbuh sagu. Sehingga
pengembangan pemanfaatan sagu dapat dioptimalkan pada lahan-lahan yang
potensial tersebut. Selain itu, pada umumnya sagu dapat tumbuh di tempat yang
relatif datar dan kecenderungan masyarakat untuk membuka lahan tersebut
sebagai lokasi pemukiman cukup tinggi. Oleh karenanya diperlukan penelitian
untuk mendapatkan data persebaran sagu yang akurat sehingga dapat diketahui
kesesuaian habitatnya dan pada akhirnya dapat dibuat suatu permodelan spasial
mengenai kesesuaian habitat sagu. Dengan demikian akan didapatkan pengelolaan
lahan untuk sagu yang optimal.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengidentifikasi karakteristik tempat tumbuh (habitat) sagu.
2. Menganalisis faktor-faktor fisik yang mempengaruhi kesesuaian habitat sagu.
3. Menentukan pemodelan spasial kesesuaian habitat sagu yang tepat.
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu informasi untuk
mengetahui penyebaran dan pengelolaan sagu di Pulau Seram, Maluku dengan
menggunakan permodelan spasial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bioekologi Sagu
2.1.1 Klasifikasi
McClatchey et. al. (2006) melakukan deskripsi botani tumbuhan sagu
genus Metroxylon dan membaginya atas 6 spesies yaitu 1). M. amicarum (H.
Wendland) Beccari, 2). M. paulcoxii McClatchey, 3). M. sagu Rottboell, 4). M.
salomonensse (Warburg) Beccari, 5). M. vittiense (H. Wendland) H. Wendland ex
Bentham dan Hooker F, dan 6). M. warburgii (Heim) Beccari. Penyebaran
wilayah jenis-jenis sagu ini meliputi Asia Tenggara, Melanesia dan beberapa
pulau di Micronesia dan Polynesia.
Indonesia memiliki keanekaragaman jenis sagu yang tinggi. Di Maluku
awalnya terdapat lima jenis sagu. Namun sekarang dapat ditemukan sembilan
jenis sagu. Pertambahan ini dikarenakan terjadi penyerbukan silang pada jenis-
jenis tersebut. Berikut ini disajikan beberapa jenis sagu dan lokasi penyebarannya
di Kepulauan Maluku.
Tabel 1 Penyebaran sagu di Kepulauan Maluku
Tipe Sagu Nama Latin Penyebaran
Sagu Tuni Metroxylon rumphii Mart Piru, Kairatu, Amahai, Buru,
Werinama Seram, Aru, Kao,
Oba, Wasile, Bacan
Sagu Ilhur M. sylvester Mart Piru, Amahai, Buru,
Werinama Seram, Aru, Oba,
Bacan
Sagu Makanaru
M. microcantum Mart Piru, Kairatu, Amahai,
Werinama Seram, Aru, Kao,
Oba, Wasile, Bacan
Sagu Duri Rotan M. microcantum Mart Werinama, Seram, Kao, Bacan
Sagu Suanggi Werinama, Seram
Sagu Molat Berduri Piru
Sagu Molat Merah Berduri
Sagu Molat M. sagu Rottb Piru, Kairatu, Amahai, Buru,
Aru, Kao, Oba, Wasile, Bacan
Sagu Molat Merah
Sumber : Notohadiprawiro dan Louhenapessy (1993) dalam Bintoro (2002)
4
Klasifikasi lebih lanjut dari tumbuhan sagu menurut USDA (2005), adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta (tumbuhan vascular)
Superdivisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Klass : Liliopsida (monokotil)
Subkelas : Archidae
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae (Palmae)
Genus : Metroxylon Rottb
Spesies : Metroxylon sagu Rottb (sago palm), M. rumpii, M.
sylvester, M. microcantum
2.1.2 Morfologi
Sagu (Metroxylon spp.) merupakan tumbuhan yang mengandung pati,
kandungan pati dapat ditemukan pada bagian batang. Rumalatu (1981)
menyebutkan bahwa tinggi batang pohon
sagu berkisar 10-14 m, diameter antara 40-
60 cm dan berat mancapai 1,2 ton. Tajuk
pohon sagu pada umumnya terdiri dari 6
hingga 15 rangkaian daun dan setiap daun
terdapat pelepah daun, tangkai, dan kira-
kira terdapat 20 pasang helaian daun yang
panjangnya berkisar 60-80 cm. Letak daun
relatif berjauhan, panjang tangkai daun
sekitar 4,5 cm, panjang lembaran daun
mencapai 1,5 m dan lebar daun sekitar 7
cm. Namun Nitta et al. (2006)
menyebutkan bahwa panjang helaian daun
pada tanaman sagu bisa mencapai 160 cm hingga 172 cm.
Kemudian pada bagian bunga, menurut Flach (1996), tumbuhan sagu
merupakan tanaman hapaxantik (berbunga satu kali dalam satu siklus hidup) dan
Gambar 1 Morfologi Metroxylon spp.
Sumber: Flach dan Rumawas (1996)
5
soboliferous (anakan). Bunga berpasangan dan penataan yang membentuk spiral,
tiap pasang bunga terdiri dari satu bunga jantan dan satu bunga hermafrodit, dan
lebih dari setengah bagian susunan bunga pada umumnya adalah bunga jantan.
Bunga merupakan bunga trimerous dengan enam stamen. Sedangkan bagian akar
tumbuhan sagu merupakan akar serabut dan terbagi menjadi dua bagian yaitu akar
primer dan akar sekunder.
2.1.3 Ekologi
Pada umumnya sagu (Metroxylon spp.) dapat tumbuh pada lahan yang
basah atau tergenang, baik bersifat permanen, tergenang ketika berlangsung
musim hujan dan ada pula yang tumbuh pada lahan kering. Suhardi et al.(1999)
menyebutkan bahwa lingkungan yang baik untuk pertumbuhan sagu adalah
daerah berlumpur, dimana akar napas tidak terendam, kaya mineral dan bahan
organik, air tanah berwarna coklat dan bereaksi agak asam. Pertumbuhan sagu air
tawar membutuhkan beberapa zat antara lain potasium, fosfat, kalsium dan
magnesium.
Di daerah rawa pantai dengan salinitas tinggi, tumbuhan sagu masih dapat
hidup, tumbuh berdampingan dengan nipah. Namun pertumbuhan sagu tidak
optimal, seperti pembentukan batang dan pembentukan pati terhambat.
Ditambahkan oleh Mofu et al. (2005) diacu dalam Barahima (2006) bahwa
tanaman sagu dapat tumbuh pada tanah rawa, gambut dan mineral. Selain itu,
sagu juga dapat hidup pada lahan kering, lahan basah dan lahan sangat basah.
Menurut Flach (1996), tumbuhan sagu merupakan spesies tumbuhan
daerah dataran rendah tropis yang lembab, secara alamiah dapat ditemui pada
lahan dengan ktinggian hingga 700 m dpl. Kondisi tumbuh terbaik adalah pada
suhu rata-rata 26o C, kelembaban relatif pada level 90% dan radiasi matahari
sekitar 9 MJ/m2 per hari. Bintoro (2008) menambahkan, tanaman sagu dapat
tumbuh baik pada ketinggian sampai 400 m dpl. Lebih dari 400 m dpl
pertumbuhan sagu terhambat dan kadar patinya rendah. Pada ketinggian di atas
600 m dpl, tinggi tanaman sagu sekitar 6 meter. Tegakan sagu secara alamiah
ditemukan sampai pada ketinggian 1000 m dpl.
Pertumbuhan dan produksi tanaman sagu yang tumbuh pada tanah mineral
dan tanah rawa atau gambut, menunjukkan bahwa pada tanah mineral tanaman
6
sagu dapat tumbuh lebih cepat dan menghasilkan pati lebih banyak dibanding
tanaman sagu yang tumbuh pada tanah rawa. Sebagaimana dijelaskan oleh
Bintoro (1999) bahwa di Papua dan Maluku, sagu tumbuh liar di rawa-rawa,
dataran rendah dengan daerah yang luas.
Menurut Suhardi et al. (1999), tanaman sagu banyak tumbuh dengan baik
secara alamiah pada tanah liat berawa dan kaya akan bahan-bahan organik seperti
di hutan mangrove atau nipah. Selain itu sagu dapat tumbuh pada tanah vulkanik
latosol, andosol, podzolik merah kuning, aluvial hidromorfik kelabu. Sedangkan
kondisi tumbuh yang sesuai untuk tanaman sagu adalah pada suhu rata-rata sedikit
diatas 25o
C dengan kelembaban 90% dan radiasi matahari 900J/cm2/hari.
Djumadi (1989) menyebutkan bahwa tanaman sagu dapat tumbuh di semua hutan
hujan tropis dengan curah hujan berkisar 2000-4000 mm/tahun.
2.1.4 Penyebaran
Secara astronomis, sagu dapat tumbuh diantara 10o
LS-15o
LU dan 90o-
180o
BT (Suhardi et al. 1999). McClatchey (2006) menyebutkan bahwa sagu
dapat ditemukan di hutan hujan tropis, hutan dataran tinggi dan hutan gambut
Asia Tenggara, Melanesia dan beberapa pulau vulkanik di Micronesia dan
Polynesia. Tanaman sagu juga ditemukan di areal gambut di Thailand,
semenanjung Malaysia, Indonesia dan Philipina. Selanjutnya McClatchey percaya
bahwa sagu endemik di Papua New Guinea, New Britain dan pulau-pulau di
Maluku. Namun Becari (1981) diacu dalam Barahima (2006) berkesimpulan
bahwa pusat biodiversitas tanaman sagu terdapat di kepulauan Maluku.
Menurut Kertopermono (1996), luasan lahan sagu pada beberapa pulau di
Indonesia yaitu: Papua seluas 1.471.232 Ha, Sulawesi seluas 45.540 Ha,
Kalimantan seluas 2.795 Ha, Sumatera seluas 31.875 Ha dan Maluku seluas
41.949 Ha. Lebih spesifik pada Maluku, Papilaya (2009) mencatat persebaran
sagu khusus untuk Propinsi Maluku adalah sebagai berikut, Kabupaten Seram
Bagian Timur dengan 9.250 Ha (29,50% dari luas Provinsi Maluku); Kabupaten
Seram Bagian Barat dengan 8.410 Ha; Kabupaten Maluku Tengah 6.425 Ha;
Kabupaten Buru 5.457 Ha; Kabupaten Aru 1.318 Ha; Kodya Ambon 255 Ha dan
Kabupaten Maluku Tenggara Barat seluas 245 Ha.
7
Sagu merupakan tumbuhan asli Indonesia. Sagu dapat tumbuh dengan baik
dari daerah Filipina bagian selatan sampai Pulau Rote atau dari kisaran lintang 10o
LU – 10o LS dan dari Kepulauan Pasifik (Barat Indonesia) sampai ke India
Bagian Timur (Timur Indonesia). Di kawasan tersebut hutan sagu dapat
ditemukan pada lahan-lahan dataran rendah sampai ketinggian 1000 m dpl, di
sepanjang tepi sungai, di tepi danau ataupun di daerah rawa-rawa dangkal.
(Bintoro, 2008)
2.2 Sistem Informasi Geografis (SIG)
2.2.1 Definisi SIG
Menurut Prahasta (2001), Sistem Informasi Geografis (SIG) sebagai suatu
sitem yang menangani masalah informasi yang bereferensi geografis dalam
berbagai cara dan bentuk. Masalah informasi yang yang dimaksud mencakup tiga
hal, yaitu:
1. Pengorganisasian data dan informasi.
2. Penempatan informasi pada lokasi tertentu.
3. Melakukan komputasi, memberikan ilustrasi keterhubungan antara satu
dengan lainnya, serta analisa-analisa spasial lainnya.
Sistem Informasi Geografis memiliki fungsi sebagai fungsi analisis.
Fungsi analisis tersebut ada dua macam yaitu fungsi analisis spasial dan fungsi
analisis atribut. Fungsi analisis spasial antara lain: klasifikasi, network (jaringan),
overlay, buffering, 3D analisis dan Digital Image Processing. Sedangkan fungsi
analisis atribut terdiri dari operasi dasar sitem pengelolaan basis data (Data Based
Management System) dan perluasannya.
2.2.2 Aplikasi SIG dalam konservasi sumberdaya hutan
Penggunaan SIG dalam bidang konservasi sumberdaya hutan sudah mulai
digunakan dalam beberapa topik penelitian. Salah satunya adalah mengenai
kesesuaian habitat baik tumbuhan maupun satwa. Penelitian dengan judul
“Pemetaan Kesesuian Habitat Rafflesia patma Blume di Cagar Alam dan Taman
Wisata Alam Pananjung Pangandaran dengan Menggunakan Aplikasi Sistem
Informasi Geografis” (Gamasari, 2007). Penelitian ini menggunakan peta dasar
berupa peta: citra landsat, Peta CA dan TWA Pangandaran, peta tata batas, peta
kontur, peta jenis tanah dan peta jaringan sungaidi CA dan TWA Pangandaran.
8
Dengan menggunakan analisis regresi linier berganda, penelitian ini menghasilkan
peta kesesuian habitat Rafflesia patma Blume di CA dan TWA Pananjung
Pangandaran beserta tingkat kesesuaian habitatnya (kesesuaian tinggi, sedang
ataupaun rendah). Kemudian, dengan objek yang sama yaitu Rafflesia patma
Blume namun di lokasi lain, dilakukan penelitian oleh Hediyanti (2009).
Penelitian tersebut berjudul “Pemetaan Kesesuaian Habitat Raflessia patma
Blume. di Cagar Alam Leuweng Sancang Garut Jawa Barat”, dengan
menggunakan peta dasar yaitu: Citra lansat, peta topografi, peta batas CA, peta
kontur, peta jenis tanah dan peta jaringan sungai. Analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis komponen utama dengan keragaman kumulatif
sebesar 84,506%. Hasil penelitian berupa peta kesesuian habitat Rafflesia patma
Blume di Cagar Alam Leuwung Sancang Garut Jawa Barat beserta tingkat
kesesuaian habitatnya (kesesuaian tinggi, sedang ataupaun rendah) dengan nilai
validasi sebesar 93%.
Disamping kesesuaian habitat tumbuhan, SIG juga dapat diaplikasikan
pada penelitian dengan objek satwa. Sebagai contoh Koeswara (2010) dengan
penelitian “Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat Tapir (Tapirus indicus
Desmarest 1819) di Resort Batang Suliti Taman Nasional kerinci Seblat”.
Penelitian ini menggunakan data dasar berupa Peta Tata Batas Kawasan Taman
Nasional Kerinci Seblat, Peta Rupa Bumi Indonesia, Citra Landsat TM5 path 127
row 61, peta ketinggian, peta kemiringan lereng, peta jarak dari sungai, peta jarak
dari jalan, peta jarak dari tepi hutan dan peta NDVI (Normalized Difference
Index). Analisis yang digunakan adalah analisis komponen utama dan hasil yang
didapatkan adalah Model sebaran spasial habitat Tapir (Tapirus indicus
Desmarest 1819) di Resort Batang Suliti Taman Nasional kerinci Seblat dengan
validasi sebesar 42,86%.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian didasarkan pada penelitian Botanri (2010) di Pulau Seram
Maluku. Analisis data dilakukan di Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan,
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian adalah bulan September - November
2011.
3.2 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : seperangkat PC
beserta software ArcGIS 9.3, Erdas Imagine 9.1 dan SPSS 19.0. Bahan yang
digunakan dalam pelaksanaan penelitian yaitu Citra Landsat TM 5, peta-peta
digital berupa peta batas administrasi, peta ketinggian, peta kemiringan lereng,
peta sistem lahan, peta jenis tanah, peta iklim, peta buffer sungai dan peta
distribusi sagu di Pulau Seram, Maluku.
3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan
Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa data sekunder.
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain; Citra Landsat,
peta-peta digital berupa peta batas administrasi, peta ketinggian, peta kemiringan
lereng, peta sistem lahan, peta jenis tanah, peta iklim, peta buffer sungai dan peta
distribusi sagu di Pulau Seram, Maluku.
3.4 Metode Penelitian
3.4.1 Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari peneliti
Botanri (2010). Data yang digunakan berupa peta ketinggian, peta kemiringan
lereng, peta buffer sungai, peta jenis tanah, dan peta Normalization Difference
Vegetation Index (NDVI).
3.4.2 Pengolahan data
Pengolahan data yang dilakukan yaitu berupa pembuatan peta ketinggian
dan kelerengan berdasarkan ASTER GDEM dan perhitungan data kerapatan
vegetasi berdasarkan citra Landsat-5 TM. Pembuatan peta ketinggian dan
10
kelerengan tersebut dilakukan dengan analisis spasial pada citra ASTER GDEM
di ArcGIS 9.3. Pada citra landsat dilakukan pengukuran dan pemetaan kepekatan
warna hijau vegetasi dengan menggunakan spectral enhancement di ERDAS 9.1.
Metode ini disebut Normalization Difference Vegetation Index (NDVI). NDVI
adalah nilai tengah dari spektral yang didapat dari gelombang elektromagnetik
merah (red) atau Band 3 dan inframerah dekat (Near Infrared) atau Band 4
(Weier dan Herring 2010). Pengolahan data tersebut menggunakan Software
Erdas Imagine 9.1. Tahapan pembuatan peta NDVI, dapat dilihat dibawah ini
(Gambar 2).
Berdasarkan deskripsi dari NDVI diatas, maka untuk perhitungan NDVI dapat
dirumuskan sebagai berikut:
3.5 Analisis Data
3.5.1 Analisis komponen utama (Principle Component Analysis)
Analisis komponen utama dilakukan dengan menggunakan software SPSS
15.0. Analisis komponen utama dilakukan untuk mengetahui faktor fisik yang
Citra Landsat Pulau Seram
Koreksi Geometrik
Penyaringan Awan
Pemotongan Sesuai Area Studi
Pemilihan Indeks Nilai Spektral
Peta NDVI
Gambar 2 Tahapan Pengerjaan Peta NDVI.
11
paling berpengaruh terhadap sebaran Metroxylon spp., berdasarkan letak
ditemukan Metroxylon spp. pada masing-masing layer yaitu ketinggian,
kemiringan lereng, buffer sungai dan NDVI. Selanjutnya dari hasil PCA dapat
ditentukan bobot masing-masing faktor yang paling berpengaruh terhadap sebaran
Metroxylon spp.
Hasil analisis PCA digunakan untuk menentukan bobot masing-masing
variabel yang diteliti untuk analisis spasial sehingga diperoleh persamaan
kesesuaian habitat sebagai berikut:
F(x) = ax1 + bx2 + cx3 + dx4 + ex5
Dengan F(x) adalah indeks kesesuaian habitat; a-e adalah nilai bobot setiap
variable; x1 adalah variabel ketinggian; x2 adalah variabel kemiringan lereng; x3
adalah variabel jenis tanah: x4 adalah variabel buffer sungai; dan x5 adalah
variabel NDVI.
3.5.2 Analisis regresi logistik
Analisis regresi logistik adalah salah satu pengembangan dari model
fungsi regresi pada umumnya. Analisis regresi logistik digunakan dalam
permodelan ini karena analisis ini telah umum penggunaannya untuk data
variabel respon yang bersifat kategori dan data variabel masukan berupa data
kontinyu (Whittaker 1990). Oleh karena itu untuk menunjukkan hubungan
variabel masukan (ketinggian, kemiringan lereng, buffer sungai, NDVI dan jenis
tanah) dengan variabel respon (distribusi Metroxylon spp.) maka digunakan model
regresi logistik untuk kesesuaian habitat sagu (Metroxylon spp.) di Pulau Seram,
Maluku.
3.5.2.1 Peta kesesuaian habitat Metroxylon spp.
Data-data dalam analisis pengaruh variabel yang diuji dengan jumlah
Metroxylon spp. berupa continous multivariate data yang terdiri atas, ketinggian,
kemiringan lereng, buffer sungai, NDVI dan jenis tanah serta distribusi sagu
(Metroxylon spp.). Oleh karenanya, digunakan analisis regresi logistik. Model
persamaan regresi logistik yang digunakan adalah sebagai berikut,
5
5
Dengan, P : Peluang Metroxylon spp.
12
a : konstanta
bn : koefisien
X1 : variabel ketinggian
X2 : variabel kemiringan lereng
X3 : variabel jenis tanah
X4 : variabel jarak dari sungai
X5 : variabel NDVI.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software SPSS 15.0.
Hasil penghitungan menggunakan regresi logistik berupa persamaan dengan
diketahui besar konstanta (a) dan koefisien (bn). Berdasarkan persamaan tersebut,
maka dengan mengguanakan software ArcGIS 9.3, digabungkan berbagai
variabel bebas (Xn) sehingga didapatkan peta kesesuaian habitat Metroxylon spp..
3.5.2.2 Kelas kesesuaian Metroxylon spp.
Peta kesesuaian habitat Metroxylon spp. akan digolongkan ke dalam tiga
kelas yaitu, kesesuaian rendah, sedang dan tinggi. Nilai selang klasifikasi
kesesuaian habitat sebagaimana disebutkan Supranto (2000) diacu dalam Putri
(2010), dihitung dan dinilai tertinggi dikurangi nilai terendah dimana hasilnya
kemudian dibagi dengan banyaknya klasifikasi kesesuaian habitat. Kalimat
matematika dari penentuan selang dapat dilihat sebagai berikut:
Dengan, Smaks : nilai indeks kesesuaian habitat tertinggi
Smin : nilai indeks kesesuaian habitat terendah
K : banyaknya kelas keseuaian habitat
3.5.2.3 Pengujian kelayakan model kesesuaian habitat Metroxylon spp.
Pengujian kelayakan model kesesuaian habitat dengan analisis regresi
logistik dapat dilakukan dengan menurunkan nilai -2 Log-likelihood serta uji
Hosmer and Lemeshow hasil pengolahan data menggunakan SPSS 15.0
berdasarkan penurunan nilai -2 Log-likelihood, model diterima jika signifikansi
penurunan nilai -2 Log-Likelihood kurang dari 0,05.
Sedangkan dengan uji Hosmer and Lemeshow, maka akan diketahui
kesesuaian habitat Metroxylon spp. dengan model yang dibangun. Variabel bebas
(jenis tanah, ketinggian, kemiringan lereng, jarak dari sungai dan NDVI)
13
dinyatakan sesuai dengan model jika signifikansi dari hasil Hosmer and
Lemeshow lebih besar dari 0,05. Kemudian kemampuan variabel yang digunakan
dalam model untuk menjelaskan kesesuaian habitat Metroxylon spp. dapat
ditunjukkan dengan nilai Negelkerke R2.
3.5.3 Validasi model
Validasi model dilakukan untuk mengetahui nilai akurasi klasifikasi
kesesuaian habitat. Validasi dilakukan dengan menggunakan titik Metroxylon spp.
Validasi dilakukan dengan membandingkan jumlah seluruh individu Metroxylon
spp. yang terdapat pada tiap kelas kesesuaian habitat dengan jumlah seluruh
individu yang digunakan untuk validasi.
Dengan, n adalah jumlah M. sagu Rottb pada satu kelas kesesuaian dan N
adalah jumlah Metroxylon spp. secara keseluruhan.
14
Pet
a ket
inggia
n
Pet
a kem
irin
gan
ler
eng
Pet
a buff
er s
ung
ai
Pet
a N
DV
I
Pet
a je
nis
tan
ah
Sum
mar
ize
zone
Anal
isis
Kom
ponen
Uta
ma
Anal
isis
Reg
resi
Logis
tik
Skori
ng
Over
lay
Model
Kes
esuai
an H
abit
at
Met
roxy
lon s
pp.
Var
iable
sig
nif
ikan
Uji
Kel
ayak
an M
od
el K
eses
uai
an
Hab
itat
Met
roxy
lon s
pp.
Pet
a K
eses
uai
an h
abit
at
Met
roxy
lon s
pp.
Val
idas
i Dat
a
Per
sebar
an
Met
roxy
lon
spp.
Akura
si
Mod
el
Dit
erim
a
Tid
ak
Ya
Pet
a K
eses
uai
an h
abit
at
Met
roxy
lon s
pp.
Gam
bar
3 B
agan
Ali
r T
ahap
an P
enel
itia
n.
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Kondisi Fisik
Secara administratif, Pulau Seram merupakan wilayah Provinsi Maluku.
Pulau ini terbagi menjadi tiga kabupaten yaitu Kabupaten Seram Bagian Barat,
Kabupaten Maluku Tengah dan Kabupaten Seram Bagian Timur. Sedangkan
secara astronomis, Pulau Seram terletak antara 2o
69’ LS – 4o
38’ LS dan antara
127o
44 BT – 131o
32 BT. Pulau Seram diapit oleh perairan Laut Banda dan Laut
Seram. Pulau ini merupakan pulau terbesar di provinsi Maluku dengan luasan
mencapai 1.862.500 Ha.
4.2 Kondisi Iklim
Kondisi iklim di Pulau Seram menurut Zona Agroklimat dan Klasifikasi
Oldeman (LTA-72, 1986 dalam Parera 2005) memliki karakteristik iklim sebagai
berikut:
1. Dataran rendah (<500 m dpl) dengan temperatur 25,8o–27,2
o C, curah hujan
antara 1000–4500 mm/tahun. Pada zona ini terdapat wilayah dengan tipe
hujan yang merata dan wilayah dengan bulan basah antara 3–9 bulan
pertahun.
2. Dataran tinggi (> 500 m dpl) dengan temperatur sekitar 22oC, curah hujan
antara 3000–4000 mm/tahun dan bulan basah lebih dari 9 bulan. Dibagian
selatan Pulau Seram adalah iklim laut tropis dan iklim muson. Di Pulau
Seram, musim Timur/Tenggara berlangsung bulan Mei – April dan
memuncak pada bulan Juni – Agustus, dimana banyak turun hujan.
Curah hujan tahunan di Pulau Seram berkisar antara 2000-4000 mm/tahun.
Curah hujan tertinggi terdapat di sekitar Teluk Laut, Kecamatan Werinama. Curah
hujan semakin rendah ke arah utara dan timur, demikian juga ke arah barat. Di
ujung pulau bagian barat juga mempunyai curah hujan yang relatif tinggi
mencapai 3000–3500 mm/tahun. Pada 10 tahun terkhir curah hujan rata-rata
mencapai 2.903 mm/tahun serta hari hujan rata-rata 212,60 hari/tahun dan jumlah
hari hujan 22,9 hari. Curah hujan tertinggi biasanya terjadi pada bulan Juni
16
dengan rata-rata 528,04 mm/bulan. Curah hujan terendah terjadi pada bulan
Nopember dengan rata-rat 47,28 mm/bulan dan jumlah hari hujan 16,10 hari.
4.3 Topografi
Wilayah Pulau Seram memiliki topografi atau ketinggian yang cukup
bervariasi. Secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu 0-500 m dpl,
500-1000 m dpl, dan lebih dari 1000 m dpl. Dilihat dari ketinggiannya, wilayah
Pulau Seram sebagian besar didominasi oleh wilyah dengan ketinggian 0-500 m
dpl yaitu seluas 1.226.120 ha, kemudian wilayah dengan ketinggian 500-1000 m
dpl seluas 284.130 ha dan wilayah dengan ketinggian lebih dari 1000 m dpl seluas
94.995 ha. Karakteristik ketinggian tersebut merupakan gambaran umum kondisi
keseluruhan kabupaten yang terdapat di Pulau Seram, dimana wilayah dengan
ketinggian antara 0-500 m dpl mendominasi.
4.4 Sumberdaya Air
Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi makhluk hidup.
Berdasarkan keberadaannya, air dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu: (1)
air permukaan, (2) air tanah dan (3) air hujan. Pulau Seram memiliki debit air
yang cukup besar karena memiliki luas lahan dan hutan yang cukup besar, juga
dengan curah hujan yang cukup besar yaitu antara 2000-4000 mm/tahun.
Sumber air permukaan terdapat dalam jumlah yang besar karena Pulau
Seram memilik ± 98 sungai yang tersebar di seluruh wilayah dengan debit air
yang cukup bear dan mengalir sepanjang tahun, sedangkan sumberdaya air tanah,
tergolong daerah dengan air tanah yang langka. Hanya saja di sepanjang pantai
pada beberapa wilayah, air tanah tergolong cukup, terutama pantai utara dan
daerah Masohi. Di wilayah ini air tanah berpotensi sedang dengan debit sumur
pada umumnya sangat kecil yaitu kurang dari 5 liter/detik.
4.5 Kondisi Biotik
Kondisi lingkungan biotik mencakup potensi sumberdaya hutan dan
keanekaragaman hayatinya. Pulau Seram memiliki iklim tropis basah, sehingga
hutan dapat tumbuh dengan baik. Hasil hutan yang utama adalah kayu dan hasil
nonkayu antara lain damar, madu, gaharu, kayu putih dan bambu.
17
Berbagai jenis flora dapat tumbuh subur di Pulau Seram. Sumberdaya flora
yang terdapat di Pulau Seram antara lain, pohon kenari (Canangium sulvestre),
Angsana (Pterocarpus indicus), Leda/ampupu (Eucalyptus deglupta), jambu-
jambuan (Eugenia sp.), Kayu malam (Diospyros hermaproditica), jenitai
(Eleocarpus sphaericus), Kasei (Pometia pinata), agatis (Agathis damara),
sengon (Paraserienthes falcataria), merbau (Instia bijuga), medang (Litsea sp.),
kayu putih (Melaleuca cajuput), rotan, bambu, nipah (Nypa sp.) dan sagu
(Metroxylon spp.). Pulau Seram merupakan pusat asal usul tegakan alam sengon
dan kayu putih. Selain itu Pulau Seram merupakan lahan yang potensial untuk
tempat tumbuh tumbuhan sagu, mengingat Maluku merupakan salah satu pusat
persebaran sagu di Indonesia.
Keanekaragaman spesies satwa di Pulau Seram sedang. Mamalia
sedikitnya terdapat 80 spesies dengan 14 spesies (17,5%) diantaranya adalah
endemik Maluku. Terdapat 41 spesies reptil endemik Maluku. Terdapat 450
spesies burung dengan 90 spesies (19,80%) merupakan spesies endemik Maluku.
Beberapa satwa yang terdapat di Pulau seram antara lain : kuskus (Phelanger
orientalis dan Ph. maculatus), babi hutan (Sus celebensis), musang luwak
(Paradoxurus hermaproditus), rusa timor (Cevus timorensis), kanguru pohon atau
wallaby (Tylogale spp.), kakatua seram (Cacatua mollucensis), kakatua raja
(Probosciger atterimus), kakatua jambul kuning besar (Cacatua galerita tritton),
penyu hijau (Celonia mydas), soa-soa (Hydrosaurus amboinensis) dan kadal
panana (Tiliqua gigas).
4.6 Kondisi Masyarakat
Masyarakat yang tinggal di Pulau Seram, mayoritas adalah masyarakat
pendatang. Masyarakat tersebut datang melalui program transmigrasi yang
dilaksanakan pada masa pemerintahan Presiden Suharto. Penduduk asli yang
masih tinggal di Pulau Seram adalah Suku Alauru yang pada umumnya mereka
tinggal di Pulau Seram Bagian Timur.
Jumlah penduduk Pulau Seram secara keseluruhan berdasarkan Badan
Pusat Statistik Provinsi Maluku (2009) adalah 617.359 jiwa. Jumlah tersebut
terbagi kedalam tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Maluku Tengah (Seram Bagian
Tengah) 370.931 jiwa, Kebupaten Seram Bagian Barat 159.719 jiwa dan
18
Kabupaten Seram Bagian Timur 86.709 jiwa. Mayoritas penduduk beragama
Islam 66,45% dan Kristen Protestan 31,69%. Tingkat pendididkan pada umumnya
adalah Sekolah Menengah Pertama yaitu 37,23%. Mata pencaharian utama bagi
penduduk Pulau Seram adalah petani padi, para petani tersebut pada umumnya
adalah penduduk transmigran dari Pulau Jawa (Badan Pusat Statistik 2009).
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Penutupan Lahan dan Distribusi Sagu (Metroxylon Spp.) di Pulau
Seram, Maluku
Penutupan lahan dan penggunaan lahan di Pulau Seram sesuai dengan
hasil analisis dari peneliti sebelumnya, berdasarkan Citra Landsat TM5 path/row
107/062 tanggal 6 Juli 2007, 107/063 tanggal 17 Juli 2007, 108/062 tanggal 15
Agustus 2007 dan 109/062 tanggal 29 Juli 2007. Citra tersebut kemudian
diklasifikasikan menjadi 9 kategori, yaitu unclassified(di luar Pulau Seram, hutan,
mangrove, kebun campuran, lahan terbangun, badan air, dan tidak ada data (awan
dan bayangan awan), dengan nilai overall classification accuracy yaitu 76%. Tipe
penutupan dan penggunaan lahan tersebut disajikan pada Tabel 2:
Tabel 2 Penutupan lahan di Pulau Seram, Maluku
No Tipe Penutupan Lahan Luas (Ha) Presentase Luas (%)
1. Hutan 1.194.915,06 68,72
2. Mangrove 13.446,27 0,78
3. Kebun Campuran 30.197,07 1,74
4. Lahan Terbangun 6.125,94 0,35
5. Sagu 18.239,76 1,05
6. Tanah Terbuka 111.158,91 6,39
7. Air 37.222,92 2,14
8. Tidak Ada Data 327.442,23 18,83
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa hutan memiliki luasan areal
tertinggi dari tipe tutupan lahan yang lainnya yaitu 68,72% atau sebesar
1.194.915,06 Ha. Lahan terbangun memiliki areal yang terendah yaitu 0,35%
atau sebesar 6.125,94 Ha. Sedangkan untuk luasan areal sagu yang ditemukan
yaitu 18.239,76 Ha atau 1,05%. Luasan ditemukannya tumbuhan sagu tersebut
terdistribusi pada wilayah pesisir di dataran rendah pada tanah-tanah endapan, di
tempat-tempat yang berdekatan dengan sungai, dan lembah-lembah bukit. Untuk
lebih jelasnya, penutupan lahan di Pulau Seram tersaji pada Gambar 4.
20
Gam
bar
4 P
eta
pen
utu
pan
lah
an P
ula
u S
eram
Mal
uku
.
21
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, disertasi oleh Botanri (2010),
didapatkan peta distribusi spasial tumbuhan sagu di Pulau Seram, Maluku. Peta
distribusi Metroxylon spp. di Pulau Seram Maluku dapat dilihat pada Gambar 4.
Peta distribusi spasial tumbuhan sagu di Pulau Seram, Maluku. Menurut Botanri
(2010) peta distribusi sagu tersebut jika dikaitkan dengan sifat-sifat lahan, maka
dapat dikatakan bahwa tumbuhan sagu menyukai kondisi lahan dengan ciri-ciri
yaitu: 1) lahan datar-curam, 2) dekat pesisir, 3) dekat sungai, 4) pada tanah-tanah
aluvial (Entisol dan Inceptisol), dan 5) pada ketinggian 0-250 m dpl. Sifat-sifat
tersebut kemudian dijadikan indikator untuk menentukan lahan yang sesuai
sebagai habitat tumbuhan sagu di Pulau Seram, Maluku. Berikut disajikan
beberapa foto sagu yang menjadi contoh pengambilan titik distribusi sagu, yaitu
sagu yang tumbuh pada dataran dan di pinggir sungai.
a
b
Gambar 5 Tegakan Metroxylon spp. : a) Tegakan sagu di dataran dan b) Tegakan
sagu di pinggir sungai. Sumber : Prasetyo (2009), dokumen pribadi.
5.2 Faktor Penentu Kesesuaian Habitat Metroxylon spp.
Faktor-faktor penyusun dalam habitat atau faktor yang mempengaruhi
habitat satu spesies dapat dipetakan dan dianalisis hubungan antara spesies dengan
faktor-faktor habitatnya (Miller 1996). Sehingga faktor-faktor habitat yang
mempengaruhi kesesuaian habitat suatu spesies dalat juga dipetakan dan dianalisis
hubungan antara faktor-faktornya kemudian dibuat suatu model kesesuaian habitat
22
dari spesies tersebut. Berlaku juga untuk spesies Metroxylon spp. yang terdapat di
Pulau Seram, Maluku. Faktor penentu kesesuaian habitat Metroxylon spp. yang
digunakan dalam penelitian ini ada lima faktor antara lain ketinggian tempat,
kemiringan lereng, jenis tanah, jarak dari sungai dan NDVI (Normalized
Difference Vegetation Index).
5.2.1 Ketinggian tempat
Faktor topografi yang berpengaruh terhadap distribusi dan bentuk
tumbuhan yang hidup di daerah bergunung adalah ketinggian, kemiringan lereng
dan aspect atau sudut arah datang sinar matahari (Titshal et al. 2000 diacu dalam
Putri 2010). Dalam penelitian ini, faktor topografi yang digunakan adalah
ketinggian dan kemiringan lereng. Ketinggian Pulau Seram dapat diamati dari
peta DEM (Digital Elevation Model), kemudian peta tersebut diklasifikasikan
ketinggiannya menjadi beberapa kelas ketinggian. Peta ketinggian menunjukkan
bahwa Pulau Seram memiliki 51,39% wilayah dengan ketinggian 0-250 m dpl,
23,33% wilayah dengan ketinggian 250-500 m dpl, dan sisanya 25,28% adalah
wilayah dengan ketinggan > 500 m dpl (Tabel 3).
Tabel 3 Luas tiap kelas ketinggian
N0. Kelas Ketinggian (m dpl) Luas (Ha) % Luas
1 0 - 250 m dpl 903426.14 51.39
2 250 - 500 m dpl 410144.98 23.33
3 > 500 m dpl 444363.50 25.28
Ketinggian suatu wilayah berpengaruh terhadap spesies yang dapat
tumbuh di wilayah tersebut. Tumbuhan Metroxylon spp. dapat ditemui hingga
pada ketinggian 500 m dpl (Flach 1983). Meskipun pada kenyataan di alam,
masih ditemukan Metroxylon spp. hingga ketinggian mencapai 1000 m dpl,
namun hal tersebut relatif jarang. Karena pada ketinggan >400 m dpl
pertumbuhannya akan lambat (Bintoro 2008). Oleh karena itu, maka dapat
dikatakan bahwa berdasarkan faktor ketinggian tempat pulau Seram memiliki
potensi yang tinggi sebagai tempat tumbuh sagu.
Berdasarkan data titik lokasi Metroxylon spp. yang diperoleh, kemudian
dioverlay dengan peta ketinggian sehingga didapatkan sebaran titik Metroxylon
spp. pada tiap kelas ketinggian (gambar 8). Titik Metroxylon spp. sebanyak 84
23
atau 80,77 % ditemukan pada kelas ketinggian 0-250 m dpl, untuk lebih
lengkapnya dapat dilihat Gambar 6.
Gambar 6 Jumlah titik Metroxylon spp. pada berbagai ketinggian.
5.2.2 Kemiringan lereng
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kemiringan lereng
termasuk salah satu dari faktor utama dari topografi yang digunakan dalam
penyusunan model kesesuaian habitat sagu pada penelitian ini. Peta kemiringan
lereng Pulau Seram didapatkan dari peta DEM, kemudian dilakukan pengolahan
peta kemiringan lereng dan pengklasifikasian menjadi 5 kelas lereng. Kelas
tersebut adalah kemiringan 0-8 % (datar), kemiringan 8-15 % (landai), kemiringan
15-25 % (agak curam), kemiringan 25-40 % (curam), kemiringan > 40 % (sangat
curam). Lebih lanjut untuk kelas kemiringan beserta luasannya disajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4 Luas tiap kelas kemiringan lereng
No. Kemiringan Lereng Luas (Ha) % Luas
1 0-8 % 632.001,49 36,07
2 8-15 % 519.462,60 29,65
3 15-25 % 430.410,71 24,56
4 25-40 % 147.529,03 8,42
5 > 40% 22.728,32 1,30
Tabel 4 menunjukkan bahwa kemiringan 0-8 %, memiliki luasan terbesar
yaitu 632.001,49 Ha atau sekitar 36,07% dari luas keseluruhan Pulau Seram.
0
20
40
60
80
100
0 - 250 m dpl (%) 250 - 500 m dpl (%) > 500 m dpl (%)
80.77
10.58 8.65
24
Secara umum untuk kemiringan 0-40% di Pulau Seram yaitu seluas 1.729.403,83
Ha atau 98,70% dari luas total dari Pulau Seram. Luasan terendah yaitu 1,30 %
atau 22.728,32 Ha untuk kemiringan > 40%. Botanri (2010) menyatakan bahwa
kondisi kemiringan yang sesuai untuk tempat tumbuh Metroxylon spp. adalah 0-
40%, pada kemiringan lereng yang lebih dari 40% tidak sesuai bagi pertumbuhan
Metroxylon spp.. Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Seram yang memiliki 98,70
% luas dengan kemiringan lereng 0-40%, merupakan tempat tumbuh yang baik
bagi Metroxylon spp.
Gambar 7 merupakan grafik yang memuat jumlah Metroxylon spp. pada
berbagai kemiringan lereng di Pulau Seram, Maluku. Titik Metroxylon spp. yang
didapatkan menunjukkan bahwa sebanyak 92 titik atau 88,46 % ditemukan berada
pada kemiringan lereng 0-8%, 9 titik pada kemiringan lereng 8-15% dan 1 titik
pada kemiringan lereng 15-25% dan 25-40%, sedangkan pada kemiringan >40%
tidak ditemukan tumbuhan sagu.
Gambar 7 Jumlah titik Metroxylon spp. pada berbagai kemiringan lereng.
Titik Metroxylon spp. yang didapatkan, kemudian dioverlaykan dengan
peta kemiringan lereng. Sehingga dapat ditunjukkan distribusi Metroxylon spp.
pada berbagai kemiringan lereng di Pulau Seram, Maluku. Overlay titik-titik
lokasi sagu dengan peta kemiringan lereng disajikan pada Gambar 10.
0
20
40
60
80
100
0-8 % 8-15% 15-25% 25-40% >40%
88.46
9.62
0.96 0.96 0
Kelas kemiringan lereng
%
25
Gam
bar
8 P
eta
sebar
an t
itik
Met
roxy
lon s
pp.
pad
a ber
bag
ai k
etin
ggia
n d
i P
ula
u S
eram
, M
aluku
.
26
Gam
bar
9
Pet
a se
bar
an t
itik
Met
roxylo
n s
pp. pad
a ber
bag
ai k
eler
eng
an d
i P
ula
u S
eram
Mal
uku
.
27
5.2.3 Jenis tanah
Arsyad (2006) mendefinisikan tanah sebagai suatu benda alami heterogen
yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair dan gas yang mempunyai sifat
dan perilaku dinamik. Tanah terbentuk secara alami oleh hasil kerja interaksi
antara iklim, dan jasad hidup terhadap bahan induk yang dipengaruhi oleh relief
tempatnya terbentuk dan waktu. Pulau Seram pada umumnya terdiri dari jenis
tanah Alluvial, Phylite, Sandstone, Limestone. Jenis-jenis tanah yang terdapat di
Pulau Seram beserta luasannya disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Jenis tanah di Pulau Seram beserta luasannya
No. Jenis Tanah Luas (Ha) % Luas
1 Alluvial 301.520,98 17,33
2 Basalt 54.528,76 3,13
3 Clay 260.461,52 14,97
4 Coral 6.012,48 0,35
5 Granite 2.490,67 0,14
6 Limestone 286.537,81 16,47
7 Marl 109.094,92 6,27
8 Phylite 344.632,43 19,81
9 Sandstone 298.241,45 17,14
10 Schist 71.549,81 4,11
11 Serpentinite 4.821,48 0,28
Jenis tanah aluvial memiliki luasan 301.520,98 Ha atau 17,33% dari
seluruh luas Pulau Seram. Luasan tertinggi yaitu jenis tanah Phylite dengan luas
sebesar 344.632,43 Ha atau 19,81% dari luas keseluruhan Pulau Seram.
Kemudian luasan terendah yaitu jenis tanah granite dengan luas 2.490,67 Ha atau
sebesar 0,14% dari luas Pulau Seram. Metroxylon spp. dominan tumbuh pada
tanah alluvial (96,09%) dibandingkan pada tanah jenis lainnya yaitu sebesar
3,91% (Gambar 10).
28
Gambar 10 Jumlah titik Metroxylon spp. pada berbagai jenis tanah.
Hampir keseluruhan titik Metroxylon spp. yang ditemukan terdapat pada
jenis tanah alluvial. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bintoro (1999), jenis tanah
yang memungkinkan sagu untuk tumbuh dengan baik adalah pada tanah vulkanik
, podzolik merah kuning, alluvial dan hidromofik. Wiranegara (2000) menjelaskan
bahwa tanah alluvial merupakan jenis tanah muda, belum mengalami
perkembangan, berasal dari bahan induk alluvium, dengan tekstur beraneka
ragam, struktur belum terbentuk, konsistensi dalam keadaan basah lekat dan
memiliki tingkat kesuburan sedang hingga tinggi.
Ciri-ciri tanah aluvial tersebut dapat dikatakan sepadan dengan jenis tanah
Entisol dan Inceptisol pada sistem klsifikasi tanah menurut USDA. Foth (1988)
mendeskripsikan jenis tanah Entisol sebagai tanah baru (recent soil) yang
dicirikan oleh kenampakan kurang muda dan tanpa horizon genetik alamiah atau
hanya memiliki horizon permulaan, bahan penyusunnya berasal dari bahan
endapan baru yang terbawa olah aliran permukaan dari daerah yang lebih tinggi.
Pada Inceptisol, tanah permulaan (inceptum soil) yang dicirikan dengan sudah
mulai berkembangnya horizon genetik, bahan penyusunnya dari endapan baru
yang berlapis-lapis. Ciri-ciri jenis tanah tersebut cukup mendukung untuk
ketersediaan kebutuhan nutrisi pertumbuhan sagu. Sebagaimana dikatakan
Bintoro (2010) bahwa lingkungan yang tumbuh yang baik untuk sagu adalah
daerah yang agak berlumpur, akar napas tidak terendam, kaya mineral, kaya
bahan organik, air tanah berwarna coklat dan bereaksi agak masam.
0
20
40
60
80
100
Aluvial (%) Phyllite; schist;
gneiss; sandstone
(%)
Limestone;
alluvium, recent
riverine (%)
96.09
2.34 1.56
Jenis tanah
%
29
Gam
bar
11 P
eta
sebar
an M
etro
xylo
n s
pp p
ada
ber
bag
ai j
enis
tan
ah d
i P
ula
u S
eram
Mal
uku
.
30
5.2.4 Jarak dari Sungai
Air merupakan kebutuhan yang vital bagi makhluk hidup. Salah satu
sumber air permukaan di alam adalah sungai. Pada umumnya banyak ditemukan
tumbuhan yang tumbuh berada di sekitar sungai. Hal ini terkait dengan kebutuhan
hidupnya terhadap air. Tidak terkecuali bagi Metroxylon spp., air merupakan
kebutuhan vital. Haryanto dan Pangloli (1992) diacu dalam Bintoro (2010)
menyatakan Metroxylon spp. tumbuh di daerah rawa yang berair tawar, rawa
bergambut, sepanjang aliran sungai, sekitar air dan hutan-hutan rawa yang kadar
garamnya tidak terlalu tinggi.
Berdasarkan data luasan daerah yang berada pada jarak tertentu dari
sungai yang terdapat di Pulau Seram. Jarak 0-300 m memiliki luasan sebesar 475.
083,36 Ha atau sebesar 27,03% luas Pulau Seram. Luasan terbesar yaitu pada
jarak 300-600 m dengan 914.092,33 Ha atau 52% luas Pulau Seram (Tabel 6).
Tabel 6 Jarak dari sungai berikut luasannya
No. Jarak Sungai Luas % Luas
1 0 - 300 m 475.083,36 27,03
2 300 - 600 m 914.092,33 52
3 > 600 m 368.758,93 20,98
Hasil analisis peta sungai Pulau Seram dengan titik Metroxylon spp.
menggunakan Euclidean distance dalam ArcGIS, didapatkan sebaran titik
Metroxylon spp. terhadap sungai seperti tersaji pada Gambar13. Sedangkan untuk
jumlah titik Metroxylon spp. sample terhadap sungai tersaji pada Gambar 12
Gambar 12 Jumlah titik Metroxylon spp. pada berbagai jarak dari sungai.
0
20
40
60
80
100
0 - 300 m 300 - 600 m > 600 m
60.94
28.13
10.94
Jarak dari sungai
%
31
32
Gambar 12 menunjukkan bahwa titik Metroxylon spp. banyak ditemukan
pada jarak 0-300 m dari sungai yaitu sebanyak 60,94 %, kemudian pada jarak
300-600 m sebanyak 28,13 % dan terakhir pada jarak lebuh dari 600 m sebanyak
10,93 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa Metroxylon spp. memiliki
kecenderungan menyukai habitat yang tidak terlalu jauh dari sungai. Sebagaimana
telah disebutkan bahwa Metroxylon spp. membutuhkan cukup air bahkan lebih
menyukai tempat berair seperti rawa air tawar, daerah berlumpur namun tidak
sampai merendam akar napasnya. Jika akar napas terendam maka dapat
menganggu pertumbuhan Metroxylon spp. sebagaimana dikatakan oleh
Sitaniapessy (1996) bahwa bila akar napas Metroxylon spp. terendam terus
menerus akan menghambat pertumbuhan dan pembentukan karbohidrat.
5.2.4.1 Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)
Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) digunakan untuk
mengetahui tutupan vegetasi suatu kawasan. NDVI merupakan indeks yang dapat
menunjukkan tutupan vegetasi dengan metode standar yaitu membandingkan
tingkat kehijauan pada image (Boone 2000). Ditambahkan oleh USGS (2000),
bahwa NDVI telah digunakan selama bertahun-tahun untuk mengukur dan
memantau pertumbuhan tanaman (vigor), tutupan vegetasi, dan produksi biomassa
berdasarkan citra multispektral. Image yang digunakan dalam pembangunan
NDVI ini adalah citra landsat TM5 Pulau Seram, sebanyak 4 scene yaitu path
107/row 062; path 107/row 063; path 108/row 062; path 109/row 062.
NDVI Pulau Seram memiliki kisaran nilai pada -0,921569 hingga
0,992188 (Gambar 14). NDVI sendiri dihitung berdasarkan besarnya pantulan
sinar tampak dan sinar infra merah dekat yang terpantul dari tumbuhan hijau.
Berdasarkan data sebaran titik Metroxylon spp. dapat diketahui bahwa pada
umumnya Metroxylon spp. menyukai dareah dengan nilai NDVI pada kisaran
hingga 0,25. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 7 yang menunjukkan jumlah
sebaran Metroxylon spp. pada berbagai nilai NDVI.
Gam
bar
13
Pet
a se
bar
an t
itik
Met
roxy
lon
spp. pad
a ber
bag
ai j
arak
dar
i su
ngai
di
Pula
u S
eram
Mal
uku
.
33
Gam
bar
14
Pet
a se
bar
an t
itik
Met
roxy
lon s
pp p
ada
ber
bag
ai n
ilai
ND
VI
di
Pula
u S
eram
Mal
uku
.
34
Gambar 15 Jumlah titik Metroxylon spp. pada berbagai nilai NDVI.
5.3 Analisis Data
Penelitian ini menggunakan dua analisis data yaitu Analisis Komponen
Utama (Priciple Component Analysis/PCA) dan Analisis Regresi Logistik
(Logistic Regression Analysis). Pengolahan data menggunakan software SPSS 19.
Kemudian kelayakan metode analisis yang digunakan diuji dengan beberapa uji
kelayakan model. Kedua metode analisis tersebut telah sering digunakan untuk
mengetahui kesesuaian habitat suatu spesies.
5.3.1 Analisis komponen utama (Principle Component Analysis/PCA)
5.3.1.1 Model kesesuaian habitat Metroxylon spp.
Principle Component Analysis (PCA) menurut Gasperz (1992) adalah
struktur varian-kovarian (kombinasi data multivariat yang beragam) melalui
kombinasi linier dari variable-variabel tertentu. Tujuan dari PCA yaitu mereduksi
data dan kemudian menginterpretasikannya. Berdasarkan hasil PCA diperoleh 3
dari 4 komponen utama dengan keragaman total disajikan pada Tabel 7.
Komponen utama yang dapat digunakan dan mewakili yaitu komponen utama
ketiga dengan nilai keragaman kumulatif 85, 658%. Nilai kumulatif keragaman
tersebut termasuk tinggi mengingat bahwa nilai keragaman kumulatif yang
dianggap mewakili total keragaman data jika keragaman kumulatif mencapai
70%-80% (Timm 1987 diacu dalam Sekolah Tinggi Ilmu Statistik 2006).
0
20
40
60
80
100
(-1) - (-0,5) (-0,5) - (-0,25) (-0,25) - 0,25 0,25 - 0,5 0,5 - 1 (%)
0
15.625
67.1875
17.1875
0
%
Nilai NDVI
35
Tabel 7 Keragaman total komponen utama
Komponen Akar Ciri (Initial Eigen Values)
Total % Keragaman %Kumulatif Keragaman
1 1,325 33,137 33,137
2 1,072 26,805 59,942
3 1,029 25,717 85,658 4 0,574 14,342 100,00
Hasil analisis tersebut (nilai total dari akar ciri) kemudian digunakan untuk
menentukan bobot masing-masing variable. Keeratan hubungan antara keempat
variable kesesuaian habitat Metroxylon spp. dengan kompponen utama seperti
disajikan pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8 Vektor ciri PCA
Variabel Komponen Utama
1 2 3
Sungai 0,545 -0,709 -0,235
Slope 0,866 0,037 0,003
Elevasi 0,403 0,734 -0,434
NDVI 0,340 0,172 0,886
Bobot masing-masing variabel untuk mendapatkan model kesesuian
habitat Metroxylon spp. diperoleh dari nilai vektor ciri PCA masing-masing
variabel yang mempunyai nilai positif tertinggi terhadap komponen utama yang
dihasilkan. Hasil di atas menunjukan bahwa variabel NVDI dan curah hujan
mempunyai hubungan positif yang tinggi terhadap komponen utama pertama.
Sedangkan variabel ketinggian dan kelompok tanah mempunyai hubungan positif
yang tinggi terhadap komponen kedua, dan terakhir variabel nilai Jarak dari
sungai dan kemiringan lereng mempunyai hubungan positif yang tinggi terhadap
komponen utama ketiga. Dengan demikian besarnya bobot masing-masing
variabel sajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9 Koefisien tiap variable kesesuaian habitat Metroxylon spp.
No. variabel Nilai Bobot
1. Sungai (js) 1,325
2. Slope (slp) 1,325
3. Elevasi (elv) 1,072
4. Tutupan Vegetasi (ndvi) 1,029
Bobot dari tiap variabel kemudian digunakan untuk menentukan indeks
kesesuaian habitat Metroxylon spp. Sebelum dilakukan perhitungan kesesuaian
habitat terlebih dahulu dilakukan klasifikasi pada tiap variabel guna menentukan
36
skor tiap kelas dari variabel tersebut. Skor dari masing-masing kelas variabel
ditentukan oleh banyaknya terdapat titik-titik keberadaan dari habitat Metroxylon
spp. Skor dari kelas variabel disajikan pada Tabel 11.
Tabel 10 Skor variabel/faktor kesesuaian habitat
No. Variabel Kelas Skor
1 Ketinggian 0 - 250 m dpl 3
250 - 500 m dpl 2
> 500 m dpl 1
2 kemiringan lereng 0 - 8% 5
8 - 15% 4
15 - 25% 3
25 - 40% 2
> 40% 1
3 Jarak sungai 0 - 300 m 3
300 - 600 m 2
> 600 m 1
4 Tutupan Vegetasi (NDVI) (-1) - (-0,5) 1
(-0,5) - (-0,25) 3
(-0,25) - 0,25 5
0,25 - 0,5 4
0,5 – 1 2
Berdasarkan hasil penghitungan dari masing-masing variabel yang
digunakan dengan menggunakan SPSS 19, maka dapat disusun persamaan untuk
model kesesuaian habitat Metroxylon spp. sebagai berikut:
Persamaan diatas menunjukkan bahwa jarak dari sungai dan kemiringan
lereng mempunyai koefisien (bobot) yang paling tinggi diantara variabel yang
lain, kemudian disusul oleh variabel ketinggian (elv), dan bobot terkecil adalah
variabel tutupan vegetasi (ndvi).
5.3.1.2 Kelas kesesuaian habitat Metroxylon spp.
Berdasarkan persamaan atau model kesesuaian yang telah didapatkan,
dihitung nilai maksimum dan nilai minimum kesesuaian. Hasil penghitungan
menunjukkan nilai maksimum sebesar 18,96. Sedangkan nilai minimum sebesar
4,75. Kemudian dilakukan penghitungan selang kelas kesesuian yaitu dengan
membagi tiga selisih nilai indeks kesesuaian habitat yang tertinggi dan terendah,
37
Kesesuaian Metroxylon spp. di Pulau Seram, Maluku dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelas kesesuaian yang disajikan pada Tabel 11,
sedangkan peta kesesuaian habitat Metroxylon spp. disajikan pada Gambar 17.
Tabel 11 Kelas kesesuaian habitat Metroxylon spp. beserta luas areal
No. Kelas Kesesuaian Habitat Selang Luas (Ha)
1 Kesesuaian rendah 1,029 – 6,123 324.598,32
2 Kesesuaian sedang 6,123 – 11,217 905.277,45
3 Kesesuaian tinggi 11,217 – 16,311 489.716,31
38
Gam
bar
16 P
eta
kes
esuai
an h
abit
at M
etro
xylo
n s
pp. di
Pula
u S
eram
Mal
uku b
erdas
arkan
An
alis
is K
om
ponen
Uta
ma.
39
5.3.2 Analisis regresi logistik (Logistic Regression Analysis)
5.3.2.1 Model kesesuaian habitat Metroxylon spp.
Logistic Regression Analysis didefinisikan oleh Gotelli dan Ellison (2004)
sebagai satu bentuk khusus dari persamaan regresi dengan variable respon bersifat
kategoris, dan variabel masukan bersifat kuntinyu. Variabel masukan yaitu
variabel kesesuaian yang digunakan dalam membangun model regresi logistik
yaitu enam data spasial antara lain jenis tanah, jarak sungai, ketinggian,
kemiringan lereng, dan nilai tutupan vegetasi (NDVI). Titik obyek Metroxylon
spp. pada lampiran 3, digunakan untuk mngetahui kedudukan Metroxylon spp.
pada setiap variabel data spasial. Kemudian nilai digital number dari kedudukan
titik Metroxylon spp. pada tiap variabel data spasial diolah dengan menggunakan
analisis regresi logistik biner pada SPSS 19.
Hasil perhitungan dengan SPSS 19 dengan taraf kepercayaan 95%, kelima
variable kesesuaian yang digunakan memiliki taraf signifikansi kurang dari 0,05
(lampiran 4). Konstanta persamaan regresi yang didapatkan (β0) sebesar -10,182,
dengan koefisian pada setiap variabelnya dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Koefisien regresi dan taraf signifikansi variable kesesuaian habitat
Metroxylon spp. No. Variabel kesesuaian Koefisien regresi Signifikansi
1. Jenis tanah (tn) 2,537 0,003
2. Kemiringan lereng (slp) 0,463 0,018
3. Ketinggian (elv) -0,008 0,001
4. Jarak sungai (js) -0,005 0,000
5. Tutupan vegetasi (ndvi) 5.836 0,000
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka didapatkan bentuk
persamaan regresi logistic biner seperti dibawah ini:
Z= -10,182+(2,537*tn)+( 0,463*slp)+( -0,008*elv)+( -0,005*js)+( 5.836*ndvi)
Z= -10,182+(2,537*tn)+( 0,463*slp)-( 0,008*elv)-(0,005*js)+( 5.836*ndvi)
Kemudian persamaan P= [ez /(1+e
z)]
Semua variabel memberikan nilai yang signifikan terhadap model
kesesuaian habitat yaitu kurang dari 0,05. Dapat diartikan bahwa semua variable
berpengaruh nyata terhadap model kesesuaian habitat. Pada variabel jenis
40
tanah(tn), kemiringan lereng (slp), dan tutupan vegetasi (ndvi) mempunyai
korelasi positif terhadap model, sedangkan untuk variabel ketinggian (elv) dan
variabel jarak sungai (js) mempunyai korelasi negative dengan model kesesuaian.
Bobot dari tiap variabel kemudian digunakan untuk menentukan indeks
kesesuaian habitat Metroxylon spp, sebelum dilakukan perhitungan kesesuaian
habitat terlebih dahulu dilakukan klasifikasi pada tiap variabel guna menentukan
skor tiap kelas dari variabel tersebut. Skor dari masing-masing kelas variabel
ditentukan oleh banyaknya ditemukan titik-titik keberadaan dari habitat
Metroxylon spp pada kelas-kelas yang telah ditentukan. Skor dari kelas variabel
disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Skor variabel/faktor kesesuaian habitat
No. Variabel Kelas Skor
1 Ketinggian 0 - 250 m dpl 3
250 - 500 m dpl 2
> 500 m dpl 1
2 kemiringan lereng 0 - 8% 5
8 - 15% 4
15 - 25% 3
25 - 40% 2
> 40% 1
3 Jarak sungai 0 - 300 m 3
300 - 600 m 2
> 600 m 1
4 Tutupan Vegetasi (NDVI) (-1) - (-0,5) 1
(-0,5) - (-0,25) 3
(-0,25) - 0,25 5
0,25 - 0,5 4
0,5 – 1 2
5 Jenis Tanah Aluvial 3
Phyllite 2
Limestone 1
5.3.2.2 Kelas kesesuaian habitat Metroxylon spp.
Berdasarkan persamaan atau model kesesuaian yang telah didapatkan,
dihitung nilai maksimum dan nilai minimum kesesuaian. Hasil penghitungan
menunjukkan nilai maksimum P = 1. Sedangkan nilai minimum P = 0,21.
Kemudian dilakukan penghitungan selang kelas kesesuian yaitu dengan membagi
tiga selisih nilai indeks kesesuaian habitat yang tertinggi dan terendah.
41
Kesesuaian Metroxylon sp. di Pulau Seram dikelompokkan menjadi tiga
kelas kesesuaian yang tersaji pada Tabel 14 berikut luasan arealnya.
Tabel 14 Kelas kesesuaian habitat Metroxylon spp. beserta luas areal
No. Kelas Kesesuaian Habitat Selang Luas (Ha)
1 Kesesuaian rendah 0 – 0,33 1.111.759,61
2 Kesesuaian sedang 0,33 – 0,67 114,75
3 Kesesuaian tinggi 0,67 – 1 617.50,.23
5.3.2.3 Pengujian kelayakan model kesesuaian habitat Metroxylon spp.
Pengujian kelayakan model kesesuaian habitat dengan analisis regresi
logistik dapat dilakukan dengan menurunkan nilai -2 Log-likelihood serta uji
Hosmer and Lemeshow hasil pengolahan data menggunakan SPSS 19.0
berdasarkan penurunan nilai -2 Log-likelihood, model diterima jika signifikansi
penurunan nilai -2 Log-Likelihood kurang dari 0,05. Berdasarkan hasil analisis
regresi logistik yang terlampir pada lampiran 4, dapat dilihat bahwa nilai -2 Log-
likelihood adalah 70,177 dengan signifikansi 0,000 atau kurang dari 0,05.
Berdasarkan Uyanto (2006), jika taraf signifikansi (P-value) <0,05 maka hasil uji
signifikan dan model layak untuk digunakan.
Uji Hosmer and Lemeshow digunakan untuk mengetahui kesesuaian
variabel masukan yang digunakan untuk membangun model kesesuaian dengan
model yang dihasilkan. Nilai uji Hosmer and Lemeshow adalah 8,704 dengan
taraf signifikansi uji adalah 0,368. Hal ini berarti bahwa variabel masukan (jenis
tanah, ketinggian, kemiringan lereng, jarak dari sungai dan NDVI) dinyatakan
sesuai dengan model, karena taraf signifikansi lebih besar dari 0,05. Kemudian
kemampuan variabel untuk menjelaskan kesesuaian habitat Metroxylon sp. dalam
penyusunan model dapat ditunjukkan dengan nilai Negelkerke R2. Hasil
penghitungan nilai Negelkerke R2 sebesar 0, 563 (56,3%). Hal ini menunjukkan
bahwa kesesuaian habitat Metroxylon spp. dapat dijelaskan oleh variable yang
dipergunakan dalam penyusunan model.
5.3.3 Validasi
Validasi model dilakukan dengan menguji model menggunakan data
validasi. Data validasi yang digunakan sebanyak 128 titik terdiri dari titik 64 titik
42
ditemukan sagu dan 64 titik tidak ditemukan sagu (Lampiran 5). Validasi
dilakukan dengan mengoverlaykan data titik validasi Metroxylon spp. dengan peta
kesesuaian yang telah dibuat. Baik peta kesesuaian berdasarkan hasil analisis
komponen utama ataupun analisis regresi logistik. Nilai validasi diperoleh dengan
membagi banyaknya titik Metroxylon spp. pada suatu kelas kesesuaian terhadap
jumlah total titik Metroxylon spp. yg ditemukan. Hasil validasi tiap kelas
kesesuaian habitat Metroxylon spp. dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Hasil validasi model kesesuaian habitat Metroxylon spp.
No. Kelas
Kesesuaian
Model Berdasarkan Analisis
Komponen Utama
Model Berdasarkan Analisis
Regresi Logistik
Jumlah Titik
Metroxylon spp.
Persentase
(%)
Jumlah Titik
Metroxylon spp.
Persentase
(%)
1. Tinggi 42 65,62 53 82,81
2. Sedang 19 29,68 - -
3. Rendah 3 4,68 41 64,06
43
Gam
bar
17
Pet
a k
eses
uai
an h
abit
at M
etro
xylo
n s
pp. di
Pula
u S
eram
Mal
uku b
erdas
arkan
An
alis
is R
egre
si L
ogis
tik
.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Metroxylon spp. dapat ditemukan pada daerah-daerah dengan karakteristik
seperti: 1) Ketinggian tempat antara 0 m dpl hingga 250 mdpl. 2) Kemiringan
lereng yang datar yaitu 0 – 8%. 3) Pada jenis tanah Alluvial. 4) Jarak dari
sungai < 300 m. 5) Dengan nilai NDVI kisaran -0,25 hingga 0,25. Kelima
faktor fisik tersebut mempengaruhi kesesuaian habitat Metroxylon spp. secara
signifikan dengan nilai signifikansi kurang dari 0,05 atau lebih dari 95%.
2. Model kesesuaian habitat Metroxylon spp. yang dipilih adalah model
kesesuaian berdasarkan Analisis Regresi Logistik, dengan persen validasi
82,81%, yang berarti model sangat baik untuk digunakan. Model regresi
logistik yang dihasilkan adalah:
6.2 Saran
1. Melakukan inventarisasi Metroxylon spp. di Pulau Seram secara menyeluruh
untuk mendapatkan data sebaran Metroxylon spp. dan secara temporal agar
dapat diketahui kondisi sebaran Metroxylon spp. dari waktu ke waktu.
2. Luas areal potensial Metroxylon spp. berdasarkan prediksi model analisis
regresi untuk lahan sesuai tinggi sebesar 617.500,225 Ha, sedang luas aktual
sebesar 18.239,76 Ha. Hal ini menunjukkan masih banyak lahan potensial
Metroxylon spp. belum dimanfaatkan. Oleh karenanya perlu menggalakkan
revitalisasi Metroxylon spp.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS]. 2009. Penduduk Provinsi Maluku. Statistik Sektoral Badan Pusat Statistik
Maluku. http://maluku.bps.go.id/?no=117&pilih=tabel1 [6 Juni 2011]
_____. 2009. Sosial Pendidikan Penduduk Provinsi Maluku. Statistik Sektoral
Badan Pusat Statistik Maluku.
http://maluku.bps.go.id/?no=119&pilih=tabel1 [6 Juni 2011]
Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.
Barahima. 2006. Keragaman Gentik Tanaman Sagu di Indonesia berdasarkan
penanda molekular genom inti [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Bintoro MH, D Setiadi, D Allorerung, WY Mofu, A Pinem. 2008. Laporan Hasil
Penelitian Pembibitan dan Karakteristik Lingkungan Tumbuh Tanaman
Sagu. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut
Pertanian.
Bintoro MH. 1999. Pemberdayaan Tanaman Sagu sebagai Penghasil Bahan
Pangan Alternatif dan Bahan Baku Agroindustri yang Potensial dalam
Rangka Ketahanan Pangan Nasional. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu
Tanaman Perkebuanan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
______. 2002. Sago in Indonesia. Poster Presentations pada New Frontiers of
Sago Palm Studies. Tokyo: Universal Academy Press.
______. 2003. Potensi Pemanfataan Sagu untuk Industri dan Pangan. Makalah
Kunci pada Seminar Nasional Sagu untuk Ketahanan Pangan. Manado :
CV. Indoba.
Bintoro. MH, Purwanto MYJ, Amarilis S. 2010. Sagu di Lahan Gambut. Bogor:
Institut Pertanian Bogor Press.
Boone RB, KA Galvin, et al. 2000. Generalizing El Nino effects upon Maasai
livestock using hierarchical clusters of vegetation patterns.
Photogrammetric Engineering & Remote Sensing 66 (6): 737-744.
http://rangeview.arizona.edu/Glossary/ndvi.html [28 Januari 2012]
Botanri S. 2010. Distribusi Spasial, Autekologi dan Biodiversitas Tumbuhan Sagu
(Metroxylon spp.) di Pulau Seram, Maluku. [Disertasi]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Djumadi A. 1989. Sistem Pertanian Sagu di Daerah Luwu Sulawesi Selatan
[Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Flach M. 1983. The Sago Palm Metroxylon sago Rottb. Rome: Food Agriculture
Organization of United Nation.
Flach M dan F Rumawas. 1996. Plant Resources ao South-East Asia No.9 Plants
yielding non-seed carbohydrayes. Prosea Foundation. Bogor. P: 122
Foth DH. 1988. Fundamental of Soil Science. England: John Wiley & Sons.
Gamasari AS. 2007. Pemetaan Kesesuaian habitat Rafflesia patma Blume di
Cagar Alam dan Taman wisata Alam Pangandaran dengan
Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis. [Skripsi]. Bogor:
Departemen Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.
Gasperz V. 1992. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Edisi pertama.
Bandung: Tarsito.
Gotelli NJ dan Ellison AM. 2004. A Primer of Ecological Statistics.
Massachusetts: Sinauer Associates Incorporates Publisher.
Herdiyanti PR. 2009. Penentuan Kesesuaian Habitat Raflessia patma Blume di
Cagar Alam Leuweng Sancang Garut Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor:
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan ekowisata. Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Kertopermono AP. 1996. Inventory and Evaluation on Sago Palm (Metroxylon
sp.) Distribution. Sixth International Sago Symposium. Riau.
Koeswara DA. 2010. Permodelan Spasial Kesesuaian Habitat Tapir (Tapirus
indicus Desmarest 1819) di Resort Batang Suliti Taman Nasional kerinci
Seblat [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Lilik BP. 2009. Dokumen Pribadi. Bogor
McClatchey W, Manner HI, Elevitch CR. 2006. Metroxylon amicarmium, M.
Paulcoxii, M. Sagu, M. Solomonensis, M. Vitiesse and M. Warburgii (sago
palm). Species Profile for Pacific Island agroforestry. Traditional Tree
Initiative. http://www.traditionaltree.org/ [10 Desember 2010]
Miller RI. 1996. Mapping the Diversity of Nature. London: Chapman & Hall.
Nitta Y, T Matsuda, R Miura, S Nakamura, Y Goto, M Watanabe. 2006.
Anatomical Leaf Structure Relatedto Photosynthetic and Conductive
activities of Sago Palm. Script Presentation pada Proceeding of the Eight
International Sago Symposium. Universitas Negeri Papua. Manokwari
Oates C, Hicks A. 2002. Sago Starch Production in Asia and the pasific-problems
and prospects. Poster Presentations pada New Frontiers of Sago Palm
Studies. Universal Academy Press. Tokyo.
Papilaya EC. 2009. Sagu Untuk Pendidikan Anak Negeri. Bogor : Institut
Pertanian Bogor Press.
Prahasta, E. 2001. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung :
Informatika Bandung.
Putri AMM. 2010. GIS dan Remote Sensing untuk Analisis Kesesuaian Habitat
Harimau Sumatera (Pathera tigris sumatrae) Di Taman Nasional Bukit
Tigapuluh dan Sekitarnya. [Thesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Rumalatu FJ. 1981. Distribusi dan Potensi Produk Pati dari Batang Beberapa Jenis
Sagu (Metroxylon Sp.) di daerah Seram Barat [Thesis]. Fakultuas
Pertanian Kehutanan Universitas Pattimura. Afiliasi Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor.
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. 2006. Analisis Komponen Utama.
http://www.youngstatiscian.com/stik/aku.html. [14 Desember 2011]
Sitaniapessy PM. 1996. Sagu: Suatu Tinjauan Ekologi. Prosiding Simposium
Nasional Sagu ketiga; Pekanbaru, 27-28 Februari 1996. Pekanbaru.
Universitas Riau.
Suhardi, Sabarudin S, Soedjoko SA, Dwijono HD, Minarningsih, Widodo A.
1999. Hutan dan Kebun Sebagai Sumber Pangan Nasional. Departemen
Kehutanan-Perkebunan-departemen Pertanian.
Suryana A. 2007. Arah dan Strategi pengembangan sagu di indonesia. Makalah
disampaikan pada lokakarya pengembangan sagu indonesia. Batam, 25-26
Juli 2007.
United State Department of Agriculture. 2005.
http://plants.usda.gov/java/nameSearch?mode=Scientific+Name&keyword
query=metroxylon+sagu&go.x=0&go.y=0&go=go [10 Desember 2010]
USGS. 2000. The Normalized Vegetation Index (NDVI).
http://ivm.cr.usgs.gov/whatndvi.php [28 Jnuari 2012]
Weier J, D Herring. 2010. Measuring Vegetation (NDVI & EVI). NASA-Earth
Observatory.
http://earthobservatory.nasa.gov/Features/MeasurinfVegetation/. [24 Juni
2011]
Whittaker J. 1990. Graphical Models, In Applied Multivariate Statistic. England :
John Wiley & Sons.
Wiranegara SH. 2000. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Bogor. Jurusan Tanah.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Faktor kesesuaian untuk menyusun model Analisis
Komponen Utama (Priciple Component Analysis)
No. Sungai Slope Elevasi NDVI Jenis Tanah
1 36.4 2 12 -0.12 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
2 151.82 1 12 -0.23 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
3 293.47 0 11 -0.21 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
4 369.9 0 12 -0.28 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
5 384.22 1 13 -0.35 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
6 436.81 2 14 -0.36 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
7 466.5 1 13 -0.25 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
8 525.02 3 10 -0.25 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
9 563.03 2 10 -0.23 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
10 598.08 2 11 -0.16 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
11 495.03 1 8 -0.17 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
12 440.03 1 6 -0.14 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
13 385.81 0 0 -0.2 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
14 278.66 0 0 -0.21 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
15 70 2 2 -0.08 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
16 35 1 2 0 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
17 20 1 4 -0.13 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
18 15 1 7 -0.13 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
19 250.8 0 9 -0.35 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
20 445.25 0 8 0.2 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
21 132 1 8 -0.22 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
22 96.05 2 5 -0.43 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
23 61.03 2 7 -0.32 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
24 53.15 2 0 -0.17 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
25 158.82 2 2 -0.26 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
26 194.55 2 11 -0.29 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
27 284.3 1 2 -0.26 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
28 399.25 2 12 -0.1 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
29 361.18 2 12 -0.22 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
30 373.16 3 3 -0.22 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
31 694.64 0 4 -0.2 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
32 874.54 0 0 -0.13 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
33 1185.01 9 12 -0.35 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
34 1131.47 8 29 -0.42 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
35 1092.62 5 14 -0.37 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
36 1073.23 7 12 -0.41 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
37 737.46 19 21 -0.3 Limestone; alluvium, recent riverine
38 505.1 11 24 -0.23 Limestone; alluvium, recent riverine
Lanjutan lampiran 1 Data faktor kesesuaian untuk menyusun model Analisis
Komponen Utama (Priciple Component Analysis)
No. Sungai Slope Elevasi NDVI Jenis Tanah
39 464.79 13 20 -0.29 Limestone; alluvium, recent riverine
40 145 29 17 0.1 Limestone; alluvium, recent riverine
41 68.01 14 56 -0.17 Limestone; alluvium, recent riverine
42 63.25 8 23 -0.14 Limestone; alluvium, recent riverine
43 65 12 25 -0.16 Limestone; alluvium, recent riverine
44 39.05 8 14 -0.19 Limestone; alluvium, recent riverine
45 43.01 9 15 -0.2 Limestone; alluvium, recent riverine
46 53.15 9 24 -0.13 Limestone; alluvium, recent riverine
47 141.51 10 19 -0.26 Limestone; alluvium, recent riverine
48 47.17 5 8 -0.04 Limestone; alluvium, recent riverine
49 58.31 5 8 -0.23 Limestone; alluvium, recent riverine
50 362.84 10 8 -0.24 Limestone; alluvium, recent riverine
51 356.93 9 17 -0.26 Limestone; alluvium, recent riverine
52 386.59 2 15 -0.26 Limestone; alluvium, recent riverine
53 517.04 1 4 -0.25
Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine
marine; alluvium, fan deposit, peat
54 552.38 0 2 0
Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine
marine; alluvium, fan deposit, peat
55 445 4 6 -0.06
Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine
marine; alluvium, fan deposit, peat
56 373.36 1 1 -0.21
Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine
marine; alluvium, fan deposit, peat
57 326.27 3 5 -0.17
Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine
marine; alluvium, fan deposit, peat
58 261.96 3 8 -0.17
Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine
marine; alluvium, fan deposit, peat
59 180.35 3 3 -0.25
Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine
marine; alluvium, fan deposit, peat
60 152.07 2 12 -0.26
Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine
marine; alluvium, fan deposit, peat
61 105.12 0 14 -0.18
Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine
marine; alluvium, fan deposit, peat
62 111.8 0 19 -0.21
Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine
marine; alluvium, fan deposit, peat
63 90.14 0 16 -0.26 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
64 21.21 1 31 -0.1 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
65 15 6 26 -0.26 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
66 0.01 5 31 -0.17 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
67 22.36 3 32 -0.26 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
68 32.02 3 28 -0.37 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
69 15 0 31 -0.23 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
70 10 0 36 -0.4 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
71 5 0 54 -0.26 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
Lanjutan lampiran 1 Data faktor kesesuaian untuk menyusun model Analisis
Komponen Utama (Priciple Component Analysis)
No. Sungai Slope Elevasi NDVI Jenis Tanah
72 29.15 0 81 -0.29 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
73 31.62 0 16 -0.18 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
74 29.15 0 80 -0.29 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
75 30.41 0 63 -0.26 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
76 0.01 0 21 0 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
77 0.01 0 14 -0.29 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
78 29.15 0 17 -0.34 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
79 5 0 2 -0.25 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
80 30 0 2 -0.32 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
81 5 0 2 -0.26 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
82 25 0 2 -0.29 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
83 29.15 0 2 -0.37 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
84 29.15 0 2 -0.33 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
85 5 1 2 0 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
86 53.85 1 2 -0.28 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
87 49.24 0 2 -0.42 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
88 7.07 0 2 -0.26 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
89 5 0 2 -0.29 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
90 10 1 2 -0.38 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
91 41.23 0 2 -0.28 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
92 30 0 3 -0.28 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
93 5 0 3 -0.48 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
94 29.15 0 6 0 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
95 5 0 5 -0.3 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
96 0.01 0 3 -0.32 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
97 14.14 1 4 -0.25 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
98 5 0 5 -0.42 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
99 49.24 0 2 -0.31 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
100 15 1 2 -0.33 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
101 15 0 2 -0.3 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
102 0.01 2 1 -0.3 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
103 18.03 1 1 -0.29 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
104 0.01 0 1 -0.35 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
Lampiran 2 Hasil Perhitungan faktor kesesuaian menggunakan SPSS 19 untuk
menyusun model Analisis Komponen Utama (Principel
Component Analysis)
Factor Analysis
Communalities
Initial Extraction
Sungai 1.000 .854
Slope 1.000 .752
Elevasi 1.000 .890
NDVI 1.000 .930
Extraction Method: Principal
Component Analysis.
Total Variance Explained
Compon
ent
Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings
Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative %
1 1.325 33.137 33.137 1.325 33.137 33.137
2 1.072 26.805 59.942 1.072 26.805 59.942
3 1.029 25.717 85.658 1.029 25.717 85.658
4 .574 14.342 100.000
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Component Matrixa
Component
1 2 3
Sungai .545 -.709 -.235
Slope .866 .037 .003
Elevasi .403 .734 -.434
NDVI .340 .172 .886
Extraction Method: Principal Component
Analysis.
a. 3 components extracted.
Lampiran 3 Data faktor kesesuaian untuk menyusun model Regresi Logistik Biner
No. x y p Sungai Slope Elevasi NDVI Jenis Tanah
1 395195.48 9638697.84 0 694.64 0.00 0 -0.02 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
2 395195.49 9638679.42 0 399.25 0.10 0 -0.20 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
3 395158.49 9638642.53 0 941.61 0.83 0 0.01 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
4 395158.49 9638642.53 0 683.47 1.59 0 -0.08 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
5 395158.49 9638642.53 0 695.45 2.05 0 -0.17 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
6 395084.38 9638679.31 0 715.02 2.13 0 -0.14 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
7 395028.85 9638660.84 0 669.66 2.32 0 -0.13 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
8 395195.49 9638679.42 0 691.47 0.28 1 -0.21 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
9 395195.49 9638679.42 0 709.74 0.57 1 -0.20 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
10 395010.35 9638642.39 0 21.21 2.00 1 0.42 Phyllite; schist; gneiss; sandstone
11 395158.47 9638660.96 0 132.00 0.25 2 0.22 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
12 395158.47 9638660.96 0 598.08 0.60 2 -0.35 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
13 395084.40 9638660.89 0 386.59 1.04 2 -0.27 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
14 395065.87 9638679.30 0 356.93 1.26 2 -0.27 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
15 395047.36 9638660.85 0 445.00 0.92 3 -0.26 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
16 388040.70 9627009.34 0 373.36 1.87 3 0.29 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
17 395158.47 9638660.96 0 326.27 0.00 4 -0.38 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
18 395047.36 9638660.85 0 111.80 0.33 4 -0.32 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
19 388022.30 9626898.77 0 261.96 0.73 4 -0.28 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
20 495204.54 9635228.27 0 180.35 0.79 4 -0.28 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
Lanjutan lampiran 3 Data faktor kesesuaian untuk menyusun model Regresi Logistik Biner
No. x y p Sungai Slope Elevasi NDVI Jenis Tanah
21 495204.54 9635228.27 0 517.04 1.16 4 -0.28 Limestone; alluvium, recent riverine
22 395102.92 9638660.91 0 105.12 0.12 5 -0.30 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
23 396392.45 9646013.57 0 1376.02 0.86 6 -0.06 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
24 387023.51 9625829.07 0 1138.77 1.85 6 -0.06 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
25 395158.23 9638918.90 0 570.09 0.88 8 -0.36 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
26 395176.80 9638863.65 0 607.45 1.34 8 -0.25 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
27 395121.16 9638955.72 0 525.02 0.58 9 0.23 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
28 395121.42 9638679.35 0 1367.93 2.18 9 -0.28 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
29 395121.13 9638992.57 0 436.81 0.91 10 -0.25 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
30 395121.13 9638992.57 0 1343.66 1.72 10 -0.29 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
31 395046.98 9639066.20 0 692.60 0.78 11 -0.34 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
32 395213.87 9638826.83 0 1254.56 1.14 11 0.00 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
33 395231.84 9639416.44 0 151.82 0.29 12 -0.23 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
34 395046.85 9639213.60 0 696.46 0.61 12 -0.16 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
35 395065.55 9639010.94 0 36.40 0.70 12 -0.12 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
36 395195.48 9638697.84 0 1167.74 1.49 12 -0.14 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
37 395047.36 9638660.85 0 1191.24 1.60 12 -0.25 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
38 395065.57 9638992.52 0 686.80 0.70 13 -0.31 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
39 395065.57 9638992.52 0 417.61 0.85 13 -0.36 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
40 395213.91 9638789.98 0 684.69 1.07 13 -0.28 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
41 395213.91 9638789.98 0 699.59 1.20 13 -0.21 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
42 395065.57 9638992.52 0 1329.10 1.28 14 -0.28 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
43 395213.91 9638789.98 0 712.07 0.10 15 -0.34 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
Lanjutan lampiran 3 Data faktor kesesuaian untuk menyusun model Regresi Logistik Biner
No. x y p Sungai Slope Elevasi NDVI Jenis Tanah
44 395213.91 9638789.98 0 687.31 0.77 15 -0.39 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
45 395213.91 9638789.98 0 690.51 1.12 15 -0.35 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
46 395213.91 9638789.98 0 731.61 1.19 15 -0.30 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
47 395232.51 9638697.88 0 693.27 1.43 15 -0.32 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
48 395232.51 9638697.88 0 706.05 1.94 15 -0.27 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
49 396099.91 9641904.59 0 702.16 1.66 17 -0.29 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
50 387153.21 9625755.50 0 1737.16 0.45 32 -0.29 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
51 388243.63 9627746.56 0 1727.46 2.57 36 -0.29 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
52 388632.35 9627875.94 0 1016.07 1.13 80 -0.17 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
53 388576.80 9627875.88 0 1409.70 1.24 84 -0.29 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
54 388743.43 9627894.47 0 411.01 3.31 179 -0.26 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
55 388706.42 9627876.01 0 531.84 2.52 204 -0.23 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
56 388521.29 9627838.97 0 782.70 6.13 364 -0.11 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
57 388502.81 9627802.10 0 298.87 7.83 369 -0.22 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
58 388502.81 9627802.10 0 690.65 6.97 383 -0.09 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
59 388465.77 9627802.06 0 564.62 1.34 466 -0.27 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
60 388484.27 9627820.51 0 162.25 6.80 486 -0.21 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
61 388207.18 9627175.34 0 141.51 4.73 864 0.07 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
62 388207.16 9627193.77 0 53.15 5.65 871 0.02 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
63 388207.18 9627175.34 0 47.17 6.60 879 0.05 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
64 388207.24 9627120.07 0 58.31 5.57 884 -0.05 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
65 395010.35 9638642.39 1 194.55 0.00 0 0.28 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
66 394991.81 9638660.80 1 361.18 0.00 0 -0.14 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
Lanjutan lampiran 3 Data faktor kesesuaian untuk menyusun model Regresi Logistik Biner
No. x y p Sungai Slope Elevasi NDVI Jenis Tanah
67 394973.29 9638660.78 1 373.16 0.00 0 0.28 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
68 394973.27 9638679.21 1 379.80 0.00 0 0.05 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
69 394973.27 9638679.21 1 874.54 0.10 0 0.11 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
70 394954.72 9638716.04 1 250.80 0.77 0 -0.10 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
71 394917.67 9638734.43 1 176.71 1.42 0 -0.14 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
72 394991.62 9638863.47 1 625.02 1.73 0 -0.13 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
73 394991.83 9638642.38 1 270.65 0.15 1 -0.29 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
74 395010.09 9638918.77 1 284.30 0.54 1 -0.17 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
75 395657.56 9639637.94 1 0.00 0.00 2 0.30 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
76 388040.70 9627009.34 1 495.03 1.05 2 0.20 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
77 388040.68 9627027.77 1 445.25 1.07 2 0.22 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
78 388022.30 9626898.77 1 15.81 3.06 2 0.31 Phyllite; schist; gneiss; sandstone
79 388022.30 9626898.77 1 15.00 5.10 2 0.33 Phyllite; schist; gneiss; sandstone
80 388040.72 9626990.92 1 53.15 0.32 3 -0.19 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
81 388040.74 9626972.49 1 90.14 0.46 3 0.25 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
82 388022.24 9626954.05 1 152.07 0.60 3 0.48 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
83 495315.62 9635504.61 1 552.38 0.06 4 0.42 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
84 496981.88 9640091.82 1 158.82 0.77 4 -0.10 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
85 497167.04 9640183.94 1 440.03 0.92 4 0.22 Alluvium-recent riverine; alluvium, estuarine marine; alluvium, fan deposit, peat
86 497944.72 9639981.31 1 20.00 0.87 5 0.29 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
87 388040.68 9627027.77 1 1247.85 2.21 6 0.24 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
88 395121.18 9638937.29 1 15.00 0.12 7 0.26 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
89 395139.94 9638679.37 1 563.03 1.73 7 -0.35 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
Lanjutan lampiran 3 Data faktor kesesuaian untuk menyusun model Regresi Logistik Biner
No. x y p Sungai Slope Elevasi NDVI Jenis Tanah
90 395102.90 9638679.33 1 70.00 0.44 8 -0.17 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
91 395084.38 9638679.31 1 35.00 0.74 8 0.26 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
92 396466.51 9646032.07 1 473.20 0.51 9 0.14 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
93 387134.67 9625773.91 1 147.76 0.79 9 0.20 Limestone; alluvium, recent riverine
94 387060.57 9625810.68 1 278.66 1.32 9 -0.32 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
95 395195.36 9638826.82 1 698.93 0.69 10 0.23 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
96 396485.06 9645995.23 1 466.50 0.70 10 -0.25 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
97 395195.46 9638716.27 1 156.31 0.09 11 0.08 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
98 395065.87 9638679.30 1 293.47 0.31 11 -0.21 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
99 396246.23 9643894.60 1 96.05 0.69 11 -0.20 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
100 396208.15 9645036.90 1 682.64 1.15 11 -0.18 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
101 395970.72 9641425.43 1 61.03 0.10 12 -0.13 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
102 396503.68 9645884.70 1 350.18 1.26 12 -0.28 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
103 395214.00 9638697.86 1 369.90 0.37 13 -0.35 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
104 395195.46 9638716.27 1 667.61 0.52 13 0.22 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
105 395970.70 9641443.85 1 570.01 1.38 13 0.23 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
106 395952.23 9641388.56 1 384.22 0.57 14 0.24 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
107 388113.80 9627949.10 1 170.92 0.82 33 0.04 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
108 388243.59 9627783.41 1 110.68 3.84 35 -0.16 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
109 388243.55 9627820.26 1 176.77 1.23 54 0.08 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
110 388632.35 9627875.94 1 212.13 2.46 63 -0.14 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
111 388391.78 9627728.29 1 312.75 2.23 81 0.10 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
112 388576.80 9627875.88 1 43.01 1.44 100 0.01 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
Lanjutan lampiran 3 Data faktor kesesuaian untuk menyusun model Regresi Logistik Biner
No. x y p Sungai Slope Elevasi NDVI Jenis Tanah
113 388539.80 9627838.99 1 319.77 8.68 132 -0.26 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
114 388558.30 9627857.43 1 5.00 2.87 142 -0.19 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
115 388650.87 9627875.95 1 160.08 3.20 146 -0.20 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
116 388687.90 9627875.99 1 39.05 6.72 150 0.11 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
117 388687.90 9627875.99 1 20.62 6.23 151 -0.13 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
118 388724.91 9627894.46 1 318.00 7.60 164 -0.26 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
119 388743.45 9627876.05 1 145.00 3.84 176 0.07 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
120 388743.43 9627894.47 1 46.10 0.82 177 -0.18 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
121 388743.45 9627876.05 1 285.04 1.36 177 -0.19 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
122 388706.42 9627876.01 1 134.63 2.13 179 0.24 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
123 388521.29 9627838.97 1 335.15 5.92 181 0.24 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
124 388706.42 9627876.01 1 79.06 4.02 211 -0.04 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
125 388687.90 9627875.99 1 55.23 5.32 216 0.26 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
126 388521.29 9627838.97 1 622.01 7.55 350 -0.32 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
127 388502.81 9627802.10 1 297.32 3.41 451 -0.15 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
128 388484.29 9627802.08 1 135.09 5.97 463 -0.27 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
Lampiran 4 Hasil Perhitungan faktor kesesuaian menggunakan SPSS 19 untuk
menyusun model regresi logistik biner
Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 128 97.0
Missing Cases 4 3.0
Total 132 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 132 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
.00 0
1.00 1
Block 0: Beginning Block
Iteration Historya,b,c
Iteration
-2 Log
likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 177.446 .000
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 177.446
c. Estimation terminated at iteration number 1 because parameter estimates changed by less than .001.
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
p Percentage
Correct .00 1.00
Step 0 p .00 0 64 .0
1.00 0 64 100.0
Overall Percentage 50.0
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant .000 .177 .000 1 1.000 1.000
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables Tanah .296 1 .586
Slope .132 1 .716
Elevasi 1.492 1 .222
Jarak Sungai 28.258 1 .000
NDVI 25.354 1 .000
Overall Statistics 53.593 5 .000
Lanjutan lampiran 4 Hasil Perhitungan faktor kesesuaian menggunakan SPSS 19
untuk menyusun model regresi logistik biner
Block 1: Method = Enter
Iteration Historya,b,c,d
Iteration
-2 Log
likelihood
Coefficients
Constant Tanah Slope Elevasi Jarak Sungai NDVI
Step 1 1 116.443 -4.886 1.245 .254 -.004 -.002 3.403
2 108.187 -8.190 2.057 .387 -.007 -.004 4.960
3 107.286 -9.890 2.467 .452 -.007 -.004 5.706
4 107.269 -10.175 2.535 .463 -.008 -.005 5.833
5 107.269 -10.182 2.537 .463 -.008 -.005 5.836
6 107.269 -10.182 2.537 .463 -.008 -.005 5.836
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 177.446
d. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than
.001.
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 70.177 5 .000
Block 70.177 5 .000
Model 70.177 5 .000
Model Summary
Step
-2 Log
likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 107.269a .422 .563
a. Estimation terminated at iteration number 6 because
parameter estimates changed by less than .001.
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 8.704 8 .368
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
p = .00 p = 1.00
Total Observed Expected Observed Expected
Step 1 1 13 12.726 0 .274 13
2 13 11.651 0 1.349 13
3 10 10.662 3 2.338 13
4 8 9.331 5 3.669 13
5 8 7.752 5 5.248 13
6 7 5.663 6 7.337 13
7 1 3.257 12 9.743 13
8 2 1.808 11 11.192 13
9 1 .953 12 12.047 13
10 1 .197 10 10.803 11
Lanjutan lampiran 4 Hasil Perhitungan faktor kesesuaian menggunakan SPSS 19
untuk menyusun model regresi logistik biner
Classification Tablea
Observed
Predicted
p Percentage
Correct .00 1.00
Step 1 p .00 54 10 84.4
1.00 14 50 78.1
Overall Percentage 81.3
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a Tanah 2.537 .842 9.068 1 .003 12.640
Slope .463 .197 5.551 1 .018 1.590
Elevasi -.008 .002 11.108 1 .001 .992
Jarak
Sungai
-.005 .001 21.518 1 .000 .995
NDVI 5.836 1.460 15.965 1 .000 342.257
Constant -10.182 3.970 6.577 1 .010 .000
Variables in the Equation
95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Tanah 2.425 65.889
Slope 1.081 2.337
Elevasi .988 .997
Jarak
Sungai
.994 .997
NDVI 19.552 5991.221
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: Tanah, Slope, Elevasi, Jarak Sungai, NDVI.
Correlation Matrix
Constant tn slp elv js ndvi
Step 1 Constant 1.000 -.992 -.403 .405 .324 -.505
Tanah -.992 1.000 .369 -.413 -.411 .541
Slope -.403 .369 1.000 -.790 -.255 .193
Elevasi .405 -.413 -.790 1.000 .382 -.225
Jarak
Sungai
.324 -.411 -.255 .382 1.000 -.214
NDVI -.505 .541 .193 -.225 -.214 1.000
Lampiran 5 Data validasi kesesuaian habitat Metroxylon spp.
No. X y p sungai Slope Elevasi NDVI Jenis Tanah
1 496889 9638858 0 373.36 1.87 3 -0.29 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
2 496982 9640092 0 326.27 0.00 4 -0.38 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
3 497167 9640184 0 261.96 0.73 4 -0.28 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
4 497445 9640147 0 180.35 0.79 4 -0.28 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
5 497852 9640018 0 152.07 0.60 3 -0.48 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
6 497945 9639981 0 105.12 0.12 5 -0.30 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
7 499407 9640000 0 111.80 0.33 4 -0.32 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
8 499463 9640000 0 90.14 0.46 3 -0.25 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
9 503629 9639815 0 21.21 2.00 1 -0.42 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
10 503685 9639815 0 15.81 3.06 2 -0.31 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
11 503777 9639815 0 15.00 5.10 2 -0.33 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
12 504962 9639779 0 0.00 0.00 2 -0.30 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
13 388244 9627323 0 145.00 3.84 1176 0.07 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
14 388226 9627323 0 68.01 12.49 1143 -0.13 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
15 388207 9627286 0 63.25 5.19 1129 -0.15 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
16 388207 9627249 0 65.00 11.41 1127 -0.17 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
17 388207 9627231 0 39.05 6.72 1050 0.11 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
18 388207 9627194 0 43.01 1.44 1000 0.01 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
19 388022 9626954 0 4353.62 3.74 6 -0.18 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
20 388022 9626917 0 6122.31 0.58 2 -0.40 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
21 388022 9626954 0 6343.63 0.00 2 -0.26 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
22 388004 9627028 0 5812.42 0.00 2 -0.29 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
23 388004 9627028 0 5759.44 0.00 2 -0.18 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
24 387985 9627101 0 5669.31 0.00 2 -0.29 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
25 387929 9627138 0 4058.81 0.00 2 -0.26 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
Lanjutan lampiran 5 Data validasi kesesuaian habitat Metroxylon spp.
No. X y p sungai Slope Elevasi NDVI Jenis Tanah
26 387837 9627304 0 6073.44 0.00 2 -0.32 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
27 387837 9627304 0 6058.10 1.71 3 -0.26 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
28 387781 9627341 0 6070.98 0.79 3 -0.29 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
29 387781 9627341 0 6086.28 0.82 3 -0.37 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
30 387929 9627157 0 4032.76 0.41 2 -0.29 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
31 387892 9627193 0 3878.95 0.89 2 -0.34 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
32 395583 9639877 0 4056.82 4.67 37 0.18 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
33 395952 9641389 0 4367.53 4.54 29 -0.19 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
34 395971 9641425 0 4508.01 6.90 12 -0.23 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
35 396045 9641665 0 4472.41 6.14 21 -0.30 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
36 396045 9641683 0 4464.11 5.43 25 -0.29 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
37 396045 9641702 0 4455.88 3.52 24 -0.30 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
38 396063 9641776 0 2410.16 2.06 21 -0.29 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
39 396063 9641794 0 2441.60 0.30 20 -0.27 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
40 396081 9641868 0 2409.36 0.96 20 -0.38 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
41 396081 9641886 0 2426.85 2.49 19 -0.30 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
42 396100 9641905 0 2441.68 3.29 17 -0.27 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
43 396081 9641868 0 2438.82 3.42 8 -0.08 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
44 396063 9641886 0 2495.60 4.80 8 -0.20 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
45 388392 9627728 0 1822.23 3.78 81 -0.16 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
46 388410 9627765 0 1887.39 7.19 223 -0.20 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
47 388410 9627765 0 1892.65 4.98 427 0.02 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
48 388429 9627784 0 1924.74 4.65 657 -0.21 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
49 388429 9627784 0 1975.16 6.34 642 -0.18 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
50 388429 9627784 0 2030.02 10.57 608 -0.16 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
51 388429 9627784 0 2874.41 9.75 358 -0.17 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
Lanjutan lampiran 5 Data validasi kesesuaian habitat Metroxylon spp.
No. X y p sungai Slope Elevasi NDVI Jenis Tanah
52 388447 9627802 0 2580.24 11.29 360 -0.15 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
53 396192 9642181 0 1588.12 5.11 18 -0.41 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
54 396211 9642365 0 1585.50 2.16 19 -0.41 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
55 396211 9642439 0 1600.31 1.31 18 -0.39 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
56 396246 9643858 0 1562.63 2.88 17 -0.42 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
57 396246 9643895 0 1555.20 5.35 11 -0.37 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
58 396079 9644724 0 1538.64 2.66 14 -0.41 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
59 396264 9644797 0 1542.93 0.48 20 -0.37 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
60 396227 9645018 0 1547.46 1.01 20 -0.41 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
61 396208 9645037 0 1552.23 0.71 11 -0.41 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
62 396263 9645461 0 1555.87 2.43 7 -0.36 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
63 396393 9645590 0 1549.81 0.99 8 -0.34 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
64 396485 9645995 0 1390.94 0.87 10 -0.36 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
65 395103 9638661 1 20.00 0.87 5 -0.29 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
66 395047 9639066 1 293.47 0.31 11 -0.21 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
67 395066 9639011 1 350.18 1.26 12 -0.28 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
68 395066 9638993 1 369.90 0.37 13 -0.35 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
69 395066 9638993 1 384.22 0.57 14 -0.24 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
70 395066 9638993 1 417.61 0.85 13 -0.36 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
71 395121 9638993 1 436.81 0.91 10 -0.25 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
72 395121 9638993 1 466.50 0.70 10 -0.25 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
73 395121 9638956 1 525.02 0.58 9 -0.23 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
74 395121 9638937 1 563.03 1.73 7 -0.35 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
75 395158 9638919 1 570.09 0.88 8 -0.36 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
76 395177 9638864 1 607.45 1.34 8 -0.25 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
77 395214 9638827 1 692.60 0.78 11 -0.34 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
78 395214 9638790 1 667.61 0.52 13 -0.22 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
Lanjutan lampiran 5 Data validasi kesesuaian habitat Metroxylon spp.
No. X y p sungai Slope Elevasi NDVI Jenis Tanah
79 395214 9638790 1 686.80 0.70 13 -0.31 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
80 395214 9638790 1 731.61 1.19 15 -0.30 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
81 395214 9638790 1 712.07 0.10 15 -0.34 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
82 395214 9638790 1 693.27 1.43 15 -0.32 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
83 395233 9638698 1 690.51 1.12 15 -0.35 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
84 395233 9638698 1 687.31 0.77 15 -0.39 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
85 395195 9638716 1 699.59 1.20 13 -0.21 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
86 395195 9638716 1 682.64 1.15 11 -0.18 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
87 395195 9638698 1 696.46 0.61 12 -0.16 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
88 395195 9638679 1 715.02 2.13 0 -0.14 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
89 395195 9638679 1 709.74 0.57 1 -0.20 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
90 395195 9638679 1 691.47 0.28 1 -0.21 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
91 395158 9638643 1 683.47 1.59 0 -0.08 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
92 395158 9638643 1 669.66 2.32 0 -0.13 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
93 395158 9638643 1 625.02 1.73 0 -0.13 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
94 395158 9638661 1 598.08 0.60 2 -0.35 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
95 395158 9638661 1 495.03 1.05 2 0.20 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
96 395158 9638661 1 440.03 0.92 4 -0.22 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
97 395140 9638679 1 385.81 1.45 7 -0.43 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
98 395121 9638679 1 278.66 1.32 9 -0.32 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
99 395103 9638679 1 70.00 0.44 8 -0.17 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
100 395084 9638679 1 35.00 0.74 8 -0.26 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
101 395084 9638679 1 15.00 0.12 7 -0.26 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
102 395084 9638679 1 250.80 0.77 0 -0.10 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
103 395084 9638661 1 445.25 1.07 2 -0.22 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
104 395066 9638679 1 96.05 0.69 11 -0.20 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
105 395047 9638661 1 61.03 0.10 12 -0.13 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
Lanjutan lampiran 5 Data validasi kesesuaian habitat Metroxylon spp.
No. X y p sungai Slope Elevasi NDVI Jenis Tanah
106 395047 9638661 1 53.15 0.32 3 -0.19 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
107 395047 9638661 1 158.82 0.77 4 -0.10 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
108 395029 9638661 1 176.71 1.42 0 -0.14 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
109 395010 9638642 1 194.55 0.00 0 -0.28 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
110 395010 9638642 1 270.65 0.15 1 -0.29 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
111 394992 9638642 1 284.30 0.54 1 -0.17 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
112 394992 9638661 1 379.80 0.00 0 0.05 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
113 394973 9638679 1 373.16 0.00 0 -0.28 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
114 394955 9638716 1 694.64 0.00 0 -0.02 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
115 394918 9638734 1 874.54 0.10 0 0.11 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
116 394992 9638863 1 941.61 0.83 0 0.01 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
117 395010 9638919 1 1524.80 0.45 1 -0.12 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
118 395029 9638974 1 1632.80 1.23 0 -0.05 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
119 396063 9641886 1 1598.45 4.42 13 -0.31 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
120 396430 9645645 1 1554.71 4.61 14 -0.15 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
121 396522 9645885 1 1439.46 1.05 13 -0.19 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
122 396392 9646014 1 1247.85 2.21 6 -0.24 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
124 396374 9646014 1 1199.64 0.29 10 -0.32 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
125 396355 9646014 1 1185.01 0.30 12 -0.35 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
126 388077 9628004 1 1473.20 0.51 9 0.14 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
127 388078 9628004 1 1556.31 0.09 11 0.08 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
128 388095 9628004 1 1570.64 0.75 11 -0.12 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
129 388114 9627986 1 1570.01 1.38 13 -0.23 Alluvium, fan deposits alluvium, recent volcanic
Lampiran 6 Foto-foto Metroxylon spp. di Pulau Seram, Maluku di berbagai
lokasi
Lanjutan lampiran 6 Foto Metroxylon spp. di Pulau Seram, Maluku di berbagai
lokasi