Download - Uji Mikrobiologi Rempah
Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Selasa/6 November 2012Analisis Mutu Mikrobiologi PJ Dosen : Mrr. Lukie Trianawati, STP. MSi.Pangan Asisten : Wirayani Febi, A.Md
UJI ANTIMIKROBA KOMPONEN BIOAKTIF ASAL BUMBU
DAN REMPAH DENGAN METODE GORES, CAKRAM
KERTAS SARING, DAN DIFUSI SUMUR
Kelompok 4
Kelas : A/P1
Nita Rofita Priyanti J3E111001
Ardantyo Gunawan J3E111002
Pratiwi Indah J3E111055
M. Sony Gaus J3E111022
Dina Crownia J3E111087
SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produk pangan harus tetap dijaga kualitasnya selama penyimpanan
dan distribusi, karena pada tahap ini produk pangan sangat rentan terhadap
terjadinya rekontaminasi, terutama dari mikroba patogen yang berbahaya bagi
tubuh dan mikroba perusak yang dapat menyebabkan kerusakan pada bahan
pangan. Pertumbuhan mikroorganisme dapat dikendalikan secara kimiawi dengan
menggunakan bahan-bahan antiseptik, disinfektan, senyawa antimikroba
(kemoteurapeutik) dari bahan alami maupun sintetik.
Menurut Haris (2012), senyawa-senyawa antimikroba dapat bersifat sidal
(mematikan) maupun statik (menghambat) dengan cara merusak sel, dan
menganggu proses metabolisme seluler. Salah satu cara untuk menghindari hal
tersebut adalah dengan menambahkan bahan aditif berupa zat antimikroba dalam
bentuk rempah-rempah. Zat antimikroba itu sendiri terdiri dari zat antimikroba
alami yang biasanya berupa rempah-rempah dan zat antimikroba buatan (sintetik).
Pada praktikum ini, rempah-rempah yang digunakan adalah daun salam,
sereh, sirih, dan lengkuas. Pengujian untuk desinfektan tersebut menggunakan
metode gores, metode cakram kertas saring ( filter paper disc method) dan metode
difusi sumur (well difussion method). Kedua metode uji ini digunakan untuk
menguji kekuatan rempah-rempah dalam menghambat pertumbuhan mikroba.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mempelajari sifat dan
efektivitas beberapa jenis bumbu atau rempah serta mempelajari penerapan
metode gores, difusi sumur dan cakram kertas saring untuk mengevaluasi aktivitas
dan efektivitas beberapa jenis bumbu atau rempah.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Antimikroba Rempah dengan Metode Gores
KETERANGAN
+++ :banyak koloni yang tumbuh
++ :agak banyak koloni yang tumbuh
+ :sedikit koloni yang tumbuh
Metode gores
kelompok
Jumlah biakan Kanan Kiri
10.1 ml + + + + + +
1 ml + + + + + +
20.1 ml +++ +++
1 ml +++ +++
30,1 ml +++ ++ +
1 ml ++ ++
40,1 ml +++ +++
1 ml +++ +++
50,1 ml ++ ++
1 ml ++ +++
60,1 ml ++ ++
1ml +++ +++
70,1 ml ++ ++
1 ml +++ +++
Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Antimikroba Rempah dengan Metode Difusi
Sumur
kelompok Metode Difusi sumur
1
Lubang Ulangan diameterDiameter (Cm)
Luas (Cm2)
rata" luas
(Cm2)Lubang 1 - - - - - -
-Lubang 2 - - - - - -Lubang 3 - - - - - -Lubang 4 - - - - - -kontrol - - - - - -
2
Lubang Ulangan diameterDiameter (Cm)
Luas (Cm2)
rata" luas
(Cm2)Lubang 1 - - - - - -
-Lubang 2 - - - - - -Lubang 3 - - - - - -Lubang 4 kontrol - - - - - -
3
Lubang Ulangan diameterDiameter (Cm)
Luas (Cm2)
rata" luas
(Cm2)
Lubang 1 0,1 0,2 0,1 0,2 0,250 0,049
0,072Lubang 2
0,1 0,1 0,1 0,1 0,10 0,007
Lubang 3 0,1 0,1 0,2 0,1 0,125 0,123
Lubang 4 0,3 0,5 0,4 0,3 0,375 0,110
kontrol - - - - -
4
Lubang Ulangan diameterDiameter (Cm)
Luas (Cm2)
rata" luas
(Cm2)Lubang 1 - - - - - -
-Lubang 2 - - - - - -Lubang 3 - - - - - -Lubang 4 - - - - - -kontrol - - - - - -
5 Lubang Ulangan diameterDiameter (Cm)
Luas (Cm2)
rata" luas
(Cm2)Lubang 1 0,1 0,2 0,1 0,1 0.1250 0.0123
0.0141 Lubang 2 0,2 0,1 0,1 0,1 0.1250 0.0123
Lubang 3 0,1 0,2 0,1 0,2 0.1500 0.0177Lubang 4 - - - - - -kontrol - - - - - -
6
Lubang Ulangan diameterDiameter (Cm)
Luas (Cm2)
rata" luas
(Cm2)Lubang 1 - - - - - -
-Lubang 2 - - - - - -Lubang 3 - - - - - -Lubang 4 - - - - - -kontrol - - - - - -
7
Lubang Ulangan diameterDiameter (Cm)
Luas (Cm2)
rata" luas
(Cm2)Lubang 1 - - - - - -
-Lubang 2 - - - - - -Lubang 3 - - - - - -Lubang 4 - - - - - -kontarol - - - - - -
Keterangan : (-) : tidak ada zona bening
Tabel 3.Hasil Pengamatan Uji Antimikroba Rempah dengan Metode
Cakram Kertas Saring
kelompok
Metode cakram kertas saring
1
Lubang Ulangan diameterDiameter
(Cm)Luas
(Cm2)Rata" luas
(Cm2)Lubang 1 0.4 0.4 0.2 0.3 0.325 0.083
0.034
Lubang 2 0.1 0.3 0.2 0.1 0.175 0.024Lubang 3 0.1 0.2 0.2 0.1 0.15 0.018Lubang 4 0.2 0.1 0.1 0.1 0.125 0.012Control - - - - - -
2
Lubang Ulangan diameterDiameter
(Cm)Luas
(Cm2)Rata" luas
(Cm2)Lubang 1 - - - - - -
-Lubang 2 - - - - - -Lubang - - - - - -
3Lubang 4 - - - - - -Control - - - - - -
3
Lubang Ulangan diameterDiameter
(Cm)Luas
(Cm2)Rata" luas
(Cm2)Lubang 1 - - - - - -
-
Lubang 2 - - - - - -Lubang 3 - - - - - -Lubang 4 - - - - - -Control - - - - - -
4
Lubang Ulangan diameterDiameter
(Cm)Luas
(Cm2)Rata" luas
(Cm2)Lubang 1 - - - - - -
-
Lubang 2 - - - - - -Lubang 3 - - - - - -Lubang 4 - - - - - -
Control - - - - - -
5
Lubang Ulangan diameterDiameter
(Cm)Luas
(Cm2)Rata" luas
(Cm2)Lubang 1 0,6 0,3 0,3 0,2 0.3500 0.0962
0.075
Lubang 2 0,5 0,4 0,2 0,3 0.3500 0.0962Lubang 3 0,3 0,2 0,1 0,4 0.2500 0.0491Lubang 4 0,2 0,3 0,4 0,2 0.2750 0.0594Control - - - - - -
6Lubang Ulangan diameter
Diameter (Cm)
Luas (Cm2)
Rata" luas (Cm2)
Lubang 1 - - - - - -
-
Lubang 2 - - - - - -Lubang 3 - - - - - -Lubang - - - - - -
4Control - - - - - -
7
Lubang Ulangan diameterDiameter
(Cm)Luas
(Cm2)Rata" luas
(Cm2)Lubang 1 - - - - - -
-
Lubang 2 - - - - - -Lubang 3 - - - - - -Lubang 4 - - - - - -Control - - - - - -
Keterangan : (-): tidak ada zona bening
2.2 Pembahasan
Produk pangan harus tetap dijaga kualitasnya selama penyimpanan
dan distribusi, karena pada tahap ini produk pangan sangat rentan terhadap
terjadinya rekontaminasi, terutama dari mikroba patogen yang berbahaya bagi
tubuh dan mikroba perusak yang dapat menyebabkan kerusakan pada bahan
pangan. Pertumbuhan mikroorganisme dapat dikendalikan dengan menggunakan
bahan-bahan antimikroba.
Anti mikroba adalah senyawa yang dapat menghambat atau membunuh
mikroorganisme hidup. Senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
disebut bakteriostatik dan yang dapat membunuh bakteri disebut bakterisida. Atau
dengan kata lain disebut juga antiboitika yaitu bahan-bahan yang bersumber
hayati yang pada kadar rendah sudah menghambat pertumbuhan mikroorganisme
hidup (Gobel 2008).
Rempah (spices) adalah tanaman atau bagian tanaman yang bersifat
aromatik dan digunakan dalam makanan dengan fungsi utama sebagai pemberi
flavor dan bukan sebagai pemberi komponen gizi. Fungsi utama dari bumbu dan
rempah adalah untuk menambahkan flavor ke dalam makanan dan menstimulasi
selera konsumen. Selain sebagai penyumbang flavor dan aspek sensorik lainnya,
banyak komponen aktif di dalam rempah-rempah juga bersifat sebagai
antimikroba, antioksidan dan atau bermanfaat terhadap kesehatan. Sifat
antimikroba yang dimiliki rempah dapat memberi perlindungan tambahan pada
makanan dari aktivitas mikroba, sementara konsumsi makanan kaya bumbu atau
rempah sekaligus dapat memberi efek positif terhadap kesehatan terkait dengan
keberadaan antioksidan dan komponen aktif lainnya.
Rempah-rempah yang digunakan dalam kegiatan pengolahan makanan
sehari-hari dengan konsentrasi biasa tidak dapat mengawetkan makanan tetapi
pada konsentrasi tersebut rempah-rempah dapat membantu bahan-bahan lain yang
dapat mencegah pertumbuhan mikroba pada makanan. Efek penghambatan
pertumbuhan mikroba oleh suatu jenis rempah-rempah bersifat khas. Setiap jenis
senyawa antimikroba mempunyai kemampuan penghambatan yang khas untuk
satu jenis mikroba tertentu.
Pada praktikum ini, dilakukan pengujian antimikroba komponen bioaktif
pada bumbu dan rempah dengan menggunakan bakteri E. colii dan Bacillus.
Bakteri E. colii termasuk bakteri gram negatif yang berukuran panjang 2.0 - 6.0
mikron dan lebar 1.1 – 1.5 mikron. Bakteri ini ditemukan dalam bentuk tunggal
atau berpasangan, bersifat motil atau non motil (Fardiaz 1993). Bakteri E.colii
merupakan bakteri gram negatif yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae.
E. colii bersifat aerobik dan fakultatif anaerobik. Bakteri ini dapat tumbuh
optimum pada suhu 35-400 C. Sedangkan Bacillus adalah kelompok atau
jenis bakteri yang memiliki bentuk batang atau silinder. Bakteri ini merupakan
bakteri gram positif, bersifat aerobik, dan mampu membentuk spora.
Rempah-rempah yang digunakan dalam pengujian kali ini adalah daun
sirih, daun salam, daun sereh, dan lengkuas. Media yang digunakan dalam proses
pengujian yaitu NA (Nutrient Agar). NA merupakan suatu medium yang
mengandung sumber nitrogen dalam jumlah cukup, tetapi tidak mengandung
sumber karbohidrat, sehingga baik untuk pertumbuhan bakteri (Fardiaz 1993).
Sebelum dilakukan perlakuan, dilakukan terlebih dahulu pembuatan estrak
pada rempah-rempah dengan cara membersihkan bagian luar bumbu atau rempah
kemudian ditimbang sebanyak 1-10 gram. Setelah itu dididihkan dengan 100 ml
air dan dimasukkan bumbu atau rempah yang telah ditimbang. Hal ini bertujuan
agar komponen antimikroba pada rempah tersebut dapat keluar. Kemudian
dibiarkan selama 5 atau 10 menit dan didinginkan ekstrak bumbu atau rempah
sampai mencapai suhu kamar. Setelah itu rempah pun siap diuji dengan tiga
metode. Metode yang digunakan pada pengujian kali ini adalah metode gores,
cakram kertas saring dan metode difusi sumur.
a. Metode Gores
Prinsip dari metode gores yaitu mendapatkan koloni yang benar-benar
terpisah dari koloni yang lain, sehingga mempermudah proses isolasi. Cara ini
dilakukan dengan membagi 2 cawan petri. Ose steril yang telah disiapkan
diletakkan pada ekstrak rempah. Kemudian diambil 0,1 ml dan 1 ml ekstrak
rempah ke dalam 2 cawan petri berbeda, lalu dituang media NA. Setelah
membeku, bakteri digoreskan pada cawam petri media NA. Setelah selesai
digores, diinkubasi selama 48 jam dan dilakukan pengamatan secara kualitatif.
Terhambatnya pertumbuhan bakteri pada cawan menunjukkan adanya aktivitas
antimikroba dari bumbu atau rempah.
b. Metode Cakram Kertas Saring
Metode difusi agar (Metode Kirby-Bauer) banyak digunakan untuk
menentukan kepekaan suatu bahan atau obat antimikroba yang diisolasi dari
proses infeksi. Metode ini merupakan metode cepat untuk menentukan obat
yang tepat (manjur) dengan mengukur diameter zona hambat sekitar cakram
kertas yang merupakan hasil difusi obat atau bahan antimikroba ke dalam
medium.
Pada resistensi tes, kultur E.colii dan Bacillus dimasukkan kedalam
cawan petri steril sebanyak 0,1 ml dan dituang media NA (Nutrient Agar). Setelah
itu cawan petri yang berisi media dan kultur tersebut digoyang-goyangkan. Hal ini
bertujuan agar kultur menyebar sehingga pertumbuhannya pun akan tersebar pada
seluruh media. Kemudian media tersebut dibiarkan sampai beku. Setelah media
tersebut beku kemudian pada media NA tersebut diletakkan 5 kertas saring. 4
diantaranya telah dicelupkan kedalam ekstrak rempah dan 1 kertas saring
dicelupkan kedalam air steril (sebagai kontrol). Setelah itu agar tersebut
diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 hari.
Setelah diinkubasi dilakukan pengamatan terhadap adanya zona
penghambatan (daerah jernih) di sekeliling cakram kertas. Hal ini
menunjukkan organisme itu dihambat pertumbuhannya (sensitif) oleh rempah-
rempah yang merembes dari cakram kertas ke dalam agar. Apabila tidak
terdapat zona penghambatan artinya bakteri tersebut resisten terhadap komponen
antimikroba pada rempah tersebut.
Selama inkubasi bahan uji berdifusi dari kertas saring ke dalam media
agar, dan sebuah diameter zona inhibisi akan terbentuk. Diameter zona sebanding
dengan jumlah bahan uji yang ditambahkan ke dalam kertas saring. Metode ini
secara rutin digunakan untuk menguji sensiivitas antibiotik untuk bakteri patogen
(Madigan 2003).
Gambar 1. Cara pengujian metode cakram kertas saring
Mengenai metode yang digunakan, disebutkan bahwa metode cakram
kertas memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah mudah dilakukan,
tidak memerlukan peralatan khusus dan relatif murah. Sedangkan kelemahannya
adalah ukuran zona bening yang terbentuk tergantung oleh kondisi inkubasi,
inokulum, predifusi dan preinkubasi serta ketebalan medium. Apabila keempat
faktor tersebut tidak sesuai maka hasil dari metode cakram kertas relatif sulit
untuk. Selain itu, metode cakram kertas ini tidak dapat diaplikasikan pada
mikroorganisme yang pertumbuhannya lambat dan mikroorganisme yang bersifat
anaerob obligat (Jawetz et al., 2005).
c. Metode Difusi Sumur
Metode difusi agar (Metode Kirby-Bauer) banyak digunakan untuk
menentukan kepekaan suatu bahan atau obat antimikroba yang diisolasi dari
proses infeksi.
Selain metode cakram kertas saring, uji aktivitas antimikroba dilakukan
juga melalui uji difusi sumur. Kultur E.colii dan Bacillus dimasukkan kedalam
cawan petri steril sebanyak 0,1 ml setelah itu dituang media NA (Nutrient Agar).
Setelah itu cawan petri yang berisi media dan kultur tersebut digoyang–
goyangkan. Hal ini bertujuan agar kultur menyebar sehingga pertumbuhannya
akan tersebar pada seluruh media. Kemudian media tersebut dibiarkan sampai
beku. Pada pengujian ini setiap cawan dibuat 4 lubang atau sumur dan diisi
dengan sampel ekstrak rempah, 1 lubang yang tersisa digunakan sebagai kontrol
dan diisi dengan air steril.
Cawan uji difusi sumur kemudian disimpan dan diinkubasi pada suhu
37°C selama 48 jam. Setelah waktu inkubasi selesai, diamati zona atau diameter
penghambatan berupa areal bening disekitar sumur. Diameter penghambatan
adalah selisih antara lebar areal bening dengan diameter sumur. Areal bening
disekitar koloni bakteri menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan bakteri
uji, semakin luas areal bening menunjukkan semakin tinggi aktivitas antimikroba
dari sampel tersebut.
2.2.1 Uji Antimikroba Daun Salam
Daun salam (Syzygium polyanthum) merupakan daun yang bentuknya
lonjong sampai elips, atau bundar telur sungsang, ujung meruncing, pangkal
runcing, tepi rata, panjang 5-15 cm, lebar 3-8 cm. Pertulangan menyirip,
pemukaan atas licin dan berwarna hijau tua, permukaan bawah warnanya lebih
muda.
Berdasarkan hasil yang terdapat pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa pada
perlakuan metode gores yang dilakukan kelompok 1 dan 2 dengan kultur Bacillus
dan E.colii adalah terdapatnya banyak koloni yang tumbuh pada cawan (+++).
E.colii dan Bacillus. Berdasarkan hasil yang terdapat pada Tabel 2 dapat dilihat
bahwa hasil pengamatan uji keefektifan daya hambat rempah dengan
menggunakan metode difusi sumur adalah tidak terdapat zona bening atau zona
penghambat pada cawan. Berdasarkan hasil yang terdapat pada Tabel 3 dapat
dilihat bahwa hasil pengamatan uji keefektifan daya hambat rempah dengan
menggunakan metode cakram kertas saring yang menggunakan kultur Bacillus
terdapat areal bening disekitar kertas saring dengan rata-rata luasnya sebesar
0,034 cm2. Sedangkan untuk kertas saring yang dicelupkan kedalam air steril tidak
terdapat areal bening karena pada air steril tidak terdapat antimikroba yang dapat
menghambat pertumbuhan dari bakteri. Namun pada cawan petri dengan kultur
E.colli baik pada kertas saring yang dicelupkan kedalam ekstrak daun salam
maupun kertas saring yang dicelupkan kedalam air steril tidak terdapat areal
bening atau zona penghambat disekitar kertas saring.
Dari penjabaran diatas terlihat bahwa baik pada uji dengan metode gores
maupun dengan metode sumur menunjukan hasil yang sama yaitu bakteri Bacillus
dan E.colii masih tumbuh pada media atau dapat dikatakan bahwa ekstrak daun
salam ini tidak mampu menghambat Bacillus dan E.colli. Padahal seharusnya
ekstrak dari daun salam ini mampu menghambat pertumbuhan dari kedua bakteri
tersebut karena didalam minyak atsiri dari daun salam ini mengandung bahan
yang mempunyai aktivitas antimikroba seperti sitral, eugenol, tanin dan flavonoid,
alkoloid dan minyak atsiri.
Sitral merupakan senyawa antimikroba dapat menyerang membran
sitoplasma dan mempengaruhi integritasnya. Membran sitoplasma berperan pada
keutuhan sel dimana mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel serta
mengatur aliran keluar masuknya bahan-bahan lain. Kerusakan pada membran ini
mengakibatkan peningkatan permeabilitas dan terjadi kebocoran sel yang diikuti
dengan keluarnya materi intraseluler seperti senyawa phenol. Adanya kebocoran
ini mengakibatkan sel dari bakteri menjadi lisis dan proteinpun terdenaturasi. Hal
ini dapat menyebabkan penghambatan pada proses pembentukan protein
sitoplasma dan asam nukleat dan menghambat pembentukan ikatan ATP-ase
(enzim yang membatu produksi enzim pada sel) pada membran sel.
Jika enzim ATP-ase ini terhambat maka pembentukan dari enzimpun akan
terhambat dan kerja dari enzimpun akan ikut terganggu.untuk mempertahankan
kelangsungan aktivitasnya maka mikroba akan membutuhkan energi yang besar
dan energi tersebut diperoleh dari energi untuk pertumbuhannya. Dan hal tersebut
menyebabkan energi yang biasanya digunakan untuk pertumbuhan berkurang dan
jika kondisi tersebut terus berlangsung maka energi untuk pertumbuhanpun akan
habis dan hal tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan dari bakteri tersebut
terhenti atau inaktivasi.
Tanin memiliki aktivitas antibakteri, secara garis besar mekanisme yang
diperkirakan adalah sebagai berikut : toksisitas tanin dapat merusak membran sel
bakteri, senyawa astringent tanin dapat menginduksi pembentukan kompleks
senyawa ikatan terhadap enzim atau subtrat mikroba dan pembentukan suatu
kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas
tanin itu sendiri.Tanin diduga dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel
sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya
permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga
pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati. Tanin juga mempunyai daya
antibakteri dengan cara mempresipitasi protein, karena diduga tanin mempunyai
efek yang sama dengan senyawa fenolik. Efek antibakteri tanin antara lain
melalui: reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau
inaktivasi fungsi materi genetik.
Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa
kompleks terhadap protein extraseluler yang mengganggu integritas membran sel
bakteri. flavonoid merupakan senyawa fenol sementara senyawa fenol sendiri
dapat bersifat koagulator protein.
Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang
terjadi adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada
sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan
menyebabkan kematian sel tersebut.
Minyak atsiri pada daun salam secara kimiawi tersusun dari campuran dari
senyawa steroid dan senyawa lainya yang berperan sebagai antibakteri dengan
cara mengganggu proses terbentuknya membran atau dinding sel sehingga tidak
terbentuk atau terbentuk tidak sempurna. Minyak atsiri yang aktif sebagai
antibakteri dan mengandung proxeronin pada umumnya mengandung gugus
fungsi hidroksil (-OH) dan karbonil. Turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri
melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah
terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera
mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan
presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan
koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis.
Namun pada praktikum koloni dari bakteri Bacillus dan E.coll masih
dapat hidup atau tumbuh. Hal ini dapat disebabkan oleh konsentrasi dari ekstrak
daun salam terlalu rendah atau terdapat kontaminasi bakteri lain. Hal ini dapat
terlihat pada kontrol NA untuk metode gores. Seharusnya pada kontrol ini tidak
terdapat pertumbuhan dari bakteri namun setelah diinkubasi pada kontrol tumbuh
koloni. Hal ini menunjukan bahwa terdapat kontaminasi yang dapat berasal dari
media dan peralatan yang digunakan tidak steril. Selain itu dapat juga disebabkan
oleh kerja dari praktikan yang tidak aseptis.
Namun jika dibandingkan ketahanan bakteri Bacillus dan E.colli terhadap
bahan antimikroba dan bahan antibakteri yang terdapat pada ekstrak daun salam,
dapat dibandingkan pada metode uji kertas cakram karena pada metode ini cawan
yang menggunakan kultur Bacillus terdapat zona penghambat seluas 0,034 cm2.
Sedangkan pada cawan yang menggunkan kultur E.colli tidak terdapat zona
penghambat. Hal ini menunjukan bahwa ekstrak daun salam ini mampu
menghambat bakteri gram positif dibandingkan bakteri gram negatif. Efek
penghambatan senyawa anti mikroba lebih efektif terhadap bakteri gram positif
dibandingkan dengan bakteri gram negatif hal ini disebabkan karena perbedaan
komponen penusun dinding sel kedua kelompok bakteri tersebut. Pada bakteri
gram positif 90% dinding selnya terdiri dari lapisan peptidoglikan selebihnya
adalah asam teiktoat, sedangkan gram negatif dinding selnya mengandung 5–20%
peptidoglikan selebihnya lippopolisakarida dan lipoprotein (Haris 2011).
Namun jika dibandingkan pembentukan zona penghambat pada metode
sumur dengan metode kertas cakram terlihat bahwa pengujian lebih efektif
menggunakan metode kertas cakram. Padahal prinsip dari kedua metode ini sama
yaitu mengukur zona penghambat dari aktivitas mikroba. Seharusnya pada kedua
metode uji ini menunjukan hasil yang sama atau setidaknya menunjukan hasil
yang mirip. Hal ini dapat disebabkan karena konsentrasi dari ekstrak terlalu
rendah, ketebalan dari media berbeda. Selain itu jumlah kultur yang digunakan
berbeda karena jika kultur yang digunakan banyak, medianya tebal dan
konsentrasi ekstrak yang digunakannya rendah maka antimikroba tidak mampu
menghambat mikroba yang tumbuh.
Senyawa antimikroba yang terkandung pada daun salam adalah saponin
dan flavonoida. Daunnya mengandung alkaloida dan polifenol, sedangkan kulit
batangnya mengandung tanin (Anita 2011). Komponen bioaktif yang terdapat
pada daun salam dapat menghambat pertumbuhan V. cholera dengan konsentrasi
ekstrak minyak daun salam 3,12 %, E. coli enteropatogen dengan konsentrasi
ekstrak minyak daun salam 12,5 %.
2.2.2. Uji Daya Antimikroba Sereh
Sereh (Cymbopogon nardus), dapat disebut juga lemon grass, citronella
grass atau fever grass. Serai atau sereh adalah tumbuhan anggota suku rumput-
rumputan yang biasa dimanfaatkan sebagai bumbu dapur untuk mengharumkan
makanan. Berdasarkan hasil yang terdapat pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa pada
perlakuan metode gores yang dilakukan kelompok 3 dan 4 dengan kultur Bacillus
dan E.colii adalah terdapatnya banyak koloni yang tumbuh pada cawan (+++).
E.colii dan Bacillus. Berdasarkan hasil yang terdapat pada Tabel 2 dapat dilihat
bahwa hasil pengamatan uji keefektifan daya hambat rempah dengan
menggunakan metode difusi sumur adalah tidak terbentuknya zona bening pada
cawan yang dilakukan kelompok 4 dengan kultur E.colii. Sedangkan pada
kelompok 3 yang menggunakan biakan Bacillus ditemukan zona bening dengan
rataan luas sebesar 0.074 cm. Sedangkan berdasarkan hasil metode cakram kertas
saring pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa tidak terbentuknya zona bening pada
cawan yang dilakukan oleh keloompok tiga dan empat. Hal ini menandakan
bahwa daun sereh tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Padahal daun
sereh mengandung komponen bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroba.
Menurut Sardi (1985), daun sereh mengandung minyak atsiri yang terdiri
dari sitrat, sitronelol, a-pinen, kamfen, sabinen, mirsen, felandren beta, p-simen,
limonen, cis-osimen, terpinol, sitronelal, borneol, terpinen -4-ol, a-terpineol,
geraniol, farnesol, metilheptenon, n-desialdehida, dipenten, metil heptanenon,
bornilasetat, geranilformat, terpinil astet, sitronil asetat, geranil asetat, beta-
elemen, beta-kariofilen, beta-bergamoten, trans-metilsoeugenol, beta-kadinen,
elemol, dan kariofilen oksida. Senyawa lain yang terdapat pada daun sereh adalah
geranial, geranil butirat, lomonen, eugenol dan metileugenol.
Menurut Anita (2011), selain menghambat pertumbuhan jamur patogen
tanaman, sereh juga mampu menghambat pertumbuhan jamur kontaminan pada
produk pasca panen, diantaranya Aspergillus falvus, A. niger, A. cadidus, A.
versicolor, dan beberapa spesies Penicillium. Sereh mampu menghambat produksi
aflatoksin pada A. flavus. Aflatoxin merupakan mikotoksin yang berbahaya bagi
kesehatan manusia karena bersifat karsinogenik, mutagenik, dan dapat
menurunkan kekebalan tubuh. Sereh juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri
gram negatif, Pseudomonas aeruginosa dan Proteus vulgaris serta bakteri gram
positif Bacillus subtilis dan Staphylococcus aereus.
Tidak adanya penghambatan yang dilakukan daun sereh terhadap aktivitas
bakteri dapat disebabkan konsentrasi antimikroba yang dipakai terlalu kecil
sehingga baik bakteri Escherichia colii maupun Bacillus masih mampu menahan
atau menghambat senyawa antimikroba dalam daun sereh. Mikroorganisme
seperti Escherichia colii sendiri merupakan mikroorganisme yang resisten
terhadap berbagai zat-zat antimikroba atau antibiotik, sehingga antibiotik
yang digunakan harus memiliki aktivitas antimikroba yang tinggi (Haris
2012). Hasil yang diperoleh juga dapat disebabkan oleh kesalahan seperti
pencelupan kertas saring kedalam ekstrak rempah yang terlalu sebentar sehingga
menyebabkan aktivitas dari ekstrak daun sereh kurang maksimal dan daya hambat
dari sereh tidak mampu menghambat mikroba. Selain itu kesalahan juga dapat
terjadi saat proses penuangan suspensi dan media. Media yang dituang dalam
kondisi suhu yang terlalu panas dapat menyebabkan kultur mati sehingga
keefektifan daun sereh tidak dapat terlihat. Konsentrasi sereh memiliki daya
antibakteri yang baik pada konsentrasi minimal 20%. Hal ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Pelczar (2005), yaitu semakin tinggi konsentrasi suatu
bahan antibakteri maka daya antibakteri semakin kuat sehingga bakteri yang mati
semakin banyak.
Jika dibandingkan resistensi antara Bacillus dan E.colli maka terlihat
bahwa daun sereh ini efektif menghambat E.colli dibandingkan dengan Bacillus.
Hal ini disebabkan bakteri S.aureuss ini merupakan gram positif yaitu bakteri
yang mempunyai struktur dinding sel yang relatif sederhana dan mempunyai
peptidoglikan yang relatif tebal, dikelilingi lapisan teichoic acid. Sedangkan pada
bakteri gram negatif mempunyai peptidoglikan yang tipis dan dikelilingi oleh
lapisan lipoprotein, lipopolisakarida, fosfolipida dan beberapa protein. Karena
peptidoglikan negatif mempunyai peptidoglikan yang relatif tipis sehingga ketika
formaldehid mensintesia protein yang ada dipeptidoglikan maka pada bakteri
gram negatif yaitu E.colli protein yang ada pada peptidoglikan akan terdenaturasi
dan menyebabkan sel dari bakteri E.colli tersebut lisis atau hancur.
2.2.3. Uji Daya Antimikroba Sirih
Berdasarkan hasil yang terdapat pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa hasil
pengamatan uji keefektifan daya hambat rempah dengan menggunakan metode
gores pada kelompok 5 (kultur Bacillus) terdapat pertumbuhan sebanyak (++)
untuk 0,1 ml biakan dan (++) untuk 1 ml biakan. Sedangkan pada kelompok 6
yang menggunakan kultur E.coli terdapat pertumbuhan sebanyak (++) untuk 0,1
ml biakan dan (++) untuk 1ml biakan. Hal ini menunjukkan terdapatnya koloni
pada cawan dalam jumlah yang agak banyak.
Berdasarkan hasil yang terdapat pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa hasil
pengamatan uji keefektifan daya hambat rempah dengan menggunakan metode
difusi sumur adalah tidak terbentuknya zona bening pada cawan yang dilakukan
kelompok 6 dengan kultur E.colii. Sedangkan pada kelompok 5 yang
menggunakan biakan Bacillus ditemukan zona bening dengan rataan luas ada 4
lubang sebesar 0.0141 cm. Hasil metode cakram kertas saring yang terdapat pada
Tabel 3 menunjukkan tidak terbentuknya zona bening pada kelompok 6 yang
menggunakan biakan E.coli. Sedangkan pada kelompok 5 yang menggunakan
biakan Bacillus terdapat zona hambat dengan rata-rata luas sebesar 0.075 cm.
Jika dibandingkan resistensi antara Bacillus dan E.colli maka terlihat
bahwa daun sirih ini efektif menghambat E.colli dibandingkan dengan Bacillus.
Hal ini disebabkan Bacillus merupakan bakteri gram positif. Sedangkan E.colii
merupakan bakteri gram negatif. Efek penghambatan senyawa antimikroba lebih
efektif terhadap bakteri gram positif daripada dengan bakteri gram negatif. Hal
ini disebabkan perbedaan komponen penyusun dinding sel kedua kelompok
bakteri tersebut. Pada bakteri gram positif 90 persen dinding selnya terdiri atas
lapisan peptidoglikan, selebihnya adalah asam teikoat. Sedangkan bakteri gram
negatif komponen dinding selnya mengandung 5-20 persen peptidoglikan,
selebihnya terdiri dari protein, lipopolisakarida, dan lipoprotein.
Membran terluar bakteri gram negatif dapat menghalangi penembusan
senyawa antibakteri (Siswandono & Soekardjo 1995). Keadaan ini menyebabkan
sulitnya zat antibakteri masuk ke dalam sel dan menuju sasaran kerjanya.
Sedangkan bakteri gram positif struktur membrannya relatif sederhana sehingga
memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam sel dan menemukan
sasaran kerjanya.
Daun sirih mengandung minyak atsiri yang terdiri dari betlephenol,
kavikol, seskuiterpen, hidroksikavikol, cavibetol, estragol, eugenol, dan karvakrol.
Komponen aktif dari daun sirih terdapat dalam minyak atsiri tersebut. Selain itu,
sirih juga mengandung terpronena, fenil propana, tannin, diastase, gula dan pati.
Pemanfaatan daun sirih dalam pengobatan tradisional ini disebabkan adanya
sejumlah senyawa zat kimia atau bahan alami sehingga daun sirih juga
mempunyai kekuatan sebagai antioksidasi dan fungisida. Kandungan eugenol dan
hidroksikavikol dalam daun sirih memiliki aktivitas antimikroba, dan kandungan
lain seperti kavikol, kavibetol, tannin, karvakrol, kariofilen dan asam askorbat
juga mempunyai aktivitas antibakteri.
Minyak atsiri dari daun sirih mampu melawan beberapa bakteri gram
positf dan gram negatif. Adapun beberapa penelitian berhasil menguji
kemampuan aktivitas antibakteri terhadap enam jenis bakteri yang meliputi gram
positif dan gram negatif, seperti Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, Listeria
monocytogenes, Escheria coli, Salmonela typhimuriumdan Pseudomonas
aeruginosa. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun sirih maka aktivitas
penghambatannya semakin kuat. Ekstrak daun sirih efektif menghambat bakteri
gram positif dan gram negatif dengan diameter penghambatan bervariasi antara 7
mm sampai 24 mm (Sefran 2012).
Walaupun bakteri gram positif lebih tahan terhadap antimikroba, namun
seharusnya bakteri ini tetap dapat dihambat oleh daun sirih yang juga memiliki
sifat dalam menghambat bakteri gram positif. Kesalahan dimana tidak
terhambatnya mikroba oleh daun sirih dapat disebabkan oleh kesalahan seperti
pencelupan kertas saring kedalam ekstrak rempah yang terlalu sebentar sehingga
menyebabkan aktivitas dari ekstrak daun sirih kurang maksimal dan daya hambat
dari sirih tidak mampu menghambat mikroba. Selain itu kesalahan juga dapat
terjadi saat proses penuangan suspensi dan media. Media yang dituang dalam
kondisi suhu yang terlalu panas dapat menyebabkan kultur mati sehingga
keefektifan daun sirih tidak dapat terlihat. Perbedaan daya hambat berbagai jenis
rempah-rempah terhadap pertumbuhan mikroba ini tergantung pada komponen
bioaktif yang dikandung oleh masing-masing rempah itu sendiri.
2.2.4. Uji Daya Antimikroba Lengkuas
Lengkuas (Lenguas galanga atau Alpinia galanga) sering digunakan oleh
sebagai penyedap masakan. Selain itu lengkuas ternyata juga punya peran dalam
memperpanjang umur simpan atau mengawetkan makanan karena aktivitas
mikroba pembusuk. Pendeknya, lengkuas dapat berperan sebagai pengganti fungsi
seperti formalin.
Berdasarkan hasil pengamatan yang terdapat pada Tabel 1 dapat dilihat
bahwa pada uji keefektifan daya hambat rempah dengan menggunakan metode
gores pada kelompok 5 (kultur Bacillus) terdapat pertumbuhan sebanyak (++)
untuk 0,1 ml biakan dan (+++) untuk 1ml biakan. Sedangkan pada kelompok 6
yang menggunakan kultur E.coli terdapat pertumbuhan sebanyak (++) untuk 0,1
ml biakan dan (+++) untuk 1ml biakan. Hal ini menandakan semakin banyak
jumlah kultur maka semakin banyak koloni yang tumbuh pada cawan. Sedangkan
berdasarkan hasil yang terdapat pada Tabel 2 dan Tabel 3, dapat dilihat bahwa
pada metode cakram kertas saring dan difusi sumur yang dilakukan kelompok 3
dan 4 juga menunjukkan tidak terdapatnya zona bening pada cawan. Ketiga
metode tersebut menandakan bahwa daun sirih tidak mampu menghambat
pertumbuhan bakteri. Padahal lengkuas mengandung komponen bioaktif yang
dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar komponen di
dalam rempah-rempah bersifat sebagai antimikroba, sehingga dapat mengawetkan
makanan. Komponen rempah-rempah yang mempunyai aktivitas antimikroba
terutama adalah bagian minyak atsiri. Senyawa kimia yang terdapat pada lengkuas
antara lain mengandung minyak atsiri, minyak terbang, eugenol, seskuiterpen,
pinen, metil sinamat, kaemferida, galangan, galangol, dan kristal kuning. Minyak
atsiri yang dikandungnya antara lain galangol, galangin, alpinen, kamfer,
dan methyl-cinnamate.
Minyak atsiri memiliki aktivitas sebagai antijamur dan antibakteri (Elistina
2005). Minyak atsiri pada umumnya dibagi menjadi dua komponen yaitu
golongan hidrokarbon dan hidrokarbon teroksigenasi. Menurut Heyne (1987),
senyawa-senyawa turunan hidrokarbon teroksigenasi (fenol) memiliki daya anti
bakteri yang kuat. Mekanisme kerja antimikroba antara lain dengan jalan merusak
dinding sel, merusak membran sitoplasma, mendenaturasi protein sel dan
menghambat kerja enzim dalam sel. Kandungan tanin dan terpenoid dalam
rimpang lengkuas juga dapat menjaga kulitas serta menambah cita rasa gurih
bahan yang diawetkan.
Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran
akan mengalami lisis. Seperti senyawa antimikroba lainnya, mekanisme kerja
fenol adalah menghambat pertumbuhan dan metabolisme bakteri dengan cara
merusak membran sitoplasma dan mendenaturasi protein sel. Sehingga senyawa
tersebut dapat bersifak bakterisidal atau bakteriostatis, bergantung dosis yang
digunakan (Parwata dan Feny 2008).
Pudjiarti (2000) menyatakan bahwa fenol merupakan suatu alkohol yang
bersifat asam lemah sehingga disebut juga asam karbolat. Sebagai asam lemah
senyawa-senyawa fenolik juga dapat terionisasi melepaskan ion Hˉ dan
meninggalkan gugus sisanya yang bermuatan negatif. Kondisi yang bermuatan
negatif ini akan ditolak oleh dinding sel bakteri garam positif yang secara alami
juga bermuatan negatif. Kondisi yang asam pada senyawa tersebut menyebabkan
fenol dapat bekerja menghambat pertumbuhan bakteri.
Lengkuas mengandung minyak atsiri yang aktif sebagai antibakteri pada
umumnya mengandung gugus fungsi hidroksil (-OH) dan karbonil. Turunan fenol
berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan
hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang
lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan
menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol
menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis (Parwata 2008).
Tidak adanya aktivitas lengkuas dalam menghambat mikroba dapat
disebakan konsentrasi antimikroba yang dipakai terlalu kecil sehingga baik
bakteri Escherichia colii maupun Bacillus masih mampu menahan atau
menghambat senyawa antimikroba dalam daun sereh. Mikroorganisme seperti
Escherichia colii sendiri merupakan mikroorganisme yang resisten terhadap
berbagai zat-zat antimikroba atau antibiotik, sehingga antibiotik yang
digunakan harus memiliki aktivitas antimikroba yang tinggi (Haris 2012).
Hasil yang diperoleh juga dapat disebabkan oleh kesalahan seperti pencelupan
kertas saring kedalam ekstrak rempah yang terlalu sebentar sehingga
menyebabkan aktivitas dari ekstrak daun sereh kurang maksimal dan daya hambat
dari sereh tidak mampu menghambat mikroba. Selain itu kesalahan juga dapat
terjadi saat proses penuangan suspensi dan media. Media yang dituang dalam
kondisi suhu yang terlalu panas dapat menyebabkan kultur mati sehingga
keefektifan daun sereh tidak dapat terlihat.
Minyak atsiri pada lengkuas dengan konsentrasi 100 ppm belum dapat
menghambat pertumbuhan bakteri gram positif, tapi mampu menghambat
pertumbuhan bakteri gram negatif dengan diameter daerah hambatan 7 mm.
Konsentrasi minyak atsiri pada 1000 ppm dapat menghambat pertumbuhan kedua
bakteri yang diuji yaitu bakteri gram negatif dan gram positif dengan diameter
daerah hambatan masing-masing 9 mm dan 7 mm (Parwata 2008).
Berdasarkan perlakuan semua kelompok apabila dibandingkan antara
perlakuan kontrol dengan yang menggunakan rempah-rempah, zona hambat
terkecil terdapat pada perlakuan kontrol. Hal ini disebabkan pada perlakuan
kontrol, tidak digunakan rempah-rempah (anti mikroba) namun yang digunakan
adalah air steril, sehingga pertumbuhan bakteri e.colii dan bacillus tidak
terhambat.
Mikroorganisme yang dihambat mempunyai proses penghambatan yang
sama dan perbedaannya adalah sifat resisten yang berbeda-beda antara
mikroorganisme satu dengan yang lainnya. Sifat resisten ini dapat dipengaruhi
oleh kandungan lipid pada membran selnya. Mekanisme penghambatan
mikroorganisme oleh senyawa antimikroba disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain:
1. Menganggu pembentukan dinding sel
Mekanisme ini disebabkan karena adanya akumulasi komponen lipofilat
yang terdapat pada dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan
komposisi penyusun dinding sel.
2. Bereaksi dengan membran sel
Komponen bioaktif dapat mengganggu dan mempengaruhi integritas
membran sitoplasma, yang dapat mengakibatkan kebocoran materi intraseluler,
yang dapat mengakibatkan lisis sel dan meyebabkan denaturasi protein,
menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, dan menghambat
ikatan ATP-ase pada membran sel.
3. Menginaktivasi enzim
Mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu
dalam mempertahankan kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mengakibatkan
enzim akan memerlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahankan
kelangsungan aktivitasnya. Akibatnya energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
menjadi berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat atau jika
kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba terhenti
(inaktif). Efek senyawa antimikroba dapat menghambat kerja enzim jika
mempunyai spesifitas yang sama antara ikatan komplek yang menyusun struktur
enzim dengan komponen senyawa antimikroba.
4. Menginaktivasi fungsi material genetik
Komponen bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA
dan DNA), menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang
selanjutnya akan menginaktivasi atau merusak materi genetik sehingga
terganggunya proses pembelahan sel untuk pembiakan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa aktivitas antibakteri
diantaranya dipengaruhi oleh faktor potensi dari antimikroba dan faktor yang
menyangkut sifat dan bakteri itu sendiri khususnya susunan kimia dinding sel
bakteri tersebut. Perbedaan jenis mikroorganisme serta kondisi lingkungan
menjadi faktor yang harus dipertimbangkan dalam sensitivitas atau resistensi dari
jenis mikroorganisme tertentu.
Dengan demikian bumbu-bumbu campuran rempah-rempah tersebut dapat
memberikan hambatan yang maksimum terhadap bakteri patogen dan perusak
makanan (Rahayu 2000). Kelemahan penggunaan rempah-rempah sebagai
antimikroba yakni mutunya sulit distandarisasi serta kontaminasi dan kerusakan
yang tinggi. Kesalahan pada percobaan juga bisa menjadi kemungkinan hasil yang
diperoleh tidak sesuai dengan literatur yang ada. Hal yang harus diperhatikan
adalah jenis mikroba yang dihambat, waktu inkubasi, suhu inkubasi, konsentrasi
suspensi maupun ekstrak, dan perlakuan pada setiap tahapan yang dilalui.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada uji
antimikroba lengkuas tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri E.colii dan
bakteri Bacillus. Pada antimikroba yang terdapat pada daun sereh dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan metode gores, dan cakram kertas saring daun
sereh tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Namun antimikroba pada
daun sereh mampu menghambat bakteri E.colii dan bakteri Bacillus pada
pengujian yang dilakukan kelompok 3 (metode difusi sumur) dengan
terbentuknya zona bening 0,074 cm.
Pada antimikroba yang terdapat pada daun salam dapat disimpulkan
bahwa berdasarkan metode gores, dan difusi sumur daun salam tidak dapat
menghambat pertumbuhan bakteri. Namun antimikroba pada daun salam mampu
menghambat bakteri E.colii dan bakteri Bacillus pada pengujian yang dilakukan
kelompok 1 (metode cakram kertas saring) dengan terbentuknya zona bening
0,074 cm.
Pada antimikroba yang terdapat pada daun sirih tidak mampu menghambat
pertumbuhan bakteri E.colii dan bakteri Bacillus pada metode gores, metode
difusi sumur dan cakram kertas saring yang dilakukan kelompok 5. Namun
antimikroba pada daun sirih mampu menghambat bakteri E.colii dan bakteri
Bacillus pada pengujian yang dilakukan kelompok 6 dengan metode difusi sumur
dan metode cakram kertas saring dengan terbentuknya zona bening 0,0141 cm dan
0,075cm.
3.2 Saran
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disarankan untuk
menggunakan rempah-rempah sebagai antimikroba dengan konsentrasi yang tepat
sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
DAFTAR PUSTAKA
Anita. 2011. Antimikroba Rempah. http://anita-widynugroho.blogspot.com (11
November 2012)
Astawan, Made. 2010. Pengaruh Jenis Larutan Perendaman Serta Metode
Pengeringan terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Fungsional dari
Cucut. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol XIV No. 1.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Gobel, B. Risco, dkk., 2008. Mikrobiologi Umum Dalam Praktek. Makassar :
Universitas Hasanuddin.
Haris. 2012. Uji Antimikroba Rempah. harisdianto.files.wordpress.com (11
November 2012)
Harborne. 1996. Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Bandung :
Institut Teknologi Bandung
Sefran. 2012. Rempah-rempah sebagai Antimikroba. http://sefran-
serbaserbikuliah.blogspot.com (12 November 2012)
LAMPIRAN
Gambar 1. Daun sereh metode gores (1ml) Gambar 2. Daun sereh metode gores (0,1 ml)
Gambar 3. Daun sereh metode sumur Gambar 4. Daun sereh metode kertas saring
Gambar 5. Na control
LAMPIRAN PERHITUNGAN
1. Metode Cakram Kertas Saring
Kelompok 1
Metode Cakram Kertas Saring Daun Salam (Bacillus)
Rataan jari-jari = 0,096875
Luas rataan = r2
= 3,14 x 0,0968752
= 0,034
Kelompok 5
Metode Cakram Kertas Saring Daun Sirih (Bacillus)
a. Rataan jari-jari = 0,153125
Luas rataan = r2
= 3,14 x 0,1531252
= 0,075
2. Metode Difusi Sumur
Kelompok 3
Metode Difusi Sumur Daun Sereh (Bacillus)
Rataan jari-jari = 0,106250
Luas rataan = r2
= 3,14 x 0,1062502
= 0,072
Kelompok 5
Metode Difusi Sumur Daun Sirih (Bacillus)
Rataan jari-jari = 0,066
Luas rataan = r2
= 3,14 x 0,0662 = 0,0141