Download - Referat Mata
REFERATSINDROM DRY EYE
DISUSUN OLEH :SILVIA OKTA ROZA ( 1102008325 )
PEMBIMBING :Dr. Wawin Wilman, Sp.M
Dr. Juniani S.
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN
ILMU PENYAKIT MATA RSUD ARJAWINANGUN
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulillahirabbilalamin segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya,
shalawat beserta salam atas nabi besar Muhammad SAW. Terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Wawin Wilman, Sp.M atas kesediaan, waktu dan kesempatan yang
diberikan sebagai pembimbing referat ini, kepada teman sesama kepaniteraan ilmu penyakit
mata dan perawat yang selalu mendukung, memberi saran, motivasi, bimbingan dan
kerjasama yang baik sehingga dapat terselesaikannya referat ini.
Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan bagian ilmu penyakit mata di Rumah
Sakit Umum Daerah Arjawinangun yang merupakan salah satu dari prasyarat kelulusan.
Referat ini membahas dan menganalisa berbagai hal mengenai Sindrom Dry Eye. Bahasan
dalam referat ini diambil dari berbagai macam sumber.
Penyusun sadar bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak sekali kekurangan. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun diharapkan demi perbaikan laporan kasus ini.
Semoga referat ini berguna bagi semua pihak yang terkait.
Wassalamualaikum wr.wb
Arjawinangun, Juli 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................... 1
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGIS ........................................................................... 4
BAB III SINDROM DRY EYE ............................................................................................ 10
3.1. DEFINSI ......................................................................................................................... 10
3.2. PATOFISIOLOGI .......................................................................................................... 10
3.3. ETIOLOGI ..................................................................................................................... 14
3.4. EPIDEMIOLOGI ............................................................................................................ 15
3.5. MANIFESTASI KLINIS ................................................................................................ 16
3.6. PEMERIKSAAN ............................................................................................................ 16
3.7. DIAGNOSIS ................................................................................................................... 17
3.8. KOMPLIKASI ................................................................................................................ 21
3.9. PENATALAKSAAN ...................................................................................................... 21
3.10. PROGNOSIS ............................................................................................................... . 23
BAB IV KESIMPULAN....................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 25
3
BAB I
PENDAHULUAN
Dry eye syndrome merupakan suatu kelompok gejala dimana mata terasa tidak
nyaman, seperti iritasi, perih, berair, seperti ada pasir, lengket, gatal, pegal, merah, cepat
merasa mengantuk, cepat lelah, dan dapat terjadi penurunan tajam penglihatan bila sudah
terjadi kerusakan epitel kornea bahkan pada kasus yang sudah lanjut dapat terjadi perforasi
kornea dan kebutaan. Kelembaban permukaan mata merupakan keseimbangan antara
produksi dan ekskresi air mata melalui sistem drainase melalui duktus nasolakrimalis serta
penguapan. Apabila keseimbangan ini terganggu, mata terasa kering, timbul suatu dry spot.
Pada permukaan kornea menimbulkan rasa iritasi, perih diikuti refleks berkedip,
lakrimasi dan mata berair. Apabila keadaan ini dibiarkan berlarut-larut dalam waktu yang
lama akan terjadi kerusakan sel epitel kornea dan konjungtiva, bahkan dapat terjadi infeksi,
ulkus, dan kebutaan. Sangat banyak faktor yang berperan pada terjadinya dry eye baik pada
wanita maupun pria, beberapa diantaranya tidak dapat dihindari:
1. Usia lanjut. Dry eye dialami oleh hampir semua penderita usia lanjut, 75% di atas 65 tahun
baik laki maupun perempuan.
2. Faktor hormonal yang lebih sering dialami oleh wanita seperti kehamilan, menyusui,
pemakaian obat kontrasepsi, dan menopause.
3. Beberapa penyakit seringkali dihubungkan dengan dry eyes seperti: artritis rematik,
diabetes, kelainan tiroid, asma, lupus erythematosus, pemphigus, Stevens-johnsons.
syndrome, Sjogren syndrome, scleroderma, polyarteritis, nodosa, sarcoidosis, Mickulick.s
syndrome.
4. Obat-obatan dapat menurunkan produksi air mata seperti anti depresan, dekongestan,
antihistamin, anti hipertensi, kontrasepsi, oral, diuretik, obat-obat tukak lambung,
tranquilizers, beta bloker, antimuskarinik, anestesi umum.
5. Pemakai lensa kontak mata terutama lensa kontak lunak yang mengandung kadar air tinggi
akan menyerap air mata sehingga mata terasa perih, iritasi, nyeri, menimbulkan rasa tidak
nyaman/intoleransi saat menggunakan lensa kontak, dan menimbulkan deposit protein.
6. Faktor lingkungan seperti, udara panas dan kering, asap, polusi udara, angin, berada
diruang ber-AC terus menerus akan meningkatkan evaporasi air mata.
7. Mata yang menatap secara terus menerus sehingga lupa berkedip seperti saat membaca,
menjahit, menatap monitor TV, komputer, ponsel.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologis lapisan air mata
Kompleks lakrimalis terdiri atas glandula lakrimalis, glandulae lakrimalis aksesori,
kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis.
Glandula lakrimalis terdiri atas struktur dibawah ini:
1. Bagian orbita
Berbentuk kenari yang teretak didalam foss lakrimalis di segmen temporal
atas anterior dari orbita, dipisahkan dari bagian palpebra oleh kornu lateralis dari
muskulus levator palpebrae. Untuk mencapai bagian ini dari kelenjar secara
bedah, harus diiris kulit, muskulus orbikuaris okuli, dan septum orbitale.
2. Bagian Palpebrae
Bagian palpebrae yang lebih kecil terletak tepat di atas segmen temporal dari
forniks konjungtivae superior. Duktus sekretorius lakrimalis, yang bermuara kira-
kira sepuluh lubang kecil, menghubungkan bagian orbital dan palpebrae glandula
lakrimalis dengan forniks konjungtivae superior. Pembuangan bagian palpebrae
dari kelenjar memutuskan semua saluran penghubung dan dengan demikian
mencegah kelenjar itu bersekresi.
Glandula lakrimalis aksesori (glandula Krause dan Wolfring) terletk di dalam
substansia propia di konjungtiva palpebrae.
Air mata mengalir dari lakuna lakrimalis melalui punktum superior dan
inferior dan kanalikuli ke sakus lakrimalis, yang terletak di dalam fossa lakrimalis.
Duktus nasolakrimalis berlanjut kebawah dari sakus dan bermuara ke dalam
meatus inferior dari rongga nasal, lateral terhadap turbinatum inferior. Air mata
diarahkan kedalam punktum oleh isapan kapiler dan gaya berat dan berkedip.
Kekuatan gabungan dari isapan kapiler dan gaya berat berkedip. Kekuatan
gabungan dari isapan kapiler dalam kanalikuli, gaya berat dan kerja memompa
dari otot Horner, yang merupakan perluasan muskulus orbikularis okuli ke titik di
belakang sakus lakrimalis, semua cenderung meneruskan aliran air mata ke bawah
melalui duktus nasolakrimalis ke dalam hidung.
5
3. Pembuluh Darah dan Limfe
Pasokan darah dari glandula lakrimalis berasal dari arteria lakrimalis. Vena
yang mengalir pergi dari kelenjar bergabung dengan vena oftalmika. Drenase lime
menyatu dengan pembuluh limfe konjungtiva untuk mengalir ke dalam
limfonodus pra-aurikula.
4. Persarafan
Pasokan saraf ke glandula lakrimalis adalah melalui:
a) Nervus lakrimalis (sensoris), sebuah cabang dari divisi trigeminus.
b) Nervus petrosus superfisialis magna (sekretoris), yang datang dari nukleus
salivarius superior.
c) Nervus simpatis yang menyertai arteria lakrimalis dan nervus lakrimalis.
Gambar 1. Anatomi mata dan saluran ekskretoir air mata
6
Sistem Sekresi Air Mata
Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimalis yang terletak di fossa
glandulae lacrimalis yang terletak di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar yang berbentuk
kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar
dan lobus palpebra yang lebih kecil, masing-masing dengan sistem duktulus yang bermuara
ke forniks temporal superior. Persarafan kelenjar utama datang dari nucleus lacrimalis di
pons melalui nervus intermedius dan menempuh suatu jaras rumit cabang maxillaris nervus
trigeminus.
Kelenjar lakrimal assesorius, walaupun hanya sepersepuluh dari massa kelenjar
utama, mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan
kelenjar utama, namun tidak memiliki ductulus. Kelenjar-kelenjar ini terletak di dalam
konjungtiva, terutama di forniks superior. Sel-sel goblet uniseluler, yang juga tersebar di
konjungtiva, mensekresi glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea
meibom dan zeis di tepian palpebra memberi lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah
modifikasi kelenjar keringat yang ikut membentuk tear film.
Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air
mata mengalir melimpah melewati tepian palpebra (epifora). Kelenjar lakrimal assesorius
dikenal sebagai ”pensekresi dasar”. Sekret yang dihasilkan normalnya cukup untuk
memelihara kesehatan kornea. Hilangnya sel goblet, berakibat mengeringnya korena
meskipun banyak air mata dari kelenjar lakrimal.
Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 µm yang menutup epitel kornea dan
konjungtiva. Fungsi lapisan ultra tipis ini adalah
1. Membuat kornea menjadi permukaan optik yang licin dengan meniadakan
ketidakteraturan minimal di permukaan epitel.
Tear film adalah komponen penting dari “the eye’s optical system”. Tear film dan
permukaan anterior kornea memiliki mekanisme untuk memfokuskan refraksi sekitar
80%. Bahkan sebuah perubahan kecil pada kestabilan dan volume tear film akan
sangat mempengaruhi kualitas penglihatan (khususnya pada sensitivitas pada
kontras). “Tear break up” menyebabkan aberasi optik yang akan menurunkan kualitas
7
fokus gambaran yang didapatkan retina. Oleh karena itu, ketidakteraturan pada tear
film preocular merupakan penyebab munculnya gejala visual fatigue dan fotofobia.
2. Membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva yang lembut.
Pergerakan kelopak mata dapat menimbulkan gaya ± 150 dyne/cm yang
mempengaruhi tear film. Lapisan musin pada tear film dapat mengurangi efek yang
dapat mempengaruhi epitel permukaan. Pada keratokonjungtivitis, perubahan lapisan
musin menyebabkan epitel permukaan semakin mudah rusak akibat gaya tersebut
yang menyebabkan deskuamasi epithelial dan menginduksi apoptosis.
3. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik dan efek
antimikroba.
Permukaan okuler adalah permukaan mukosa yang paling sering terpapar lingkungan.
Bagian ini selalu terpapar suhu yang ekstrim, angin, sinar UV, alergen dan iritan. Tear
film harus memiliki stabilitas untuk menghadapi paparan lingkungan tersebut.
Komponen tear film yang berfungsi untuk perlindungan adalah IgA, laktoferin,
lisozim dan enzim peroksidase yang dapat melawan infeksi bakteri maupun virus.
Lapisan lipid mengurangi penguapan komponen akuos akibat perubahan lingkungan.
Selanjutnya, tear flim dapat membersihkan partikel, iritan dan alergen akibat paparan
lingkungan.
4. Menyediakan substansi nutrien yang dibutuhkan kornea.
Karena kornea merupakan struktur yang avaskuler, epitel kornea bergantung pada
growth factors yang terdapat pada tear film dan mendapat nutrisi dari tear film. Tear
film menyediakan elektolit dan oksigen untuk epitel kornea sedangkan glukosa yang
dibutuhkan kornea berasal dari difusi dari aqueous humor. Tear film terdiri dari ± 25
g/mL glukosa, kira-kira 4% dari konsentrasi glukosa pada darah, yaitu konsentrasi
yang dibutuhkan oleh jaringan non-muskular. Antioksidan yang terdapat pada tear
film juga mengurangi radikal bebas akibat pengaruh lingkungan. Tear film juga
mengandung growth factor yang penting untuk regenerasi dan penyembuhan epitel
kornea.
8
Gambar.1. Lapisan tear film
(Sumber: http://tearscience.com /image )
Sistem Ekresi Air Mata
Sistem sekresi air mata terdiri atas puncta, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus
nasolakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mulai di lateral, menyebarkan air mata
secara merata di atas kornea, dan menyalurkannya ke sistem eksresi pada medial palpebra.
Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan dengan kecepatan yang sesuai dengan jumlah
yang diuapkan, dan itulah sebabnya hanya sedikit yang sampai ke sistem eksresi. Bila
memenuhi sakus konjungtiva air mata akan memasuki puncta sebagian karena sedotan
kapiler. Dengan menutupnya mata, bagian khusus orbikularis pra-tarsal yang mengelilingi
ampula mengencang untuk mencegahnya keluar. Bersamaan palpebra ditarik ke arah krista
lakrimalis posterior, dan traksi fascia mengelilingi sakus lakrimalis berakibat memendeknya
kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif di dalam sakus. Kerja pompa dinamik ini
menarik air mata kedalam sakus yang kemudian berjalan melalui duktus nasolakrimalis
karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan, ke dalam meatus inferior hidung.
Lipatan-lipatan mirip katup dari epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik air
mata dan udara. Yang paling berkembang di antara lipatan ini adalah katup Hasner di ujung
distal duktus nasolakrimalis. Strukrur ini penting karena bila tidak berlubang pada bayi,
menjadi penyebab obstruksi kongenital dan darkosistitis menahun.
9
Gambar 3. Sistem ekresi air mata
10
BAB III
SINDROM DRY EYE
3.1 DEFINISI
Dry eye syndrome merupakan suatu kelompok gejala dimana mata terasa tidak
nyaman (seperti iritasi, perih, berair, seperti ada pasir, lengket, gatal, pegal, merah, merasa
mengantuk, mudah lelah) dan dapat terjadi penurunan tajam penglihatan bila sudah terjadi
kerusakan epitel kornea bahkan perforasi. Dry eye sangat sering dijumpai, mengenai hampair
10.30% penduduk, tidak pandang ras, gender maupun umur. Meskipun demikian, dry eye
lebih banyak pada wanita usia di atas 40 tahun. Pada era komputer dan pemakaian AC yang
terus menerus, hampir semua orang pernah mengalami gejala ini sebagian besar menganggap
hal tersebut sesuatu yang biasa dan tidak perlu diobati. Ternyata, satu dari 4 pasien yang
datang ke dokter mata adalah penderita dry eye dan kebanyakan dari mereka tidak
menyadarinya, bahkan sampai bertahun-tahun. Agar mata terasa nyaman dan penglihatan
baik, sel-sel epitel permukaan mata (kornea, konjungtiva) harus dalam keadaan jernih dan
lembab, mata lembab disebabkan karena adanya lapisan air mata yang membasahi permukaan
mata setiap saat. Banyak faktor yang berperan pada terjadinya dry eye, diantaranya fungsi air
mata, baik kuantitas maupun kualitasnya. Mekanisme ini sangat tergantung pada
neuroanatomic control serta integritas sel induk pada limbus (stem cell ).
3.2 PATOFISIOLOGI
Lapisan air mata (tear film) yang terdapat pada permukaan mata berfungsi untuk membasahi
serta melumasi mata agar terasa nyaman. Pada setiap berkedip lapisan air mata ini terbentuk
yang terdiri atas 3 lapis/komponen.
1. Lapisan lemak dengan ketebalan 0,1 μm, merupakan lapisan paling luar yang berfungsi
mencegah penguapan berlebihan. Lapisan lemak ini mengandung esters , gliserol dan asam
lemak yang diproduksi oleh kelenjar Meibom yang terdapat pada kelopak mata atas dan
bawah. Infeksi atau kerusakan berulang pada kelenjar ini (seperti hordeolum, kalazion serta
blefaritis) akan menyebabkan gangguan lapisan lemak sehingga terjadi lipid deficiency dry
eye akibat penguapan berlebihan.
11
Gambar 2. Lapisan airmata yang terdiri dari 3 lapis
Gambar 3
12
Gambar 4
Gambar 3 dan 4. Mekanisme terbentuknya lapisan air mata pada saat mengedip dan saat
mata terbuka di antara kedipan. Pada saat mata terbuka, lapisan air mata (aquous) akan
berkurang akibat evaporasi serta aliran keluar melalui pungtum dan duktus nasolakrimal.
Apabila mata mulai terasa kering dan terjadi dry spot pada kornea, mata akan terasa perih,
menimbulkan rangsangan pada saraf sensoris dan terjadi refleks mengedip sehingga lapisan
air mata terbentuk lagi dan seterusnya.
2. Lapisan aquous (air mata) dengan ketebalan 7 μm, dihasilkan oleh kelenjar lakrimal dan
merupakan komponen yang paling besar. Lapisan ini berfungsi sebagai pelarut bagi oksigen,
karbondioksida dan mengandung elektrolit, protein, antibodi, enzim, mineral, glukosa, dan
sebagainya. Lysozyme, suatu enzim glikolitik, merupakan komponen protein terbanyak (20
40%), bersifat alkali dan mampu menghancurkan dinding sel bakteri yang masuk ke mata.
Lactoferrin juga memiliki sifat antibakteri serta antioksidan sedangkan epidermal growth
factor (EGF) berfungsi mempertahankan integritas permukaan mata normal serta
mempercepat penyembuhan jika terjadi luka kornea. Albumin, transferrin, immunoglobulin
A (IgA), immunoglobulin M (IgM), dan immunoglobulinG (IgG) juga terdapat dalam lapisan
aqueous air mata .
3. Lapisan musin: sangat tipis 0,02-0,05 μm, dihasilkan oleh sel Goblet yang banyak terdapat
pada selaput konjungtiva (konjungtiva bulbi, forniks dan caruncula). Lapisan musin ini akan
melapisi sel-sel epitel kornea dan konjungtiva yang bersifat hidrofobik sehingga
13
menjadikannya bersifat hidrofilik agar air mata dapat membasahinya, serta berfungsi
mempertahankan stabilitas lapisan air mata.
Gambar 2. Aliran dry eye syndrom
Komposisi Air Mata
Volume air mata normal diperkirakan 7 ± 2 μL pada setiap mata. Albumin
merupakan 60% dari protein total dalam air mata. Globulin dan lisozim berjumlah sama
banyak pada bagian sisanya. Terdapat immunoglobulin IgA, IgG dan IgE. Yang paling
banyak adalah IgA, yang berbeda dari IgA serum, yaitu bukan berasal dari transudat serum
saja, namun diproduksi sel-sel plasma yang ada di kelenjar lakrimal. Pada keadaan alergi
tertentu, seperti konjungtivitis vernal, konsentrasi IgE dalam cairan air mata meningkat.
Lisozim air mata merupakan 21-25% dari protein total dan bekerja secara sinergis dengan
gamma globulin dan faktor antibakteri non-lisozim lain merupakan mekanisme pertahanan
penting terhadap infeksi. Enzim air mata lain juga berperan dalam diagnosis keadaan klinik
tertentu, misalnya. Esei hexoseaminidase untuk diagnosis penyakit Tay-Sachs.
K+, Na+, Clˉ terdapat dalam konsentrasi lebih tinggi dalam air mata dari dalam
plasma. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5 mg/dL) dan urea (0,04 mg/dL), dan
perubahan dalam konsentrasi darah diikuti perubahan konsentrasi glukosa dan urea air mata.
pH rata-rata air mata adalah 7,35 meski ada variasi normal yang besar (5,20-8,35). Dalam
keadaan normal, cairan air mata adalah isotonic. Osmolalitas film air mata bervariasi dari 295
sampai 309 mosm/L.
14
Air mata juga diproduksi sebagai respon refleks terhadap rangsangan baik trauma
ataupun rangsangan emosional. Akan tetapi, air mata yang muncul karena rangsangan reflek
ini, tidak banyak membantu dalam lubrikasi mata. Dari sini kita tahu bahwa, kadang orang
dengan mata yang nrocoh (watery eyes) tetap mengeluhkan iritasi pada matanya.
Air mata yang mengalir alami dari mata memiliki komposisi yang lengkap, dengan
kandungan air, elektrolit, dan molekul-molekul kecil seperti karbohidrat dan lemak, protein,
dan beberapa yang memiliki fungsi enzim. Protein penting dalam air mata adalah lisozim,
yang memiliki aksi antibakteri, laktoferrin, sekresi antibodi IgA, dab protein yang mengikat
lemak. Produksi air mata normal akan berkurang karena pertambahan usia.
Mata sangat tergantung kepada air mata untuk menjaga kelembaban mata dan
menjaganya tetap nyaman. Air mata adalah kombinasi dari air untuk pelembab, minyak untuk
lubrikasi, mukus, dan antibodi serta protein khusus untuk melindungi mata dari infeksi.
Komponen-komponen ini berasal dari kelenjar air mata yang berada di sekitar mata.Ketika
terjadi masalah pada kelenjar air mata, seseorang dapat mengalami mata kering atau ' dry
eyes'.
Seseorang dengan sindroma mata kering akan mengalami produksi air mata berlebih
sebagai kompensasinya. Ketika mata tidak cukup lembab, mata akan mengirimkan sinyal
distres terhadap sistim saraf yang akan mengaktifkan kelenjar air mata untuk mengeluarkan
cadangannya sebagai kompensasi terhadap mata kering. Namun air mata yang keluar
kebanyakan hanya terdiri atas cairan saja dan tidak memiliki kemampuan melembabkan
seperti layaknya air mata normal.
Fungsi air mata
Fungsi air mata yang paling penting adalah melindungi serta mempertahankan
integritas sel sel permukaan mata, terutama kornea dan konjungtiva.
1. Optik: lapisan air mata akan membentuk serta mempertahankan permukaan kornea selalu
rata dan licin sehingga memperbaiki tajam penglihatan pada saat setelah berkedip.
2. Secara mekanis, pada setiap berkedip, air mata mengalir membersihkan kotoran, debu yang
masuk ke mata.
3. Lubrikasi agar gerakan bola mata ke segala arah serta berkedip terasa nyaman.
4. Menjaga agar sel-sel permukaan kornea dan konjungtiva tetap lembab.
15
5. Mengandung antibakteri, lisozim, betalisin dan antibodi, sebagai mekanisme pertahanan
mata dan proteksi terhadap kemungkinan infeksi.
6. Sebagai media transport bagi produk metabolisme ke dan dari sel-sel epitel kornea dan
konjungtiva terutama oksigen dan karbondioksida (40% oksigen di dapat dari atmosfir).
7. Nutrisi: air mata merupakan sumber nutrisi seperti glukosa, elektrolit, enzim, dan protein.
3.3 Etiologi Dry Eye Sindrome
Banyak diantara penyebab dry eye sindrome mempengaruhi lebih dari satu komponen
lapisan air mata atau berakibat perubahan permukaan mata yang secara sekunder
menyebabkan lapisan air mata menjadi tidak stabil. Ciri histopatologik termasuk timbulnya
bintik-bintik kering pada kornea dan epitel konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel
goblet konjungtiva, pembesaran abnormal sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel,
dan penambahan keratinasi.
Kondisi yang menandai hipofungsi kelenjar air mata pada kongenital adalah
dysautonomia familier (sindrom Riley-Day, aplasia kelenjar lakrimal (alakrima kongenital),
aplasia nervus trigeminus, dysplasia ectodermal). Sedangkan yang pada hipofungsi kelenjar
air mata didapat pada penyakit sistemik, sindrom sjorgen, sklerosis sistemik progresif,
sarkoidosis, leukimia, limfoma, amyloidosis, hemokromatosis, infeksi (trachoma, parotitis
epidemica), cedera (pengangkatan kelenjar lakrimal), iradiasi, luka bakar kimiawi,
medikamentosa (antihistamin, antimuskarinik: atropin, skopolamin, anestetika umum:
halothane, nitrous oxide, beta-adregenik blocker: timolol, practolol), neurogenik-
neuroparalitik (fasial nerve palsy). Pada kondisi ditandai defisiensi musin (avitaminosis A,
sindrom steven-johnson, pemfigoid okuler, konjungtivitis menahun, luka bakar kimiawi,
edikasi-antihistamin, agen muskarin, agen beta-adregenic blocker). Pada kondisi defisiensi
lipid ditandai dengan parut tepian palpebral, blepharitis, penyebaran defektif film air mata
disebabkan kelainan palpebral, defek, coloboma, ektropion atau entropion, keratinasi tepian
palpebral, berkedip berkurang atau tidak ada gangguan neurologic (hipertiroid, lensa kontak,
obat, keratitis herpes simpleks, lepra), lagophthalmus (lagophthalmus nocturna, hipertiroidi,
lepra). Pada kelainan konjungtiva (pterygium, symblepharon, proptosis).
3.4 Epidemiologi
16
Dry eye syndrome merupakan salah satu gangguan yang sering pada mata, persentase
insidenisanya sekitar 10-30% dari populasi, terutama pada orang yang usianya lebih dari 40
tahun dan 90% terjadi pada wanita. Di Amerika Serikat, diperkirakan ada sekitar 3,23 juta wanita
dan 1,68 juta pria yang berusia 50 tahun ke atas yang menderita dry eyes syndrome. Frekuensi
penyakit dry eye syndrome di beberapa negara hampir serupa dengan frekuensi di Amerika Serikat.
Frekuensi insidensi dry eyes syndrome lebih banyak terjadi pada ras Hispanic dan Asia
dibandingkan dengan ras kaukasius. dry eyes syndrome juga lebih cenderung terjadi pada pasien
wanita berbanding laki-laki.
Pada penyakit permukaan mata seperti dry eyes syndrome menjadi sering ditemukan
pada praktek optometrik sekitar 35 % di Amerika serikat. Populasi yang mengalami gejala
dry eye syndrome, untuk contohnya 9,3 juta pasien didiagnosa sebagai keratokonjungtivitis
sicca pada tahun 1999.
3.5 Manifestasi Klinis
Pasien akan mengeluh gatal, mata seperti berpasir, silau, dan penglihatan kabur. Mata
akan memberikan gejala sekresi mukus yang berlebihan, suka menggerakkan kelopak mata,
mata tampak kering dan terdapat erosi kornea. Konjungtiva bulbi edem, hiperemik menebal,
dan kusam. Kadang-kadang terdapat benda mukus kekuning-kuningan pada formik
konjungtiva bagian bawah.
Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau tiadanya
meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang mukuskental kekuning-
kuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix conjungtivae inferior. Pada konjungtiva bulbi
tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal, beredema dan hiperemik.
3.6. Pemeriksaan
Pada anamnesis penderita akan mengeluh matanya tidak nyaman (discomfort). Dry eye
syndrome merupakan suatu kelompok gejala dimana mata terasa tidak nyaman, seperti iritasi,
perih, berair, seperti ada pasir, lengket, gatal, pegal, merah, cepat merasa mengantuk, cepat
lelah, dan dapat terjadi penurunan tajam penglihatan bila sudah terjadi kerusakan epitel
kornea, bahkan pada kasus yang sudah lanjut dapat terjadi perforasi kornea dan kebutaan.
Pemeriksaan mata
- Tajam penglihatan biasanya tidak terganggu kecuali pada kasus berat
17
- Vasodilatasi/hiperemia konjungtiva
- Tampak banyak sekret dan debris, mukus pada air mata
- tear meniscus (air mata yang berada pada sudut antara konjungtiva bulbi inferior dengan
tepi kelopak bawah) berkurang
- Kelainan kornea: permukaan kornea ireguler, epiteliopati, keratitis pungtata, filamen, defek
epitel, ulkus.
3.7. Diagnosis
Diagnosis biasanya cukup ditegakkan atas dasar gejala klinis, anamnesis yang
lengkap keluhan pasien, usia, pekerjaan, penyakit serta pemakaian obat-obatan yang mungkin
dapat menjadi penyebab.
Pemeriksaan klinis segmen anterior mata termasuk kelopak, sistem lakrimal, konjungtiva,
epitel kornea, serta tekanan intraokuler. Pemeriksaan khusus penting dapat dilakukan untuk
menilai fungsi air mata secara kualitas maupun kuantitas seperti:
Test Schirmer
Pemeriksaan ini menilai kuantitas produksi air mata yang dihasilkan oleh kelenjar
lakrimal. Kertas filter Schirmer 30 x 5 mm diletakkan pada sakus inferior 1/3 temporal (agar
tidak menyentuh kornea) tanpa anestesi topikal selama 5 menit. Bagian kertas yang dibasahi
menunjukkan kuantitas air mata. Nilai di bawah 6-7 mm dianggap kurang. Tes ini dapat juga
dilakuk an dengan anestesi topikal ( 0.5%) untuk menilai sekresi dasar (basic
secretion) air mata. Nilai kurang dari 5 mm dianggap dry eye.
Tear break-up time (BUT)
18
Untuk menilai stabilitas lapisan air mata. Lapisan air mata diberi pewarnaan fluoresin dan
dilakukan pemeriksaan kornea dengan menggunakan lampu biru. Apabila interval waktu
antara mengedip dan terbentuknya dry spot pada kornea kurang dari 10 detik dianggap
abnormal (nilai normal 15 detik).
Pewarnaan fluoresin
Pewarnaan fluoresin dapat mendeteksi adanya kerusakan epitel kornea pada penderita dry eye
berupa pungtata, defek atau ulkus kornea.
Pewarnaan Rose Bengal/lissamin green dapat menilai keadaan sel-sel konjungtiva dan kornea
yang patologis, yang tidak dilapisi musin, serta filamen.
Tes ferning
Tes untuk menilai kualitas serta stabilitas air mata. Bila air mata dibiarkan kering di atas
suatu gelas objek, dengan menggunakan mikroskop cahaya akan tampak suatu gambaran
kristal berbentuk daun pakis (ferns). Tes ini sangat sederhana, tidak invasif, cepat dan dapat
memberikan gambaran kualitas serta stabilitas lapisan air mata.
19
Grade 1: gambaran daun pakis baik serta banyak
Grade 2: gambaran daun pakis mulai berkurang tapi masih
Baik
20
Grade 3: gambaran daun pakis mulai tidak berbentuk, masih
ada sebagian kecil yang berbentuk pakis
Grade 4: gambaran daun pakis tidak terbentuk sama sekali
Impression cytology
Sitologi impresi menggunakan cellulose acetate filter dapat dilakukan untuk menilai keadaan
serta densitas sel-sel permukaan mata, seperti sel epitel, sel goblet, serta gambaran kerusakan
sel yang mengalami keratinisasi.
21
Osmolalitas air mata
Hiperosmolalitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis sicca dan pemakai lensa
kontak dan diduga sebagai akibat berkurangnya sensitivitas kornea. Laporan-laporan
menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes paling spesifik bagi keratokonjungtivitis
sicca. Keadaan ini bahkan dapat ditemukan pada paasien dengan tes schirmer normal dan
pemulasan bengal rose normal.
Lactoferrin
Lactoferrin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan hiposekresi kelenjar
lakrimal. Kotak penguji dapat dibeli dipasaran.
3.8. Komplikasi
Pada awal perjalanan keratokonjungtivitis sicca, penglihatan sedikit terganggu.
Dengan memburuknya keadaan, ketidaknyamanan sangat mengganggu. Pada kasus lanjut,
dapat timbul ulkus pada kornea, penipisan kornea, dan porforasi. Kadang-kadang terjadi
infeksi bakteri sekunder, dan berakibat parut dan vaskuarisasi pada kornea yang sangat
menurunkan penglihatan. Terapi dini dapat mencegah komplikasi-komplikasi ini.
3.9. Penatalaksaan
Pengobatan dry eye sangat tergantung pada faktor yang mendasarinya, seringkali
faktor tersebut tidak dapat dicegah sehingga penderita akan selamanya merasakan
22
ketidaknyamanan atau mempertahankan sisa air mata yang ada. Sampai saat ini belum
ditemukan cara/obat yang dapat merangsang produksi air mata.
Pemakaian tetes air mata buatan (artificial tears) sampai saat ini merupakan terapi
yang paling penting. Artificial tears/air mata buatan merupakan pengobatan yang paling
banyak diberikan pada penderita dry eye apapun etiologinya, meskipun hanya memberikan
kenyamanan bersifat sementara. Dosis serta frekuensi pemakaian sangat tergantung pada
derajat dry eye penderita, meskipun pemakaian yang terus menerus dan dalam jangka waktu
lama dapat mengganggu produksi air mata dan memperburuk keadaan.
Sangat banyak ragam air mata buatan yang tersedia di apotek, pemahaman prinsip serta
patologi yang ada sangat menentukan pilihan obat mana yang akan diambil.
Beberapa hal penting yang perlu diketahui yang berhubungan dengan obat tetes mata:
- Preservatives (bahan pengawet seperti benzalkonium hidroklorida, sodium klorida, sodium
perborate)
- Drug delivery system polymers : biodegradable polimers seperti HPMC hydroxypropyl
methyl cellulose, PVA polyvinyl alcohol, PLA polygly colic Acid, PCL polycaprolactones,
serta non-biodegradable polymers seperti EVA ethylene vinyl acetate atau hydrogels.
- bentuk formulasi obat: apakah suspensi atau emulsi.
Drug reservoir/oklusi pungtum
Untuk mempertahankan sisa air mata yang ada dengan cara menutup punktum lakrimal baik
secara permanen dengan melakukan kauter pungtum, atau sementara dengan menggunakan
punctum plug Yang dimasukkan ke dalam kanalikulus inferior dengan tujuan preservasi air
mata (ocular inserts)
23
Vitamin A: membantu stimulasi sel-sel permukaan mata terutama bila terjadi
kerusakan epitel kornea.
Autologous serum: serum yang didapat dari darah penderita diencerkan dengan
artificial tears dan dipakai sebagai obat tetes mata. Larutan ini tanpa pengawet, tidak
antigenik, mengandung growth factors, fibronectin, immunoglobulins, and vitamins dengan
konsentrasi sama bahkan lebih tinggi dari airmata.
Mucolytic agents: N-acetylcysteine drops 10% (Mucomyst) untuk mengurangi mucus,
filaments atau plaques.
Pada keadaan dry eye berat dapat dipertimbangkan pemakaian bandage contact lens, inserts,
atau pungtum plugs atau oklusi, kacamata goggles.
Tindakan operatif dapat dilakukan bila terjadi kerusakan kornea pada kasus berat seperti
amnion membrane transplantation, limbal allograft, tarsorrhapy.
Emerging therapy seperti:
- terapi hormonal (topical androgen, fetoestrogen)
- secretagogues (substansi yang dapat meningkatkan aktivitas sel acinar kelenjar serta sintesa
protein, seperti oral pilocarpine and cevimeline)
- Cytokine-blocking agents
- P2Y2 receptor agonist . Diquafosol, yang dapat meningkatkan aliran air mata dan produksi
aquous dari kelenjar lakrimal serta mucin dari sel goblet.
Konsultasi ke cabang ilmu kedokteran lain seperti penyakit dalam, reumatologi, obstetrik
ginekologi, andrologi, apabila disertai kelainan sistemik.
Prinsip pengobatan dry eye
Pada kasus dry eye ringan, cukup dengan tetes air mata, lubrikan pada malam hari,
kompres hangat dan massage kelopak mata jika disertai radang tepi kelopak mata (blefaritis).
Pada kasus berat (pasca Stevens Johnson.s syndrome, trauma kimia/luka bakar) dapat
dipertimbangkan pemakaiaan bandage contact lens, autologus serum, terapi hormonal,
cyclosporine tetes mata, oklusi pungtum bahkan tindakan operasi bila terjadi komplikasi
kornea
3.10. Prognosis
Penyakit ringan biasanya memberi respon terhadap air mata buatan. Penyakit berat seperti
yang ditemukan pada reumatoid Sjogren sulit diterapi.
24
BAB IV
KESIMPULAN
Pada umumnya prognosis tajam penglihatan baik, hanya terapi harus terus menerus selama
masih ada keluhan. Pemakaian obat tetes air mata secara terus menerus terutama yang
mengandung preservative dapat menimbulkan efek toksik kornea. Deteksi dini dan
pengobatan intensif bila terjadi komplikasi akan sangat membantu mencegah kerusakan yang
lebih berat.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan D.G, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Ilustrasi
Laurael V.S. Alih Bahasa Jan Tambajong, Bram U. Pendit. Editor Y. Joao Suyono.
Penerbit Widya Medika. Yakarta 2000. Hal 96 – 97
2. Sidarta I. Ilmu Penyakit mata Edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2004, hal
140 – 141
3. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi Edisi 9. Alih Bahasa Asri Dwi
Rachmawati. Editor Amalia Safitri. Penerbit Erlangga . Jakarta Hal 55-57
4. Vaughan, Asbury dkk. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Paul Riordan-Eva, John P.
Whitcher. Alih bahasa, Brahm. Pendit ; Editor edisi bahasa indonesia, Diana Susanto.
Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. 2009. Hal : 91-95
5. http://www.dexamedica.com/images/
publication_upload071203937713001196646105okt-nov2007%20new.pdf
6. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/154_11_Sindromadryeye.pdf/
154_11_Sindromadryeye.html
26