Download - PT. RADIANT BUKIT BARISAN
Laporan Magang
Tahapan dan Evaluasi Kegiatan Pelatihan
Pada Perusahaan PT. Radiant Bukit Barisan E&P
Oleh : Sella Santi Ramadani (1206213100)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS INDONESIA
Depok, 2015
BAB I
Pendahuluan
PT. Radiant Bukit Barisan E&P (RBB) merupakan salah satu perusahaan
minyak dan gas bumi (Kontraktor Kerja Sama Migas) yang menangani eksplorasi dan
eksploitasi Blok Southwest Bukit Barisan sejak 13 November 2008, dengan masa
kontrak 30 tahun. RBB adalah salah satu anak usaha dari Radiant Utama Grup yang
terletak di Jl. HR. Rasuna Said. Blok Southwest Bukit Barisan adalah daerah minyak
dan gas di atas permukaan tanah (onshore). Secara administratif, blok tersebut
terletak di Sumatera Barat dengan luas 3.895km2. Sejak tahun 2008 sampai saat ini
masih dalam proses eksplorasi minyak dan gas oleh RBB.
Berikut merupakan sejarah eksplorasi bidang energi (Pertambangan Batu
Bara & Minyak) di blok South West Bukit Barisan:
Sawahlunto Coal Mining
Eksplorasi tambang batu bara telah dilakukan sejak tahun 1870 oleh
perusahaan Ducth dan dilanjutkan oleh perusahaan nasional sampai tahun
1981.
PT. Caltex Pacific Indonesia
Pada tahun 1981, PT. Caltex Pacific Indonesia (PT CPI) mulai
melakukan eksplorasi minyak dan gas pertama kalinya dengan melakukan
berbagai kegiatan, seperti survei permukaan geologi, interpretasi foto udara,
dan akuisisi sepanjang 630km dari seismik 2D di blok yang sama bernama
Blok Batur. Pada tahun 1984, PT CPI mengebor sumur eksplorasi pertama
yaitu Sinamar - 1. Dan memperoleh data tentang cadangan minyak,
kondensat dan gas dengan kandungan CO2 yang tinggi.
Hunt Oil - Apache Oil Sumatera Inc
Pada tahun 1991 blok yang sama berganti nama menjadi Singkarak
dan diberikan kepada Apache Oil Sumatra PSC Inc. Beberapa studi G & G
dan 2D proses seismik dilakukan untuk meningkatkan dan memperbaiki
data. Wilayah kerja dikembalikan ke Pertamina pada tahun 1994.
PT. Radiant Bukit Barisan E&P
Pada tahun 2008, blok yang sama berganti nama sebagai Southwest
Bukit Barisan dan telah dianugerahkan di bawah PSC (Production Sharing
Contract) untuk PT. Radiant Bukit Barisan E & P dengan masa kontrak 30
tahun.
Kegiatan magang yang mahasiswa lakukan disini dimulai pada tanggal 15
Juni dan berakhir pada 31 Juli 2015. Divisi yang mahasiswa ajukan untuk menjadi
tempat bekerja adalah pada bagian HRD (Human Resource Development), selain itu
mahasiswa juga dimintai bantuann untuk divisi Finance dalam menyelesaikan
beberapa pekerjaannya. Pada perusahaan ini HRD dibagi menjadi beberapa bagian
seperti yang tertera pada gambar dibawah ini :
Gambar 1.
Menurut McLagan ada tiga fungsi utama HRD: (1) training and
development, (2) organization development, dan (3) career development (Werner &
DeSimone, 2012). Di perusahaan RBB divisi yang mengatur mengenai fungsi yang
disebutkan diatas adalah pada bidang Organization Development. Bidang ini
bertanggungjawab kepada manajer SDM atas administrasi, analisis, kajian ulang serta
komunikasi seluruh kebijakan dan praktek rekrutmen, penempatan, pelatihan maupun
pengembangan perusahaan agar mematuhi pada praktek standar industri maupun
objektif perusahaan secara keseluruhan. Tema yang mahasiswa ambil dalam
pembahasan pada laporan ini adalah mengenai Pelatihan (training). Mahasiswa ingin
mengetahui mengenai tahapan apa yang dilakukan oleh perusahaan sebelum
memberikan pelatihan serta bagaimana pelaksanaan evaluasi kegiatan pelatihan yang
dilakukan pada PT. Radiant Bukit Barisan E&P.
BAB II
Kasus
Menghadapi era gobalisasi saat ini, persaingan antara perusahaan semakin
meningkat baik pada perusahaan lokal maupun internasional, sehingga diperlukanlah
Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang dapat memenuhi tuntutan global tersebut. SDM yang telah
memiliki aspek tersebut diharapkan mampu memcapai prestasi kerja yang maksimal.
Dengan prestasi kerja yang baik tentunya akan mempengaruhi produktivitas para
tenaga kerja, yang juga akan berpengaruh pada produktivitas perusahaan. Oleh karena
itu, memberikan sumbangan yang positif bagi peningkatan produktivitas kerja dari
para tenaga kerja maka diperlukan suatu pelatihan. Dengan melalui pelatihan dan
pengembangan, tenaga kerja akan mampu mengerjakan, meningkatkan,
mengembangkan pekerjaannya.
Pelaksanaan pelatihan sudah menjadi hal yang wajib bagi setiap perusahaan,
namun apakah setiap perusahaan melaksanakan tahapan dan evaluasi dari program
pelatihan dengan tepat?. Pada praktikya sebuah perusahaan tentunya memiliki sebuah
proses dalam memulai sebuah pelaksanaan pelatihan. Tidak hanya itu evaluasi
kegiatan setelah pelatihan pun juga harus dilaksanakan untuk mencapai hasil
pelatihan yang lebih baik. Evaluasi program kegiatan pelatihan ini penting digunakan
untuk mengetahui efektivitas dari training program dalam kaitannya dengan
pencapaian sasaran perusahaan.
Berdasarkan hasil wawancara yang mahasiswa lakukan kepada dua
narasumber yaitu Narasumber 1: HR Suvervisor dan Narasumber 2: Staff Org.
Development diketahui bahwa pada PT. Radiant Bukit Barisan E&P, pelaksanaan
pelatihan sepenuhnya diserahkan oleh pihak penyelenggara training yang telah
memiliki kreditasi yang baik dibidangnya. Pada perusahaan RBB untuk mencari
penyelenggara training ini dilakukan oleh bidang Organization Development
dibawah divisi HR. Meski semua diserahkan kepada penyelenggara training, ada
yang harus terlebih dahulu dilakukan oleh bagian HR yaitu melakukan Training
Analysis/ Need Analysis.
Pada Need Analysis ini tahapannya adalah, identifikasi kebutuhan dengan
melakukan wawancara kepada manajer masing-masing departemen. Karena pada
dasarnya manajer yang mengetahui kekurangan dan kelebihan staff-staff mereka, ujar
narasumber 2. Pada training analysis akan diketahui gap yang ada diantara pemangku
jabatan dan analisa jabatan yang ada. Apakah kebutuhan untuk pengembangan
kompetensi tertentu yang akan dilihat pada pemangku jabatan ini sudah tercapai atau
belum. Misalkan kebutuhan pada jabatan tersebut totalnya ada 10, kemudian setelah
di asessmen ternyata yang bersangkutan hanya mencapai 3 dari total yang ada. Dari
gap yang ada tersebut itulah salah satu penyelesaiannya adalah dengan dilakukannya
training.
Menurut narasumber 1 pada RBB sendiri penerapannya dilakukan dengan
dua pendekatan ada yang wajib dan pengembangan. Pendekatan wajib disini sudah
tentu pasti dilaksanakan seperti pengetahuan RPTK bagi setiap departemen yang
bersertifikasi. Sedangkan untuk pendekatan yang pengembangan sifatnya setengah
wajib, oleh SKK Migas training ini di endorse. Misalkan pada pendekatan
pengembangan ini dilakukan kegiatan introduction to HR oleh SKK Migas, namun
semua tergantung pertimbangan user. Maka jika perusahaan memiliki budget yang
cukup maka akan banyak yang mengikuti training, namun pada saat ini budget yang
ada pada RBB sedang minim akibat melemahnya harga minyak maka anggaran yang
ada harus diminimalisir.
Setelah semua tahapan awal dalam pelatihan dilaksanakan maka semua
proses selanjutnya hingga evaluasi hasil pelatihan pun diserahkan sepenuhnya kepada
pihak penyelenggara training. Menurut narasumber 1 evaluasi dari hasil pelatihan
belum dilakukan oleh pihak perusahaan, sehingga tidak ada yang dapat diketahui
mengenai dampak perubahan baik bagi produktivitas perusahaan atau kepada diri
pribadi yang bersangkutan. Pihak HR hanya sebatas menanyakan bagaimana
pelayanan panitia penyelenggara, materi pelatihan, suasana kelas, dan lain-lain yang
berhubungan dengan penyelenggaraan suatu pelatihan.
Selain itu narasumber 1 juga mengatakan bahwa pelaksanaan analisa
jabatan di RBB yang sedianya dilakukan pada tahun ini tidak terlaksana karena masih
dirasa belum dibuthkan oleh salah satu pihak. Mengingat bahwa analisa jabatan
merupakan salah satu pokok atau hal mendasar dari pengembangan SDM untuk
melakukan berbagai macam kegiatan HR seperti training, recruitment, remunerasi,
promosi, mutasi dll, maka dengan tiadanya analisa jabatan ini beberapa agenda HR
di RBB belum terlaksana dengan sempurna. Menurut narasumber 1, RBB
melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan diperlukannya analisa jabatan,
sementara ini hanya menggunakan pedoman analisa jabatan yang umum digunakan
hal ini di dapatkannya melalui info atau mencari referensi pada perusahaan lain.
BAB III
Landasan Teori
3.1 Pelatihan
Menurut Goldstein & Ford, Pelatihan atau Training adalah perolehan yang
sistematis dari keterampilan, aturan, konsep, atau sikap yang menghasilkan
peningkatan dari performa (Aamodt, 2013). Sedangkan menurut Hesseling, pelatihan
adalah rangkaian pengalaman atau kesempatan yang dirancang untuk memodifikasi
perilaku guna mencapai tujuan (Kulkarni, 2013). Nadler (1970; dalam Laird, Holton,
& Naquin, 2003; p.14) dalam mengembangkan sumber daya manusia, pelatihan
adalah apa yang digambarkan sebagai berikut: “aktivitas yang dirancang untuk
mengubah peforma manusia pada tugas pekerjaan yang segera dilaksanakan atau
dibayar untuk dilakukan”. Menurutnya pengembangan fokus dengan mempersiapkan
pegawai sehingga mereka bisa “bergerak sesuai dengan perkembangan, perubahan,
dan pertumbuhan organisasi.
Laird, Holton dan Naquin (2003; p. 8) menyampaikan bahwa pelatihan
mengubah pegawai yang tidak tahu menjadi tahu, pekerja yang tidak terampil atau
sedikit terampil menjadi pegawai yang mampu menampilkan apa yang ditugaskan
sesuai dengan cara yang diinginkan organisasi; pegawai manjadi pekerja yang
melakukan pekerjaannya “dengan cara yang benar”. Cara yang benar ini disebut
dengan “standar” dimana fungsi utama pelatihan adalah menghasilkan orang-orang
yang melakukan pekerjaannya sesuai dengan standar.
3.1.1 Tahapan Pelaksanaan Pelatihan
Menurut Noe, Need analysis merupakan langkah pertama dalam
mengembangkan sistem pelatihan karyawan (Aamodt, 2013). Tujuanya adalah untuk
menentukan jenis pelatihan yang dibutuhka dalam perusahaan, serta sejauh mana
pelatihan merupakan cara praktis untuk mencapaia tujuan perusahaan. Ada 3 tipe dari
need analysis yang sering dilakukan yaitu : Organizational analysis, Task analysis
dan Person analysis.
Tujuan dari Organizational analysis adalah untuk menentukan faktor-faktor
organisasi yang baik memfasilitasi atau menghambat efektifitas pelatihan. Sebagai
contoh sebuah organisasi mungkin melihat pelatihan adalah sesuatu yang penting,
tetapi keuangan tidak dapat mendanai program pelatihan. Hal ini mungkin disebabkan
karena organisasi tidak ingin menghabiskan uang untuk pelatihan tenaga kerja, karena
bisa jadi tenaga kerja tersebut dimasa depan akan meninggalkan organisasi.
Organizational analysis yang dilakukan dengan benar akan fokus pada tujuan
organisasi yang ingin dicapai, sejauh mana pelatihan akan membantu mencapai
tujuan organisasi, sejauh mana pelatihan akan membantu mencapai tujuan-tujuan
kemampuan organisasi untuk melakukan pelatihan (misalnya, keuangan, ruang fisik,
waktu) dan sejauh mana tenaga kerja yang bersedia dan mampu untuk dilatih
(misalnya, kemampuan, komitmen, motivasi dll).
Pada langkah selanjutnya adalah melakukan Task analysis. Tujuannnya adalah
mengidentifikasi tugas-tugas yang dilakukan oleh masing-masing tenaga kerja
dengan menggunakan metode analisa jabatan, kondisi dimana tugas-tugas ini
dilakukan dan kompetensi (pengetahuan, keterampilan dan kemampuan) yang
diperlukan untuk melakukan tugas dibawah kondisi yang teridentifikasi. Metode
analisis yang digunakan pada umumnya adalah wawancara dan observasi serta task
inventories.
Tahapan yang ketiga adalah proses Person analysis, kegiatan ini menentukan
tenaga kerja mana yang membutuhkan pelatihan dan pada area mana pelatihan itu
dibutuhkan. Dalam menentukan kebutuhan pelatihan individu untuk setiap tenaga
kerja, person analysis menggukanan performance appraisal score, surveys,
interviews, skill, knowledge tests dan critical incidents. Aspek tersebut dapat
menentukan peserta pelatihan akan memperoleh waktu berapa lama dan sampai
kapan akan menempuh program pelatihan tersebut.
3.1.2 Tujuan dan Manfaat Pelatihan
Fungsi pelatihan menurut Laird, Holton dan Naquin (2003) mampu mengubah
orang yang tidak tahu menjadi tahu, kurang terampil menjadi sangat terampil, tujuan
ini kurang tercapai akhirnya. Pelatihan menanamkan pengetahuan kepada karyawan
mengenai isu-isu yang berbeda dalam organisasi dan pelaksanaan yang tepat dari
program ini menghasilkan sejumlah manfaat seperti pengembangan dari keuntungan,
mudah beradaptasi serta juga efisiensi organisasi dan produktif & kepuasan
karyawan. Hal ini sangat berguna dengan cara berikut ini (Kulkarni, 2013):
Karyawan mampu menyeimbangkan kehidupan kerja dan kehidupan pribadi
dengan cara yang lebih baik yang mengarah ke pengurangan stres.
Program-program tersebut membantu dalam meningkatkan kesehatan fisik
dan psikologis karyawan, sehingga menurunkan tingkat absensi.
Program-program ini mengembangkan semangat kerja karyawan,
meningkatkan produktivitas, kepuasan kerja dan komitmen karyawan
terhadap tujuan organisasi.
Program-program ini juga bertujuan memajukan individu dalam kehidupan
pribadi dan profesional.
Mereka meningkatkan komunikasi antara semua tingkat manajemen yang
membantu dalam meminimalkan konflik antara berbagai tingkat karyawan.
Program-program ini meningkatkan efisiensi manajemen dan memperkuat
organisasi karyawan.
Program-program ini meningkatkan keterampilan resolusi kepemimpinan,
pemecahan masalah, interpersonal dan konflik karyawan.
Penting untuk mengasah dan pemanfaatan keterampilan kreatif dan inovasi
para karyawan.
Tujuan utama dari pelatihan adalah untuk memastikan ketersediaan tenaga
kerja yang terampil dan bersedia untuk organisasi. Selain itu, ada empat tujuan
lainnya yaitu: Individu, Organisasi, Fungsional, dan Sosial.
Tujuan individu - membantu untuk karyawan dalam mencapai tujuan pribadi
mereka, yang pada gilirannya, meningkatkan kontribusi individu untuk
organisasi.
Tujuan Organisasi - membantu organisasi dengan tujuan utama dengan
membawa efektivitas individu.
Tujuan Fungsional - mempertahankan kontribusi departemen pada tingkat
yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Tujuan Sosial - memastikan bahwa organisasi secara etis dan bertanggung
jawab sosial dengan kebutuhan dan tantangan dari masyarakat.
Selanjutnya, tujuan tambahan adalah sebagai berikut:
Untuk mempersiapkan karyawan baru dan lama untuk memenuhi hadir serta
perubahan kebutuhan dari pekerjaan dan organisasi.
Untuk mencegah usang.
Mempersiapkan karyawan untuk tugas-tugas yang lebih tinggi.
Membantu karyawan untuk berfungsi lebih efektif dalam posisi mereka saat
ini dengan mengekspos konsep terbaru, informasi dan teknik dan
mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan dalam bidang khusus
mereka.
Mempersiapkan untuk menduduki posisi yang lebih bertanggung jawab.
3.2 Metode Krikpatrick
Setelah kegiatan pelatihan usai dilaksanakan, untuk melihat efektifitas dari
program tersebut perlu diadakannya evaluasi. Menurut Aguinis & Kraiger (2009)
Training evaluation adalah investigasi sistematik untuk melihat apakah program
pelatihan menghasilkan pengetahuan, keterampilan, atau perubahan afektif pada
peserta. Sejauh ini pendekatan yang paling populer untuk evaluasi pelatihan dalam
sebuah organisasi adalah framework dari Kirkpatrick yang dikenal sebagai
Krikpatrick Four Levels Evaluation Model (Bates, 2004). Kirkpatrick adalah model
evaluasi pelatihan yang menggambarkan empat level evaluasi dari hasil pelatihan,
diantaranya adalah: reaction, learning, behavior, dan results.
Level satu (Reaction) meliputi evaluasi dari pelatihan yaitu ingin mengetahui
tingkat kepuasan peserta pelatihan. Program pelatihan dianggap efektif apabila proses
pelatihan dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta, sehingga mereka
tertarik dan termotivasi untuk belajar serta berlatih. Peserta pelatihan akan belajar
dengan lebih baik ketika dia merasa puas dengan suasana dan lingkungan tempat ia
belajar.
Level kedua (Learning) adalah indikator mengenai pembelajaran yang telah
terjadi selama pelatihan. Peserta dikatakan telah belajar apabila dirinya telah
mengalami perubahan sikap, keterampilan dan pengetahuan. Program dikatakan
berhasil ketika aspek-aspek tersebut diatas mengalami perbaikan dengan
membandingkan hasil pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan.
Selanjutnya untuk level ketiga (Behavior) adalah penilaian yang difokuskan
pada perubahan tingkah laku setelah peserta kembali ke tempat kerja. Sejauh mana
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam pelatihan yang diterapkan pada
pekerjaan. Apakah penambahan ketrampilan peserta itu diimplementasikan dalam
lingkungan kerja ataukah dibiarkan berlalu dalam diri peserta tanpa pernah
diimplementasikan. Evaluasi perilaku ini dapat dilakukan melalui observasi langsung
ke dalam lingkungan kerja peserta. Disamping itu bisa juga melalui wawancara
dengan atasan maupun rekan kerja peserta.
Level keempat dan terakhir (Result), Evaluasi terhadap result bertujuan
mengetahui dampak perubahan perilaku kerja peserta pelatihan terhadap tingkat
produktifitas organisasi. Aspek yang bisa menjadi acuan dalam evaluasi ini meliputi
kenaikan produksi, peningkatan kualitas produk, penurunan biaya, penurunan angka
kecelakaan kerja baik kualitas maupun kuantitas, penurunan turn over, maupun
kenaikan tingkat keuntungan.
BAB IV
Analisa
Berdasarkan hasil wawancara sebelumnya dapat diketahui bahwa RBB
ternyata belum menerapkan dengan matang beberapa proses pelatihan sesuai dengan
prosedur. RBB merupakan perusahaan yang terbilang baru meski sudah berdiri dari
tahun 2008, namun baru benar-benar jalan pada bulan maret 2014 setelah 6 tahun
vakum. Menurut narasumber 2, RBB merupakan perusahaan kecil, maka tidak harus
mengikuti proses prosedural (teori) training yang panjang. Dan narasumber tersebut
mengatakan juga bahwa pelaksanaan kegiatan pelatihan di RBB dilaksanakan secara
aktual saja yaitu berdasarkan kondisi tempat kerja tersebut. Secara prosedural
sebelum pelaksanaan training dimulai pihak HR seharusnya perlu mengadakan Need
Analysis. Ada tiga proses yang harus dilakukan yaitu: Organizational analysis, Task
analysis dan Person analysis (Aamodt, 2013).
Namun pada aktualnya di RBB kegiatan Need Analysis ini hanya dilakukan
pada bagian organizational dan person analysis saja. Hal ini terbukti dengan adanya
pernyataan bahwa, sebelumnya hanya dilakukan wawancara kepada pihak user atau
atasannya untuk mengetahui tenaga kerja mana yang membutuhkan pelatihan dan
pada area mana pelatihan itu dibutuhkan (person analysis). Sesuai dengan penjelasan
Laird, Horton, dan Naquin (2013) bahwa seharusnya penyusunan kebutuhan pelatihan
didapatkan dari customer dimana di sini berarti kepada ketua pelatihan/ kepala unit
kerja, lebih ditekankan dalam menentukan kebutuhan pelatihan bukan jenis
pembinaannya, melalui wawancara dan survei agar ditemukannya data yang akurat
mengenai kebutuhan dan priotitas kebutuhaan pelatihan untuk tercapainya tujuan
pelatihan nanti.
Selain itu penghematan dana yang sedang dilakukan RBB merupakan faktor
dari organizational analysis sehingga pelatihan dapat dipertimbangkan untuk
dijalankan atau tidak. Satu proses yang tidak dilakukan yaitu task analysis, dimana
pada proses ini bertujuan untuk mengidentifikasi tugas-tugas yang dilakukan oleh
masing-masing tenaga kerja dengan menggunakan metode analisa jabatan. Sempat di
ceritakan sebelumnya bahwa di RBB saat ini belum bisa melaksanakan analisa
jabatan. Hal inilah yang menjadi sumber dari tersendatnya laju HR dalam setiap
programnya. Narasumber 1 sangat menyayangkan kegagalan projek analisa jabatan
tahun ini. Padahal menurutnya pelaksanaan analisa jabatan saat ini sudah dibutuhkan.
Mengingat sudah mulai muncul beberapa keluhan atau berbagai komplain dari para
karyawan, salah satunya masalah gaji dan jobdesk yang dirasa kurang jelas.
Meskipun begitu pihak HR sangat menyadari sepenuhnya bahwa pihaknya terus
berusaha merapihkan segala sesuatunya agar pelaksanaan HR dapat berjalan dengan
sesuai.
Selain itu evaluasi dari program pelatihan yang seharusnya juga dilakukan
pun tidak terlaksana dengan maksimal. Menurut narasumber 1, seusainya karyawan
melaksanakan program pelatihan tersebut mereka hanya sebatas ditanyakan mengenai
perasaan mereka selama mengikuti kegiatan pelatihan. Mereka ditanya mengenai hal
apa sajakah yang diberikan, bagaimana materinya, dan apakah menyenangkan atau
tidak. Jika merujuk pada teori metode evaluasi pelatihan dari Krikpatrick maka RBB
selama ini hanya melakukan evaluasi di level 1 yaitu Reaction. Pada level 1
(Reaction) meliputi evaluasi dari pelatihan yaitu ingin mengetahui tingkat kepuasan
peserta pelatihan (Bates, 2004).
Hal ini tentunya sangat disayangkan karena dengan tidak dilakukannya level
evaluasi selanjutnya maka akan memungkinkan karyawan yang telah mendapat
pelatihan tersebut kurang mengimplementasikan pelajaran dan pengetahuan yang
didapatkan dengan maksimal. Padahal seharusnya fungsi pelatihan menurut Laird,
Holton dan Naquin (2003) mampu mengubah orang yang tidak tahu menjadi tahu,
kurang terampil menjadi sangat terampil, tujuan ini kurang tercapai akhirnya. Jika
tidak dilakukan pengukuran sejauh mana para keryawan telah melakukan perubahan
maka kegiatan pelatihan terasa tidak maksimal dijalankan.
BAB V
Kesimpulan & Saran
Setelah melakukan beberapa kajian mengenai tahapan yang dilakukan
sebelum pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan pada perusahaan RBB maka dapat
diperoleh beberapa kesimpulan. Pertama, mengenai tahapan awal yang dilakukan
oleh RBB dalam menyiapkan karyawan yang akan mengikuti pelatihan adalah
dengan melakukan Need Analysis. Ada 3 tipe dari need analysis yang sering
dilakukan yaitu : Organizational analysis, Task analysis dan Person analysis. Namun
pada pelaksanaannya masih terdapat beberapa tahapan yang tidak dilakukan. RBB
hanya melakukan dua dari tiga proses yang seharusnya dilakukan yaitu
Organizational dan Person analysis. Kedua, kegiatan evaluasi hasil pelatihan yang
dilakukan oleh RBB jika merujuk pada metode evaluasi dari Krikpatrick hanya
mencapai level 1 (Reaction) dari 4 level yang ada tersebut.
Memang cukup sulit untuk dapat melaksanakan tahapan-tahapan sesuai
dengan teori yang ada. Terlebih RBB saat ini belum melaksanakan analisa jabatan
yang dibutuhkan bagi terlaksananya kegiatan HR lainnya. Meskipun begitu
mahasiswa sangat mendukung agar pihak HR tetap berjuang untuk segera
melaksanakan analisa jabatan yang hasilnya nanti dapat digunakan salah satunya
dalam pelaksanaan pelatihan bagi para karyawan. Mahasiswa juga sangat
menyarankan agar RBB melakukan evaluasi setelah kegiatan pelatihan usai
dilaksanakan. Jika mengacu pada metode Krikpatrick yng ada diharapkan RBB dapat
melakukannya hingga level 4 (Result). Hal ini sangat penting mengingat bahwa
banyak manfaat dari pelatihan yang bisa didapatkan seperti yang telah dijabarkan
diatas, maka perlunya hasil pembelajaran dari pelatihan juga dapat
diimplementasikan dengan baik.
Refleksi Diri
1. Pengalaman Kerja
Selama hampir satu bulan setengah Saya mengikuti kegiatan magang di PT.
Radiant Bukit Barisan ini banyak pengalaman dan pengetahuan baru yang bisa
didapatkan. Pengalaman kerja tersebut tentunya tidak lepas dari suka duka yang
terjadi. Pada awalnya perjanjian antara pihak perusahaan dengan mahasiwa sebelum
magang dilaksanakan adalah membantu projek pembuatan Job Description atau
analisa jabatan yang akan dilakukan pada perusahaan tersebut. Pihak perusahaan,
khususnya HR Suvervisor pun sudah mempersiapkan berbagai materi untuk
dijelaskan mengenai analisa jabatan dan beberapa tugas yang akan dilakukan selama
magang berlangsung. Namun, kenyataan yang ada tidak sesuai dengan apa yang telah
direncanakan di awal. Kurang lebih dua minggu berlalu saya berada disana projek
yang dijanjikan pun tak kunjung diberikan.
Selama kurang lebih dua minggu waktu yang telah dilalui saya beserta dua
rekan saya yang juga magang ditempat yang sama akhirnya dialihkan untuk
mengerjakan pekerjaan HR lainnya yaitu di bagian GA (General Affair) yang pada
saat itu memang cukup banyak. Divisi ini bertanggungjawab atas pengadaan barang
dan jasa yang mendukung seluruh aktivitas operasional kantor dan melakukan
pemeliharaan asset fisik kantor serta bekerjasama dengan bagian keuangan untuk
melakukan pengelolaan anggaran atas biaya pengadaan barang/jasa, pemeliharaan
serta biaya-biaya lain yang terkait. Pekerjaan yang diberikan merupakan pekerjaan
yang administratif, seperti menginput data izin dan perjalanan dinas para karyawan,
pencatatan data karyawan hingga melakukan inventoris barang kantor.
Hingga akhirnya HR Suvervisor memberitahukan kabar yang cukup membuat
saya saat itu sangat kecewa. Beliau mengatakan bahwa projek analisa jabatan yang
telah disepakati diawal ternyata tidak dapat dilaksanakan pada saat ini. Secara jujur
beliau mengatakan ada pihak-pihak tertentu yang tidak menyetujui dengan alasan
pribadi. Padahal semua dokumen mengenai pengadaan projek tersebut telah
ditandatangani oleh para petinggi perusahaan. Beliau mengatakan hal tersebut dengan
wajah yang terlihat sedikit menahan emosi saat bercerita mengenai pembatalan projek
ini. Dari cerita yang dijabarkannya pun diketahui bahwa beliau sempat terlibat debat
yang cukup panas mengenai pelaksanaan projek ini dengan pihak-pihak yang
dikatakannya ‘usil’ tersebut.
Pada akhirnya beliau mencari alternatif lain agar saya dan rekan magang
lainnya tetap bisa melakukan beberapa pekerjaan terkait HR. Beliau memberikan
kami tugas membuat makalah terkait bidang HR yang kini juga menjadi topik dari
laporan magang yang saya berikan untuk tugas kampus. Selain itu beliau juga
mengatakan untuk mau membantu bagian HR lainnya yaitu GA dalam menuntaskan
beberapa pekerjaan yang pada saat itu cukup banyak. Meskipun cukup banyak,
pekerjaan tersebut diberikan secara bertahap sehingga dalam sehari saya dan rekan
magang lainnya terkadang sudah tak memiliki pekerjaan. Beberapa hari kemudian
saya dikunjungi oleh pihak Finance Suvervisor. Beliau mengatakan pada saya agar
lebih baik membantu pekerjaan finance yang saat itu lebih sibuk dibanding HR yang
cukup banyak memiliki waktu lowong atau yang sering kita kenal dengan sebutan
‘gabut’.
Pada awalnya saya merasa setengah hati mengerjakan pekerjaan bagian
finance, karena mengingat perjanjian awal untuk magang di perusahaan tersebut
adalah mengerjakan pekerjaan terkait bidang HR. Namun, seiring berjalannya waktu
saya dapat menyesuaikan diri dengan baik dan berusaha mengerjakan semua
pekerjaan yang diberikan dengan sebaik-baiknya. Hingga akhir pelaksanaan magang
pada perusahaan tersebut saya dan rekan magang lainnya lebih banyak mengerjakan
pekerjaan yang terbilang administratif. Sesekali HR suvervisor saya mengadakan
workshop untuk memberikan materi lain atau menanyakan mengenai progress
magang yang telah dilaksanakan.
Banyak pengalaman yang saya lalui, namun ada satu hal yang berkesan bagi
saya. Pengalaman itu adalah dimana Deputy Manager perusahaan yang merupakan
orang Malaysia, memanggil saya dan rekan magang lainnya untuk berbincang-
bincang di ruangannya. Ini adalah kali kedua saya dan rekan magang lainnya
memasuki ruangan beliau untuk sekedar berbincang. Pada pertemuan pertama di
ruangannya, beliau menginterview singkat saya dan dua rekan magang lainnya
mengenai alasan memilih perusahaan ini, tujuan dan beberapa pertanyaan lainnya
terkait magang. Pada kesempatan pertama tersebut setelah beliau mengetahui kami
dari jurusan psikologi, dengan percaya dirinya beliau mengubah gaya duduknya dan
menyuruh kami untuk membaca seperti apakah kepribadian beliau jika bergaya
seperti itu. Hal ini juga terjadi sesaat setelah kami memperkenalkan diri kepada
beberapa pegawai lainnya. Mereka semua antusias untuk diberitahu oleh kami
mengenai pribadi masing-masing.
Hal inilah yang menjadi salah satu insight yang saya dapatkan juga, karena
masih banyak orang-orang yang memiliki ekspetasi yang keliru mengenai orang-
orang yang mengambil jurusan psikologi. Mereka banyak memiliki ekspetasi bahwa
sebagai mahasiswa jurusan psikologi mampu membaca pikiran seseorang. Pada
kesempatan itu juga saya mencoba menjelaskan bahwa ilmu Psikologi bukanlah ilmu
dukun, perlu proses yang sangat panjang dan rumit untuk bahkan menilai atau
mengatakan bahwa seseorang memiliki gejala atau karakter tertentu. Bahkan sebagai
lulusan S1 pun kami belum berhak memberikan diagnosa secara cuma-cuma.
Pengalaman untuk bisa bersosialisasi dengan orang-orang yang memiliki latar
belakang berbeda, terlebih lagi perbedaan umur yang cukup jauh adalah sesuatu yang
menantang bagi saya. Pada awalnya saya merasa serba bingung dan takut ketika harus
berhadapan dengan para petinggi perusahaan dan pegawai lainnya yang notabennya
lebih tua dari saya. Beruntungnya orang-orang tersebut tidak begitu kaku dalam
menyambut kedatangan saya dan rekan magang lainnya. Mereka tak segan menyapa
kami lebih dulu dan selalu memberikan sapaan dan senyuman setiap harinya. Melihat
keadaan tersebut saya akhirnya dengan cepat dapat menysuaikan diri dan mendapat
banyak kenalan baru.
Terlepas dari tercapai atau tidaknya tujuan awal kami melaksanakan magang
di tempat ini, saya tetap mendapat banyak pengalaman, pengetahuan dan hal baru
yang sangat bermanfaat. Salah satu hal berkesan bagi saya selama magang adalah
bertemu dengan sosok HR Suvervisor yang memiliki sikap berpendirian teguh. Meski
terdapat hal-hal yang pada akhirnya menghambat langkah pelaksanaan HR yang ideal
bagi perusahaan, beliau tetap teguh dengan pendiriannya dan tetap melakukan
pekerjaan dengan baik. Insight yang bisa saya dapatkan dari pengalaman tersebut
adalah tetap menjadi diri sendiri meski banyak orang lain tidak menyukai atau
menyetujui pendapat kita. Tidak perlu harus menjadi orang lain untuk bisa diterima
oleh orang lain. Tetap lakukan yang terbaik, terima keritikan sebagai bahan evaluasi
dan strategi terbaru untuk melakukannya kembali.
2. Tentang diri pribadi
Banyak hal penting yang dapat saya pelajari tentang diri saya selama
mengikuti kegiatan magang. Salah satunya adalah saya menyadari bahwa saya belum
berani untuk mengungkapkan atau mengajukan pendapat. Setiap kali saya dan rekan
magang lainnya merasa ada yang kurang mengerti atau memiliki keluhan mengenai
pekerjaan tersebut, kami hanya diam. Hingga akhirnya saya merasa kesal dan
kebingungan sendiri dan hal tersebut pada akhirnya membuat pekerjaan yang saya
lakukan terasa tidak maksimal. Selain itu saya juga menyadari bahwa masih kurang
dalam mengatur waktu dengan baik. Saya belum dapat memprioritaskan sesuatu
dengan baik. Hal tersebut membuat saya menjadi terbebani pada satu waktu tertentu.
Beberapa hal tersebut perlu diperbaiki untuk kedepannya.
Meski saya menyadari masih banyak kekurangan dalam diri, namun saya
merasa masih banyak juga hal yang perlu saya pertahankan dan kembangkan
kembali. Hal tersebut adalah kemampuan saya untuk cepat beradaptasi dan
bersosialisasi dengan orang lain. Hal tersebut saya sadari ketika dua rekan magang
saya lainnya mengatakan bahwa saya sangat cepat akrab dan disenangi oleh banyak
orang di kantor tersebut. Bagi saya meski adanya beberapa perbedaan usia, latar
belakang dan lainnya saya tidak harus membatasi diri saya untuk berteman. Karena
saya yakin akan banyak pengetahuan baru dan pengalaman yang bisa didapatkan dari
manapun dan siapapun.
3. Tentang rencana masa depan
Pengalaman magang ini merupakan pengalaman saya untuk pertama kalinya
merasakan bagaimana lingkungan kerja yang sesungguhnya. Pengalaman ini banyak
memberikan saya hal baru yang sangat bermanfaat. Salah satunya adalah saya dapat
menambah pengetahuan tentang perusahaan migas, merasakan rasanya bekerja
dibagian HR dan Finance, belajar bersosialisasi dengan orang-orang yang memiliki
latar belakang dan usia yang berbeda-beda. Semua itu pada prosesnya memberikan
dampak yang sangat bermakna bagi saya. Melalui kegiatan magang ini pun saya
mampu menyadari apa kekurangan dan kelebihan yang saya miliki. Terlebih lagi
semua ini akan berguna bagi perbaikan diri saya kelak saat benar-benar akan
melanjutkan ke dunia kerja.
Saya belajar bahwa di masa depan betapa perlunya untuk dapat berani dalam
mengajukan pendapat, bertanya, dan pentingnya dalam mengatur waktu agar semua
berjalan dengan baik. Semua hal tersebut dapat mulai dibiasakan dari kegiatan
perkuliahan di tahun-tahun terakhir ini. Selain itu saya perlu mempertahankan dan
mengembangkan kompetensi yang sudah baik dalam diri saya seperti kemampuan
bersosialisasi dan komunikasi dengan orang lain. Pada akhirnya semua pengalaman
meskipun itu baik dan buruk merupakan sebuah pelajaran baru yang saya yakin hal
tersebut hadir dalam kehidupan saya untuk membuat saya lebih baik lagi.
Daftar Isi
Aamodt, M. G. (2013). Appliying Psychology to Work. Canada: Wadsworth,
Cengage Learning.
Aguinis, H. & Kraiger, K. (2009). Benefits of Training and Development for
Individuals and Teams, Organizations, and Society. Colorado: Annual
Reviews.
Bates, Reid. (2004). A Critical Analysis of Evaluation Practice: The Krikpatrick
Model and The Principle of Beneficence. USA: Evaluation and Program
Planning.
Laird, D., Naquin, S.S., Holton III, E.F. (2003). Aproaches to Training and
Development. New York : Perseus Books Group.
Werner, J. M. & DeSimone, R. L. (2012). Human Resource Development, Sixth
Edition. Canada: South-Western, Cengage Learning.