Download - Makalah Matematika 2 - Edit
MAKALAH
HAKIKAT MATEMATIKA
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Matematika
Disusun oleh :WULAN SARI
NIM : 1251.0.15KELAS 1B
FAKULTAS TARBIYYAH PROGRAM PGSD/PGMI-S1INSTITUT AGAMA ISLAM LATIFAH MUBAROKIYYAH
PONDOK PESANTREN SURYALAYA2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari hitung-menghitung. Di segala
macam sosialisasinya pastilah manusia menggunakan hal tersebut. Dalam dunia
pendidikan, hal tersebut dinamakan ilmu hitung atau yang lebih populer dengan
sebutan matematika yang identik dengan hitung-hitungan.
Matematika sekolah adalah bagian dari matematika yang dipilih, antara lain
dengan pertimbangan atau berorientasi pada kependidikan. Dengan demikian,
pembelajaran matematika perlu diusahakan sesuai dengan kemampuan kognitif siswa,
mengkongkritkan objek matematika yang abstrak sehingga mudah difahami siswa.
Selain itu sajian matematika sekolah tidak harus menggunakan pola pikir deduktif
semata, tetapi dapat juga digunakan pola pikir induktif, artinya pembelajarannya dapat
menggunakan pendekatan induktif. Ini tidak berarti bahwa kemampuan berfikir
deduktif dan memahami objek abstrak boleh ditiadakan begitu saja.
Pada umumnya, sekelompok siswa beranggapan bahwa mata pelajaran
matematika sulit difahami. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
Pertama, siswa kurang memiliki pengetahuan prasyarat serta kurang mengetahui
manfaat pelajaran matematika yang ia pelajari. Kedua, daya abstraksi siswa kurang
dalam memahami konsep-konsep matematika yang bersifat abstrak.
2
BAB II
HAKIKAT MATEMATIKA
A. Pengertian Matematika
Secara etimologi berasal dari bahasa Yunani Kuno μάθημα (máthēma), yang
berarti pengkajian, pembelajaran, ilmu, yang ruang lingkupnya menyempit, dan arti
teknisnya menjadi "pengkajian matematika", bahkan demikian juga pada zaman kuno.
Kata sifatnya adalah μαθηματικός (mathēmatikós), berkaitan dengan pengkajian, atau
tekun belajar, yang lebih jauhnya berarti matematis. Secara khusus, μαθηματικὴ τέχνη
(mathēmatik tékhnē), di dalam bahasa Latin ars mathematica, berarti seni
matematika.
Matematika (dari bahasa Yunani: μαθηματικά - mathēmatiká) adalah studi
besaran, struktur, ruang, relasi, perubahan, dan beraneka topik pola, bentuk, dan
entitas. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika
didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur
operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. (Hasan
Alwi, 2002:723)
Menurut Sumardyono (2004:28) secara umum definisi matematika dapat
dideskripsikan sebagai berikut, di antaranya:
1. Matematika sebagai struktur yang terorganisir.
2. Matematika sebagai alat (tool).
3. Matematika sebagai pola pikir deduktif.
4. Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking).
5. Matematika sebagai bahasa artifisial.
6. Matematika sebagai seni yang kreatif.
Jadi matematika adalah ilmu yang terorganisir sebagai alat berpikir deduktif
dan cara bernalar untuk memahami bahasa artifisial dan sebagai seni kreastif yang
3
pembahasannya meliputi studi besaran, struktur, ruang, relasi, perubahan, dan
beraneka topik pola, bentuk, dan entitas.
B. Sejarah Matematika
Kata “matematika” bahasa Yunani Kuno μάθημα (máthēma), yang berarti
pengkajian, pembelajaran, ilmu, juga mathematikos yang diartikan sebagai “suka
belajar ilmu matematika” telah banyak dikenal orang pada masa pra sejarah. Banyak
ditemukan berbagai tulisan matematika di berbagai wilayah yang merupakan sisa
peninggalan zaman prasejarah, di antaranya :
1. Matematika Babilonia tahun 1900 SM, ditemukan oleh Plimpton;
2. Matematika Moskow di Rusia tahun 1950 SM;
3. Matematika Rhind di Mesir tahun 1650 SM;
4. Sulbha sutra / matematika India tahun 800 SM.
Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir. Oleh karena itu
logika merupakan dasar untuk terbentuknya matematika. Logika adalah bayi
matematika, sebaliknya matematika adalah masa dewasa logika. Pada awal
perkembangan matematika di Indonesia setelah penjajahan Belanda dan Jepang,
digunakan istilah “Ilmu Pasti” untuk matematika. Dalam penyelenggaraan di sekolah
digunakan berbagai istilah cabang matematika seperti :
1. llmu Ukur,
2. Aljabar,
3. Trigonometri,
4. Goniometri.
5. Stereometri,
6. llmu Ukur Lukis
Sejarah matematika termasuk bagian dari matematika. Sejarah matematika
tidak saja ada karena keberadaannya merupakan suatu keniscayaan, tetapi ia juga
penting karena dapat memberi pengaruh kepada perkembangan matematika dan
4
pembelajaran matematika. Matematika yang diciptakan oleh manusia terdahulu,
memberi ilham bagi paradigm pembelajaran yang bersifat konstruktivistik sebagai
bentuk implikasi sejarah matematika dalam pembelajaran.
Siswa-siswi diperbolehkan menggunakan usahanya sendiri dalam
menyelesaikan masalah matematika. Bahkan, siswa dan siswi diberi kebebasan dalam
menggunakan bahasa dan lambangnya sendiri. Paradigma semacam ini menjadi suatu
kecenderungan dalam pembelajaran matematika realistik atau konstruktivis.
Perkembangan matematka dalam diri individu (ontogeny) mungkin saja yang sama
dengan perkembangan matematika itu sendiri (phytogeny).
C. Sejarah Perkembangan Matematika
1. Pembelajaran yang Realistik/Konstruktivis
Pemahaman pembagian sebagai distribusi sesungguhnya tidak membutuhkan
“ceramah” dari guru, karena siswa memiliki potensi untuk "menemukan" konsep
tersebut. Lalu daripada langsung menyuguhkan lambang formal semacam 36 : 3, guru
dapat menggunakan soalyang kontekstual, seperti di bawah ini :
Tiga anak akan membagi 36 permen sama rata. Berapa permen yang akan diperoleh
oleh tiap-tiap anak? Siswa-siswi mungkin akan menemukan salah satu dari model atau
prosedur penyelesaian berikut ini.
a. Membagi dengan dasar geometris, yaitu dengan membagi susunan permen menjadi
tiga daerah bagian yang sama.
b. Mendistribusi satu demi satu. Mungkin dengan menyilang permen yang telah
didistribusi ke salah satu anak.
c. Mengelompokkan tigatiga. Mungkin dengan pertimbangan setiap kali permen
didistribusi, akan terdistribusi ke tiga orang anak.
Model atau strategi penyelesaian tersebut di atas secara implisit memuat ide
tentang pengurangan berulang (repeated subraction) maupun bagi adil (fair sharing),
bahkan ide tentang kebalikan perkalian (invers of multiplication). Tugas guru adalah
5
memfasilitasi siswa-siswi sampai pada ide-ide tersebut sebelum benar-benar
menyatakannya sebagai kalimat matematika formal (penggunaan simboldan
konsep/prinsip matematika).
2. Sejarah Bilangan Negatif dan Bilangan Positif di Cina Kuno
Di Cina, penggunaan bilangan positif ditandai dengan batang (atau gambar
batang) merah, sedangkan bilangan negatif ditandai dengan batang hitam. Mungkin ini
telah dikenal ribuan tahun yang lalu, dan kita dapat melihatnya pada Jianzhong
Suanshu (antara tahun 206 SM -220 M). Apa yang digunakan oleh orang Cina Kuno
tersebut dapat digunakan dalam pembelajaran
untuk menunjukkan bilangan bulat (bulat positif, nol, dan bulat negatif).
lllustrasi dari Cina kuno dapat digunakan untuk menunjukkan sifat negative sebagai
hutang dan positif sebagai piutang (atau mempunya).
3. Batang Napier dalam Pembelajaran Aturan Perkalian
John Napiler (1550 - 1617) dalam bukunya Rabdologiae yang diterbitkan tahun
1617 menyuguhkan sebuah alat melakukan perkalian yang disebut Batang Napiler dan
menjadi terkenal pada zamannya. Alat tersebut menggunakan prinsip perkalian
desimal yang telah dikenal diArab melalui apa yang disebut lattice diagram.
Sebuah batang Napiler terdiri atas 10 kotak, dengan kotak teratas menunjukkan
sebuah bilangan dasar (digit) dan kotak selanjutnya berturut-turut merupakan hasil
perkalian bilangan dasar tersebut dengan bilangan t hingga 9 dengan bagian satuan
diletakkan diposisi tengah diagonal dan bagian puluhan diletakkan di bagian atas
diagonal.
6
7
BAB III
KARAKTERISTIK MATEMATIKA
A. Memiliki Objek Abstrak
Dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak dan sering
disebut objek mental. Objek-objek itu merupakan objek pikiran. Objek dasar itu
meliputi fakta, konsep, operasi ataupun relasi dan prinsip. Dari objek itulah dapat
disusun suatu pola dan struktur matematika. Konsep adalah idea abstrak yang dapat
digunakan untuk menggolongkan sekumpulan objek.
Konsep berhubungan erat dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang
membatasi suatu konsep. Dengan adanya definisi orang dapat membuat ilustrasi atau
gambar atau lambang dari konsep yang didefinisikan. Sehingga menjadi jelas apa yang
dimaksud konsep tertentu.
Definisi pertama digolongkan dalam definisi analitis, yaitu definisi yang
menyebutkan genus proksimum (genus terdekat) dan deferensia spesifika (pembeda
khusus). Sebagai contoh “Belah ketupat adalah jajargenjang yang...”, genus
proksimumnya yaitu “jajargenjang” sedangkan deferensia spesifiknya adalah
keterangan yang berada dibelakang kata “yang”.
Sedangkan definisi kedua digolongkan definisi genetik, yaitu definisi yang
menyebutkan bagaimana konsep itu terbentuk atau terjadi. Sebagai contoh trapesium
adalah segiemapat yang terjadi bila sebuah segitiga dipotong oleh sebuah garis yang
sejajar salah satu sisinya.
Operasi adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar dan pengerjaan
matematika yang lain. Sebagai contoh misalnya “penjumlahan”. “perkalian”.
“gabungan”. “irisan”. Unsur-unsur yang dioperasikan juga abstrak. Pada dasarnya
operasi dalam matematika adalah suatu relasi khusus karena operasi adalah aturan
untuk memperoleh elemen tungga dari satu atau lebih elemen yang diketahui.
8
Semesta dari elemen-elemen yang diketahui maupun dari elemen yang
diperoleh dapat sama tetapi dapat juga berbeda. Elemen tunggal yang diperoleh
disebut sebagai hasil operasi sedangaka satu atau lebih elemen yang diketahui disebut
elemen yang dipoerasikan. Dalam matematika dikenal dalam berbagai macam operasi
yaitu operasi unair, operasi biner, operasi terner dan sebagainya. Tergantung dari
banyak elemen yang dioperasikan. Penjumlahan adalah operasi biner karena elemen
yang dioperasikan ada dua. Tetapi “tambah lima” adalah operasi unair karena elemen
yang dioperasikan hanya satu. Dalam himpunan operasi gabungan adalah operasi biner
tetapi komplemen adalah operasi unair. Seringkali operasi juga disebut “skill” bila yang
ditekankan adalah keterampilannya.
Prinsip adalah objek matematika yang kompleks. Prinsip dapat terdiri dari
beberapa fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi.
Secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan antara berbagai
objek dasar matematika. Prinsip dapat berupa aksioma, teorema, sifat, dan
sebagainya.
B. Bertumpu Pada Kesepakatan
Seperti halnya dalam kehidupan keseharian kita, termasuk kehidupan
berbangsa dan bernegara, terdapat banyak kesepakatan yang mengikat semua
anggota masyarakat. Dalam matematika kesepakatan merupakan suatu tumpuan yang
amat penting. Kesepakatan yang mendasar adalah Aksioma dan konsep primitif.
Aksioma diperlukan untuk menghindarkan berputar-putarnya argumentasi dalam
pembuktian. Sedangkan konsep primitif diperlukan untuk menghindarkan berputar-
putar dalam mendefinisikan.
Aksioma juga disebut Postulat ataupun pernyataan pangkal (yang tidak perlu
dibuktikan). Sedangkan konsep primitif yang juga disebut sebagai undefined terms
ataupun pengertian pangkal tidak perlu didefinisikan. Beberapa aksioma dapat
membentuk suatu sistem aksioma yang selanjutnya dapat membetuk suatu sistem
9
aksioma yang selanjutnya dapat menurunkan berbagai teorema. Dalam aksioma tentu
terdapat konsep primitif tertentu dari satu atau lebih konsep primitif dan dapat
dibentuk konsep baru melalui pendefinisian.
C. Berpola Pikir Deduktif
Dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir
deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang
bersifat umum diterapkan atau diarahkan pada hal yang bersifat khusus”. Pola pikir
deduktif ini dapat terwujud dalam bentuk yang amat sederhana tetapi juga dapat
terbentuk dalam wujud yang tidak sederhana.
Seorang siswa SD sudah mengerti makna konsep “persegi” yang diajarkan
gurunya. Suatu hari siswa tersebut melihat berbagai macam bentuk pigura yang
terdapat pada suatu pameran lukisan. Saat itu dia menunjukkan pigura yang berbentuk
persegi dan yang bukan persegi, ini berarti siswa tersebut telah menerapkan
pemahaman umum tentang persegi ke dalam situasi khusus tentang pigura-pigura
tersebut. Jadi siswa itu pada waktu menunjuk pigura persegi telah menggunakan pola
pikir deduktif yang tergolong sederhana.
Banyak teorema dalam matematika yang “ditemukan” melalui pengamatan-
pengamatan khusus, misalnya Teorema Pythagoras. Bila hasil pengamatan tersebut
dimasukan dalam struktur matematika terentu maka teorema yang ditemukan harus
dibuktikan secara deduktif dengan menggunakan teorema dan definisi terdahulu yang
telah diterima.
D. Memiliki Simbol yang Kosong dari Arti
Dalam matematika terdapat banyak sekali simbol yang digunakan baik berupa
huruf ataupun bukan huruf. Rangkaian simbol-simbol dalam matematika dapat
membentuk suatu model matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan,
bangun eometrik tertentu dan sebagainya. Huruf-huruf yang digunakan dalam model
10
persamaan misalnya x+y=z belum tentu bermakna atau berarti bilangan, demikian juga
tanda “+” belum tentu operasi tambah untuk dua bilangan. Makna huruf dan tanda itu
tergantung dari permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya model itu. Jadi
secara umum bentuk dan tanda dalam model x+y=z masih kosong dari arti, terserah
pada yang memanfaatkan model itu. Kosongnya arti simbol mauun tanda dalam
model-model matematika itu justru memungkinkan “interval” matematika ke dalam
bebagai pengetahuan. Kosongnya arti memungkinkan matematika memasuki medan
garapan dari ilmu bahasa (linguistik).
E. Memperhatikan Semesta Pembicaraan
Sehubungan dengan kosongnya arti dari simbol-simbol dan tanda-tanda dalam
matematika jelas bahwa dalam menggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam
lingkup apa simbol itu dipahami. Bila lingkup pembicaraannya bilangan. Maka simbol-
simbol diartikan bilangan. Bila lingkup pembicaraannya transformasi maka simbol-
simbol itu diartikan suatu transformasi. Lingkup pembicaraan itulah yang disebut
semesta pembicaraan. Benar atau salahnya atau ada tidaknya penyelesaian suatu
model matematika oleh semesta pembicaraannya.
F. Konsisten Dalam Sistemnya
Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai
kaitan satu sama lain tetapi juga ada sistem yang terdapat dipandang terlepas satu
sama lain. Misal dikenal sistem-sistem aljabar, atau sistem-sistem geometri. Sistem
aljabar dan sistem geometri tersebut dapat dipandang terlepas satu sama lain tetapi di
dalam sistem aljabar sendiri terdapat beberapa sistem yang lebih “kecil” yang terkait
satu sama lain.
Demikian juga dalam sistem geometri, terdapat beberapa sistem “kecil” yang
berkaitan satu sama lain. Dalam aljabar terdapat sistem aksioma dari ring, sistem
aksioma dari field dan sebagainya. Masing-masing sistem aksioma itu memiliki
11
keterkaitan tertentu. Demikian juga dalam sistem geometri terdapat sistem geometri
netral, sistem geometri Euiclides, sistem geometri non-Euiclides dan sebagainya.
Sistem-sistem geometri itu memilki kaitan tertentu juga.
12
BAB IV
HAKIKAT MATEMATIKA DI SEKOLAH
A. Penyajian Matematika di Sekolah
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik
dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik
(Mulyasa, 2002:100). Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah
mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan tingkah laku.
Pembelajaran matematika menurut Russeffendi (1993:109) adalah suatu
kegiatan belajar mengajar yang sengaja dilakukan untuk memperoleh pengetahuan
dengan memanipulasi simbol-simbol dalam matematika sehingga menyebabkan
perubahan tingkah laku.
Dalam kurikulum 2004 disebutkan bahwa pembelajaran matematika adalah
suatu pembelajaran yang bertujuan:
1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui
kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan,
perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi
2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan
dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat
prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba
3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan
gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram dalam
menjelaskan gagasan
13
B. Pola Pikir Matematika di Sekolah
Pola pikir matematika sebagai ilmu adalah deduktif. Tidaklah demikian halnya
dalam matematika sekolah, kalaupun siswa pada akhirnya tetap diharapkan mampu
berpikir deduktif, namun dalam proses pembalajarannya dapat digunakan pola pikir
induktif. Pola pikir induktif yang digunakan sebagai bentuk penyesuaian dengan tahap
perkembangan intelektual siswa-siswi. Namun, untuk penyajian matematika di MA
digunakan pola pikir deduktif.
Jika definisi jajaran genjang telah diterapkan di MI untuk memperkenalkan
konsep suatu bangun datar, misalnya persegi, guru dapat menunjukkan berbagai
bangun geometri atau gambar datar kepada siswanya, kemudian menunjuk bangun
yang berbentuk persegi, dengan mengatakan, “lni namanya persegi.” Selanjutnya
menunjuk bangun lain yang bukan persegi dengan mengatakan, “lni bukan persegi.”
Namun selanjutnya dapat juga ditanamkan pola pikir deduktif secara amat
sederhana, misalnya siswa MI tersebut diajak ke suatu tempat yang banyak bangun-
bangun geometrinya. Bila kepada siswa itu ditanyakan manakah yang merupakan
persegi, ternyata dia dapat menunjuk dengan benar, berarti siswa tersebut telah
menerapkan pola pikir deduktif yang sederhana. Demikian banyak topik matematika
yang penyajiannya perlu diawali dengan langkah-langkah induktif namun akhirnya
tetap diarahkan agar siswa dapat berpikir secara deduktif.
C. Tujuan Pendidikan Matematika
Tujuan pembelajaran matematika yang dalam tulisan ini menjadi fokus
pembahasan bertalian dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran
matematika. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006
dikemukakan bahwa mata pelajaran matematika diajarkan di sekolah bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
14
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat,
dalam oemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki
rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap
ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Bila diperhatikan secara cermat terlihat bahwa kelima tujuan yang
dikemukakan di atas memuat nilai-nilai tertentu yang dapat mengarahkan klasifikasi
atau penggolongan tujuan pembelajaran matematika di semua jenjang pendidikan
sekolah menjadi (1) tujuan bersifat formal dan (2) tujuan yang bersifat material.
Adapun tujuan yang bersifat formal lebih menekankan kepada menata penalaran
dan membentuk kepribadian. Sedangkan tujuan yang bersifat material lebih
menekankan kepada kemampuan menerapkan matematika dan keterampilan
matematika. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu
dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika,
menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.
D. Pola Dedukfif dan Induktif
Salah satu karakteristik matematika adalah berpola pikir deduktif. Dalam
pembelajaran matematika pola pikir deduktif tersebut tetap penting dan merupakan
salah satu tujuan yang bersifat formal, yang memberi tekanan kepada penataan nalar.
15
Meskipun pola pikir deduktif itu sangat penting, namun dalam pembelajaran
matematika terutama di jenjang Ml dan MTs.
Simpulan itu dapat saja berupa suatu definisi ataupun teorema yang diangkat
dari contoh-contoh tersebut. Hal itu dapat dilihat pada contoh terdahulu tentang
pembentukan jajaran genjang. Suatu teorema (misal teorema Pytagoras) yang
diperoleh dengan cara induktif itu bila kondisi kelas memungkinkan, dapat dibuktikan
kebenarannya secara deduktif. Namun jika pembuktian tersebut dipandang berat bagi
siswa MTs, pola deduktif dapat diperkenalkan melalui penggunaan definisi atapun
teorema tersebut dalam penyelesaian masalah. Pada jenjang MTs untuk menyajikan
topik-topik tertentu tidak harus menggunakan pola pikir Induktif. Pengenalan pola pikir
deduktif sudah dapat dimulai secara terbatas dan selektif, sedangkan pada jenjang
sekolah menegah khususnya MA, tentunya penggunaan pola pikir induktif dalam
penyajian sesuatu topik sudah semakin dikurangi.
16
BAB V
PENUTUP
Matematika adalah ilmu yang terorganisir sebagai alat berpikir deduktif dan
cara bernalar untuk memahami bahasa artifisial dan sebagai seni kreastif yang
pembahasannya meliputi studi besaran, struktur, ruang, relasi, perubahan, dan
beraneka topik pola, bentuk, dan entitas. Matematika adalah ilmu yang terorganisir
sebagai alat berpikir deduktif dan cara bernalar untuk memahami bahasa artifisial dan
sebagai seni kreastif yang pembahasannya meliputi studi besaran, struktur, ruang, relasi,
perubahan, dan beraneka topik pola, bentuk, dan entitas.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dirasakan sulit oleh
banyak siswa. Hal ini dikarenakan objek matematika yang abstrak, sehingga siswa sulit
memahaminya. Dengan demikian pembelajaran matematika perlu diusahakan sesuai
dengan kemampuan kognitif siswa, mengkongkritkan objek matematika yang abstrak
sehingga muda difahami siswa.
Tujuan pembelajaran matematika yang dalam tulisan ini menjadi fokus
pembahasan bertalian dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran
matematika.