Download - macam2 fraktur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada
lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa
trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan
tulang klavikula atau radius distal patah.
B. Struktur Tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi
mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut
Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan di bawah
periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang
masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal
sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang
disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap system terdiri
atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari matriks
tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae
(didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti
lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan
di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui
Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang
dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan
akhir dari sistem Haversian, yang di dalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari
tulang. Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon
yang di dalamnya terdapat bone marrow yang membentuk sel - sel darah merah.
Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang
memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow
kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa
menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast.
Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru.
Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel
penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang
tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstraseluler yang disebut matriks.
Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen,protein, karbohidrat, mineral, dan
substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi,
oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang dengan pembuluh darah. Selain
itu, di dalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang
menyebabkan tulang keras. Sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 – 400
ml/menit melalui proses vaskularisasi tulang.
C. Anatomi dan Kinesiologi.
Anatomi
Radius adalah tulang di sisi lateral lengan bawah, merupakan tulang pipa
dengan sebuah batang dan 2 ujung yang lebih pendek dari pada ulna.
Ujung atas radius kecil dan memperlihatkan kepala berbentuk kancing dengan
permukaan dangkal yang bersendi dengan kapitulum dari humerus. Sisi - sisi
kepala radius bersendi dengan taktik radius dan ulna. Di bagian bawah kepala
terletak leher, dan di bawah serta disebelah medial dari leher ada tuberositas radii,
yang dikaitkan pada tendon dari insersi otot biseps. Batang radius
di sebelah atas batangnya lebih sempit dan lebih bundar dari pada di bawah dan
melebar makin mendekati ujung bawah. Batangnya melengkung ke sebalah luar
dan terbagi dalam beberapa permukaan, yang seperti pada ulna memberi kaitan
kepada flexor dan pronator yang letaknya dalam di sebelah anterior; dan di
sebelah posterior memberi kaitan pada ekstensor dan supinator di sebelah dalam
lengan bawah dan tangan. Ligamentum interossea berjalan di radius ke ulna dan
memisahkan otot belakang dari yang depan lengan bawah.
Ujung bawah agak berbentuk segiempat dan masuk dalam formasi di
bawah sendi. Persendian inferior dari ujung bawah radius bersendi dengan skafoid
(os.navikular radii) dan tulang semilunar (lunatum) dalam formasi persendian
pergelangan tangan. Permukaan persendian di sebelah medial dari ujung bawah
bersendi dengan kepala dari ulna dan formasi persendian radio ulna inferior.
Sebelah lateral dari ujung bawah diperpanjang ke bawah menjadi prosessus stiloid
radius.
Kinesiologi
Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulnar yang
diperkuat oleh ligamentum anulare yang melingkari kapitulum radius, dan di
distal oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh ligamen radioulnar, yang
mengandung fibrokartilago triangularis. Membrana interossea memperkuat
hubungan ini sehingga radius dan ulna merupakan satu kesatuan yang kuat
(Gambar 1). Oleh karena itu, patah yang hanya mengenai satu tulang agak jarang
terjadi atau bila patahnya hanya mengenai satu tulang, hampir selalu disertai
dislokasi sendi radioulnar yang dekat dengan patah tersebut. Selain itu, radius dan
ulna dihubungkan oleh otot antartulang, yaitu M. Supinator, M. Pronator Teres,
M. Pronator Quadratus yang membuat gerakan pronasi - supinasi. Ketiga otot itu
bersama dengan otot lain yang berinsersi pada radius dan ulna menyebabkan patah
tulang lengan bawah disertai dislokasi angulasi dan rotasi, terutama pada radius.
D. Pemeriksaan.
Pada pemeriksaan fisik didapati tanda fraktur. Pemeriksa harus
memperhitungkan kemungkinan adanya gangguan syaraf, atau kerusakan
pembuluh darah. Pada pemeriksaan radiologis yang perlu diperhatikan adalah
adanya luksasi sendi radioulnar proksimal atau distal yang lebih dicurigai apabila
ditemukan fraktur hanya pada salah satu tulang disertai dislokasi.
E. Penyulit.
Lesi saraf jarang terjadi pada fraktur tertutup. Apabila terjadi, bisa
mengenai saraf radialis, u1naris maupun medianus atau cabangnya. Cedera saraf
radialis ditemukan pada fraktur Montegia, sedangkan cedera saraf medianus
sering terjadi pada fraktur radius distal. Karena di lengan bawah terdapat banyak
pembuluh darah kolateral, kerusakan pembuluh darah jarang berakibat berat
terhadap lengan bawah. Penyulit yang segera tampak berupa sindrom
kompartemen juga relatif jarang.
F. Macam – macam Fraktur yang Sering Terjadi
Berikut ini akan dibahas beberapa fraktur yang sering terjadi
pada regio antebrachii, yaitu : Fraktur Montegia, Fraktur Galeazi, Fraktur
Supracondylus, Fraktur Colles, dan Fraktur Smith.
I. FRAKTUR MONTEGIA
I.1. Pengertian
Fraktur Montegia adalah fraktur (discontinuitas) pada bagian proksimal
ulna dan di sertai dislokasi caput radius (radioulnar joint). Kejadian secara relatif
luar biasa dilaporkan kurang lebih 5% dari kejadian fraktur lengan bawah.
I.2. Klasifikasi
Menurut Bado Fraktur Montegia dapat diklasifikasikan 4 tipe yakni :
a. Tipe I
Fraktur pada proksimal atau 1/3 tengah dari ulna dengan dislokasi
anterior pada caput radius.
Bado lesi tipe 1. Fraktur Montegia pada umumnya.
Bado lesi tipe I.
b. Tipe II
Fraktur pada proksimal atau 1/3 tengah dari ulna dengan dislokasi
posterior pada caput radius.
Bado lesi tipe II.
Bado lesi tipe II. Setelah ORIF (Open Reduction Internal Fixation).
c. Tipe III`
Fraktur dari metafisis ulna dengan dislokasi lateral dari caput
radius.
Bado lesi tipe III dengan pergeseran lateral dari caput radius (with lateral
displacement of the radial head).
d. Tipe IV.
Fraktur pada proximal dan 1/3 tengah dari radius dan ulna dengan
dislokasi anterior dari caput radius.
Bado lesi tipe IV.
I.3. Mekanisme cedera
Biasanya penyebabnya adalah jatuh mengenai tangan, kalau pada saat
benturan tubuh memuntir, daya geraknya dapat dengan kuat mempronasikan
lengan bawah. Caput radius dapat berdislokasi ke depan dan sepertiga proximal
dari ulna bisa patah dan dapat melengkung ke depan. Kadang-kadang daya
penyebabnya adalah hiperekstensi.
I.4. Gambaran Klinis
Deformitas ulna biasanya jelas tetapi caput radius yang berdislokasi dapat
tersembunyi akibat adanya bengkak. Suatu tanda yg berguna adalah nyeri dan
nyeri tekan sisi lateral siku disertai terdengar bunyi krepitasi.
Sinar-X
Pada kasus ini pemeriksaan foto rontgennya adalah foto regio antebrachii
anterior posterior dan lateral. Dari hasil foto biasanya didapatkan caput radius
yang berdislokasi ke depan, dan terdapat fraktur pada sepertiga bagian atas ulna
dengan perlengkungan ke depan. Kadang-kadang dislokasi radius dapat disertai
dengan fraktur olecranon. Selain itu kadang-kadang dapat di temukan caput radius
berdislokasi ke posterior dan fraktur ulna melengkung ke belakang. Pada kasus
fraktur ulna yang terisolasi selalu diperlukan pemeriksaan sinar-X pada siku.
I.5. Penatalaksanaan
Indikasi untuk pengobatan dari fraktur Montegia didasarkan pada pola
spesifik dari fraktur dan umur penderita. Sebagian besar fraktur Montegia pada
anak-anak dapat dilakukan closed reduction dan long arm cast, sedangkan pada
sebagian besar orang dewasa dilakukan open reduction internal fixation.
Clossed reduction dengan mengunakan sedasi diberikan apabila
kejadiannya sudah berlangsung 6-8 jam. Clossed reduction biasanya dilakukan
dengan posisi supinasi, tetapi kadang memerlukan traksi dan penekanan langsung
dari caput radius. Apabila closed reduction tidak berhasil maka akan segera di
lakukan open reduction di kamar operasi. Penundaan reduksi dari caput radius
dapat mengakibatkan kerusakkan artikular secara permanen, cedera saraf atau
keduanya.
Apabila terjadi open fraktur maka akan dilakukan operasi emergensi. Pada
bado tipe I,III, dan IV dilakukan posterior long arm cast dengan posisi siku flexi
90 derajat dan supinasi penuh.sedangkan pada bado tipe II dilakukan posterior
long arm cast dengan posisi siku flexi 70 derajat dan supinasi. Imobilisasi dapat
dilakukan selama 6 minggu.
I.6. Komplikasi
Malunion
Malunion ulna tidak terlalu mengakibatkan kelemahan tetapi dapat
menyebabkan caput radius tetap berdislokasi dan membatasi flexi
siku.
Nonunion
Ruptur ligament
Selama dislokasi caput radius dapat terjadi ruptur ligamen. Ligamen
yang biasanya terkena adalah ligamen anulare dan ligamen collateral
radial.
Radiohumeral ankilosis
Radioulnar sinostois
II. FRAKTUR GALEAZZI
II.1. Definisi
Fraktur sepertiga distal radius dengan dislokasi radioulnar joint distal.
Fragmen distal angulasi ke dorsal. Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan
ujung distal ulna. Fraktur dislokasi Galeazzi terjadi akibat trauma langsung pada
wrist, khususnya pada aspek dorsolateral atau akibat jatuh dengan outstreched
hand dan pronasi forearm. Pasien dengan nyeri pada wirst atau midline forearm
dan diperberat oleh penekanan pada distal radioulnar joint.
Anteroposterior radiograf ini menunjukkan patah Galeazzi klasik: patah
miring atau melintang pendek dari jari-jari dengan dislokasi dari ulna distal. Hasil
dislokasi dari gangguan dari DRUJ (distal radio-ulna joint). Perhatikan ulna distal
yang menonjol (ulna varians positif).
II.2.Epidemiologi
Dari semua kasus patah tulang lengan bawah biasanya fraktur Galeazzi
terjadi sekitar 3-7% dan paling sering pada laki-laki. Walaupun pola fraktur
Galeazzi dilaporkan jarang, diperkirakan 7% dari seluruh patah tulang lengan
bawah pada orang dewasa.
II.3.Mekanisme cedera
Penyebab lazimnya adalah jatuh dengan posisi menumpu pada tangan,dan
mungkin disertai daya rotasi. Fraktur radius pada sepertiga bagian bawah dan
sendi radioulnar inferior bersubluksasi atau berdislokasi. Cedera ini hampir
merupakan pasangan fraktur dislokasi Montegia.
II.4.Gambaran klinik
Fraktur Galeazzi jauh lebih sering terjadi daripada fraktur Monteggia.
Ujung bagian bawah ulna yang menonjol merupakan tanda yang mencolok. Perlu
dilakukan pemeriksaan untuk lesi saraf ulnaris.
II.5. Pemeriksaan Sinar-X
Dilakukan foto antebrachii antero posterior (AP) dan lateral, juga
diperlukan foto kontralateral untuk perbandingan.
Hasil:
Fraktur melintang atau oblik yang pendek ditemukan pada sepertiga bagian bawah
radius, dengan angulasi atau tumpang-tindih. Sendi radioulnar inferior
bersubluksasi atau berdislokasi.
II.6.Terapi
Pada fraktur Galeazzi harus dilakukan reposisi dan imobilisasi dengan gips
di atas siku, posisi netral untuk dislokasi radius ulna distal, deviasi ulnar, dan
fleksi dan mobilisasi segera karena bagian distal mengalami dislokasi. Dengan
reposisi yang akurat dan cepat maka dislokasi sendi ulna distal juga tereposisi
dengan sendirinya. Apabila reposisi spontan tidak terjadi maka reposisi dilakukan
dengan fiksasi K-wire. Operasi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF).
Pada anak - anak dengan Galeazzi fraktur tertutup, reposisi dapat
dilakukan tanpa bentuk operasi. Namun tidak pada orang dewasa, karena
kemungkinan akan menyebabkan kerusakan permanen pada DRUJ. Berbeda
dengan anak-anak yang memiliki tingkat penyembuhan tulang yang cepat.
Namun, jika sangat parah tetap akan dilakukan operasi.
Teknik penanganan terapi konservatif dan operasi.
Metode penanganan konservatif
Prinsipnya dengan melakukan traksi ke distal dan mengembalikan posisi tangan
yang berubah akibat rotasi. Posisi tangan dalam arah benar dilihat letak garis
patahnya, 1/3 distal radius pronasi maka posisi seluruh lengan pronasi, setelah itu
dilakukan immobilisasi dengan gips di atas siku
Metode penanganan operatif
Persiapan preoperasi
Seperti fraktur lainnya, perencanaan preoperatif diperlukan.foto rontgen yang
tepat, beserta foto dari sisi yang sehat diperlukan sebagai perbandingan.
Operasi
Empat exposure dasar yang direkomendasikan :
1. Straight ulnar approach untuk fraktur shaft ulna.
2. Volar antecubital approach untuk fraktur radius proximal.
3. Dorsolateral approach untuk fraktur shaft radius, mulai dari kapitulum
radius sampai 1/3 distal shaft radius.
4. Palmar approach untuk radius 1/3 distal.
- Posisikan pasien terlentang pada meja operasi. Meja hand sangat membantu
untuk memudahkan operasi. Torniquet dapat digunakan kecuali bila didapatkan
lesi vaskuler.
- Expose tulang yang mengalami fraktur sesuai empat prinsip diatas.
- Reposisi fragmen fraktur seoptimal mungkin.
- Letakkan plate idealnya pada sisi tension yaitu pada permukaan dorsolateral
pada radius, dan sisi dorsal pada ulna. Pada 1/3 distal radius plate sebaiknya
diletakkan pada sisi volar untuk menghindari tuberkulum lister dan tendon -
tendon extensor.
- Pasanglah drain, luka operasi ditutup lapis demi lapis.
Kontraindikasi
Jika ada yang lebih mengancam jiwa harus dilakukan yang lebih prioritas,
operasi ini dapat ditangguhkan terlebih dahulu sampai pasien stabil.
II.7. Komplikasi
Tingkat komplikasi secara keseluruhan dalam pengobatan fraktur Galeazzi
sekitar 40%.
Komplikasi meliputi:
Nonunion
Malunion
Cross union
Kompartemen sindrom
Atropi sudeck
Trauma N. Medianus
Refracture
Ruptur tendo extensor sendi pergelangan tangan, pronasi, supinasi, fleksi
palmar, pergerakan serta ekstensi
II.8. Mortalitas
Pada umumnya rendah.
II.9. Perawatan pasca bedah
- Perawatan luka operasi pada umumnya.
- Drain dilepas 24-48 jam post operatif atau sesuai dengan produksinya.
- Elevasi lengan 10 cm di atas jantung.
- Mulai latihan ROM aktif dan pasif dari jari-jari, pergelangan tangan, siku
sesegera mungkin setelah operasi.
II.10. Follow up
- Fisioterapi aktif ROM tangan, pergelangan dan siku.
- Buat x-ray kontrol 6 minggu dan 3 bulan sesudahnya.
- Penyembuhan biasanya setelah 16-24 minggu, selama itu hindari olahraga
kontak dan mengangkat beban lebih dari 2 kilogram.
III. FRAKTUR SUPRACONDYLAR
III.1. Insiden
Kejadian fraktur supracondylus biasanya terjadi pada tulang yang imatur
dan biasanya ditemukan pada dekade awal kehidupan. Fraktur supracondylus
biasanya seing didapatkan pada anak-anak dimana fragmen distal dapat bergeser
ke posterior atau ke anterior. Ada 2 tipe fraktur supracondylus yakni : extension
type (terbanyak,96%) dan flexion type (4%).
III.2. Mekanisme Cedera
Biasanya terjadi akibat jatuh dengan posisi tangan terentang dengan siku
hiperekstensi sehingga dapat menyebabkan fraktur supracondylar tipe ekstensi.
Cederanya terjadi akibat dari hiperekstensi atau fleksi. Sedangkan apabila jatuh
dengan posisi olecranon dan siku flexi dapat menyebabkan fraktur supracondylar
tipe flexi.
Klasifikasi fraktur supracondylus menurut Gartland dibagi menjadi :
1. Type I
Adalah nondisplaced. Fraktur hanya ditemukan garis patahan dari hasil
pemeriksaan sinar-x.
2. Type II
Adalah didapatkan angulasi. Angulasi didapatkan dari pemeriksaan foto
posisi lateral. Normalnya capitulum angulasi ke anterior sebesar 30
derajat.
3. Type III
Adalah completely displaced dimana hubungan antara kedua fragmen
distal humerus terlepas. Pada tipe ini sering didapatkan pergeseran ke arah
posteromedial.
III.3. Gambaran Klinik
Setelah jatuh, anak merasa nyeri dan siku bengkak, dan didapatkan
deformitas-S pada siku dengan jelas. Kalau gerakan siku atau bahu dipaksakan
sebelum konsolidasi, humerus dapat mengalami fraktur lagi. Kekakuan sendi
dapat diminimalkan dengan aktifitas lebih awal.
Sinar-X
Fraktur terlihat paling jelas pada pemeriksaan foto elbow lateral. Pada
fraktur yang bergeser ke posterior maka pada fotonya ditemukan garis fraktur
berjalan secara oblik ke bawah dan ke depan dan fragmen distal bergeser ke
belakang dan miring ke belakang. Pada fraktur yang bergeser ke anterior maka
pada fotonya ditemukan garis fraktur bersifat oblik dan lebih rendah di posterior,
fragmen miring ke depan.
III.4. Penatalaksanaan
A. Skin Traksi
Karena risiko kompresi vaskular maka traksi menjadi popular untuk terapi
pada fraktur ini. Jenis-jenis skin traksi yang biasanya dipakai pada fraktur ini
adalah Dunlop traksi, Straps traksi, Longitudinal traksi.
B. Skeletal Traksi
Pin harus dimasukkan dalam keadaan steril. Pin dimasukkan dari samping
medial dan 2,5cm dari distal olecranon. Pemasukkan pin dengan keadaan siku
flexi untuk menghidari cedera saraf. Penggunaan skeletal traksi pada fraktur ini
biasanya lebih baik daripada skin traksi.
C. Closed Reduction dan Cast
Pada fraktur supracondylus tipe 1 dilakukan immobilisasi pada siku
dengan sudut 90 derajat dan light-weight splint atau cast dan tangan dibantu
dengan sling. Setelah pemasangan selama 5-7 hari pasien diperiksa apakah ada
pergeseran atau tidak. Pemasangan cast atau splint dipertahankan selama 3
minggu.
Pada fraktur dengan angulasi ke posterior dilakukan step-wise manover.
Splint pertahankan selama 3 minggu. Setelah itu diperbolehkan melakukan fleksi
siku aktif tetapi lengan tetap disangga dan ekstensi dihindari selama 3 minggu
lagi. Pada fraktur supracondylus tipe III dilakukan pemasangan wires kirschner.
III.5. Komplikasi
A.Dini
Lesi pembuluh darah dan cedera saraf.
Akibat dari fraktur supracondylus dapat menyebabkan cerdera arteri
brakialis dan cedera saraf medianus.
B.Kronis
Miositis osifikans, kekakuan sendi, malunion, dan cubitus varus.
IV. FRAKTUR COLLES
IV.I. Sejarah dan Definisi
Fraktur Colles paling sering ditemukan pada orang dewasa usia lanjut,
dengan insidensi yang tinggi berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca
menopause. Oleh sebab itu, pasien biasanya wanita dengan riwayat jatuh dengan
tangan terentang. Burkhaeta (1985) mengatakan pada saat memikirkan fraktur
pada ektremitas atas pada usia lanjut maka segera terpikirkan pertama kali adalah
fraktur Colles.
Patah tulang antebrachii sering terjadi pada bagian distal yang umumnya
disebabkan oleh gaya pematah langsung sewaktu jatuh dengan posisi tangan
hiperekstensi. Hal ini dapat diterangkan oleh karena adanya mekanisme reflex
jatuh dimana tangan menahan badan dengan posisi siku agak menekuk seperti
gaya jatuhnya atlit atau penerjun payung.
Fraktur Colles adalah fraktur pada tulang radius berjarak kurang atau sama
dengan 2,5 cm dari pergelangan tangan (Mc Rae, 1992), Apley dan Solomon,
1987.
Sheikh dan Murthy (2000) member batasan sebagai fraktur metafisis distal
radius, biasanya terjadi pada 3 – 4 cm dari facies artikularis dengan angulasi volar
dari apex fraktur (dinner fork deformity), pergeseran ke dorsal dari fragmen distal
dengan diikuti pemendekan (shortening) radial. Keadaan ini dapat atau tidak
disertai fraktur styloideus ulnae. Variasi intraartikuler dapat melibatkan facies
artikularis distal radius serta artikulatio radiocarpal dan radioulnaris.
Fraktur Colles diuraikan pertama kali oleh Abraham Colles tahun 1814
sebagai fraktur dislokasi ujung distal radius berjarak satu setengah inci dari sendi,
yang ternyata terbukti kebenarannya dengan perkembangan radiolografi (Pool,
1973).
IV.2. Anatomi, Fisiologi, dan Mekanisme Trauma
Radius bagian distal bersendi dengan tulang carpal yaitu tulang lunatum
dan navikulare ke arah distal, dan dengan tulang ulna bagian distal ke arah medial.
Bagian distal sendi radiokarpal kolateral ulnar dan radial. Antara radius dan ulna
selain terdapat ligamentum dan kapsular yang memperkuat hubungan tersebut,
terdapat pula diskus artikularis yang melekat pada semacam meniskus yang
berbentuk segitiga, yang melekat pada ligamentum kolateral ulnar. Ligamentum
kolateral ulnar bersama dengan meniskus homolognya dan diskus artikularis
bersama ligamentum radioulnar dorsal dan volar, yang kesemuanya
menghubungkan radius dan ulna, disebut Triangular Fibro Cartilage Complex
(TFCC) (Sjamsuhidajat, 1997) berguna untuk menstabilakan artikulatio
radioulnaris distal (Zabinski dan Weiland, 1999). Gerakan pergelangan tangan
sangatlah luas (mobile) dan kemampuannya mencapai 1800 untuk rotasi lengan
bawah. Kurang dari 80% dari transmisi beban melalui pergelangan tangan lewat
artikulatio radiocarpal sementara 20% sisanya melalui artikulatio ulnocarpal lewat
Triangular Fibro Cartilage Complex. (Zabinski dan Weiland, 1999).
Fraktur Colles terjadi pada penderita dengan riwayat jatuh dengan tangan
terentang (Apley dan Solomon, 1987). Trauma yang terjadi merupakan trauma
langsung yaitu jatuh pada permukaan tangan sebelah volar yang menyebabkan
dislokasi fragmen fraktur sebelah distal ke arah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan
bentuk lengan bawah dan tangan bila dilihat dari samping menyerupai garpu
terbalik.
Cedera ini paling sering terjadi pada saat bermain sepatu roda, skateboard,
atau kegiatan lainnya dimana seseorang jatuh ke depan pada kecepatan tinggi.
Tulang dapat menjadi lebih rapuh pada orang dewasa yang berusia 50 – 60 tahun
atau lebih tua. Orang yang lebih tua memang lebih sering mengalami patah tulang
meskipun mereka berjalan perlahan karena osteoporosis.
IV.3. Diagnosis Fraktur Colles
Diagnosis fraktur Colles ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan
radiologis. Kita dapat mengenal fraktur ini dengan adanya deformitas dinner fork
seperti telah disebutkan di atas, dengan penonjolan pada punggung pergelangan
tangan (ke arah dorsal) dan depresi di depan. Pada pasien dengan sedikit
deformitas mungkin hanya terdapat nyeri tekan lokal dan nyeri bila pergelangan
tangan digerakkan.
Dari pemeriksaan radiologis posisi anteroposterior dan lateral dapat
dijumpai suatu fraktur transversal pada tulang radius kurang dari 2,5 cm dari
pergelangan tangan, dan sering disertai patahnya processus styloideus ulnae.
Fragmen distal (1) bergeser dan miring ke dorsal (2) bergeser dan miring
ke radial, dan (3) terimpaksi. Kadang – kadang fragmen distal mengalami
kerusakan dan kominutif yang hebat.
IV.4. Gejala Klinis
Gejala dari fraktur Colles antara lain :
1. Perubahan bentuk atau sudut lengan bawah tepat di atas pergelangan tangan.
2. Ketidakmampuan untuk menahan atau mengangkat benda berat.
3. Nyeri pada pergelangan tangan.
4. Pembengkakan tepat di atas pergelangan tangan.
IV.5. Klasifikasi
Gertland dan Werley cit Zabinski dan Weiland (1999), mula – mula
membagi trauma distal radius ke dalam fraktur ekstra artikular dan intra artikular.
Kebanyakan klasifikasi fraktur dibuat berdasarkan anatomi fraktur. Klasifikasi
Frykman didasarkan pada keterlibatan artikulatio radiokarpal
dan atau radioulnar serta ada tidaknya fraktur styloideus ulnae.
Klasifikasi Fraktur Colles menurut Frykman
TIPE URAIAN
I Fraktur radius ekstra artikuler
II Fraktur radius ekstra artikuler dengan fraktur ulna
III Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radiokarpal
IV Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radiokarpal disertai fraktur
ulna distal
V Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radioulnaris distal
VI Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radioulnaris distal disertai
fraktur ulna distal
VII Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radiokarpal dan radio
ulnaris distal.
VIII Fraktur sendi radiokarpal dan radioulnaris distal disertai fragmen ulnaris
Klasifikasi anatomi yang paling komprehensif dan lengkap adalah system
AO (Zabinski dan Weiland, 1999). Sistem ini membagi trauma menjadi tipe A
(ekstra artikular), tipe B (artikular simpel), dan tipe C (artikuler komplek).
Lidstrom cit Roysam (1993), berdasarkan gambaran radiologis membagi
fraktur Colles ke dalam empat tingkatan derajat keparahan pergeseran fragmen
fraktur (derajat anatomis) dan kualitas reduksi, yaitu derajat I, II, III, dan IV
sesuai beratnya deformitas meliputi angulasi ke dorsal dan pemendekan
(shortening) tulang radius.
Derajat Keparahan Fraktur Colles menurut Lidstrom
Derajat Deformitas
I Tidak ada atau tidak bermakna. Angulasi dorsal < 00 atau shortening < 3
mm
II Ringan. Angulasi dorsal 1 – 100 dan / atau shortening 3 – 6 mm
III Sedang. Angulasi dorsal 11 - 140 dan / atau shortening 7 - 11 mm
IV Berat. Angulasi dorsal > 150 atau shortening > 11 mm
IV.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tergantung pada derajat pemendekan tulang radius dan
ketidaknormalan sudut dari pergelangan tangan. Fraktur Colles dapat diterapi
dengan gips saja atau operasi (percutaneous pinning, external fixation, ORIF).
Jika pemendekan dan pergeseran tulang minimal, maka gips dapat menjadi terapi
definitif. Pada keadaan yang lebih buruk harus dilakukan operasi.
Penanganan fraktur Colles umumnya dilakukan rawat jalan yaitu setelah
terdiagnosis diberi tindakan reposisi tertutup. Bila tidak ada pergeseran, cukup
diimmobilisasi dengan gips bawah siku. Bila terjadi pergeseran atau sedikit
pergeseran perlu tindakan reposisi dengan anestesi lokal, regional, atau umum,
kemudian dilakukan gips bawah siku dengan posisi fragmen distal fleksi dan
pronasi. Pada hari berikutnya anggota gerak atas elevasi. Adapun jari – jari
sesegera mungkin melakukan latihan. Seminggu kemudian dilakukan pemotretan
dengan sinar x kontrol untuk menilai apakah terjadi pergeseran kembali
(redisplacement). (Armis, 1994).
Immobilisasi dengan gips bertujuan mencegah pergeseran kembali
fragmen fraktur pasca reposisi. Sebagai tulang kanselus, maka penyembuhan
tulang radius distal diperkirakan tuntas kurang lebih 6 minggu dari saat terjadinya
trauma. Oleh sebab itu, pada fraktur Colles gips dapat dilepas umumnya 5 - 6
minggu (Mc Rae); Apley dan Solomon, 1987; Gartland dan Werley, 1951).
Mengenai immobilisasi gips bawah siku atau atas siku masih terdapat
perbedaan pandangan. Apley dan Solomon (1987), serta Mc. Rae (1982),
menyatakan penanganan fraktur Colles cukup dengan gips bawah siku sedangkan
ahli lain menyatakan harus dengan gips atas siku (Way, 1994). Sheikh dan Murthy
(2000) menganjurkan immobilisasi kombinasi yaitu gips atas siku pada minggu –
minggu awal dilanjutkan gips bawah siku kecuali pada penderita di atas 60 tahun
harus dipasang gips bawah siku untuk mencegah kekakuan sendi siku.
IV.7. Komplikasi
Komplikasi Dini : Algodystrophy
Komplikasi Kronis ; Neuropathy persisten dari N. Medianus, N. Ulnaris,
dan N. Radialis, arthrosis radiocarpal dan radioulanar, dan malposition -
malunion. Komplikasi lain adalah adanya ruptur tendon, unrecognized associated
injuries, Volkmann’s ischaemia, finger stiffness, carpal tunnel syndrome, dan
shoulder - hand syndrome.
V. FRAKTUR SMITH
V.1. Sejarah dan Definisi
Fraktur Smith adalah fraktur dari radius bagian distal yang lokasinya ½ - 1
inch dari ujung distal radius dengan pergeseran fragmen distal ke depan (volar)
dan ke atas disertai pergeseran ulna bagian distal ke belakang (dorsal).
Robert William Smith di Dublin (1847) mengatakan bahwa fraktur jenis
ini jarang terjadi dan merupakan lawan dari fraktur Colles. John Rhea Barton di
Philadelpia (1838), mengemukakan bahwa fraktur Barton adalah : fraktur anterior
dan posterior dengan dislokasi pergelangan tangan. Fraktur Colles adalah fraktur
posterior dengan dislokasi pergelangan tangan. Dan fraktur anterior dengan
dislokasi pergelangan tangan ini disebut sebagai salah satu dari tipe fraktur Smith.
Nama lain fraktur Smith adalah Wrist Fracture, Broken Wrist, Flexion
Fracture of The Radius.
V.2. Pembagian Fraktur Smith Secara Klinis dan Radiologi
Thomas (1957), mencoba membagi fraktur Smith ini menjadi 3 tipe dan
fraktur Barton jenis anterior dengan dislokasi pergelangan tangan salah satu tipe
dari fraktur Smith.
I. Fraktur Smith yang comminutive dan oblique.
II. Fraktur Barton, yang disebut anterior fraktur tipe flexi marginal dengan
dislokasi pergelangan tangan.
III. Fraktur transversal yang disebut juga fraktur radius bagian distal yang tidak
dengan tipe flexi kominutif.
V.3. Mekanisme Cedera
Cedera ini paling sering ditemukan setelah seseorang jatuh dengan
menumpu pada bagian belakang tangannya.
V.4. Gejala Klinis
Gejala dari Fraktur Smith antara lain :
1. Perubahan bentuk atau sudut lengan bawah tepat di atas pergelangan tangan.
2. Ketidakmampuan untuk menahan atau mengangkat benda berat.
3. Nyeri pada pergelangan tangan.
4. Pembengkakan tepat di atas pergelangan tangan.
V.5. Penatalaksanaan
Konservatif :
1. Mills (1957), telah menganjurkan cara manipulasi dari fraktur Smith
dengan mengembalikan arah persendian seperti semula. Mills dan Thomas
menyarankan cara mengunci fragmen pada tempatnya dengan posisi
supinasi penuh. Immobilisasi dengan sirkuler gips di atas siku selama 5 –
6 minggu.
2. Plewer (1962), menganjurkan untuk mobilisasi setelah gips dibuka supaya
cepat, sebab kalau kurang aktif akan mengakibatkan pergerakan pronasi
yang terbatas dan terjadi kekakuan sendi tangan dan siku.
3. De Palma menganjurkan sebagai berikut
Type I :
Fraktur Smith dengan comminutive yang oblique dilakukan reduksi
dengan traksi, manipulasi dan transfiksasi dengan pin.
Type II :
Fraktur Barton atau disebut pula fraktur marginal anterior tipe fleksi.
Di sini dilakukan reduksi dengan traksi dan manipulasi dengan
anestesia umum.
Penderita tidur telentang dan posisi siku tegak lurus, lengan bawah
pada posisi pertengahan (mid position).
Dilakukan traksi dengan alat Weinberg pada jari – jari di atas siku
yang diikatkan ke bawah meja.
Selama traksi, dengan dua tangan diletakkan pada pergelangan
tangan, lalu pergelangan tangan diletakkan dalam posisi
dorsofleksi ringan dan lengan bawah dalam mid position,
kemudian dipasang circuler gips dari bawah siku sampai tangan
setinggi persendian metacarpo – phalangeal. Sesudah itu alat traksi
dilepas. Kontrol foto AP dan Lateral untuk melihat kedudukan
tulang tersebut.
Type III :
Fraktur Smith yang non comminutive, tipe fleksi :
Di sini juga dilakukan reduksi dengan traksi dan manipulasi
dengan anestesi umum dan lengan bawah posisi supinasi.
Penderita tidur terlentang dan posisi siku tegak lurus lalu dilakukan
traksi dengan alat Weinberg pada jari – jari di atas siku yang
diikatkan di bawah meja.
Dengan dua tangan dimana jari – jari II – V diletakkan pada
fragmen proksimal sebelah dorsal dan dua ibu jari menekan ke atas
dan ke belakang pada fragmen yang distal sampai pergelangan
tangan dalam posisi dorsofleksi dan deviasi ke arah ulnar.
Lalu dipasang sirkuler gips dari bawah siku ke distal sampai
setinggi persendian metacarpo – phalangeal dan kemudian alat
traksi dilepas.
Sesudah reposisi dilakukan kontrol foto, bila kedudukan jelek,
reposisi lagi.
Operatif :
Cauchoix, Dupare dan Potel (1960), menganjurkan pengobatan fraktur
Smith dengan fiksasi dalam (internal fixation) dengan memakai plat kecil
berbentuk T (Ellis Plate) dimana dua sekrup dipasang pada fragmen proximal
sedangkan fragmen distal ditahan dengan kuat tanpa memakai sekrup.
Teknik operasi yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
1. Incisi vertikal melalui sisi radial arah volar dari lengan bawah bagian
distal dan incisi diperdalam sampai M. Pronator Quadratus antara M.
Flexor Carpi Radialis pada sisi lateral dan M. Palmaris Longus dan N.
Medianus pada sisi medial.
2. M. Flexor Policis Longus ditarik ke lateral dan tendon M. Flexor
Digitorum Superficialis ke medial, dan M. Pronator Quadratus tampak
pada sisi inferior dari tulang radius bagian bawah.
3. Fraktur diperbaiki dengan plat kecil, menyudut untuk menyesuaikan
dengan permukaan dari tulang, lalu dipasang sekrup pada fragmen
proksimal 2 buah dan pada fragmen yang distal plat tanpa sekrup berguna
untuk menyangga yang kuat dari fragmen yang telah dilakukan reposisi.
4. Akhir – akhir ini plat berbentuk T yang kecil telah tersedia, dimana pada
fragmen tulang yang proksimal dengan 2 sekrup pada bagian vertikal.
5. Lalu luka operasi ditutup lapis demi lapis sampai kulit dan dipasang bebat
tekan.
Mobilisasi jari – jari dimulai sejak hari pertama dan pergerakan
pergelangan tangan, lengan bawah dimulai segera setelah bebat tekan dilepas.
Keuntungan :
Hasilnya cukup memuaskan.
Sesudah operasi pergerakan dapat dilakukan dengan segera tanpa terjadi
redisplacement dari fragmen yang mengalami fraktur.
Di antara ke-3 tipe dari fraktur Smith, tipe Barton adalah yang paling
memuaskan pada pengobatan dengan cara operasi ini, juga pada tipe yang
lain cukup memuaskan.
V.6. Komplikasi
1. Kerusakan jaringan lunak : Yang penting di sini adalah kerusakan N.Medianus
karena tekanan dari fragmen radius yang fraktur.
2. Malunion : karena reposisi dan immobilisasi yang kurang baik.
3. Non union
4. Osteoarthritis
5. Gangguan pronasi dan supinasi
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan dalam referat ini, dapat disimpulkan bahwa
fraktur yang sering terjadi baik pada anak - anak maupun dewasa di daerah radius
dan ulna antara lain; fraktur Montegia, fraktur Galeazi, fraktur Supracondylus,
fraktur Colles, dan fraktur Smith. Penyebab terbanyak dari fraktur - fraktur
tersebut adalah akibat trauma langsung, di mana tangan jatuh terlebih dahulu
kemudian badan (dalam hal ini tangan menyangga berat badan ketika jatuh).
Penatalaksanaan pada fraktur – fraktur tersebut dapat berupa reposisi
tertutup ( Closed Reduction ) yang dilanjutkan dengan gips maupun Operasi
dengan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Angka kesembuhan pada
fraktur ini cukup tinggi, sehingga seringkali hanya membutuhkan tindakan
reposisi tertutup ( Closed Reduction) dan gips. Tindakan operatif hanya
dibutuhkan bila fraktur berada pada di daerah intraartikuler atau yang bersifat
communitif.