Download - Laporan SKENARIO B BLOK 27
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
1/47
KATA PENGANTAR
Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besar nya kepada Dosen pembimbing
yang telah membimbing skenario pertama di blok 27 ini sehingga proses tutorial dapat
berlangsung dengan baik.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang
tua, yang telah memberi dukungan baik berupa materil dan moril yang tidak terhitung jumlah
nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan skenario pertama di blok 27 ini hingga
selesai.
Ucapan terima kasih juga kepada para teman-teman sejawat di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya atas semua semangat dan dukungannya sehingga perjalanan blok per
blok yang sulit dapat dilewati dengan mudah.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata mendekati sempurna. Oleh
karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
perbaikan di penyusunan laporan berikutnya. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberikan
sumbangan pengetahuan yang bermanfaat bagi kita semua.
Palembang, Oktober 2014
Penyusun,
Kelompok 1
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
2/47
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................... 1
Daftar Isi ............................................................................................................................. 2
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 3
BAB II Pembahasan
2.1. Data Tutorial ........................................................................................ 4
2.2. Skenario Kasus ..................................................................................... 5
2.3. Paparan
I. Klarifikasi Istilah ........................................................................ 6
II. Identifikasi masalah .................................................................. 7
III. Analisis Masalah ......................................................................... 8
IV. Learning Issues ......................................................................... 36
V. Kerangka Konsep ........................................................................ 44
BAB III Penutup
3.1. Kesimpulan .......................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 46
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
3/47
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Blok Traumatologi merupakan blok 27 pada semester 7 dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang.
Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran
untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Adapun
maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari
skenario ini.
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
4/47
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor : dr. Endang Melati Maas, SpAn. KIC. KAP
Moderator : Robby Juniadha
Sekretaris Meja : Rani Iswara
Sekretaris Papan : Anantya Dianty S.
Hari, Tanggal : Senin, 29 September 2014
Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan
2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat
3. Dilarang makan dan minum
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
5/47
5
2.2 Skenario Kasus
1 jam sebelum masuk RS, Bujang dianiaya oleh tetangganya dengan
menggunakan sepotong kayu. Bujang pingsan kurang lebih 5 menit kemudian sadar
kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat. Polisi mengantar Bujang
ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Bujang mengeluh luka dan
memar di kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan:
RR: 28x/menit, TD 130/90 mmHg, Nadi: 50x/mnt, GCS: 34 M6 V5, Pupil isokor,
Refleks Cahaya: Pupil kanan reaktif, Pupil kiri reaktif.
Regio Orbita: Dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-).
Regio Temporal dextra: Tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul
dengan dasar fraktur tulang.
Regio Nasal: tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung.
Tak lama setelah selesai dilakukan pemeriksaaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan
diri. Dari hasil pemeriksaaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:
Pasien ngorok, RR 24x/mnt, Nadi 50x/mnt, TD 140/90 mmHg.
Pasien membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang dalam
bentuk kata-kata.
Pupil anisokor dekstra, reflex cahaya pupil kanan negative, reflex cahaya pupil kiri
reaktif/ normal.
Pada saat itu Anda merupakan Dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh 3
orang.
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
6/47
6
2.3 Paparan
I. Klarifikasi Istilah
1. Muntah : Semburan isi lambung yang keluar dengan paksa
melalui mulut
2. Luka : Hilang atau rusaknya jaringan tubuh, jenis cedera yang
terjadi pada kulit
3. Pingsan : Suatu kondisi kehilangan kesadaran mendadak yang
biasanya karena kehilangan oksigen di otak dan darah
4. Hematome : Sekelompok sel darah yang mengalami ekstravasasi di
luar pembuluh darah yang dapat terjadi karena
benturan
5. Pupil reaktif : Refleks terhadap cahaya dengan terjadinya konstriksi
pupil
6. Pupil isokor : Diameter kedua pupil sama besar
7. Pupil anisokor : Diameter kedua pupil tidak sama besar
8. Subconjungtival-bleeding : Perdarahan akibat rupturnya pembuluh darah di bawah
lapisan konjungtiva, biasanya terjadi secara spontan
ataupun karena trauma
9. Epistaksis : Suatu keadaan di mana terjadi pecahnya pembuluh
darah di bagian anterior septum nasal kartilaginosa
10. Fraktur tulang : Terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya atau setiap letak atau patah pada
tulang yang utuh
11. Nyeri kepala hebat : Suatu keadaan tidak nyaman akibat peningkatan
tekanan intrakranial
12. Stridor : Suara yang terdengar kontinyu atau terus menerus yang
terdengar saat inspirasi maupun saat ekspirasi yang
terjadi akibat penyempitan pada saluran nafas
13. Lucid interval : Fase sadar diantara dua fase tidak sadar
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
7/47
7
II. Identifikasi Masalah
1. 1 jam sebelum masuk RS, Bujang dianiaya oleh tetangganya dengan menggunakan
sepotong kayu.
2. Bujang pingsan kurang lebih 5 menit kemudian sadar kembali dan melaporkan
kejadian ini ke kantor polisi terdekat. Polisi mengantar Bujang ke RSUD untuk
dibuatkan visum et repertum, di RSUD Bujang mengeluh luka dan memar di kepala
sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah.
3. Dari hasil pemeriksaan didapatkan:
RR: 28x/menit, TD 130/90 mmHg, Nadi: 50x/mnt, GCS: 34 M6 V5, Pupil isokor,
Refleks Cahaya: Pupil kanan reaktif, Pupil kiri reaktif.
Regio Orbita: Dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-).
Regio Temporal dextra: Tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul
dengan dasar fraktur tulang.
Regio Nasal: tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung.
4. Tak lama setelah selesai dilakukan pemeriksaaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan
diri. Dari hasil pemeriksaaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:
Pasien ngorok, RR 24x/mnt, Nadi 50x/mnt, TD 140/90 mmHg.
Pasien membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang
dalam bentuk kata-kata.
Pupil anisokor dekstra, reflex cahaya pupil kanan negative, reflex cahaya pupil kiri
reaktif/ normal.
5. Pada saat itu Anda merupakan Dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh 3
orang.
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
8/47
8
III. Analisis Masalah
1. 1 jam sebelum masuk RS, Bujang dianiaya oleh tetangganya dengan
menggunakan sepotong kayu.
a. Apa jenis trauma dan bagaimana mekanisme trauma yang terjadi pada
kasus?
1. Mekanisme: trauma tumpul, kecepatan rendah
2. Derajat: derajat sedang
3. Morfologi:
a. Fraktur tulang: depresi, tertutup
b. Lesi intrakranial: focal/diffuse (butuh pemeriksaan lanjutan)
kemungkinan focal epidural
Trauma tumpul dan trauma kapitis
Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan
trauma jaringan lunak/otak laserasi, dengan derajat yang bervariasi tergantung
pada luas daerah trauma. Trauma kapitis dapat terjadi secara langsung atautidak langsung. Akibat-akibat dari suatu rudapaksa pada kepala yang sangat
dipengaruhi oleh:
Jenis benda (tajam/tumpul) yang mengakibatkan trauma kapitis. Kecepatan benda tersebut. Arah benturan, apakah dari arah depan belakang atau dari samping. Lokasi dan jaringan yang terkena, apakah daerah yang dilalui oleh
udara/pembuluh darah besar/saraf/jaringan otak.
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
9/47
9
Apakah kepala dalam keadaan diam atau bergerak.
Biomekanika trauma:
Mekanisme trauma pada kasus ini adalah trauma akselerasi dengan jenis lesi
coup dan jenis trauma tumpul.
Mekanisme : kepala mendapat energy kinetik yang cukup besar dari potongan
kayu energi diteruskan ke SCALP trauma local (luka robek) energi
diteruskan ke os.temporal os.temporal tidak bisa menahan besarnya energy
fraktur diteruskan ke otak dan fragmen fraktur merusak pembuluh darah
robeknya a.meningea mediana perdarahan epidural.
Dampak
Hal ini berdampak trauma langsung pada kepala yang berakibat timbulmya
laserasi ataupun robekan di jaringan kepala. Laserasi kulit kepala akan
menyebabkan banyak kehilangan darah karena kulit kepala memiliki
banyak pembuluh darah.
Terjadinya fraktur linear pada os temporalis menyebabkan robeknya arteri
meningea media yang akan menimbulkan epidural hematoma, yaitu
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
10/47
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
11/47
11
sehingga terbentuk hematoma epidural. Perdarahan ini dapat menyebabkan
mekanisme kompensasi seperti vasodilatasi pembuluh darah otak untuk
meningkatkan cerebral blood flow , serta hematom yang terbentuk dapat
semakin meluas yang menyebabkan penekanan terhadap duramater. Duramater
sendiri diinervasi oleh saraf sensorik pada bagian supratentorial berupa nervus
trigeminal (nervus kranialis yang berperan membawa impuls sensorik berupa
nyeri) sehingga penekanan dapat mengakibatkan terjadinya rasa nyeri yang
hebat. Selain itu, hematom epidural yang terbentuk dapat semakin membesar
dan meluas sehingga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
Apabila tekanan tersebut mengenai pusat vagal motor (area postrema) pada
dasar ventrikel keempat di medula bagian infra tentorial, dapat mengakibatkan
refleks muntah perangsangan pusat muntah menyebabkan kontraksi
duodenum dan antrum lambung sehingga tekanan intraabdomen meningkat
peristaltik retrograd lambung terisi penuh dan diafragma naik ke kavitas
thoraks melalui kontraksi kuat otot abdominal peningkatan intrathoraks
esofagus membuka muntah tanpa disertai mual terlebih dahulu.
c. Bagaimana cara pembuatan visum et repertum?
Tahapan-tahapan dalam pembuatan visum et repertum pada korban hidup
Penerimaan korban yang dikirim oleh Penyidik.
Yang berperan dalam kegiatan ini adalah dokter, mulai dokter umum sampai
dokter spesialis yang pengaturannya mengacu pada S.O.P. Rumah Sakit
tersebut. Yang diutamakan pada kegiatan ini adalah penanganan kesehatannya
dulu, bila kondisi telah memungkinkan barulah ditangani aspek medikolegalnya.
Tidak tertutup kemungkinan bahwa terhadap korban dalam penanganan medis
melibatkan berbagai disiplin spesialis.
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
12/47
12
Penerimaan surat permintaan keterangan ahli/ visum et revertum
Adanya surat permintaan keterangan ahli/ visum et repertum merupakan hal
yang penting untuk dibuatnya visum et repertum tersebut. Dokter sebagai
penanggung jawab pemeriksaan medikolegal harus meneliti adanya surat
permintaan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini merupakan aspek
yuridis yang sering menimbulkan masalah, yaitu pada saat korban akan
diperiksa surat permintaan dari penyidik belum ada atau korban datang sendiri
dengan membawa surat permintaan keterangan ahli/ visum et repertum . Untuk
mengantisipasi masalah tersebut maka perlu dibuat kriteria tentang
pasien/korban yang pada waktu masuk Rumah Sakit/UGD tidak membawa SpV.
Sebagai berikut :
- Setiap pasien dengan trauma
- Setiap pasien dengan keracunan/diduga keracunan
- Pasien tidak sadar dengan riwayat trauma yang tidak jelas
- Pasien dengan kejahatan kesusilaan/perkosaan
- Pasien tanpa luka/cedera dengan membawa surat permintaan visum
Kelompok pasien tersebut di atas untuk dilakukan kekhususan dalam hal
pencatatan temuan-temuan medis dalam rekam medis khusus, diberi tanda pada
map rekam medisnya (tanda VER), warna sampul rekam medis serta
penyimpanan rekam medis yang tidak digabung dengan rekam medis pasien
umum.
Pemeriksaan korban secara medis
Tahap ini dikerjakan oleh dokter dengan menggunakan ilmu forensik yang telah
dipelajarinya. Namun tidak tertutup kemungkinan dihadapi kesulitan yang
mengakibatkan beberapa data terlewat dari pemeriksaan.
Pengetikan surat keterangan ahli/ visum et repertum
Pengetikan berkas keterangan ahli/ visum et repertum oleh petugas administrasi
memerlukan perhatian dalam bentuk/formatnya karena ditujukan untuk
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
13/47
13
kepentingan peradilan. Misalnya penutupan setiap akhir alinea dengan garis,
untuk mencegah penambahan kata-kata tertentu oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab.
Contoh : Pada kepala sebelah kanan ditemukan luka dan memar, tapi tidak rata
ukuran 6x1cm
Penandatanganan surat keterangan ahli / visum et repertum
Dalam hal korban ditangani oleh hanya satu orang dokter, maka yang
menandatangani visum yang telah selesai adalah dokter yang menangani
tersebut (dokter pemeriksa).
Dalam hal korban ditangani oleh beberapa orang dokter, maka idealnya yang
menandatangani visumnya adalah setiap dokter yang terlibat langsung dalam
penanganan atas korban. Dokter pemeriksa yang dimaksud adalah dokter
pemeriksa yang melakukan pemeriksaan atas korban yang masih berkaitan
dengan luka/cedera/racun/tindak pidana.
Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa
Benda bukti yang telah selesai diperiksa hanya boleh diserahkan pada penyidik
saja dengan menggunakan berita acara.
Penyerahan surat keterangan ahli/visum et repertum
Surat keterangan ahli/ visum et repertum juga hanya boleh diserahkan pada
pihak penyidik yang memintanya saja.
Bagian-bagian visum:
Projustisia
Demi keadilan dan ditulis di kiri atas sebagai pengganti materai.
Pendahuluan
Berisi tentang : identitas pemohon visum et repertum, tanggal dan pukul
diterimanya permohonan visum et repertum, dentitas dokter yang melakukan
pemeriksaan, identitas objek yang diperiksa : nama, jenis kelamin, umur,
bangsa, alamat, pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan, dimana dilakukan
pemeriksaan, alasan dimintakannya visum et repertum, rumah sakit tempat
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
14/47
14
korban dirawat sebelumnya, pukul korban meninggal dunia, keterangan
mengenai orang yang mengantar korban ke rumah sakit
Pemberitaan (pemeriksaan luar, dalam, dan ringkasan pemeriksaan luar dan
dalam)
Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang diamati
terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang diperiksa.
Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah sehingga tidak ada
yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai dari letak anatomisnya,
koordinatnya (absis adalah jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat
adalah jarak antara luka dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis
luka atau cedera, karakteristiknya serta ukurannya. Rincian ini terutama penting
pada pemeriksaan korban mati yang pada saat persidangan tidak dapat
dihadirkan kembali.
Pada pemeriksaan korban hidup, bagian ini terdiri dari :
1. Hasil pemeriksaan yang memuat seluruh hasil pemeriksaan , baik
pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Uraian hasil pemeriksaan korban hidup berbeda dengan
pada korban mati, yaitu hanya uraian tentang keadaan umum dan perlukaan
serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak pidananya (status lokalis).
2. Tindakan dan perawatan berikut indikasinya , atau pada keadaan
sebaliknya, alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang seharusnya
dilakukan. Uraian meliputi juga semua temuan pada saat dilakukannya
tindakan dan perawatan tersebut. Hal ini perlu diuraikan untuk menghindari
kesalahpahaman tentang tepat tidaknya penanganan dokter dan tepat -
tidaknya kesimpulan yang diambil.
3. Keadaan akhir korban , terutama tentang gejala sisa dan cacat badan
merupakan hal penting guna pembuatan kesimpulan sehingga harus
diuraikan dengan jelas.
Pada bagian pemberitaan memuat 6 unsur yaitu anamnesis, tanda vital, lokasi
luka pada tubuh, karakteristik luka, ukuran luka, dan tindakan pengobatan atau
perawatan yang diberikan.
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
15/47
15
Kesimpulan
Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari
fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat visum et repertum, dikaitkan
dengan maksud dan tujuan dimintakannya visum et repertum tersebut. Pada
bagian ini harus memuat minimal 2 unsur yaitu jenis luka dan kekerasan dan
derajat kualifikasi luka.
Penutup
Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat dengan
mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat dengan
mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan .
Dibubuhi tanda tangan dokter pembuat visum et repertum.
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
16/47
16
d. Apa saja jenis-jenis visum et repertum?
Ada 3 jenis visum et repertum, yaitu:
1. VeR hidup
VeR hidup dibagi lagi menjadi 3, yaitu:
a. VeR definitif, yaitu VeR yang dibuat seketika, dimana korban tidakmemerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga tidak
menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka yang ditulis pada
bagian kesimpulan yaitu luka derajat I atau luka golongan C.
b. VeR sementara, yaitu VeR yang dibuat untuk sementara waktu, karena
korban memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga
menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka tidak ditentukan dan
tidak ditulis pada kesimpulan.
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
17/47
17
Ada 5 manfaat dibuatnya VeR sementara, yaitu
- Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak
- Mengarahkan penyelidikan
- Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan
sementara terhadap terdakwa
- Menentukan tuntutan jaksa
- Medical record
c. VeR lanjutan, yaitu VeR yang dibuat dimana luka korban telah
dinyatakan sembuh atau pindah rumah sakit atau pindah dokter atau
pulang paksa. Bila korban meninggal, maka dokter membuat VeR
jenazah. Dokter menulis kualifikasi luka pada bagian kesimpulan VeR.
2. VeRjenazah , yaitu VeR yang dibuat terhadap korban yang meninggal.
Tujuan pembuatan VeR ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan
mekanisme kematian.
3. Ekspertise , yaitu VeR khusus yang melaporkan keadaan benda atau bagian
tubuh korban, misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, tulang, rambut,
dan lain-lain. Ada sebagian pihak yang menyatakan bahwa ekspertise bukan
merupakan VeR.
e. Apa saja syarat permintaan visum et repertum?
Ketentuan standar dalam penyusunan visum et repertum korban hidup
1. Pihak yang berwenang meminta keterangan ahli menurut KUHAP pasal
133 ayat (1) adalah penyidik yang menurut PP 27/1983 adalah Pejabat
Polisi Negara RI. Sedangkan untuk kalangan militer maka Polisi Militer
(POM) dikategorikan sebagai penyidik.
2. Pihak yang berwenang membuat keterangan ahli menurut KUHAP pasal133 ayat (1) adalah dokter dan tidak dapat didelegasikan pada pihak lain.
3. Prosedur permintaan keterangan ahli kepada dokter telah ditentukan bahwa
permintaan oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis yang secara tegas
telah diatur dalam KUHAP pasal 133 ayat (2).
4. Penyerahan surat keterangan ahli hanya boleh dilakukan pada Penyidik
yang memintanya sesuai dengan identitas pada surat permintaan
keterangan ahli. Pihak lain tidak dapat memintanya.
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
18/47
18
Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai
berikut:
1. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa
2. Bernomor dan bertanggal
3. Mencantumkan kata Pro Justitia di bagian atas kiri (kiri atau tengah)
4. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
5. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan
temuan pemeriksaan
6. Tidak menggunakan istilah asing
7. Ditandatangani dan diberi nama jelas
8. Berstempel instansi pemeriksa tersebut
9. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
10. Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila
ada lebih dari satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan
penyidik POM, dan keduanya berwenang untuk itu, maka kedua instansi
tersebut dapat diberi visum et repertum masing-masing asli
11. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya,
dan disimpan sebaiknya hingga 20 tahun
Pihak yang terlibat dalam kegiatan pelayanan forensik klinik
1. Dokter
2. Perawat
3. Petugas Administrasi
3. Dari hasil pemeriksaan didapatkan:
RR: 28x/menit, TD 130/90 mmHg, Nadi: 50x/mnt, GCS: 34 M6 V5, Pupil
isokor, Refleks Cahaya: Pupil kanan reaktif, Pupil kiri reaktif.
Regio Orbita: Dextra et sinistra tampak hematom, sub-conj un gtival bleedin g (-).
Regio Temporal dextra: Tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut
tumpul dengan dasar fraktur tulang.
Regio Nasal: tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung.
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
19/47
19
a. Apa interpretasi dari pemeriksaan yang didapatkan?
Vital sign
Nilai Normal Kasus Interpretasi
RR16-24 x/ menit 28 x/ menit Takipneu
BP 120/80 mmHg 130/90 mmHg Hipertensi
Nadi 60-100 50 Bradikardi
GCS E 4
V 5
M 6
E 4
V 5
M 6
Normal, sadar
E4 : respon buka mata
spontan
V5 : berorientasi baik
M6 : dapat mengikuti
perintah
Pupil Isokor Isokor Normal
Reflex
cahaya
Pupil kanan
dan kiri reaktif
Pupil kanan dan kiri
reaktif
Normal
Regio temporal dekstra
Luka dextra ukuran 6x1 : lecet akibat luka trauma tumpul dipukul dengan
kayu
Tepi tidak rata : merupakan akibat trauma tumpul, bukan merupakan trauma
tajam seperti pisau, karena bila trauma tajam tepi luka rata
Sudut tumpul dengan dasar fraktur tulang : tulang fraktur kearah dalam
sehingga membentuk sudut tumpul akibat pukulan kayu
Regio nasal
Tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung menunjukkan darah
yang keluar berasal dari plexus kiesselbach akibat trauma dari arah depan.
b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaaan yang didapatkan?
Cushing reflex (Harvey William Cushing, 1901) Cushings Triad
(H ipertensi, Br adikardi, Pernafasan ir eguler)
Pada saat terjadi hematom epidural akibat dari trauma tumpul pada bagian
temporal, hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (ICP).
Apabila ICP meningkat melebihi Mean Arterial Pressure (MAP), arteriol yang
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
20/47
20
berada di dalam serebral akan terkompresi sehingga akan terjadi penurunan
perfusi otak yang dapat beresiko menjadi iskemik serebral.
Terjadinya iskemik ini dapat mengakibatkan aktivasi CNS Ischemic
Response yang dimulai dar i hipotalamus. Hipotalamus akan mengaktivasi
sistem saraf simpatis yang akan mengaktivasi reseptor alfa-1 adrenergik
sehingga akan terjadi vasokontriksi arteri. Konstriksi arteri akan meningkatkan
resistensi aliran darah, yang selanjutnya meningkatkan tekanan darah yang
tampah sebagai hipertensi. Dengan peningkatan MAP melalui mekanisme ini,
aliran darah ke otak dapat terjadi kembali. Rangsangan simpatis dapat
menyebabkan peningkatan nadi dan cardiac output, yang bersama hipertensi
termasuk dalam stadium pertama Cushing Reflex .
Namun peningkatan tekanan darah dan resistensi aliran darah ini akan
dideteksi oleh baroreseptor seperti di arkus aorta. Hal ini akan menyebabkan
aktivasi respon parasimpatis melalui nervus vagus. Peningkatan kerja
parasimpatis dibanding simpatis akan memperlambat denyut jantung, yang
tampak sebagai bradikardi. Bradikardi juga dapat disebabkan oleh efek
langsung dari peningkatan ICP pada nervus vagus melalui distorsi mekanik
langsung. Pada kondisi ini, Cushing reflex telah pada stadium kedua.
Peningkatan ICP disertai dengan perubahan lainnya dapat menyebabkan
distorsi dan peningkatan tekanan pada brainstem, dimana organ ini berperan
dalam mengatur pernafasan involunter, dapat menyebabkan pola respirasi
ireguler hingga apneu. Ini merupakan stadium ketiga atau terakhir dari cushing
reflex dimana dapat terjadi herniasi brainstem.
Peningkatan laju respirasi atau takipneu dapat disebabkan karena deteksi
kemoreseptor dari medula obloganta akibat dari penurunan suplai oksigen
sementara akibat dari penurunan perfusi karena peningkatan ICP tanpa
melibatkan mekanisme Cushing Reflex.
Regio Orbita: Dextr a et sin istra tampak hematom Abnormal (racoons eye)
Mekanisme:
Trauma tumpul Hantaran energi kinetik ke bagian temporal Fraktur
temporal pada bagian basis, fosa anterior ruptur a. Meningea media
perdarahan akumulasi darah di daerah orbita hematom ( racoons eye )
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
21/47
21
Regio Temporal dextr a :Tampak l uka u kur an 6x1 cm, tepi ti dak rata, sudut
tumpul dengan dasar f raktu r tu lang
Mekanisme:
Trauma tumpul Hantaran energi kinetik ke SCALP Kulit robek Luka
Energi diteruskan ke temporal Fraktur temporal
Regio Nasal: tampak darah segar mengalir kedua lubang hidung
Epistaksis
Mekanisme:
Pada kasus ini, terjadi epistaksis bagian anterior. Apabila terjadi epistaksis
anterior berarti kemungkinan mengenai pleksus kieselbach dan arteri
ethmoidalis anterior. Jadi, epistaksis anterior disini disebabkan karena factor
trauma local akibat dari benturan benda tumpul.
4. Tak lama setelah selesai dilakukan pemeriksaaan, tiba-tiba pasien tidak
sadarkan diri. Dari hasil pemeriksaaan pada saat terjadi penurunan kesadaran
didapatkan:
Pasien ngorok, RR 24x/mnt, Nadi 50x/mnt, TD 140/90 mmHg.
Pasien membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan
mengerang dalam bentuk kata-kata.
Pupil anisokor dekstra, reflex cahaya pupil kanan negative, reflex cahaya pupil
kiri reaktif/ normal.
a. Apa makna klinis dari pasien tiba-tiba tidak sadarkan diri?
Lucid Interval
Trauma tumpul dapat menimbulkan energi kinetik yang akan dihantarkan ke
kepala. Energi ini akan diteruskan ke otak yang dapat menyebabkan gangguan
ARAS yang menurunkan kesadaran. Saat energi kinetik telah diteruskan ke
seluruh bagian, blokade dari lintasan retikularis asenden akan hilang sehingga
pasien akan kembali sadar ataupun disebabkan oleh mekanisme kompensasi
lainnya. Namun pada saat terjadi trauma, fraktur yang timbul akan
menyebabkan ruptur pembuluh darah yang perlahan-lahan akan berakumulasi di
daerah epidural dan membentuk hematom. Saat hematom yang terbentuk cukup
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
22/47
22
luas untuk meningkatkan ICP di atas MAP atau melebihi kompensasi tubuh, hal
ini akan menyebabkan penurunan CPP ( monro kellie doctrine ) yang
menyebabkan otak iskemik. Peningkatan ICP juga akan menyebabkan herniasi
otak apabila komponen darah dan CSF telah dikeluarkan sebagai kompensasi.
Hematom di bagian temporal cenderung menyebabkan Uncal Herniation di
bagian ipsilateral yang dapat menekan batang otak. Hal ini akan menyebabkan
kembalinya blokade lintasan retikularis asenden (ARAS) sehingga pasien
kembali tidak sadar. Periode sadar di antara fase tidak sadar inilah yang disebut
sebagai lucid interval.
b. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan lanjutan yang didapat setelah
terjadi penurunan kesadaran?
Nilai Normal Kasus Interpretasi
Airway Snoring Terjadi sumbatan parsial pada
jalan napas disebabkan oleh
pangkal lidah yang jatuh ke
belakang.
Mekanisme :
Trauma kepala tidak sadar
reflex menahan lidah
menghilang lidah ke
posterior mengganggu jalan
nafas aliran udara yang
mengalami turbulensi
menghasilkan suara kasar,
monofonik, high-pitched
dengan berbagai vibrasi
RR 16-24 x/menit 24 x/menit Normal
Namun terjadi penurunan RR
dari keadaan sebelumnya,
kemungkinan karena
penekanan medula oblongata
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
23/47
23
akibat peningkatan tekanan
intrakranial
BP 120/80 mmHg 140/90 mmHg Cushing Refleks Cushings
Triad: Hipertensi, Bradikardi ,
pernafasan irreguler Nadi 60-100 50
GCS E 4
V 5
M 6
E 2
V 5
M 3
E2 : adanya respon buka mata
terhadap nyeri.
V5 : adanya respon motorik
untuk melokalisir nyeri.
M3 : Adanya respon verbal
berupa kata-kata yang tidak
teratur.
GCS pasien dalam pada
keadaan ini adalah 10 yang
mengindikasikan bahwa pasien
ini mengalami cedera otak
sedang.
Pupil isokor Anisokor
dekstra
Tidak normal, pupil kanan
lebih lebar (dilatasi)
dibandingkan pupil kiri.
Mekanisme :
trauma tumpul hematoma
epidural dextra perdarahan
berlanjut, terjadi peningkatantekanan intrakranial
hematoma meluas Doktrin
'Monroe-Kelly': lobus
temporalis tertekan ke arah
bawah dan ke dalam bagian
medial lobus mengalami
herniasi ke bawah tepi
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
24/47
24
tentorium uncal herniasi
menekan mesencephalon
mengenai Edinger Westphal
nucleus (suplai
preganglionic parasympathetic
fibers ) dari saraf kranial III
(occulomotorius) bagian
dextra gangguan pada
parasimpatis yang berfungsi
untuk kontriksi pupil
aktivitas simpatis lebih
dominan pupil kanan
midriasis (ipsilateral)
Anisokor dextra, refleks pupil
kanan negatif
Refleks
cahaya
Pupil kanan
dan kiri
reaktif
Pupil kanan
negatif dan kiri
reaktif/normal
Terdapat penurunan refleks
cahaya pada pupil kanan.
Mekanisme :
Cedera kepala di daerah
temporal dekstra robekan
a.meningea media
hematoma epidural
menekan lobus temporalis otak
kearah bawah dan dalam
bagian medial lobus (uncus
dan sebagian gyrus
hippocampus) mengalami
herniasi di bawah tepi
tentorium herniasi uncus
menekan nuklei saraf kranial
III gangguan fungsi saraf
kranial III refleks cahaya
http://en.wikipedia.org/wiki/Preganglionichttp://en.wikipedia.org/wiki/Preganglionichttp://en.wikipedia.org/wiki/Preganglionic -
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
25/47
25
negative
5. DD
HilangKesadaran
Robekan Lucid Interval
Perdarahan
epidural
+ Arteri Meningea
media
+
Perdarahan
subdural
+ Vena-vena
jembatan antara
korteks serebri dan
sinus venosus
-
Kontusio &
perdarahan
intraserebral
+ -
Cedera otak difus + -
Hematoma
subarachnoid
+ -
Hematoma subdural
Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara dura mater
dan arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan
hematoma epidural yang berkembang lambat. Bisa disebabkan oleh trauma hebat
pada kepala yang menyebabkan bergesernya seluruh parenkim otak mengenai tulang
sehingga merusak a. kortikalis. Biasanya di sertai dengan perdarahan jaringan otak.
Gambaran CT-Scan hematoma subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial
yang hiperdens berbentuk bulan sabit.
Hematoma Subarachnoid
Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh darah
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
26/47
26
di dalamnya. Kepala panah menunjukkan hematoma subarachnoid, panah hitam
menunjukkan hematoma subdural dan panah putih menunjukkan pergeseran
garistengah ke kanan
6. How to Diagnose
Hematoma epidural
a. Anamnesis Adanya riwayat trauma kepala yang biasanya berhubungan dengan fraktur
tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.
Terdapat lucid phase Terdapat keluhan terjadinya peningkatan intracranial pressure seperti sakit
kepala yang berat dan muntah.
b. Gambaran Klinis
Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien
dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di
belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung
atau telinga. Pasien seperti ini harus di observasi dengan teliti.
Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari
cedera kepala. Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera
kepala.
Gejala yang sering tampak :
Penurunan kesadaran, bisa sampai koma
Bingung
Penglihatan kabur
Susah bicara
Nyeri kepala yang hebat
Keluar cairan darah dari hidung atau telinga
Nampak luka yang adalam atau goresan pada kulit kepala.
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
27/47
27
Mual
Pusing
Berkeringat
Pucat
Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.
Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese
atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan
mencapai maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif
menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula
kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran
menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran
sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang
merupakan tanda kematian. Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul
berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi rostrocaudal batang otak.
Jika Epidural hematom di sertai dengan cedera otak seperti memar otak,
interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya
menjadi kabur.
c. Gambaran Radiologi
Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih
mudah dikenali.
1. Foto Polos Kepala
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural
hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi
yang mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang
yang memotong sulcus arteria meningea media.
2. Computed Tomography (CT-Scan)
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi
cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja
(single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk
bikonfeks, paling sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang
homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
28/47
28
kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma,
Densitas yang tinggi pada stage yang akut ( 60 90 HU), ditandai dengan
adanya peregangan dari pembuluh darah.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser
posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI
juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan
salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis .
Epistaksis
a. Anamnesis Apakah perdarahan ini baru perlama kali atau sebelumnya sudah pernah
Kapan terakhir terjadinya.
Jumlah perdarahan
Perlu lebih detail karena pasien biasanya dalam keadaan panik dan
cenderung mengatakan bahwa darah yang keluar adalah banyak. Tanyakan
apakah darah yang keluar kira-kira satu sendok alau satu cangkir Sisi mana
yang berdarah juga perlu ditanyakan,
Apakah satu sisi yang sama atau keduanya;
Apakah ada trauma, infeksi sinus, operas hidung atau sinus
Apakah ada hipertensi
Keadaan mudah berdarah
Apakah ada penyakit paru kronik, penyakit kardiovaskuler, arteriosklerosis;
apakah sering makan obat-obatan seperti aspirin atau produk
antikoagulansia
b. Pemeriksaan keadaan umumTanda vital harus dimonitor. Segeralah pasang infus jika ada penurunan tanda
vital, adanya riwayat perdarahan profus, baru mengalami sakit berat misalnya
serangan jantung, stroke atau pada orang tua.
c. Pemeriksaan hidung
1. Rinoskopi anterior
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
29/47
29
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.
Vestibulum,mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan
konkha inferior harus diperiksa dengan cermat
2. Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien
dengan epistaksis dan secret hidung kronik untuk menyingkirkan
neoplasma
3. Pengukuran tekanan darah
Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi,
karena hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering
berulang
4. Rontgen sinus
Rontgen sinus penting mengenali neoplasma atau infeksi
5. Skrinning terhadap koagulopati
Tes-tes yang tepat termasuk waktu protombin serum,waktu tromboplastin
parsial, jumlah platlet dan waktu perdarahan
6. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah
kesehatan yang mendasari epistaksis
Pemeriksaan tambahan yang diperlukan :
Pemeriksaan darah rutin CT Scan untuk mengetahui ada tidaknya fraktur, pendarahan, hematoma,
udem dan kelainan otak lainnya & dapat ditentukan seberapa luas lesi,
pendarahan dan perubahan jaringan di otak.
X-Ray mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
Analisa Gas Darah medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
o Menilai kadar PCO 2 dan PO 2 yang penting dalam patofisiologi perdarahan
otak
o PCO 2 yang tinggi menyebabkan vasodilatasi vaskular otak yang
memperparah perdarahan.
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
30/47
30
Elektrolit untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
Rinoskopi atau nasoendoskopi (bila tersedia ) Pemeriksaan trauma hidung dan
sumber perdarahan Ophthalmoscopy menilai adanya perdarahan intraocular, edema, foreign body,
retinal detachment, edema papil nervus II atau tidak.
Factor pembekuan, clotting time, bleeding time
Cedera Kepala
1. Cedera Kepala Ringan
GCS 13 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran (pingsan) kurang dari 30
menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak,
tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma.
2. Cedera Kepala Sedang
GCS 9 12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30
menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.
RESPON NILAI
1 Membuka Mata:
Spontan
Terhadap rangsangan suara
Terhadap nyeri
Tidak ada
4
3
2
1
2 Verbal :
Orientasi baik
Orientasi terganggu
Kata-kata tidak jelas
Suara tidak jelas
Tidak ada respon
5
4
3
2
1
3 Motorik :
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
31/47
31
Mampu bergerak
Melokalisasi nyeri
Fleksi menarik
Fleksi abnormal
Ekstensi
Tidak ada respon
6
5
4
3
2
1
Total 3-15
7. Working Diagnosis
Bujang menderita cedera kepala sedang, hematoma epidural disertai lucid interval
karena terjadi herniasi, fraktur os temporal dextra, luka di regio temporal dextra
karena trauma tumpul kepala, dan epistaksis.
8. Penatalaksanaan Bersihkan luka pada kepala dan tutup luka dengan kasa atau perban yang bersih. Lakukan dan amankan ABC pada pasien.
Airway dengan kontrol servikal
Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi) Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid. Pasang tampon pada hidung untuk menghentikan epistaksis.
Breathing
Pemasangan airway orofaringeal
Prosedur ini digunakan untuk ventilasi sementara pada penderita yang tidak
sadar sementara intubasi penderita sedang dipersiapkan.
Pilih airway yang cocok ukurannya. Ukuran yang cocok sesuai dengan jarak
dari sudut mulut penderita sampai kanalis auditivus eksterna.
Buka mulut penderita dengan manuver chin lift atau teknik cross-finger
(scissors technique).
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
32/47
32
Sisipkan spatula lidah diatas lidah penderita, cukup jauh untuk menekan lidah,
hati-hati jangan merangsang penderita sampai muntah.
Masukkan airway ke posterior, dengan lembut diluncurkan diatas lengkungan
lidah sampai sayap penahan berhenti pada bibir penderita. Airway tidak boleh mendorong lidah sehingga menyumbat airway. Tarik spatula lidah. Ventilasi penderita dengan alat bag-valve-mask.
Ventilasi bag-valve-mask- teknik dua orang
Pilih ukuran masker yang cocok dengan wajah penderita.
Hubungkan selang oksigen dengan alat bag-valve-mask, dan atur aliran oksigensampai 12 L/ menit.
Pastikan airway penderita terbuka dan dipertahankan dengan teknik-teknik yang
telah dijelaskan sebelumnya.
Orang pertama memegang masker pada wajah penderita, dan menjaga agar rapat
dengan dua tangan.
Orang kedua memberikan ventilasi dengan memompa kantong dengan dua
tangan. Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan dada penderita. Penderita diberi ventilasi dengan cara seperti ini tiap 5 detik.
Intubasi orotrakeal dewasa
Pastikan bahwa ventilasi yang adekuat dan oksigenasi tetap berjalan, dan
peralatan penghisap berada pada tempat yang dekat sebagai kesiagaan bila
penderita muntah.
Kembangkan balon pipa endotrakeal untuk memastikan bahwa balon tidak
bocor, kemudian kempiskan balon.
Sambungkan daun laryngoskop pada pemegangnya, dan periksa terangnya
lampu.
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
33/47
33
Minta seorang asisten mempertahankan kepala dan leher dengan tangan. Leher penderita tidak boleh di-hiperekstensi atau di-hiperfleksi selama prosedur
ini.
Pegang laringoskop dengan tangan kiri.
Masukkan laringoskop pada bagian kanan mulut penderita , dan menggeser
lidah kesebelah kiri.
Secara visual identifikasi epiglotis dan kemudian pita suara. Dengan hati-hati masukkan pipa endotrakeal kedalam trakea tanpa menekan gigi
atau jaringan-jaringan di mulut.
Kembangkan balon dengan udara secukupnya agar tidak bocor. Jangan
mengembangkan balon secara berlebihan. Periksa penempatan pipa endotrakeal dengan cara memberi ventilasi dengan bag
valve tube.
Secara visual perhatikan pengembangan dada dengan ventilasi. Auskultasi dada dan abdomen dengan stetoskop untuk memastikan letak pipa. Amankan pipa (dengan plester). Apabila penderita dipindahkan, letak pipa harus
dinilai ulang.
Apabila intubasi endotrakeal tidak bisa diselesaikan dalam beberapa detik atauselama waktu yang diperlukan untuk menahan napas sebelum ekshalasi,
hentikan percobaan intubasinya, ventilasi penderita dengan alat bag-valve-mask,
dan coba lagi.
Penempatan pipa harus diperiksa dengan teliti. Foto toraks berguna untuk
menilai letak pipa, tetapi tidak dapat menyingkirkan intubasi esofageal.
Hubungkan alat kolorimetris CO2 ke pipa endotrakeal antara adaptor dengan
alat ventilasi. Penggunaan alat kolorimetrik merupakan suatu cara yang dapat
diandalkan untuk memastikan bahwa letak pipa endotrakeal berada dalam
airway.
Pasang alat pulse oxymeter pada salah satu jari penderita (perfusi perifer harus
masih ada) untuk mengukur dan memantau tingkat saturasi oksigen penderita.
Pulse oxymeter berguna untuk memantau tingkat saturasi oksigen secara terus
menerus dan sebagai cara menilai segera tindakan intervensi.
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
34/47
34
Pemantauan oksimetri pulsa/ pulse oxymetri
Pulse oxymeter didesain untuk mengukur saturasi oksigen dan laju nadi pada
sirkulasi perifer. Apabila menilai hasil pulse oxymeter, nilailah pembacaan
pembacaan awal:
Apakah laju nadi sesuai dengan monitor EKG? Apakah saturasi oksigen cocok/sesuai? Apabila pulse oxymeter memberikan hasil yang rendah atau sangat sulit
membaca penderita, carilah penyebab fisiologisnya, jangan menyalahkan
alatnya.
Circulation
Akses vena perifer
Pilih tempat yang baik di salah satu anggota badan, misalnya pembuluh di sebelah depan dari siku, lengan depan, pembuluh kaki (safena). Pasang turniket elastis di atas tempat punktur yang dipilih. Bersihkan tempat itu dengan larutan antiseptis. Tusuklah pembuluh tersebut dengan kateter kaliber besar dengan plastik di atas
jarum, dan amatilah kembalinya darah.
Masukkan kateter ke dalam pembuluh di atas jarum kemudian keluarkan jarum
dan buka torniketnya.
Pada saat ini boleh ambil contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium. Sambunglah kateter dengan pipa infus intravena dan mulailah infusi larutan RL
atau normal saline ( NaC1 3% (hipertonis) untuk mencegah terjadinya edema
serebri) .
Amatilah infiltrasi yang mungkin terjadi dari cairan ke jaringan. Tambatkan kateter dan pipa ke kulit anggota badan. Pasang kateter untuk pengeluaran cairan pada alat urogenital pasien
Obat-obatan
Mannitol, 0,25 sampai 1 g/kg secara bolus intravena, untuk mengurangan
peningkatan ICP.
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
35/47
35
Jika ABC pasien tidak ada masalah langsung rujuk ke dokter bedah, agar dilakukan
operasi untuk mengurangi tekanan intracranial.
Operasi di lakukan bila terdapat :
Volume hematom > 30 ml (kepustakaan lain > 44 ml)
Keadaan pasien memburuk
Pendorongan garis tengah > 5 mm
Fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak depres dengan kedalaman
>1 cm
EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengahdengan GCS 8 atau kurang
Tanda-tanda lokal dan peningkatan TIK > 25 mmHg
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan
untuk fungsional saving . Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya
menjadi operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh
lesi desak ruang.
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
AlgoritmePenatalaksanaan Cedera Ke ala Sedan
Definisi : penderita biasanya tampak kebingungan atau mengantuk; namun masihmampu menuruti perintahGCS : 9-13Pemeriksaan awal :
Sama dengan untuk cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan darah sederhanaPemeriksaan CT scan kepala pada semua kasusDirawat untuk observasi
Setelah dirawatPemeriksaan neurologis periodicPemeriksaan CT scan ulang bila kondisi penderita memburuk atau bila penderita akandipulangkan.
Bila kondisi membaik (90%)Pulang bila memungkinkanKontrol di poliklinik
Bila kondisi memburuk (10%)Bila penderita tidak mampu melakukan
perintah lagi, segera lakukan pemeriksaan CTscan ulang dan penatalaksanaan sesuai protokolcedera ke ala berat
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
36/47
36
> 25 cc desak ruang supra tentorial
> 10 cc desak ruang infratentorial
> 5 cc desak ruang thalamus
Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan : Penurunan klinis
Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
Perawatan Pascabedah
Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya.
Jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau
kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian. Perawatan luka
dan pencegahan dekubitus pada pasien post operasi harus mulai diperhatikan
sejak dini.
CT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik dan
untuk menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.
9. Komplikasi
Cedera kepala :
Herniasi otak lanjutan Penekanan pusat
vegetatif
Edema cerebri Koma Deficit neurologis Kematian
Luka kepala :
Infeksi Perdarahan
Epistaksis :
Aspirasi Perdarahan (anemia,
syok)
10. Prognosis
Menurut Zink (2001), prognosis pasien cedera otak dengan epidural hematom
akan lebih baik bila disertai dengan lucid interval daripada pasien yang koma setelah
trauma. Pasien dengan epidural hematom dan GCS 15 (skor tinggi mengindikasikan
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
37/47
37
prognosis bagus) memiliki keluaran lebih baik bila mendapatkan penanganan bedah
segera.
Vitam : Dubia at bonam
Fungsionam : Dubia
11. SKDI
3B. Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau
mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
IV. Learning Issues
1. Anatomi Cranium
Anatomi Tengkorak
A. Kulit Kepala (SCALP)
Menurut ATLS terdiri dari 5 lapisan yaitu:
Skin atau kulit Connective Tissue atau jaringan penyambung Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat berhubungan
langsung dengan tengkorak
Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar. Merupakan tempat
terjadinya perdarahan subgaleal (hematom subgaleal).
Perikranium
B. Tulang Tengkorak
Terdiri dari kalvarium dan basis kranii. Rongga tengkorak dasar dibagi 3
fosa :
a) Anterior : tempat lobus frontalis
b) Media : tempat lobus temporalis
c) Posterior : tempat batang otak bawah dan serebelum
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
38/47
38
C. Meningen
Selaput ini menutupi seluruh permukaan otak terdiri 3 lapisan:
1. Duramater
Merupakan selaput keras atas jaringan ikat fibrosa melekat dengan
tabula interna atau bagian dalam kranium namun tidak melekat pada selaput
arachnoid dibawahnya, sehingga terdapat ruangan potensial disebut ruang
subdural yang terletak antara durameter dan arachnoid. Pada cedera kepala
pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis
superior digaris tengah disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan
serta menyebabkan perdarahan subdural. Durameter membelah membentuk
2 sinus yang mengalirkan darah vena ke otak, yaitu : sinus sagitalis
superior mengalirkan darah vena ke sinus transverses dan sinus sigmoideus.
Perdarahan akibat sinus cedera 1/3 anterior diligasi aman, tetapi 2/3
posterior berbahaya karena dapat menyebabkan infark vena dan kenaikan
tekanan intracranial.
Arteri-arteri meningea terletak pada ruang epidural, dimana yang
sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada
fosa temporalis dapat menimbulkan perdarahan epidural.
2. Arachnoid
Lapisan arachnoid terdiri atas fibrosit berbentuk pipih dan serabut
kolagen. Lapisan arachnoid mempunyai dua komponen, yaitu suatu lapisan
yang berhubungan dengan dura mater dan suatu sistem trabekula yang
menghubungkan lapisan tersebut dengan pia mater. Ruangan di antara
trabekula membentuk ruang subarachnoid yang berisi cairan serebrospinal
dan sama sekali dipisahkan dari ruang subdural. Pada beberapa daerah,
arachnoid melubangi dura mater, dengan membentuk penonjolan yang
membentuk trabekula di dalam sinus venous dura mater. Bagian ini dikenal
dengan vilus arachnoidalis yang berfungsi memindahkan cairan
serebrospinal ke darah sinus venous. Arachnoid merupakan selaput yang
tipis dan transparan. Arachnoid berbentuk seperti jaring laba-laba. Antara
Arachnoid dan piameter terdapat ruangan berisi cairan yang berfungsi untuk
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Fibrosit&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Kolagenhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Subarachnoid&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Serebrospinal&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Arachnoid&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Laba-labahttp://id.wikipedia.org/wiki/Laba-labahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Arachnoid&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Serebrospinal&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Subarachnoid&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Kolagenhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Fibrosit&action=edit&redlink=1 -
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
39/47
39
melindungi otak bila terjadi benturan. Baik arachnoid dan piameter kadang-
kadang disebut sebagai leptomeninges .
3. Piamater
Lapisan ini melekat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebro
spinal bersirkulasi diantara arachnoid dan piameter dalam ruang
subarahnoid. Perdarahan ditempat ini akibat pecahnya aneurysma intra
cranial.
D. Otak
1. Serebrum
Terdiri atas hemisfer kanan dan kiri dipisahkan oleh falks serebri yaitu
lipatan durameter yang berada di inferior sinus sagitalis superior. Hemisfer
kiri terdapat pusat bicara.
2. Serebelum
Berfungsi dalam kordinasi dan keseimbangan dan terletak dalam fosa
posterior berhubungan dengan medulla spinalis batang otak dan kedua
hemisfer serebri.
3. Batang otak
Terdiri dari mesensefalon (midbrain) dan pons berfungsi dalam kesadaran
dan kewaspadaan, serta medulla oblongata yang memanjang sampai
medulla spinalis.
E. Cairan Serebrospinalis
Normal produksi cairan serebrospinal adalah 0,2-0,35 mL per menit atau
sekitar 500 mL per 24 jam . Sebagian besar diproduksi oleh oleh pleksus
koroideus yang terdapat pada ventrikel lateralis dan ventrikel IV. Kapasitas dari
ventrikel lateralis dan ventrikel III pada orang sehat sekitar 20 mL dan total
volume cairan serebrospinal pada orang dewasa sekitar 120 mL Cairan
serebrospinal setelah diproduksi oleh pleksus koroideus akan mengalir ke
ventrikel lateralis, kemudian melalui foramen interventrikuler Monro masuk ke
ventrikel III , kemudian masuk ke dalam ventrikel IV melalui akuaduktus
Sylvii, setelah itu melalui 2 foramen Luschka di sebelah lateral dan 1 foramen
http://id.wikipedia.org/wiki/Otakhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Arachnoid&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Piameter&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Piameter&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Arachnoid&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Otak -
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
40/47
40
Magendie di sebelah medial masuk kedalam ruangan subaraknoid, melalui
granulasi araknoidea masuk ke dalam sinus duramater kemudian masuk ke
aliran vena.
Tekanan Intra kranial meningkat karena produksi cairan serebrospinal
melebihi jumlah yang diabsorpsi. Ini terjadi apabila terdapat produksi cairan
serebrospinal yang berlebihan, peningkatan hambatan aliran atau peningkatan
tekanan dari venous sinus. Mekanisme kompensasi yang terjadi adalah
transventricular absorption, dural absorption, nerve root sleeves absorption dan
unrepaired meningocoeles. Pelebaran ventrikel pertama biasanya terjadi pada
frontal dan temporal horns, seringkali asimetris, keadaan ini menyebabkan
elevasi dari corpus callosum, penegangan atau perforasi dari septum pellucidum,
penipisan dari cerebral mantle dan pelebaran ventrikel III ke arah bawah hingga
fossa pituitary (menyebabkan pituitary disfunction).
F. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang :
Supratentorial : terdiri fosa kranii anterior dan media Infratentorial : berisi fosa kranii posterior
Mesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dan batang
otak (pons dan medulla oblongata) berjalan melalui celah tentorium serebeli
disebut insisura tentorial. Nervus okulomotorius (NVII) berjalan sepanjang
tentorium, bila tertekan oleh masa atau edema otak akan menimbulkan herniasi.
Serabut-serabut parasimpatik untuk kontraksi pupil mata berada pada
permukaan n. okulomotorius. Paralisis serabut ini disebabkan penekanan
mengakibatkan dilatasi pupil. Bila penekanan berlanjut menimbulkan deviasi
bola mata kelateral dan bawah.
Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegi kontralateral dikenal sindrom
klasik herniasi tentorium. Umumnya perdarahan intrakranial terdapat pada sisi
yang sama dengan sisi pupil yang berdilatasi meskipun tidak selalu.
G. Sistem Sirkulasi Otak
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
41/47
41
Kebutuhan energ oksigen jaringan otak adalah sangat tinggi oleh karena
itu aliran darah ke otak absolute harus selalu berjalan mulus . suplai darah ke
otak seperti organ lain pada umumnya disusun oleh arteri arteri dan vena-vena.
Arteri karotis
Arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari arteri
karotis komunis kita-kira setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri
langsung bercabang dari arkus aorta ,tetapi arteri karotis komunis kanan
berasal dari arteri brakiosefalika.Arteri karotis eksterna mendarahi
wajah,tiroid,lidah dan faring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu
arteria meningea media,mendarahi struktur-struktur dalam didaerah wajah
dan mengirimkan satu cabang yang besar ke daerah duramater.Arteri
karotis interna sedikit berdilatasi tepat setelah percabangannya yang
dinamakan sinus karotikus.Dalam sinus karotikus terdapat ujung-ujung
saraf khususyang berespon terhadap perubahan tekanan darah arteria,yang
secara reflex mempertahankan suplai darah ke otak dan tubuh.
Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi
kiasma optikum,menjadi arteria serebri anterior dan media.Arteri serebri
media adalah lanjutan langsung dari arteri karotis interna. Segera setelah
masuk ke ruang subaraknoid dan sebelum bercabang-cabang,arteri karotis
interna mempercabangkan arteri oftalmika yang masuk kedalam orbita dan
mendarahi mata dan isi orbita lainnya.Arteri serebri anterior member suplai
darah pada struktur-struktur seperti nucleus kaudatus,putamen,bagian-
bagian kapsula interna dan korpus kalosum dan bagian-bagian lobus
frontalis dan parietalis serebri.
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus
temporalis,parietalis,dan frontalis korteks serebri dan membentuk
penyebaran pada permukaan lateral yang menyerupai kipas. Arteri ini
merupakan sumber darah utama girus prasentralis dan postsentralis.
Arteri verebrobasilaris
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sisi yang
sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari arteri arteri inomata,
sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari
aorta.Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
42/47
42
setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua arteri tersebut
bersatu membentuk arteri basilaris. Tugasnya mendarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksifitalis dan temporalis, apparatus koklearis,
dan organ-organ vestibular.
Sirkulus Arteriosus Willisi
Meskipun arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris merupakan
dua system arteri terpisah yang mengalirkan darah ke otak,tetapi keduanya
disatukan oleh pembuluh pembuluh darah anastomosis yang sirkulus
arteriosus willisi .
Cedera otak
Cedera otak terjadi akibat pergeseran dan distorsi jaringan saraf pada saat
benturan. Otak yang tidak dapat dikompresi diibaratkan batang kayu basah yang
terndan di dalam air. Otak terapung dalam cairan serebrolspinal di ruang
subarachnoid dan dapat meluncur kearah anteroposterior dan lateral dengan
jarak tertentu. Gerakan anteroposterior terbatas karena terdapat perlekatan vv.
Cerebri superiors dengan sinus sagitalis superior. Pergeseran otak ke lateral
dibatasi oleh falx cerebri. Tentorium cerebella dan falx cerebella juga
membatasi pergerakan otak. Gerakan otak di dalam tengkorak pada saat terjadi
cedera kepala kemungkinan tidak hanya menyebabkan avulse saraf cranial tetapi
juga sering menimbulkan rupture pembuluh-pembuluh darah yang terfiksasi.
2. Fisiologi Otak
Doktrin Monroe-Kellie
Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan
volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah, liquor,
dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi yang terlampaui akan mengakibatkan
kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan Tekanan Perfusi Serebral (CPP)
yang dapat fatal pada tingkat seluler.
Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi :
CPP = MAP ICP
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
43/47
43
CPP : Cerebral Perfusion Pressure
MAP : Mean Arterial Pressure
ICP : Intra Cranial Pressure
Cerebral Blood Flow
Pada orang dewasa, cerebral blood flow (CBF) berkisar antara 50-55 mL/ 100
gram jaringan otak permenit. Cedera kepala yang cukup berat hingga menyebabkan
koma biasanya terjadi dan ditandai dengan pengurangan CBF selama satu jam
pertama setelah cedera. Rendahnya level CBF yang inadekuat untuk metabolism
otak biasanya diikuti dengan iskemia baik regional bahkan global.
Kapiler otak dapat bervasodilatasi ataupun vasokonstriksi untuk membangun
CPP dalam rentang 50-150 mmHg untuk menciptakan CBF yang konstan. Cedera
kepala yang berat dapat mengganggu autoregulasi ini.
Untuk membangun perfusi cerebral dan CBF yang adekuat dapat dilakukan
dengan berbagai cara yaitu menurunkan peningkatan ICP, menormalkan volume
intravascular, menormalkan MAP, memberikan oksigenasi yang adekuat, dan
hematoma atau lesi yang memnyebabkan peningkatan volume intracranial harus
segera dibuang.
Tekanan Intrakranial
Tekanan intrakranial (TIK) didefiniskan sebagai tekanan dalam rongga kranial
dan biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak (Joanna Beeckler,
2006). Menurut Morton, et.al tahun 2005, tekanan intrakranial normal adalah 0-15
mmHg. Nilai diatas 15 mmHg dipertimbangkan sebagai hipertensi intrakranial atau
peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial dipengaruhi oleh tiga faktor,
yaitu otak (sekitar 80% dari volume total), cairan serebrospinal (sekitar 10%) dan
darah (sekitar 10%) (Joanna Beeckler, 2006). Monro Kellie doktrin menjelaskan
tentang kemampuan regulasi otak yang berdasarkan volume yang tetap (Morton,
et.al, 2005). Selama total volume intrakranial sama, maka TIK akan konstan.
Peningkatan volume salah satu faktor harus diikuti kompensasi dengan penurunan
faktor lainnya supaya volume tetap konstan. Perubahan salah satu volume tanpa
diikuti respon kompensasi dari faktor yang lain akan menimbulkan perubahan TIK
(Morton, et.al, 2005). Beberapa mekanisme kompensasi yang mungkin antara lain
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
44/47
44
cairan serebrospinal diabsorpsi dengan lebih cepat atau arteri serebral berkonstriksi
menurunkan aliran darah otak (Joanna Beeckler, 2006).
Salah satu hal yang penting dalam TIK adalah tekanan perfusi
serebral/ cerebral perfusion pressure (CPP). CPP adalah jumlah aliran darah dari
sirkulasi sistemik yang diperlukan untuk memberi oksigen dan glukosa yang adekuat
untuk metabolisme otak (Black&Hawks, 2005). CPP dihasilkan dari tekanan arteri
sistemik rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, dengan rumus CPP = MAP ICP.
CPP normal berada pada rentang 60-100 mmHg.
MAP adalah rata-rata tekanan selama siklus kardiak. MAP = Tekanan Sistolik
+ 2X tekanan diastolik dibagi 3. Jika CPP diatas 100 mmHg, maka potensial terjadi
peningkatan TIK. Jika kurang dari 60 mmHg, aliran darah ke otak tidak adekuat
sehingga hipoksia dan kematian sel otak dapat terjadi (Morton et.al, 2005). Jika
MAP dan ICP sama, berarti tidak ada CPP dan perfusi serebral berhenti, sehingga
penting untuk mempertahankan kontrol ICP dan MAP (Black&Hawks, 2005).
Otak yang normal memiliki kemampuan autoregulasi, yaitu kemampuan organ
mempertahankan aliran darah meskipun terjadi perubahan sirkulasi arteri dan
tekanan perfusi (Morton, et.al, 2005). Autoregulasi menjamin aliran darah yang
konstan melalui pembuluh darah serebral diatas rentang tekanan perfusi dengan
mengubah diameter pembuluh darah dalam merespon perubahan tekanan arteri. Pada
klien dengan gangguan autoregulasi, beberapa aktivitas yang dapat meningkatkan
tekanan darah seperti batuk, suctioning , dapat meningkatkan aliran darah otak
sehingga juga meningkatkan tekanan TIK. Monitoring TIK paling sering dilakukan
pada trauma kepala dengan situasi (Thamburaj, Vincent, 2006):
1. GCS kurang dari 8
2. Mengantuk/ drowsy dengan hasil temuan CT scan
3. Post op evakuasi hematoma4. Klien risiko tinggi seperti usia diatas 40 tahun, tekanan darah rendah, klien
dengan bantuan ventilasi.
5. Penurunan status neurologi klinis dipertimbangkan sebagai tanda peningkatan
TIK. Bradikardi, peningkatan tekanan pulsasi, dilatasi pupil normalnya
dianggap tanda peningkatan TIK.
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
45/47
45
BAB III
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
46/47
46
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bujang menderita cedera kepala sedang, hematoma epidural disertai lucid interval
karena herniasi, fraktur os temporal dextra, luka di regio temporal dextra karena trauma
tumpul kepala, dan epistaksis.
DAFTAR PUSTAKA
-
8/10/2019 Laporan SKENARIO B BLOK 27
47/47
Dorland, W. A Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28. Jakarta: EGC.
Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Kumar, Cotran, Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi . Edisi 7 : Jakarta. EGC.
Mardjono M. dan Sidharta P.. 2003. Neurologi Klinis Dasar . Jakarta: Dian Rakyat.
Markam S.. 2005. Kapita Selekta Neurologi . Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Price A Sylvia, Lorraine M.Wilson. 2005. Patofisiologi . Jilid 2. Edisi 6 : Jakarta. EGC.
Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem . Edisi 7. Jakarta: EGC, 2010.
Soertidewi L.. 2002. Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranio Serebral . Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.