Download - Laporan Kasus Baru Cuysssss_1 (Repaired)
BAB I
PENDAHULUAN
Preeklampsia adalah gangguan yang terjadi hanya selama kehamilan dan setelah
kelahiran dan mempengaruhi baik ibu dan bayi yang belum lahir. Preeklampsia
setidaknya terjadi 5-8% dari seluruh kehamilan, hal ini ditandai dengan peningkatan
progresif tekanan darah dan adanya protein dalam urin. Pembengkakan, peningkatan
berat badan tiba-tiba dan sakit kepala serta perubahan dalam penglihatan adalah gejala
penting.
Biasanya, preeklampsia terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu (pada trimester
2 atau 3 tengah ke akhir kehamilan) dan sampai enam minggu setelah melahirkan,
meskipun dalam kasus yang jarang dapat terjadi lebih awal dari 20 minggu. Perawatan
prenatal yang tepat sangat penting untuk mendiagnosa dan mengelola preeklampsia.
Pregnancy Induced Hypertension (PIH) dan toksemia adalah istilah lama untuk
preeklampsia. Sindrom HELLP dan eklampsia (kejang) adalah varian lain dari
preeklampsia.
Secara global, preeklampsia dan gangguan hipertensi kehamilan yang lain
adalah penyebab utama penyakit ibu dan bayi dan kematian. Dengan perkiraan
konservatif, gangguan ini bertanggung jawab untuk 76,000 ibu dan 500.000 kematian
bayi setiap tahun.1
BAB II
1
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Ny. Dewi Daud Yusuf
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 29 tahun 1 bulan
Agama : Islam
Alamat : Jagakarsa, Jakarta Selatan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : Tamat SD
Status Pernikahan : Menikah
Pembiayaan : Jampersal
No Rekam Medis : 01244126
II. HASIL ANAMNESA
Pasien masuk ke IGD pada tanggal 6 Juli 2013 pukul 14.30 dengan :
a. Keluhan Utama
Mules sejak 1 hari SMRS
b. Keluhan Tambahan
Mual, muntah, sakit kepala, tidak ada perdarahan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD diantar suami mengaku hamil 9 bulan, HPHT lupa,
ANC tidak pernah. USG tidak pernah. Pasien merasa perutnya mulas sejak 1 hari
SMRS. Pasien juga mengeluhkan adanya mual, muntah, nyeri ulu hati, sakit kepala.
Perdarahan tidak terjadi. Lendir keluar, tidak ada keputihan dan ari ari belum
keluar. Riwayat kehamilan G2P1A0.
Pasien merupakan pasien rujukan dari puskesmas setempat. Didapatkan
hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut :
2
Keadaan umum : Compos Mentis
K/E : Stabil
TD : 140/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5°C
TFU : 31 cm
His : Masih jarang
L1 Bokong
L2 Punggung kanan
L3 Kepala
L4 Bag
DJJ : 149 DPM
VT B : Belum ada pembukaan
NB : ANC –
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Asma (-)
Alergi (-)
Hipertensi (+)
Diabetes mellitus (-)
Sakit Paru (-)
Sakit jantung (-)
Gastritis (+)
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Asma (-)
Alergi (-)
Hipertensi (+)
Diabetes mellitus (-)
Sakit Paru (-)
3
Sakit jantung (-)
f. Riwayat Kebiasaan
• Merokok (-)
• Alkohol (-)
g. Riwayat Imunisasi
BCG, Polio, DPT, Campak, Hepatitis B : (+)
h. Riwayat Obsetri dan Ginekologi
Menarche : umur 12 tahun
Lamanya mens : 10 hari
Banyaknya pembalut : 3 lembar/ hari
Infertilitas : -
Mioma : -
Infeksi : -
Polip : -
Cervix : -
Kanker Ovarium : -
Cervicitis kronis : -
Perkosaan : -
Endometriosis : -
Operasi kandungan : -
Kelahiran anak pertama
Tahun : 2004
Usia ibu : 22 th
Usia bayi : 7 bulan (sc)
Kelahiran di : RSCM
Penyulit kelahiran : premature, BBLR (1400gr)
III. PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN FISIK DARI IGD
4
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital
Tekanan Darah : 140/100 mmHg
Nadi : 90x/menit
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36,5° C
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 70 kg
AIRWAY
Bebas, tidak ada hambatan
BREATHING
Teratur, tidak ada wheezing, tidak ada stridor
CIRCULATION
CRT < 3 detik, akral hangat
TRIASE : URGENT
PEMERIKSAAN FISIK LANJUTAN di IGD (pukul 13.00 – 16.00)
Kepala
Mata
Hidung
Gigi mulut
Tenggorokan
Telinga
Leher
Thoraks
Jantung
: normal
: normal
: normal
: normal
: normal
: normal
: normal
: normal
: normal
5
TFU : 38 cm
Hiss : -
Kontraksi : ada
DJJ : 156 dpm
Inspeksi : v/u tss
Perspekulum : potio lunak, OUE terbuka.
18,5 > IMT < 25 : TIDAK
Kehilangan berat badan 5% dalam 3 bulan : TIDAK
Kurang asupan makan selama 1 minggu : TIDAK
Mengalami penyakit berat : TIDAK
Resiko jatuh (morse) : -
Nyeri : -
Laboratorium (CTG) : non reasing
Diagnose sementara
G2P1A0, H 33-34 MGG, JPTH, gawat janin PEB, BSC 1x
Instruksi tindakan
Memberitahukan hasil pemeriksaan fisik
Observasi tanda vital dan DJJ
Cek DPL, GDS, BT/CT
Kolaborasi advice SpOG :
SC Cito
Hidrasi 1800cc dalam 12 jam. Ditujukan untuk mengganti cairan dan darah yang
hilang saat tindakan operasi.
Mg SO4 4 gram iv. Lanjut 1 gram. Obat anti kejang yang banyak dipakai di
Indonesia adalah magnesium sulfat. Magnesium sulfat (MgSO4) menghambat atau
menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat
transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada
6
sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium,
sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion
kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat
menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap
menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau
eklampsia.Pengunaan magnesium sulfat sebagai pengobatan preeklampsia dan
eklampsia lebih disukai karena mudah mencegah dan mengatasi kejang, penderita
tetap sadar, jarang terjadi aspirasi, pengaruh terhadap bayi sedikit dan mudah
dilaksanakan Cara pemberian dan dosis terpilih magnesium sulfat masih
bermacam-macam, namun semuanya bertujuan untuk mendapatkan kadar
magnesium dalam darah yang dapat memberikan efek pengobatan yang optimal dan
berlangsung lama.
Nifedipin 4x20 mg. Nifedipin merupakan Antagonis kalsium yang merupakan
relaksan otot polos yang menghambat aktivitas uterus dengan mengurangi influks
kalsium melalui kanal kalsium yang bergantung pada voltase. Terdapat beberapa
kelas antagonis kalsium, namun sebagian besar pengalaman klinis adalah dengan
nifedipin. Obat ini populer karena murah, mudah penggunaannya dan sedikit
insiden terjadinya efek samping. Obat ini terbukti menjadi obat tokolitik yang
efektif baik ketika dibandingkan dengan plasebo atau obat-obat lainnya. Banyak
penelitian yang menyatakan bahwa efektivitas obat ini sama dengan ritodrin dalam
mencegah persalinan premature. Nifedipin diabsorbsi cepat di saluran pencernaan
setelah pemberial oral. Absorpsi secara oral tergantung dari keasaman lambung.
Nifedipine dimetabolisme di hepar, 70-80% hasil metabolismenya dieksresikan ke
ginjal dan sisanya melalui feses. Nifedipin menghasilkan hipotensi sistemik dengan
menyebabkan vasodilatasi perifer. Obat ini telah digunakan dalam terapi hipertensi
selama kehamilan atau post partum.Secara klinis, ketika digunakan untuk terapi
persalinan prematur, obat ini memilikiefek terhadap kardiovaskular yang minimal
dan tidak terdapat morbiditas janin atau neonatus yang signifikan dari penggunaan
klinis nifedipin sebagai obat tokolitik. 2
NaC 3x600mg. NAC adalah singkatan untuk N-asetilsistein. NAC adalah bentuk
pra-acetylized dari asam amino yang tubuh kita memproduksi secara alami. N-
asetilsistein lebih stabil daripada asam amino sistein dan lebih mudah larut dalam
7
air. Sifat NAC adalah melindungi tubuh dari radikal bebas dan juga antioksidan
yang sangat kuat. Obat ini baik untuk keadaan pre eklampsia dimana terjadi stress
oksidasi dan terjadi peningkatan radikal bebas.
Vit C 2x100 mg. Pemberian Vitamin C sebagai suplemen juga berguna sebagai anti
oksidan untuk melawan radikal bebas.2,3
HASIL PENANGANAN DI HIGH CARE (16.30)
Pasien dirawat dikelas III kamar 17 C
Working diagnose :
G2P1A0
Gawat janin
PEB
BSC1X
Dasar diagnose : Gawat janin
Terapi : Sc cito
Indikasi : Gawat janin
Tata cara : Spinal anesthesia
Tujuan : Melahirkan bayi
Resiko : Perdarahan, pengangkatan rahim
Komplikasi : Perdarahan, infeksi pada luka operasi
Prognosis : Dubia
Alternative : Pengangkatan rahim
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN
06-07-2013
NILAI
PADA PASIEN
NILAI NORMAL
8
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
13,8 g/dl
42 %
20,3 rb/ul
163 rb/ul
5.05 jt/ul
13,2-17,3 g/dl
33-45 %
5,0-10,0 rb/ul
150-450 rb/ul
4,40-5,90 jt/ul
VER
HER
KHER
RDW
82.8 fl
27.3 pg
32.9 g/dl
14.2 %
80-100 fl
26-34 pg
32-36 g/dl
11,5-14-5 %
HEMOSTASIS
APTT
PT
30.3
11.3
27.4 – 39.3
11.3 – 14.7
FUNGSI HATI
SGOT
SGPT
15
12
0 - 34
0 – 40
GDS 73 70 - 140
URINALISA
Urobilinogen
Protein Urine
Berat Jenis
Bilirubin
Keton
Nitrit
pH
Leukosit
Darah/Hb
Glukosa Urin/Reduksi
Warna
Kejernihan
SEDIMEN URIN
0.2
3+
1.025
Negative
1+
Negative
6.5
Negative
2+
Negative
Yellow
Clear
<1
Negative
1.005 – 1.030
Negative
Negative
Negative
4.8 – 7.4
Negative
Negative
Negative
Yellow
Clear
9
Epitel
Leukosit
Eritrosit
Silinder
Kristal
Bakteri
Lain-lain
1+
1 – 2
4 – 5
Granula (0-1)
Negative Negative
Negative
0 – 5
0 – 2
Negative
Negative
Negative
Negative
Elektrokardiogram
Interpretasi
10
• Irama : sinus
• QRS rate : 80 x/m
• Axis : normal
• P wave : normal (0,08)
• PR intv : normal (0,16)
• QRS intv : normal (0,08)
• T inverted : V4
• ST change : -
• Q patologis : -
• LVH : -
• RVH : -
V. RESUME
Pasien wanita 29 tahun daaing dengan keluhan perut mulas sejak 1 hari SMRS,
disertai mual muntah sakit kepala dan nyeri di ulu hati. G2P1A0, H -34 mgg dengan gawat
janin karena adanya PEB, JPHT, BSC 1x. Riwayat pre eclampsia +. ANC –
Hasil PF : tekanan darah tinggi +
Hasil PP : Laboratorium menunjukkan : leukositosis.
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja:
G2P1A0 dengan Gawat janin, PEB, BSC1X
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Preeklampsia
Preeklampsia adalah gangguan kerusakan endotel vaskular luas dan vasospasme yang
terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dan dapat hadir hingga akhir 4-6 minggu
postpartum. Hal ini secara klinis didefinisikan oleh hipertensi dan proteinuria, dengan atau
tanpa edema patologis.
Konsensus medis sulit mengenai nilai-nilai yang menentukan preeklampsia, tetapi
kriteria yang wajar pada wanita yang normotensif sebelum usia kehamilan 20 minggu
termasuk tekanan darah sistolik (SBP) lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik (DBP) lebih besar dari 90 mm Hg pada 2 pengukuran berturut-turut, 4-6 jam
terpisah. Preeklampsia pada pasien dengan hipertensi esensial yang sudah ada sebelumnya
12
didiagnosis jika SBP telah meningkat sebesar 30 mm Hg atau jika DBP telah meningkat
sebesar 15 mm Hg. 4
2.2. Etiologi Preeklampsia
Etiologi timbul terjadinya
preeklampsia masih belum diketahui.
Namun, syndrome ini ditandai dengan
adanya vasokonstriksi, hemokonstentrasi,
dan adanya kemungkinan perubahan pada
plasenta, ginjal, hepar dan otak. Biasanya
lebih terlihat pada wanita yang mengalami
preeklampsia berat.
Adapun faktor resiko dari preeklampsia
dapat dilihat pada tabel disamping.5
2.3. Patofisiologi Preeklampsia
13
2.4. Manifestasi Klinis Preeklampsia
2.5. Diagnosis Preeklampsia
Klasifikasi Hipertensi pada Kehamilan
14
Diagnosis Pre eklampsia dikategorikan menjadi dua yaitu,
1. Pre Eklampsia ringan
Diagnosis Pre Eklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya Hipertensi
disertai Proteinuria dan/ atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
Hipertensi; sistolik/diastolik ≥ 140/90 mmHg.
Proteinuria 300 mg/24 jam atau > 1 + dipstik
Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria pre eklampsia, kecuali
edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisasi.
2. Pre eklampsia berat
Diagnosis Pre Eklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut :
Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg
Proteinuria lebih 5gr/24 jam atau 3+ dalam pemeriksaan kualitatif.
Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500cc/24 jam
Kenaikan kadar kreatinin plasma
Gangguan visus dan serebral; penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan
pandangan kabur
Nyeri Epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
Edema paru dan sianosis
Hemolisis mikroangiopatik
Trombositopenia berat < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat
Gangguang fungsi hepar; peningkatan kadar alanin dan aspartate aminotransferase
Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat
Sindrom HELLP6
2.6. Penatalaksanaan Preeklampsia
Penatalaksanaan pada preeklampsia ditujukan terutama untuk menyelamatkan
ibu dan juga bayi.
Preeklampsia ringan
Wanita dengan preeklamsia ringan harus dirawat di rumah sakit untuk evaluasi
lebih lanjut dan jika ada, indikasi untuk persalinan. Jika preeklamsia ringan sudah
15
dikonfirmasi dan usia kehamilan adalah 40 minggu atau lebih, indikasi untuk
persalinan. Pada usia kehamilan 37-40 minggu, status serviks dinilai. Jika status serviks
kurang baik, pre-induksi agen pematangan serviks digunakan sesuai kebutuhan.
Kadang-kadang, wanita dengan pemeriksaan serviks sangat tidak baik antara 37 dan 40
minggu dapat dikelola dengan harapan untuk waktu yang terbatas dengan istirahat,
pengawasan janin antepartum, dan pemantauan ketat kondisi ibu, termasuk pengukuran
tekanan darah setiap 4-6 jam dan penilaian harian patela refleks, berat badan,
proteinuria, dan gejala-gejala yang mungkin muncul. Hitung darah lengkap dan
SGOT/SGPT, laktat dehidrogenase, dan asam urat harus diperiksa mingguan untuk dua
kali seminggu. Persalinan dilakukan jika status serviks menjadi baik, test antepartum
tidak normal, usia kehamilan mencapai 40 minggu, atau bukti memburuknya
preeklampsia terlihat. Jika manajemen hamil dilakukan setelah 37 minggu, pasien harus
memahami bahwa manfaat kemungkinan penurunan resiko adalah kelahiran sesar.
Wanita dengan preeklamsia ringan sebelum 37 minggu dikelola dengan
istirahat, pengujian antepartum dua kali seminggu, dan evaluasi ibu seperti yang
dijelaskan. Kortikosteroid diberikan jika usia kehamilan kurang dari 34 minggu,
amniosentesis dilakukan sebagai diperlukan untuk menilai kematangan paru janin.
Ketika manajemen pengawasan kehamilan diperpanjang dilakukan, pertumbuhan janin
dinilai dengan USG setiap 3-4 minggu. Kadang-kadang, manajemen rawat jalan dapat
diandalkan dengan hati-hati, yaitu pasien tanpa gejala dengan proteinuria minimal dan
hasil tes laboratorium normal. Pendekatan ini meliputi tirah baring di rumah, jumlah
gerakan janin harian, pengujian antepartum dua kali seminggu, evaluasi serial
pertumbuhan janin, dan penilaian terhadap tekanan darah, proteinuria, kenaikan berat
badan, refleks patella, dan gejala. Setiap bukti perkembangan penyakit merupakan
indikasi untuk rawat inap dan pertimbangan untuk persalinan. Terlepas dari keparahan,
semua wanita dengan preeklamsia sebaiknya menerima profilaksis intrapartum
magnesium sulfat untuk mencegah kejang. Manfaat profilaksis magnesium sulfat dalam
mencegah kejang pada pasien dengan preeklampsia ringan belum terbukti secara
meyakinkan dalam literatur.
16
Preeklampsia berat
Setiap pasien yang datang dengan preeklampsia berat harus rawat inap dan
diobservasi dan dimonitoring tekanan darah, keadaan janinnya, serta manifestasi klinis
dan perubahan-perubahan yang terjadi pada ibu. Pemeriksaan laboratorium seperti
hemoglobin, hematokrit, trombosit, kreatinin serum, SGOT dan SGPT juga harus
dimonitoring. USG dari perkembangan janin dan keadaan dari amnion juga perlu
dimonitor. Persalinan dilakukan jika usia kehamilan adalah 34 minggu atau lebih, paru
janin dikonfirmasi, atau bukti memburuk status ibu atau janin terlihat. Pengontrolan
tekanan darah dapat dicapai dengan hydralazine, labetalol, atau nifedipine. Tujuan
terapi antihipertensi adalah untuk mencapai tekanan darah sistolik <160 mmHg dan
17
tekanan darah diastolik <105 mm Hg. Kontrol terlalu agresif tekanan darah dapat
membahayakan perfusi ibu dari ruang intervillous dan berdampak negatif oksigenasi
janin. Hydralazine adalah vasodilator perifer yang dapat diberikan dalam dosis 5-10 mg
IV. Onset tindakan adalah 10-20 menit, dan dosis dapat diulang dalam 20-30 menit jika
diperlukan. Labetalol dapat diberikan dalam dosis 5-20 mg melalui dorongan IV
lambat. Dosis dapat diulang dalam 10-20 menit. Nifedipin adalah blocker saluran
kalsium yang dapat digunakan dalam dosis 5-10 mg oral. Rute sublingual administrasi
tidak boleh digunakan. Dosis dapat diulang dalam 20-30 menit, sesuai kebutuhan.
Pengelolaan preeklampsia berat sebelum 34 minggu masih kontroversial. Di
beberapa lembaga, persalinan dilakukan terlepas dari kematangan janin. Di University
of Southern California, persalinan sering ditunda untuk jangka waktu terbatas untuk
memungkinkan administrasi kortikosteroid. Magnesium sulfat dimulai, status janin
dimonitor secara terus menerus, dan agen antihipertensi yang digunakan sesuai
kebutuhan untuk mempertahankan tekanan darah sistolik <160 mmHg dan tekanan
darah diastolik <105 mm Hg. Kehamilan antara 33 dan 35 minggu, pertimbangan harus
diberikan untuk amniosentesis untuk studi kematangan paru. Jika matang, persalinan
segera dilakukan. Jika belum matang, kortikosteroid diberikan dan, jika mungkin,
persalinan ditunda 24-48 jam. Kehamilan antara 24 dan 32 minggu, terapi antihipertensi
dilakukan seperti yang ditunjukkan, kortikosteroid yang diberikan, dan konseling ibu
ekstensif dilakukan untuk menjelaskan risiko dan manfaat dari perpanjangan
kehamilan. Konsultasi Neonatologi sangat membantu untuk menggambarkan risiko
neonatal khusus untuk usia kehamilan dan taksiran berat janin. Durasi manajemen
ditentukan secara individual dari perkiraan berat janin, usia kehamilan, dan status ibu
dan janin. Manajemen hamil merupakan kontraindikasi dengan adanya kompromi janin,
hipertensi yang tidak terkontrol, eklampsia, DIC, sindrom HELLP, edema serebral,
edema paru, atau bukti pendarahan otak atau hati. Ketika preeklampsia berat
didiagnosis sebelum 24 minggu kehamilan, kemungkinan hasil yang baik rendah.
Konseling menyeluruh harus mengatasi realistis risiko dan manfaat yang diharapkan
dari manajemen hamil dan harus mencakup pilihan untuk terminasi kehamilan.
18
Tatalaksana Intrapartum
Pada wanita dengan preeklampsia tanpa kontraindikasi untuk persalinan,
persalinan pervaginam adalah pendekatan yang lebih disukai. Agen pematangan serviks
dan oksitosin digunakan sesuai kebutuhan. Selama persalinan, magnesium sulfat
diberikan untuk profilaksis kejang sebagai IV dosis loading 4-6 g selama 20-60 menit,
diikuti dengan dosis pemeliharaan 1-2 g / jam. Output urine dan kadar kreatinin serum
dimonitor, dan dosis magnesium disesuaikan untuk mencegah hypermagnesemia.
Refleks patella dan tingkat pernapasan harus sering dinilai. Dengan adanya refleks
patela, kadar magnesium serum biasanya tidak diperlukan. Kadar magnesium terapi
19
berkisar dari 4-8 mg / dL. Hilangnya refleks patela diamati pada tingkat magnesium 10
mg / dL atau lebih tinggi, paralisis pernapasan dapat terjadi pada tingkat 15 mg / dL
atau lebih, dan serangan jantung adalah mungkin dengan tingkat lebih dari 25 mg / dL.
Kalsium glukonat (10 mL larutan 10%) harus tersedia dalam hal hypermagnesemia.
Untuk menghindari edema paru, jumlah cairan IV tidak boleh melebihi 100 mL / jam.
Kontrol nyeri dicapai dengan anestesi regional atau dengan intramuskular atau IV
analgesik narkotika. Pemantauan hemodinamik invasif dicadangkan untuk edema paru
refrakter, sindrom gangguan pernapasan dewasa, atau oliguria responsif terhadap fluid
challange. Jika operasi caesar diperlukan, trombosit harus tersedia untuk transfusi
mungkin bagi pasien dengan jumlah trombosit <50.000 / mm3. Penggunaan produk
darah lainnya dipandu oleh temuan klinis dan laboratorium.7,8
2.7. Komplikasi
2.8. Prognosis
Di seluruh dunia, preeklampsia dan eklampsia diperkirakan bertanggung jawab untuk
sekitar 14% dari kematian ibu per tahun (50,000-75,000). Morbiditas dan mortalitas pada
preeklampsia dan eklampsia berhubungan dengan kondisi berikut.:
Disfungsi endotel sistemik
Vasospasme dan trombosis pembuluh kecil yang mengarah ke iskemia jaringan dan
organ20
Gejala SSP, seperti kejang, stroke, dan perdarahan
Nekrosis tubular akut
Koagulopati
Ruptur plasenta pada ibu
Secara umum, risiko kekambuhan preeklampsia pada wanita yang kehamilan
sebelumnya rumit oleh preeklamsia waktu dekat adalah sekitar 10%Jika seorang wanita
sebelumnya telah menderita preeklamsia berat (termasuk sindrom HELLP dan / atau
eklampsia), dia memiliki. resiko 20% terkena preeklampsia kadang-kadang pada kehamilan
berikutnya nya.
Jika seorang wanita telah memiliki sindrom HELLP atau eklampsia, risiko kekambuhan
sindrom HELLP adalah 5% dan eklampsia itu adalah 2%. Semakin awal penyakit
memanifestasikan selama kehamilan, semakin tinggi kemungkinan rekuren. Jika preeklamsia
terjadi sebelum usia kehamilan 30 minggu, kemungkinan rekuren mungkin setinggi 40%.4
SPINAL ANESTESIA
Anestesi spinal adalah penyuntikan obat anestesi local secara langsung kedalam cairan
serebrospinal (CSF), di dalam ruang subarachnoid. Anestesia spinal diperoleh dengan cara
menyuntikkan Anestetik Lokal ke dalam ruang subarachnoid. Teknik ini sederhana, cukup
efektif dan mudah.
Indikasi
Bedah ekstremitas bawah
Bedah panggul
Tindakan sekitar rectum-perineum
Bedah obstetric-ginekologi
Bedah urologi
Bedah abdomen bawah
Kontra indikasi
Hipovolemia. Sebagai akibat kehilangan darah atau dehidrasi. Pasien-pasien semacam
ini cenderung mengalami penurunan cardiac output yang berat karena hilangnya
respon vasokonstriksi kompensatorik
21
Cardiac output yang persisten rendah. Seperti yang terlihat pada stenosis mitral atau
aorta yang berat. Penurunan aliran balik vena lebih lanjut akan menurunkan cardiac
output, membahayakan perfusi organ-organ vital.
Sepsis kulit local. Resiko mencetuskan infeksi
Koagulopati. Sebagai akibat diathesis perdarahan atau antikoagulasi terapeutik.
Peningkatan TIK. Resiko herniasi
Cara
Persiapan untuk analgesia spinal adalah mempersiapkan daerah tusukan dan diteliti
apakah ada penyulit misalnya kelainan anatomis tulang punggung sehingga tak teraba
tonjolan prosesus spinosus. Lalu persiapan alat-alat, peralatan monitor, peralatan resusitasi,
jarum spinal.
Teknik Analgesia Spinal
1. Setelah dimonitor, posisikan pasien pada posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus.
Buat pasien membungkuk maksimal agar prosesus spinosus mudah teraba.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan tulang
punggung ialah L4-L5. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-3, L3-4 atau L4-5.
Tusukan pada L1-2 atau di atasnya berisiko trauma terhadap Medula Spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alcohol.
4. Beri anestetik local pada tempat tusukan, misalnya Bupivacain 5%
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22 G, 23 G, atau 25 G.
Sedangkan untuk yang kecil 27 G atau 29 G, dianjurkan menggunakan penuntun jarum
(introducer) yaitu jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukan introducer sedalam kira-kira
2 cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke
lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babock) irisan jarum
(hevel) harus sejajar dengan serat Duramater, yaitu pada posisi tidur miring hevel
mengarah ke atas atau bawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat
timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandrin jamur spinal
dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-
pelan (0,5 ml/detik) diselingin aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum
tetap baik. Kalau sudah yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak
keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor kelaur. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat
dimasukkan kateter.
22
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir)
dengan anestetik hiperbarik (anestetik local dengan berat jenis lebih besar dari cairan
serebrospinal.9,10
23
BAB IV
ANALISIS KASUS
3.1. Identitas Pasien
Nama : Ny. Dewi Daud Yusuf
Rekam Medik : 1244126
Usia : 29 tahun 1 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jln. Belimbing Jakarta Selatan
3.2. Anamnesis
Riwayat Hipertensi (+), riwayat preeklampsia sebelumnya (+), Asma (-), Alergi (-),
Diabetes Melitus (-), penyakit jantung (-), riwayat operasi sebelumnya (-).
Pada pasien ini, diagnosis dapat ditegakkan dari
1. Anamnesis ditemukan gejala seperti mual, muntah, pusing, nyeri ulu hati, mempunyai
riwayat penyakit Hipertensi dan riwayat pre eklampsi pada kehamilan yang
sebelumnya.
24
2. Pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah nya sistol diatas 140 dan diastole nya
diatas 90 mmHg.
3. Pada hasil pemeriksaan penunjang, pemeriksaan lab urine ditemukan ada protein
dalam urine yaitu +3.
Hal ini sudah mencakup kriteria untuk dinyatakan sebagai Preeklampsia.
Dasar diagnosis dari Preeklampsia adalah :
- Hipertensi; sistolik/diastolic ≥ 140/90 mmHg.
- Proteinuria 300mg/24 jam atau ≥ 1+ dalam pemeriksaan kualitatif
- Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria pre eklampsia, kecuali
edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisasi.
KESIMPULAN :
PASIEN MEMILIKI RESIKO UNTUK MENGALAMI PREEKLAMPSIA LAGI PADA
KEHAMILAN KALI INI.
3.3. Keadaan preoperative
BB : 70 kg
TB : 160 cm
TD : 175/105 mmHg
N : 148 x/menit
RR : 18 x/menit
Temp. : afebris
Hb : 13.8 g/dL
HT : 42
Konsultasi anestesi : pro operasi
3.4. Intraoperasi 6 Juli 2013 (Catatan Anestesia)
Diagnosa PreOp : G2P1A0, gawat janin dengan PEB, JKTH, BSC 1X
Jenis Operasi : Sectio Caesaria
ASA : II dengan PEB
25
Teknik Anestesi : Regional Anestesia (Spinal)
Daerah pemasangan L3-L4
Spinocain no 27G
Obat-obat : Fentanyl 25 mcg
Marcain 15 mg
Oksigen 3L/menit
Obat lain : Ondancentron 4 mg
Ranitidin 50 mg
Induxin 20 iu
Ketorolac 30 mg
Lama Anestesi : 17.00 – 18.00 (1 jam)
Lama Operasi : 17.05 – 17.55 (50 menit)
Infus : Tangan kiri – Vasofix 20G
Cairan intra operatif : RL 600 cc
Perdarahan : 300 cc
Urin : 100 cc
KESIMPULAN :
Karena terjadi gawat janin, maka pasien disarankan untuk SC CITO.
Dari hasil konsultasi anestesi, didapati pasien memiliki ASA II, karena pasien mengalami
preeklampsia dimana manifestasi klinis nya adalah hipertensi, suatu kelainan sistemik ringan
sampai sedang. Untuk itu, kita perlu mewaspadai tanda vital seperti tekanan darah, dan nadi.
Untuk operasi sc, dikarenakan daerah operasi ada dibawah T10, maka digunakan teknik
operasi regional (spinal). Digunakan spinal needle nomor 27 G sesuai dengan kondisi pasien
dan ditusukan didaerah bebas medulla spinalis, yakni L3-L4.
Anastesia spinal adalah pilihan utama untuk kebanyakan pasien seksio sesarea
berencana dan emergensi. Anestetik local yang digunakan untuk anestesia spinal hiperbarik.
Keuntungan anesthesia spinal untuk seksio sesarea adalah mudah, blok yang mantap, dan
26
kinerja cepat. Karena teknik ini menyebabkan hipotensi, maka sebelum dimulai operasi,
tekanan darah pasien diukur untuk memastikan keadaan pasien optimal untuk dianestesi dan
dioperasi.
Obat anestesi yang digunakan adalah fentanyl yang memiliki efek Analgesik dengan
onset 30-60 detik dan masa kerja 30-60 menit dan Marcain yang termasuk Bupivacain
dengan dosis normal 1-2 mg/KgBB. Obat ini sering digunakan sebagai analgesik intratekal
dalam proses persalinan seksio. Fentanyl dipakai sebagai adjuvant untuk mengurangi dosis
bupivakain sehingga hipotensi lebih sedikit dan meningkatkan analgesia. Selain itu, diketahui
pula bahwa penambahan dosis kecil dari opioid lipofilik ini selama anestesia spinal dapat
menyebabkan onset yang lebih cepat, blok yang lebih baik, dan waktu pemulihan fungsi
motorik yang lebih cepat setelah pembedahan.
Kombinasi dari Bupivacain dan Fentanyl dapat dicapai hasilnya dengan baik saat melakukan
anestesi Spinal.
Pernafasan pasien ditunjang dengan mengalirkan 02 3L / menit via nasal kanul.
Karena pasien merasa mual (pasien memiliki gastritis dan efek dari obat anestesi yaitu
fentanil) maka diberikan ondasentron dengan dosis 4-8 mg. namun pasien masih terus mual,
sehingga diberikan lagi ranitidine dengan dosis 10 mg untuk mengatasi gastritis pasien
selama operasi berlangsung.
Pasien diberikan infuse kristaloid berupa RL untuk mengganti cairan maintenance
serta pengganti dari perdarahan yang terjadi sebanyak 600 ml. Penanganan pada pasien ini
sudah benar yaitu diberikan cairan RL sebanyak 600 ml pada saat berlangsungnya operasi.
Karena perawatan yang penting pada pre eklampsia adalah pengolaan cairan karena penderita
pre eklampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan
oliguria. Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral atau infus) dan output cairan
(melalui urin) menjadi sangat penting. Pada pasien ini keluarnya urin 100cc dalam 1 jam.
Sesaat setelah bayi lahir, segera dialirkan RL yang mengandung Induxin 20 iu via drip
untuk merangsang kontraksi rahim agar perdarahan bisa berhenti.
Menjelang akhir operasi, diberikan ketorolak dengan dosis 30 mg untuk mengurangi nyeri
pasca operasi.
27
3.5. Balans Cairan
KEBUTUHAN CAIRAN
Jenis Operasi : 6 cc/kg x 70 kg = 420 cc
Maintenance : (4x10) + (2x10) + (1x50) = 110 cc
Puasa : 0 x 100 cc = 0 cc
1 jam pertama : M + O + ½ P = 110 + 420 + 0 = 530 cc
Cairan masuk
Infus : RL 500 ml x 1 6 00 ml +
600 ml
Cairan keluar
Urin 100 ml
Perdarahan 300 ml
IWL 30 ml =
` 430 ml
Balans : 600 – 430 = + 170 ml
Estimate Blood Volume (EBV) = 65 cc/kg x 70 kg = 4550 ml
Indikasi transfuse bila perdarahan > 20% dari EBV = 20% x 4550 cc = 910 ml
Pada pasien ini perdarahan hanya 300 ml sehingga tidak membutuhkan transfusi darah (Hb
pasien 13,8 g/dL) sehingga hanya diberikan cairan Kristaloid.
Monitoring Saat Operasi
JAM
TEKANAN
DARAH NADI
OBAT
17.00 176 / 103 mmHg 158 x/menit
17.05 173 / 106 mmHg 156 x/menit Ondasentron 4mg
17.10 135/88 mmHg 152 x/menit Ranitidine 50 mg
17.15 123 / 58 mmHg 151 x/menit Induxin 20 iu
17.20 114 / 55 mmHg 101 x/menit
17.25 114 / 53 mmHg 102 x/menit
17.30 111 / 53 mmHg 90 x/menit
28
17.35 100/57 mmHg 103 x/menit
17.40 99 / 58 mmHg 95 x/menit
17.45 105/63 mmHg 97 x/menit
17.50 110/60 mmHg 98x/menit Ketorolak 30 mg
17.55 113/58 mmHg 108 x/menit
18.00 113/58 mmHg 108 x/menit
Keadaan Akhir Pembedahan:
TD : 113 /58 mmHg
N : 108x / menit
Jalan nafas : tidak ada masalah
Nafas : spontan
Kesadaran : sadar betul
Muntah : (-)
Mual : (-)
Sianosis : (-)
Diagnosa pasca bedah : sc ec gawat janin dan pemasangan KB spiral
ALDRETE SCORE awal : 9
ALDRETE SCORE akhir :9
Instruksi pasca bedah
Bila mual : ondasetron 3x4mg
Bila sakit : ketorolac 3x 30 mg
Antibiotic, : sesuai anjuran dokter
infus
minum : bebas, bertahap. Tidak boleh duduk selama 12 jam
Catatan: Bayi lahir jam 17.25 dengan jenis kelamin perempuan dengan berat 1800 gram,
panjang badan 46 cm, tidak menangis spontan. APGAR SCORE 5/7, dengan air ketuban
berwarna hijau lumpur
29
KESIMPULAN
Pada keadaan pasca bedah, tidak didapati kendala yang berarti karena teknik yang digunakan
berupa anesthesia regional (spinal) sehingga tidak terjadi penurunan kesadaran. Tekanan
darah pasca bedah pun tidak ada kendala.
30