Download - Ida Rufaida, PTK Matematika Kontekstual
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA(Penelitian Tindakan Kelas Terhadap Siswa Kelas VIII
SMP Negeri 1 Cicalengka Kabupaten Bandung )
Skripsi
“Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika”
oleh: Ida Rufaida
08513058
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKASEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
GARUT2009
Persembahan
Kepada semua insan yang berkhidmah menyiapkan generasi
yang teguh berakidah, patuh bersyariah dan berakhlakul karimah serta berbakti
kepada orang tua, menghargai ilmu dan menghormati guru
Moto
All the children are our future
Teach them well
And let them lead the way
(Semua anak adalah masa depan kita
Didiklah mereka dengan baik
Biarkan mereka memimpin)
Whitney Houston(1991):
The greatest Love of all
I love how you reach Without to touch
I love how you teach without to rush
(Aku suka caramu anda meraih tanpa menyentuh
Aku suka cara anda mendidik tanpa menghardik)
Odia coates (1982):
The Woman Song
PERNYATAN
Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul
“MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA”
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas VIII SMP Negeri 1 Cicalengka)
Ini benar-benar karya saya sendiri. Pengutipan dari sumber-sumber lain,
telah saya lakukan berdasarkan kaidah-kaidah pengutipan yang sesuai dengan
etika keilmuan yang berlaku sehingga isi skripsi serta semua kelengkapannya ini
merupakan karya asli. Apabila kemudian ditemukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan isi pernyataan saya ini, saya bersedia menerima resiko atau sanksi apa
pun.
Garut,1 Aguntus 2009
Yang membuat pernyataan
IDA RUFAIDA
Lembar Pengesahan Skripsi
oleh:
IDA RUFAIDANIM: 08513058
Disetujui dan disahkan oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Deddy Sofyan, M.Pd. Drs. Sukanto Sukandar M.NIP: 132057541 NIP: 131 793 696
Diketahui oleh:
Ketua STKIP Garut Ketua Jurusan Matematika
Drs. H. Imid Hamid, M.Pd. Drs. Moersetyo Rahadi, M.Pd.NIP: 130 143 743 NIP: 131 793 701
ABSTRAK
Kemampuan matematika adalah kemampuan bagi kehidupan sehari-hari, oleh sebab itu seyogyanya setiap manusia memiliki kemampuan matematika. Stigma bahwa matematika pelajaran yang sulit menyebabkan hasrat belajar rendah, akibatnya kemampuan matematika siswa tidak seperti yang diharapkan. Rendahnya hasrat belajar metematika menyebabkan siswa menghindar dari proses penyelesaian masalah matematika, akibatnya kemampuan menyelesaikan masalah matematika tidak terlatih dengan baik. Untuk meningkatkan kemampuan matematika perlu motivasi belajar yang kuat dan untuk memotivasi siswa perlu diterapkan pendekatan yang menimbulkan kesan bahwa matematika tidak sesulit yang diduga. Lingkungan keseharian adalah sumber belajar yang kaya dan murah. Menghadirkan matematika dalam format keseharian yang dekat dengan kehidupan siswa ternyata menyadarkan siswa bahwa matematika memang rumit, tetapi tetap dapat diselesaikan dengan baik. Pembelajaran kontekstual merupakan proses pembelajaran yang mengajak siswa aktif mengamati keseharian dan kaitannya dengan matematika. Keterlibatan siswa dalam menemukan dan menyelesaikan masalah telah meningkatkan motivasi belajar. Kelas merupakan laboratorium pembelajaran yang sebenarnya, maka penelitian mengenai pembelajaran yang paling otentik adalah penelitian yang dilakukan di kelas. Salah satu penelitian tersebut adalah Penelitian Tindakan Kelas. Hasil penelitian tindakan kelas di kelas VIII SMP Negeri I Cicalengka, menunjukkan adanya peningkatan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika. Peningkatan tersebut antara lain adanya perbedaan antara nilai awal dengan nilai akhir. Pada tes awal nilai minimum 10, nilai tertinggi 80 dan nilai rata-rata 46,67. Setelah perlakuan dengan menerapkan pembelajaran kontekstual, terjadi peningkatan. Pada tes akhir, nilai minimum 35, nilai tertinggi 100 dan nilai rata-rata 80,46.
Kata Pengantar
Segala puji adalah milik Ilahi yang Maha Tinggi. Syukur berbinar terujar
bagi yang Akbar, seraya memijar shabar menjalani alur yang tidak sepanjangnya
datar.
Terima kasih tiada tara dan apresiasi dari lubuk hati dihaturkan dengan
tawadlu kepada segenap insan yang berkenan mendorong, mendukung dan
membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah mencatatkan segala
kebaikan tersebut sebagai jariyah dengan pahala menggelagah tiada henti.
Ada banyak alasan mengapa sebuah karya ditulis: Karena subyeknya
sedang menjadi topik yang hangat; Karena materinya enak untuk dijadikan bahan
polemik; Karena topiknya menarik untuk diselidik dan alasan-alasan lainnya.
Alasan penulis memilih tema dan mengangkat problema sebagaimana disebut
pada sampul, karena masalahnya adalah bagian tidak terpisahkan dari diri dan
keseharian penulis.
Siapapun tentu berkehendak melahirkan karya yang sempurna. Tetapi ada
pepatah bahwa bila menunggu kesempurnaan, sebuah buku tidak akan pernah
terbit, karena setiap selesai menulis satu paragrap informasi ada ribuan paragrap
baru yang harus ditulis untuk menyajikan informasi mutakhir. Maka tanpa
menunggu sempurna skripsi ini disajikan apa adanya. Lebih dari itu, skripsi yang
baik adalah skripsi yang selesai, maka dengan disajikannya skripsi maka skripsi
dapat dinyatakan selesai.
Selesainya skripsi sudah tentu berkat dukungan berbagai pihak, untuk itu
sekali lagi disampaikan terimakasih dan penghargaan kepada siapa saja yang
berkenan membantu, diantaranya sosok-sosok tersebut di bawah ini.
Siswa-siswi tercinta yang telah bersedia berperanserta menggiati
pembelajaran baik dalam putaran-putaran penelitian kelas maupun dalam
wawancara serta observasi. Terima kasih tidak sekadar atas perannya dalam
proses penyusunan skripsi, tetapi secara nyata telah menunjukkan sekaligus
menyadarkan mengenai pentingnya perubahan pandangan mengenai eksistensi
peserta didik sebagai subyek pembelajaran yang sangat menentukan berhasil
tidaknya proses pembelajaran.
Guru, Kepala dan staf pimpinan SMP Negeri 1 Cicalengka yang dengan
penuh kesetiakawanan, di tengah kesibukannya menjalankan tugas,
menyempatkan diri memberi dorongan dan sumbang saran serta membagi
pengalaman baiknya dalam mendukung proses penelitian tindakan kelas sampai
penyusunan laporan menjadi skripsi,
Pimpinan STKIP Garut, khususnya, Ketua jurusan Matematika beserta staf
yang memberikan kemudahan-kemudahan dan arahan baik dalam konteks
akademik maupun administratif.
Dosen Pembimbing yang dengan sabar dan telaten memberikan arahan
dalam merapihkan pola pikir dan penulisan buah pikir menjadi skripsi. Serta
dosen STKIP yang memperluas wawasan akademik sebagai bekal menjalani
program belajar maupun membangun suasana belajar.
Sekali lagi atas segala kabajikan dan kebijakan yang telah terpancar,
mendapat balasan dari Allah dan menjadi barokah bagi kita semua. Penulis juga
memohon maaf apabila ada hal-hal yang tidak semestinya dikemukakan ternyata
termuat dalam skripsi ini.
Terakhir, penulis bermunajat, semoga semua yang telah berjariah ilmu
baik disampaikan langsung kepada penulis atau penulis kutip pendapatnya dari
buku dan buah tulisan lainnya, diberikan ganjaran yang pantas. Semoga kebaikan
yang telah mereka lakukan dapat penulis teladani.
Garut, 1 Agustus 2009
Penulis
DAPTAR ISI
ABSTRAK vii
KATA PENANGTAR viii
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Pembatasan Masalah 6
C. Rumusan Masalah 7
D. Tujuan penelitian 7
E. Manfaat Penelitian 7
F. Asumsi 8
G. Hipotesis 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA 10
A. Pembelajaran Berbasis Kecerdasan 10
B. Matematika Sebagai Pelajaran Kehidupan Sehari-hari 14
C. Kesulitan Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika 15
D. Pergeseran Konsep Pembelajaran 20
E. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and 27
Learning)
BAB III METODE PENELITIAN 37
A. Penelitian Tindakan Kelas 37
B. Variabel Penelitian 47
C. Definisi Operasional
D. Tehnik Pengumpulan Data 51
BAB IV LAPORAN HASIL TINDAKAN KELAS 52
A. Gambaran Penelitian 52
B. Penjelasan Siklus Pertama 54
C. Penjelasan Siklus Kedua 68
D. Penjelasan Siklus Ketiga 86
E. Post Test 97
F. Pembahasan dan Pengambilan Keputusan 106
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 117
DAFTAR PUSTAKA 120
LAMPIRAN-LAMPIRAN 123
DAFTAR TABEL
No Judul Tabel Hal.
1.1 Standar Kelulusan SMP Tahun Pelajaran 2008/2009 2
2.1 Perbedaan Pembelajaran kontekstual dengan Konvensional 28
4.1 Deskripsi Kelompok 57
4.2 Nilai Kumulatif Tes Prasyarat 60
4.3 Siswa yang benar menurut butir soal 61
4.4 Siswa yang benar dalam prosedur dan perhitungan 62
4.5 Siswa yang benar prosedurnya tetapi salah dalam operasi
perhitungan
63
4.6 Siswa yang benar dalam operasi perhitungan tetapi salah dalam
menetapkan ukuran
63
4.7 Siswa yang benar dalam mengukur dan menghitung 77
4.8 Hasil pengukuran dan penghitungan kelompok 78
4.9 Kebutuhan porselin untuk bak air 80
4.10 Nilai Tes Siklus Ketiga per butir soal 93
4.11 Perbandingan Nilai soal nomor 1 dan nomor 2 94
4.12 Daftar hasil kwadrat 96
4.13 Perolehan nilai kumulatif Post Test 99
4.14 Perolehan nilai post test per butir soal 100
4.15 Perolehan nilai penerapan per butir soal 103
4.16 Rekapitulasi nilai penerapan per butir soal 106
4.17 Tingkat kenaikan nilai Tes prasyarat-Post test 107
4.18 Sikap siswa terhadap pembelajaran 110
4.19 Pandangan siswa mengenai pembelajaran 111
L.1 Validitas Instrumen, Data hasil uji coba 123
L.2 Validitas butir soal 124
L.3 Reliabilitas Instrumen 126
L.4 Indeks Kesukaran 128
L.5 Daya Pembeda 129
DAFTAR GAMBAR
No Nama Gambar Hal.
1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas 45
2 Kuis Matematik, Denah Tanah 69
3 Kuis Matematik Segitiga bertumpuk 87
4 Segitiga samasisi 88
5 Kuis Matematik, 4 segitiga samasisi 89
6 Limas 93
7 Prisma 93
8 Persegi & Persegi Panjang 136
9 Segitiga Siku-siku, Samasisi dan Samakaki 136
10 Balok dan Kubus 148
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A: Uji Validitas Instrumen 123
1 Data hasil uji coba 124
2 Validitas butir soal 125
3 Reliabilitas instrumen 127
4 Indeks Kesukaran 129
5 Daya Pembeda 130
6 Analisis validitas 131
Lampiran B: Instrumen Penelitian 134
1 Tes prasarat 135
a Soal tes prasarat 135
b Pedoman penilaian 136
c Lembar jawab prasarat 137
d Kunci jawaban 138
2 Tugas Kelompok 141
a Lembar tes keelompok 141
b Lembar jawab/pelaporan tes kelompok 149
3 Post Test 150
a Soal post test 150
b Lembar jawab post test 153
c Pedoman penilaian 154
d Kunci jawaban post test 155
4 Kuisioner 1 158
5 Kuisioner 2 160
6 Lembar pengamatan dinamika kelompok 162
Lampiran C: Distribusi Hasil Tes 163
1 Nilai Tes Prasarat 164
a Nilai kumulatif 164
b Nilai Gambar nomor 1 dan 2 165
c Nilai Gambar nomor 3 166
d Nilai Gambar nomor 4 167
e Nilai Gambar nomor 5 168
2 Nilai Tes Siklus 3 169
a Nilai kumulatif 169
b Nilai soal nomor 1 170
c Nilai soal nomor 2 171
3 Nilai Post Test 172
a Nilai Kumulatif 172
b Nilai soal nomor 1 173
c Nilai soal nomor 2 174
d Nilai soal nomor 3 175
e Nilai soal nomor 4 176
LAMPIRAN D: RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 177
1 Silabus 178
2 RPP Balok dan Kubus 179
3 RPP Limas dan Pisma 182
4 Materi Pelajaran 185
LAMPIRAN E: SURAT-SURAT PENELITIAN 197
1 Surat Keputusan Pengangkatan Dosen Pembimbing 198
2 Surat Permohonan Izin Penelitian 199
3 Surat Keterangan Telah melaksanakan Penelitian 200
4 Keterangan Supervisi Kepala SMP N 1 Cicalengka 201
5 Kartu Bimbingan 202
DAFTAR RIWAYAT HIDUP 203
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran di SMP adalah upaya untuk mengembangkan potensi,
kecakapan dan kepribadian siswa. Perkembangan aspek-aspek pada siswa tersebut
tidak diberikan oleh guru, tetapi siswa sendiri yang berusaha mengembangkan
dirinya. Fungsi guru hanyalah menciptakaan situasi, memberikan dorongan,
arahan, bimbingan dan kemudahan agar siswa dapat belajar dan mengembangkan
dirinya. Dalam proses pembelajaran, interaksi siswa dipengaruhi berbagai faktor,
antara lain: Karakteristik dan perkembangan siswa; Intelektual dalam belajar;
Transfer dalam belajar dan Penyesuaian pembelajaran dengan perbedaan
intelektual.
Sejak awal millennium III telah terjadi upaya-upaya peningkatan kualitas,
baik pada tataran konsep dan strategi pendidikan; kompetensi Pendidik dan
Tenaga Kependidikan; Manajemen; Sarana & Prasarana; Buku dan teknologi
pembelajaran; Anggaran pendidikan dan kebijakan lain yang mendukung.
Sekolah Gratis yang dikampanyekan, antara lain oleh Utomo Danandjaya, pada
tahun 2008 telah terealisasi sampai tingkat SMP.
Peningkatan mutu tersebut diikuti dengan terus meningkatnya standar
kelulusan sekolah sejak SD hingga SMA/SMK. Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 78 Tahun 2008, menetapkan Standar Kompetensi Lulusan dan
Kemampuan yang di uji sebagai mana dipresentasikan pada tabel di bawah.
Tabel 1.1
Kisi-kisi Soal Ujian Nasional SMP & Madrasah Tsanawiyah
NoStandar Kompetensi
LulusanKemampuan yang diuji
Menggunakan
Menghitung hasil operasi tambah, kurang, kali
dan bagi pada bilangan bulat.
konsep operasi
hitung dan sifat-
Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
bilangan pecahan.
sifat bilangan,
perbandingan,
Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
skala dan perbandingan.
1. aritmetika
sosial,barisan
Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
jual beli.
bilangan, serta
penggunaannya
Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
perbankan dan koperasi.
dalam pemecahan
masalah .
Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
barisan bilangan.
Mengalikan bentuk aljabar.
Memahami operasi
bentuk aljabar,
Menghitung operasi tambah, kurang, kali, bagi
atau kuadrat bentuk aljabar.
konsep persamaan
dan pertidaksamaan
Menyederhanakan bentuk aljabar dengan
memfaktorkan.
linier, persamaan
garis, himpunan,
Menentukan penyelesaian persamaan linier satu
variabel.
2 relasi, fungsi, sistem
persamaan linier
serta menggunakan-
Menentukan irisan atau gabungan dua himpunan
dan menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan irisan atau gabungan dua himpunan.
nya dalam
pemecahan masalah.
Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
relasi dan fungsi.
Menentukan gradien, persamaan garis dan
grfiknya.
Menentukan penyelesaian sistem persamaan linier
dua variabel.
Menyelesaikan soal dengan menggunakan
teorema Pythagoras.
Menghitung luas bangun datar.
Memahami bangun
datar, bangun ruang,
Menghitung keliling bangun datar dan
penggunaan konsep keliling dalam kehidupan
sehari-hari.
garis sejajar, sudut, Menghitung besar sudut pada bidang datar.
3 serta menggunakan-
nya dalam peme-
cahan masalah.
Menghitung besar sudut yang terbentuk jika dua
garis berpotongan atau garis sejajar berpotongan
dengan garis lain.
Menghitung besar sudut pusat dan sudut keliling
pada lingkaran.
Menyelesaikan masalah dengan menggunakan
konsep kesebangunan.
Menyelesaikan masalah dengan menggunakan
konsep kongruen.
Menentukan unsur-unsur bangun ruang sisi datar.
Menentukan jaring-jaring bangun ruang.
Menghitung volume bangun ruang sisi datar dan
sisi lengkung.
Menghitung luas permukaan bangun ruang sisi
datar dan sisi lengkung.
4
Memahami konsep
dalam statistika, serta
menerapkannya
Menentukan ukuran pemusatan dan menggunakan
dalam menyelesaikan masalah sehari-hari.
dalam pemecahan
masalah.
Menyajikan dan menafsirkan data.
Merujuk kepada kisi-kisi di atas, Standar Kompetensi Lulusan dalam mata
pelajaran matematika semuanya berorientasi kepada pemecahan masalah. Oleh
sebab itu guru seyogianya menciptakan suasana pembelajaran yang dinamis dan
ceria sehingga siswa bersemangat melakukan penyelesaiaan soal-soal metematika
sebagai upaya meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. Selain itu guru
juga harus berupaya menghubungkan matematika dengan masalah-masalah
kehidupan nyata. Hal ini penting mengingat matematika merupakan mata
pelajaran yang akan dipergunakan dalam seluruh aspek kehidupan.
Memiliki kemampuan memecahkan soal matematika akan menjadi bekal
bagi siswa untuk melakukan pemecahan maslah dalam menjalani kehidupan saat
ini dan nanti. Masalah adalah kesenjangan antara kenyataan dengan keseharusan
atau harapan. Pemecahan Masalah adalah upaya untuk menemukan alternatif bagi
penyelesaiannya.
Bangun datar adalah bagian paling dasar dalam geometri yang lahir dan
berkembang di Mesir dan Babilonia. Geometri merupakan sebuah temuan yang
didorong oleh ambisi para pemimpin pemerintahan pada masa itu untuk dapat
mendirikan bangunan yang besar dan kokoh serta untuk mengusai tanah bagi
kepentingan pendapatan pajak.
Berbagai fakta tentang Geometri Bangun datar termuat dalam Ahmes
Papirus yang ditulis pada tahun 1650 SM yang ditemukan pada abad ke Sembilan.
Dalam Papyrus terdapat formula tentang perhitungan luas persegi panjang,
segitiga siku-siku, trapezium dengan kaki tegak lurus dan luas lingkaran. Pakar
yang memberikan kontribusi antara lain: Thales (640-546 SM), matematikawan
yang selalu ingin melakukan pembuktian atas teori-teori geometri; Pythagoras
(528-507 SM), yang menemukan teori panjang garis miring suatu segitiga siku-
siku sebagai akar dari penjumlahan kuadrat kedua sisi yang lain. Teori-teori
tersebut kemudian dikembangkan oleh Euclid dalam buku Element.
Bangun datar merupakan teori dasar bagi penyelesaian persoalan-persoalan
bangun ruang sebagai kelanjutan atau perkembangan berikutnya. Bangun ruang
merupakan kombinasi dari bangun datar, anatara lain: pasangan-pasangan empat
persegi panjang menjadi balok dan kotak; persegi menjadi kubus; segitiga menjadi
limas; segitiga dan persegi pajang atau persegi menjadi prisma dan sebagainya.
Namun demikian, walaupun siswa telah mengusai masalah bangun datar, ketika
harus menyelesaikan masalah bangun ruang sebaagian bersar siswa menghadapi
kesulitan. Hal ini bukan saja dipengaruhi oleh stigma bahwa matematika pelajaran
yang sangat sulit juga masih kurangnya kesadaran siswa mengenai pentingnya
matematika bagi kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran konsteksual (Teaching Learning consteksual) menurut
Sukmadinata, (2004:196) merupakan suatu sistim atau pendekatan pembelajaran
yang bersifat holistic (menyeluruh). Menurut Johnson (2002:210): pembelajaran
konsteksual sekurang-kurangnya memiliki tiga prinsip, yaitu: interpendence
(kesaling-tergantungan); diferensiasi dan self organization (pengorganisasian
diri). Adapun komponen-komponen pembelajaran konsteksual adalah: hubungan
bermakna, mengerjakan pekerjaan penting, belajar mengatur diri sendiri,
bekerjasama, berpikir kritis, bimbingan individual, pencapaian standar tinggi dan
menggunakan penilaian otentik.
Penulis sangat tertarik untuk mengimplementasikan pendekatan
kontekstual dalam pembelajaran matematika karena CTL memberikan
kesempatan yang sangat luas kepada pembelajar untuk bekerjasama, berfikir kritis
dan mengkaitkan materi ajar dengan latar belakang individual, sosial dan kultural
sehingga pembelajaran lebih bermakna (meaningful).
Dengan latar belakang di atas maka diajukan penelitian tindakan kelas
dengan judul: “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Melalui Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika “
B. Pembatasan Masalah
Pendidikan adalah upaya mewariskan dan mengembangkan nilai, oleh
sebab itu memiliki komponen dan faktor yang kompleks. Untuk menegaskan arah
dan keluaran hasil yang ingin dicapai, maka penelitian dibatasi pada hal-hal
berikut:
1. Dalam upaya mencapai prestasi terbaik akan selalu ada hambatan yang
dihadapi, termasuk dalam hal prestasi belajar. Dengan demikian siswa
harus melakukan upaya yang dapat mengatasi hambatan belajar,
khususnya matematika, sehingga siswa dapat meraih prestasi terbaik.
2. Guru sebagai fasilitor memberikan dukungan dengan cara antara lain:
membangun suasana belajar yang menyenangkan; menyajikan materi
pelajaran yang berkaitan langsung dengan kehidupan keseharian siswa;
menerapkan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan konteks yang
dihadapi.
3. Suasana belajar yang kondusif dapat menolong siswa melakukan upaya
mengatasi kesulitan/hambatan serta persoalan yang dihadapi berkaitan
dengan belajar matematika. Dalam suasana yang ceria dan partisipatif
siswa tidak merasa tertekan dan dapat melakukan eksplorasi sehingga
inspirasi untuk melahirkan solusi bagi penyelesaian masalah mengalir
dengan lancar.
4. Dengan keterlatihannya dalam menghadapi dan mengatasi kesulitan secara
berkelanjutan, siswa menjadi terlatih dalam melakukan penyelesaian
masalah. Kemampuan melakukan secara terus menerus akan mendorong
siswa meraih prestasi puncak.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam Penelitian Tindakan Kelas adalah: Adakah
peningkatan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan masalah matematika
melalui pembelajaran kontekstual?
D. Tujuan penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk:
Mengetahui peningkatan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan
masalah matematika melalui pembelajaran kontekstual.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini, antara lain:
1. Bagi penulis sebagai penguatan kompetensi kependidikan dan pematangan
profesi keguruan.
2. Bagi siswa sebagai pengalaman terstruktur dalam mengikuti metode
pembelajaran yang variatif , sehingga siswa termotivasi dan merasa senang
dalam belajar matematik.
3. Bagi guru sebagai bagian dari brainstorming (curah gagasan) dan sharing
pengalaman untuk pengayaan metode pembelajaran.
4. Bagi sekolah sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas pembelajaran
dalam memenuhi standar pelayanan minimum , sekurang-kurangnya
dalam hal mutu guru dan proses pembelajaran.
5. Bagi STKIP Garut menjadi salah satu data penelitian yang dapat
dimanfaatkan oleh peneliti-peneliti lain untuk lebih didalami atau
dikembangkan lebih luas.
6. Bagi dunia pendidikan menjadi salah satu materi untuk bahan studi
kependidikan dan pengayaan proses pendidikan.
F. Asumsi
Penelitian ini didasarkan atas asumsi bahwa: pembelajaran kontekstual
dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan masalah.
G. Hipotesis Tindakan
Hipotesis berasal dari dua kata yaitu hypo (di bawah) dan thesa
(kebenaran). Menurut Rahadi (2003:3), Hipotesis adalah jawaban sementara yang
sifatnya tentatif dari rumusan masalah yang telah disusun dalam suatu penelitian.
Dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis:
Terdapat peningkatan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan
masalah matematika melalui pembelajaran kontekstual.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Berbasis Kecerdasan
Untuk melahirkan manusia berprestasi ada banyak metode dan
pendekatan, salah satu diantaranya pola dasar system dengan menerapkan lima
disiplin, yaitu: Personal Mastery; Team Learning; Shared Vision; Mental Model
dan System Thinking. (diadaptasi dari Peter M Senge, 1990) dalam The Fifth
Discipline, The Art and Practice of the Learning Organization).
1. Personal Mastery
Personal mastery, adalah upaya melahirkan kader-kader yang memiliki
kompeten dan kompetitif berbasis kecerdasan. Menurut Shepard, (2001):
Kecerdasan tidak dapat diukur dengan angka. kecerdasan adalah Ability to
solve Problem or Fashion Product. Kecerdasan adalah kemampuan
menggunakan keterampilan, menciptakan sesuatu dan mengatasi masalah
sesuai budaya komunitas. Shepard mengidentifikasi kecerdasan sebagai
berikut:
a. Interpersonal intelligence, kecerdasan antarpribadi, kemampuan
memahami orang lain dan tampil dalam kemampuannya berinteraksi
dengan baik dengan orang lain- dapat melakukan komunikasi dengan
orang lain.
b. Logical Intelligence, Kecerdasan Logika/Matematika, kemampuan
kuantitatif, kemampuan memproses sesuatu secara analitis dan
sistematis.
c. Spatial Intelligence, Kecerdasan Spatial/Visual, kemampuan
membangun gagasan atau model, membayangkan penerapan dan
mengubahnya yang semua ini dilakukan dalam pikirannya.
d. Musical Intelligence, Kecerdasan Musik, kepekaan terhadap
irama, melodi dan nada baik sebagai pelaku maupun pendengar.
e. Verbal Intelligence, Kecerdasan Verbal berbahasa/berbicara.
Kemampuan mengekspresikan pikiran-pikirannya dengan jernih baik
melalui bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
f. Intrapersonal Intelligence, Kecerdasan intrapersonal, kemampuan
berinteraksi dengan diri sendiri, introspeksi, refleksi dan kontemplasi
melalui renungan.
g. Kinesthetic intelligence, Kecerdasan kinestik/tubuh, kemampuan
gerakan fisik, menari, berolah raga, berkelahi, melempar, memotong.
Keterampilan mengubah suatu obyek /memanipulasi obyek dinamakan
Tactile.
Goldman (1997) merumuskan kecerdasan sebagai berikut:
a. Emotional Intelligence, Kecerdasan Emotional, kemampuan
mengenali situasi emosi diri sendiri dan kondisi emosi orang lain.
b. Natural Intelligence, Kecerdasan terhadap Alam, kemampuan
menikmati hidup dan berinteraksi serta menyatu dengan alam.
c. Exisistential Intelligence, Kecerdasan memahami hidup dan
kehidupan.
Sternberg memperkenalkan Triarchic Theory
a. Componential Intelligence, Kemampuan menganalisis,
membandingkan dan mengevaluasi (Analyse, Compare & Evaluate).
b. Creative Intelligence, Kemampuan menciptakan, menemukan dan
merancang (Create, Invent & Design).
c. Contextual Intelligence, Kemampuan menggunakan dan
menerapkan (use and apply) secara praktis.
2. Team Learning
Dalam satu kelompok yang aktif setidaknya ada 5 hal yang dapat
dipelajari, yaitu:
a. Learning To Know (Belajar Untuk Mengetahui)
Mengetahui apa yang harus dilakukan dan untuk apa.
b. Learning To Do (Belajar Untuk Bisa Melakukan)
Memahami apa yang harus dilakukan, kemampuan apa yang harus
dimiliki.
c. Learning To Be (Belajar Untuk Dapat Menjadi Seseorang)
Menjadi seseorang yang berkarakter sangatlah penting agar dapat
bersikap dan bertindak dengan nyaman dan mendorong orang lain
untuk menjadi seseorang.
d. Learning How To Learn (Belajar Bagaimana Belajar)
Bisa jadi kita telah cukup banyak belajar tetapi sedikit sekali yang
menjadi pelajaran. Bergegaslah untuk memahami bagaimana mestinya
kita belajar.
e. Learning Live Together (Belajar Hidup Berdampingan)
Belajar berkontribusi dan apresiatif agar orang lain berpartisipasi secara
optimal.
3. Shared Vision
Memasyarakatkan visi atau dalam konteks pembelajaran
mengkhalayakkan target yang ingin dicapai dari proses belajar sangatlah
penting. Bila siswa mengetahui apa target yang ingin dicapai dan manfaat apa
yang dapat diperoleh dari pembelajaran maka siswa akan lebih semangat
dalam menjalani pembelajaran.
4. Mental Model
Pembinaan dengan menggunakan pemodelan mental, yaitu bagaimana
seseorang dibiasakan dalam kondisi tertentu sehingga menjadi seperti itu
selama hidupnya. Mental model akan terjadi di lingkungan keluarga, sekolah,
organisasi dan masyarakat secara luas.
5. System of Thinking.
Senge,– (1994) dalam The Leader,s New Work: Building Learning
Organization & Managing Learning menjelaskan adanya 10 tahapan system
berfikir yang dapat menyederhanakan pola kerja, yaitu: Fixes that fail & fight
back fire ( memperbaiki kegagalan); Shifting the Burden (pengalihan beban);
Shifting the burden to the intervenor (pengalihan beban kepada pihak lain);
Eroding goals (pengikisan sasaran); Limits to growth (batas-batas
pertumbuhan); Growth and Underinvestment (pertumbuhan dan investasi yang
rendah); Success to successful (keberhasilan berangkai); Escalation
(Peningkatan); Tragedy of the Commons (nestapa yang merata); Balancing
with delay (penyeimbangan dengan penundaan).
Kelima disiplin di atas pada dasarnya berkehendak melahirkan manusia-
manusia yang memiliki penalaran melalui proses pembelajaran. Belajar
matematika merupakan proses yang paling erat kaitannya karena penalaran atau
kemampuan berfikir logis merupakan inti dari pembelajaran matematika. Berfikir
logis dalam matematika merupakan salah satu tujuan matematika yang
dirumuskan dalam Kurikulum 2004.
B. Matematika Sebagai Pelajaran Kehidupan Sehari-hari
Semua ilmu dan pengetahuan berkembang dan dikembangkan dari
pengalaman dan realitas. Karena manusia berkomunikasi menggunakan bahasa
maka dikembangkan teori-teori tenang bahasa. Karena ada yang suka berpidato
maka dikembangkan teori tentang berpidato. Karena ada orang yang suka
menyanyi maka dikembangkan teori-teori seni suara. Karena manusia bercocok
tanam maka dikembangkan ilmu pertanian. Demikian juga dengan teori
konstruksi, perikanan, transportasi, komunikasi dan lain-lain.
Matematika juga sama, ia berkembang karena kebutuhan dalam kehidupan
sehari-hari. Menghitung, mengukur dan menakar telah menjadi bagian kehidupan
sejak zaman Nabi Adam Alaihissalam. Ketika Habil dan Qobil diperintahkan
untuk berqurban. Nabi Adam menyebutkan jumlah dan takaran yang harus
diqurbankan. Demikian juga jarak ke tempat pelaksanaan qurban.
Bilangan adalah materi paling dasar dalam matematika. Pada mulanya
orang membandingkan jumlah dengan istilah lebih banyak dan lebih sedikit.
Tetapi ketika sistem kepemilikan mulai melekat dalam masyarakat maka jumlah
mulai disebut dengan angka-angka. Konsep bilangan pada awalnya hanyalah
untuk kepentingan menghitung dan mengingat jumlah. Lambat laun para ahli
matematika menambahkan perbendaharaan simbol.dan kata-kata yang tepat untuk
mendefinisikan bilangan. Dari bilangan berkembang ilmu yang lain yaitu
aritmetika dan aljabar.
Demikian halnya dengan geometri. Karena orang harus mengukur luas
tanah dan benda lainnya maka maka dikembangkan ilmu untuk mengukur bangun
datar. Kemudian ketika manusia mulai menempati bangunan yang dibuat, bukan
lagi di lapangan, pohon atau goa, maka mulai dirasakan kebutuhan menghitung
volume dan hal-hal yang berkaitan dengan bangun ruang.
Cara mengukur luas dan keliling Segiempat merupakan pengetahuan yang
pertama kali dikembangkan, selanjutnya segitiga. Dari teori-teori yang berkaitan
dengan segiempat dan segitiga dikembangkan teori-teori untuk mengukur segi
lainnya, termasuk lingkaran. Dengan dasar pengetahuan bangun datar dua dimensi
maka dikembangkan pengetahuan untuk mengukur bangun ruang tiga dimensi.
C. Kesulitan Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika
Menurut Hudiono (2008), masalah utama yang dihadapi siswa SMP adalah
lemahnya daya representasi dalam menyelesaikan permasalahan matematika.
Padahal sasaran pembelajaran matematika di antaranya adalah mengembangkan
kemampuan siswa dalam berfikir secara matematika (think mathematically).
Pengembangan kemampuan ini sangat diperlukan agar siswa lebih memahami
konsep yang dipelajari dan dapat menerapkannya dalam berbagai situasi.
Ada lima standar yang mendeskripsikan keterkaitan pemahaman
matematika dan kompetensi matematika yang perlu dimiliki siswa yaitu: problem
solving, reasoning and proof, communication, connections, and representation
(National Council of Teachers of Mathematics. (2000) Principles and Standards
for School Mathematics. Reston, VA, NCTM p. 29.
Kemampuan representasi matematika yang dimiliki seseorang, selain
menunjukkan tingkat pemahaman, juga terkait erat dengan kemampuan
pemecahan masalah dalam matematika. Suatu masalah yang dianggap rumit dan
kompleks, bisa menjadi lebih sederhana jika strategi dan pemanfaatan representasi
matematika yang digunakan sesuai dengan permasalahan tersebut. Kemampuan
representasi yang pada akhirnya menjadi kemampuan melakukan pemecahan
masalah matematika terkait erat dengan kemampuan berfikir logis.
Salah satu keterampilan matematika yang sangat erat kaitannya dengan
karakteristik matematika adalah berfikir logis, karena matematika dipahami
melalui penalaran atau berfikir logis dan penalaran dipahami serta dilatih melalui
belajar matematika. Kemampuan penalaran atau berfikir logis perlu
dikembangkan karena dapat meningkatkan kemampuan dalam matematika, dari
sekadar mengingat kepada kemampuan pemahaman. Audiblox (2006)
menyatakan, … logical thinking: helping children to become smarter. (berfikir
logis membantu anak menjadi lebih cerdas). Namun demikian di sekolah terdapat
banyak kelainan yang menyebabkan kemampuan siswa dalam hal berfikir logis
masih jauh dari memuaskan.
Menurut Saragih (2008), hasil belajar matematika siswa sampai saat ini
masih menjadi suatu permasalahan yang sering dikumandangkan baik oleh orang
tua siswa maupun oleh pakar pendidikan matematika itu sendiri. Hasil penelitian
yang dilakukan Suyanto dan Somerset di beberapa Propinsi di Indonesia,
menemukan bahwa hasil tes mata pelajaran matematika siswa SMP sangat rendah,
terutama pada soal aplikasi matematika.
Suryadi (2005) dalam thesisnya menemukan bahwa siswa kelas dua SMP
di Kota dan Kabupaten Bandung mengalami kesulitan dalam mengajukan
argumentasi serta menemukan pola dan pengajuan bentuk umumnya.
Priatna (2003) melakukan penelitian di Kota Bandung menemukan
kenyataan sebagai berikut: Setelah mendapat penjelasan mengenai segitiga sama
sisi dan segitiga sama kaki, dimana guru mengungkapkan bahwa semua segitiga
sama sisi adalah segitiga sama kaki. Ketika diberikan soal dengan diketahui
panjang salah satu sisi dan dua buah sudut, banyak siswa yang mempersepsi
segitiga sama kaki semua sisinya sama sehingga menghitung keliling dengan
mengalikan tiga panjang sisinya. Kemampuan Secara umum kesulitan siswa
dalam aspek kemampuan berfikir logis berturut-turut pada kemampuan berfikir
deduktif (aspek silogisma dan aspek kondisional) dan kemampuan berfikir
induktif (aspek generalisasi dan aspek analogi).
Rendahnya hasil belajar di atas merupakan hal yang wajar jika dikaitkan
dengan proses pembelajaran di kelas selama ini menggunakan metode kuliah,
dimana guru sekadar menyampaikan informasi dan siswa sekadar mendengar serta
menyalin. Sesekali guru bertanya dan sesekali siswa menjawab. Pada akhir
pembelajaran guru menjelaskan cara mengerjakan contoh soal dilanjutkan dengan
memberi soal latihan untuk dikerjakan kemudian guru memberikan penilaian.
Soal latihan umumnya bersipat rutin dan kurang melatih daya nalar. Siswa
menjadi robot yang harus mengikuti aturan dan prosedur dalam kegiatan
pembelajaran yang mekanistik. Rendahnya pemahaman konsep matematika
menyebabkan siswa tidak dapat menggunakannya ketika diberi permasalahan
yang agak kompleks.
Menyikapi permasalahan di atas Cooney menyarankan reformasi
pembelajaran matematika dari pendekatan belajar meniru (menghapal) ke belajar
pemahaman yang berlandaskan pada konsep knowing mathematics is doing
mathematics. Pembelajaran lebih menekankan kepada doing atau proses
dibanding knowing that. Perubahan di atas dimaksudkan agar pembelajaran lebih
memfokuskan pada proses yang menggiatkan siswa untuk menemukan kembali
(reinventing) konsep-konsep, melakukan refleksi, abstraksi, formalisasi dan
aplikasi.
Untuk mendukung proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa
diperlukan pengembangan materi pelajaran matematika yang difokuskan kepada
aplikasi dalam kehidupan sehari-hari (kontekstual) yang disesuaikan dengan
tingkat kognitif siswa, serta menggunakan metode evaluasi yang terintegrasi pada
proses pembelajaran, tidak hanya tes pada akhir pembelajaran, formatif atau
sumatif. Matematika merupakan kegiatan manusia, oleh karenanya salah satu
alternatif yang sesuai dengan tuntutan perubahan adalah diterapkannya
Pendekatan Matematika Realistik (PMR) yang lebih menekankan aktivitas siswa
untuk mencari, menemukan dan membangun sendiri pengetahuan yang
diperlukan.
Ruseffendi (2001) menyatakan bahwa membudayakan berfikir logis atau
kemampuan penalaran serta bersikap kritis dan kreatif, proses pembelajaran dapat
dilakukan dengan Pendekatan Matematika Realistik. PMR secara garis besar
memiliki lima karakteristik, yaitu: (1) menggunakan masalah kontekstual, (2)
menggunakan model, (3) kontribusi siswa, (4) terjadinya interaksi dalam proses
pembelajaran dan (5) menerapkan berbagai teori pembelajaran yang relevan,
saling terkait dan terintegrasi dengan topik.
Menurut Sabandar (2001), kontekstual memainkan peranan utama dalam
semua aspek pendidikan, yaitu dalam pembentukan konsep, pembentukan model,
aplikasi dan dalam mempraktekkan keterampilan. Dalam pelaksanaan di kelas,
konteks digunakan sejak awal dan terus menerus untuk membangun pemahaman
siswa melalui learning trajectory dalam suatu proses pembelajaran.
Proses penyelesaian soal kontekstual dilakukan dengan menggunakan
model. Pemodelan berfungsi menjembatani jurang antara pengetahuan
matematika tidak formal dan metematika formal dari siswa. Siswa
mengembangkan model tersebut dengan model-model matematika (formal dan
tidak formal) yang telah diketahuinya dengan menyelesaikan soal kontekstual dari
situasi nyata (real) yang sudah dikenal siswa sehingga ditemukan model dari
bentuk informal kemudian menemukan model dalam bentuk formal. Akhirnya
siswa mendapatkan penyelesaian masalah dalam bentuk matematika yang standar.
Terciptanya keragaman pemodelan dari masalah kontekstual sangat
penting bagi guru untuk mengetahui kemampuan siswa menemukan hubungan
bagian-bagian dari masalah kontekstual melalui penskemaan, perumusan dan
visualisasi sekaligus sebagai pertimbangan untuk memberikan bimbingan.
Menurut Ruseffendi (1979) ada tiga macam model yang dapat digunakan dalam
proses pembelajaran, yaitu: model kongkrit, model diagram dan model abstrak
atau symbol.
D. Pergeseran Konsep Pembelajaran
Adanya kebijakan peningkatan jaminan kualitas lulusan SMP membawa
konsekuensi dalam bidang pendidikan, antara lain perubahan dari model
pembelajaran yang mengajarkan mata-mata pelajaran (subject matter based
program) ke model pembelajaran berbasis kompetensi (competencies based
program). Model pembelajaran berbasis kompetensi bermaksud menuntun proses
pembelajaran secara langsung berorientasi pada kompetensi atau satuan-satuan
kemampuan. Pengajaran berbasis kompetensi menuntut perubahan kemasan
kurikulum, dari model lama berbentuk silabus yang berisi uraian mata pelajaran
yang harus diajar ke dalam kemasan yang berbentuk paket-paket kompetensi. Hal
ini membawa konsekuensi bahwa proses pembelajaran harus berorientasi pada
pembentukan seperangkat kompetensi sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hal
demikian menuntut kemampuan guru dalam merancang model pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik bidang kajian dan karakteristik siswa agar
mencapai hasil yang maksimal. Oleh kerana itu peran guru dalam konteks
pembelajaran menuntut perubahan, antara lain: (a) peranan guru sebagai penyebar
informasi semakin kecil, tetapi lebih banyak berfungsi sebagai pembimbing,
penasehat, dan pendorong; (b) peserta didik adalah individu-individu yang
kompleks, yang berarti bahwa mereka mempunyai perbedaan cara belajar sesuatu
yang berbeda pula; (c) proses belajar mengajar lebih ditekankan pada belajar
daripada mengajar (Laster, 1985).
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan
pergeseran peran guru dalam pembelajaran, yaitu: (a) Cara pandang guru terhadap
siswa perlu diubah. Siswa bukan lagi sebagai obyek pengajaran, tetapi siswa
sebagai pelaku aktif dalam proses pembelajaran. Dalam diri siswa terdapat
berbagai potensi yang siap dikembangkan. Oleh katena itu dalam konteks
pembelajaran guru diharapkan mampu memberikan dorongan kepada siswa untuk
mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya dan (b) Guru
diharapkan mampu mengajarkan bagaimana siswa bisa berhubungan dengan
masalah yang dihadapi dan mengatasi persoalan yang muncul di masyarakat.
Antara lain dengan cara memberikan tantangan yang berupa kasus-kasus yang
sering terjadi di masyarakat yang terkait bidang studi. Melalui kegiatan tersebut
diharapkan siswa dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya, yang pada
akhirnya dapat digunakan sebagai bekal kemandirian dalam menghadapi berbagai
tantangan di masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi diharapkan bisa ikut ambil bagian
dalam mengembangkan potensi masyarakatnya.
1. Prinsip Pembelajaran Kompetensi
Prinsip pembelajaran yang dikembangkan untuk mencapai keefektifan
dan efisiensi pengelolaan pembelajaran di SMP, antara lain:
a. Pembelajaran berfokus pada siswa (student cenrtered), artinya siswa
menjadi subyek pembelajaran dan kecepatan belajar siswa yang tidak
sama perlu diperhatikan.
b. Pembelajaran terpadu (integrated learning), maksudnya pengelolaan
pembelajaran dilakukan secara integratif. Semua tujuan pembelajaran
yang berupa kemampuan dasar yang ingin dicapai bermuara pada satu
tujuan akhir, yaitu mencapai kemampuan dasar lulusan.
c. Pembelajaran individu (individual learning), artinya siswa memiliki
peluang untuk melakukan pembelajaran secara individual.
d. Belajar tuntas (mastery learning), maksudnya pembelajaran mengacu
pada ketuntasan belajar kemampuan dasar melalui pemecahan masalah.
Setiap individu dan kelompok harus menuntaskan pembelajaran satu
kemampuan dasar baru belajar ke kemampuan dasar berikutnya.
e. Pemecahan masalah (problem solving), artinya proses dan hasil
pembelajaran mengacu pada aktifitas pemecahan masalah yang ada di
masyarakat, yaitu dengan menggunakan pendekatan belajar kontekstual.
f. Experience-based learning, yakni pembelajaran dilaksanakan melalui
pengalaman-pengalaman belajar tertentu dalam mencapai kemampuan
belajar tertentu.
g. Selain pemanfaatan prinsi-prinsip tersebut, guru dimungkinkan
menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran lain yang sesuai dengan
tuntutan perkembangan.
2. Belajar aktif
Winkel (1996) mendefinisikan belajar sebagai suatu aktivitas
mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, nilai, dan sikap. Perubahan itu bersifat tetap dan berbekas.
Belajar dapat dipandang sebagai usaha untuk melakukan proses perubahan
tingkah laku kearah menetap sebagai pengalaman berinteraksi dengan
lingkungannya.
Belajar aktif merupakan perkembangan dari teori Dewey learning by
doing (1859-1952). Dewey sangat tidak setuju pada rote learning “belajar
dengan menghafal”. Dewey merupakan pendiri sekolah Dewey School yang
menerapkan prinsip-prinsip learning by doing, yaitu bahwa siswa perlu
terlibat dalam proses belajar secara spontan. Keingintahuan siswa akan hal-
hal yang belum diketahuinya mendorong keterlibatannya secara aktif dalam
suatu proses belajar. Menurut Dewey, guru berperan untuk menyediakan
sarana bagi siswa untuk dapat belajar. Dengan peran serta siswa dan guru
dalam belajar aktif, akan tercipta suatu pengalaman belajar yang bermakna.
Belajar aktif mengandung berbagai kiat yang berguna untuk
menumbuhkan kemampuan belajar aktif pada diri siswa dan menggali potensi
siswa dan guru untuk sama-sama berkembang dan berbagi pengetahuan,
keterampilan, serta pengalaman. Melalui pendekatan belajar aktif, siswa
diharapkan akan lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas
belajar dan potensi yang dimilikinya.
Belajar aktif menuntut guru bekerja secara profesional, mengajar
secara sistematis, dan berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif
dan efisien. Artinya, guru dapat merekayasa model pembelajaran yang
dilaksanakan secara sistematis dan menjadikan proses pembelajaran sebagai
pengalaman yang bermakna bagi siswa. Untuk itu guru diharapkan memiliki
kemampuan:
a. Memanfaatkan sumber belajar di lingkungannya
secara optimal dalam proses pembelajaran.
b. Berkreasi dan mengembangkan gagasan baru.
c. Mengurangi kesenjangan pengetahuan yang
diperoleh siswa dari sekolah dengan pengetahuan yang diperoleh di
masyarakat.
d. Memperjelas relevansi dan keterkaitan mata
pelajaran bidang ilmu dengan kebutuhan sehari-hari dalam
masyarakat.
e. Mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku siswa secara bertahap dan utuh.
f. Memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat
berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuannya.
g. Menerapkan prinsip-prinsip belajar aktif.
Dengan demikian, belajar aktif diasumsikan sebagai pendekatan
belajar yang efektif untuk dapat membentuk siswa sebagai manusia seutuhnya
yang mempunyai kemampuan untuk belajar mandiri sepanjang hayatnya, dan
untuk membina profesionalisme guru.
3. Pembelajaran Efektif
Pembelajaran efektif adalah pembelajaran dimana siswa memperoleh
keterampilan-keterampilan yang spesifik, pengetahuan dan sikap serta
merupakan pembelajaran yang disenangi siswa. Intinya bahwa pembelajaran
dikatakan efektif apabila terjadi perubahan-perubahan pada aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor (Reiser Robert, 1996).
a. Ciri-ciri pembelajaran efektif:
o Aktif bukan pasif
o Kovert bukan overt
o Kompleks bukan sederhana
o Dipengaruhi perbedaan individual siswa
o Dipengaruhi oleh berbagai konteks belajar
b. Kriteria Pembelajaran Efektif:
o Kecermatan penguasaan
o Kecepatan unjuk kerja
o Tingkat alih belajar
o Tingkat retensi (Reigeluth & Merril, 1989)
4. Perencanaan Pembelajaran
Mengajar atau “teaching” adalah membantu siswa memperoleh
informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk
mengekpresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar (Joyce dan
Well, 1996). Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Secara
implisit dalam pengertian ini terdapat kegiatan memilih, menetapkan,
mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang
diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan
pada kondisi pembelajaran yang ada.
Kegiatan-kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan
pembelajaran. Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki hakekat
perencanaan atau perancangan (disain) sebagai upaya untuk membelajarkan
siswa. Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak berinteraksi dengan guru
sebagai salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi dengan keseluruhan
sumber belajar yang mungkin dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Oleh karena itu pembelajaran menaruh perhatian pada “bagaimana
membelajarkan siswa”, dan bukan pada “apa yang dipelajari siswa”. Dengan
demikian perlu diperhatikan adalah bagaimana cara mengorganisasi
pembelajaran, bagiaman cara menyampaikan isi pembelajaran, dan
bagaimana menata interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada agar
dapat berfungsi secara optimal.
Rancangan Pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Pembelajaran diselenggarakan dengan
pengalaman nyata dan lingkungan otentik, karena hal ini diperlukan
untuk memungkinkan seseorang berproses dalam belajar (belajar
untuk memahami, belajar untuk berkarya, dan melakukan kegiatan
nyata) secara maksimal.
b. Isi pembelajaran harus didesain agar relevan
dengan karakteristik siswa karena pembelajaran difungsikan sebagai
mekanisme adaptif dalam proses konstruksi, dekonstruksi dan
rekonstruksi pengetahuan, sikap, dan kemampuan.
c. Menyediakan media dan sumber belajar yang
dibutuhkan. Ketersediaan media dan sumber belajar yang
memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar secara
konkrit, luas, dan mendalam, adalah hal yang perlu diupayakan oleh
guru yang profesional dan peduli terhadap keberhasilan belajar
siswanya.
d. Penilaian hasil belajar terhadap siswa dilakukan
secara formatif sebagai diagnosis untuk menyediakan pengalaman
belajar secara berkesinambungan dan dalam bingkai belajar
sepanjang hayat (life long contiuning education).
E. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih
bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke
siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Landasan filosofi pembelajaran kontekstual adalah konstruktivisme, yaitu
filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghapal,
harus dikonstruksikan pengetahuan dalam benak siswa.
Siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa
mereka, dan bagaimana mencapainya. Siswa perlu menyadari bahwa yang mereka
pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan demikian siswa memposisikan
sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka
mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa
mencapai tujuan belajar. Oleh karena itu guru lebih banyak berurusan dengan
strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah
tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas
(siswa). Sesuatu yang baru (pengetahuan, keterampilan) datang dari menemukan
sendiri, bukan dari apa kata guru.
1. Perbedaan pembelajaran kontektual dan konvensional
Pola pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran
konvensional yang selama ini dikenal. Perbedaan tersebut tergambar dalam
tabel berikut.
Tabel 2.1
Perbedaan Pembelajaran kontekstual dengan Konvensional
Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Kontektual
Menyandarkan pada
hafalan.
Menyandarkan pada
memori spasial.
Pemilihan informasi
ditentukan oleh guru.
Pemilihan informasi
berdasarkan kebutuhan individu
siswa.
Cenderung terfokus pada
satu bidang tertentu.
Cenderung
mengintegrasikan beberapa
bidang.
Memberikan tumpukan
informasi kepada siswa sampai
pada saatnya diperlukan.
Selalu mengkaitkan
informasi dengan pengetahuan
awal yang telah dimiliki siswa.
Penilaian hasil belajar
hanya melalui kegiatan
akademik berupa ujian ulangan.
Menerapkan penilaian
auntentik melalui penerapan
praktis dalam pemecahan
masalah.
2. Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual.
Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika
menerapkan komponennya, dalam pembelajaran Pendekatan kontekstual
memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism),
menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning
community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang
sebenarnya (authentic assessment).
a. Konstruktivisme (Constructivism)
Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konsteks yang terbatas dan tidak sekonyong-
konyong. (Bukan seperangkat fakta, konsep, kaidah untuk diingat).
b. Menemukan (Inquiry)
Pengetahuan + ketrampilan yang diperoleh siswa bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil menemukan sendiri
melalui: observasi, bertanya, hipotesis, pengumpulan data dan
penyimpulan.
c. Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan kegiatan guru untuk mendorong, menimbang
dan menilai kemampuan berfikir siswa.
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama, melalui:
1) Pembentukan kelompok kecil.
2) Pembentukan kelompok besar.
3) Mendatangkan ahli ke kelas.
4) Bekerja dengan kelas sederajat.
5) Kerja kelompok dengan kelas di atasnya.
6) Bekerja dengan masyarakat.
e. Pemodelan (Modelling)
Pembelajaran atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa
ditiru, misalnya cara melempar bola, contoh karya tulis, cara
menghafalkan bahasa Inggris, guru memberi contoh mengerjakan sesuatu,
cara memerlukan kata kunci dalam bacaan. Artinya ada model yang ditiru
dan diambil siswa, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci.
Guru bukan satu-satunya model.
f. Refleksi (Refection)
Cara berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di
masa lalu.
g. Penilaian yang sebenarnya (Autentic Assesment)
3. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual
Penerapan model pembelajaran kontekstual dalam kelas secara garis
besar mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).
e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
4. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa dalam konteks
bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang
sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual
siswa dan peran guru. Untuk itu guru dalam menggunakan pendekatan
pengajaran konekstual memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan
mental siswa (developmentally appropriate).
b. Membentuk group belajar yang saling ketergantungan
(interdependent learning group).
c. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri
(self regulated learning) yang mempunyai karakteristik: kesadaran
berfikir, penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan.
d. Mempertimbangkan keragaman siswa (disversity of student).
e. Memperhatikan multi-intelegensi siswa (multiple intelligences),
spasial-verbal, linguistic-verbal, interpersonal, musikal ritmik,
naturalis, badan-kinestetika, intrapersonal, dan logismatematis.
(Gardner, 1993).
f. Menggunakan teknik-teknik bertanya yang meningkatkan
pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah dan
keterampilan berfikir tingkat tinggi.
g. Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).
5. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
a. Adanya kerjasama.
b. Saling menunjang.
c. Menyenangkan, tidak membosankan.
d. Belajar dengan bergairah.
e. Pembelajaran terintegrasi.
f. Menggunakan bebagai sumber.
g. Siswa aktif.
h. Sharing dengan teman.
i. Siswa kritis, guru kreatif.
j. Laporan kepada orang tua bewujud, rapor, hasil karya siswa, laporan
praktikum, dan karangan siswa, dll.
6. Penilaian
Penilaian dilakukan dengan menggunakan penilaian authentik, yang
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Penilaian dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran
berlangsung.
b. Menggunakan penilaian formatif maupun sumatif.
c. Mengukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta.
d. Berkesinambungan.
e. Terintegrasi.
f. Digunakan sebagai umpan balik.
Hal-hal yang digunakan sebagai dasar penilaian prestasi siswa
meliputi:
Penilaian kinerja (performance assessment).
Observasi Sistematik (Systematic observation).
Portofolio (portofolio).
Jurnal Sain (Journal).
Penilaian mencakup umpan balik dan berbagai bentuk refleksi
7. Mengembangkan sikap kritis dan kreatif siswa
Sebagai salah satu ciri pembelajaran kontekstual adalah sikap kritis
siswa dan kreatif guru dalam proses pembelajaran. Berfikir kritis dan kreatif
merupakan komponen utama berfikir tingkat tinggi (higher order thinking).
Proses berfikir tingkat tinggi harus dikembangkan pada setiap diri siswa. Hal ini
merupakan tugas guru, karena guru harus megembangkan potensi siswa
semaksimal mungkin hingga mencapai kemampuan yang tinggi pada setiap diri
siswa. Oleh karena itu pembelajaran dituntut dapat mengembangkan sikap kritis
dan kreativitas siswa. Sikap kritis dan kreatifitas siswa dapat dikembangkan melalui
pembelajaran yang berpusat pada otak kanan. Otak kanan mempunyai kemampuan
berfikir kreatif, holistik, spasial. sedangkan otak kiri mengembangkan kemampuan
berfikir rasional, analitis, linier. Otak kiri mengendalikan wicara dan otak kanan
mengendalikan tindakan. Tabel berikut ditunjukkan perbedaan proses berfikir otak
kiri dan kanan.
Berfikir Konvergen
(Proses di belahan otak Kiri)
Berfikir Divergen
(Proses di belahan otak kanan)
1.
yang bersifat bagian-bagian dari
suatu komponen.
2.
3.
tata urutan secara sekuensial dan
serial.
4.
pada waktu kini.
5.
notasi musikal.
1. Tertarik pada proses
pengintegrasian dari bagian-
bagian suatu komponen menjadi
satu kesatuan yang bersifat utuh
dan menyeluruh.
2. Proses berfikir yang
bersifat relasional,
konstruksional, dan membangun
suatu pola.
3. Proses berfikir
simultan, dan parallel.
4. Proses berfikir lintas
ruang, tidak terikat pada waktu
kini.
5. Proses berfikir yang
bersifat visual, lintas ruang dan
musikal.
Berikut disajikan berbagai perilaku dan kaitannya dengan berfikir kreatif dan
kritis pada diri siswa.
PERILAKU TERKAIT DENGAN
Bosan dengan tugas rutin;
menolak membuat pekerjaan
rumah.
Tidak berminat terhadap
detail dan pekerjaan kotor.
Membuat lelucon atau
komentar pada saat tidak tepat.
Kreativitas.
Toleransi tinggi untuk makna
ganda.
Berfikir bebas, divergen.
Berani ambil resiko.
Imaginatif, sensitive.
Menolak otoritas, tidak
konformistis, keras kepala.
Sukar beralih pada topik
lain.
Emosional sensitif,
overacting, cepat marah atau
menangis kalau ada yang salah.
Kecenderungan dominasi.
Sering tak setuju ide orang
lain atau tak setuju ide gurunya.
Kritis terhadap diri, tak
sabar menghadapi kegagalan.
Kritis terhadap guru dan
orang lain.
Motivasi
Tekun dalam bidang yang
diminatinya.
Intens dalam menghayati
perasaan dan nilai.
Bebas.
Berfikir kritis
Dapat melihat kesenjangan antara
kenyataan dan kebenaran.
Mengacu pada hal-hal yang ideal.
Mampu menganalisis dan
evaluasi.
Dengan merujuk kepada uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa: (1)
Hasil belajar siswa SMP pada saat ini masih belum memuaskan; (2) Siswa harus
dimotivasi agar lebih bersemangat dalam meningkatkan kemampuannya dalam
hal matematika, karena matematika merupakan pengetahuan yang digunakan
dalam kehidupan sehari-hari; (3) Agar siswa bersemangat maka pembelajaran
harus menarik, dalam arti prosesnya menyenangkan dan materinya tidak terasa
sulit; dan (4) Pendekatan kontekstual menyajikan hal-hal keseharian yang mudah
difahami oleh siswa dan menekankan kepada keceriaan serta berorientasi kepada
peningkatan kemampuan berfikir logis. Dengan demikian pendekatan kontekstual
sangat cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika dan dianggap
dapat meningkatkan kemampuan siswa SMP dalam menyelesaikan masalah
matematika.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Penelitian Tindakan Kelas
Dengan melakukan penelitian ilmiah manusia mencoba mempertanyakan,
menemukan, dan memanfaatkan pengetahuan yang benar. Menurut (Musnir &
Gunawan, 1998/1999:12), ada tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam
penelitian, yaitu:
Pendekatan positivistik, yang berupaya untuk mengkaji dan menguji
pengetahuan. Bentuknya dapat berupa uji hipotesis, uji teori, uji model, uji
validitas, uji reliabilitas, perbandingan efektivitas/efesiensi, dsb.
Pendekatan penelitian naturalistik, yang berupaya mencari pengetahuan
dengan cara menggali pengetahuan baru dari kompleksitas suatu tatanan
komunitas ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan,
keamanan, dsb.
Pendekatan penelitian tindakan atau action research, yang merupakan
pendekatan penelitian untuk menggunakan/memanfaatkan pengetahuan
dalam dunia nyata.
Penelitian tindakan atau action research merupakan salah satu pendekatan
yang digunakan dalam penelitian untuk memahami realita. Penelitian tindakan
berpijak pada pendekatan yang yang bersifat kualitatif. Pendekatan penelitian
tindakan relatif baru, ia memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendekatan
penelitian konvensional yang biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif.
Pendekatan penelitian tindakan ini mulai banyak digunakan dalam
berbagai profesi, termasuk dalam profesi pendidikan. Penelitian pendidikan
memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah. Dalam melakukan penelitian pendidikan terhadap praktek
pembelajaran di persekolahan, dapat digunakan berbagai pendekatan dan model
penelitian. Salah satu model penelitian yang tepat untuk meneliti dan sekaligus
memperbaiki pembelajaran di sekolah adalah model penelitian tindakan kelas
(classroom action research).
1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
D. Hopkins (1993:44) memberikan definisi tentang action research
sebagai berikut:
… a form of self-reflective inquiry undertaken by participants in a social (including educational) situation in order to improve the rationality and justice of (a) their own social or educational practices, (b) their understanding of these practices, and (c) the situations in which practices are carried out.
Secara singkat penelitian tindakan menurut Hopkins dapat
didefinisikan sebagai suatu bentuk pengkajian yang bersifat reflektif oleh
pelaku tindakan (partisipan), dalam suatu situasi sosial (termasuk pendidikan)
dalam upaya untuk meningkatkan kemantapan rasional dan keadilan dari: (a)
praktek sosial atau pendidikan mereka, (b) pemahaman mereka terhadap
praktek tersebut, dan (c) memperbaiki kondisi dimana praktek-praktek
pembelajaran tersebut dilakukan.
Stringer (1996:15) mengemukakan definisi tentang action research
sebagai berikut:
… is a collaborative approach to inquiry or investigation that provides people with the means to take systematic action to resolve specific problems. This approach to research favors consensual and participatory procedures that enable people (a) to investigate systematically their problems and issues, (b) to formulate powerful and sophisticated accounts of their situations, and (c) to devise plans to deal with the problems at hand.
Jadi menurut Stringer penelitian tindakan merupakan suatu pendekatan
kerja sama (kolaboratif) dalam penelitian atau pengkajian yang menyediakan
sarana bagi seseorang untuk melakukan tindakan sistematis dalam
memecahkan masalah-masalah khusus. Pendekatan penelitian ini lebih
menyenangi prosedur kesepakatan dan partisipatif yang memungkinkan orang
untuk (a) meneliti masalah-masalah mereka secara sistematis, (b) merumuskan
catatan situasi mereka secara berkekuatan dan canggih, dan (c)
mengembangkan rencana untuk mengatasi masalah-masalah yang dekat
tersebut.
Dengan melihat definisi di atas, maka penelitian tindakan bukan
sekedar kegiatan meneliti untuk meneliti, atau sekedar menemukan
pengetahuan baru, melainkan lebih diarahkan pada tindakan praktis, yakni
untuk menentukan suatu tindakan guna memecahkan masalah tertentu.
Penelitian tindakan ini membantu seseorang menemukan masalahnya secara
sistematis sampai kemudian membuat perencanaan untuk mengatasi masalah
tersebut. Penelitian tindakan dapat diterapkan oleh para praktisi di berbagai
bidang seperti praktisi pendidikan, kesehatan, pekerja sosial, pengembang
ekonomi, pembangunan organisasi, dan sebagainya.
Grundy dan Kemmis (Zuber-Skerritt, 1996:5) menyatakan:
Action research is research into practice, by practitioners, for practitioners…In action research, all actors involved in the research process are equal participants, and must be involved in every stage of the research…The kind of involvement required is collaborative involvement. It requires a special kind of communication…which has bee described as ‘symmetrical communication’…which allows all participants to be partners of communication on equal terms…Collaborative participation in theoretical, practical and political discourse is thus a hallmark of action research and the action researcher.
Dalam pandangan ini penelitian tindakan ditekankan sebagai sebuah
kegiatan penelitian untuk keperluan praktis (terapan) yang dapat dilakukan
oleh para praktisi dan untuk para praktisi. Dalam penelitian tindakan, semua
aktor (pelaku) yang terlibat dalam proses penelitian adalah partisipan yang
sederajat, karakteristik utamanya adalah adanya keterlibatan secara kolaboratif
atau kerjasama antara yang meneliti dengan yang diteliti.
2. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan (action research) adalah penelitian yang berkaitan
dengan manusia; dengan kata lain, penelitian yang meneliti manusia. Menurut
Guba (Stringer, 1996:ix) suatu penelitian yang meneliti manusia perlu
memenuhi tiga karakteristik, yaitu: desentralisasi, deregulasi, dan kerjasama
dalam pelaksanaannya.
Desentralisasi diartikan sebagai suatu perpindahan dari upaya untuk
menemukan “kebenaran” yang tergeneralisasi ke arah suatu penekanan pada
konteks lokal. Desentralisasi dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan
antara hukum-hukum yang umum dengan aplikasi yang khusus. Dengan
pengetahuan yang mendalam tentang konteks lokal, seseorang diharapkan
dapat menemukan pemecahan terhadap masalah-masalah local. Oleh karena
itu penelitian didesentralisasi pada konteks lokal.
Deregulasi merupakan langkah penelitian yang mencoba lepas dari
ketatnya ikatan regulasi penelitian konvensional, seperti: validitas, reliabilitas,
objektivitas, dan generalisasi. Penelitian tindakan mengkaji kehidupan sosial
yang tergantung pada konstruksi mental atau interpretasi mental. Penelitian
tidak menemukan pengetahuan dengan mengamati alam dari satu arah, tetapi
penelitian secara langsung diciptakan melalui interaksi antara si peneliti
dengan “objek” (konstruk) yang diteliti.
Kerjasama dalam pelaksanaan diartikan untuk mengindikasikan gaya
penelitian dimana tidak ada perbedaan fungsi antara peneliti dengan yang
diteliti. Keduanya didefinisikan sebagai partisipan yang memiliki kedudukan
sama dalam menentukan pertanyaan apa yang akan ditanyakan, informasi apa
yang akan dianalisis, dan bagaimana kesimpulan dan tindakan yang akan
ditentukan.
3. Prinsip Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan ini mesti berpijak atas prinsip-prinsip seperti yang
diungkapkan oleh, antara lain, Stringer (1996:38):
a. Prinsip-prinsip hubungan dalam penelitian tindakan, mesti:
- Promote feelings of equality for all people involved (mendorong
perasaan kesederajatan bagi semua orang yang terlibat);
- Maintain harmony (mempertahankan keharmonisan);
- Avoid conflicts, where possible (menghindari konflik jika
mungkin);
- Resolve conflicts that arise, openly and dialogically
(menyelesaikan konflik yang muncul secara terbuka dan dialogis);
- Accept people as they are, not as some people think they ought to
be (menerima orang seperti apa adanya, bukan apa yang mereka
pikir seharusnya);
- Encourage personal, cooperative relationships, rather than
impersonal, competitive, conflictual, or authoritarian
relationships (mendorong hubungan pribadi dan kerja sama,
daripada hubungan yang tak mempribadi, kompetitif, penuh
pertentangan atau otoriter);
- Be sensitive to people’s feelings (bersifat sentifi terhadap perasaan
orang).
b. Prinsip dalam komunikasi yang efektif seseorang mesti:
- Listens attentively to people (mendengarkan orang dengan penuh
perhatian);
- Accepts and acts upon what they say (menerima dan bertindak
pada apa yang mereka katakan);
- Can be understood by everyone (dapat difahami oleh setiap
orang);
- Is truthful and sincere (jujur dan tulus);
- Acts in socially and culturally appropriate ways (bertindak dalam
cara yang pantas secara sosial dan budaya);
- Regularly advises others about what is happening (secara teratur
menasehati orang lain tentang apa yang terjadi).
c. Prinsip dalam partisipasi. Pastisipasi sangat efektif bila ia:
- Enables significant levels of active involvement (memungkinkan
keterlibatkan secara aktif pada tingkatan yang bermakna);
- Enables people to perform significant tasks (memungkinkan orang
untuk melaksanakan tugas-tugas yang bermakna);
- Provides support for people as they learn to act for themselves
(memberikan dorongan bagi orang lain sebagaimana mereka
belajar bertindak bagi diri mereka sendiri);
- Encourages plans and activities that people are able to
accomplish themselves (mendorong rencana dan kegiatan yang
yang mampu dicapai oleh mereka sendiri);
- Deals personally with people rather than with their
representatives or agents (berhubungan dengan orang secara
pribadi dari pada melalui perwakilan atau agen mereka).
d. Prinsip inklusi dalam penelitian tindakan melibatkan:
- Maximization of the involvement of all relevant individuals
(memaksimalkan keterlibatan semua individu yang relevan);
- Inclusion of all groups affected (menyatukan semua kelompok
yang terpengaruhi);
- Inclusion of all relevant issues—social, economic, cultural,
political—rather than a focus on narrow administrative or
political agendas (menyatukan semua masalah yang relevan baik
sosial, ekonomi, budaya, dan politik, dari pada memfokuskan pada
agenda administratif atau politik yang sempit);
- Ensuring cooperation with other groups, agencies, and
organizations (memastikan kerja sama dengan kelompok, agen,
dan organisasi lain);
- Ensuring that all relevant groups benefit from activities
(memastikan bahwa semua kelompok yang relevan memperoleh
keuntungan dari kegiatan).
4. Siklus Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan memiliki langkah-langkah yang khas dan berbeda
dengan penelitian konvensional. Penelitian tindakan (action research)
memiliki langkah-langkah yang bersifat siklus (proses pengkajian berdaur),
yang bergerak dari satu tahap ke tahap berikutnya, tetapi kemudian kembali
pada tahap awal dengan suatu peningkatan. Daur tersebut secara sederhana
digambarkan pada bagan di bawah
Dengan mengadaptasi model Hopkin, Tim PGSM (199:7)
menggambarkan siklus penelitian tindakan kelas dalam bentuk spiral, seperti
berikut:
MERENCANAKAN MELAKUKAN TINDAKAN
MENGAMATI MEREFLEKSI
Sementara itu Stringer (1996:16) mengemukakan langkah-langkah pokok
dalam siklus penelitian tindakan sebagai berikut:
Look : - Gather relevant information (gather data)
- Build a picture: Describe the situation (define and describe)
Think : - Explore and analyzes: What is happening here? (hypothesize)
- Interpret and explain: How/why are things as they are? (theorize)
Act : - Plan (report)
- Implement
- Evaluate
5. Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas
Langkah-langkah pelaksanaan penelitian tindakan secara terinci
(Musnir dan Gunawan,1998/1999).
a. Mencari masalah penelitian.
b. Memilih masalah penelitian.
c. Mempertajam masalah penelitian.
d. Mengembangkan rancangan pemecahan masalah putaran pertama.
e. Melaksanakan pemecaham masalah putaran pertama.
f. Mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah putaran pertama.
g. Merevisi rancangan pemecahan masalah putaran pertama atau
mengembangkan rancangan pemecahan masalah putaran kedua.
h. Melaksanakan pemecahan masalah putaran kedua.
i. Mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah putaran kedua.
j. Merevisi rancangan pemecahan masalah putaran ketiga atau
mengembangkan rancangan pemecahan masalah putaran ketiga.
k. Melaksanakan pemecahan masalah putaran ke-n.
l. Mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah putaran ke-n.
m. Merevisi rancangan pemecahan masalah putaran ke-n atau
mengembangkan rancangan pemecahan masalah putaran ke-n+1.
n. Melaksanakan pemecahan masalah putaran ke-n+1.
o. Mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah putaran ke-n+1.
p. Membuat laporan hasil pemecahan masalah.
6. Rencana Penelitian Tindakan Kelas
a. Setting penelitian dan karakteristik subjek penelitian.
b. Variabel yang diselidiki.
c. Rencana tindakan.
d. Data dan cara pengumpulannya.
e. Indikator kinerja.
f. Tim peneliti dan tugasnya.
B. Variabel Penelitian
Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan
dan kegunaan tertentu. Menurut Sugiono (2007:1), penelitian ilmiah didasarkan
pada cirri-ciri keilmuan yaitu, rasional, empiriss dan sistematis. Penelitian ini
dimaksudkan untuk menemukan hubungan antara fakta yang satu dengan fakta
lainnya. Salah satu bentuk hubungan dalam menjelaskan mengapa sesuatu ada
atau terjadi, adalah hubungan kasual.
Namun di sini perlu kiranya jenis-jenis variabel dan hubungan antar
variabel.
1. Hakikat Variabel dan Atribut
Variabel (nampak dari kata vary dan able) berarti "bisa beragam." Artinya,
variabel adalah konsep yang memiliki keragaman nilai.
Variabel adalah pengelompokan logis atribut-atribut, sebagai contoh: laki-
laki dan perempuan adalah atribut, sedangkan jenis kelamin atau gender
adalah variabel.
Atribut adalah ciri-ciri atau kualitas yang memaparkan suatu obyek -
dalam hal ini seseorang, misalnya: perempuan, berkebangsaan Timur,
terasing, konservatif, tak jujur, cerdas, petani, dan sebagainya.
2. Jenis-jenis Variabel
a. variabel diskrit (discrete variable).
b. variabel bersambungan (continuous variable).
Jenis Variabel Diperoleh dari kegiatan Contoh
DISKRIT MENGHITUNG Jumlah anak, jumlah sepeda
motor, jumlah …
BERSAMBUNGAN MENGUKUR Tinggi badan, bobot badan,
jarak rumah dengan tempat
kerja, dsb.
3. Sifat Variabel
a. Variabel Dependen (bebas) atau vriabel yang tidak terpengaruh,
disebut juga varibel peubah.
b. Variabel Independen atau variabel yang terpengaruh dan dapat
mengalami perubahan
Dalam Penelitian Tindakan Kelas ini ditetapkan variabel-variabel:
Variabel dependen adalah: Pembelajaran Kontekstual
Variabel Independen adalah: Kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan
masalah matematika
C. Definisi Operasional
1. Prestasi Belajar
Prestasi diterjemahkan dari kata achievement yang berarti hasil yang
telah dicapai. Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai melalui belajar.
Menurut Syaodih (2004:78) prestai belajar ada 10 yaitu: pengetahuan,
pemahaman, keterampilan berpikir, keterampiln umum, penyesuaian diri,
sikap, nilai, minat dan apresiasi. Masih ada banyak definisi dan uraian aspek-
aspeknya mengenai prestasi belajar, akan tetapi pada intinya prestasi belajar
yang terpenting adalah kecerdasan komprehensif. Tugas utama manusia
adalah menyelesaikan masalah, menurut Zohar (2004): dalam melahirkan
solusi, kontribusi kecerdasan spiritual dan emosional adalah 80 % dan
kecerdasan intelektual 20 %. Membina kecerdasan perlu memadukan
neurocortex-otak kiri (kecerdasan rasional/intelektual) dengan system limbic-
otak kanan (kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional).
2. Pemecahan Masalah
Sebagaimana disebut di atas, bahwa tugas manusia adalah melakukan
pemecahan masalah. Suatu masalah adalah suatu situasi yang dirasakan
adanya sejumlah informasi yang hilang (ada kesenjangan). Pemecahan
masalah meliputi mencari pola – pola membuat prediksi, dan pengujian
prediksi .
Penyelesaian Masalah dilakukan ilmiah (Scientific Problem Solving)
atau dengan menggunakan intuisi secara kreatif (Creative Problem Solving).
Dalam konteks matematika Pemecahan Masalah adalah penyelesaian
persoalan-persoalan matematika dengan dengan menggunakan ukuran atau
data yang telah lebih dulu ditemukan atau dibuktikan. Dengan bekal data awal
maka diterapkan rumus yang berkaitan sehingga dapat ditemukan solusi atau
pemecahannya.
3. Pembelajaran Kontekstual
Menurut Dania (2006), Pembelajaran Kontekstual merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka. Hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa karena
proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Guru matematika
idelanya mengambil peran sebagai mediator, bukan menyuapi siswa. Di dalam
kelas guru adalah instrumen pembelajaran yang utama, bukan sebagai
pengantar materi semata ataupun penyaji utama pelajaran.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan datanya dilakukan dengan cara :
1. Riset kepustakaan, yaitu pengumpulan data referensi-referensi tertulis,
meliputi buku-buku tentang pendidikan, pembelajaran, perkembangan
siswa, matematika dan dokumen tertulis yang berkaitan dengan topik
penelitian.
2. Pengamatan terlibat (participant observation) yaitu pengamatan langsung
pada obyek penelitian tanpa intervensi eksistensinya dan terjadi interaksi
antara peneliti dan yang diteliti.
3. Wawancara terbuka (open interview) dan mendalam, langkah ini dilakukan
untuk memperoleh jawaban yang tidak dibatasi dari informan. Interview
merupakan proses interaksi antara pewawancara dan responden.
4. Pengujian prestasi belajar melalui tes berkaitan dengan pokok bahasan
mata pelajaran matematika.
5. Kuisioner, yaitu serangkaian pertanyaan tertulis yang disebarkan kepada
siswa untuk mengumpulkan respon atas proses peneliti.
BAB IV
HASIL PENELITIAN TINDAKAN KELAS
A. Gambaran Penelitian
1. Perencanaan
Penelitian dilakukan di kelas VIII I SMP Negeri I Cicalengka. Materi
pembelajaran luas permukaan bangun ruang kelas VIII semester genap tahun
pelajaran 2008 – 2009. Materi termaksud meliputi luas permukaan kubus,
balok, limas dan prisma. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan selama bulan
Mei 2008, sebanyak tiga siklus ditambah siklus untuk pos tes. Pelaksanaan
penelitian melibatkan guru dan kepala sekolah terutama dalam pelaksanaan
pengamatan dan refleksi selama penelitian.
Siklus pertama merupakan penjajagan melalui test prasyarat dan
membangun dinamika kelompok. Sesi ini untuk mengondisikan siswa agar
siap mengikuti pembelajaran yang menekankan keperansertaan siswa.
Siklus kedua diawali dengan apersepsi mengenai materi pelajaran
bidang datar, khususnya persegi dan empat persegi panjang. Selanjutnya
dilakukan proses pembelajaran mengenai bangun ruang kubus dan balok.
Setelah proses pembelajaran diberikan tes yang langsung dianalisis.
Siklus ketiga diawali dengan apersepsi mengenai materi pelajaran
bidang datar, khususnya segitiga siku-siku, segitiga sama sisi dan segitiga
sama kaki. Selanjutnya dilakukan proses pembelajaran mengenai bangun
ruang Limas dan Prisma. Setelah proses pembelajaran diberikan tes.
Setelah dilaksanakan ketiga siklus di atas kemudian diberikan post tes
pada waktu tersendiri
2. Tindakan
Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika melalui
pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika.
3. Pengamatan
Dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran. pengamatan
tersebut meliputi kegiatan guru dan siswa; pengembangan materi
pembelajaran dan capaian hasil belajar siswa. Pengamatan dilakukan oleh
peneliti, guru pamong, wali kelas dan yang ditugasi oleh PKS bidang
kurikulum. Pengamatan dilakukan terhadap proses pembelajaran serta perilaku
guru peneliti dan siswa selama pembelajaran berlangsung.
4. Refleksi
Proses pembelajaran, hasil tes dan capaian hasil belajar pada umumnya
dianalisis untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi sekaligus mengukur
peningkatan kemampuan siswa. Hasil analisis sekaligus dijadikan bahan
pertimbangan untuk menyusun rencana perbaikan siklus berikutnya.
5. Diskusi
Dalam upaya mengidentifikasi masalah dan menghimpun gagasan
perbaikan yang lebih tepat, peneliti melakukan diskusi dengan guru pamong,
wali kelas dan PKS Bidang Kurikulum.
B. Penjelasan Siklus Pertama
Sebagaimana disebutkan di atas, siklus pertama merupakan penjajagan
maka pada siklus pertama ini dilasksanakan langkah-langkah pembelajaran
sebagai berikut:
1. Pembukaan
Setelah mengajak siswa membaca basmalah untuk memulai
pembelajaran, peneliti memperkenalkan diri sebagai guru yang akan
membimbing pembelajaran bangun ruang selama empat kali pertemuan.
Selanjutnya kepada siswa disampaikan pertanyaan, Berapa enam kali
delapan (6X8)? Hampir seluruh siswa berteriak menyebutkan empat puluh
delapan dengan keras. Kemudian disampaikan pertanyaan kedua, mengapa
enam kali delapan sama dengan empat puluh delapan? Kali ini semua siswa
bungkam. Lima belas detik pertama hening kemudian terjadi saling bisik
diantara siswa selama lebih dari satu menit.
Kemudian seorang siswa mengangkat tangan. Ketika dipersilahkan, ia
menjawab karena aturannya begitu. Kepada siswa yang lain ditanyakan
apakah setuju dengan jawaban tersebut, ada sebagian siswa.
Seorang siswa menyampaikan pendapatnya: karena enam nya ada
delapan jadi kalau dijumlahkan ada empat puluh delapan.
Kepada siswa dijelaskan, bahwa siswa yang menjawab pertanyaan,
lebih memiliki tingkat keberanian yang lebih tinggi. Menjawab dengan
mengemukakan alasannya lebih baik. Pendahuluan tersebut menghabiskan
waktu 5 menit
2. Test Prasyarat
Siswa mengerjakan tes prasyarat sebanyak 5 soal selama 10 menit.
Materi tes mengenai Persegi, persegi panjang, segitiga siku-siku, segitiga
sama kaki dan segitiga sama sisi. Tes prasyarat dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana siswa menguasai kemampuan menyelesaikan penghitungan
keliling dan luas bangun datar dua dimensi. Untuk menguasai bangun ruang
tiga dimensi, siswa terlebih dulu harus menguasai bangun datar.
3. Simulasi Pengakraban
Untuk lebih mengakrabkan antara siswa dengan guru dan di antara
sesama siswa, dilakukan proses perkenalan melalui simulasi:
a. Siswa diminta ke teras kemudian membagi diri menjadi dua kelompok
besar. Semua siswa, 48 orang hadir sehingga satu kelompok 24 orang.
b. Kedua kelompok diminta berjajar berhadap-hadapan, satu baris
membelakangi jendela satu lagi membelakangi halaman kelas. Waktu
yang terpakai dari keluar hingga berjejer dengan rapih selama 5 menit.
c. Selanjutnya siswa diminta berjejer dari kanan ke kiri secara alfabetis,
menurut huruf pertama nama panggilan. Waktu yang terpakai 4 menit.
d. Setelah berjejer rapih kemudian diverifikasi apakah posisinya benar?
Ternyata masih belum selaras karena yang huruf awalnya sama lebih
dari seorang dan urutan menurut huruf kedua belum tersusun.
e. Peserta mengatur kembali posisinya hingga benar-benar rapih. Waktu
yang terpakai 3 menit.
f. Setelah kedua barisan tersusun rapih, siswa diminta mengubah barisan,
kali ini yang paling kanan yang lebih dulu di lahirkan.
g. Seperti halnya pada cara berjejer pertama, terjadi revisi posisi dua kali
pada susunan barisan kedua. Waktu yang terpakai sampai barisan
benar-benar rapih adalah 6 menit.
h. Setelah barisan rapih, siswa diminta berjejer berdasarkan tinggi badan.
Kali ini siswa mengatur barisan dengan lebih cepat, hanya 3 menit.
i. Setelah rapih siswa diminta membentuk kelompok.
4. Pembagian kelompok
a. Setiap barisan selanjutnya diminta membagi diri menjadi empat
kelompok, satu kelompok enam orang. Anggotanya terserah selera
masing-masing. Pembentukan kelompok memerlukan waktu
lebih dari 10 menit, karena rebutan anggota.
b. Setelah terbentuk delapan kelompok, siswa dipersilahkan masuk
kembali ke dalam kelas dan duduk menurut kelompoknya masing-
masing. Dilihat dari jenis kelamin, satu kelompok anggotanya laki-laki
semua, dua kelompok perempuan semua, lima kelompok campuran
laki-laki dan perempuan.
c. Siswa kemudian diminta menetapkan pemimpin kelompok dan
memberi nama kelompoknya masing-masing. Nama kelompok bebas.
d. Setelah 5 menit nama kelompok dan pemimpin masing-masing
kelompok semuanya selesai ditetapkan.
Nama dan anggota kelompok dipresentasikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.1
Deskripsi Kelompok (satu kelompok enam siswa)
Nama Jumlah Warga Ketua Yel
Kelompok Lk Pr Kelompok Motto
Naruto 6 0 Laki-laki Narrrutto, Hebat Euy!
Slanker 4 2 Laki-laki Slanker please, slanker
peace
Vicking 3 3 Laki-laki Vicking Nu Aing
Ungu 3 3 Perempuan Pernahkah kau merasa,
Jadi juara?
Metal 2 4 Laki-laki Optimis Coy!
Jagger 2 4 Perempuan Sing Penting, Tahan
Banting!
Queen 0 6 Perempuan We are the champion,
Oye!
Angel 0 6 Perempuan Angel Nice, Angel Wise
Angel Yes!
5. Brainstorming
Setelah semua siswa sepakat bahwa barisan keduanya rapih, kepada
siswa diminta tanggapan dan kesan atas simulasi yang baru dilakukan.
Barinstorming (curah gagasan) berlangsung 15 menit. Dari 48 siswa ada 14
orang yang menyampaikan gagasan, mewakili lima kelompok.
Beberapa gagasan yang sempat dicatat antara lain:
a. Simulasi tersebut telah menyebabkan sesama siswa lebih mengenal,
terutama nama panggilan dan usia masing-masing.
b. Menyusun barisan yang pertama waktunya lebih lama karena siswa
belum adaptasi dengan situasi dan tidak menyangka ada simulasi.
c. Menyusun barisan yang kedua kalinya relative lebih cepat karena
komunikasi telah lebih akrab.
d. Menyusun barisan yang ketiga lebih cepat lagi karena tidak perlu
melakukan pendataan, cukup melihat fisik temannya.
e. Untuk menyelesaikan pekerjaan dengan sempurna harus melakukan
komunikasi dengan baik, menghimpun data dengan teliti dan
menempatkan posisi secara tepat.
6. Diskusi kelompok
Selanjutnya setiap kelompok diminta mendiskusikan:
a. Apa yang menjadi kendala dalam belajar matematika.
b. Soal yang mana yang dianggap paling sulit.
7. Penutup pembelajaran
Seraya mengumpulkan kesimpulan diskusi, Jawaban tes yang telah
dinilai sibagikan untuk dipelajari dan diperbaiki di rumah. Kepada siswa
diberikan juga lembar penjelasan materi materi pelajaran bangun datar sebagai
upaya remedial. Pada saat yang sama diberikan lembar tugas kelompok, yaitu
membawa benda-benda yang diperlukan untuk media belajar pada pertemuan
berikutnya. Selanjutnya siswa dibimbing membaca do’a akhir majlis,
kemudian membaca hamdalah bersama-sama dan ditutup dengan salam.
8. Hasil Tes Prasyarat
a. Pedoman penilaian
- Menghitung keliling Nilainya 5, dengan distribusi:
Menemukan ukuran sisi-sisi yang akan dijumlahkan serta
menjumlahkan diberi nilai 5;
Hasil penjumlahan yang benar nilai 5.
- Menghitung luas nilainya 10 dengan distribusi:
Menemukan ukuran panjang/alas atau lebar/tinggi dan mengalikan
diberi nilai 5;
Hasil perkalian yang benar nilainya 5.
b. Nilai test secara kumulatif
Setelah diperiksa, dari 48 siswa hanya 18 orang (37,5%) yang
nilainya di atas 50. Nilai terkecil 10 (sepuluh) sebanyak 1 orang (2,08%)
dan nilai tertinggi 80 (delapan puluh) sebanyak 5 orang (10,42%).
Frequensi tertinggi (modus) ada pada nilai 65, yaitu 12 orang (25%).
Adapun nilai rata-rata adalah 47.
Tingkat ketuntasan belajar yang disepakati di SMP Negeri I
Cicalengka adalah 85% siswa memperoleh nilai 65 ke atas. Dengan hasil
tes prasyarat sebagaimana disebutkan di atas, maka ketuntasan belajar
mengenai bangun datar, khususnya segiempat dan segitiga dapat dikatakan
belum tercapai.
Untuk lebih jelasnya hasil tes prasyarat dipresentasikan pada tabel
di bawah ini:
Tabel 4. 2.
Nilai Kumulatif Tes Prasyarat
Nilai Frekwensi Prosentase Jumlah
80 5 10,42% 400
65 12 25,00% 780
60 1 2,08% 60
55 0 0,00% 0
50 5 10,42% 250
45 5 10,42% 225
40 2 4,17% 80
35 4 8,33% 140
30 5 10,42% 150
25 0 0,00% 0
20 5 10,42% 100
15 3 6,25% 45
10 1 2,08% 10
Jumlah 48 100% 2.240
Nilai 100 – 85 tidak dipresentasikan karena frekuensinya kosong
c. Hasil test menurut butir soal
Tes bukan sekadar mengukur kemampuan siswa akan tetapi
mengevaluasi kesulitan yang dihadapi oleh siswa. Oleh karena itu nilai
siswa untuk tiap butir soal dan bahkan nilai tahapan kerja secara otentik
dicatat oleh peneliti. Pada tabel di bawah ini dipresentasikan perolehan
nilai tiap butir soal
Tabel 4.3
Jumlah siswa menurut nilai tiap butir soal
Gambar Persegi Segitiga Segitiga Segitiga
Nilai Persegi Panjang Siku-siku Samasisi Samakaki
Nilai 20 33 7 5 5 5
Nilai 15 0 17 13 13 12
Nilai 10 13 13 23 17 12
Nilai 05 0 11 7 0 5
Nilai 00 2 0 0 13 14
Jumlah 48 48 48 48 48
Dari table di atas dapat disimpulkan bahwa materi pelajaran
bangun datar segi empat dapat dikatakan hampir mencapai ketuntasan.
Untuk materi persegi jumlah yang meraih nilai maksimal 33 orang
(68,75%); yang mencapai nilai 10 ada 13 orang (27,08%) dan nilai
minimum, 0 (nol) 2 orang (4,17%). Sedangkan nilai maksimum persegi
panjang dicapai 7 siswa (14,58%); nilai 15 ada 17 siswa (35,42%); nilai 10
ada 13 orang (27,08%) dan nilai terendah, 5, ada 11 siswa (22,92%).
Pada materi segitiga, sebagian besar siswa menghadapi kesulitan.
Hal ini dapat di lihat dari jumlah siswa yang mendapat nilai maksimal
masing-masing hanya 5 orang (10,42%) dan nilai 15 diperoleh 13 siswa
(27,08%). Sebanyak 30 orang (62,5%) nilai 10 ke bawah. Nilai yang agak
baik adalah nilai segitiga siku-siku.
d. Kesulitan yang dihadapi siswa
Menyelesaikan soal matematika memiliki tahapan dan prosedur,
tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan langsung, akan tetapi ada tahap
yang harus dilalui. Untuk menghitung keliling harus mengetahui panjang
semua sisi, sementara data yang tersaji hanya sebagian. Demikian juga
menghitung luas, panjang/alas dan lebar/tinggi harus jelas ukurannya.
Oleh karena itu siswa diberi nilai pada tiap tahapannya. Dengan demikian,
yang dinilai adalah prosedur dan hasil akhir. Menemukan data ukuran
yang benar mendapat nilai, prosedur dinilai dan nilai akhir dinilai. Nilai
tersebut secara terpisah, sehingga kesalahan pada tahap tertentu tidak
mengurangi tahapan lain yang benar. Pada tabel-tabel berikut ini
dipresentasikan hasil kerja siswa.
Tabel 4. 4
Jumlah siswa yang benar dalam prosedur dan perhitungan
Persegi Segitiga Segitiga SegitigaPersegi Panjang Siku-siku Samasisi Samakaki
Panjang/alas
Tinggi/Lebar 33 5 5
Hipotenusa 5 5 5
Keliling 36 7 5 35 5
Luas 43 28 41 5 28
Tabel 4. 5
Jumlah siswa yang benar dalam menjalankan prosedur tetapi salah
dalam melakukan operasi perhitungan
Persegi Segitiga Segitiga Segitiga
Persegi Panjang Siku-siku Samasisi Samakaki
Panjang/alas
Tinggi/Lebar 46 23 6
Hipotenusa 33 0 25
Keliling 8 35 39 0 27
Luas 3 15 5 20 5
Tabel 4. 6
Daftar siswa yang benar dalam mengoperasikan perhitungan tetapi
salah dalam menemukan data/menetapkan ukuran
Persegi Segitiga Segitiga Segitiga
Persegi Panjang Siku-siku Samasisi Samakaki
Panjang/alas
Tinggi/Lebar 0 7 0
Hipotenusa 10 0 4
Keliling 2 6 4 0 2
Luas 0 5 2 10 1
Dari ketiga tabel di atas dapat diketahui bahwa dalam
menyelesaikan soal-soal matematika para siswa sebagian besar telah dapat
menerapkan prosedur dengan baik. Akan tetapi masih kurang tepat dalam
mengoperasikan perkalian, pembagian, pangkat dan akar.
Untuk soal bangun persegi relatip mudah baik prosedur maupun
operasi perkalian. Dalam menyelesaikan soal segitiga, sebagian besar
siswa menghadapi kesulitan dalam menghitung panjang hipotenusa,
terutama segitiga siku-siku dan sama kaki. Pada umumnya kesalahan
dalam mengoperasikan penghitungan dengan akar. Akibat kesulitan
menemukan panjang hipotenusa, dalam menentukan keliling juga salah.
Lemahnya kemampuan mengoperasikan akar dan pangkat, berdampak
terhadap hasil perhitungan dalam menetapkan tinggi segitiga sama sisi,
akibatnya sangat sedikit yang menghitung luas dengan tepat.
9. Dinamika Pembelajaran
Dalam menggiati pembelajaran pada siklus pertama, sebagian siswa
menunjukkan partisipasi dan kontribusinya dengan nyata. Keperansertaan
yang diamati dalam penelitian adalah kemauan mengerjakan tugas,
keterlibatan dalam kelompok dan keberanian berbicara.
a. Pelaksaanaan tugas mandiri
Dalam hal pengerjaan tugas, siswa secara umum melakukannya
dengan sungguh-sungguh secara mandiri, misalnya dalam menyelesaikan
soal tes prasyarat. Walaupun hasilnya kurang memuaskan, tetapi mereka
menerima dan siap melakukan perbaikan dan sanggup memperoleh nilai
lebih baik dalam kesempatan berikutnya.
b. Keterlibatan dalam kelompok
Aktivitas kelompok pada siklus pertama ada dua, yaitu kelompok
besar dengan anggota dua puluh empat siswa dan kelompok kecil dengan
anggota enam orang. Kegiatan kelompok besar cukup lama dan
melibatkan keperansertaan siswa secara luas. Berbeda dengan kelompok
kecil, baru pembentukan, pemilihan pimpinan dan penetapan nama
kelompok. Akan tetapi dinamika muncul. Hasil pengamatan yang tercatat
antara lain:
1) Dalam simulasi kelompok besar siswa mau mengikuti kegiatan
simulasi dengan sungguh-sungguh. Keterlibatan siswa antara lain:
o Mencoba memimpin proses.
o Menghimpun data (menanyakan nama danm tanggal lahir).
o Menempatkan diri sesuai data yang diketahui.
o Mengatur posisi teman.
o Siswa yang pasif mengikuti arahan dimana dia harus
menempati posisi.
2) Dalam kelompok kecil siswa lebih dinamis, anra lain:
o Mengajak teman untuk berkelompok/memilih teman
kelompok.
o Mengatur pembagian kelompok.
o Menawarkan siapa mau jadi apa atau siapa mau mengerjakan
apa.
o Meminta teman untuk memegang tugas dalam kelompok.
o Memilih tugas untuk dirinya.
o Meminta pekerjaan untuk dirinya.
o Meminta teman mengerjakan soal tertentu.
o Siswa yang pasif mengikuti kebijakan kelompok.
c. Keberanian berbicara
Dalam pembelajaran yang dibangun adalah komunikasi resiprokal
yang dialogis. Guru bukan hanya berbicara kepada siswa, tetapi yang lebih
penting harus lebih lama berbicara dengan siswa. Oleh karena itu
keberanian siswa dalam berbicara sangat menentukan dinamika
pembelajaran. Unjuk keberanian berbicara siswa pada siklus pertama yang
terdata adalah:
1) Keberanian mengajukan pertanyaan;
2) Keberanian mengemukakan pendapat,
3) Keberanian menyampaikan jawaban;
4) Keberanian mengerjakan soal di papan tulis dan
5) keberanian presentasi.
10. Refleksi dan rencana revisi
a. Refleksi
Hasil observasi dan analisis selama dan setelah tindakan kelas
siklus pertama, diperoleh kesimpulan antara lain:
Secara umum siswa menunjukkan partisipasi aktif dalam proses
pembelajaran.
Siswa menyukai model belajar yang melibatkan siswa dalam
suasana dinamis, ceria, tanpa tekanan dan mengekspresikan
gagasan secara bebas.
Siswa masih harus mengasah kemampuannya dalam
operasional aljabar, terutama pemangkatan dan akar.
b. Revisi dan Rencana Aksi
Beranjak dari kesimpulan di atas maka direncanakan
tindakan kelas pada siklus kedua yang memasukkan upaya revisi
dengan cara:
Melanjutkan proses pembelajaran yang dinamis dan partisipatif
dengan menyajikan materi yang akrab dengan kehidupan siswa.
Operasi perkalian, pembagian, pemangkatan dan akar sangat
menentukan hasil belajar bangun ruang, sementara siswa masih
harus mendapat penguatan dan pengayaan di bagian tersebut.
Terbatasnya waktu kurang memungkinkan meng-upgrade
kemampuan tersebut secara khusus. Maka tindakan yang
dilakukan pada siklus berikutnya adalah mengulas kemampuan
operasional tersebut sambil menjelaskan proses pengerjaan
masalah bangun ruang.
Selain penguatan melalui bimbingan guru, siswa akan didorong
untuk saling belajar dari temannya, terutama teman satu
kelompok.
Agar interaksi kelompok semakin inten, maka kegiatan
kelompok porsinya ditambah.
Program pembelajaran pada siklus berikutnya diskenario lebih
memberi ruang dan peluang bagi siswa dalam berperanserta
secara optimal.
C. Penjelasan Siklus kedua
1. Pembukaan
Pembelajaran dimulai dengan membaca basmalah bersama-sama.
Siswa duduk dalam kelompoknya masing-masing lalu mengeluarkan benda-
benda yang dibawa untuk media pembelajaran, yaitu:
- Kertas HVS ukuran A4 70 gram 5 lembar per kelompok.
- Gunting dan pisau Cutter ada pada tiap kelompok.
- Dus kemasan antara lain: Kemasan Susu bubuk, kemasan obat, kemasan
lampu, kemasan kue, kemasan kosmetik dan kemasan rokok. Khusus
kemasan rokok oleh guru dikumpulkan, tidak dijadikan media.
- Mistar 30 cm, mistar segitiga, buzur derajat, jangka dan alat tulis lainnya
tersedia pada setiap meja kelompok.
- Dua kelompok membawa mistar baja 100 cm.
- tiga kelompok membawa meteran 300 cm; satu kelompok membawa
meteran 500 cm dan satu kelompok membawa meteran golong
sepanjang 100 yard.
- Hanya tiga kelompok yang membawa kalkulator.
2. Kuis matematik
Di papan tulis dipampangkan gambar ukuran plano. Gambar tersebut,
denah tanah milik empat orang penduduk di kampung Cikopo. Tanah tersebut
akan dibeli oleh Rumah Sakit Umum Cicalengka dengan harga Rp. 250.000,-
per m2. Dalam ukuran yang lebih kecil, kepada siswa dibagikan gambar yang
sama disertai tugas kelompok untuk menyelesaikan masalah, yaitu:
Menghitung luas tanah masing-masing dan uang yang akan diterima oleh
masing-masing pemilik tanah
Menjumlahkan luas seluruh tanah ( luas A + B + C + D)
Siswa melakukan pekerjaan secara berkelompok, satu orang
menghitung satu bidang sehingga kurang dari dua menit sudah ada yang
selesai.
Perwakilan kelompok Queen dengan diringi senandung “We are
the champion….” menyerahkan hasil pekerjaannya ke meja guru dan
menuliskan hasil kerjanya di samping gambar yang ada di papan tulis.
Inilah hasil perhitungan kelompok Queen.
Luas tanah A = 5.200 m2 hasil perkalian ½ X 130 X 80
Luas tanah B = 750 m2 hasil perkalian ½ X 30 X 50
Luas tanah C = 2.400 m2 hasil perkalian 30 X 80
Luas tanah D = 2.000 m2 hasil perkalian ½ X 80 X 50
Queen diminta menghentikan dulu pekerjaannya, kemudian kepada
kelompok lain diminta memeriksa apakah jawabannya benar? Setelah
semua siswa turut menghitung ternyata seluruh kelas menyatakan hitungan
tersebut benar.
Namun ketika perwakilan Queen mau melanjutkan
penyelesaiannya, seorang siswa mengangkat tangan dan menyatakan
bahwa jumlahnya salah. Siswa tersebut diminta sabar karena Queen belum
menyebutkan jumlahnya. Siswa yang lain memberikan pendapat secara
berturut-turut. Kalau jumlahnya salah pasti yang dijumlahkannya juga
salah.
Ketika Queen diminta menyebutkan jumlahnya, perwakilan Queen
minta waktu karena jumlahnya mau dikonsultasikan lagi kepada anggota
kelompok yang lain.
Kelas menjadi gaduh karena siswa menemukan kesalahan jumlah
luas. Jumlah luas tanah A + B + C + D adalah 10.350 m2 padahal bila
dihitung langsung 130 X 80 adalah 10.400 m2, artinya kurang 50 m2
Siswa diberi kesempatan untuk menghitung ulang selama tiga
menit. Ketika ditanya ada yang telah selesai menghitung, siswa serempak
menjawab belum.
Seorang siswa minta izin untuk menjelaskan kepada teman-
temannya. Walaupun teman-temannya secara usil menyampaikan
celetukan-celetukan nakal, siswa tersebut berdiri menghadap kepada
seluruh temannya. Secara sederhana siswa tersebut menjelaskan:
o Kita semua hanya dapat menghitung dengan tepat luas tanah A.
sedangkan luas tanah B, C dan D sangat sulit menghitungnya, karena:
o Luas B pasti bukan 750 sebab panjang garis ini belum tentu 30 dan
bentuknya juga belum tentu segitiga siku-siku. Garis yang tengah ini
tidak diberi tanda sama panjang dengan garis yang di tepi dan pada
alasnya tidak diberi tanda siku-siku. Jadi rumus ½ X 50 X 30 tidak
dapat dipakai, kecuali kalau ini memang 30 dan segitiganya siku-siku
o Demikian juga halnya dengan luas D, barangkali kita hanya
menyangka mungkin D merupakan segitiga siku-siku dan alasnya
sama dengan garis lurus di bawah yang panjangnya 80 m.
o Mengenai luas C, ini juga belum tentu dan bahkan pasti bukan empat
persegi panjang karena tanda yang ada hanya sebuah siku-siku.
o Kesimpulan saya, kita tidak meungkin menghitung luas tanah B, C dan
D pada saaat ini dengan cepat dan tepat, karena tidak jelas
keterangannya.
Uraian siswa tersebut disetujui secara aklamasi oleh semua siswa.
Kemudian siswa dipersilahkan menghentikan penghitungannya. Karena
jadwal pengerjaan kuis, 10 menit telah habis.
3. Ekspositori
Kepada seluruh siswa ditekankan bahwa apa yang diterangkan oleh
temannya tadi memang benar. Matematika adalah ilmu pasti. Gambar buatan
manusia bisa saja salah walaupun menggunakan computer. Untuk
mengantisipasi kesalahan gambar maka dibuatlah keterangan dan tanda-tanda.
Setiap bangun memiliki karakter yang berbeda dan untuk itu diberi tanda-
tanda sebagai indikasi. Bagi yang penasaran boleh menghitung kembali luas
tanah tersebut di rumah.
Selanjutnya siswa mulai dibawa kepada proses penguasaan materi
balok dan kubus. Di samping kiri papan tulis dipajang gambar kubus dan
disamping kanan ditempelkan gambar balok ukuran plano. Kepada siswa
terlebih dulu dingatkan mengenai elemen-elemen geometri yaitu: titik, garis,
rusuk, sisi, bidang dan ruang. Kemudian dijelaskan pula bahwa bangun
geometri ada dua yaitu bangun datar yang merupakan bangun dua dimensi dan
bangun ruang atau bangun tiga dimensi.
Segiempat, segitiga, dan segi-segi lain yang lebih banyak jumlah sudut
termasuk bintang dan lingkaran merupakan bangun datar. Dari bangun datar
tersebut dapat dikembangkan menjadi bangun ruang tiga dimensi seperti:
balok, kubus, limas, prisma, bola, tabung, kerucut dan bentuk lainnya.
Penjelasan diselingi tanya jawab dan memperagakan cara menggambar
balok dan kubus di papan tulis. Ketika siswa diminta menyebutkan contoh-
contoh bangun ruang kubus dan balok, siswa dengan sertamerta menyebutkan
balok, misalnya tiang beton, penghapus, kotak pensil, kotak jangka, Cashing
CPU Computer, Lemari, kaki meja, kotak amal dll. Giliran diminta
menyebutkan contoh benda berbentuk kubus, jawabannya hanya satu, yaitu
dadu.
Ketika diminta menyebutkan apa lagi contoh kubus, selama satu menit
tidak ada jawaban, hingga seorang siswa nyeletuk:
“Sebenarnya banyak benda berbentuk kubus itu”
“Apa saja coba?” tanya teman-temannya.
Siswa tersebut menatap guru, kemudian guru mengangguk
“Kayu berbentuk kubus, tembok berbentuk kubus, besi berbentuk kubus, dus
berbentuk kubus, kaca berbentuk kubus, plastik berbentuk kubus dan masih
banyak lagi, cuma cape nyebutnya”.
“Uuuh” siswa lain menyoraki.
4. Inqiri
Ekspositori menghabiskan waktu 10 menit, selanjutnya siswa diminta
mengumpulkan barang yang dibawa dari rumah di meja kelompok. Kemudian
memisahkan yang berbentuk balok dengan yang berbentuk kubus. Ketika
tengah asyik memisah-misahkan barang, seorang siswa bertanya: “Apakah dus
kemasan lampu termasuk balok? Karena tidak terdiri dari 3 pasang (ukuran)
persegi panjang. Kemasan tersebut sisi alasnya berbentuk persegi dengan
panjang sisi 4 cm dan tinggi 16,5 cm, jadi hanya terdiri dari dua buah persegi
dengan panjang sisi 4 cm dan empat persegi panjang ukuran 4 X 16,5.
Karena ada yang bertanya, siswa lain memisahkan kemasan yang
sejenis, antara lain kemasan tinta stempel, kemasan obat dan kemasan lain
termasuk kemasan lampu merek lain.
Beberapa siswa mencoba menyampaikan pendapatnya ketika diberi
kesempatan. Dari ungkapan siswa yang berpendapat sesungguhnya sudah
benar, akan tetapi kepada siswa diperlihatkan kembali balok berupa kemasan
lampu. Kepada siswa ditunjukkan mana saja yang dimaksud pasangan itu,
yaitu sisi yang berhadapan.
Walaupun ketika diminta menyebutkan contoh kubus semua menyebut
Dadu, tetapi tidak ada seorang pun siswa yang membawa dadu. Karena semua
kelompok harus punya contoh kubus, akhirnya ada juga contoh kubus, yaitu
dus kemasan balsam, dus kemasan minyak rambut, dus kemasan minyak
wangi pria. Kelompok yang tidak memiliki kemasan berbentuk kubus
menggunting dus kemasan yang alasnya berbentuk persegi sehingga mereka
memiliki juga kubus.
Setiap kelompok diminta mengukur dus kemasan atau benda yang
mereka bawa, sekurang-kurangnya satu kelompok lima contoh, salah satu
diantaranya berbentuk kubus. Tiap contoh ditempeli ukuran panjang, lebar dan
tinggi. Luas setiap sisi dan jumlah luas selimut balok dan kubus.
Setelah selesai mengukur, menghitung dan menandai kemudian secara
bergiliran setiap kelompok menjelaskan di depan kelas mengenai cara
menghitung keliling bangun datar dan cara menghitung luas selimutnya.
Setelah selesai presentasi hasil pekerjaan siswa dimasukkan ke dalam kantong
yang telah diberi label nama kelompok kemudian diserahkan dikumpulkan di
meja guru untuk dinilai.
5. Tes Kelompok
Selanjutnya setiap kelompok diberi tugas mengukur dan menghitung
dengan subyek yang berbeda, yaitu:
a. Subyek : Lantai, Dinding, Plafond dan Penutupnya.
b. Lokasi : Kelas, Mushola, Perpustakaan, Tempat wudlu,
Ruang Serbaguna, Gudang, Ruang OSIS, dan UKS.
c. Hasil yang harus dilaporkan adalah:
1) Gambar sketsa.
2) Panjang setiap sisi.
3) Keliling setiap subjek.
4) Luas setiap subjek.
5) Kebutuhan barang untuk menutup lantai; barang untuk menutup
dinding dan Kebutuhan barang untuk menutup plafond.
6. Brainstorming
Siswa diberi kesempatan melakukan curah gagasan (brainstorming).
Dari gagasan-gagasan yang diungkapkan, beberapa point yang tercatat yaitu:
a. Pembelajaran waktunya terlalu sempit.
b. Soal dan tugas yang harus diselesaikan itu sebenarnya rumit, tetapi
dapat dikerjakan.
c. Menghitung atau mengukur barang yang ada (maksudnya kongkrit)
walaupun dengan satuan terkecil seperti milimiter, tidak terlalu
memusingkan karena barangnya ada.
d. Kalau tugas dan soal dilaksanakan secara mengalir diselingi obrolan
dan kegiatan fisik, maka soal menjadi terasa ringan, walaupun jawaban
tidak tepat tapi tidak menjadi beban pikiran dan dapat memperbaiki
kesalahan dengan segera.
e. Sekarang ada gambaran, mengapa kita harus mengetahui sesuatu
karena kita akan melakukan sesuatu. Seperti, untuk apa kita tahu luas
atau ukuran suatu ruang atau barang? Karena kita ingin tahu berapa
kebutuhan barang untuk ruang atau benda tersebut. Kemarin-kemarin
kita menghitung luas karena ingin tahu luasnya saja.
Karena keterbatasan waktu, siswa yang menyampaikan gagasan hanya
delapan orang, mewakili enam kelompok.
7. Sesi penutup
Kepada siswa dibagikan nilai tugas mengukur dan menghitung benda
berbentuk balok dan kubus. Beserta nilai diserahkan juga uraian materi
pelajaran untuk lebih diperdalam di rumah. Setelah mendaftar keperluan yang
dibutuhkan untuk pembelajaran siklus berikut, siswa bersama-sama membaca
do’a akhir majlis, dilanjutkan hamdalah dan diututup dengan salam.
8. Hasil Tes
Tugas yang diberikan adalah mendeskripsikan bentuk, ukuran
elemen dan hasil penghitungan keliling serta luas bidang dan bangun.
Siswa mengukur sendiri dimensi benda kemudian melaporkan hasil
perhitungannya. Dengan terpadunya tugas, diharapkan dapat mengetahui
kesungguhan dalam melaksanakan tugas dan akurasi ukuran.
Walaupun ada ukuran yang diasosiasikan kepada ukuran yang ada
(dan ketika dipadukan dengan ukuran yang lain ternyata tidak cocok),
umumnya setiap kelompok berupaya melaksanakan tugas dengan baik.
Berikut ini disajikan hasil pengukuran dan penghitungan setiap kelompok
Tabel 4. 7
Jumlah Siswa yang Benar dalam mengukur & menghitung
No Subyek P L T Kel Luas
1 Alas 48 48 - 42 42
2 Dinding 1 45 46 38 40
3 Dinding 2 45 47 36 38
4 Selimut 34
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa dalam hal mengukur
hampir seluruh siswa benar. Kalaupun terjadi kesalahan, kemungkinan
besar karena cara mengukur yang tidak teliti. Frekwensi terendah dalam
mengukur adalah 45 orang (93,75%) masih cukup tinggi.
Berbeda dengan mengukur, jumlah siswa yang benar dalam
menghitung berkisar pada angka 34 s.d 42 orang, khususnya dalam
menghitung luas selimut. Kesalahan terutama dalam mengalikan pecahan
yang jumlahnya lebih dari dua decimal. Namun demikian, jumlah 34 siswa
masih dinilai baik karena lebih dari 70 %
Hasil kerja perorangan ini paralel dengan hasil kerja kelompok.
Dalam hal mengukur, frekuensi terendah adalah 7 kelompok (87,50%)
tetapi dalam hal menghitung, terutama menghitung luas selimut yang
benar hanya 6 kelompok (75%). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada table
di bawah
Tabel 4. 8
Hasil pengukuran dan penghitungan kelompok
No Subyek P L T Kel Luas
1 Alas 8 8 - 8 8
2 Dinding 1 8 8 8 8
3 Dinding 2 7 8 7 7
4 Tutup 7 8 7 7
5 Selimut 6
Dalam hal implementasi ditemukan berbagai cara. Ketika
menghitung benda yang dibutuhkan untuk menutupi permukaan hanya
satu kelompok yang menghitung dengan prosedur luas permukaan dibagi
luas benda bahan penutup yaitu yang menghitung kebutuhan keramik
untuk kelas. Prosedur yang ditempuh adalah
1) Di ketahui :
Lantai, persegi panjang Panjang 870 cm
Lebar 690 cm
Keramik, Persegi Panjang sisi 30 cm
2) Masalah :
Menghitung jumlah keramik yang dibutuhkan untuk lantai
3) Penyelesaian :
870 X 690=
600.300= 667 buah
30 X 30 900
Kelompok lain menghitung kebutuhan dengan cara antara lain:
a) Menghitung jumlah kebutuhan benda per meter; kemudian
menghitung luas permukaan yang harus ditutup, kemudian luas
permukaan dikalikan jumlah kebutuhan benda permeter. Yang
menerapkan cara ini antara lain kelompok yang menghitung
kebutuhan lantai untuk musholla
o Ukuran Keramik 20 X 20 cm
1 m2 permukaan butuh 5 X 5 keramik = 25
o Ukuran lantai Mushola 6 X 7 m = 42 m2
Kebutuhan keramik = 42 X 25 = 1.050 keping
b) Menghitung ukuran lebar dan panjang permukaan; menghitung
jumlah benda untuk mengisi lebar dan jumlah benda untuk
mengisi panjang, kemudian mengalikannya, cara ini diterapkan
oleh kelompok yang mengukur kebutuhan asbes untuk menutup
plafond perpustakaan
Plafond perpustakaan, Panjang 12 m dan lebar 9 m
Asbes 6mm, Panjang 240 cm dan lebar 60 cm
Panjang Perpustakaan = 5 asbes dan lebar = 15 asbes
Kebutuhan asbes untuk perpustakaan adalah 5 X 15 = 75
c) Ada juga yang mengukur dimensi tetapi juga menghitung benda
yang telah menempel pada permukaan, seperti yang dilakukan
kelompok yang mengukur kebutuhan porselin penutup bak air data
ukuran dan hasil penghitungan ditampilkan dalam tabel di bawah
Tabel 4. 9
Penghitungan kebutuhan Porselin untuk bak air
P L T Luas Porselin
Alas 70 60 4200 30
Dinding 1 70 70 4900 36
Dinding 2 60 70 4200 30
Dinding 3 70 70 4900 36
Dinding 4 60 70 4200 30
Porselin 10 10
Jumlah 22400 162
Kesalahan jumlah porselin kemungkinan besar: Porselinnya tidak
diukur tetapi ditaksir 10X10 cm, tetapi dimensi bak diukur. Kemudian
siswa menghitung jumlah keramik yang menempel pada bak dan ukuran
yang 12cm X 12 cm, bukan 10 X 10 cm.
9. Dinamika Pembelajaran
Dalam menggiati pembelajaran pada siklus kedua siswa lebih dinamis
bentuk aktivitas selain yang telah diurai pada laporan siklus pertama ditambah
dengan keperansertaan yang muncul pada siklus kedua
a. Pelaksaanaan tugas mandiri
Karena setiap siswa membawa alat dan barang yang diminta, maka
seluruh siswa dapat melakukan aktivitas, termasuk dalam hal penyelesaian
tugas masing-masing, yaitu mengukur elemen balok dan kubus serta
menghitungnya keliling dan luasnya.
b. Keterlibatan dalam kelompok
Keterlibatan dalam kelompok pada siklus kedua sangat
berpengaruh terhadap penyelesaian masalah. Dalam penyelesaian kuis
ukuran tanah, karena dianggap siapapun dapat menyelesaikannya, maka
setiap siswa mengambil bagian. Empat orang menghitung luas A, B, C dan
D. Seorang menjumlahkan setiap pekerjaan yang telah selesai dan seorang
lagi menghitung secara keseluruhan. Oleh karenanya pelaksanaan kuis
relative sebentar (walau tidak ditemukan ukuran yang sebenarnya)
Dalam pelaksanaan tugas kelompok tidak jauh berbeda. Volume
kegiatan yang ditugaskan kepada setiap kelompok diselaraskan dengan
jumlah anggota kelompok, oleh karenanya apabila ada yang tidak aktif
akan menyebabkan pekerjaan ternbengkalai dan berakibat tidak selesai.
1) Pembagian tugas dalam kerja kelompok
1 orang mengukur dan menghitung keramik.
2 orang mengukur panjang dinding.
1 orang mengukur lebar dinding.
dan 2 orang mengukur tinggi dinding.
Selanjutnya seorang membacakan data ukuran, dua orang
menghitung dinding seorang menghitung lantai dan plafond,
seorang mengumpulkan data seorang lagi mencoba
menghitung ulang sebagai perbandingan.
Kemudian mendiskusikan jumlah kebutuhan barang untuk
menutup lantai, Plafond dan dinding.
2) Aktivitas diskusi kelompok
o Ketua kelompok langsung menugaskan seorang siswa
memimpin diskusi dan ia mengambil posisi sebagai pencatat.
o Karena data tersedia maka tidak terjadi perdebatan yang
panjang .
o Selain itu karena ada pembagian tugas kerja maka masing-
masing siswa sibuk dengan tugasnya.
o Perbedaan perhitungan adalah ketika mengubah satuan meter2
ke cm2 dan sebaliknya.
o Walaupun masing-masing punya pekerjaan tetapi diantara
mereka saling bertanya dan memberi informasi mengenai
penyelesaian tugasnya.
o Karena kurangnya masalah yang harus diperdebatkan akhirnya
mereka mengisi obrolan dengan hal yang menurut masing-
masing kelompok menarik, antara lain masalah film, jenis
game, sepak bola, lagu dan gossip, termasuk membicarakan
siswa yang ada di kelompok lain.
c. Keberanian berbicara
Karena data dan pengalaman terstruktur siswa cukup banyak, maka
siswa memiliki bahan lebih banyak untuk dibicarakan. Selain kekayaan
bahan bicara, sejak awal pembelajaran siswa didorong banyak bekerja dan
berbicara. Oleh karena itu ketika diminta presentasi, setiap kelompok
mendaftar sebagai presenter pertama. Lebih dari itu yang menjadi juru
bicara kelompok pun sudah bisa siapa saja.
d. Kreativitas
Kreativitas siswa juga tereksplorasi ketika harus mengerjakan tugas.
Contoh kreativitas siswa tersebut antara lain:
Untuk mengukur tinggi dinding dari lantai hingga plafond, siswa
menggunakan tiga buah tongkat pramuka yang disambung. Ujung
atas menyentuh langit-langit ujung bawahnya digaris pada dinding.
Dari garis ke lantai diukur dengan meteran/mistar, kemudian
panjang tongkat diukur.
Untuk memenuhi media belajar berbentuk kubus, karena tidak
membawa kemudian mendadak membuat kubus dengan cara
memodifikasi kemasan yang ada.
Dilakukannya cara menghitung tidak seperti prosedur yang
diperoleh dalam proses pembelajaran.
e. Efisiensi
Dalam proses pengukuran, ada dua kelompok yang mengukur
panjang dan lebar lantai secara khusus. Salah satu kelompok menganggap
ukuran plafond sama dengan lantai. Tetapi satu kelompok lagi bersusah
payah mengukur panjang dan lebar langit-langit. Empat kelompok lainnya
cukup mengukur dinding, kemudian menghitung lantai dari data ukuran
alas kedua dinding.
f. Kebersamaan
Pembelajaran kontekstual memerlukan media pembelajaran
yang beragam. Pada awal kegiatan masing-masing kelompok menjaga
kekayaan masing-masing, tetapi setelah semua terlibat dalam proses
pembelajaran barang-barang tersebut seakan-akan menjadi milik
bersama.
g. Kemauan melaksanakan tugas
Walaupun setiap siswa dan kelompok sangat senang mendapat
nilai tinggi, akan tetapi mereka lebih bangga dengan apa yang
dilakukannya. Bahkan ketika ada kesalahan dalam pelaksanaan tugas
mereka memiliki alasan-alasan sebagai pembenaran atas kesalahannya.
Ketika diberikan tugas individual, walaupun dikerjakan dalam
kelompok tetapi mereka melakukan pekerjaannya sendiri-sendiri. Bila
pikiran benar-benar mandeg mereka bertanya kepada temannya, baik
satu kelompok atau kelompok lain.
10. Refleksi dan revisi
a. Refleksi
Hasil observasi dan analisis selama dan setelah tindakan kelas
siklus kedua, diperoleh kesimpulan antara lain:
Siswa mulai terbiasa dengan model belajar berkelompok dan
partisipatif.
Siswa mau bereksplorasi menemukan data sebagai bahan untuk
menyelesaikan persoalan matematika.
Siswa lebih terbuka dengan keadaannya, bila tidak faham
mengenai sesuatu langsung bertanya.
Siswa semakin berani tampil secara otentik.
Siswa masih harus mengasah ketelitian dan kecermatan dalam
operasional perkalian dan pembagian bilangan pecahan.
b. Revisi dan Rencana aksi
Melanjutkan proses pembelajaran yang dinamis dan partisipatif
dengan menyajikan materi yang lebih akrab dengan kehidupan.
Meningkatkan porsi latihan yang memiliki unsur Operasi
perkalian, pembagian, pemangkatan dan akar sehingga
penyelesaian masalah bangun ruang
Program siklus berikutnya diskenario lebih memberi ruang dan
peluang bagi siswa dalam mengembangkan gagasannya
Membekali siswa dengan informasi mengenai materi yang akan
diajarkan pada siklus berikutnya
D. Penjelasan Siklus Ketiga
1. Pembukaan
Pembelajaran dimulai dengan membaca basmalah bersama-sama.
Siswa duduk dalam kelompoknya masing-masing lalu mengeluarkan media
pembelajaran, yaitu: kertas HVS ukuran A4 dan Sedotan limun satu orang tiga
batang. Setelah memeriksa bahan media pembelajaran dilakukan resitasi
hingga pembukaan selesai selama 5 menit.
2. Kuis matematik
Kepada tiap kelompok dibagikan lembar masalah matematika untuk
diselesaikan paling lama tiga menit.
Di bawah ini ada dua buah segitiga siku-siku dan empat buah empat
persegi panjang yang ditumpuk. Hitunglah, berapa luas seluruhnya!
Dalam waktu kurang dari satu menit, semua kelompok selesai
menghitung dengan prosedur: ½ X 160 X100 = 8.000
Selanjutnya siswa diminta menggunting bidang-bidang tersebut
kemudian ditumpuk dengan susunan yang berbeda. Setelah dipotong siswa
merakit kembali segitiga dan hasilnya seperti di bawah ini
Dengan kenyataan seperti di atas akhirnya siswa menghitung satu
persatu, yaitu:
Segitiga Besar ½ X 60 X 100 = 3.000
Segitiga Kecil ½ X 40 X 60 = 1.200
Persegi panjang1 20 X 60 = 1.200
Persegi Panjang2 20 X 60 = 1.200
Persegi Panjang3 20 X 40 = 800
Persegi 20 X 20 = 400
Jumlah seluruhnya 7.800.
Selanjutnya semua siswa diminta membuat segitiga dengan tiga batang
sedotan limun. Kemudian salah seorang anggota kelompok diminta mengukur
panjang sedotan, seorang menghitung keliling dan seorang menghitung luas
segitiga tersebut.
Dua orang anggota kelompok lainnya mendapat tugas lebih sulit, yaitu
bekerjasama menggabungkan sedotan limun menjadi enam kemudian
membuat empat buah segitiga yang ukurannya sama dengan segitiga yang tadi
dibuat.
Mula-mula dalam tiap kelompok hanya dua orang yang berusaha
memproduksi empat buah segitiga. Setelah anggota yang ditugasi menghitung
segitiga kertas dan segitiga sedotan limun selesai, jadi enam orang yang ikut
berfikir mengenai proses melahirkan empat buah segitiga dengan enam batang
sedotan limun.
Walaupun cukup lama waktunya, yaitu hampir sepuluh menit,
akhirnya ada kelompok yang bertiak. Slanker please, slanker peace, beres!
Semua siswa melihat ke arah kelompok tersebut, dua orang
memegangi sedotan limun dan anggota lainnya menari-nari.
Tugas terakhir adalah menghitung luas keempat segitiga tersebut.
3. Resitasi
Memasuki menit ke dua puluh satu siswa diminta membuka lembaran
materi yang telah diberikan pada siklus kedua. Sementara guru/peneliti
memasang gambar prisma dan limas di sebelah kiri dan kanan papan tulis.
Salah satu kelompok diminta menjelaskan teori mengenai limas dan satu lagi
diminta bersiap-siap menerangkan prisma.
Kelompok pertama menjelaskan limas sambil membuat sketsa di
papan tulis. Uraiannya meliputi pengertian limas sebagai bangun ruang yang
terdiri dari alas berbentuk segitiga, segi empat dan segi lainnya dengan sisi
tegak berbentuk segitiga sebanyak jumlah sisi alas. Jika alasnya segi tiga
seperti sedotan limun tadi maka sisi tegaknya ada tiga yang sama dan
sebangun. Jika alasnya segi empat maka sisi tegaknya empat buah segitiga.
Jika alasnya segi lima sisi tegaknya lima segitiga dan seterusnya.
Setelah kedua kelompok menjelaskan limas dan prisma, kepada siswa
dari kelompok lain diminta tanggapannya.
Proses tanya jawab antara sesama siswa dan antara siswa dengan guru
berlangsung sepuluh menit. Ketika tidak ada lagi siswa yang bertanya maka
penyajian teori dinilai cukup.
Siswa diminta menyebutkan benda-benda yang berbentuk limas dan
prisma. Jawabannya hanya dua, untuk limas contohnya Pyramid dan contoh
prisma atap rumah.
4. Inquiri
Penjelasan diseling tanya jawab mengenai limas dan prisma
berlangsung selama 10 menit. Selanjutnya siswa dipersilahkan ke luar kelas
sambil membawa alat tulis dan alat ukur untuk mencari benda atau apa saja
yang berbentuk limas atau prisma. Apabila mungkin membawa barang
tersebut.
Sepuluh menit berlalu, siswa kembali ke ruang kelas membawa barang
baik kecil maupun besar, dan catatan hasil pengamatan. Barang-barang yang
dibawa ke kelas antara lain
a. Berbentuk Limas beralas persegi panjang
Kayu aksesoris tiang pegangan tangga (handrail).
Plastik penutup lampu sign.
Melamic tutup kemasan bedak.
Kue bugis.
Katimus dan Kue wajit.
b. Berbentuk Limas beralas segitiga
Alat Pijit.
Dudukan bendera kecil..
Gantungan kunci & Liontin plastic.
Bacang & Permen coklat.
c. Berbentuk Prisma segitiga
Papan tanjakan (untuk menaikan motor).
Wuwung.
Plastik tutup tempat sampah.
Potongan kayu list plafond.
Coklat Tobleron & Kue ladu.
d. Berbentuk Prisma trapezium
Dudukan tiang bendera.
Kotak surat.
Dudukan vandal.
Box lampu sorot.
Box Lampu neon.
Box Speaker.
Dus kemasan kue donat
Barang-barang tersebut diambil dari gudang sekolah dan ada yang
dibeli di pasar (Sekolah berdampingan dengan pasar). Selain barak yang
dibawa ke kelas ada bangun ruang yang dilihat kemudian dilaporkan secara
tertulis yaitu:
Limas, tugu, penutup pilar pagar sekolah, hiasan pintu panil, kubah
mesjid, penutup ujung bubung atap kantor pos, dll
Prisma, atap sekolah, tenda pedagang baso, tangga sekolah, dudukan
tiang ring basket, tutup mesin tik.
5. Brainstorming
Barang-barang tersebut di pajang di meja yang disediakan di dekat
papan tulis. Siswa selanjutnya diminta duduk seperti biasa, tidak
berkelompok. Setelah duduk rapih siswa dberi kesempatan untuk
menyampaikan kesan berkaitan dengan apa yang telah dilakukan dan apa yang
telah ditemukan. Curah gagasan kali ini lebih banyak partisipannya, ada yang
menarik pada sesi ini, yaitu siswa yang biasa banyak bicara tidak memberikan
kesan, tetapi menyimak dengan seksama. Mungkin siswa ini member
kesempatan kepada temannya agar semua punya kesempatan. Ada dua puluh
delapan siswa yang menyampaikan gagasannnya.
Beberapa gagasan siswa yang dianggap penting untuk dicatat adalah:
a. Contoh limas dan prisma sebenarnya sangat banyak digunakan dalam
benda-benda kebutuhan sehari-hari, tetapi dalam belajar matematika
contohnya selalu itu-itu saja sehingga tidak menarik. Seharusnya tiap
materi pelajaran memberikan contoh yang nyata dan dapat dilihat.
b. Belajar kelompok lebih cepat mengerti karena pada saat guru
menerangkan ada enam siswa yang memperhatikan. Bila seorang tidak
faham sebagian maka siswa lain dapat menjelaskannya. Tidak
mungkin enam orang seragam yang tidak mengertinya.
6. Test
1) Hitung luas selimut limas ini!
2) Hitung luas selimut prisma ini!
7. Hasil tes
Tabel: 4. 10Nilai tes per butir soal
NilaiSoal No. 1 Soal No. 2
F % F %
50 23 47,92% 19 39,58%
45 14 29,17%
40 18 37,50%
15 15 31,25%
10 7 14,58%
Tabel: 4. 11Perbandingan Nilai soal nomor 1, soal nomor 2 dan jumlah nilai
UraianSoal No. 1 Soal No. 2 Jumlah Nilai
Nilai % Nilai % Nilai %
Nilai tertinggi 50 100% 50 100% 100 100%
Nilai Terendah 10 20% 15 30% 25 25%
Nilai Rata-rata 40,42 80,83% 37,60 75,21% 78,02 78,02%
Jumlah siswa yang berhasil meraih nilai 35 untuk soal nomor 1 ada 41
orang (85,42%), sedangkan soal nomor 2 ada 33 siswa (68,75%). Adapun
siswa yang memperoleh nilai 65 ke atas untuk soal nomor 1 dan 2 ada 33
orang (68,75%). Angka tersebut masih belum sesuai harapan, yaitu minimum
85%. Namun demikian, nilai rata-rata setiap butir soal dan nilai kumulatif di
atas 65 dan tidak ada siswa yang mendapat nilai nol.
Dalam menghitung luas persegi dan persegi panjang semua siswa
dapat menyelesaikannya dengan baik, tetapi dalam menghitung luas segitiga
masih ada yang salah. Kesalahan siswa pada soal nomor 1 adalah
menganggap tinggi limas (16 cm) adalah tinggi segitiga selimut limas.
Sedangkan kesalahan pada nomor 2 adalah menentukan ukuran tinggi segitiga
= akibatnya luas segitiga pun menjadi salah.
Kesalahan siswa lainnya adalah tergesa-gesa dalam menghitung
selimut. Dalam menjawab soal nomor 1, menghitung luas selimut hanya
menjumlahkan luas alas dengan sebuah sisi segitiga. Pada soal 2 hanya
menjumlahkan luas alas dengan sebuah segitiga dan sebuah persegi panjang.
8. Jawaban tes
Dua orang siswa yang benar semuanya diminta mengerjakan di papan
tulis, masing-masing satu soal.
a. Penyelesaian soal nomor 1
Diketahui:
Sisi alas limas = 24 cm
Tinggi limas = 16 cm
Alas segitiga = ½ X 24 = 12 cm
Hypotenusa
Luas segitiga = ½ X 24 X 20 = 240 cm2
Luas dinding = 4 X 240 cm2 = 960 cm2
Luas alas = 242 = 576 cm2
Luas Selimut = 576 + 960 = 1.536 cm2
b. Penyelesaian soal nomor 2
Diketahui:
Panjang alas prisma = 18 cm
Lebar alas prisma = 8 cm
Hypotenusa = 15 cm
Alas siku-siku = ½ X 18 = 9 cm
Tinggi segitiga (t)
152 = t2 – 92
t2 = 152 – 92 = 225 – 91
Keliling Segitiga = 18 + (2 X 15) = 48
Luas Segitiga = ½ X 18 X 12 = 108
Luas dinding miring = 15 X 8 = 120
Luas alas = 18 X 8 = 144
Luas selimut Prisma = 114 + (2 X120) + (2 X 54) = 600
Sebenarnya ada juga siswa yang menghitung selimut dengan
mengalikan keliling segitiga dengan lebar persegi panjang ditambah dua kali
luas dinding segitiga, yaitu LS = (2 X 108) + (8 X 48) = 600
9. Dinamika Pembelajaran
a. Pelaksaanaan tugas mandiri
Pengalaman dua siklus sebelumnya telah semakin mendorong
siswa lebih siap dalam melaksanakan tugas perorangan. Persaingan bukan
saja antara satu kelompok dengan kelompok lainnya tetapi juga diantara
sesama anggota kelompok. Pada siklus ketiga tidak ada satu orang siswa
pun yang mau berpangku tangan. Ketika ditugaskan mencari benda
berbentuk limas dan prisma, siswa yang malas mencari, pergi ke pasar
membeli makanan dan benda souvenir/cenderamata yang memiliki bangun
ruang limas dan prisma. Dengan kesungguhan pencarian siswa, maka
penemuan benda/barang yang berbentuk limas dan prisma menjadi banyak
dan beragam fungsinya.
b. Keterlibatan dalam kelompok
Keterlibatan dalam kelompok pada siklus ketiga tidak sekuat pada
siklus kedua karena pada siklus ketiga ini orientasi pembelajaran kembali
kea rah penguatan kompetensi individual. Akan tetapi pada saat kerja
kelompok semua terlibat
c. Keberanian berbicara
Pengalaman dua siklus terdahulu bukan saja meningkat keberanian
untuk berpendapat, tetapi mendorong siswa menyiapkan apa yang akan
disampaikan. Pernyataan dan pertanyaan siswa Nampak lebih terarah
seperti yang telah disiapkanb sebelumnya. Akan tetapi deviasi dan distorsi
tetap ada, antara lain celetukan-celetukan spontan yang secara tidak
langsung menghangatkan suasana
d. Kreativitas
Mungkin karena tahu akan ada perhitungan yang menggunakan
teorema pitagoras, ada siswa yang berinisiatif membawa tabel kuadrat
yang telah dipilah menurut angka belakangnya. Entah siapa yang
membawa, yang jelas pada setiap meja ada tabel kuadrat yang dicatat
memanjang.
Tabel 4.12
Daftar hasil kuadrat menurut angka terakhir
0 & 5 O 1 & 9 1 2 & 8 4 4 & 6 6 3 & 7 9
10 100 1 1 2 4 4 16 3 920 400 9 81 8 64 6 36 7 4930 900 11 121 12 144 14 196 13 16940 1.600 19 361 18 324 16 256 17 28950 2.500 21 441 22 484 24 576 23 52960 3.600 29 841 28 784 26 676 27 72970 4.900 31 961 32 1.024 34 1.156 33 1.08980 6.400 39 1.521 38 1.444 36 1.296 37 1.36990 8.100 41 1.681 42 1.764 44 1.936 43 1.849100 10.000 49 2.401 48 2.304 46 2.116 47 2.209110 12.100 51 2.601 52 2.704 54 2.916 53 2.809120 14.400 59 3.481 58 3.364 56 3.136 57 3.249130 16.900 61 3.721 62 3.844 64 4.096 63 3.969140 19.600 69 4.761 68 4.624 66 4.356 67 4.489150 22.500 71 5.041 72 5.184 74 5.476 73 5.329160 25.600 81 6.561 78 6.084 76 5.776 77 5.929170 28.900 79 6.241 82 6.724 84 7.056 83 6.889180 32.400 89 7.921 88 7.744 86 7.396 87 7.569190 36.100 91 8.281 92 8.464 94 8.836 93 8.649
99 9.801 98 9.604 96 9.216 97 9.4095 25 101 10.201 102 10.404 104 10.816 103 10.60915 225 109 11.881 108 11.664 106 11.236 107 11.44925 625 111 12.321 112 12.544 114 12.996 113 12.76935 1.225 119 14.161 118 13.924 116 13.456 117 13.68945 2.025 121 14.641 122 14.884 124 15.376 123 15.12955 3.025 129 16.641 128 16.384 126 15.876 127 16.12965 4.225 131 17.161 132 17.424 134 17.956 133 17.68975 5.625 139 19.321 138 19.044 136 18.496 137 18.76985 7.225 141 19.881 142 20.164 144 20.736 143 20.44995 9.025 149 22.201 148 21.904 146 21.316 147 21.609105 11.025 151 22.801 152 23.104 154 23.716 153 23.409115 13.225 159 25.281 158 24.964 156 24.336 157 24.649
125 15.625 161 25.921 162 26.244 164 26.896 163 26.569135 18.225 169 28.561 172 29.584 166 27.556 167 27.889145 21.025 171 29.241 178 31.684 168 28.224 173 29.929155 24.025 179 32.041 182 33.124 174 30.276 177 31.329165 27.225 181 32.761 188 35.344 176 30.976 183 33.489175 30.625 189 35.721 192 36.864 184 33.856 187 34.969185 34.225 191 36.481 198 39.204 186 34.596 193 37.249195 38.025 199 39.601 194 37.636 197 38.809
196 38.416
E. Post Test
1. Soal tes
Jadwal pembelajaran matematika dalam satu minggu adalah 4 jam
pelajaran, dibagi dua hari, satu hari 2 jam. Alokasi waktu untuk materi Balok,
Kubus, Limas dan Prisma adalah 8 jam pelajaran. Setiap siklus menghabiskan
waktu 2 jam jadi siklus 1 sampai dengan 3 menghabiskan waktu 6 jam
pelajaran. Oleh karena itu post test dilaksanakan pada waktu tersendiri.
Jumlah soal yang diberikan dalam post test sebanyak empat butir soal.
Soal tersebut berkaitan dengan materi yang telah dipelajari, yaitu:
Nomor 1 mengenai Kubus dan Balok
Nomor 2 mengenai Balok dan Limas
Nomor 3 mengenai Prisma dan
Nomor 4 mengenai Balok, Limas dan Prisma.
2. Hasil Postes
Hasil post test menunjukkan hasil yang menggembirakan, karena
sebagian besar siswa menunjukkan peningkatan secara signifikan. Walaupun
yang meraih nilai 100 hanya seorang, tetapi yang mendapat nilai 80 -99 cukup
banyak yaitu 31 siswa (64,58%). Rinciannya: 90-99 ada 17 dan 80-89
sebanyak 14 siswa. Sedangkan yang mendapat nilai 70-79 sebanyak 5 orang
(10,42%) dan yang memperoleh nilai 60-69 ada 3 orang (6,25%). Adapun
siswa yang nilainya di bawah 60 hanya 8 orang (16,67%) dengan nilai
terendah 35 (1 orang). Siswa yang memperoleh nilai 65 ke atas memang
belum mencapai 85 %, baru 37 orang atau 77,08%.
Anggka tersebut masih kurang 8 persen dari standar ketuntasan
nasional. Namun demikian, walaupun belum dapat dinyatakan tuntas, tetapi
telah terjadi peningkatan kemampuan yang signifikan. Peningkatan tersebut
baik dalam hal rata-rata, nilai tertinggi dan nilai terendah. Untuk lebih jelas
dapat dilihat pada tabel-tabel pada halaman berikut.
Tabel 4.13
Perolehan nilai kumulatif Post test
Nilai F %
100 1 2,08%
99 4 8,33%
98 5 10,42%
94 2 4,17%
93 6 12,50%
88 6 12,50%
83 1 2,08%
82 7 14,58%
77 1 2,08%
75 1 2,08%
73 1 2,08%
71 1 2,08%
61 2 4,17%
60 1 2,08%
58 2 4,17%
57 1 2,08%
50 1 2,08%
49 1 2,08%
44 1 2,08%
37 1 2,08%
35 1 2,08%
Jumlah 48 100,00%
Tabel 4.14
Perolehan nilai Post test per butir soal
NO L/ P No 1 No 2 No 3 No 4 Jumlah Pra Naik
1 L 25 25 25 25 100 80 20
2 L 25 25 25 24 99 80 19
3 P 25 25 25 24 99 80 19
4 L 25 25 25 24 99 80 19
5 L 25 25 25 24 99 80 19
6 L 25 25 25 23 98 60 38
7 L 25 25 25 23 98 65 33
8 P 25 25 25 23 98 65 33
9 P 25 25 25 23 98 65 33
10 P 25 25 25 23 98 65 33
11 P 20 25 25 24 94 35 59
12 P 20 25 25 24 94 45 49
13 L 25 25 20 23 93 50 43
14 L 20 25 25 23 93 65 28
15 P 20 25 25 23 93 65 28
16 P 20 25 25 23 93 65 28
17 P 20 25 25 23 93 50 43
18 P 20 25 25 23 93 45 48
19 L 20 20 25 23 88 45 43
20 L 20 25 20 23 88 45 43
21 P 20 20 25 23 88 65 23
22 P 20 20 25 23 88 65 23
23 P 20 20 25 23 88 50 38
24 P 20 20 25 23 88 65 23
25 P 20 25 25 13 83 15 68
26 L 20 20 20 22 82 45 37
27 L 20 20 20 22 82 50 32
NO L/ P No 1 No 2 No 3 No 4 Jumlah Pra Naik
28 L 15 20 25 22 82 65 17
29 P 20 20 20 22 82 35 42
30 P 20 20 20 22 82 50 49
31 P 15 20 25 22 82 65 47
32 P 20 20 20 22 82 40 55
33 L 20 20 25 14 79 30 49
34 P 20 25 10 22 77 30 47
35 L 15 20 25 15 75 20 55
36 P 20 20 25 8 73 30 43
37 L 20 20 10 21 71 35 36
38 L 20 20 - 21 61 35 26
39 L 15 20 20 6 61 20 41
40 L 20 25 - 15 60 30 30
41 P 15 20 10 13 58 20 38
42 P 20 15 10 13 58 30 28
43 P 20 20 10 7 57 15 42
44 P 15 20 - 15 50 40 10
45 P 15 20 - 14 49 20 29
46 P 20 20 - 4 44 20 24
47 L 15 15 - 7 37 15 22
48 P 15 15 - 5 35 10 25
Jumlah 970 1.055 910 927 3.862 2.240 1.622
Rata-rata 20,21 21,98 18,96 19,31 80,46 46,67 33,79
3. Penguasaan Materi dan implementasi
Soal post tes ada empat, setiap soal dibagi menjadi dua bagian yaitu
prosedur penyelesaian masalah matematika dan proses penerapannya dalam
keghidupa sehari-hari. Penggunaan rumus-rumus dalam penyelesaian soal
nomor 1, 2 dan 3 diberi nilai 15 dan penerapannya diberi nilai 10 sehingga
jumlahnya 25. Khusus soal nomor empat, pemakaian prosedur matematika
mendapat nilai 20 dan penerapan dalam keseharian diberi nilai 5. Penggunaan
teori juga diberi bagi lagi menjadi tiga bagian yaitu penemuan data
pendukung, misalnya: panjang, lebar, alas, tinggi, dan garis miring diberi nilai
5; menghitung keliling 5 dan menghitung luas 5 jadi jumlahnya 15.
Pemahaman siswa mengenai materi pelajaran bangun ruang, kubus,
balok, limas dan prisma secara umum telah terkuasai. Prosedur yang
digunakan untuk keempat soal benar semuanya.bahwa hasilnya ada yang
salah, dikarenakan siswa salah menafsirkan data.
Untuk soal nomor 1 mengenai kubus & balok dan nomor 2, tentang
prisma, seluruh siswa dapat menghitung keliling dan luas permukaan/selimut
dengan tepat. Kesalahan aplikasi terjadi karena kurang cermat dalam
memahami perintah.
a. Kesalahan penyelesaian soal nomor 1
Menjumlahkan seluruh permukaan/selimut tahap 1 (balok) dan
tahap 2 (kubus) kemudian dibagi luas keramik.
Permukaan/selimut balok tahap 1 dikurangi bagian yang berimpit
dengan tanah tetapi tidak dikurangi permukaan yang berimpit
dengan kubus.
Permukaan balok dikurangi bagian yang berimpit dengan tanah
dan kubus tahap 2, tetapi selimut kubus tidak dikurangi oleh
bagian yang berimpit dengan balok.
b. Kesalahan penyelesaian soal nomor 2 hanya satu, kebutuhan papan
tidak dikurangi luas permukaan yang berimpit dengan tanah.
c. Kesalahan penyelesaian soal nomor 3. Sama dengan nomor 2,
kesalahan dalam menyelesaikan nomor 3 seragam yaitu mempersepsi
tinggi puncak limas (tenda) 6 m, tidak dikurangi oleh tinggi tiang
sehingga hypotenusanya akar 36 + 16. Akibatnya salah menghitung
luas selimut dan jumlah kain menjadi lebih banyak.
d. Kesalahan penyelesaian soal nomor 4
Luas permukaan benteng tidak dikurangi lebar pilar.
Luas selimut pilar tidak dikurangi bagian yang berimpit dengan
benteng.
Secara lebih rinci nilai penerapan konteks setiap butir soal
dipresentasikan sebagai berikut.
Tabel 4.15
Perolehan nilai penerapan per butir soal
NO L/P No 1 no 2 No 3 No 4 Jumlah
1 L 10 10 10 5 35
2 L 10 10 10 4 34
3 P 10 10 10 4 34
4 L 10 10 10 4 34
5 L 10 10 10 4 34
6 L 10 10 10 3 33
7 L 10 10 10 3 33
NO L/P No 1 no 2 No 3 No 4 Jumlah
8 P 10 10 10 3 33
9 P 10 10 10 3 33
10 P 10 10 10 3 33
11 P 5 10 10 4 29
12 P 5 10 10 4 29
13 L 10 10 5 3 28
14 L 5 10 10 3 28
15 P 5 10 10 3 28
16 P 5 10 10 3 28
17 P 5 10 10 3 28
18 P 5 10 10 3 28
19 L 5 5 10 3 23
20 L 5 10 5 3 23
21 P 5 5 10 3 23
22 P 5 5 10 3 23
23 P 5 5 10 3 23
24 P 5 5 10 3 23
25 P 5 10 10 2 27
26 L 5 5 5 2 17
27 L 5 5 5 2 17
28 L - 5 10 2 17
NO L/P No 1 no 2 No 3 No 4 Jumlah
29 P 5 5 5 2 17
30 P 5 5 5 2 17
31 P - 5 10 2 17
32 P 5 5 5 2 17
33 L 5 5 10 3 23
34 P 5 10 - 2 17
35 L - 5 10 2 17
36 P 5 5 10 3 23
37 L 5 5 - 1 11
38 L 5 5 - 1 11
39 L - 5 5 1 11
40 L 5 10 - 2 17
41 P - 5 - 1 6
42 P 5 - - 1 6
43 P 5 5 - 2 12
44 P - 5 - 1 6
45 P - 5 - 1 6
46 P 5 5 - 1 11
47 L - - - 2 2
48 P - - - - -
Jumlah 250 335 320 120 1.025
Rata-2 5,21 6,98 6,67 3 21,35
Tabel 4.16
Rekapitulasi nilai penerapan per butir soal
Nilai No 1 No 2 No 3 No 410 11 22 285 28 23 8 14 63 192 131 8O 9 3 12 1
F. Pembahasan dan Pengambilan keputusan
1 Ketuntasan Belajar
Didasarkan atas hasil tes prasyarat, kuis, tugas kelompok, pos tes
dan penyelesaian soal-soal selama proses pembelajaran, terjadi
peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika.
Demikian juga halnya dengan ketuntasan belajar.
Merujuk kepada tabel 4. 14 di atas, maka diperoleh data bahwa
kenaikan nilai seluruh siswa sebesar 1.622, yaitu dari 2.240 nilai tes
prasyarat menjadi 3.862 nilai pos tes. Bila dirata-ratakan, kenaikan per
siswa adalah 33,79, yaitu dari 46,67 menjadi 80,46. Hal ini berpengaruh
langsung terhadap nilai terendah dan tertinggi. Nilai terendah naik dari 10
menjadi 35 dan tertinggi dari 80 menjadi 100. Adapun nilai rata-rata naik
dari 46,67 manjadi 80,46.
Karena nilai tertingi 100 maka yang berpeluang mengalami
kenaikan berlipat-lipat adalah siswa yang memperoleh nilai rendah pada
tes prasyarat, yaitu yang nilainya 10 sampai dengan 50. Adapun yang
nilainya lebih dari 50 hanya akan naik kurang dari 50. Kenaikan tertinggi,
yaitu 68, diraih oleh siswa yang pada tes prasyarat hanya mendapat nilai
15 dan pada tes akhir mencapai angka 83. Adapun yang mengalami
kenaikan terendah, 10, dari nilai 40 menjadi 50
Selanjutnya Kenaikan nilai dan frekuensinya dipresentasikan di
bawah ini.
Tabel 4. 17
Tingkat kenaikan nilai Prasyarat-Post Test
Kenaikan Jumlah Siswa Jumlah Nilai Nilai
Nilai F % Kenaikan Awal Akhir
68 1 2,08% 68 15 83
59 1 2,08% 59 35 94
55 1 2,08% 55 20 75
49 2 4,17% 98 30 79
48 1 2,08% 48 45 93
47 2 4,17% 94 30 77
43 5 10,42% 215 30 73
42 2 4,17% 84 15 57
41 1 2,08% 41 20 61
38 3 6,25% 114 20 58
37 1 2,08% 37 45 82
36 1 2,08% 36 35 71
33 4 8,33% 132 65 98
32 2 4,17% 64 50 82
30 1 2,08% 30 30 60
29 1 2,08% 29 20 49
28 4 8,33% 112 30 58
26 1 2,08% 26 35 61
25 1 2,08% 25 10 35
24 1 2,08% 24 20 44
23 3 6,25% 69 65 88
22 1 2,08% 22 15 37
20 1 2,08% 20 80 100
19 4 8,33% 76 80 99
17 2 4,17% 34 65 82
10 1 2,08% 10 40 50
Rata-rata 33,79 46,67 80,46Jumlah 48 100% 1.622 2.240 3.862
2 Aktivitas siswa dan guru
Dalam setiap siklus, siswa menunjukkan partisipasinya secara
sungguh-sungguh. Dengan keterlibatan siswa tersebut materi pelajaran tidak
disampaikan dalam bentuk sebuah produk tetapi disajikan sebagai proses.
Pembelajaran kontekstual telah menghadirkan hal-hal yang baru bahkan di
luar dugaan, seperti contoh benda-benda yang memiliki bangun ruang balok,
kubus, limas dan prisma demikian beragam. Kreativitas siswa dalam
menyelesaikan masalah telah mendorong guru dan siswa secara bersama-
sama mengeksplorasinya. Contoh yang ditemukan dan disajikan siswa lebih
real. sehingga guru mengurungkan pemanfaatan media buatan yang telah
disiapkan.
Sebagaimana diuarai di atas, bahwa ilmu sebaiknya disajikan sebagai
proses bukan diberikan sebagai produk. Oleh sebab itu penyikapan terhadap
siswa juga seyogianya berubah. Siswa adalah individu yang sejak lahir diberi
kekayaan dalaman yang harus dikembangkan.
Dulu ada anggapan bahwa bahwa siswa adalah kertas kosong yang
harus diisi oleh guru. Pandangan “Deficit hypothetics” tersebut sekarang
bergeser kepada anggapan bahwa setiap siswa punya kompeten dan talenta
yang berbeda “Variability concept”
3 Sikap dan pandangan siswa terhadap pembelajaran
Ketika materi pelajaran masih pada tataran rumus-rumus baku
matematika, siswa nampak serius tetapi kurang bergairah. Dalam
mengerjakan tes dengan sketsa bangun ruang masih banyak siswa yang
mengalami kesulitan. Setelah kepada siswa ditunjukkan benda-benda
berbentuk kubus, balok prisma dan limas siswa mulai meningkat aktivitas dan
gairah belajarnya. Gairah tersebut semakin tinggi manakala siswa diminta
mengukur dan menghitung benda-benda secara nyata.
Secara umum siswa memandang proses pembelajaran sebagai berikut:
a. Suasana pembelajaran: Ceria, menyenangkan, tidak membosankan dan
dinamis.
b. Sikap dan perilaku siswa: Apa adanya, mau berperan serta dan
melakukan tugas baik masing-masing maupun berkelompok.
c. Materi pelajaran: Sesuai dengan kenyataan sehari-hari. Rumit tetapi
bisa diikuti.
d. Tingkat kesulitan tes: Tes sangat rumit, tetapi karena memahami
caranya maka tes tersebut dapat diselesaikan.
e. Penampilan guru, demokratis tetapi terkesan tidak tegas.
Berikut ini disajikan tabel mengenai sikap dan pandangan siswa
mengenai proses pembelajaran
Tabel 4. 18
Sikap siswa terhadap pembelajaran
Pernyataan Sl S Sk Sp TS
Siswa terlibat dalam pembelajaran
22 24 1 1 0
Siswa menyimak penjelasan dari guru
14 28 4 2 0
Siswa menyimak pendapat dari teman sesama siswa
11 26 7 2 2
Siswa menanggapi penjelasan guru
10 20 4 6 8
Siswa menyimak penjelasan atau pendapat teman sesama kelompok
18 23 3 2 2
Siswa menyimak penjelasan atau pendapat teman dari kelompok lain
12 17 11 5 3
Siswa memberikan tanggapan atas pernyataan sesama siswa
9 12 11 11 5
Siswa memberikan jawaban atas pertanyaan sesama siswa
10 16 12 6 4
Siswa menyampaikan laporan kesimpulan diskusi kelompok di hadapan seluruh siswa
3 17 17 8 3
Siswa berbagi tugas dalam kerja kelompok
32 15 1
Siswa terlibat dalam kerja kelompok
28 15 5
Siswa berkompetisi dengan kelompok lain
31 14 3
Siswa berkompetisi dengan sesama anggota kelompok
16 14 12 4 2
Guru memimpin pembelajaran dengan otoriter
6 4 11 13 14
Guru membangun suasana pembelajaran dengan tegas
5 4 18 11 10
Siswa minta bantuan teman untuk menjelaskan soal
8 15 10 8 7
Siswa minta bantuan teman mengenai rumus untuk menyelesaikan soal
2 9 15 14 8
Siswa minta bantuan teman untuk mengerjakan soal
2 12 12 22
Sl= Selalu, Sr= Sering, Sk= Sekali-kali, Sp= Sempat, TS tidak sempat
Tabel 4. 19
Pandangan siswa mengenai pembelajaran
Pernyataan SS S TS STS
Proses belajar ceria 16 29 3 4
Proses pembelajaran dinamis, tidak kaku 17 27 2 2
Siswa merasa bebas untuk berekspresi selama mengikuti proses pembelajaran
15 28 3 2
Proses pembelajaran memberi kesempatan siswa untuk berperan serta secara aktif
18 25 2 3
Proses pembelajaran mendorong siswa melakukan kegiatan
18 24 4 2
Siswa merasa tertekan dalam mengikuti pembelajaran
3 27 18
Materi pelajaran membosankan 3 24 21
Materi pelajaran sesuai dengan kehidupan sehari-hari
16 25 3 2
Materi pelajaran bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari
21 23 3 1
Tugas yang diberikan kepada siswa terasa berat
3 4 26 15
Tugas yang diberikan kepada siswa rumit 29 13 4 2
Tugas yang diberikan kepada siswa dapat dilaksanakan
28 15 2 3
Soal yang diberikan kepada siswa sulit 2 3 29 14
Soal yang diberikan kepada siswa rumit 29 15 2 2
Soal yang diberikan kepada siswa dapat diselesaikan
29 13 3 3
SS sangat setuju, S setuju TS tidak setuju STS sangat tidak setuju
4 Tanggapan guru terhadap pembelajaran
a. Stigma bahwa matematika pelajaran yang sulit
Adanya anggapan bahwa matematika merupakan mata pelajaran
yang sulit telah menyebabkan guru matematika menghadapi kesulitan
tambahan. Kesulitan pertama adalah membimbing siswa menggiati
pembelajaran secara sungguh-sungguh. Kesulitan berikutnya
membuktikan bahwa pelajaran matematika tidaklah sulit, atau menguatkan
rasa percaya diri dan keberanian siswa untuk menghadapi kesulitan. Siapa
yang dapat belajar matematika maka ia dapat belajar apapun dengan lebih
siap.
Membuktikan bahwa matematika tidak sulit, tidak dapat
diceramahkan. Demikian juga menunjukkan bahwa mengapa matematika
sulit, karena matematika adalah modal untuk menjalani kehidupan sehari-
hari. Mari kita tanya setiap orang, siapa yang mengatakan bahwa hidup
pada saat ini tidak sulit? Oleh karena itu, hadapi matematika, maka kita
akan siap menghadapi kehidupan.
Dengan mengajak siswa mengenal penerapan matematika dalam
kehidupan sehari-hari secara bertahap, siswa menjadi tersadarkan bahwa
matematika tidak sesulit yang dibayangkan. Lebih dari itu matematika
sangat bermanfaat untuk menghadapi hidup, kehidupan dan penghidupan
yang semakin sulit. Apa komentar siswa setelah bersama-sama menggiati
pembelajaran matematiuka? Bahwa matematika itu rumit, memang
senyatanya. Tapi matematika sulit? Siapa takut
b. Menghargai potensi meningkatkan kompetensi
Pada bagian awal batang-tubuh Undang-undang nomor 20 tahun
2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional, yaitu BAB I Pasal 1 ayat 1)
ditegaskah bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Jadi yang paling penting dalam mencampai keberhasilan
pendidikan adalah menciptakan suasana belajar dan mendorong peserta
didik giat mengembangkan potensi dirinya. Agar peserta didik mau
mengembangkan potensinya maka peserta didik harus disadarkan bahwa
dirinya punya potensi dan dapat meningkatkan kompetensi sehingga siap
berkompetisi. Cara yang paling sederhana menyadarkan potensi peserta
didik adalah dengan menghargai potensi tersbut. Adapun cara menghargai
adalah mendorong peserta didik menunjukkan potensi dengan melakukan
aktivitas penyelesaian masalah mulai dari tingkat yang paling sederhana
hingga yang paling rumit.
Pembelajaran yang akatif adalah pembelajaran yang mendorong
siswa berpartisipasi. Balasan atas partisipasi yang paling efektif dan
efisien adalah apresiasi (penghargaan). Pengalaman penelitian selama
beberapa bulan telah menguatkan keyakinan, bahwa semua siswa punya
potensi yang siap berkembang. Tinggal bagaimana pendidik memahami
potensi tersebut agar dapat mendukung proses perkembangan secara tepat.
c. Mendorong kemauan menyelesaikan masalah
Hidup adalah rangkaian kesulitan dan kemudahan, barang siapa
menghadapi kesulitan ada celah-celah kemudahan di dalamnya (innamaal
‘usyri yusyro). Seamakin sering menghadapi masalah atau kesulitan
semakin terlatih menemukan kemudahan atau jalan keluar. Sebaliknya
barang siapa selalu menghindar dari masalah atau kesulitan, maka semakin
jauh dari ranah kemudahan.
Siswa SMP Kelas VIII SMP Negeri I Cicalengka telah
membuktikan, bahwa sebenarnya kesulitan itu kerumitan yang belum
terurai. Begitu kita mengurainya maka kesulitan itu jadi mengasyikan.
Siswa tersebut menyadari bahwa rumus-rumus matematika bukan sekadar
teori-teori yang abstrak, tetapi panduan untuk menjalani kehidupan
keseharian.
Mungkin rumitnya memahami luas selimut limas dan volumenya
akan berbuah kesuiloitan bila yang dipikirkan melulu yang abstrak-
abstrak. Tetapi dengan menyentuhkan langsung teori ke dalam kancah
keseharian, matematika menjadi sesuatu yang diperlukan dan kita harus
memerlukan untuk itu.
d. Lingkungan keseharian sebagai sumber belajar
Mengajar hanya dapat dilakukan bila ada yang diajari, tetapi
belajar dapat dilakukan dengan atau tanpa didampingi pengajar. Belajar
dapat dilakukan di mana saja dan dari berbagai sumber. Lingkungan dan
keseharian adalah sumber belajar yang selalu terbarui (updatable) oleh
karenanya tidak akan pernah habis dan kadaluwarsa. Menjadikan
lingkungan dan keseharian sebagai sumber bel;ajar adalah upaya efektif
dan efisien bagi peningkatan mutu pendidikan, peserta didik dan tentu
saja pendidiknya. Belajar matematika dengan media yang bersumber dari
lingkungan keseharian terbukti lebih cepat difahami, bukan saja beragam
tetapi sangat mudah untuk menyentuh dan mengukurnya.
e. Strategi dan metodologi pembelajaran
Apa bila diberi ruang dan peluang, peranserta siswa dalam
pembelajaran akan membangkitkan potensi dan mengembangkannya
secara sertamerta. Apapun namanya, strategi dan metodologi
pembelajaran yang akrab dengan konteks keseharian akan mendorong
siswa dan guru untuk meningkatkan kemampuannya.
f. Kelas sebagai laboratorium pembelajaran
Belajar dapat dilakukan di mana saja, tetapi dalam konteks
pendidikan persekolahan, kelas menjadi sentra proses pembelajaran. Kita
mengenal apa yang disebut Pusat Laboratorium Forensik; Laboratorium
Biologi, Laboratorium pertanian bahkan Laboratorium Politik.
Pembelajaran sebagai elemen terpenting pendidikan juga memiliki
laboratorium, yaitu kelas.
Sebagai laboratorium pembelajaran maka kelas menjadi tempat
yang layak untuk melakukan percepatan (akselerasi) pembelajaran;
mengembangkan rekayasa teknik dan media fisik pembelajaran dan
dalam konteks saat ini adalah penelitian. Tidak aka nada akselerasi tanpa
inovasi dan tidak aka nada inopasi tanpa penelitian. Oleh sebab itu,
mengakselerasi pembelajaran harus disertai dengan inovasi yang
dilahirkan lewat inovasi melalui tahapan penelitian. Karena kel;as
laboratorium pembelajaran, maka penelitian tindakan kelas merupakan
usaha perubahan yang pada tempatnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Pembelajaran kontekstual mendorong siswa aktif mencari dan menemukan
cara untuk menyelesaikan permasalahan matematika. Materi pelajaran berkaitan
sekali dengan konteks kehidupan sehari-hari sehingga siswa merasakan langsung
manfaatnya. Media belajar dan sumber belajar yang dapat diperoleh dari
lingkungan keseharian menyebabkan siswa bergairah untuk mencari dan
menemukannya.
Kemauan siswa untuk menghadapi masalah meningkat kemampuan
melakukan pemecahan masalah. Siswa yang mau berperanserta dalam
pembelajaran matematika secara bertahap meningkat kemampuannya. Suasana
pembelajaran yang dinamis, partisipatif dan ceria menyebabkan siswa belajar
tanpa tekanan, sehingga kerumitan yang dihadapi dipandang sebagai tantangan
untuk dihadapi. Belajar berkelompok mendorong siswa lebih terbuka dan berani
untuk saling belajar dari sesama teman. Matematika memang rumit, akan tetapi
setelah dihadapi secara berkelanjutan, kerumitan tersebut menjadi tantangan yang
menggairahkan. Terkikisnya anggapan bahwa matematika sebagai pelajaran yang
sulit mendorong siswa untuk belajar dengan antusias.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual
mendorong siswa aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran dan
meningkatkan kemampuan melakukan pemecahan masalah matematika.
Aktivitas pembelajaran tersebut secara langsung berpengaruh terhadap
pencapaian hasil belajar. Pada tes pertama nilai minimum 10 dan nilai tertinggi 80
dengan nilai rata-rata 46,67. Setelah perlakuan dengan menerapkan pembelajaran
kontekstual, terjadi peningkatan. Pada tes akhir, nilai minimum 35, dan nilai
tertinggi 100 dengan nilai rata-rata 80,46. Adapun ketuntasan belajar dapat dilihat
dari hasil tes setiap siklus. Hasil tes siklus I/ tes prasarat, siswa yang mencapai
nilai ≥65 ada 17 orang (35,42%); pada tes siklus II 34 orang (70,83%); pada siklus
III ada 33 orang (68,75%) dan pada tes akhir, yang mencapai nilai 65 ke atas
sebanyak 37 siswa (77,08%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
melakukan pemecahan masalah matematika.
B. SARAN
Saran acap terkesan sebagai nasihat, oleh karena itu penulis sekadar
menyampaikan ajakan dan himbauan. Berangkat dari kesimpulan dan selaras
dengan tuntutan-undang-undang, maka penulis mengajak untuk mengelola elemen
terpenting, yaitu pembelajaran. Bagi orang yang menghargai pembelajaran,
belajar dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun. Penghargaan akan muncul
apabila ada suasana nyaman dalam proses pembelajaran.
Siswa adalah subyek yang menentukan berhasil tidaknya pembelajaran.
Oleh karena itu keperansertaan siswa sangat penting. Belajar dengan aktif dan
partisipatif di sekolah akan menambah bekal dalam mengembangkan potensi
kreatif di luar sekolah. Demikian juga pengembangan kreativitas di dalam
pergaulan dan lembaga pendidikan selain sekolah akan mengakselerasi
peningkatan kompetensi belajar.
Kepada para siswa, tanamkan itikad untuk beribadah. Beribadah
memerlukan ilmu dan ilmu dapat diperoleh secara formal di sekolah atau melalui
pengalaman terstruktur dalam pergaulan yang baik. Secara paralel menuntut ilmu
atau belajar merupakan ibadah. Belajarlah dari lingkungan dan teman-temanmu.
Guru hanya salah satu sumber belajar dan sekolah hanya salah satu tempat belajar.
Alam adalah sumber dan tempat belajar yang sangat kaya dan luas.
Kepada rekan-rekan pendidik dan tenaga kependidikan, yang paling
penting untuk ditingkatkan adalah kemampuan guru membangun suasana
pembelajaran yang ceria dan penuh keperansertaan. Tugas kita bukan sekadar
berbicara dengan baik dan bermakna, tetapi juga dimengerti oleh siswa. Yang
paling penting bukan materi apa yang telah disampaikan oleh guru, tetapi materi
apa yang telah difahami oleh siswa.
Agar siswa memahami apa yang kita sampaikan maka siswa harus
berkenan menyimaknya. Jadi berbicara yang baik adalah berbicara yang menarik
siswa untuk menyimak. Lebih dari itu, seorang guru bukan sekadar berbicara
kepada siswa tetapi juga mendorong siswa mau berbicara kepada gurunya. Pada
saat yang sama guru mau mendengarkan dengan empatik. Untuk membangun
suasana seperti itu, maka dibutuhkan kesiapan kita sebagai pendidik. Kesiapan
tersebut adalah berpikir posistif tentang siswa, mendorongnya berkembang dan
memberi kesempatan untuk berperanserta kemudian menunjukkan respect yang
tulus.
DAFTAR PUTAKA
Audiblox (2006). Logical Thinking: Helping Children to Become Smarter. [Online]. Tersedia: http://www.audilblox.com/math problems. html[06 Februari2006]
Badrudin, Ahmad. 2007. Pendidikan Alternatif Qoryah Thoyibah. Yogyakarta, LKiS, 270 halaman
Craig, Ribert L., (Ed) 1996. The ASTD Training and Delopment Handbook, New York, McGraw Hill & American Society for Training and Development 1071 halaman
Dania, Dadan. 2006 Membangun Dinamika Kelas melalui Pembelajaran Berbasis Keperansertaan Siswa, Kompilasi Materi Pelatihan Bagi Guru SMP & SMA Bina Muda Cicalengka, di LEC Cicalengka tahun 2006
Dania, Dadan. 2002. Kumpulan Modul, Pelatihan Pemandu Pesantren Liburan Bagi Guru. KB PII & Kandep DIKBUD Kota Bandung
Dania, Dadan & Nia Kurnia Solihat (et. al.) 1997. Pembelajaran Hadap Masalah dalam Mata Pelajaran Sejarah SLTP, Buku Pedoman Guru, Bandung, PT Mizan 78 halaman
Dahar, Ratna Willis, 1996. Teori-teori Belajar. Bandung, Penerbit Erlangga
Depdikbud 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Depdiknas Dirjen Dikdasmen. Jakarta.
DePorter, Bobbi & Mike Hernacki. 2001. Quantum Learning Unleashing the Genius in You, terjemah Alawiyah Abdurrahman. Bandung. KAIFA, 356 halaman
Gardner, Howard. 1993. Multiple Intelligences: The Trheory in Practice, New York, Basic Books
Goldman, Daniel. 1997. Emotional Intelligence. Jakarta, Gramedia, 386 halaman
Harefa, Andreas. 2000. Menjadi Manusia Pembelajar, Jakarta, KOMPAS-GRAMEDIA
Hudiono, Bambang Peran Pembeajaran Diskursus terhadap Pembangunan Daya Representasi. Bandung Mimbar Pendidikan vol.XXXII No. 4 Tahun 2008 hal. 16
Johnson, Elaine B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California : A Sage Publications Company.
Laster, Lan. 1985. The School of the future: some teachers view on education in the year 2000. UK.
Muhadjir, Noeng. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta, Rake Sarasin. 247 halaman
National Council of Teacher of Mathematics. (2000). Principles and Standards for School Mathematics Reston, VA:NCTM.
Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan.
Reigeluth, C.M. 1983. Instruction design theories and models, an overview of their current status. London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
Resnick, L.B., & Ford, W.W. (1981). The psychology of mathematics for instruction. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Ruseffendi, E.T. (2001). Evaluasi Pembudayaan Berpikir Logis Serta Bersikap Kritis dan Kreatif melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Makalah disampaikan pada Lokakarya di Yogyakarta. Yogyakarta: Tidak Diterbitkan.
Saha, M. Ishom El. 2008, The Power of Santri’s Civilization: Melejitkan Daya Tawar Pesantren. Jakarta, Pustaka Mutiara, 276 halaman
Saragih, Sahaat Pengaruh pendekataan Matematika Realistik terhadap Kemampuan Berfikir Logis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Bandung vol. XXXII No. 1 2008 hal. 4
Senge, Peter M. 1994. The Leader’s New Work: Building Learning Organization & Managing, New York. McGraw Hill, 482 halaman
Shepard, Peter. 2001. Multiple Intelligence. Jakarta. Rajawali. 336 halaman
Sudjana, Nana. 1992. Metoda Statistik. Bandung, Penerbit Tarsito
Sugiono, 2007, Statistika Untuk Penelitian, Bandung, Penerbit ALFABETA, 390 halaman
Suharsimi, Arikunto. 1997. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta, PT Bina Aksara
Suharsimi, Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta, PT Rineka Cipta
Sukmadinata, Syaodih.Nana, 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi, Bandung. Kesuma Karya 311 Halaman
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan.
Wahyudin, dan Sudrajat, 2003. Ensiklopedi Matematika untuk SLTP. Jakarta. CV Tarity Samudra Berlian. 298 halaman
Yunus, Firdaus M. 2005, Pendidikan Berbasis Realitas Sosial, Yogyakarta, Logung Pustaka
Zohar, Danah dan Marshal, Ian. 2002, SQ: Spiritual Intelligence, Terjemah Rahmani Astuti dkk. Bandung, PT Mizan
LAMPIRAN-LAMPIRAN
VALIDITAS INSTRUMEN
Tabel 1
DATA HASIL UJI COBA
Subjek Skor yang diperoleh tiap butir (X) Y1 2 3 4
S-1 3 4 3 3 13S-2 3 3 4 3 13S-3 3 4 4 3 14S-4 3 2 3 3 11S-5 3 3 0 2 8S-6 3 4 5 3 15S-7 2 1 4 2 9S-8 2 2 3 3 10S-9 5 4 2 3 14S-10 3 3 4 4 14S-11 3 4 4 4 15S-12 3 3 2 3 11S-13 3 3 4 3 13S-14 3 3 4 3 13S-15 3 2 3 3 11S-16 3 2 3 3 11S-17 3 5 4 4 16S-18 3 2 3 3 11S-19 3 3 2 4 12S-20 5 5 4 4 18S-21 3 2 2 3 10S-22 2 2 4 3 11S-23 2 3 1 2 8S-24 3 2 1 3 9S-25 3 3 3 3 12S-26 3 2 4 3 12S-27 2 3 0 2 7S-28 5 4 4 4 17S-29 3 4 5 2 14S-30 5 3 3 3 14S-31 3 3 3 3 12S-32 5 5 5 5 20S-33 3 3 5 2 13S-34 2 2 2 1 7S-35 1 2 1 1 5S-36 3 2 2 3 10
124
VALIDITAS BUTIR SOAL
Tabel 2
SubjekSkor yang diperoleh tiap butir (X)
YX2
Y2
XY
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 2 3
S-1 3 4 3 3 13 9 16 9 9 169 39 52 39 39
S-2 3 3 4 3 13 9 9 16 9 169 39 39 52 39
S-3 3 4 4 3 14 9 16 16 9 196 42 56 56 42
S-4 3 2 3 3 11 9 4 9 9 121 33 22 33 33
S-5 3 3 0 2 8 9 9 0 4 64 24 24 0 16
S-6 3 4 5 3 15 9 16 25 9 225 45 60 75 45
S-7 2 1 4 2 9 4 1 16 4 81 18 9 36 18
S-8 2 2 3 3 10 4 4 9 9 100 20 20 30 30
S-9 5 4 2 3 14 25 16 4 9 196 70 56 28 42
S-10 3 3 4 4 14 9 9 16 16 196 42 42 56 56
S-11 3 4 4 4 15 9 16 16 16 225 45 60 60 60
S-12 3 3 2 3 11 9 9 4 9 121 33 33 22 33
S-13 3 3 4 3 13 9 9 16 9 169 39 39 52 39
S-14 3 3 4 3 13 9 9 16 9 169 39 39 52 39
S-15 3 2 3 3 11 9 4 9 9 121 33 22 33 33
S-16 3 2 3 3 11 9 4 9 9 121 33 22 33 33
S-17 3 5 4 4 16 9 25 16 16 256 48 80 64 64
S-18 3 2 3 3 11 9 4 9 9 121 33 22 33 33
S-19 3 3 2 4 12 9 9 4 16 144 36 36 24 48
S-20 5 5 4 4 18 25 25 16 16 324 90 90 72 72
S-21 3 2 2 3 10 9 4 4 9 100 30 20 20 30
S-22 2 2 4 3 11 4 4 16 9 121 22 22 44 33
S-23 2 3 1 2 8 4 9 1 4 64 16 24 8 16
S-24 3 2 1 3 9 9 4 1 9 81 27 18 9 27
S-25 3 3 3 3 12 9 9 9 9 144 36 36 36 36
S-26 3 2 4 3 12 9 4 16 9 144 36 24 48 36
S-27 2 3 0 2 7 4 9 0 4 49 14 21 0 14
S-28 5 4 4 4 17 25 16 16 16 289 85 68 68 68
S-29 3 4 5 2 14 9 16 25 4 196 42 56 70 28
S-30 5 3 3 3 14 25 9 9 9 196 70 42 42 42
S-31 3 3 3 3 12 9 9 9 9 144 36 36 36 36
S-32 5 5 5 5 20 25 25 25 25 400 100 100 100 100
S-33 3 3 5 2 13 9 9 25 4 169 39 39 65 26
S-34 2 2 2 1 7 4 4 4 1 49 14 14 14 7
S-35 1 2 1 1 5 1 4 1 1 25 5 10 5 5
S-36 3 2 2 3 10 9 4 4 9 100 30 20 20 30
∑x 110 107 110 106 433 366 353 400 336 5559 1403 1373 1435 1348
∑x2 12100 11449 12100 11236 187489
rxy 0,78 0,78 0,75 0,80
interprestasi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
RELIABILITAS INSTRUMEN
Tabel 3
Subjek Skor yang diperoleh tiap butuir (X) Y X2 Y2 XY
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 2 3
S-1 3 4 3 3 13 9 16 9 9 169 39 52 39 39
S-2 3 3 4 3 13 9 9 16 9 169 39 39 52 39
S-3 3 4 4 3 14 9 16 16 9 196 42 56 56 42
S-4 3 2 3 3 11 9 4 9 9 121 33 22 33 33
S-5 3 3 0 2 8 9 9 0 4 64 24 24 0 16
S-6 3 4 5 3 15 9 16 25 9 225 45 60 75 45
S-7 2 1 4 2 9 4 1 16 4 81 18 9 36 18
S-8 2 2 3 3 10 4 4 9 9 100 20 20 30 30
S-9 5 4 2 3 14 25 16 4 9 196 70 56 28 42
S-10 3 3 4 4 14 9 9 16 16 196 42 42 56 56
S-11 3 4 4 4 15 9 16 16 16 225 45 60 60 60
S-12 3 3 2 3 11 9 9 4 9 121 33 33 22 33
S-13 3 3 4 3 13 9 9 16 9 169 39 39 52 39
S-14 3 3 4 3 13 9 9 16 9 169 39 39 52 39
S-15 3 2 3 3 11 9 4 9 9 121 33 22 33 33
S-16 3 2 3 3 11 9 4 9 9 121 33 22 33 33
S-17 3 5 4 4 16 9 25 16 16 256 48 80 64 64
S-18 3 2 3 3 11 9 4 9 9 121 33 22 33 33
S-19 3 3 2 4 12 9 9 4 16 144 36 36 24 48
S-20 5 5 4 4 18 25 25 16 16 324 90 90 72 72
S-21 3 2 2 3 10 9 4 4 9 100 30 20 20 30
S-22 2 2 4 3 11 4 4 16 9 121 22 22 44 33
S-23 2 3 1 2 8 4 9 1 4 64 16 24 8 16
S-24 3 2 1 3 9 9 4 1 9 81 27 18 9 27
S-25 3 3 3 3 12 9 9 9 9 144 36 36 36 36
S-26 3 2 4 3 12 9 4 16 9 144 36 24 48 36
S-27 2 3 0 2 7 4 9 0 4 49 14 21 0 14
S-28 5 4 4 4 17 25 16 16 16 289 85 68 68 68
S-29 3 4 5 2 14 9 16 25 4 196 42 56 70 28
S-30 5 3 3 3 14 25 9 9 9 196 70 42 42 42
S-31 3 3 3 3 12 9 9 9 9 144 36 36 36 36
S-32 5 5 5 5 20 25 25 25 25 400 100 100 100 100
S-33 3 3 5 2 13 9 9 25 4 169 39 39 65 26
S-34 2 2 2 1 7 4 4 4 1 49 14 14 14 7
S-35 1 2 1 1 5 1 4 1 1 25 5 10 5 5
S-36 3 2 2 3 10 9 4 4 9 100 30 20 20 30
∑x 110 107 110 106 433 366 353 400 336 5559 1403 1373 1435 1348
S12 0,83 0,97 1,77 0,66
∑S12 4,24
S12 9,75
r11 0,58
Interprestasi Sedang
INDEKS KESUKARAN
Tabel 4
SubjekSkor yang diperoleh tiap butir (X)
Y1 2 3 4
S-1 3 4 3 3 13S-2 3 3 4 3 13S-3 3 4 4 3 14S-4 3 2 3 3 11S-5 3 3 0 2 8S-6 3 4 5 3 15S-7 2 1 4 2 9S-8 2 2 3 3 10S-9 5 4 2 3 14S-10 3 3 4 4 14S-11 3 4 4 4 15S-12 3 3 2 3 11S-13 3 3 4 3 13S-14 3 3 4 3 13S-15 3 2 3 3 11S-16 3 2 3 3 11S-17 3 5 4 4 16S-18 3 2 3 3 11S-19 3 3 2 4 12S-20 5 5 4 4 18S-21 3 2 2 3 10S-22 2 2 4 3 11S-23 2 3 1 2 8S-24 3 2 1 3 9S-25 3 3 3 3 12S-26 3 2 4 3 12S-27 2 3 0 2 7S-28 5 4 4 4 17S-29 3 4 5 2 14S-30 5 3 3 3 14S-31 3 3 3 3 12S-32 5 5 5 5 20S-33 3 3 5 2 13S-34 2 2 2 1 7S-35 1 2 1 1 5S-36 3 2 2 3 10
Rata-rata 3,06 2,97 3,06 2,94 12,03SMI 5 5 5 5IK 0,61 0,59 0,61 0,59
Interprestasi Sedang Sedang Sedang Sedang
129
DAYA PEMBEDA
Tabel 5
SubjekSkor yang diperoleh tiap butir (X)
Skor total1 2 3 4
S- 32 5 5 5 5 20S-20 5 5 4 4 18S-28 5 4 4 4 17S-17 3 5 4 4 16S-6 3 4 5 3 15S-11 3 4 4 4 15S-30 5 3 3 3 14S-9 5 4 2 3 14S-29 3 4 5 2 14S-3 3 4 4 3 14S-10 3 3 4 4 14S-1 3 4 3 3 13S-33 3 3 5 2 13S-2 3 3 4 3 13S-13 3 3 4 3 13S-14 3 3 4 3 13S-25 3 3 3 3 12S-31 3 3 3 3 12S-19 3 3 2 4 12S-26 3 2 4 3 12S-12 3 3 2 3 11S-4 3 2 3 3 11S-15 3 2 3 3 11S-16 3 2 3 3 11S-18 3 2 3 3 11S-22 2 2 4 3 11S-21 3 2 2 3 10S-36 3 2 2 3 10S-8 2 2 3 3 10S-24 3 2 1 3 9S-7 2 1 4 2 9S-5 3 3 0 2 8S-23 2 3 1 2 8S-27 2 3 0 2 7S-34 2 2 2 1 7
S-35 1 2 1 1 5Rata-rata kelas ats 4,60 4,70 4,50 4,10 15,20
Rata-rata kelas bawah
2,90 2,90 2,30 2,80 8,20
SMI 5 5 5 5 20DP 0,34 0,36 0,44 0,26
Interprestasi cukup cukup baik cukup
130
Analisis Uji Instrumen
Dari tabel analisis butir soal di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
No.Soal
Validitas ReliabilitasTingkat
KesukaranDaya Pembeda
1 0,78 ( Tinggi ) 0,61 ( Sedang ) 0,34 ( Cukup )
2 0,78 ( Tinggi ) 0,58 ( Sedang ) 0,59 ( Sedang ) 0,36 ( Cukup )
3 0,75 ( Tinggi ) 0,61 ( Sedang ) 0,44 ( Cukup )
4 0,80 ( Tinggi ) 0,59 ( Sedang ) 0,26 ( Cukup )
Dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Validitas Instrumen
Analisis Validitas Instrumen menggunakan formula produk momen dari
pearson sebagai berikut :
Adapun kriterianya adalah sebagai berikut :
Klarifikasi Koefisien Validitas
Koefisien Kolerasi Interpretasi
0,80 < rxy ≤ 1,00 Validitas Sangat Tinggi
0,60 < rxy ≤ 0,80 Validitas Tinggi
0,40 < rxy ≤ 0,60 Validitas Sedang
0,20 < rxy ≤ 0,40 Validitas Rendah
rxy ≤ 0,20 Tidak Valid
2. Realibilitas Instrumen
Analisis Reliabilitas Instrument menggunakan formula alpha sebagai berikut :
Adapun kriterianya sebagai berikut :
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Koefisien Kolerasi Interpretasi
0,00 – 0,20 Reliabilitas Kecil0,20 – 0,40 Reliabilitas Rendah0,40 – 0,70 Reliabilitas Sedang0,70 – 0,90 Reliabilitas Tinggi0,90 – 1,00 Reliabilitas Sangat Tinggi
3. Analisis Indeks Kesukaran (IK)
Analisis Indeks Kesukaran (IK) instrument menggunakan formula sebagai berikut
Adapun kriterianya sebagai berikut :
Indeks Kesukaran Interpretasi
IK = 0,00 Soal Terlalu Sukar0,00 < IK ≤ 0,30 Soal Sukar0,30 < IK ≤ 0,70 Soal Sedang0,70 < IK ≤ 0,90 Soal Mudah
IK = 1,00 Soal Terlalu Mudah
4. Analisis Daya Pembeda Tiap Butir Soal
Analisis Daya Pembeda menggunakan formula sebagai berikut :
133
Adapun kriterianya sebagai berikut :
Indeks Kesukaran InterpretasiDP = 0,00 Sangat Jelek
0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup0,40 < DP ≤ 0,70 Baik0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik
TES PRASYARAT
Perhatikanlah gambar-gambar di bawah, kemudian hitunglah!
a. Kelilingnya
b. Luasnya
TUJUAN TES PRASYARAT
Mengetahui kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika yang
berkaitan dengan bangun ruang, yaitu:
1. Menghitung keliling dan luas Persegi
2. Menghitung keliling dan luas Persegi panjang
3. Menemukan panjang Alas, tinggi atau hipotenusa dengan menggunakan
teorema Pitagoras
4. Menghitung keliling dan luas segitiga
PEDOMAN PENILAN TES PRASYARAT
1. Setiap soal diberi bobot nilai 20
2. Penilaian tidak hanya hasil akhir, tetapi dengan langkah-langkahnya
3. Pembobotan nilai tiap soal sebagai berikut
GAM-
BAR
PENGHITUNGAN
PANJANG LEBAR KELILING LUAS
1 10 10
2 10 10
ALAS TINGGI HIPOTENUSA KELILING LUAS
3 5 5 10
4 5 5 5 5
5 5 5 5 5
LEMBAR JAWAB TES PRASYARAT
NAMA : …………………………………………………….
GAMBAR PANJANG LEBAR HIPOTENUSA KELILING LUAS
1
2
3
4
5
(Bila ada pecahan ditulis hanya dua desimal)
Cara penyelesaian
Gambar 1
a. Keliling ……………………………………………………………
b. B. Luas ……………………………………………………………
Gambar 2
a. Keliling ……………………………………………………………
b. Luas ……………………………………………………………
Gambar 3
a. Hipotenusa ……………………………………………………………
b. Keliling ……………………………………………………………
c. Luas ……………………………………………………………
Gambar 4
a. Tinggi ……………………………………………………………
b. Keliling ……………………………………………………………
c. Luas ……………………………………………………………
Gambar 5
a. Alas ……………………………………………………………
b. Tinggi ……………………………………………………………
c. Keliling ……………………………………………………………
d. Luas ……………………………………………………………
KUNCI JAWABAN TES PRASYARAT
GAMBAR PANJANG TINGGI HIPOTENUSA KELILING LUAS
1 30 120 900
2 87 69 312 6.003
3 20 15 25 60 150
4 12,2 21,13 24,4 73,20 257,80
5 13 12 10 36
Penyelesaian
a. Keliling persegi = 4s
= 4 X 30
= 120
b. Luas persegi = s 2
= 30 2
= 900
c. Keliling = 2 ( p + l )= 2 (87 + 69)
= 2 X 156
= 312
d. Luas = p X l
= 87 X 69
= 6.003
Penyelesaian
d. Hipotenusa
e. Keliling = 20 + 15 + 25 = 60
f. Luas = ½ X 20 X 15 = 150
Penyelesaian
a. Alas segitiga siku-siku = ½ sisi
= ½ X 24,4
= 12,2
b. Tinggi sisi 2 = t 2 + 12,2 2
t 2 = sisi 2-12,2 2
t 2 = 24,4 2-12,2 2
t 2 = 595,36-148,84t 2 = 446,52
c. Keliling = 3 X 24,4 = 73,20d. Luas = ½ X 24,4 X 21,13 = 257,80 cm 2
Penyelesaian
a. Alas segitiga siku-siku = ½ alas= ½ X 10 = 5
b. Tinggi 13 2 = t 2 + 5 2
t 2 = 13 2- 5 2
t 2 = 169 -25
c. Keliling = (2X13) + 10= 26 + 10 = 36
Luas = ½ X 10 X 12
TES KELOMPOK 1
1. Perhatikan lantai di bawah meja kalian, kemudian kerjakan:
a. Ukurlah berapa panjang sisi-sisinya!
b. Hitung berapa kelilingnya
a. Hitunglah, berapa luas satu lantai keramik tersebut
2. Perhatikan ruang kelas ini!
a. Ukurlah berapa jarak dari dinding ke dinding,
b. Gambarlah
c. Hitung berapa kelilingnya
d. Hitung luas ruang kelas ini di bagian dalam dinding
e. Berapa jumlah keramik yang dibutuhkan untuk menutupi lantai
3. Perhatikan plafond kelas ini
Plafond ditutup dengan tripleks, kalau diganti dengan Asbes ukuran 60
X 120 cm, berapa lembar asbes yang dibutuhkan?
4. Perhatikan dinding-dinding kelas ini
a. Ukur berapa tingginya,
b. Bila ruang kelas ini seluruh dindingnya ditutup dengan triplek ukuran 120
X 240 cm, berapa lembar yang akan terpakai
Selamat bekerja, waktu kalian hanya 15 menit!
TES KELOMPOK 2
Pergilah ke Musholla, lalu kerjakan tugas berikut
1. Perhatikan lantai Musholla tersebut
a. Ukurlah berapa panjang sisi-sisinya!
b. Hitung berapa kelilingnya
c. Hitunglah, berapa luas satu lantai keramik tersebut
2. Perhatikan ruangan dalamnya, ruang sholat saja, tidak termasuk tempat imam!
a. Ukurlah berapa jarak dari dinding ke dinding,
b. Gambarlah denahnya
c. Hitung berapa kelilingnya
d. Hitung luas ruang sholat Musholla tersebut
e. Berapa jumlah keramik yang dibutuhkan untuk menutupi lantai
5. Perhatikan plafond musholla,
Plafond ditutup dengan Asbes, kalau Plafond diganti dengan Eternit
ukuran 50 X 100 cm, berapa lembar yang dibutuhkan?
6. Perhatikan dinding-Musholla tersebut
a. Ukur berapa tingginya,
b. Bila ruang holat tersebut seluruh dindingnya ditutup dengan triplek ukuran
120 X 240 cm, berapa lembar yang akan terpakai
Selamat bekerja, waktu kalian hanya 15 menit!
TES KELOMPOK 3
Pergilah ke Perpustakaan
1. Perhatikan lantai Perpustakaan tersebut
a. Ukurlah berapa panjang sisi-sisinya!
b. Hitung berapa kelilingnya
c. Hitunglah, berapa luas satu lantai keramik tersebut
2. Perhatikan ruang bukunya!
a. Ukurlah berapa jarak dari dinding ke dinding,
b. Gambarlah
c. Hitung berapa kelilingnya
d. Hitung luas ruang buku tersebut ini di bagian dalam dinding
e. Berapa jumlah keramik yang dibutuhkan untuk menutupi lantai
3. Perhatikan plafond perpustakaan tersebut
Plafond ditutup dengan Eternit, kalau didanti dengan Asbes ukuran 60 X
240 cm, berapa lembar asbes yang dibutuhkan?
4. Perhatikan dinding-dinding nya
a. Ukur berapa tingginya,
b. Bila ruang buku tersebut ditutup dengan triplek ukuran 120 X 240 cm,
berapa lembar yang dibutuhkan
Selamat bekerja, waktu kalian hanya 15 menit!
TES KELOMPOK 4
Pergilah ke tempat wudlu
1. Perhatikan lantainya
a. Ukurlah berapa panjang sisi-sisinya!
b. Hitung berapa kelilingnya
c. Hitunglah, berapa luas satu lantai keramik tersebut
2. Perhatikan ruang kelas ini!
a. Ukurlah berapa jarak dari dinding ke dinding,
b. Gambarlah
c. Hitung berapa kelilingnya
d. Hitung luas ruang tempat wudlu ini di bagian dalam dinding
e. Berapa jumlah keramik yang dibutuhkan untuk menutupi lantai
3. Perhatikan plafond tempat wudlu
Plafond belum ditutup, kalau dipasang plafond Asbes ukuran 1 X 1 meter,
berapa lembar asbes yang dibutuhkan?
4. Perhatikan dinding bagian dalam bak air tempat wudlu,
a. Ukur berapa dalamnya,
b. Bila dinding dan alas bak mandi porselinnya diganti dengan warna lain
tetapi ukurannya sama, berapa banyak porselin yang dibutuhkan
Selamat bekerja, waktu kalian hanya 15 menit!
TES KELOMPOK 5
Pergilah ke ruang OSIS
1. Perhatikan lantainya!
a. Ukurlah berapa panjang sisi-sisinya!
b. Hitung berapa kelilingnya
c. Hitunglah, berapa luas satu lantai keramik tersebut
2. Perhatikan ruang OSIS tersebut!
a. Ukurlah berapa jarak dari dinding ke dinding,
b. Gambarlah
c. Hitung berapa kelilingnya
d. Hitung luas ruang OSIS di bagian dalam dinding
e. Berapa jumlah keramik yang dibutuhkan untuk menutupi lantai
3. Perhatikan plafond ruang OSIS tersebut!
Plafond ditutup dengan Asbes, bila diganti dengan gypsum ukuran 40 X
200 cm, berapa lembar yang dibutuhkan?
4. Perhatikan dinding-dindingnya!
a. Ukur berapa tingginya,
b. Bila dindingnya ditutup dengan triplek ukuran 120 X 240 cm, berapa
lembar yang dibutuhkan
Selamat bekerja, waktu kalian hanya 15 menit!
TES KELOMPOK 6
Pergilah ke ruang UKS
1. Perhatikan lantainya!
a. Ukurlah berapa panjang sisi-sisinya!
b. Hitung berapa kelilingnya
c. Hitunglah, berapa luas satu lantai keramik tersebut
2. Perhatikan ruang UKS tersebut!
a. Ukurlah berapa jarak dari dinding ke dinding,
b. Gambarlah
c. Hitung berapa kelilingnya
d. Hitung luas ruang UKS ini di bagian dalam dinding
e. Berapa jumlah keramik yang dibutuhkan untuk menutupi lantai
3. Perhatikan plafond UKS tersebut!
Plafond ditutup dengan eternit, kalau Plafond dtutup dengan kain yang
ukuran lebarnya 120 cm, berapa meter panjang kain yang dibutuhkan?
4. Perhatikan dinding-dindingnya!
a. Ukur berapa tingginya,
b. Bila dindingnya ditutup dengan triplek ukuran 120 X 240 cm, berapa
lembar yang dibutuhkan
Selamat bekerja, Waktu kalian hanya 15 menit
TES KELOMPOK 7
Pergilah ke Ruang Serbaguna
1. Perhatikan lantainya!
a. Ukurlah berapa panjang sisi-sisinya!
b. Hitung berapa kelilingnya
c. Hitunglah, berapa luas satu lantai keramik tersebut
2. Perhatikan ruang pertemuannya!
a. Ukurlah berapa jarak dari dinding ke dinding,
b. Gambarlah
c. Hitung berapa kelilingnya
d. Hitung luas ruang pertemuan ini di bagian dalam dinding
e. Berapa jumlah keramik yang dibutuhkan untuk menutupi lantai
3. Perhatikan plafondnya!
Plafond ditutup dengan eternit, kalau Plafond ditutup dengan gypsum
yang ukurannya 80 X 160 cm, berapa lembar gypsum yang dibutuhkan
4. Perhatikan dinding-dindingnya!
a. Ukur berapa tingginya,
b. Bila dindingnya ditutup dengan triplek ukuran 120 X 240 cm, berapa
lembar yang dibutuhkan
Selamat bekerja, Waktu kalian hanya 15 menit
TES KELOMPOK 8
Pergilah ke gudang sekolah
1. Perhatikan lantainya!
a. Ukurlah berapa panjang sisi-sisinya!
b. Hitung berapa kelilingnya
c. Hitunglah, berapa luas satu lantai keramik tersebut
2. Perhatikan ruangan gudang tersebut!
a. Ukurlah berapa jarak dari dinding ke dinding,
b. Gambarlah
c. Hitung berapa kelilingnya
d. Hitung luas ruang gudang ini di bagian dalam dinding
e. Berapa jumlah keramik yang dibutuhkan untuk menutupi lantai
3. Perhatikan plafond gudang tersebut!
Plafond ditutup dengan eternit, kalau Plafond ditutup dengan papan
ukuran 20 cm X 2 m, berapa lembar papan yang dibutuhkan?
4. Perhatikan dinding-dindingnya!
a. Ukur berapa tingginya,
b. Bila dindingnya ditutup dengan triplek ukuran 120 X 240 cm, berapa
lembar yang dibutuhkan
Selamat bekerja, Waktu kalian hanya 15 menit
LEMBAR LAPORAN HASIL PENGUKURAN DAN PENGHITUNGAN
NAMA KELOMPOK ………………………………………………
TEMPAT OBSERVASI ………………………………………………
1. Hasil pengukuran dan penghitungan
No Subjek Panjang/ Lebar/tinggi Keliling Luas
1 Lantai Ruangan
2 Plafond
3 Dinding 1
4 Dinding 2
2. Jumlah kebutuhan barang yang akan terpakai
No Fungsi Nama Barang Panjang Lebar Kebutuhan
1 Penutup Lantai
2 Penutup Plafond
3 Penutup dinding
Cicalengka,……....................................................2009
Ketua Kelompok
…………………………………
(…………………………………)
Lembar jawab ini harus disertai dengan lembaran cara menghitungnya
POST TEST
Bacalah soal dengan teliti, kemudian selesaikan masalahnya dengan cermat.
1) Di halaman sekolah sedang dibuat tembok dudukan tiang bendera dua tahap.
Tahap pertama setinggi 20 cm dengan alas persegi, sisinya 60 cm; Tahap
kedua tinginya 40 cm dan alas 40 X 40 cm.
Bila semua permukaan dudukan bendera tersebut ditutup dengan keramik
ukuran 20 X 10 cm, berapa banyak keramik yang terpakai?
2) Menghadapi akhir tahun ajaran, di sekolah sedang dibuat panggung untuk
perlombaan dan pementasan. Panggung berbentuk persegi yang sisinya 8 m.
Atapnya ditutup kain tenda berbentuk limas yang puncaknya 6 m dari
permukaan panggung. Sudut-sudut tenda diberi tiang besi yang tingginya 3 m
dari panggung. Bagian panggung ditutup dengan latar belakang kain tenda,
Bila harga sewa kain Rp 5.000,- per m2, berapa harga sewa yang harus
dibayar?
3) Seorang karyawan perusahaan tekstil membeli motor dari showroom. Rumah
kontrakannya di daerah yang sering terkena banjir sehingga lantai terasnya
lebih tinggi enam puluh cm dari permukaan tanah. Agar motor dapat naik ke
teras maka ia membuat tangga tanjakan. Tangga tanjakan tersebut ukuran
alasnya 80 X 70 cm. Bagian yang tidak menyentuh tanah ditutup dengan
papan.
Bila papan yang terpasang Rp. 50.000,- per m2, Berapa harga tanjakan
tersebut?
4) Di antara dinding kantor pos dan kantor telepon dibuat benteng sepanjang 5
meter yang tingginya 2,5 m. Tebal dinding benteng enam belas cm ditambah
bagian atasnya berbentuk atap setinggi enam cm. Di tengah benteng dibuat
pilar yang lebih tinggi sepuluh cm. Penampang pilar berbentuk pesegi, sisinya
tiga puluh cm. Bagian atasnya berbentuk limas setinggi dua puluh cm.
Benteng tersebut mau dicat, harganya Rp. 20.000,- per m2. Berapakah biaya
untuk mengecat?
Selamat bekerja!
LEMBAR JAWAB POST TEST
NAMA KELOMPOK ………………………………………………..
NAMA SISWA ………………………………………………..
A. Penemuan data dan penghitungan ukuran subyek
No Subjek St P L T H LS
1 Alas tiang bendera
Tahap 1
Tahap 2
Keramik
2 Tenda
Latar
Kain
3 Tanjakan
Papan
4 Benteng
Tutup Benteng
Pilar
Tutup Pilar
Cat
Keterangan: St = Satuan (cm atau m) P = Panjang, L = Lebar,T = Tinggi, H = Hipotenusa. LS = Luas Selimut
B. Penghitungan biaya
1. Jumlah keramik yang terpakai = ………………… keping
2. Biaya sewa kain = Rp. …………………….
3. Harga papan terpasang = Rp ……………………….
4. Ongkos pengecatan = Rp ……………………….
Catatan: Lembar jawab ini disertai kertas tatacara penyelesaian soal
TUJUAN POST TEST
Mengetahui kemampuan yang telah dikuasai siswa sebagai prasarat untuk
memiliki kemampuan menyelesaikan masalah bangun ruang, yaitu kemampuan:
5. Menghitung Luas Selimut Kubus
6. Menghitung Luas Selimut Balok
7. Menghitung Luas Selimut Limas
8. Menghitung Luas Selimut Prisma
9. Menerapkan kemampuan tersebut di atas ke dalam kehidupan sehari-hari
PEDOMAN PENILAN TES PRASYARAT
4. Soal nomor 1 s.d. 3 diberi bobot nilai 25
5. Soal nomor 4 dibagi menjadi tiga, yaitu a) penghitungan 4a (prisma)
mendapat nilai 10; b) penghitungan 4b (limas) nilai 10 dan c)
implementasi (pengecatan) nilai 5
6. Penilaian tidak hanya hasil akhir, tetapi dengan langkah-langkahnya
7. Pembobotan nilai tiap soal sebagai berikut
a. Soal Nomor 1 total nilai 25
Menghitung luas selimut balok tahap 1 nilai 5
Menghitung luas selimut kubus tahap 2 nilai 5
Menghitung luas keramik nilai 5
Menghitung kebutuhan keramik 10
b. Soal Nomor 2, total nilai 25
Menghitung hypotenuse limas (tinggi segitiga) nilai 5
Menghitung luas selimut limas nilai 5
Menghitung luas latar nilai 5
Menghitung harga sewa kain nilai 10
c. Soal Nomor 3, total nilai 25
Menghitung hypotenuse nilai 5
Menghitung luas segi tiga nilai 5
Menghitung luas empat persegi panjang nilai 5
Menghitung harga papan nilai 10
d. Soal Nomor 4 total nilai 25
Luas Benteng dan Prisma 10
Bagian 4b, Pilar dan Limas 10
Biaya pengecatan mendapat nilai 5
KUNCI JAWABAN POST TEST
Penyelesaian Soal Nomor 1
a. Tahap 1Luas alas = 60 X 60 = 3.600
Luas Dinding = 60 X 20 = 1.200
Luas selimut
= (2 X 3.600) + (4 X 1.200)
= 7.200 + 4.800 = 12.000
b. Tahap 2Luas alas = 40 X 40 = 1.600
Luas selimut = 6 X 1.600 = 9.600
c. Luas Keramik = 20 X 10 = 200 cm 2
d. Luas yang akan ditutup keramik
Tahap 1 = 12.000 – (3.600 + 1600) = 6.800 cm 2
Tahap 2 = 9.600 – 1.600 = 8.000 cm 2
Jumlah tahap 1 & tahap 2 =14.800 cm 2
e. Kebutuhan keramik = 14.800 : 200= 74 keping
Penyelesaian Soal Nomor 2
5) Latar
Alas = 8 m, Tinggi = 3 m
Luas = 8 X 3 = 24 m2
6) Tenda
Tinggi puncak = 6 m
Tingi limas = 6 – 3 = 3 m
Alas segitiga = ½ X 8 = 4 m
Hypotenusa Limas
Luas Selimut Tenda = 4 X (½ X 8 X 5) = 80 m2
Biaya Sewa Kain = (80 + 24) X Rp. 5.000,- = Rp. 520.000,-
Penyelesaian Soal nomor 3
Hypotenusa
a. Luas segitiga = ½ X0,8X0,6 = 0,24 m2
b. Luas dinding segitiga = 2 X 0,24 = 0,48 m2
c. Luas dinding persegi panjang = 0,7 X 0,6 = 0,42 m2
d. Luas alas miring = 0,7 X 1 = 0,70 m2
e. Luas kebutuhan papan = 1,60 m2
Harga papan terpasang per m2 = Rp. 50.000,-
Harga tanjakan = 1,60 m2 X Rp. 50.000,- = Rp. 80.000,-
Penyelesaian Soal nomor 4
a. Benteng
Panjang alas benteng & pilar = 5 mPanjang alas benteng = 5 – 0,3 m = 4,7 mTinggi benteng = 2,50 mLebar benteng = 0,16 m Tinggi penutup benteng (prisma) = 0,06 m
Hypotenusa
= 0,10 m
Luas segitiga prisma = ½ X 0,16 X 0,06 = 0,0048 m2
Permukaan Benteng
Luas permukaan yang menempel = 2 X (2,5 X 0,16) = 0,80 m2
Luas Permukaan Benteng = 4,7 X 2,50 m = 11,75 m2
Permukaan Prisma = 4,7 X 0,1 = 0, 47 m2
Luas yang harus dicat = 2 X (11,75 + 0,47) = 24,44 m2
b. Pilar
Panjang sisi alas pilar = 0,3 mTinggi pilar = 2,5 + 0,1 = 2,6 mTinggi penutup pilar (limas) = 0,2 m
Hypotenusa
Permukaan Pilar
Luas Permukaan Pilar = 4 X (0,3 X 2,60 m) = 3,12 m2
Luas permukaan yang menempel = 0,80 + (2 X 0,0048) = 0,896 m2
Permukaan terbuka = 3,12 – 0,896 = 2,224 m2
Luas selimut limas = 4 X ½ X 0,3 X 0,25 = 0,150 m2
Luas yang harus dicat = 2,224 + 0,15 = 2,374 m2
Harga cat per m2 = Rp 20.000,-Biaya pengecatan = Rp. 20.000,- X (24,44 + 2, 374) =
= Rp. 20.000,- X 26,814 = Rp. 536.280,-
SILABUS
SEKOLAH : SMPN 1 Cicalengka
Kelas / Semester : VIII / 2
Mata Pelajaran : Matematika
Standar kompetensi : GEOMETRI DAN PENGUKURAN
5. Memahami sifat-sifat kubus , balok, prisma dan limas dan bagian – bagiannya, serta menentukan ukurannya
Kompetensi Dasar
Materi Pokok/Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu
Sumber BelajarTehnik Bentuk
InstrumenContoh Instrumen
5.3. Menghitung luas permukaan dan volume kubus bal0k, prisma dan limas
Kubus, balok, prisma tegak dan limas
Mencari rumus luas permukaan kubus, balok, prisma tegak dan limas
Menemukan rumus luas permukaan kubus, balok, prisma tegak dan limas
KuisTes lisanPenugasanTes tulis
Uraian 1. Sebutkan rumus luas permukaan kubus jika rusuknya x cm
2. Sebutkan rumus luas prisma yanga alasnya segitiga siku-siku yang sisi siku-sikunya a cm ,b cm dan tinggi prisma t cm
2x40 mnt Buku teks, model bangun ruang dan datar; Handout, Lingkung-an sekolah
Menggunakan rumus untuk menghitung luas permukaan
Menghitung luas permukaan kubus,
KuisTes
Uraian Suatu prisma tegak beralas segitiga samasisi
2 x 40 mnt
kubus, bslok, prisma tegak dan limas
Blok, prisma dan limas
lisanPenugasanTes tulis
mempunyai panjang rusuk 6 cm dan tinggi 8 cm. hitung luas permukaan prisma
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( RPP )
Sekolah : SMP N 1 Cicalengka
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : VIII /2
Standar Kompetensi : Memahami Sifat – Sifat Kubus, Balok, Limas,
Prisma dan Bagian-bagiannya Serta Menentukan
Ukurannya
Kompetensi Dasar : Menghitung luas permukaan dan volume balok,
kubus, prisma dan limas
Indikator : Menghitung luas permukaan Balok, dan kubus
Alokasi waktu : 2 x 40 menit
1. Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat menghitung luas permukaan bangun ruang sisi datar balok dan
kubus
2. Materi Pembelajaran
Luas permukaan kubus dan balok
3. Metoda / Tehnik
Diskusi kelompok, inkuiri, resitasi dan penugasan
4. Langkah – langkah Kegiatan
a. Kegiatan Pendahuluan
Aperspsi, Mengingat kembali tentang rumus luas bangun datar: Persegi
panjang dan persegi
Motivasi, Bangun ruang Balok dan Kubus merupakan bentuk yang paling
banyak digunakan dalam struktur dan konstruksi barang dan
bangunan. Apabila materi ini di kuasai, banyak manfaatnya
dalam kehidupan sehari-hari
b. Kegiatan Inti
1) Siswa secara berkelompok mengerjakan kuis mengenai pengukuran
tanah berbentuk bangun datar segitiga dan persegi panjang
2) Siswa melakukan brainstorming mengenai pengerjaan kuis
3) Siswa menyimak uraian guru mengenai balok dan kubus
4) Siswa memnyampaikan tanggapan atas uraian guru, baik pertanyaan
maupun pernyataan
5) Siswa mengeluarkan alat-alat, dus kemasan dan benda lainnya yang
dibawa dari rumah, kemudian memisahkan yang berbentuk balok dan
kubus masing-masing satu buah
6) Siswa melakukan tugas mengukur dimensi balok dan kubus di atas
kemudian menghitung luas permukaan balok dan kubus tersebut
7) Siswa secara berkelompok melakukan pengukuran dan penghitungan
ukuran ruang dan barang di tempat yang berbeda
8) Masing – masing kelompok diminta menyampaikan hasil diskusi dan
kelompok lain menanggapi
c. Kegiatan penutup
1) Siswa menyimak uraian guru berkaitan dengan tugas kelompok yang
telah dilakukan
2) Siswa menyimak rincian tugas yang harus dilaksanakan sebagai
persiapan pembelajaran pada pertemuan berikutnya
3) Siswa dengan bimbingan guru menyampaikan do’a akhir majlis dan
salam
5. Sumber Belajar
a. Buku Teks, model – model bangun ruang dan bangun datar
b. Handout materi mengenai balok dan kubus
c. Ruangan/bangunan dan benda yang ada di lingkungan sekolah
6. Media Belajar
a. Mistar, Meteran tukang kayu, Meteran golong, kalkulator, gunting, lem
dan alat tulis.
b. Barang berbentuk Balok dan Kubus, Dus kemasan yang berbentuk balok
dan kubus, Gambar peraga Balok dan Kubus ukuran Plano
7. Penilaian
a. Tehnik : Kuis, Tugas perorangan, Tugas kelompok.
b. Bentuk : esay terstruktur
c. Instrumen :
1) Kuis
2) Tugas perorangan & Tugas Kelompok
3) Lembar pengamatan dinamika kelompok
(terlampir)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( RPP )
Sekolah : SMP N 1 Cicalengka
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : VIII /2
Standar Kompetensi : Memahami Sifat – Sifat Kubus, Balok, Limas,
Prisma dan Bagian-bagiannya Serta Menentukan
Ukurannya
Kompetensi Dasar : Menghitung luas permukaan dan volume balok,
kubus, prisma dan limas
Indikator : Menghitung luas permukaan Limas dan Prisma
Alokasi waktu : 2 x 40 menit
8. Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat menghitung luas permukaan bangun ruang sisi datar limas dan
prisma
9. Materi Pembelajaran
Luas permukaan limas dan prisma
10. Metoda / Tehnik
Diskusi kelompok, inkuiri, resitasi dan penugasan
11. Langkah – langkah Kegiatan
d. Kegiatan Pendahuluan
Aperspsi, Mengingat kembali tentang rumus luas bangun datar: segitiga
dan teorema Pitagoras
Motivasi, Bangun ruang Limas dan Prisma merupakan bentuk yang
paling banyak digunakan dalam struktur dan konstruksi barang
dan bangunan, terutama benda-benda aksesoris. Apabila materi
ini di kuasai, banyak manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari
e. Kegiatan Inti
9) Siswa secara berkelompok mengerjakan kuis mengenai pengukuran
dan penghitungan bangun datar segitiga dan persegi panjang
10) Siswa menyimak uraian guru mengenai Limas dan Prisma
11) Siswa memnyampaikan tanggapan atas uraian guru, baik pertanyaan
maupun pernyataan
12) Siswa secara berkelompok mencari benda berbentuk limas dan prisma
yang ada di sekitar sekolah. Jika dapat dibawa maka dibawa ke kelas,
jika tidak dapat dibawa maka dibuat gambaran dan ukurannya
13) Perwakilan kelompok menyampaikan laporan dan tanggapan
mengenai proses pencarian benda berbentuk Limas dan Prisma
14) Siswa mengumpulkan barang-barang hasil pencariannya, kemudian
memisahkan yang berbentuk Limas dan Prisma masing-masing satu
buah
15) Siswa melakukan tugas mengukur dimensi Limas dan Prisma di atas
kemudian menghitung luas permukaan Limas dan Prisma tersebut
16) Siswa melakukan brainstorming mengenai tugas pencarian,
pengukuran serta penghitungan Limas dan Prisma
17) Siswa mengerjakan soal tes tulis sebanyak dua butir
f. Kegiatan penutup
4) Siswa menyimak uraian guru berkaitan dengan tugas kelompok yang
telah dilakukan
5) Siswa menyimak rincian tugas yang harus dilaksanakan sebagai
persiapan pembelajaran pada pertemuan berikutnya
6) Siswa dengan bimbingan guru menyampaikan do’a akhir majlis dan
salam
12. Sumber Belajar
d. Buku Teks, model – model bangun ruang dan bangun datar
e. Handout materi mengenai Limas dan Prisma
f. Ruangan/bangunan dan benda yang ada di lingkungan sekolah
13. Media Belajar
c. Mistar, Meteran tukang kayu, Meteran golong, kalkulator, gunting, lem
dan alat tulis.
d. Barang berbentuk Limas dan Prisma, Dus kemasan yang berbentuk Limas
dan Prisma, Gambar peraga Limas dan Prisma ukuran Plano
14. Penilaian
d. Tehnik : Kuis, Tugas perorangan, Tugas kelompok, Tes tulis
e. Bentuk : esay terstruktur
f. Instrumen :
4) Kuis, Lembar tugas dan Lembar Tes tulis
5) Lembar Pengamatan dinamika kelompok dan Angket
Kuisioner 1
Petunjuk
1. Tidak perlu menyebutkan nama
2. Harap diberi tanda ceklis atau cakra pada kolom yang sesuai dengan aktivitas
siswa selama mengikuti pembelajaran matematika materi bangun ruang
3. Isikan pada kolom Sl bila selalu melakukan; Sr bila sering melakukan; Sk bila
sekali-kali melakukan; Sp bila sempat melakukan dan TS bila tidak sempat
melakukan
No Pernyataan Sl S Sk Sp TS
1. Terlibat dalam pembelajaran secara aktif
2. Menyimak penjelasan guru
3. Menyimak pendapat dari teman sesama siswa
4. Menanggapi penjelasan guru
5. Menyimak penjelasan atau pendapat teman
sesama kelompok
6. Menyimak penjelasan atau pendapat teman
dari kelompok lain
7. Memberikan tanggapan atas pernyataan
sesama siswa
No Pernyataan Sl S Sk Sp TS
8. Memberikan jawaban atas pertanyaan sesama
siswa
9. Menyampaikan laporan kesimpulan diskusi
kelompok di hadapan seluruh siswa
10. Berbagi tugas dalam kerja kelompok
11. Terlibat dalam kerja kelompok
12. Berkompetisi dengan kelompok lain
13. Berkompetisi dengan sesama anggota
kelompok
14. Guru memimpin pembelajaran dengan
otoriter
15. Guru membangun suasana pembelajaran
dengan tegas
16. Minta bantuan teman untuk menjelaskan soal
17. Minta bantuan teman mengenai rumus untuk
menyelesaikan soal
18. Minta bantuan teman untuk mengerjakan soal
Kuisioner 2
Petunjuk
1. Tidak perlu menyebutkan nama
2. Harap diberi tanda ceklis atau cakra pada kolom yang sesuai dengan sikap dan
pandangan siswa selama mengikuti pembelajaran matematika materi bangun
ruang
3. Isikan pada kolom SS bila sangat setuju; S bila setuju; TS bila tidak setuju dan
STS bila sangat tidak setuju dengan pernyataan yang ada pada kolom di
sebelah
No Pernyataan SS S TS STS
1. Proses belajar ceria
2. Proses pembelajaran dinamis, tidak kaku
3. Siswa merasa bebas untuk berekspresi selama
mengikuti proses pembelajaran
4. Proses pembelajaran memberi kesempatan
siswa untuk berperan serta secara aktif
5. Proses pembelajaran mendorong siswa
melakukan kegiatan
6. Siswa merasa tertekan dalam mengikuti
pembelajaran
No Pernyataan SS S TS STS
7. Materi pelajaran membosankan
8. Materi pelajaran sesuai dengan kehidupan
sehari-hari
9. Materi pelajaran bermanfaat bagi kehidupan
sehari-hari
10. Tugas yang diberikan kepada siswa terasa berat
11. Tugas yang diberikan kepada siswa rumit
12. Tugas yang diberikan kepada siswa dapat
dilaksanakan
13. Soal yang diberikan kepada siswa sulit
14. Soal yang diberikan kepada siswa rumit
15. Soal yang diberikan kepada siswa dapat
diselesaikan
LEMBAR PENGAMATAN KEGIATAN SISWA
1. Pembentukan kelompok
a. Menawarkan untuk berkelompok
b. Memilih teman kelompok
c. Mengatur pembagian kelompok
d. Mengikuti kebijakan teman
2. Pembagian tugas kelompok
a. Menawarkan siapa mau jadi apa
b. Meminta teman untuk memegang tugas dalam kelompok
c. Memilih tugas untuk dirinya
d. Mengikuti kebijakan teman
3. Jabatan dalam kelompok
a. Ketua
b. Sekretaris
c. Pemberi Penjelasan
d. Anggota
4. Keterlibatan dalam kelompok
a. Menawarkan siapa mau mengerjakan apa
b. Meminta pekerjaan untuk dirinya
c. Meminta teman mengerjakan soal tertentu
d. Mengikuti kebijakan kelompok
5. Keterlibatan dalam kelompok
a. Memberikan penjelasan
b. Menanyakan hal yang belum jelas
c. Mencatat apa yang disampaikan anggota kelompok
d. Memperhatikan aktivitas teman kelompok
6. Tanggung jawab kelompok
a. Melaksanakan pekerjaan sambil melayani pertanyaan anggota
kelompok
b. Melaksanakan pekerjaannya terlebih dulu baru menjawab pertanyaan
teman
c. Memberikan penjelasan dan menangguhkan pekerjaannya
d. Meminta teman menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya
7. Keterlibatan dalam diskusi
a. Menawarkan siapa yang mau menyampaikan gagasan
b. Memberikan penjelasan
c. Menyampaikan pertanyaan
d. Memperhatikan pembicaraan anggota kelompok
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
1. Nama : IDA RUFAIDA
2. Tempat / Tanggal lahir : Bandung, 21 Januari 1961
3. Agama : Islam
4. Alamat Rumah : Jln. Dewi Sartika No. 110 RT. 02/ RW 04
Cicalengka Kab. Bandung
5. Alamat Pekerjaan : SMP Negeri 1 Cicalengka,
Jl. Dipati Ukur 34 Cicalengka Kabupaten
Bandung. 40395
II. Pendidikan
1. SDN Cicalengka V, lulus tahun 1972
2. SMP Negeri Cicalengka, lulus tahun 1976
3. SMA Negeri Cicalengka, lulus tahun 1980
4. Diploma I Jurusan Matematika IKIP Bandung, lulus tahun 1981
5. Dip[loma III Jurusan Matematika UT, lulus tahun 1997
6. Tahun 2008 samapi sekarang (2009) melanjutkan studi S I, pada
Program Studi Pendidikan Matematika STKIP Garut