Download - Bab Pembahasan Makalah Deteksi Sayang
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Perkembangan berkenaan dengan keseluruhan kepribadian anak, karena kepribadian
membentuk satu kesatuan yang terintegrasi. Secara umum dapat dibedakan beberapa aspek
utama kepribadian anak, yaitu aspek intelektual, fisikmotorik, sosial, emosional, bahasa,
moral dan keagamaan. Perkembangan dari tiap aspek kepribadian tidak selalu bersama-sama
atau sejajar, perkembangan sesuatu aspek mungkin mendahului atau mungkin juga mengikuti
aspek lainnya. Pada awal kehidupan anak, yaitu pada saat dalam kandungan dan tahun-tahun
pertama kehidupan, perkembangan aspek fisik dan motorik sangat menonjol.Selama sembilan
bulan dalam kandungan, ukuran fisik bayi berkembang dari seperduaratus milimeter menjadi
50 sentimeter panjangnya. Selama dua tahun pertama, bayi yang tidak berdaya pada awal
kelahirannya, telah menjadi anak kecil yang dapat duduk, merangkak, berdiri, bahkan pandai
berjalan dan berlari, bisa memegang dan mempermainkan berbagai benda atau alat.
Perkembangan aspek intelektual diawali dengan perkembangan kemampuan
mengamati, melihat hubungan dan memecahkan masalah sederhana. Kemudian berkembang
ke arah pemahaman dan pemecahan masalah yang lebih rumit. Aspek ini berkembang pesat
pada masa anak mulai masuk sekolah dasar (usia 6-7 tahun). Berkembang konstan selama
masa belajar dan mencapai puncaknya pada masa sekolah menengah atas (usia 16-17 tahun).
Perkembangan aspek sosial diawali pada masa kanak-kanak (usia 3-5 tahun). Masa usia
dini merupakan masa yang penting yang perlu mendapat penanganan
sedini mungkin. Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa masa anak
usia dini merupakan masa perkembangan yang sangat pesat dan
fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak memiliki dunia dan
karakteristik tersendiri yang jauh berbeda dari dunia dan karakteristik
orang dewasa. Anak sangat aktif, dinamis, antusias dan hampir selalu
ingin tahu terhadap apa yang dilihat dan didengarnya, seolah-olah tak
pernah berhenti untuk belajar.
I.2 Rumusan masalah
1
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka timbullah beberapa pertanyaaan mengenai
beragam perilaku bermasalah dari segi kognisi yang menjadi pembahasan dalam makalah ini
antara lain :
1. Apa yang dimaksud dengan masalah konsep sebab akibat ?
2. Apa yang dimaksud dengan masalah konsep waktu ?
3. Apa yang dimaksud dengan miskonsepsi ?
4. Faktor apa saja yang menyebabkan miskonsepsi itu terjadi ?
5. Bagaimana pencegahan miskonsepsi ?
6. Apa yang dimaksud dengan problem solving ?
7. Faktor apa saja yang menyebabkan problem solving itu terjadi ?
8. Bagaimana penanganan problem solving ?
9. Apa yang dimaksud dengan masalah rasa ingin tahu ?
10. Faktor apa saja yang menyebabkan rasa ingin tahu terjadi ?
11. Bagaimana penanganan rasa ingin tahu ?
12. Apa yang dimaksud dengan rentang perhatian?
13. Faktor apa saja yang menyebabkan rentang perhatian itu terjadi ?
14. Bagaimana penanganan rentang perhatian ?
15. Apa yang dimaksud dengan under achievement ?
16. Faktor apa saja yang menyebabkan achievement itu terjadi ?
17. Bagaimana penanganan achievement?
18. Apa yang dimaksud dengan disfungsi otak minimal ( DOM ) ?
19. Faktor apa saja yang menyebabkan disfungsi otak minimal ( DOM ) itu
terjadi ?
20. Bagaimana penanganan disfungsi otak minimal ( DOM )?
I.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain yaitu untuk memahami
beragam perilaku bermasalah anak usia dini dari segi kognisi serta mampu
mengidentifikasi penyebab terjadinya perilaku tersebut serta mengetahui bagaimana
cara menangani beragam perilaku bermasalah anak usia dini dari segi kognitif
tersebut.
2
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Masalah Konsep Sebab Akibat
a. Pengertian
Jean Piaget, seorang psikolog dari Swiss menemukan bahwa anak-anak punya
kecenderungan untuk berpikir animistik, yaitu “menghidupkan” benda-benda mati.
Anak mungkin saja akan berkata bahwa matahari itu hidup karena ia bergerak. Hidup
adalah sebab dari aktivitas si matahari. Piaget membagi pemikiran animistik ini ke
dalam 4 tahap:
1. Tahap pertama, anak-anak percaya bahwa sesuatu itu hidup bila obyek
tersebut utuh atau lengkap atau berada dalam kondisi yang baik. Apabila
obyek tersebut rusak atau pecah nisalnya piring yang pecah, maka anak
akan menganggap piring itu mati.
2. Setelah itu, anak akan menganggap obyek itu hidup bila ia bergerak.
Apabila ia tidak bergerak, misalnya lukisan dinding artinya ia mati.
3. Tahap ini sampai pada keyakinan bahwa obyek-obyek itu hidup bila ia
bisa bergerak dengan kekuatannya sendiri, misalnya matahari, sementara
sepeda tidak
4. Tahap terakhir hanya binatang dan tumbuhan yang anak yakini sebagai
sesuatu yang hidup.
Pemahaman anak akan konsep kausalitas juga ditandai dengan cara
berpikirnya yang magical. Ia kadang-kadang berpikir bahwa sesuatu (terutama yang
tidak ia kenal) itu terjadi karena adanya kekuatan magis. Dan aspek lain dari konsep
kausalitas pada anak adalah artificialisme, atau kecenderungan untuk percaya bahwa
manusialah yang menyebabkan segala fenomena. Seorang anak yang pernah melihat
segumpal asap keluar dari pipa ayahnya akan menganggap awan adalah ciptaan
ayahnya juga.
3
II.2 Masalah Konsep Waktu
a. Pengertian
Bagi anak usia 3 tahunan pengertian tentang sekarang, yang lalu, dan yang
akan datang masih sangat kabur. Ia hanya kenal waktu sekarang, waktu miliknya
(anak-anak) sesuai dengan cara berpikir anak yang masih sangat egosentris, berpusat
kepada kebutuhannya sendiri. Kekaburan ini dapat kita amati dari pernyataan-
pernyataann khas anak 3 tahunan, seperti “Saya mandi besok” atau”Kemarin saya
mau mandi, lalu pergi ke sekolah. Cara berpikir yang masih sangat egosentris ini juga
seringkali membuat konsep waktu ia kaitkan dengan rutinitasnya sehari-hari.
Misalnya saja, “Hari sudah malam karena ibu suda menyalakan lampu kamar”. Atau
“Sudah waktunya tidur karena ibu sudah selesai membacakan cerita” atau “TV sudah
menyiarkan dunia dalam berita.”
Anak memang membutuhkan sejumlah pengalaman sebelum dapat memahami
perbedaan waktu dengan tepat. Kemampuan ini umumnya baru muncul di usia 4
tahunan, sekalipun sampai usia 8 anak masih suka salah menyebutkan nama hari atau
bulan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa televisi sebenarnya juga turut berperan
dalam mempercepat pemahaman konsep waktu pada anak. Waktu penayangan film
anak-anak atau acara lain yang disukai anak-anak umumnya selalu sama sehingga
secara tidak langsung anak belajar tentang waktu lewat rasa ingin tahunya seperti
kapan film tersebut akan ditayangkan (jam 6 misalnya), berapa lama (30 menit), dan
setiap hari apa.
Bagi anak-anak usia 3 tahunan, pengertian tentang “sekarang”, “yang lalu”
dan “akan datang” masih sangat kabur. Ia hanya kenal waktu sekarang, waktu
miliknya sesuai caranya berpikir yang masih sangat egosentris, berpusat kepada
kebutuhannya sendiri. Kekaburan ini dapat kita amati dari pernyataan-pernyataan
khas anak di rentang usia ini, seperti “Saya sudah makan besok”, atau “Kemarin saya
mau mandi, lalu ikut Bunda”.
4
Anak perlu bantuan untuk memahami konsep “waktu” yang memang sulit bagi
anak-anak usia dini karena waktu bukan sesuatu yang dapat mereka sentuh, rasakan
atau eksplorasi. Latihan dan motivasi yang kita berikan akan sangat membantu.
Membantunya mengenali konsep waktu bisa dengan menyebutnya berulang-ulang.
Namun, tak perlu berharap anak segera bisa menguasai konsep ini karena ia sedang
menata pemahamannya.
b. Cara membantu anak mengembangkan pemahamannya tentang konsep
“waktu”
Dengan bernyanyi, “Ayo, nyanyi!” Perkenalkan nama-nama hari dalam
seminggu lewat syair berirama. Kegiatan belajar dengan cara ini lebih mudah
dan menyenangkan bagi anak. Manfaatkan kemampuan mengingat anak yang
semakin baik. Misalnya, “Pada hari Sabtu, ayah ada acara di kantor”, atau
“Hari Kamis nanti, kita ada agenda PAUD ya..”
Bacakan cerita. Pilih buku cerita dengan topik terkait “waktu”. Anak akan
belajar lewat cerita yang ia dengar dan gambar-gambar menarik yang ia lihat.
Sekali waktu, tanyakan tentang apa yang sudah pernah kita ceritakan berulang
kali untuk mengukur pemahamannya.
Ngobrol seru dengan sering-sering menggunakan kata yang mengandung
unsur waktu. Masukkan dalam setiap pembicaraan pada anak periode waktu
seperti pagi, siang, sore atau malam. Misalnya, “Selamat pagi. Pagi hari adalah
saatnya kamu mandi”, “Saat perut kamu lapar dan hari terang benderang itu
tandanya siang”, “Sore adalah waktunya kamu bermain dengan teman-teman
di taman”, atau “Hari sudah malam, karena itu Bunda menyalakan lampu
kamar.” Menjelang usia 4 tahun, pemahaman anak bahwa sehari terdiri dari
beberapa periode waktu akan semakin baik.
Gunakan kata-kata yang terkait “waktu”, seperti “kemarin”, “hari ini”, dan
“besok” saat kita berbicara dengan anak. Misalnya, “Kita pergi ke kolam
renang pada hari Selasa, dan itu adalah besok”, lalu kita bisa menunjuknya
pada kalender agar tampak lebih konkret untuk anak. Hindari penggunaan
definisi tentang waktu yang terlalu lama, misalnya “tahun depan”. Sebagai
5
gantinya katakan, “..saat kamu pindah rumah ke Depok”, akan lebih mudah
dipahami anak.
Gunakan kalender spesial. Gantungkan kalender sederhana di kamarnya. Beri
tanda atau tempelkan stiker menarik di hari-hari istimewanya, misalnya hari
ulang tahun dan hari libur. Ajari anak memberi tanda silang pada tanggal hari
itu dan hari-hari berikutnya setiap sebelum ia pergi tidur. Lebih mudah
menghitung mundur hari-hari yang ia tunggu, terutama hari ulang tahunnya.
Kesabaran anak pun terasah. Tanpa sadar anak mempelajari proses pencetakan
tanggal-tanggal kalender yang bergerak dari kiri ke kanan.
Gunting rantai. Untuk hari spesial, seperti hari ulang tahun anak, kita bisa
membuat sesuatu yang bisa menggambarkan berlalunya waktu secara menarik
dan interaktif. Misalnya, gunting kertas menjadi bentuk cukup panjang, lalu
rekatkan masing-masing ujungnya setelah sebelumnya dikaitkan antara satu
dengan yang lain sehingga terbentuk rantai. Bila mungkin, lakukan bersama
anak. Jumlah mata rantai sesuai jumlah hari sampai hari ulang tahunnya.
Khusus untuk “mata rantai” yang menunjukkan hari ulang tahunnya, buat
lebih besar atau beri hiasan menarik agar tampak menonjol dibanding “mata
rantai” lain. Gantungkan di tempat yang mudah terlihat dan mudah bagi anak
untuk merobek atau menggunting satu demi satu “mata rantai” setiap malam.
Nikmati kebahagiaan anak saat melihat “rantai” semakin pendek, yang berarti
hari ulang tahunnya semakin dekat.
Berkenalan dengan jam. Walau belum betul-betul paham, anak di rentang usia
ini sedikit demi sedikit dapat membaca jam dengan cara sangat sederhana.
Kemampuannya mengenal angka yang sudah mencapai 10 bahkan 20,
membantu kepandaiannya membaca jam. Beri anak buku cerita yang
dilengkapi mainan jam lengkap dengan jarum panjang dan jarum pendek.
Tunjukkan cara sederhana membaca jam, yaitu hanya dengan membaca jarum
pendeknya. Misalnya, bila jarum ini menunjuk angka 1, dibaca jam satu. Bila
ia sudah dapat membaca jarum pendek, beri penjelasan makna jarum panjang
jika jarum itu terletak di angka 6 dan 12
6
II.3 Miskonsepsi
a. Pengertian
Miskonsepsi adalah interpretasi yang salah terhadap apa yang dilihat,didengar,
diraba serta dicium atau dikecap. Mungkin saja pengamatan atau pendengaran anak
itiu benar, tetapi ia kemudian mengasosiasikannya dengan pengertian yang salah.
Misalnya, banyak anak yang percaya bahwa benda yang letaknya jauh mempunyai
ukuran lebih kecil hanya karena tampak kecil. Miskonsepsi mempunyai pengaruh
yang serius dalam penyesuaian diri anak. Di sekolah ia akan sulit memahami apa yang
diterangkan oleh guru maupun isi buku bacaan. Anak tidak dapat menikmati
hubungan sosial karena selalu salah persepsi terhadap sikap teman-temannya.
b. Penyebab terjadi miskonsepsi
Antara lain yaitu :
1. Informasi yang salah
Ada tiga sumber informasi yang salah pada masa anak yaitu :
Orang tua, hal ini bisa terjadi dikarenakan orang tua
tidak memperhatikan pertanyaan anaknya akibatnya
mereka memberi jawaban yang salah
Saudara, dalam hal ini anggota keluarga lain yang
pengetahuannya tidak benar.
Media massa yang tidak bertanggung jawab
2. Pengalaman terbatas
Keterbatasan pengalaman menyebabkan anak memberi
penilaian secara tidak akurat.
3. Mudah ditipu
Anak dengan pola asuh otoriter, selalu menganggap orang tua
lebih tahu segalanya. Kemudian, ia juga akan menggeneralisasikan hal
7
ini untuk orang- orang yang lebih tua lainnya. akibatnya, ia akan selalu
menerima apa yang akan dikatakan orang tanpa bertanya lebih lanjut.
Anak, kehilangan potensi kritis nya.
4. Salah pengertian
Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan anak untuk berpikir
sendiri. Kemampuannya untuk berpikir akurat terhambat
5. Imajinasi yang melekat kuat
Kuatnya imajinasi anak membuat dirinya tidak mengecek
kembali kebenaran informasinya. Mereka percaya pada apa yang ada
dalam khayalannya, yang sebenarnya merupakan informasi yang salah.
6. Pemikirann yang tidak realistik
7. Bingung
Adanya informasi yang berlawanan membuat anak bingung.
c. Pencegahan
Antara lain yaitu :
1. Mengontrol bacaan dana acara televisi yang ditonton anak
2. Memperhatikan apa yang ditanyakan oleh anak
3. Tidak membuat anak bingung dengan informasi-informasi yang
bertentangan
4. Mengontrol perkembangan konsep diri anak, dalam hal ini tentang
sikap dan perilaku orang tua dalam mengasuh anak. Karena,
pembentukan konsep diri sangat berkaitan dengan sikap serta
perilaku orang tua dan lingkungannya.
II. 4 Problem Solving ( Kemampuan Memecahkan Masalah )
a. Pengertian
Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam
menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat,
sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat (Hamalik, 1994:151).
Problem solving yaitu suatu pendekatan dengan cara problem identifikation untuk
ketahap syntesis kemudian dianalisis yaitu pemilahan seluruh masalah sehingga
8
mencapai tahap application selajutnya komprehension untuk mendapatkan solution
dalam penyelesaian masalah tersebut. (Qruztyan. Blogs. Friendster.com)
Tujuan utama dan mendasar dari seluruh seluruh proses dalam perkembangan
kognitif adalah mengembangkan kemampuan untuk ememcahkan masalah (problem
solving). Hampir seluruh tingkah laku manusia pada dasarnya berkaitan dengan
uapaya untuk memecahkan masalah.
Empat langkah dasar yang dikuasai anak untuk dapat memecahkan suatu masalah,
antara lain :
1. Motivasi
Sepanjang hidupnya ada dorongan untuk memenuhi kebutuhannya.
Setiap kebutuhan dapat menimbulkan suatu masalah yang harus diselesaikan
dan diatasi.
2. Rekognisi
Merupakan kegiatan dalam mengenal masalah nya, dan dengan hal itu
ia dapat mengupayakan mencari penyelesaiannya.
3. Terdefinisi
Dalam memecahkan suatu masalah sebelumnya masalah tersebut
sudah harus didefinisikan dengan jelas. Dengan kata lain,seluruh aspek dari
permasalahan harus sudah dipahami secara akurat.
4. Hipotesis
Setelah masalah terdefinisi, maka langkah selanjutnya ialah mencari
penyelesaiannya.
Langkah- langkah pemecahan masalah bisa mudah tetapi juga bisa sulit atau
rumit tergantung pada tingkat kesulitan masalahnya. Makin tinggi tingkat
kesulitannya, makin banyak aspek-aspek pemahaman yang harus dikuasai anak untuk
menyelesaikannya. Tetapi, hal ini secara bertahap dapat mereka raih sejalan dengan
perkembangan aspek kognitifnya.
II. 5 Rasa Ingin Tahu
a. Pengertian
Rasa ingin tahu merupakan kecenderungan untuk menyukai dan mencari
rangsangan baru. Anak yang penuh rasa ingin tahu biasanya :
9
1. Bereaksi positif terhadap segala sesuatu yang baru, asing aneh atau misterius
dengan berusaha mendekati, mengeksplorasi atau memanipulasinya.
2. Menunjukan kebutuhan untuk tahu lebih banyak terhadap diri sendiri maupun
lingakungan.
3. Sengng mencari pengalaman baru .
4. Mengeksplorasi rangsangan untik tahu lebih banyak
Cara merangsang rasa ingin tahu. Segala hal dapa merangsang rasa ingin tahu
anak, termasuk dirinya sendiri. Anak-anak juga penuh rasa ingin tahu tentang orang-
orang di sekitarmya. Dan juga senang sekali mengamati setiap perubahn terjadi di
lingkungannya. Bagi anak, perubahan selalu menarik dan merangsang minat untuk
mencari tahu sebab dari perubahannya sendiri. Dan sejalan dengan bertambah luasnya
pergaulan mereka, maka bertambah pulalah rasa ingin tahu anak terhadap dunia dan
isinya.
Peringatan atau hukuman dari orang tua kepada anak adalah salah tanda
bahwa si kecil telah bertindak bereksplorasi guna memuaskan rasa ingin tahuny.
Termasuk saat anak tak henti-hentinya bertanya ini itu muncul di sekitar usia 3 tahun,
merupakan awal dari the best age. Anak sekolah tak henti-henti bertanya dan tak ada
satupun yang terlewat untuk di tanyakan. Fase bertanya ini mencapai puncaknya ketika
anak sudah masuk sekolah dan menurun sejalan dengan bertambahnya keterampilan
membaca. Karenanya setelah anak pandai membaca, ia tidak lagi banyak bertanya, tetapi
berusaha untuk memenuhi rasa ingin tahunya lewat buku-buku yang ia baca.
II.6 Masalah Rentang Perhatian
a. Pengertian
Rentang perthatian adalah lamanya waktu yang dapat dipertahankan seorang
anak untuk memusatkan perhatiannya pada sesuatu. Ganggguan dalam perhatian
disebut distrakbilitas yaitu ketika anak tanpa dapat dikontrol tertarik pada aktifitas atau
rangsangan lain. Rata-rata rentang perhatian anak;
usia 2 tahun berkisar sekitar 7 menit
usia 3 tahun bertambah hingga 9 menit
usia 4 tahun menjadi 12 menit
usia 5 tahun berkisar antara 15 menit
10
Tanda-tanda adanya gangguan perhatian dapat diketahui bila anak hanya dapat
bermain dalam beberapa menit saja, kemudian perhatiannya cepat beralih dari satu aktivitas
ke aktivitas lain. Disekolah, karena ceroboh ia sering kehilangan barang-barangnya, tidak
mampu menyelesaikan tugas, dan sering terganggu konsentrasinya oleh hal-hal kecil.
b. Penyebab
Rentang perhatian yang singkat sering kali disebabkan keterlambatan perkembangan
saraf, faktor lingkungan, dan psikis. Hal ini tampa pada anak yang cemas, tidak aman, tidak
sabar, tidak percaya diri dan terlalu tenggelam dalam lamunan. Anak yang cemas dan merasa
tidak aman sangat was-was akan tanggapan atau penilaiam lingkungan, ia merasa tidak
mampu mengatasi masalah sendiri sehingga sangat membutuhkan dukungan dari lingkungan.
Sebagaimana hiperaktif dan impulsif, rentang perhatian pendek (SAS) seringkali
disebabkan gangguan perkembangan syaraf. Proses kematangan syaraf yang lambat
dan disfungsi otak dapat mengakibatkan SAS. SAS juga dapat merupakan sifat
bawaan. Perbedaan temperamen dapat diamati sejak bayi. Ada anak yang sangat aktif,
perhatiannya mudah teralihkan dan bergerak dari satu kegiatan ke kegiatan lain.
c. Pencegahan
Mengembangkan perasaan mampu dengan memberi tugas yang sesuai dengan
perkembangan anak. Perasaan bahwa ia mampu mendorong anak untuk tidak
cepat berputus asa dalam melakukan sesuatu.
Mengajarkan dan menguatkan perhatian yang terfokus.
Perawatan ibu hamil yang memadai. Hal ini sangat penting karena gangguan
perhatian dapat disebabkan oleh kondisi bayi sejak dalam kandungan.
d. Penanganan
Menyediakan lingkungan yang “rapi” serta mengurangi hal-hal yang dapat
mengalihkan perhatian.
Memberi ganjaran setiap anak berhasil memusatkan perhatian pada tugas. Tugas
yang diberikan tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Ganjaran yang
diberikan dapat berupa mainan atau sekedar pujian senyuman bangga.
II.7 Under-Uchievement
a. Pengertian
11
Underachievement dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan atau
kegagalan untuk menampilkan tingkah laku atau prestasi sesuai dengan usia atau
bakat yang dimiliki anak atau dengan kata lain, potensi yang tidak terpenuhi
(unfulfilled potentials). Namun demikian, underachievers tidak tergolong ke dalam
satu golongan atau memiliki karakteristik yang sama. Underachievement muncul
dalam bentuk yang luas dan beragam.
b. Penyebab
Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya underachiever pada anak, yaitu :
1. Perilaku orangtua yang tidak disukai anak.
Orangtua menuntut terlalu tinggi atau perfeksionis. Anak bisa kurang motivasi
untuk menyelesaikan tugasnya sebagai cara untuk membalas dendam pada
orangtuanya, yang dirasakan terlalu otoriter, kaku, bersikap tidak adil dan sok kuasa.
Kalau orangtua terlalu menuntut kesempurnaan, anak bisa menyerah sebelum
mencoba mengerjakan tugas-tugasnya atau berpura-pura mengerjakannya. Waspadai
sikap anda, karena sikap perfeksionis tidak selalu dalam bentuk ucapan. Anak yang
peka bisa menangkap isyarat, misalnya dari ekspresi wajah orangtua yang kecewa
atau kurang puas ketika ia gagal menjadi juara kelas.
2. Orangtua terlalu meremehkan
Anak belajar dari sikap orangtua yang meremehkan atau meragukan
kemampuannya, sehingga ia pun meragukan kemampuannya sendiri untuk berprestasi
dan untuk bersikap mandiri.
3. Orangtua kurang perhatian
Orangtua yang kelewat sibuk dengan kegiatannya sendiri, sehingga tidak
sempat memperhatikan prestasi dan usaha anaknya. Hal ini akan meninggalkan kesan
12
kepada anak bahwa belajar bukanlah aktivitas yang penting. Demikian pula orangtua
yang hanya pedulu pada prestasi atau hasil tetapi tidak peduli pada proses atau usaha
pencapaian prestasi tersebut.
4. Orangtua bersikap terlalu permisif
Sebagian orangtua memilih bersikap permisif (serba membolehkan) karena
mengira dengan demikian anak akan tumbuh mandiri. Kenyataannya, anak yang
sehari-hari tidak mengenal disiplin di rumah dan disiplin dalam belajar akan
cenderung merasa tidak aman dan kurang motivasi untuk mencapai prestasi. Anak
tidak belajar mendisiplinkan diri sendiri untuk memenuhi harapan orang lain, atau
untuk mencapai target. Ia juga tidak belajar bagaimana bekerja keras dan bertahan
dalam situasi yang menekan.
5. Konflik keluarga yang serius
Suasana rumah yang terus menerus kalut akan membuat anak merasa tidak
aman. Kehilangan rasa aman ini membuat anak kehilangan minat terhadap aktivitas
sekolah dan berprestasi. Kebutuhan yang mendesak dalam dirinya adalah lari dari
situasi yang menegangkan, dan itu bisa dicapainya dengan cara melamun,
menggunakan obat-obat terlarang, atau perbuatan-perbuatan yang menyimpang
lainnya. Karena orang tua bagi anak hanya merupakan sumber ketegangan dalam
dirinya, anak juga kehilangan motivasi untuk menyenangkan hati orangtuanya.
6. Orang tua yang tidak menerima anak atau sering mengkritik
Anak yang merasa kehadirannya tidak diharapkan, terutama oleh orangtuanya
akan merasa dirinya tak berdaya, tidak mampu atau geram. Dengan prestasi buruk di
sekolah atau tidak peduli pada tugas-tugas sekolah merupakan upaya anak untuk
membalas dendam kepada orangtua. Kritik yang terlalu sering atau terlampau keras
mempunyai dampak yang serupa. Anak yang sering mendapat kritik atau cela, lama-
kelamaan merasa bahwa kehadirannya tidak diharapkan oleh orangtuanya.
7. Orang tua terlalu melindungi (overprotective)
13
Orangtua dengan berbagai alasan bersikap terlalu melindungi anak. Alasan
yang klise adalah mengkhawatirkan keselamatan anak dan menginginkan anak
mendapat yang terbaik. Orang tua yang merasa bersalah karena tidak terlalu
mengharapkan kehadiran anaknya juga dapat bersikap overprotective. Anak yang
terlalu dilindungi tidak sempat belajar bagaimana memotivasi diri sendiri bila bekerja
di bawah situasi yang menekan. Mereka tidak tumbuh matang dan tidak punya
motivasi belajar.
8. Anak merasa rendah diri
Perasaan tidak berharga akan menurunkan motivasi anak. Anak merasa tidak
berdaya berhadapan dengan lingkungannya. Ia merasa tidak berharga, tidak bisa
belajar apa-apa bahkan tidak berani menginginkan sesuatu. Ia hanya berani
menginginkan target di bawah potensi sesungguhnya yang ia miliki. Ia juga takut
ketahuan bahwa ia tidak mampu atau tak berguna. Maka ia lebih suka menarik diri
daripada menempuh risiko gagal dalam mencoba kemampuannya. Mungkin saja ia
tampil sebagai anak manis yang patuh dan cenderung pasif.Konflik nilai juga bisa
membuat anak rendah diri, misalnya anak yang kreatif, eksentrik, easygoing, alih-alih
merasa dirinya unik, bisa-bisa merasa bersalah dan tidak berguna dihadapan orang
tuanya yang rapi, konservatif dan hanya menghargai prestasi akademik. Akhirnya
anak menyalahkan dirinya sendiri lalu mencari teman di luar rumah dan mencari
kepuasan dari aktivitas yang justru tidak diharapkan orangtuanya.
C. Ciri-ciri anak underachiever
Menurut Montgomery seperti dalam jurnal Westminster Institute of Education,
seorang anak dapat dikatakan underfunctioning bila memiliki lima dari indikator yang
ada di bawah ini, yaitu:
14
1. Adanya pola yang tidak konsisten pada pencapaian dalam tugas-tugas
sekolah
2. Adanya pola yang tidak konsisten pada pencapaian pada mata pelajaran
tertentu
3. Adanya ketidakcocokan antara kemampuan dan pencapaian karena
kemampuan yang dimiliki ternyata lebih tinggi
4. Konsentrasi yang kurang
5. Suka melamun atau mengkhayal di dalam kelas
6. Terlalu banyak melawak di dalam kelas.
7. Selalu mempunyai strategi untuk menghindari pengerjaan tugas sekolah
8. Kemampuan belajar yang rendah
9. Kebiasaan belajar yang tidak baik
10. Sering menghindar dan tidak menyelesaikan tugas-tugas sekolah
11. Menolak untuk menuliskan apa pun
12. Terlalu banyak aktivitas dan gelisah atau tidak bisa diam
13. Terlalu kasar dan agresif atau terlalu submisif dan kaku dalam bergaul
14. Adanya ketidakmampuan untuk membentuk dan mempertahankan
hubungan sosial dengan teman sebaya
15. Adanya ketidakmampuan untuk menghadapi kegagalan
16. Adanya ketakutan dan menghindar dari kesuksesan
15
17. Kurang mampu untuk menggali pengetahuan yang dalam tentang diri dan
orang lain
18. Kemampuan berbahasa yang rendah
19. Terus berbicara dan selalu menghindar untuk mengerjakan sesuatu
20. Merupakan bagian dari kelompok minoritas
D. Pencegahan Dan Penanganan Underachiever
Pencegahan
Untuk mencegah anak menjadi underachiever, beberapa upaya bisa dilakukan,
yaitu:
a. Terima anak apa adanya dan beri support (dukungan)
Sejak dini, anak perlu sering-sering ditanggapi keluhannya, misalnya ketika ia
meragukan kemampuannya, anda bisa mengatakan: "Insya Allah kamu bisa".
Tekankan bahwa yang paling penting adalah berusaha semaksimal mungkin, gagal itu
merupakan hal yang bukan tidak diperbolehkan tetapi pantang untuk berputus asa.
b. Anda juga perlu bersikap konsisten
Jangan menuntut anak di luar kemampuannya. Apapun prestasi anak, orang
tua harus percaya kepada anak (bahwa ia mampu dan telah berusaha maksimal),
menghargainya (bahwa ia telah berusaha, terlepas ia berhasil atau gagal, kehadiran
anak tetap merupakan karunia bagi orangtua), dan mendengarkan apa yang disuarakan
anak. Jangan sekali-kali berkata kasar atau melecehkan.
c. Target yang realistik
Tetapkanlah target yang menurut perkiraan anda sesuai dengan anak. Jangan
terlalu berlebihan berharap anak akan cepat mengatasi masalahnya. Semua itu harus
melalui suatu proses.
16
d. Kuasai seni menuntut
Perhatikan kesiapan anak untuk mengerjakan tugas baru, sehingga
dimungkinkan mereka dapat berprestasi optimal. Tugas yang terlalu mudah tidak akan
menantang anak untuk menunjukkan kemampuannya. Sebaliknya kegagalan yang
terus menerus (karena target terlalu tinggi) akan membunuh motivasi anak untuk
berprestasi. Menetapkan target yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah
merupakan seni tersendiri.
e. Belajar menunda kepuasan jangka pendek
Setelah anak berusia 5 tahun, ia mulai bisa mengenal target jangka panjang
dan jangka pendek serta mengenal kepuasan jangka panjang dan jangka pendek. Ajari
dan dorong anak untuk menunda kepuasan jangka pendeknya demi mendapatkan
kepuasan jangka panjang atau kepuasan yang lebih besar. Misalnya, "Yuk, kita
menghapal Al-Qur’an ayat demi ayat, lalu surat demi surat, kalo sudah hapal beberapa
surat pendek sholatmu bisa lebih khusyu’."
f. Ajari dan beri contoh untuk belajar aktif memecahkan masalah
Ajari anak bahwa rasa ingin tahu itu menggairahkan, mengajukan pertanyaan
dan mencari jawabannya itu mengasyikkan, sehingga belajar itu kegiatan yang
menyenangkan. Lontarkan saja pertanyaan pada diri sendiri, dan biarkan anak ikut
mendengarkan dan terangsang rasa ingin tahunya, mengapa dan bagaimana cara kerja
sesuatu (yoyo yang sedang dimainkan anak, juicer di dapur, hujan turun dari langit
dsb). Biasakan secara bersama mencari jawaban dari buku. Jadi secara tidak langsung
anak mendapatkan bekal bagaimana caranya belajar aktif dan menyenangi kegiatan
belajar. Motivasi belajar akan bangkit dan terpelihara dalam dirinya karena anak
merasakan sendiri manfaatnya.
g. Beri ‘reward atau imbalan’ bila anak menunjukkan prestasi besar
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa prestasi akademik dan kepribadian
yang positif (misalnya konsep diri yang positif, merasa berfungsi secara efektif)
17
terkait erat dengan kondisi rumah. Anak yang selalu dihargai karena prestasinya
umumnya akan lebih termotivasi untuk berprestasi. Anak underachever biasanya
kurang memiliki tanggungjawab atas dirinya sendiri, termasuk prestasinya. Sistem
imbalan akan membantu membangkitkan rasa tanggung jawab ini. Tugas orangtua
adalah menemukan imbalan apa yang efektif bagi anak. Ada yang senang dengan
pujian tetapi ada yang pada awalnya memerlukan imbalan yang lebih konkret,
misalnya tambahan pensil baru, meja belajar baru atau sekedar ciuman di pipi.
PenangananApabila anak sudah terlanjur underachiever, ada dua hal yang perlu dilakukan,
yaitu:1. Pertama,
Gunakan sistem imbalan yang efektif. Efektifitas ini tergantung akurasi informasi prestasi anak di kelas. Karena itu orang tua harus sesering mungkin berkonsultasi dengan guru.
2. Kedua,Ajari anak strategi untuk membangkitkan motivasi. Selain
imbalan yang diterimanya, ajari anak untuk mencari imbalan kepada dirinya sendiri. Misalnya setelah mengerjakan PR ia boleh main komputer atau naik sepeda.
Mengingat gangguan underachiever ini akan sangat mempengaruhi
perkembangan anak, sebaiknya kita sesegera mungkin mengatasinya. Mencegah itu
lebih baik daripada mengobati. Karena itu, kenalilah putera-puteri kita sebaik
mungkin dan bergaul lah sedekat mungkin. Bukan tidak mungkin, karena didera
kesibukan, tahu-tahu kita telah mendapatkan mereka sudah beranjak dewasa dan kita
menyesal karena kehilangan masa-masa emas bersama mereka. Menyesal kemudian
tentu tidak berguna.Model trifokal yang diajukan Rimm (dalam Joan, 2004) adalah
salah satu pendekatan yang paling komprehensif untuk mengatasi siswa yang
underachiever. Model ini melibatkan individu sendiri, lingkungan rumah dan sekolah.
Masing-masing pihak yang terlibat tersebut diikutsertakan dalam program trifokal ini,
sehingga setiap orang yang diperkirakan berkontribusi terhadap masalah
underachiever dapat menyelesaikan masalah anak dengan leih komprehensif (dalam
Bakers, Bridger & Evans, 1998). Agar dapat mengatasi siswa underachiever dengan
tepat, maka diperlukan intervensi yang berbeda pada setiap kasus karena menurut
18
Hansford (dalam Joan, 2004) underachievement sangat spesifik pada individu masing-
masing.
II.8 Disfungsi Otak Minimal (DOM)
a. Pengertian
Yaitu ganggaun belajar yang hanya meliputi segi tertentu dari perkembangan,
yang disebabkan adanya kelainan aatau hambatan perkembangan pada bagian tertentu
pada otak. Gangguan ini muncul dalam berbagai gejala, yang umumnya menimbulkan
masalah kesulitan belajar pada anak. Namun karena biasanya gejala-gejala itu tidak
nyata nyata (minimal). Maka sulit untuk di deteksi, aneka ragam gejala dapat
dikelompokan, antara lain :
Tidak terampil (clumsiness),
Kesulitan belajar khusus, berupa kesulitan bahasa (disfasia), menulis
(disgrafia), membaca (disleksia) dan menghitung (diskalkulia),
Gejala perilaku anti-sosial, seperti tidak bisa bergaul dan memberontak
terhadap lingkungan.
Gejala hiperaktifitas,
Kesulitan dalam memusatkan perhatian,
Gejala emosional, seperti depresi, cita diri yang buruk.
Makin banyak gejala yang terdapat dalam anak makin berat
keaadaannya.Kesulitan belajar pada DMO sama sekali bukan disebabkan oleh faktor
potensi intelegensi yang rendah. Tidak jarang kasus ini menimpa anak-anak dengan
taraf intelegensi tinggi. Penyimpangan fungsi otak dapat disebabkan oleh faktor
genetik. Kelainan perkembangan otak pada masa prenatal, proses kelahiran, serta
adanya penyakit atau cedera yang terjadi pada tahun-tahun kritis perkembangan
sistem saraf pusat. Karena penyimpangan ini dapat terjadi selama masa kehamilan ,
kelahiran serta tahun-tahun pertama kehidupan. Maka untuk mendeteksi adanya
DMO, riwayat anak sejak dalam kandungan perlu diketahui.
b. Penyebab
19
- Kelainan genetik.
- Kelainan metabolik.
- Gangguan otak (brain insult) pada masa prenatal dan perinatal.
- Penyakit dan trauma dari susunan saraf pusat terutama pada masa krisis dari
perkembangan dan maturasi dari susunan saraf pusat.
c. Penanganan
1. hiperaktivitas yang berdasarkan fisiologik dapat diberikan psikostimulan seperti
golongan amfetamin, efedrin dan sebagainya. Penggunaan dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan kemunduran psikik. Pada hiperaktivitas karena keadaan cemas dapat diberikan
anxiolitik. Pemberian obat-obat ini tidak tanpa gejala samping, hingga dianjurkan pemberian
dalam jangka waktu pendek dan dosis yang tepat. Obat golongan cerebro-metabolic-
vasodilators dapat diberikan untuk stimulasi metabolisme otak.
2. Remedial teaching programme Program pendidikan khusus yang diberikan di sekolah
dapat memperbaiki penampilan anak.
3. Untuk membantu anak-anak dengan kesulitan belajar secara menyeluruh, para profesional
perlu mengikut-sertakan orang tua dalam program pendidikan. Orang tua diberi keterangan
mengenai kelemahan dan kemampuan dari anaknya, serta bagaimana cara menanganinya
guna memperoleh keberhasilan secara maksimal dan mengurangi kegagalan se-minimal
mungkin.
20