64
BAB IV
MAKNA MEMORI KOLEKTIF IKAN FOTI
Ada banyak definisi tentang makna. Makna adalah balasan terhadap pesan. Suatu pesan
terdiri dari tanda-tanda dan simbol-simbol yang sebenarnya tidak mengandung makna. Makna
baru akan timbul, ketika ada seseorang yang menafsirkan tanda dan simbol yang bersangkutan
dan berusaha memahami artinya.1 Model prosesi makna Wendell Johnson yang dikutip oleh
Sobur menawarkan sejumlah implikasi bagi komunikasi antar manusia yaitu makna ada dalam
diri manusia, makna berubah, makna membutuhkan acuan, penyingkatan berlebihan akan
mengubah makna, makna tidak terbatas jumlahnya dan makna dikomunikasikan hanya
sebagian.2
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna mengandung tiga hal yaitu, (1) arti, (2)
maksud pembicara atau penulis, dan (3) pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan.3
Menurut Ogden dan Richards yang dikutip oleh Sudaryat, makna adalah hubungan antara lambang
(simbol) dan acuan atau referen. Hubungan antara lambang dan acuan bersifat tidak langsung
sedangkan hubungan antara lambang dengan referensi dan referensi dengan acuan bersifat langsung.4
Ogden dan Richard juga mendefinisikan tentang makna yaitu suatu sifat yang intrinsik, hubungan
dengan benda-benda lain yang unik dan sukar dianalisis, kata lain tentang suatu kata yang terdapat di
dalam kamus, konotasi kata, suatu esensi, suatu aktivitas yang diproyeksikan ke dalam suatu objek,
tempat sesuatu di dalam suatu sistem, konsekuensi praktis dari suatu benda dalam pengalaman kita
mendatang, konsekuensi teoretis yang terkandung dalam sebuah pernyataan, emosi yang ditimbulkan
oleh sesuatu, sesuatu yang secara aktual dihubungkan dengan suatu lambang oleh hubungan yang
telah dipilih, efek-efek yang membantu ingatan jika mendapat stimulus asosiasi-asosiasi yang
1 Alex Sobur, Filsafat Komunikasi, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,2013), 258.
2 Sobur, Filsafat Komunikasi, 258.
3 KBBI online
4 Yayat Sudaryat, Makna dalam wacana,(Bandung: CV YRAMA WIDYA 2009), 13.
65
diperoleh,beberapa kejadian lain yang membantu ingatan terhadap kejadian yang pantas, suatu
lambang seperti yang kita tafsirkan, sesuatu yang kita sarankan, dalam hubungannya dengan
lambang penggunaan lambang yang secara aktual dirujuk, penggunaan lambang yang dapat merujuk
terhadap apa yang dimaksud, kepercayaan menggunakan lambang sesuai dengan yang kita
maksudkan, tafsiran lambang (hubungan-hubungan, percaya tentang apa yang diacu dan percaya
kepada pembicara tentang apa yang dimaksudkannya).5 Inti dari apa yang diungkapkan atau
diuraiakan oleh Oden dan Richard, makna adalah hubungan antara kata dan benda yang bersifat
instrinsik yang berada dalam suatu sistem dan diproyeksikan dalam bentuk lambang.
Oleh karena itu, dalam penulisan pada bab IV ini makna dalam konteks fungsional. Seperti
yang sudah didefinisikan oleh Ogden dan Richard di atas bahwa makna itu berkaitan dengan apa
yang dipercayai dan melalui pengalaman-pengalaman. Maka daripada itu, makna dalam konteks
fungsional ini berupaya untuk menjelaskan tentang fungsi-fungsi yang terdapat dalam bab ini.
Fungsional adalah salah satu prespektif di dalam ilmu sosiologi yang memandang masyarakat
sebagai suatu sistem yang terdiri atas bagian-bagian yang saling terkait antara yang satu dengan
lainnya. Bagian yang satu tidak akan berfungsi tanpa ada hubungan dan keterikatan dengan
bagian lainnya, dalam bagian itu pastilah terdapat sebuah makna dalam fungsi. 6
Berdasarkan latar belakang pada bab sebelumnya, teori mengenai memori kolektif dan
perilaku sosial masyarakat Amarasi Barat dan hasil penelitian, maka pada bab ini penulis akan
menjelaskan secara mendetail: pertama; masyarakat Amarasi Barat menceritakan dirinya melalui
memori kolektif Ikan Foti, kedua; Ikan Foti sebagai fungsi ekologi, ketiga; Ikan Foti sebagai
kosmos keramat Masyarakat Amarasi Barat.
5 Sudaryat, Makna dalam wacana,14.
6 Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), 24.
66
4.1 Masyarakat Amarasi Barat Menceritakan Dirinya Melalui Memori Kolektif Ikan Foti
Dengan membuat konsep Ikan Foti sebagai identitas masyarakat Amarasi Barat, itu berarti
ada upaya yang dilakukan untuk menciptakan memori kolektif bagi masyarakat Amarasi Barat
untuk mengingat akan adanya peristiwa yang terjadi pada masa lampau dalam perebutan dan
pertempuran dalam kawasan tersebut. Menurut Abidin, konsep yang diangkat dalam sejarah ini
menunjukkan suatu wacana memori yang berasal dari ambisi untuk membangkitkan kekuatan
dengan cara memaparkan kisah dari situasi masa lalu. Semangat yang ditampilkan melalui cerita-
cerita adalah semangat untuk menunjukkan Ikan Foti sebagai identitas diri masyarakat tersebut.
Dari inilah masyarakat Amarasi Barat menceritakannya melalui beberapa hal yaitu :
4.1.1 Masyarakat Amarasi Barat Menunjukkan Identitas Dirinya Melalui Simbol
Konsepsi bahwa manusia adalah mahluk yang mampu melakukan pemaknaan, mampu
memberikan, „menempelkan‟ makna pada segala sesuatu dalam kehidupannya, dan
menggunakan tanda serta simbol yang merupakan wahana komunikasi, wahana untuk
menyampaikan pemaknaan-pemaknaan tersebut, serta komunikasi adalah dasar bagi
terbentuknya masyarakat dan kebudayaan dalam kehidupan manusia, maka kebudayaan pada
dasarnya adalah keseluruhan tanda dan simbol yang digunakan oleh manusia dalam hidupnya
untuk mempertahankan keberadaannya sebagai makhluk hidup, yang diperolehnya dalam
kehidupannya sebagai warga suatu masyarakat atau komunitas.7
Kumpulan individu ini bisa mempunyai simbol-simbol atau tanda-tanda, baik secara
fisik, material, perilaku atau kebahasaan, yang membedakan mereka dengan kumpulan
individu yang lain. Simbol atau tanda-tanda seperti inilah yang biasa disebut sebagai
7 Peter Burke, sejarah dan teori sosial, (Jakarta: Pustaka Obor Indonesia, 2015), 178.
67
“identitas” (jatidiri, identity).8 Pada kumpulan individu yang tidak begitu besar, identitas ini
tidak mudah terlihat, tetapi pada kumpulan individu yang besar, identitas ini seringkali segera
terlihat. Misalnya suatu komunitas atau kelompok sosial yang memiliki ciri-ciri fisik tertentu,
atau menunjukkan perilaku tertentu, atau menggunakan jenis bahasa atau dialek bahasa
tertentu, dengan segera dapat dikenali sebagai suatu komunitas atau kelompok yang berbeda
dengan yang lain. Dalam masyarakat Amarasi Barat, orang dapat segera mengenali bahwa
mereka yang orang Amarasi melalui logat atau bahasa yang diucapkan, dan perilaku tertentu.
Di situlah orang Amarasi menunjukkan identitasnya.
Simbol-simbol atau tanda-tanda tertentu yang menjadi ”jatidiri” itu ada yang dipilih
dengan sangat sadar, ada pula yang tidak. Ada yang memilih dengan seksama, entah itu
berupa sesuatu yang material,misalnya pakaian, makanan, peralatan berupa pola-pola
perilaku, misalnya menghormati, menyapa, atau berupa bahasa; ada pula yang memilihnya
tidak dengan sangat seksama. Seperti halnya dalam masyarakat Amarasi yang selalu
menunjukkan jati dirinya melalui banyak cara. Salah satunya yang dikatakan bapak Marthen
Amnifu bahwa “salah satu identitas orang Amarasi itu bisa dilihat dari kawasan Ikan Foti,
karena kawasan itu seringkali dilewati oleh orang-orang dari luar Amarasi untuk pergi
memakan daging se,i di Baun”. Ada banyak unsur yang biasa membentuk jatidiri suatu
masyarakat yaitu melalui kearifan-kearifan lokal yang dimiliki oleh mereka. Manakala
kearifan-kearifan lokal ini kemudian dianggap penting, bagus dan berharga oleh suatu
sukubangsa, maka kearifan lokal ini dapat diangkat dan diakui sebagai kearifan sukubangsa.
Selanjutnya, ketika kearifan sukubangsa ini dipandang penting, bagus dan berharga oleh
bangsa, maka kearifan sukubangsa ini kemudian dapat diangkat dan diakui sebagai kearifan
bangsa. Proses pengangkatan dan pengakuan dari tingkat lokal, sukubangsa ke tingkat bangsa
8Linda Thomas & Shan Wareing, Bahasa Masyarakat dan Kekuasaan (Yogyakarta: Pustaka Belajar 2007), 236.
68
ini bisa berjalan secara formal maupun informal. Demikian pula pengakuannya. Itu juga
nampak dalam masyarakat Amarasi Barat melalui kain tenunan yang dibuat oleh kelompok-
kelompok dari tiap-tiap desa. Kain tenunan Amarasi cukup terkenal dengan bermacam-
macam motif dan warna merah. Melalui kain tenuna inilah menunjukkan akan simbol dan
identitas masyarakat Amarasi.
Identitas sebuah masyarakat sangat terlihat ketika adanya simbol-simbol yang
dikonsepkan. Dalam hal ini, identitas masyarakat Amarasi Barat bisa terlihat melalui cara
bertutur kata dan suka menari. Pemahaman tentang Ikan Foti mempunyai hubungan dengan
simbol-simbol tersebut. Ikan Foti dalam penelitian dijelaskan bahwa „ikan yang sedang
menari-nari‟ di sini menunjukkan bahwa masyarakat Amarasi mempunyai sifat yang suka
menari dalam pesta-pesta atau masyarakat Amarasi mau membuat legitimasi untuk
masyarakat Amarasi yang suka berpesta dan menari.
4.1.2 Masyarakat Amarasi Percaya Akan Mitos dan Mistis
Kepercayaan adalah sesuatu yang datang dari apa yang telah dilihat atau apa yang telah
diketahui. Berdasarkan apa yang telah dilihat itu kemudian dibentuk suatu ide atau gagasan
mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek.9 Itu juga yang terjadi dalam masyarakat
Amarasi yang mempercayai tentang mitos dan mistis yang berkembang dalam masyarakat
dan terus diceritakan kembali oleh para leluhur dan tokoh adat sampai saat ini. Mitos juga
hadir dalam masyarakat Amarasi Barat, mengenai asal usul Ikan Foti. Hal ini terlihat dalam
cerita-cerita mengenai mitos yang diceritakan oleh salah satu nara sumber yang bisa dilihat
pada bab 3 halaman 59.
Ada banyak bentuk-bentuk kepercayaan dalam masyarakat Amarasi terkait dengan
kawasan tersebut. Salah satu bentuk kepercayaan masyarakat adalah ketika melewati
9 Saifuddin Azwar, Sikap manusia: teori pengukurannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2010), 25.
69
kawasan Ikan Foti pada jam-jam tertentu harus berhenti sejenak untuk membakar rokok.
Artinya bahwa kepercayaan yang dimiliki oleh masyrakat Amarasi ini dengan sendirinya
membentuk kawasan ini sebagai sesuatu yang dikeramati, sehingga tanpa disadari pun
masyarakat tersebut sudah membuat ritual bukan dengan cara resmi tetapi dengan ritual yang
biasa seperti berhenti sejenak dan membakar rokok. Hal ini juga bisa terlihat dalam
pandangannya Emile Durkheim bahwa, kepercayaan akan mitos dan mistis itu dikenal
sebagai fakta sosial oleh karena alasan penyelenggaraan upacara-upacara, ritus-ritus ataupun
mitos terkait dengan pengkeramatan tersebut memang telah dilaksanakan oleh para leluhur
demikian. Oleh karena itu, secara turun temurun masyarakat melaksanakan seperti apa
adanya bukan dengan cara yang lain. Jadi mereka menyelengarakannya demikian untuk
memelihara hubungan dengan masa lalu dan melestarikan identitas moral kelompok yang
dimiliki bersama.10
Dengan adanya mitos dan mistis yang diceritakan secara turun temurun ini sebenarnya
mau menunjukkan, menguaknya tabir misteri yang terbukti dari penggalang mitos
masyarakat Amarasi Barat. Seperti dalam pemahaman Van Peursen yang mengatakan bahwa
mitos itu harus diceritakan kembali kalau memang mau mitos itu terus hidup dalam
masyarakat dan hal itu harus di dasarkan pada kepercayaan tentang mitos-mitos.11
Betul yang
dikatakan Van Peursen bahwa mitos itu akan terus hidup bila diceritakan kembali seperti
halnya masyrakat Amarasi Barat yang masih terus mengingat dan mempercayai mitos
kawasan Ikan Foti melalui cerita-cerita yang diceritakan turun temurun oleh orang tua.
Bukan hanya mitos saja yang ada dalam masyarakat Amarasi, tetapi ada hal-hal mistis
yang dialami. Menurut Van Peursen, mistis yaitu sikap manusia yang merasakan dirinya
10
Emille Durkheim, The Elementary Forms, 532-533. 11
Bandingkan Van Peursen, Strategi Kebudayaan, pada bab 2 hal. 23.
70
terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya, yaitu kekuasaan dewa-dewa alam raya
atau kekuasaan kesuburan, seperti dipentaskan dalam mitologi-mitologi yang dinamakan
bangsa-bangsa primitif. Akan tetapi berbagai bentuk mitologi inipun dalam dunia modern
masih dapat dilihat.12
Dalam hal ini juga mistis mempunyai kaitan dengan mitos. Masyarakat
Amarasi Barat juga mempunyai memori kolektif tentang hal-hal mistis yang terjadi di
kawasan Ikan Foti. Seperti yang dialami salah satu nara sumber menceritakan dalam bab 3
halaman 62. Hal-hal mistis yang dialami oleh masyrakat Amarasi Barat ini menunjukkan
bahwa ada lintasan supranatural yang dipercayai dan alamlah yang membentuk manusia
tradisonal. Nah, oleh karena itulah terjadi sebuah pengkeramatan terhadap kawasan tersebut.
Melalui mitos dan mistis Ikan Foti inilah masyarakat Amarasi Barat memahami tentang
nilai-nilai dalam masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Nilai-nilai tersebut
kemudian membentuk identitas bagi masyarakat Amarasi Barat. Oleh sebab itu, penulis
melihat mitos dan mistis menjadi kekuatan bagi masyarakat Amarasi Barat dalam
mempertahankan eksistensi tradisi dan kebudayaan yang mereka miliki.
Dalam hal ini juga, cerita-cerita mitos dan mistis Ikan Foti ini menunjukkan bahwa
identitas diri masyarakat Amarasi Barat bisa terlihat melalui kawasan Ikan Foti dan itu
merupakan suatu ingatan yang tak pernah terlupakan setiap kali melewati kawasan tersebut.
Hal inilah yang ditunjukkan oleh masyarakat dengan menjaga dan melindungi kawasan
tersebut.
4.1.3 Masyarakat Amarasi Barat Membutuhkan Sesamanya
Manusia pada umumnya adalah makhluk sosial yang tidak bisa terlepas dan melepaskan
diri dari pihak lain, artinya bahwa dalam menjalani kehidupan sehari-hari, manusia selalu
membutuhkan sesamanya. Membutuhkan artinya sesuatu yang diperlukan atau diharapkan
12Bandingkan C.A.Van Peursen, Startegi Kebudayaan, pada bab 2 hal. 22.
71
dan itu harus terealisasi. Sedangkan ungkapan sesama merupakan sebuah pengakuan yang
datang dari seseorang kepada orang lain sebagai bentuk kesadaran bahwa manusia itu setara.
Seperti halnya masyarakat Amarasi Barat, mempunyai konsep tentang membutuhkan sesama
dalam melangsungkan hidupnya, karena masyarakat Amarasi Barat berpendapat bahwa
semua manusia itu setara dan harus hidup dalam saling tolong menolong. Sesama yang
dimaksudkan oleh masyarakat Amarasi Barat adalah semua makhluk hidup baik itu manusia,
tumbuhan maupun binatang, karena dalam siklus hidup ini manusia, tumbuhan dan binatang
saling membutuhkan.
Maurice Halbwachs berpendapat, bahwa untuk mengetahui apa yang dibutuhkan suatu
kelompok masyarakat untuk bertahan, harus dimulai dengan mengembangkan representasi
akan kelompok masyarakat tersebut dengan jelas.13
Hal ini sangat terlihat dalam masyarakat
Amarasi Barat yang mempunyai budaya bersama atau gotong royong dalam melakukan
sebuah pekerjaan untuk mendapat hasil yang memuaskan. Ada hal yang membedakan budaya
gotong royong dari masyarakat Amarasi Barat dengan masyarakat pada umumnya dari
kalimat segala sesuatu yang didorong atas dasar dorong hati (nek messe) atau keinginan dari
hati, bukan hanya sekedar berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat atau tidak sekedar
berpartisipasi untuk mendapatkan balas jasa. Seperti yang diungkapkan oleh Isak Amnifu
sebagai kepala desa dalam bab 3 halaman 47. Budaya gotong royong yang dilakukan
masyarakat Amarasi Barat ini bukan hanya terjadi pada desanya tetapi sampai desa-desa
tetangga dilakukan budaya gotong royong ini, karena masyarakat sangat menjunjung tinggi
sikap saling tolong menolong.
Dalam penelitian penulis, dijumpai bahwa masyarakat Amarasi Barat mempunyai relasi
yang cukup luas sampai pada pulau Jawa khususnya di Kraton Solo. Ternyata dalam masa
13
Bandingkan Maurice Halbwachs, On Collective Memory, pada bab 2 hal.16.
72
lampu terdapat sebuah barang pusaka yang terdapat di Kraton Solo. Barang pusaka itu
mengingatkan tentang peristiwa pada masa lampau yang terjadi dalam peperangan. Oleh
karena itu, dari hasil penelitian salah satu nara sumber dalam bab 3 halaman 62 ini
menunjukkan bahwa masyarakat Amarasi Barat sangat berterima kasih pada Kesultan Solo,
karena merekalah yang menyimpan pusakan dari kerajaan Amarasi Barat. Dari hal ini,
sebenarnya menunjukkan hubungan relasi yang dibangun atas dasar saling tolong menolong
antar sesama. Oleh karena itu, masyarakat Amarasi Barat sangat menjaga pusaka itu dengan
baik dan akhirnya masyarakat Amarasi Barat mempunyai relasi sampai pada pulau Jawa. Hal
inilah yang dinamakan memori kolektif suatu bangsa tidak luput dari trauma kolektif.
Memori akan masa perebutan kekuasaan kawasan itu tidak hanya diartikulasikan sebagai
masa penjajahan dan penderitaan saja, namun merupakan masa lalu yang manis untuk
dikenang. Inilah salah satu cara masyarakat mengingat dengan mengumpulkan cerita-cerita
Ikan Foti mengenai mistis dan mitosnya, masyarakat Amarasi Barat telah merangkul masa-
masa itu sebagai bagian dari dirinya di masa lalu. Dari penjelasan diatas ternyata memang
benar, bahwa memori akan masa tersebut akan bersinggungan dengan keseharian pada masa
itu menjadi sebuah ingat ketika melewati kawasan tersebut. Artinya bahwa dalam ingat akan
sejarah masa lalu itu tetap terpelihara ketika masyarakat melewati kawasan tersebut.
Memori kolektif merupakan masa lalu yang secara aktif membentuk identitas kita,
identitas itu terbentuk karena adanya sikap saling membutuhkan dalam berbagi segi, seperti
dalam masyarakat Amarasi yang tetap mempertahan identitasnya melalui budaya gotong
royong. Dengan demikian, penulis melihat bahwa masyarakat Amarasi Barat mempunyai
budaya gotong royong yang tidak hanya berlaku dalam kehidupan masyarakat antar
sekampung, namun juga dalam partisipasi pemerintah yang diprogramkan oleh pemerintahan
73
(antar kampung). Inilah bukti bahwa sikap saling membutuhkan, saling menolong dan saling
menjaga itu sangat penting dalam suatu masyarakat.
4.2 Ikan Foti Sebagai Representasi Dari Kekuasaan
Unit komunikasi bahasa tidak hanya didukung oleh kalimat, tetapi juga produksi kalimat
yang menunjukkan tindakan dan bahasa. Menurut Austin bahwa, semua komunikasi bahasa
melibatkan tindakan dan tutur kata, dan produksi kalimat yang berada pada kondisi-kondisi
tertentu merupakan tindakan dan bahasa yang unik.14
Demikian pula halnya dengan kekuasaan
dalam pelbagai wacana direpresentasikan menggunakan tindakan dan bahasa yang unik dan
kontekstual. Hal ini juga yang jelaskan oleh teori kekuasaan Foucault yang menunjuk pada
dominasi kekuasaan, namun tidak bersifat memaksa karena dilakukan melalui cara-cara
intelektual kultural dan politis.
Hasil penelitian yang dilakukan penulis mengungkap fakta bahwa bentuk kekuasaan
raja-raja Amarasi Barat diwujudkan melalui cerita-cerita, cerita yang dimaksudkan disini adalah
cerita tentang mitos Ikan Foti. Kekuasaan dalam bercerita merupakan sesuatu hal yang dapat
mempengaruhi dominasi kekuasaan yang dilakukan oleh raja, mencakup seluruh lapisan
masyarakat Amarasi Barat dan sekitarnya, wilayah alam, bahkan adat istiadat yang berkembang
di dalamnya. Cara-cara tersebut dilihat dengan patuhnya hampir sebagian masyarakat Amarasi
Barat kepada dominasi kekuataan yang menyokong legitimasi kawasan Ikan Foti, yakni
keberadaan Ikan Foti dalam cerita-cerita di masyarakat Amarasi Barat.
Penggunaan kekuasaan dalam kawasan Ikan Foti direpresentasikan dengan strategi yang
berhubungan dengan konteks. Ada pun bentuk-bentuk representasi kekuasaan itu berupa topik
yang disampaikan dan bahasa yang digunakan terkait dengan strategi penggunaan kekuasaan.
Dalam konteks ini juga terdapat fungsi yang berkaitan dengan pencapaian tujuan-tujuan (tujuan
14 L.J. Austin, How to Do Thing with Words,(Cambridge: Harvard University Press, 1978), 16.
74
kelompok, atau pribadi), mencegah sikap dan perilaku tertentu, atau memberikan pengukuran
terhadap tujuan yang ditargetkan. Karena itu, cerita-cerita mengenai Ikan Foti secara tidak
langsung membantu menyampaikan tema kepemimpinan dan kekuasaan seorang Raja yang
pernah berperang dalam pengambilan kawasan tersebut.
Menurut Faoucault asal mula sebuah kekuasaan adalah pengetahuan. Baginya suatu
pengetahuan yang berkembang merupakan suatu masa ke masa bukan suatu perkembangan yang
evolutif, melainkan sebagai pergeseran dari satu bentuk pengetahuan ke bentuk pengetahuan lain
yang otoritatif pada masa tertentu sebagai sebuah rezim wacana. Hal ini terlihat dari dalam
masyarakat Amarasi Barat, bahwa sebuah bahasa dapat membuat seseorang berkuasa atas
rakyatnya melalui cerita-cerita yang disampaikan kepada masyarakat. Cerita yang disampaikan
adalah sebuah memori kolektif bersama oleh masyarakat Amarasi Barat yang diceritakan terus-
menerus kepada generasi selanjutnya.
Perilaku penggunaan kekuasaan dalam berbagai konteks melalui proses komunikasi,
menggunakan bahasa sebagai sarana utama dan di dalamnya terdapat komponen tutur kata yang
sangat besar peranannya. Representasi kekuasaan mensyaratkan adanya tautan dengan konteks
terjadinya perilaku itu. Teori kekuasaan Derida digunakan sebagai dasar teori yang menjadi
acuan penelitian ini untuk menganalisis kekuasan yang terdapat dalam masyarakat. Kekuasaan
yang digunakan dalam mitos Ikan Foti merupakan memori kolektif Ikan Foti yang
mengungkapkan tentang kepercayaan terhadap mitos dan mistis pada masyarakat Amarasi Barat.
Sebagai cerita yang menampilkan tema mayor yaitu kepercayaan masyarakat Amarasi Barat
terhadap eksistensi keberadaan Ikan Foti, maka penulis sangat terpengaruh dalam membuktikan
kebenaran dari kepercayaan masyarakat tersebut, oleh karena penulis pernah memiliki
pengalaman mistis ketika melewati kawasan tersebut. Pengalaman mistis tersebut terjadi ketika
75
penulis dan keluarga hendak pulang ke kota Kupang setelah melayat dari Riumata dan membawa
daging yang belum diolah, saat tiba di kawasan Ikan Foti tiba-tiba mobil yang ditumpangi
mogok tanpa sebabnya, akhirnya ayah penulis mengatakan untuk membuang daging yang di
bawa. Segera setelah daging itu dibuang mobilpun kembali berfungsi. Pengalaman mistis yang
penulis alami bukan satu-satunya yang pernah terjadi di kawasan tersebut, tetapi juga terlihat
dalam cerita-cerita yang disampaikan masyakarakat yang pernah mengalami hal-hal gaib
mengenai kebenaran mistis dan mitos yang berkembang di msasyarakat.
Cerita Ikan Foti merupakan cerita yang tidak asing di telinga masyarakat Amarasi Barat.
Ikan Foti ini dianggap memiliki kuasa atas alam semesta yang merupakan pemimpin yang tidak
diketahui asal-usulnya secara jelas, karena terdapat berbagai versi mengenai munculnya Ikan
Foti. Seperti yang diceritakan salah satu nara sumber Agus Tinenti dalam bab 3 halaman 60.
Cerita yang disampaikan Agus menjelaskan bahwa seorang raja menunjukkan „kekuasaannya‟
terhadap masyarakat Amarasi Barat. Raja tersebut mempunyai tempat khusus di masyarakat. Ia
merupakan raja yang diyakini dapat menjelma menjadi manusia di alam nyata dan menjadi
pemimpin di alam gaib. Segala hal yang berhubungan dengan Ikan Foti menjadi hal yang
keramat dan itulah yang menjadikan Ikan Foti sebagai kawasan yang dijaga dan dilindungi.
Dampak dari kepercayaan adanya mitos Ikan Foti, juga dapat dilihat dari cara pandang
masyarakat terhadap raja-raja Amarasi. Adanya kekuasaan tersebut memperkuat posisi raja di
masyarakat. Raja dianggap sebagai manusia setengah dewa karena dapat berhubungan dengan
penguasa alam semesta, sehingga tak seorang pun yang berani melanggar perintah Raja.
Berdasarkan pada penelitian bab 3 halaman 51-55, terlihat jelas bahwa untuk memperkuat
posisinya itu raja menempatkan orang-orang yang dipercaya untuk menjadi juru kunci pada
76
kekuatan kosmis yang menjadi penyokong pemerintahannya di Amarasi. Kekuatan kosmis
tersebut mempunyai masing-masing pemimpin.
Raja sebagai pelaku dominan dalam kekuasaan mempunyai sistem kekuasaan yang otoriter
sehingga raja merupakan sumber kedaulatan rakyat yang utama menurut pemikiran masyarakat
Amarasi. Jika raja telah menanamkan ideologi tradisional, secara turun-temurun maka rakyat
akan patuh dalam kuasa raja dan ideologi tersebut. Dominasi raja yang bersifat mutlak membuat
kepercayaan Raja terhadap cerita-cerita Ikan Foti akhirnya diikuti oleh rakyatnya. Cerita-cerita
Ikan Foti tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi raja yang bertahta. Demikian pula dengan
masalah kepercayaan, sebagai pusat kekuasaan yang sinkretis, kekuasaan dalam cerita-cerita
Ikan Foti membuat raja harus memusatkan perhatian pada rakyatnya dengan mengirimkan
orang-orang kepercayaannya untuk menjadi juru kunci. Sinkretisme merupakan percampuran
antara dua tradisi atau lebih, dan terjadi lantaran masyarakat mengadopsi suatu kepercayan baru
dan berusaha untuk tidak terjadi benturan dengan gagasan dan praktek budaya lama. Terjadinya
percampuran tersebut biasanya melibatkan sejumlah perubahan pada unsur-unsur budaya atau
tradisi yang diikutsertakan. Dalam hal ini, sinkretisme dipahami sebagai percampuran antara
unsur-unsur budaya yang menyatu yaitu animisme (kepercayaan kepada roh-roh nenek moyang).
Dalam suatu masyarakat agraris-pedesaan (pedalaman) dengan ikatan tradisi sinkretis yang
kuat, dipengaruhi oleh aspek-aspek tradisi masyarakat lokal yang amat kental, akan membentuk
ikatan kultural kuat dan terbentuknya integrasi sosio-budaya yang kuat. Kuatnya „tembok‟ tradisi
masyarakat sering menyulitkan kekuasaan untuk menembus wilayah tradisi masyarakat yang
sinkretis. Oleh karena itu dalam rangka menjebol kekuasaan sinkretis, raja melakukan
tindakannya melalui cerita-cerita yang digunakan dalam bahasa setempat. Masyarakat Amarasi
Barat tunduk kepada raja dengan kekuasaan yang terikat melalui cerita-cerita Ikan Foti. Cerita-
77
cerita yang disampaikan raja itu diartikan oleh masyarakat sebagai sesuatu yang dipercaya
mempunyai fungsi dipersatukan dalam lindungan raja yang merupakan sebuah berkah yang luar
biasa.
Hal ini didasarkan pada kepercayaan legitimasi kekuasaan raja pada masyarakat yang masih
tetap eksis karena didukung kekuatan dalam cerita-cerita mistis dan mitos. Mitos Ikan Foti
merupakan sebuah legenda yang pada dasarnya merupakan culture hero atau adanya tokoh yang
membawa kebudayaan. Mitos ini bertujuan untuk mendukung keteraturan sosial dan
mengukukuhkan kekuasaan raja yang sedang memerintah. Dengan adanya kekuatan lain sebagai
penyokong kekuasaan raja, maka rakyat akan patuh dan tunduk sehingga tercipta keteraturan
sosial. Selain itu, kepercayaan rakyat kepada mitos Ikan Foti sebagai wujud pelestarian budaya
masyarakat Amarasi Barat.
4.3 Ikan Foti Sebagai Fungsi Ekologi
Siklus ekologi pada masyarakat berpengaruh pada hubungan antara alam dan manusia, ini
menjadi ikatan tersendiri dalam perilaku yang dipertunjukan pada perkembangan masyarakat
tersebut. Karena ekologi merupakan hubungan timbal balik yang saling ketergantungan secara
terus menerus dan berkesinambungan. Dalam pemikiran masyarakat Atoni, alam semesta disebut
makrokosmos dan manusia disebut mikrokosmos. Makrokosmos dan mikrokosmos merupakan
satu kesatuan, sehingga antar alam semesta dan manusia selalu berkaitan erat.
Menurut Berger dan Luckman, terjadi dialektika antara individu dan masyarakat. Individu
menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi
melalui obyektifikasi, subyektifikasi, dan eksternalisasi. Obyektifikasi adalah sesuatu yang
dianggap obyek untuk hasil yang telah dicapai baik mental maupun fisik dari kegiatan
eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu diperoleh dari realitas objektif yang bisa jadi akan
78
menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada di luar dan berlainan
dari manusia yang menghasilkannya.15
Kawasan Ikan Foti pada masyarakat Amarasi Barat
menjadi objek dari memori akan nilai ekologi yang mendapat perlakuan dari masyarakat
terhadap suatu pengalaman yang dirasakan secara individu maupun kelompok pada kawasan
tersebut. Objek secara independen yang memberikan perilaku khusus pada suatu benda itupun
terjadi pada kawasan Ikan Foti bahwa memori akan perilaku terhadap kawasan Ikan Foti muncul
secara spontan dan ini menjadi suatu kepercayaan akan kawasan tersebut yang mempunyai daya
tarik dan menghasilkan suatu usaha timbal balik yang berkelanjutan secara harfiah. Jadi
kawasan Ikan Foti secara obyektifikasi menjadikannya sebagai tempat keramat dalam memori
masyarakat.
Subyektifasi adalah hasil dari kontribusi akan perasaan atau pikiran manusia. Secara
subyektitifasi, manusia mempunyai kehendak atas aktivitasnya yang merupakan hasil dari
lahirnya suatu sikap akan individu maupun kelompok yang membuat perilaku akan suatu
perlakuan yang lebih bermakna seperti menghubungkan kejadian pribadi yang dialami dalam
tahap proses terjadinya perlakuan itu sendiri dan itu diambil secara sepihak melalui
obyektifikasi. Inilah yang menjadikan suatu keinginan memberikan hubungan yang lebih dalam
kepada kawasan Ikan Foti pada setiap memori individu maupun kelompok akan masa lampau
diluar nalar berpikir secara logika, yang membuat kepercayaan akan suatu hal mistis yang ada
pada kawasan Ikan Foti berkembang dan menjadi suatu kepercayaan pada alam bahwa adanya
kekuasaan lain diluar kehendak kepercayaan manusia dijaman modern sekarang ini. Secara
subyektif kawasan Ikan Foti sudah menjadi bentuk kepercayaan bagi kehidupan masyarakat
Amarasi Barat yang harus di hormati dalam setiap perilaku individu maupun kelompok. Hal ini
yang menjadikan sesuatu yang khusus pada kawasan Ikan Foti seperti panduan kehidupan sosial
15
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, (Jakarta : Kencana 2008), 15.
79
dalam menyikapi perilaku yang harus diperbuat pada individu maupun kelompok sehingga Ikan
Foti bukan sebagai tempat keramat saja.
Eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam
kegiatan mental maupun fisik. Ini sudah menjadi sifat dasar dari manusia, ia akan selalu
mencurahkan diri ke tempat dimana ia berada.16
Eksternalisasi pada manusia pada dasarnya
merupakan bentuk dari curahan untuk menciptakan lingkungan sendiri, dengan memberikan
permulaan kepada individu lainnya dalam membentuk suatu kehidupan yang sudah dibuat pada
masa lampau seperti membuat aturan atau pandangan yang harus aplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Transformasi menciptakan lingkungan itu sendiri sudah terlihat dari masyarakat
Amarasi Barat yang menunjukkan sikap menjaga kawasan Ikan Foti yang ditunjukkan dalam
berbagai perilaku yang dibuat melalui sebuah ritual maupun aktiftas yang dijaga dalam sebuah
memori pada kawasan Ikan Foti itu sendiri, sehingga menjadikan kawasan Ikan Foti sebagai
bentuk dari Eksternalisasi dari kepercyaan mitos maupun sejarah yang menciptakan suatu
ekologi yang baik secara sosial.
Proses dialektika yang terjadi melalui obyektifikasi, subyektifikasi dan eksternalisasi sudah
menjadi perpaduan bagi terbentuknya fungsi ekologi pada masyarakat Amarasi Barat. Kehidupan
memori akan Ikan Foti saling berkaitan dan berkesinambungan, karena itu bagi masyarakat
Atoni, alam indriawi (empiris) merupakan proyeksi dari alam ghaib, tempat di mana ia dapat
memperoleh eksistensinya. Alam semesta sebagai makrokosmos dianggap sebagai kekuasaan
yang menentukan kehidupan mikrokosmos. Alam semestalah yang menentukan keselamatan atau
kehancuran manusia sehingga manusia sangat bergantung pada alam. Menjaga keselarasan
antara makrokosmos dan mikrokosmos adalah tugas penguasa dan rakyatnya. Seorang raja
dianggap sebagai pusat alam semesta yang merupakan unsur mistik di bumi. Raja adalah orang
16
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa,15.
80
yang mewadahi kekuatan kosmos sehingga sangat berkuasa. Raja memiliki hubungan erat
dengan kekuatan-kekuatan sumber aslinya yang dapat menjamin keselamatan rakyatnya. Ikan
Foti dikeramati karena mempunyai kekuatan yang bisa membuat masyarakat Amarasi Barat
gagal dalam menjalani kehidupan. Ikan Foti yang dikaitkan dengan berbagai versi cerita dari
tokoh masyarakat adalah bentuk dari keberagaman dari kepercayaan akan mistis yang dibawa ke
dalam pemahaman bahwa kawasan tersebut masuk dalam kehidupan sosial.
Masyarakat Amarasi Barat menghargai alam semesta sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari dirinya. Durkheim, memandang manusia dan ekologi sebagai subyek. Keduanya harus
dihargai. Muncullah apa yang disebut profan dan sakral17
. Untuk itu diciptakanlah ritual-ritual
keagamaan dan ritual-ritual lainnya guna menjaga keseimbangannya dengan lingkungan alam
semesta. Alam semesta akan kehilangan kekuatanya yang dinamis apabila lingkungan manusia
kehilangan keseimbangannya. Dan sebaliknya manusia tidak akan menjadi sempurna tanpa
dukungan dari kosmos untuk melengkapi ketidak-mampuannya. Pengkeramatan Ikan Foti
menjadi bagian dari keseimbangan manusia dengan alam yang ditransformasikan oleh nenek
moyang yang hidup pada masa lampau dan juga kontak langsung dengan kawasan Ikan Foti
dalam pengalaman mistis dan mistik.
Halbwachs menjelaskan bahwa setiap individu memiliki memori untuk satu dimensi tertentu
dari suatu peristiwa yang sama18
. Ini menjelaskan bahwa setiap perbedaan waktu yang terjadi
dalam setiap peristiwa mengungkapan setiap proses yang telah terjadi secara turun-temurun yang
sudah dilakukan sebelumnya, bahwa pada Eksternalisasi adanya suatu pencurahan atau ekspresi
manusia bahwa secara ingatan kolektif pada situasi tersebut yang membuat masyarakat Amarasi
17 Emille Durkheim, The Elementary Forms of The Religious Life, Sejarah Bentuk-Bentuk Agama yang Paling Dasar, 75 18
Bandingkan Maurice Halbwachs, On Collective Memory, pada bab 2 hal. 14.
81
Barat selalu mengingat Ikan Foti menjadi satu bagian dalam kehidupan sosial yang harus di jaga
sebagai proses ekologi dalam satu kepercayaan.
Masyarakat Amarasi Barat menyadari pentingnya membangun relasi dengan ekologi melalui
tindakan pengkeramatan Ikan Foti. Sebenarnya pengkeramatan Ikan Foti merupakan salah satu
bentuk pelestarian lingkungan yang dilakukan nenek moyang untuk melindungi alam semesta
dan menjaga keseimbangannya dengan penguasa alam itu sendiri. Mereka menciptakan ritual-
ritual keagamaan dan mitos-mitos dengan berbagai upacara guna memberi perlindungan kepada
alam yang dianggap suci dan sakral. Menurut tokoh adat Noach Amnifu;
“Jika orang tua dulu-leluhur kita tidak menjaga alam dengan membuat
cerita-cerita mitos supaya kita takut terhadap alam pasti kita
memanfaatkan alam dengan sembarangan dan merusak alam dengan
tidak tanggungjawab. Hutan-hutan pasti kita tebas, sumber mata air pasti
tidak dilindungi karena semua orang akan berupaya untuk mengolah
lahan miliknya tanpa mempedulikan kepentingan bersama berupa
pelestarian hutan dan sumber air yang menjadi kebutuhan bersama-
masyarakat”19
Jadi menurut Noach Amnifu, bahwa fakta pengkeramatan Ikan Foti dari sisi pelestarian alam dan
penyelamatan lingkungan. Baginya tindakan para leluhur membuat ritual, simbol dan mitos-
mitos itu adalah bagi kepentingan masyarakat secara umum yaitu generasi yang akan datang.
Selain mitos, ritual-ritual dan simbol-simbol yang mereka kenal, masyarakat primitif atau leluhur
telah mengambil tindakan yang tepat dalam membangun relasi dengan alam yaitu membuat
hukum adat sebagai acuan bagi kehidupan bermasyarakat yang dapat dipertahankan sampai
sekarang. Hal ini merupakan warisan dari nenek moyang yang perlu dipertahankan.
Hal yang demikian dapat dipastikan terjadi sebab adanya kebudayaan, adat istiadat serta
kebiasaan-kebiasaan yang mengikat tatanan sosial. Narasi tersebut hidup sebagaimana adanya
fakta sosial yang dijunjung oleh segenap masyarakat Amarasi Barat yang tidak bisa dilepas
19 Noach Amnifu, tokoh masyarakat, tanggal 27 April 2017. Pukul 15.00 WIT.
82
pisahkan dari ikatan kebudayaan masyarakat setempat yang dijadikan sebagai pijakan dalam
berperilaku, salah satu dari banyaknya budaya di Amarasi Barat adalah cerita tentang Ikan Foti.
Yang diceritakan secara turun temurun oleh segenap masyarakat sehingga kenyataan ini
dijadikan sebagai cerita bersama dan landasan dalam rangka membangun perilaku yang baik bagi
semua warganya.
Dalam hal bercocok tanam mereka masih menggunakan pola perladangan tradisional yaitu
sistem berpindah-pindah. Namun tanggungjawab terhadap alam dan lingkungan tetap ada.
Daerah-daerah tertentu seperti di sekitar mata air atau daerah rawan longsor dikenakan larangan
adat agar tidak boleh diolah tanpa ijin dari tokoh masyarakat. Apabila membuka hutan baru juga
ada aturan penebangan pohon sebagai upaya pelestarian pohon sehingga tidak punah, seperti kata
Daniel Naisanu dalam bab 3 halaman 48.
Pada umumnya masyarakat Amarasi Barat masih tergolong sebagai masyarakat pedesaan
yang hidup sederhana di mana rasa persaudaraan serta kekeluargaan tetap terpelihara sampai
sekarang. Hal itu nampak dalam sikap saling menghargai dan menghormati dalam komunitas
mereka. Sikap solidaritas masyarakat masih sangat tinggi, ketika membuka ladang baru adalah
kesempatan untuk bergotong royong menyelesaikan pekerjaan secara bersama-sama. Ketika
kaum kerabat mengalami duka maka tetangga dekatlah yang bertanggungjawab untuk urusan
“dapur” dan persiapan penguburan hingga tuntas, hal ini terlihat jelas dalam bab 3 halaman 47.
Dari mitos dan mistis masyarakat Amarasi Barat mengenai kawasan Ikan Foti yang telah
dipaparkan di atas maka dapat dilihat bahwa mitos dan mistis itu mempengaruhi pola pikir
masyarakat Amarasi Barat sehingga mereka mempunyai imajinasi mengenai kawasan Ikan Foti
sebagai tempat penghubung antara Amarasi dan Kota Kupang, sehingga jalan sepanjang kawasan
Ikan Foti terputus akibat longsor, akan membuat masyarakat sulit mencari nafkah. Hal ini
83
menunjukkan bahwa kawasan Ikan Foti merupakan bagian dari diri manusia sehingga perlu
dijaga. Pandangan dan kepercayaan masyarakat Amarasi Barat menjadikan kawasan Ikan Foti
sebagai akses penghubung untuk beraktifitas dan sangat perlu dilindungi dijaga, namun juga
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan hidup karena kawasan ini merupakan satu-
satunya akses penghubung dari Kota Kupang dan Amarasi Barat pada jalur terdekat. Bagi
mereka kawasan Ikan Foti adalah sebuah kawasan yang perlu dijaga, walaupun masyarakat
mengalami hal-hal mistis dan membuat mereka takut tetapi masyarakat juga tetap berjuang untuk
menjaga kawasan Ikan Foti agar tidak terjadi longsor dengan cara penanaman pohon dan tidak
menebang hutan dengan sembarang.
Penghargaan atau penghormatan masyarakat Amarasi Barat terhadap alam dan lingkungan
kawsan Ikan Foti dilakukan juga oleh pemerintah, gereja, dan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) dengan melakukan penanaman pohon pada bagian tanah yang longsor. Masyarakat
sangat menjaga kawasan Ikan Foti ini sehingga tidak sembarangan melakukan pengolahan hutan
dan atau penebangan hutan secara sembarang dari hasil alam lainnya.
4.4 Perilaku Sosial Masyarakat Amarasi Barat
Manusia sebagai makhluk berpikir dan bermoral yang mempunyai perasaan. Etika sebagai
dasar pembentukan karakter seseorang untuk bersikap lebih baik dengan budi pekerti yang baik
pula. Budaya yang diciptakan oleh manusia membentuk pola tingkah laku manusia itu sendiri.
Budaya yang dibuat dan kemudian dikembangkan mengalami perubahan dalam tatanan
masyarakat. Tanpa adanya budaya, maka pola tingkah laku masyarakat juga tidak akan tertata
seperti yang dijelaskan menurut pandangan masyarakat Amarasi, dalam pola hidup bergotong-
royong mengedepankan kebersamaan.
84
Manusia berfikir, berperasaan, dan bersikap melalui ungkapan simbolis. Manusia memaknai
kehidupannya melalui simbol-simbol dan dengan arah itu pengalaman-pengalaman dapat
didefinisikan dan diatur dengan syarat hidup berkelompok. Manusia tidak melihat, menekankan
dan mengenal dunia secara langsung, tetapi melalui simbol. Realitas yang dihadapinya tidak
sekedar kumpulan fakta melainkan mempunyai fakta kejiwaan, yang di dalamnya simbol
berperan memberikan keluasan dan ketidakluasan pemahaman. Untuk itu manusia sering disebut
sebagai homo simbolism20
dikarenakan manusia menggunakan simbol-simbol yang
diciptakannya dalam menjalani aktifitas kehidupan hariannya. Secara struktural masyarakat
Atoni dibangun oleh konfigurasi budaya ekspresif yang secara dominan mengandung nilai
moral, etika, dan religius. Hal ini terlihat dalam perilaku masyarakat Amarasi Barat antara lain:
4.4.1 Perilaku Sosial Berdasarkan Kanaf
Dalam kebudayaan dan kepercayaan masyarakat suku Atoni mereka mengenal simbol-simbol
sebagai representasi dari yang tidak kelihatan tapi sangat mempengaruhi kehidupan manusia.
Suku Atoni menjadikan batu atau gunung batu sebagai simbol kekuatan. Ketika kekristenan
masuk ke Timor berhadapan dengan tiap-tiap kanaf(marga), seperti fatu kanaf, hau kanaf, dan
oe kanaf yang sedang bergumul dengan gunung batu keluarga masing-masing. Fatu kanaf yang
dianggap sebagai tempat bertahtanya Uis Neno (penguasa langit) yang tak terhampiri
diterjemahkan dengan metafora kekristenan Allah sebagai gunung batu keselamatan. Fatu kanaf
atau gunung batu keluarga tetap dihargai. Uis Neno yang tinggal di atas gunung batu ini tetap
dihormati sebagai Allah yang menganugerahkan keselamatan dan menjadi pencipta langit dan
bumi. Jadi Allah yang ditawarkan kekristenan tidak hanya bertahta di atas fatu kanaf tetapi yang
sekaligus sebagai pencipta dan menguasai fatu kanaf itu. Menurut Nuban Timo, Ia melihat
gunung batu atau fatu kanaf sebagai yang tetap dihormati, bahkan Allah tinggal di atas gunung
20 Budiono Herusatoto, Simbolisme Dalam Budaya Jawa, (Yogyakarta: Pt Hanindinita, 1987),10.
85
batu itu. Tetapi ketika Yesus datang Allah tidak hanya dipasung untuk tetap tinggal di gunung
batu tiap-tiap marga melainkan yang dapat ditemui di mana-mana. Allah yang dulu tidak dikenal,
kini Ia telah dikenal21
di mana saja orang Atoni itu tinggal dan berkarya.
Uraian singkat terkait dengan perilaku hidup masyarakat Amarasi Barat tersebut dipertegas
dengan hasil penelitian sebagai berikut: Masyarakat Amarasi Barat adalah masyakat yang tinggal
di sekitar kawasan Ikan Foti. Masyakat Amarasi Barat hidup berkelompok berdasarkan struktur
Kanaf (Marga), ada Fatu Kanaf, Hau Kanaf dan Oe Kanaf. Setiap marga memiliki adat
istiadatnya masing-masing dan setiap marga juga memiliki tempat-tempat sakralnya masing-
masing. Orang Amarasi biasanya juga sering disebut Atoin Meto (manusia kering).Orang atoni
biasanya hidup di daerah pedalaman yang bersifat amat kering. Masyarakat Amarasi umumnya
bekerja sebagai petani. Oleh karena itu, hidup mereka sangat tergantung dari alam. Alam dapat
membawa kebahagiaan dan kesejahteraan bagi manusia dan juga bisa mendatangkan malapetaka.
Hal ini tergantug bagaimana manusia mengusahakannya.
Dalam masyarakat Amarasi ada marga-marga yang sangat dihormati, karena berasal dari
keturunan raja, seperti Koroh, Bureni, Tinenti, Amtiran dan lain-lain. Hal ini penulis melihat
bahwa melalui cerita-cerita tentang mitos dan mistis Ikan Foti terlihat jelas bahwa mereka
mengagung-agungkan leluhur mereka berdasarkan marga. Seperti yang diceritakan Yantri Bureni
yang merupakan seorang tokoh masyarakat dari keturunan Nakaf dalam bab 3 halaman 63.
Dari cerita Yantri terlihat jelas perilakunya yang mengatakan bahwa yang menembak mati
ikan itu berasal dari marga Bureni. Hal ini disebabkan karena Yantri menganggap dia berasal
dari keturunan raja. Perilaku ini, menurut penulis bersifat proses kognitif. Kognitif adalah
21 Eben Nuban Timo, Pemberita Firman: Pencinta Budaya, Mendengar dan Melihat Karya Allah dalam Tradisi,47-48.
86
ingatan dan pikiran yang memuat ide-ide, keyakinan dan pertimbangan yang menjadi dasar
kesadaran sosial seseorang akan berpengaruh terhadap perilaku sosialnya.22
4.4.2 Masyarakat Amarasi Suka Bertutur, Menari dan Bersyukur
Dalam hal ini, yang menjadi pusat perhatian perilaku sosial adalah hubungan antar individu
dengan lingkungannya. Lingkungan tersebut terbagi menjadi dua macam yaitu lingkungan sosial
dan non sosial. Prinsip yang menguasai hubungan antar individu dengan obyek sosial adalah
sama dengan prinsip yang menguasai hubungan antar individu dengan obyek non sosial.23
Ini
menjelaskan hubungan dari obejk individu seperti pada perorangan maupun masyarakat yang
terkait dalam interaksi kepada lingkungan. Dalam pengalaman hidup pasti akan terjadi interaksi
dan ketergantungan antara individu dalam kelompok yang dapat terlihat dalam setiap perilaku
sosial24
. Seperti interaksi pada masyarakat Amarasi barat yang saling ketergantungan dalam
kehidupan sosial dan ritual adat untuk saling menjaga kondisi alam pada memori kolektif akan
Ikan Foti bahwa sudah menjadi tanggung jawab bersama dalam menjaga warisan alam dan
melestarikan kehidupan sosial dalam lingkungan hidup bermasyarakat secara turun-temurun
sehingga generasi berikut saling menjaga dalam melesetariakan kehidupan sosial dan non
sosialnya.
Bentuk perilaku sosial pada dasarnya merupakan karakter atau ciri kepribadian yang dapat
diamati ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain ataupun lingkungannya. Untuk perilaku
yang diarahkan secara rasional sendiri berkaitan dengan harapan tentang perilaku manusia lain
atau benda di lingkungan di mana harapan ini berfungsi sebagai sarana untuk aktor tertentu
mencapai tujuan, dan pencapaian ini akan diiringi oleh tindakan secara rasional yaitu
memperhitungkan kesesuaian antara cara yang digunakan dan tujuannya. Jika melihat kawasan
22 Robert A Baron & Donn Byrne, Psikologi Sosial (Jilid 2) (Edisi 10),(Jakarta: Erlangga,2005), 280 23 George Ritzer, sosiologi ilmu pengetahuan berparadigma ganda, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), 72. 24
Mudji sutrisno &, Teori- Teori Kebudayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 67
87
Ikan Foti ternyata keberadaannya menjadi sarana terhadap penciptaan perilaku sosial terhadap
setiap orang yang melewati kawasan tersebut. Hal itu dampak dari hasil wawancara oleh Frince
Amnifu dalam bab 3 halaman 62.
Dari cerita Frince ini terlihat jelas perilakunya setiap kali melewati kawasan itu, karena
pernah mengalami hal-hal mistis. Di samping itu juga menyangkut masalah jalan, tanah di
kawasan tersebut berjenis liat dan ada beberapa bagian jalan yang hampir putus, seperti yang
sudah penulis tunjukkan gambarnya pada lampiran 2 dan 3. Karena kawasan Ikan Foti adalah
salah satu penghubung jalan antara Amarasi Barat dan Kota Kupang, setiap masyarakat yang
melewati kawasan tersebut selalu mempunyai perilaku yang berbeda karena pernah mengalami
hal-hal mistis yang telah penulis paparkan di bab 3 halaman 60-62. Kawasan ini di takuti pada
malam harinya oleh masyarakat setempat sehingga masyarakat menunjukan suatu perlakuan
tertentu untuk dapat terhindar dari hal-hal mistis.
Menurut Durkheim, fenomena tersebut di atas adalah sebuah fakta sosial yang terjadi di
tengah masyarakat sebagai representasi ketidakmampuan masyarakat primitif untuk menangkal
musibah guna mencapai kesejahteraan dan menciptakan kehidupan yang harmonis. Hal ini pula
muncul dalam struktur kepercayaan masyarakat yang dianggap sebagai suatu kebutuhan
sehingga mereka mengkeramatkannya.25
Banyak obyek yang mereka anggap suci dan
dikeramatkan. Mereka kenal sebagai tempat tinggal para penguasa atau roh-roh untuk
menyatakan diri. Masyarakat mengenal obyek-obyek tersebut sebagai simbol yang kelihatan.
Pandangan tentang struktur kepercayaan dan bentuk religi masyarakat primitif juga
dikembangkan oleh Marett tentang kekuatan luar biasa bahwa manusia memiliki keyakinan akan
adanya kekuatan di luar kemampuan diri dalam hal-hal yang luar biasa dan menjadi sebab
25 Emille Durkheim, The Elementary Forms….Ibid. Hal 302-305. Bandingkan dengan teori Marett tentang kekuatan luar
biasa, seperti dikutip Koentjaraningrat dalam Buku Sejarah Teori Antropologi I, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1982, 60.
88
timbulnya gejala-gejala yang tak dapat dilakukan manusia. Kekuatan-kekuatan tersebut ada
dalam segala hal termasuk alam yang tak dapat dikendalikannya. Keyakinan itu disebut emosi
keagamaan yang timbul karena keyakinan.26
Pengkeramatan kawasan Ikan Foti oleh masyarakat Amarasi Barat dianggap penting oleh
karena merupakan sebuah fakta sosial yang terjadi dalam masyarakat. Melalui pengkeramatan
kawasan tersebut, masyarakat membuat ritus-ritus pemujaan untuk menghargai alam serta
menciptakan mitos-mitos guna mencapai tujuan kehidupan yang harmonis. Untuk mencapai
kehormonisan dalam tujuan hidup tersebut dilakukanlah upacara-upacara guna memperkokoh
dan memperkuat keyakinan mereka tentang fakta sosial yang telah ada.
Dalam prakteknya masyarakat tidak menghendaki simbol atau lambangnya berupa sesuatu
yang tidak nampak atau jauh diangan-angan, tapi sesuatu yang dapat dialami secara kongkret
dan nyata27
. Simbol atau lambang-lambang merupakan manifestasi alam dalam bentuk-bentuk
kultur seni dan komunikasi manusia28
. Simbol-simbol dan lambang-lambang itu terdapat dalam
binatang dan tumbuhan.
Dalam kebudayaan dan kepercayaan masyarakat suku Atoni mereka mengenal simbol-simbol
sebagai representasi dari yang tidak kelihatan tapi sangat mempengaruhi kehidupan manusia.
Suku Atoni menjadikan Ikan Foti sebagai simbol kekuatan. Dengan demikian Ikan Foti
merupakan hasil ciptaan masyarakat sebagai suatu sarana bagi mereka dan dengan sarana
tersebut mampu menyesuaikan diri dengan pengalaman-pengalamannya dalam keseluruhan
hidup, termasuk dirinya sendiri, anggota kelompoknya, alam dan lingkungan lain yang dirasakan
sebagai sesuatu yang transendental, Durkheim menganggapnya sebagai sesuatu yang sakral.
26Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I, Seri Teori-teori Antropolgi-Sosiologi No.1, (Universitas Indonesia-Press,
Jakarta, 1982), 60-62. 27 Emille Durkheim, The Elementary Forms of The Religious Life, Sejarah Bentuk-Bentuk Agama yang Paling Dasar, 171. 28 Emille Durkheim, The Elementary Forms of The Religious Life, Sejarah Bentuk-Bentuk Agama yang Paling Dasar, 75
89
Ritus sebagai bagian dari tingkah-laku keagamaan yang diwujudkan melalui simbol-simbol
yang telah dilaksanakan oleh orang Amarasi Barat. Durkheim dalam pandangannya tentang
agama, menganggap pengalaman agama dan ide tentang yang suci atau keramat adalah produk
kehidupan bersama. Kepercayaan dan ritus-ritus keagamaan juga dapat memperkuat ikatan-
ikatan sosial masyarakat yang ada.29
Jadi hubungan antara agama dan masyarakat
memperlihatkan saling keterhubungan yang sangat erat. Artinya bahwa dengan pelaksanaan ritus
dan upacara-upacara keagamaan masyarakat dapat memperlihatkan hubungan emosional kolektif
secara sadar untuk meraih kesejahteraan.
Kawasan Ikan Foti diciptakan untuk mengubah kekuatan moral bersama ke dalam simbol-
simbol kebudayaan masyarakat Amarasi Barat yang mengikat individu pada kelompok. Ikatan
ritual tersebut menjadi ikatan kognitif masyarakat dengan mendefinisikan fenomena tertentu
sebagai hal yang sakral. Ritual ini dilihat sebagai hal yang penting sebab aspek realitas sosial
dihayati sebagai sesuatu yang sakral, yakni terpisah dari kehidupan individualisme yang
membentuk esensi kebudayaan menjadi kepercayaan yang dihidupi masyarakat terhadap Ikan
Foti sebagai sikap dan kewajiban kolektif. Ritual yang dimaksudkan disini adalah ritual pada bab
3 halaman 62. Ritual itu dijalankan seperti yang dikatakan oleh Paul Connerton bahwa ritual ini
disebut liminalitas dalam arti bahwa liminal antara satu ruang yang lain masuk ke ruang yang
baru dan disitulah terjadi proses liminal. Proses luminal ini, yang dimaksudkan dalam ritual
masyarakat Amarasi Barat yang melakukan pembersihan semua hal ketika baru pulang dari
kupang. Nah disitulah letak keistimewahan kawasan Ikan Foti karena adanya proses luminal.
Dalam konteks masyarakat Amarasi Barat di Timor pemahaman yang dibangun atas kawasan
Ikan Foti didasarkan pada mitos, merupakan fakta sosial yang terstruktur dalam sistem
kepercayaaan sehingga melahirkan nilai-nilai yang hidup di tengah keyakinan sebagai kebenaran
29
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasisk dan Modern, Jilid 1,199.
90
faktual dalam domain sistem kepercayaan masyrakat setempat. Sedangkan ritual yang dilakukan
merupakan bentuk pengimplementasian menjaga keyakinan yang terlegitimasi pada paham
kultural sebagaimana terungkap dalam cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun dari
satu generasi-kegenerasi.
Dunia citra dan lambang-lambang adalah dunia yang nyata. Sebuah dunia yang di dalamnya
terdapat simbol-simbol di mana manusia dapat menemukan makna terdalam dari kehidupan, dan
mengalami kekuatan transendensi.30
Sebab itu tidak disangkali perjumpaan manusia dengan
Allah terjadi melalui konteks yang di dalamnya terdapat simbol-simbol penuh makna. Allah
yang transenden dapat dipahami dan dimengerti dari konteks budaya masing-masing. Untuk
memahami sistem sosial dan struktur kepercayaan serta kebudayaan masyarakat tertentu simbol-
simbol menjadi pertunjuk penting yang tidak bisa diabaikan begitu saja.31
Oleh karena itu, masyarakat Amarasi Barat memilik perilaku yang baik. Pada umumnya
masyarakat Amarasi Barat hidup dalam tatanan sosial yang harmonis, rukun dan damai. Hal
tersebut terjadi disebabkan oleh sikap terbuka dan saling menghargai antara masyarakat, terlebih
yang dianggap sebagai tokoh-tokoh masyarakat setempat. Di sisi lain mereka hidup dalam
sebuah ikatan gotong royong yang kuat sehingga memungkinkan integritas sosial dapat berjalan
dengan baik.
30Yeow Choo Lak dan Jhon C. England, Berteologi dengan Lambang-lambang dan cetra-citra rakayat, (Editor, PERSETIA,
1992), 6. 31Tom Thersik dan Lintje Pellu, Ibadah-Liturgi dan Kontekstualisasi, (Universitas Krsiten Artha Wacana, Kupang. 2000),
63.