BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Tentang Dakwah Islam dan Radio
2.1.1. Pengertian, Tujuan Dakwah
Islam adalah agama yang menugaskan umatnya untuk
menyebarkan dan menyiarkan Islam kepada seluruh umat manusia
sebagai rahmatan lil al-alamin. Islam dapat menjamin terwujudnya
kebahagiaan dan kesejahteraan manakala ajarannya dijadikan
pedoman hidup dan dilaksanakan secara konsistensi serta konsekuen.
Usaha penyebarluasan Islam dan realisasi terhadap ajarannya adalah
melalui dakwah (P.P Muhammadiyah, 2004: 19). Dakwah ibarat
lentera kehidupan, yang memberi cahaya dan menerangi hidup
manusia dari nestapa kegelapan. Tatkala manusia dilanda kegersangan
spiritual, dakwah diharapkan mampu memberi cahaya terang.
Maraknya berbagai ketimpangan, kerusuhan, kecurangan dan sederet
tindakan tercela lainnya, disebabkan terkikisnya nilai-nilai agama
dalam diri manusia. Tidak berlebihan jika dakwah merupakan bagian
yang cukup penting bagi umat saat ini (Daulay, 2001: 2003).
Dakwah ditinjau dari segi etimologi berasal dari bahasa Arab,
yang berarti "panggilan, ajakan atau seruan". Dalam ilmu Tata Bahasa
Arab, kata dakwah berbentuk sebagai "isim masdar". Kata ini berasal
dari fi'il "da'a-yad'u" artinya memanggil, mengajak atau menyeru.
12
Orang yang memanggil, mengajak, atau menyeru atau melaksanakan
dakwah dinamakan "dai". Jika yang menyeru atau dainya terdiri dari
beberapa orang (banyak) disebut "du'ah" (Syukir, 1983: 17).
Sedangkan secara terminologi pengertian dakwah adalah upaya untuk
mengajak seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) agar
memeluk dan mengamalkan agama atau untuk mewujudkan ajaran
Islam ke dalam kehidupan yang nyata. Dakwah dalam konteks ini
dapat bermakna pembangunan kualitas sumber daya manusia,
pengentasan kemiskinan, memerangi kebodohan dan keterbelakangan
serta pembebasan. Dakwah juga bisa berarti penyebarluasan rahmat
Allah (rahmatan li-alamin). Dengan pembebasan, pembangunan, dan
penyebarluasan ajaran Islam, berarti dakwah merupakan proses untuk
mengubah kehidupan manusia/masyarakat dari kehidupan yang tidak
Islami menjadi suatu kehidupan yang Islami (PP Muhammadiyah,
2004: 20).
Dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan atau proses
dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Tujuan ini dimaksudkan untuk
pemberi arah atau pedoman bagi gerak langkah kegiatan dakwah,
sebab tanpa tujuan yang jelas seluruh aktivitas dakwah akan sia-sia
(tiada artinya). Apalagi ditinjau dari segi pendekatan sistem, tujuan
dakwah merupakan salah satu dengan yang lain saling membantu,
mempengaruhi, berhubungan (sama pentingnya) (Syukir, 1983: 49).
Dakwah mempunyai tujuan utama atau umum dan tujuan khusus.
13
1. Tujuan Utama Dakwah (major obyektif)
Tujuan utama dakwah adalah nilai atau hasil akhir yang
ingin dicapai oleh keseluruhan tindakan dakwah. Untuk
tercapainya tujuan utama inilah maka semua penyusunan rencana
dan tindakan dakwah harus ditunjukkan dan diarahkan. Tujuan
utama dakwah adalah "Terwujudnya kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridloi oleh
Allah SWT".
Apabila usaha mengajak ummat manusia kepada Islam
dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka dapatlah diharapkan
ummat manusia akan memetik buahnya berupa kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup. Sebaliknya bila usaha-usaha tersebut tidak
dilakukan, bahkan terabaikan, maka akan timbulnya bencana dan
kerusakan dalam kehidupan masyarakat, baik di dunia dan di
akhirat kelak (Sholeh, 1976: 31-32).
2. Tujuan Khusus dakwah (Minor Obyektif)
Tujuan khusus dakwah (Minor Obyektif) merupakan
perumusan tujuan sebagai perincian daripada tujuan umum
dakwah. Tujuan ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan seluruh
aktivitas dakwah dapat diketahui jelas kemana arahnya, ataupun
jenis kegiatan apa yang hendak dikerjakan, kepada siapa
berdakwah, dengan cara yang bagaimana dan sebagainya secara
14
terperinci. Oleh karena itu dibawah ini disajikan beberapa tujuan
khusus dakwah (Minor Obyektif), yaitu:
a. Mengajak ummat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatkan taqwa kepada Allah SWT. Artinya mereka diharapkan agar senantiasa mengerjakan segala perintah Allah dan selalu mencegah perkara yang dilarang-Nya.
b. Membina mental agama (Islam) bagi kaum yang masih mualaf. c. Mengajak ummat manusia yang belum beriman agar beriman
kepada Allah (memeluk agama Islam). d. Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang
dari fitrahnya (Syukir, 1983: 57-58).
2.1.2. Materi Dakwah
Materi dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri. Ajaran Islam
berpangkal pada dua pokok yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah (Ya'qub,
1972: 29).
Secara garis besar menurut Asmuni Syukir, materi dakwah
dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok, yaitu:
a. Masalah Keimanan (Aqidah)
Masalah aqidah bersifat i'tiqodiyah bathiniyah. Dimana
mencakup masalah yang erat hubungannya dengan rukun iman.
Dalam masalah aqidah ini pembahasannya bukanlah terbatas pada
masalah yang wajib diimani melainkan juga sebaliknya, seperti
syirik, munafik, dan sebagainya.
b. Masalah Keislaman (Syari'ah)
Masalah syari'ah berhubungan erat dengan amal lahir
(nyata) dalam rangka menta'ati peraturan atau hukum Allah guna
15
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan sekaligus mengatur
pergaulan hidup antara sesama manusia.
c. Masalah budi pekerti (akhlakul Karimah)
Masalah akhlak dalam aktivitas dakwah merupakan
pelengkap saja, yakni untuk melengkapi keimanan dan keislaman
seseorang ( Syukir, 1983: 63).
Materi dalam komunikasi sebagai tujuan dakwah
(Kuswata, 1990: 37) harus disampaikan dengan baik dan
bijaksana. Sebab dalam ajaran Islam itu meliputi seluruh aspek
kehidupan di dunia dan juga di akhirat, maka dengan sendirimya
materi itu akan sangat luas dan kompleks sekali. Adapun materi
pokok yang harus disampaikan menurut Agus Toha Kuswata
antara lain:
a. Aqidah Islam, tauhid dan keimanan
b. Pembentukan pribadi yang sempurna
c. Pembangunan masyarakat yang adil dan makmur
d. Kesejahteraan di dunia dan di akhirat
Atau dengan tema sebagai berikut :
a. Seruan kepada Tauhid
b. Seruan beribadah khusyuk berdasarkan firman Allah dan
sunnah Nabi
c. Seruan untuk menjalankan hukum-hukum Islam
d. Seruan untuk berakhlak yang diperintahkan Allah dan Rasul
16
e. Larangan berbuat kemungkaran, kemaksiatan, kefasikan dan
kedzaliman dan lain-lain.
Pada intinya dalam melakukan dakwah, materi-materi yang
dikemukakan hendaknya berdasarkan pada kondisi dan situasi
masyarakat. Hal ini bukan berarti bahwa materi-materi yang
dikemukakan di atas tidak diperlukan, tetapi lebih dari itu ajaran
Islam harus dikembangkan secara bertahap menurut tempat dan
proporsinya masing-masing.
2.1.3. Media Dakwah
Media dakwah adalah alat yang dipakai sebagai perantara
untuk kegiatan dakwah. Adapun alat-alat tersebut antara lain:
a. Dakwah melalui saluran lisan
Dakwah secara lisan adalah dakwah secara langsung dimana dai
menyampaikan ajaran dakwahnya kepada mad'u. Dalam
realisasinya dakwah secara lisan dapat bersifat khusus seperti
pengajian, kuliah ahad pagi dan sebagainya, dan dapat juga bersifat
umum seperti pesta-pesta nasional, pertemuan-pertemuan umum
b. Dakwah melalui saluran tertulis
Dakwah secara tertulis adalah kegiatan dakwah yang dilakukan
melalui tulisan-tulisan, seperti surat kabar, majalah, buku-buku,
brosur, buletin dan sebagainya.
17
c. Dakwah melalui alat audial
Alat-alat audial adalah alat-alat yang dapat dinikmati dengan
melalui perantaraan pendengaran, seperti radio, casset tape
recorder dan sebagainya.
d. Dakwah melalui alat visual
Kegiatan dakwah yang dilakukan dengan melalui alat-alat yang
dapat dilihat oleh mata manusia. Alat –alat ini dapat berupa
kegiatan pentas pantomim, seni lukis, seni ukir, kaligrafi dan lain-
lain.
e. Dakwah alat-alat audio visual
Peralatan yang dipakai untuk menyampaikan pesan dakwah yang
dapat dinikmati dengan mendengar dan melihat, seperti televisi,
seni drama, wayang kulit, video casset.
f. Dakwah melalui keteladanan
Bentuk dakwah yang paling efektif adalah bentuk penyampaian
pesan dakwah melalui percontohan atau keteladanan dari dai
(Sanwar, 1984: 77-78).
Hamzah Ya'qub (1981: 47) membagi media dakwah menjadi
lima macam, yaitu:
a. Lisan: Media dakwah yang paling sederhana yang menggunakan
lisan dan suara yang berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan
penyuluhan dan lain sebagainya.
18
b. Tulisan: Dakwah yang dilakukan dengan perantara tulisan antara
lain buku, surat kabar, buletin, spanduk dan lain sebagainya.
c. Lukisan: yakni gambar-gambar hasil seni, foto dan lain
sebagainya.
d. Audio: yaitu suatu cara penyampaian yang hanya bisa di dengar,
seperti radio, dan lain sebagainya.
e. Audio Visual: yaitu suatu cara penyampaian yang sekaligus
merangsang penglihatan dan pendengaran. Seperti televisi, film,
OHP, dan lain sebagainya.
f. Akhlak: yakni suatu cara penyampaian langsung ditunjukkan
dalam bentuk perbuatan yang nyata, misalnya berkunjung ke
orang sakit, silaturahmi dan lain sebagainya.
2.1.4. Radio Sebagai Media Dakwah
Media berasal dari bahasa latin "mediare" yang artinya
"perantara". Maksudnya pengantar atau saran penghubung, atau alat
yang digunakan media dalam komunikasi sebagai suatu pelaksanaan
dakwah ialah alat yang digunakan sebagai saluran yang
menghubungkan ide dengan umat, suatu elemen yang vital yang
merupakan urat nadi dalam totalitas pelaksanaan komunikasi untuk
tujuan dakwah (Kuswata, 1986: 60).
19
Media radio merupakan alat yang jauh lebih hebat daya
penetrasinya, ia dapat menembus ke pelosok-pelosok yang tidak dapat
dicapai oleh media cetak (Suminto, 1985: 55).
Dalam perkembangannya sekarang ini radio tidak hanya
berfungsi untuk mengirimkan berita tetapi juga sebagai media
hiburan, media pendidikan, media komunikasi, media dakwah dan lain
sebagainya. Bisa kita analisa sendiri betapa banyak manfaat yang
datang dari radio dan betapa banyak informasi yang datang
daripadanya sehingga hampir setiap keluarga di desa sekalipun radio
dimilikinya (Abda, 1994: 93).
Dalam kegiatan dakwah keberadaan radio sangat penting
dalam penyampaian materi dakwah dalam bentuk-bentuk pidato,
ceramah, atau kuliah. Pesawat radio dapat menjangkau mad'unya
dalam jarak jauh dan meluas. Oleh karena itu pesawat radio
merupakan media yang efektif dalam penyampaian dakwah untuk
semua kalangan (Ghazali, 1997: 37).
Radio merupakan salah satu jenis media massa, yakni sarana
atau saluran komunikasi massa, seperti halnya surat kabar, majalah,
atau televisi. Ciri khas utama radio adalah AUDITIF, yakni
dikonsumsi telinga atau pendengar. "Apa yang dilakukan radio adalah
memperdagangkan suara manusia untuk mengutarakan sesuatu".
(Romli, 2004: 19). Walaupun dibandingkan media cetak dan televisi,
jurnalistik radio dianggap sebagai "anak kecil", namun menjelang dan
20
sesudah reformasi, radio menjadi bagian yang sangat penting dalam
kehidupan pers dan kehidupan masyarakat yang sadar akan informasi
(Masduki, 2001: 5).
Secara rinci dapat dijelaskan disini tentang fungsi utama radio
dalam masyarakat (Susanto, 1999: 61) sebagai berikut:
1. Sumber informasi (to inform)
Secara naluriah manusia dalam hidupnya selalu berusaha untuk
selalu ingin tahu apa-apa mengenai dirinya, keluarganya dan
masyarakat. Bahkan manusia selalu ingin tahu tentang
kemungkinan-kemungkinan apa yang akan terjadi dalam
hubungan antar manusia. Manusia modern dalam hidupnya selalu
berusaha untuk memperoleh informasi yang cepat dan aktual, hal
ini dapat diperoleh melalui media radio.
2. Mendidik (to educate)
Radio memegang peranan yang sangat penting dalam rangka
pembinaan pendidikan bagi masyarakat luas, hal ini karena radio
merupakan satu-satunya media massa yang berhasil masuk ke
pelosok masyarakat secara efektif. Pendidikan melalui radio
sekurang-kurangnya telah dapat membangkitkan kesadaran
pendengarnya tentang pesan-pesan yang dikemukakan dalam
siaran tersebut. Penyelenggaraan siaran pendidikan bersifat
pendidikan dimaksudkan sebagai program yang isi dan tujuannya
bersifat pendidikan massa yaitu pendidikan materi siarannya
21
ditujukan kepada massa yang abstrak, heterogen dan pendidikan
ini bisa berupa pendidikan umum atau agama.
3. Sebagai Pembina Kebudayaan (Culture)
Radio sebagai salah satu media auditif dalam penyelenggara
siarannya berpedoman pada pola umum jangka panjang, yang
menjelaskan tentang pengaruh sosial budaya yaitu bentuk-bentuk
kebudayaan sebagai pengejawantahan pribadi manusia harus
benar-benar menunjukkan nilai-nilai dan makna kesusilaan.
Sedangkan kebudayaan itu sendiri harus merupakan penghayatan
nilai-nilai luhur, sehingga tidak dapat dipisahkan dari manusia dan
budaya sebagai pendukungnya.
4. Menghibur (to entertain)
Program hiburan melalui radio hanya terdiri dari program musik
tetapi juga non musik, seperti kata-kata dialog yang semuanya
merupakan segi-segi hiburan yang dititik beratkan pada hal-hal
yang sifatnya rekreatif. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian
besar orang mendengar radio dengan motivasi untuk memperoleh
hiburan dan mengisi waktu senggang.
5. Sebagai Alat Penghubung (to connect)
Radio siaran merupakan lembaga sosial yang tumbuh dan
berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat, maka sudah
menjadi semestinya radio harus menyiarkan segala bentuk bentuk
22
aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat baik dibidang politik,
ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan dan lain-lain.
Pada dasarnya efektif atau tidaknya keberadaan radio dalam
memantapkan seseorang atau merubah baik perasaan, pikiran atau
pemahaman seseorang atau tingkah laku adalah tergantung bagaimana
memanfaatkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh media radio
sebab radio hanyalah suatu alat yang mati. Namun begitu perlu
dimengerti bahwa radio memiliki keunggulan-keunggulan yang sulit
tertandingi oleh media-media lain, seperti mudah dijangkau
masyarakat. Untuk itu pendayagunaan potensi yang dimiliki oleh
media radio tentu saja akan mendapatkan hasil yang optimal, sehingga
kerja dakwah tidak sia-sia.
Dengan adanya kemajuan teknologi maka radio telah tersaingi
dengan media massa yang lain seperti televisi. Oleh karenanya agar
masyarakat tidak merasa jenuh dan bosan untuk mendengarkan radio,
maka perlu adanya terobosan-terobosan baru dalam berbagai
komponen, misalnya dari segi dainya, penyiarannya, manajemennya
dan sebagainya.
Radio mendapat julukan sebagai "kekuatan kelima" (the fifth
estate). Hal ini disebabkan karena radio dapat melakukan fungsi
kontrol sosial seperti surat kabar (Ardianto, 2004: 119). Disebut
kekuatan kelima karena radio dianggap "adiknya" surat kabar. Radio
sebagai kekuatan kelima antara lain karena radio memiliki kekuatan
23
langsung, tidak mengenal jarak dan rintangan, dan memiliki daya tarik
sendiri, seperti kekuatan suara, musik dan efek samping. Meskipun
komunikasi yang dilakukan tergolong komunikasi massa, namun
"gaya" komunikasi radio harus berupa komunikasi personal atau antar
pribadi, karena pendengar radio meskipun banyak harus dianggap
hanya seorang individu layaknya teman dekat. Salah satu prinsip
siaran adalah "berbicara kepada seorang pendengar yang ada di depan
kita" (Romli, 2004: 19-21).
Radio siaran diberi julukan "the fifth estate" disebabkan daya
kekuatannya dalam mempengaruhi khalayak. Ini disebabkan oleh
beberapa faktor, yakni:
1. Daya langsung untuk mencapai sasarannya tidak mengalami
proses yang sulit.
2. Daya tembus radio tidak mengenal waktu, jarak dan rintangan.
3. Daya tarik radio memiliki sifat yang hidup, karena mengandung
tiga unsur, yaitu musik, kata dan efek suara (Effendy, 1990: 74-
77).
Dibandingkan dengan media massa lain, media radio memiliki
karakteristik khas sebagai berikut:
1. Auditori radio adalah "suara", untuk didengar, karenanya isi siaran
bersifat "sepintas lalu" dan tidak dapat diulang. Pendengar tidak
mungkin "menoleh kebelakang" sebagaimana pembaca koran yang
24
bisa kembali kepada tulisan yang sudah dibaca atau mengulang
bacaan.
2. Transmisi, proses penyebarluasannya kepada pendengar melalui
pemancaran.
3. Mengandung gangguan. Seperti timbul tenggelam dan gangguan
teknis.
4. Theatres of Mind, radio mencipta gambar dalam imajinasi
pendengar dalam kekuatan kata dan suara.
5. Identik dengan musik. Radio adalah sarana hiburan termurah dan
tercepat sehingga menjadi media utama untuk mendengarkan
musik (Romli, 2004: 22-23).
2.2. Tinjauan Tentang Pengetahuan Keagamaan
Aktifitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan
ritual (beribadah), tapi juga melakukan aktifitas lain yang didorong oleh
kekuatan akhir. Bukan hanya yang berkaitan dengan aktifitas yang tampak
dan terjadi dalam hati seseorang. Oleh karena itu, keberagaman seseorang
akan meliputi berbagai macam sisi atau dimensi (Ancok dan Suroso, 1995:
76).
Menurut Glock dan Stark (Ancok dan Suroso, 1995: 77-78), ada lima
macam dimensi keberagaman, yaitu:
Pertama, dimensi keyakinan (Ideologis). Dimensi ini berisi
pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada
25
pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin
tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana
para penganut diharapkan akan taat.
Kedua, dimensi praktek agama (Ritualistik). Dimensi ini mencakup
perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk
menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.
Ketiga, dimensi pengalaman (Eksperiensial). Dimensi ini berisikan
dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-
pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang
beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan
subyektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir (kenyataan terakhir
bahwa ia akan mencapai suatu kontak dengan kekuatan supranatural).
Keempat, dimensi pengetahuan agama (intelektual). Dimensi ini
mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak
memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan,
ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi.
Kelima, dimensi pengamalan (konsekuensi). Dimensi ini mengacu
pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman
dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari.
Dan beberapa dimensi tersebut dalam penelitian ini terfokus pada
dimensi pengetahuan keagamaan yaitu pengetahuan mengenai dasar-dasar
ritus, keyakinan, kitab suci dan tradisi-tradisi untuk selanjutnya penulis
kemukakan tentang pengetahuan keagamaan, dimana pengetahuan
26
keagamaan wujud dari dimensi keberagamaan sebagaimana yang telah
diwujudkan.
Menurut epistemologi setiap pengetahuan manusia itu adalah hasil
dari berkontraknya dua macam yaitu:
a. Benda atau hal yang diperiksa, diselidiki dan akhirnya diketahui (obyek)
b. Manusia yang melakukan pelbagai pemeriksaan dan penyelidikan dan
akhirnya mengetahui (mengenai) benda atau hal yang tadi.
Dari definisi pengetahuan di atas, bahwa yang dimaksud dengan
pengetahuan disini adalah faham suatu subyek mengenai obyek yang
dihadapinya. Yang disebut subyek disini ialah manusia sebagai kesatuan
pelbagai macam kesanggupan (akal, panca indera, dan lain sebagainya).
Yang digunakan untuk mengetahui sesuatu, jelasnya manusia sebagai
kesadaran, yang disebut obyek pengetahuan adalah benda atau hal yang
diselidiki oleh pengetahuan tersebut sekedar benda (sesuatu) yang merupakan
realitas bagi manusia yang menyelidiki (Anshari, 1979: 43-44).
Pengetahuan menurut Lorens Bagus (2002: 803) adalah proses yang
diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam
peristiwa ini yang mengetahui (subyek) memiliki yang diketahui (obyek) di
dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu
menyusun yang diketahui itu pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif.
Dalam arti luas, pengetahuan berarti semua kehadiran internasional
obyek dalam subyek. Tetapi dalam arti sempit dan berbeda dengan imajinasi
atau pemikiran belaka, pengetahuan hanya berarti putusan yang benar dan
27
pasti (kebenaran; kepastian). Disini subyek sadar akan hubungan-
hubungannya sendiri dengan obyek dan sadar akan hubungan obyek dengan
eksistensi. Pada umumnya, adalah tepat kalau mengatakan pengetahuan
hanya merupakan pengalaman "sadar". Karena, sangat sulit melihat
bagaimana persisnya suatu pribadi dapat sadar akan suatu eksisten tanpa
kehadiran eksisten itu di dalam dirinya (Bagus, 2002: 804).
Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu.
Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, dan insaf. Mengerti dan
pandai. Pengetahuan adalah semua miliki atau isi pikiran (Gazalba, 1992: 2).
Selanjutnya mengenai pengetahuan theologies (pengetahuan agama)
dikemukakan sebagai berikut:
a. Pengetahuan theologies (pengetahuan agama) bukanlah agama itu sendiri,
melainkan pengetahuan tentang agama.
b. Agama (yakni agama wahyu) bukanlah pengetahuan melainkan
pemberitaan, yakni pemberitaan dari Tuhan (dalam hal ini pemberitahuan
Tuhan atau agama wahyu itu adalah obyek yang diketahui oleh manusia
sebagai subyek yang mengetahui); dengan perkataan lain, pengetahuan
agama atau pengetahuan keagamaan ialah faham subyek mengenai obyek
yang dalam hal ini ialah agama (Anshari, 1979: 46).
Pengetahuan itu dapat dikembangkan oleh manusia, manusia adalah
satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan ini secara
sungguh-sungguh, binatang pun mempunyai pengetahuan tetapi pengetahuan
itu sebatas untuk kelangsungan hidupnya (survival). Manusia
28
mengembangkan pengetahuan lebih dari sekedar untuk memenuhi kebutuhan
dan kelangsungan hidupnya, manusia memikirkan hal baru, bahkan
menjelajah cakrawala yang luas, karena manusia hidup bukan sekedar untuk
kelangsungan hidup, melainkan lebih dari itu.
Manusia dapat mengembangkan pengetahuan karena 2 (dua) hal
utama, yaitu:
1. Manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi
dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut.
2. Manusia mampu mengembangkan pengetahuan dapat cepat dan mantap
adalah kemampuan untuk berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir
tertentu.
Secara garis besar cara berfikir seperti ini disebut penalaran dua
kelebihan inilah yang kemungkinan manusia mengembangkan
pengetahuannya, yakni bahasa yang bersifat komunikatif dan pikiran yang
mampu nalar. Tentu saja tidak semua pengetahuan berasal dari proses
penalaran, sebab berpikir pun tidak senantiasa bernalar. Manusia bukan
semata-mata makhluk yang berfikir sekedar homo sapiens yang steril.
Manusia adalah makhluk yang berfikir, merasa dan megindera. Dan totalitas
pengetahuan yang berasal dari ketiga sumber tersebut, disamping wahyu
yang merupakan komunikasi sang pencipta dengan makhluk-Nya (Sanwar,
1984: 13).
29
2.3. Tinjauan Tentang Pengaruh Antara Mendengarkan Siaran Dakwah
Islam di Radio dengan Pengetahuan Keagamaan
Dari landasan teoritik masing-masing variabel di atas, maka setelah
dianalisis ada hubungan atau keterkaitan antara mendengarkan siaran dakwah
Islam dengan pengetahuan keagamaan. Dimana apabila kita sering
mendengarkan siaran dakwah Islam maka kemungkinan besar dapat
menambah pengetahuan keagamaan. Sebagaimana yang telah diuraikan
diatas bahwa media dakwah memiliki peranan atau kedudukan sebagai
penunjang tercapainya tujuan, artinya proses dakwah tanpa adanya media
masih dapat mencapai tujuan yang semaksimal mungkin.
Sebenarnya media dakwah ini bukan saja berperanan sebagai alat
bantu dakwah, namun bila ditinjau dakwah sebagai suatu sistem, yang mana
sistem ini terdiri dari beberapa komponen (unsur) yang komponen satu
dengan lainnya saling kait mengkait, bantu membantu dalam mencapai
tujuan. Maka dalam hal ini media dakwah mempunyai peranan atau
kedudukan yang sama dibanding dengan komponen yang lain, seperti metode
dakwah, obyek dakwah dan sebagainya. Apalagi dalam penentuan strategi
dakwah yang memiliki efektifitas dan efisiensi, peranan media dakwah
menjadi tampak jelas (Syukir, 1983: 164).
Efektifitas dan efisiensi berdakwah di radio akan lebih mendukung
jika dai mampu memodifikasi dakwah dalam metode yang cocok dengan
situasi dan kondisi siaran, apakah melalui metode ceramah, sandiwara
ataukah melalui forum tanya jawab (Abda, 1994: 93). Hal ini dikarenakan
30
seorang dai tidak dapat melihat secara langsung ekspresi gerak maupun rupa
dari komunikan.
Radio sebagai media dakwah yang memiliki kelebihan-kelebihan
dibanding dengan media massa lainnya, antara lain:
1. Program radio dipersiapkan oleh seorang ahli, sehingga bahan yang disampaikan benar-benar bermutu.
2. Radio merupakan bagian dari budaya masyarakat. 3. Harga dan biaya cukup murah, sehingga masyarakat mayoritas memiliki
alat itu. 4. Mudah dijangkau oleh masyarakat. Artinya pendengar cukup di rumah. 5. Radio mampu menyampaikan kebijaksanaan, informasi secara tepat dan
akurat. 6. Pesawat mudah dibawa kemana-mana.
Disamping radio memiliki kelebihan, radio juga memiliki kelemahan-
kelemahan, diantaranya:
1. Siaran hanya sekali didengar (tidak dapat diulang), kecuali memang dari pusat pemancarnya.
2. Terikat oleh pusat pemancarnya dan waktu siaran, artinya siaran radio setiap saat dapat didengar menurut kehendaknya.
3. Terlalu peka akan gangguan sekitar, baik bersifat alami maupun teknis (Syukir, 1983: 176-177).
Radio tidak lepas sebagai media peningkatan keberagaman, sedikit
banyak orang yang mendengarkan dakwah melalui radio akan merubah
mungkin tingkah laku atau bahkan gaya hidup. Radio memberikan
sumbangan pembinaan masyarakat yang disampaikan lewat radio dengan
materi-materi dakwah yang telah ditentukan dengan penyampaian yang terus
menerus tiap hari secara berkesinambungan, sehingga diharapkan mad'u
bergerak hatinya dengan kesadaran untuk mengamalkan.
Radio sebagai alat untuk mempengaruhi masyarakat, diharapkan agar
isinya benar-benar sesuai dengan kondisi sekarang, sehingga masyarakat atau
31
pendengar tersentuh akan isi yang disampaikan, menerima menghayati dan
termotivasi untuk mengamalkannya.
Radio sudah barang tentu merupakan media yang digunakan
komunikator untuk menyampaikan pesan kepada komunikan. Proses
komunikasi akan berjalan baik apabila terjadi umpan balik (feed back) baik
secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi komunikan
ketika menerima pesan dari komunikator.
Dalam literatur komunikasi massa, hal ini sering disebut teori jarum
hipodermik. Metode ini mempunyai asumsi bahwa komponen-komponen
komunikasi (komunikator, pesan, media) amat perkasa dalam mempengaruhi
komunikasi. Model ini dikesankan seakan-akan komunikasi "disuntikkan"
langsung ke dalam jiwa komunikan. Model ini sering juga disebut teori
"peluru" (bullet theory) karena komunikan dianggap secara pasif menerima
berondongan pesan-pesan komunikasi. Sedang efek yang timbul adalah pada
segi kognitif (perubahan, pendapatan, penambahan pengetahuan, perubahan
kepercayaan), segi efektif (sikap, perasaan kesukaan) dan segi behavioral
(perilaku atau kecenderungan perilaku) (Rahmat, 2000: 62-64).
Adanya teori jarum suntik tersebut bahwa media komunikasi massa
bisa mempengaruhi seseorang dalam pengetahuan, sikap maupun perilaku.
Untuk itu media komunikasi massa sangat diperlukan baik sebagai alat
informasi maupun sebagai media dakwah. Hubungan dengan penelitian ini
adalah pendengar radio hanya bisa menerima pesan-pesan yang disampaikan
tanpa adanya kesempatan untuk berinteraksi secara langsung sehingga
32
pendengar cepat terpengaruh. Karena tujuan komunikasi ini bukan hanya
sekedar memberitahu, tetapi juga agar komunikan itu bersedia menerima
suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu kegiatan atau tindakan, maka
tarafnya bukan lagi informatif, melainkan menjadi persuasif, komunikasi
yang mengandung persuasi (bujukan atau ajakan).
Seluruh proses komunikasi yang disertai dengan tindakan persuasi
senantiasa diarahkan untuk mengubah cara berfikir, pandangan dan wawasan,
perasaan, sikap dan tindakan komunikan. Informasi yang jelas dengan
menggunakan materi, bahasa yang sesuai dengan kondisi pendengar, mudah
dicerna, dipahami, dihayati kemudian diamalkan sebagai suatu perbuatan
yang sesuai dengan ajaran agama.
Pesan-pesan yang disampaikan melalui radio pada akhirnya akan
memperkaya pengetahuan keagamaan serta persepsi pendengarnya.
Rangsangan ini kemudian akan mempengaruhi suatu pola pikir pendengarnya
serta lingkup pengalaman seseorang dalam membentuk sikap dan tingkah
lakunya.
Jika dihubungkan dengan Radio Mega FM, keaktifan pendengar
dalam mendengarkan siaran dakwah tersebut, akan memudahkan daya
pengetahuan keagamaan mereka terhadap nilai-nilai agama.
2.4. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara dari masalah
yang akan diteliti, maka perlu dibuktikan kebenarannya dengan data
33
(Bachtiar, 1997: 56). Jadi suatu hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah hipotesis kerja (Ha) "Ada Pengaruh Positif Antara Mendengarkan
Siaran Dakwah Islam di Radio Mega FM Terhadap Peningkatan Pengetahuan
Keagamaan Masyarakat Pendengarnaya di Kecamatan Balapulang Kabupaten
Tegal".