Download - BAB I Konj.vernal
BAB I
PENDAHULUAN
Konjungtivitis (radang konjungtiva) adalah penyakit mata paling umum
didunia.1 Konjungtivitis adalah proses inflamasi yang meliputi permukaan mata
dan dikarakteristikan oleh adanya dilatasi vaskular, infiltrasi sel dan eksudasi.
Konjungtivitis dibedakan menjadi 2 bentuk yaitu: akut dan kronis.2 Penyebab
umumnya eksogen, namun bisa juga endogen. Gejala penting pada konjungtivitis
adalah sensasi benda asing yaitu sensasi tergores atau terbakar, sensasi penuh di
sekeliling mata, gatal dan fotofobia. Tanda-tanda penting konjungtivitis adalah
hiperemia, mata berair, eksudasi, pesudoptosis, hipertrofi papilar, kemosis,
folikel, pseudomembran dan membran, granuloma dan adenopati pre-aurikuler.1
Konjungtivitis vernalis adalah penyakit bilateral yang biasanya mulai pada
tahun-tahun prapubertas dan berlangsung selama 5-10 tahun.1 Konjungtivitis
vernalis adalah penyakit pada anak-anak, penyakit ini adalah 0,5% dari penyakit
alergi pada mata.3 Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan
perempuan. Penyakit ini hampir selalu lebih parah selama musim semi, musim
panas, dan musim gugur daripada musim dingin. Paling banyak ditemukan di
afrika sub-sahara dan timur tengah.1 Konjungtivitis vernalis mengenai pasien
muda antara 3-25 tahun. Biasanya pada laki-laki mulai pada usia <10 tahun.
Penyakit ini paling banyak pada laki-laki yaitu pada dekade ke 2 kehidupan.4
Konjungtivitis vernalis adalah akibat dari reaksi hipersensitivitas tipe 1
yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren.5 Konjungtivitis vernalis
menunjukan adanya aktivitas sel mast/ limfosit yang memediasi respon alergi.4
Alergen spesifiknya sulit dilacak, tetapi pasien konjungtivitis vernalis biasanya
menampilkan manifestasi alergi lainnya yang diketahui berhubungan dengan
sensitivitas terhadap tepung sari rumput-rumputan.1
Pasien umumnya mengeluh sangat gatal dengan kotoran mata berserat-
serat. Biasanya ada riwayat alergi pada keluarga dan pasien itu sendiri. Pada
konjungtiva palpebralis superior sering terdapat papila raksasa mirip batu kali
(cobblestone) yang berbentuk poligonal dengan atap rata dan mengandung berkas
1
kapiler.1 Papil raksasa ini disertai dengan rasa gatal berat, sekret gelatin yang
berisi eosinofil atau granula eosinofil, pada kornea terdapat keratitis,
neovbaskularisasi dan tukak indolen.5 Konjungtiva tampak putih susu, dan
terdapat banyak papila halus di konjungtiva tarsalis inferior.1 Pada penyakit ini,
kulit periorbita biasanya normal.3 Ada 2 bentuk utama dari konjungtivitis vernalis
yaitu bentuk palpebral dan limbal.1
Penyakit ini adalah penyakit yang sembuh sendiri, dan medikasi yang
dipakai adalah untuk meredakan gejala dan dapat memberikan perbaikan dalam
waktu singkat, namun dapat memberi kerugiain jika dipakai dalam jangka
panjang.1 Pemakaian steroid topikal atau sistemik yang mengurangi rasa gatal
akan menyembuhkan, tetapi pemakaian dalam jangka panjang dapat menyebabkan
glaukoma, katarak dan komplikasi yang lainnya. Kombinasi antihistamin
penstabil sel mast bermanfaat sebagai agen profilaktik dan terapeutik pada kasus
sedang hingga berat.1,5 Dapat diberikan kompres dingin, vasokonstriktor natrium
karbonat untuk membuat pasien merasa nyaman.5 Tidur atau berektivitas/ bekerja
diruang ber-AC juga membuat nyaman. Blefaritis dan konjungtivitis stafilokok
adalah komplikasi yang sering dan harus ditangani.1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Konjungtiva.
Morfologi konjungtiva.
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan
dengan kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel
kornea di limbus.
sumber dari oftalmologi a
pocket textbook altas hal 84-119.
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan
melekat erat ke tarsus. Ditepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke
posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera
menjadi konjungtiva bulbaris.Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum
3
orbitale di forniks dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan ini memungkinkan
bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Duktus-
duktus kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal superior. Konjungtiva
bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera di bawahnya, kecuali
dilimbus (tempat kapsul tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3 mm).
Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, lunak dan mudah bergerak yaitu
plica semilunaris, letaknya di kantus internus. Struktur epidermoid kecil semacam
daging (caruncula) menempel secara superfisial ke bagian dalam plica semilunaris
dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit maupun mukosa.
Histologi konjungtiva.
Lapisan epitel konjungtiva terdiri atas 2 hingga 5 lapisan sel epitel silindris
bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di
atas caruncula dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata
terdiri atas sel-sel epitel skuamosa bertingkat. Sel-sel epitel superfisial
mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus yang
terbentuk mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan
air mata prakornea secara merat. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat
dibandingkan dengan sel-sel superfisial dan didekat limbus dapat mengandung
pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi 1 lapisan adenoid (superfisial) dan 1
lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan
dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan in tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3
bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada
lempeng tarsus. Lapisan ini tersusun longgar pada bola mata.
Kelenjar lakrimal aksesorius (kelenjar krause dan wolfring) yang struktur
dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, letaknya di dalam stroma. Sebagian besar
kelenjar krause berada di forniks atas, sisanya ada di forniks bawah. Kelenjar
wolfring terletak di tepi atas tarsus atas.
4
Perdarahan, limfatik dan persarafan.
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari a. ciliaris anterior dan a. Palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dg vena konjutiva
lainnya membentuk jaring vaskular yang sangat banyak. Pembuluh limfe
konjungtiva tersusun di dalam lapisan superfisial dan profundus dan bergabung
dengan pembuluh limfe palpebra membentuk pleksus limfatikus yang kaya.
Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama nervus V, saraf ini
memeliki serabut nyeri yang relatif sedikit.
Imunitas humoral di konjungtiva sebagian besar adalah diperankan oleh Ig
A, sedangkan imuinitas selulernya didominasi oleh sel T CD4+. Serosal sel mast
berisi protease netral yang normalnya ada dikonjungtiva, dan mukosa sel mast dg
granua-granula yang berisi triptase. Triptase ini akan meningkat pada pasien atopi.
Degranulasi produk dari sel mast akan menyebabkan kemerahan pada
konjungtiva, kemosis, pengeluaran sekret dan gatal.
2.2. Konjungtivitis
Definisi dan etiologi.
Konjungtivitis adalah proses inflamasi yang meliputi permukaan mata dan
dikarakteristikan oleh adanya dilatasi vaskular, infiltrasi sel dan eksudasi.
Konjungtivitis dibedakan menjadi 2 bentuk yaitu:
1. Konjungtivitis akut, onsetnya mendadak dan mulanya unilateraldengan
inflamasi pada mata dalam hitungan detik dalam 1 minggu. Keluhan
berlangsung selama <4 minggu.
2. Konjungtivitis kronik, berlangsung >3-4 minggu.
Konjungtivitis (radang konjungtiva) adalah penyakit mata paling umum
didunia. penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair
sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Penyebab
umumnya eksogen, namun bisa juga endogen.
Konjungtivitis adalah salah satu penyakit mata merah dengan penglihatan
normal dan kotor atau sekret. Sekret merupakan produk kelenjar, ada di
5
konjungtiva bulbi yang dikeluarkan oleh sel goblet. Sekret pada konjungtiva bulbi
dapat bersifat;
Air, disebabkan oleh infeksi virus atau alergi
Purulen, disebabkan oleh infeksi bakteri atau klamidia
Hiperpurulen, disebabakn oleh gonokok atau meningokok
Mukoid, disebabkan oleh alergi atau vernal
Serous, disebabkan oleh adenovirus.
Sitologi konjungtivitis.
Cedera epitel konjuntiva oleh agen perusak dapat diikuti oleh edema
epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau pembentukan granuloma.
Hal ini juga memungkinkan terjadi edema stroma konjungtiva (kemosis) dan
hipertrofi lapisan limfoid stroma (pembentukan folikel). Dapat ditemukan sel-sel
radang termasuk neutrofil,eosinofil, basofil, limfosit dan sel plasma yang
seringkali menunjukkan agen peruskanya. Sel-sel radang bermigrasi dari stroma
konjuntiva melalui epitel permukaan. Sel-sel ini bergabung dengan fibrin dan
mukus dari sel-sel untuk membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan
perlengketan tepian palpebra (terutama pagi hari).
Sel-sel radang terutama terlihat dalam eksudat atau kerokan yang diambil
dengan spatula platina steril dari permukaan konjungtiva yang telah dianestesi.
Bahan ini dipulas dengan pulasan gram (untuk mengidentifikasi organisme
bakteri) dan pulasan giemsa (untuk menetapkan jenis dan morfologi sel). Pada
konjungtivitis alergi, eosinofil dan basofil sering ditemukan dalam biopsi
konjungtiva, tapi jarang pada sediaan hapus konjungtiva, eosinofil atau granul
eosinofilik biasanya ditemukan pada keratokonjungtivitis/konjungtivitis vernalis.
Sejumlah besar protein yang eksresikan eosinofil (ex: protein kation
eosinofil) dapat ditemukan dalam air mata pasien konjungtivitis vernal, atopik dan
alergika. Sebaran eosinofilik dan eosinofil terdapat dalam konjungtivitis vernal.
Pada semua jenis konjungtiva terdapat sel-sel plasma dalam stroma konjungtiva,
namun tidak bermigrasi melalui epitel sehingga tidak tampak dalam hapusan
6
eksudatatau kerokan permukaan konjungtiva, kecuali epitelnya telah nekrotik
seperti pada trakoma.
Gejala konjungtivitis.
Gejala penting pada konjungtivitis adalah sensasi benda asing yaitu
sensasi tergores atau terbakar, sensasi penuh di sekeliling mata, gatal dan
fotofobia. Sensasi benda asing dan sensasi tergores atau terbakar sering
dihubungkan dengan edema dan hipertrofi papila yang biasanya menyertai
hiperemia konjungtiva. Jika ada rasa sakit, korneanya juga mungkin terkena.
Tanda konjungtivitis.
Tanda-tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, mata berair, eksudasi,
pesudoptosis, hipertrofi papilar, kemosis, folikel, pseudomembran dan membran,
granuloma dan adenopati pre-aurikuler.
Hiperemia.
Adalah tanda klinis konjungtivitis akut yang paling menyolok. Kemerahan
paling jelas di forniks dan makin berkurang ke arah limbus kornea karena dilatasi
pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior. Dilatasi perilimbus atau hiperemia
siliaris mengesankan adanya radang kornea atau struktur yang lebih dalam. Warna
merah terang mengesankan konjungtivitis bakteri, tampilan putih susu
mengesankan konjungtivitis alergika. Hiperemi tanpa infiltrasi sel mengesankan
iritasi oleh penyebab fisik seperti angin, matahari, asap dll. Bisa juga karena
penyakit yang berhubungan dg ketidakstabilan vaskular (ex: acne roseosa).
Mata berair (epifora).
Tanda ini seringkali khas pada konjungtivitis. Sekresi air mata yang
diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, sensai terbakar atau tergores atau
oleh rasa gatalnya. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh-pembuluh yang
hiperemik dan menambah jumlah air mata tersebut. Kurangnya sekresi air mata
yang abnormal mengesankan keratokonjungtivitis sika.
Eksudasi.
Adalah ciri semua konjungtivitis akut. Eksudatnya berlapis-lapis dan amorf
pada konjungtivitis bakteri dan berserabut pada konjungtivitis alergika. Pada
7
hampir semua jenis konjungtivitis, didapatkan banyak kotoran mata dipalpebra
saat bangun tidur, jika eksudatnya sangat banyak dan palpebranya saling lengket
mungkin disebabkan oleh konjungtivitis bakteri atau klamidia.
Pseudoptopsis.
Adalah terkulainya palpebra superior karena infiltrasi di otot Muller. Keadaan
ini dijumpai pada jenis konjungtivitis berat (ex: trakoma dan keratokonjungtivitis
epidemika).
Hipertrofi papilar.
Adalah reaksi konjutiva nonspesifik yang terjadi karena konjungtiva terikat
pada tarsus atau limbus dibawahnya oleh serabut-serabut halus. Ketika berkas
pembuluh yang membentuk substansi papila (bersama unsur eksudat) mencapai
membran basal epitel, pembuluh ini bercabang-cabang diatas papila mirip jeruji
payung. Eksudat radang mengumpul diantara serabut-serabut dan membentuk
tonjolan-tonjolan konjungtiva. Pada penyakit-penyakit nekrotik (ex:trakoma),
eksudat dapat digantikan oleh jaringan granulasi atau jaringan ikat. Jika papilanya
kacil, tampilan konjungtiva umunya licin, seperti beludru. Konjungtiva dengan
papila merah mengesankan penyakit bakteri atau klamidia (ex: konjungtiva tarsal
merah mirip beludru adalah khas pada trakoma akut). Pada infiltasi berat
konjungtiva, dihasilkan papil raksasa.
Pada keratokonjuntivitis vernal/konjungtivitis vernal, papil ini disebut “papila
cobblestone’ karena tampilannya yang rapat, papila raksasa beratap rata, poligonal
dan berwarna putih susu kemerahan. Jika letaknya di tarsal superior maka
mengesankan keratokonjungtivitis vernal dan keratokonjungtivitis papil raksasa.
Sedangkan di tarsal inferior mengesankan keratokonjungtivitis atopik.
Papila juga dapat timbul dilimbus, terutama pada daerah yang biasanya
terpajan saat mata terbuka (antara pukul 2 dan 4 dan antara pukul 8 dan 10), disini
tampak berupa tonjolan-tonjolan gelatinosa yang dapat meluas sampai ke kornea.
Papila limbus ini khas untuk keratokonjungtivitis vernal, tapi jarang pada
keratokonjungtivitis atopik.
8
Kemosis.
Konjungtiva sangat mengarah pada konjungtivitis alergi, tapi dapat timbul
pada konjungtyivitis gonokok atau meningokok akut dan terutama pada
kojungtivitis adenoviral.
Folikel.
Tampak pada sebagian besar konjungtivitis virus, semua kasus konjungtivitis
klamidia, kecuali konjungtivitis inklusi neonatal, beberapa kasus konjungtivitis
parasitik dan pada beberapa kasus konjungtivitis toksik yang diniduksi oleh obat
topikal (ex; miotik, dipivefrin, idoxuridine). Folikel merupakan suatu hiperplasia
limfoid lokal di dalam lapisan limfoid konjungtiva dan biasanya mempunyai
sebuah pusat germinal. Folikel dapat dikenali sebagai struktur bulat kelabu atau
putih yang avaskular. Pada pemeriksaan slitlamp, tampak pembuluh-pembuluh
kecil yang muncul pada batas folikel dan mengitarinya.
Pseudomembran dan membran.
Adalah hasil dari proses eksudatif dan hanya berbeda derajatnya.
Pseudomembran adalah suatu pengentalan (koagulum) diatas permukaan epitel,
jika diangkat maka epitelnya tetap utuh. Sedangkan membran adalah pengentalan
yang meliputi seluruh epitel yang jika diangkat, meninggalkan permukaan yang
kasar dan berdarah. Pseudomembran dan membran dapat menyertai konjungtivitis
epidemika, k. Virus herpes simpleks primer, k. Streptokok, difteria dll. Dapat pula
kibat luka bakar kimiawi, terutama alkali.
Granuloma.
Pada Konjungtiva selalu mengenai stroma dan paling sering berupa kalazion.
Penyebab endogen contohnya sifilis, sarkoid.
Fliktenula.
Merupakan reaksi hipersensitivitas lambat terhadap antigen mikroba (ex:
antigen mikrobial). Fliktenula awalnya berupa perivaskulitis dengan penumpukan
limfosit di pembuluh darah.
Limfadenopati preaurikuler.
Adalah tanda penting konjungtivitis.
9
Diagnosis banding tipe konjungtivitis yang lazim.
Klinik dan sitologi Viral bakteri Klamidia Atopik (alergi)Gatal Minim Minim Minim HebatHyperemia Umum Umum Umum UmumAir mata Profuse Sedang Sedang SedangEksudasi Minim mengucur Mengucur MinimAdenopati periaurikuler Lazim Jarang Lazim hanya
konjungtivitis inklusiTak ada
Pewarnaan kerokan dan eksudat Monosit Bakteri, PMN
PMN, plasma sel, badan inklusi
Eosinofil
Sakit tenggorok, panas yg menyertai
Kadang kadang Tak pernah Tak pernah
Diagnosis banding konjungtivitis berdasarkan gambaran klinis.
Tanda Bakterial Viral Alergik Toksik Injeksi konjungtivitis
Mencolok Sedang Ringan-sedang Ringan-sedang
Hemoragi + + - -Kemosis ++ +/- ++ +/-Eksudat Purulen atau
mukopurulenJarang, air Berserabut
(lengket) putih-
pseudomembran +/- +/-Papil +/- - + -Folikel - + - + (medikasi)Nodus preaurikular + ++ - -Panus - - - -
Pada konjungtivitis, tajam penglihatan normal, silau (-), terasa sakit pedes
atau kelilipan, mata merah berupa injeksi konjungtiva, sekretnya
serous/mukos/purulen, lengket dikelopak mata terutama pagi hari, papil normal.
Sumber dari oftalmologi a pocket textbook altas hal 84-119.
10
injeksi konjungtiva: warnanya merah terang, dilatasi pembuluh darahnya bergerak
dengan konjungtiva dan berkurang kearah limbus.
2.2.1. Konjungtivitis Alergika
Konjungtivitis alergika ada 2 macam yaitu reaksi hipersensitivitas humoral
segera dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
Reaksi hipersensitivitas humoral segera ada 4 macam yaitu:
1. Konjungtivitis hay fever.
Merupakan konjungtivitis nonspesifik ringan, umunya menyertai hay fever
(rinitis alergika). Biasanya terdapat riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput,
bulu hewan dll. Pasien mengeluh gatal, kemerahan, mata berair dan sering
mengatakan matanya seakan-akan “tenggelam dalam jaringan sekitarnya.
Terdapat injeksi ringan di konjungtiva palpebralis dan bulbaris, selama serangan
akut sering ditemukan kemosis berat yg menjadi sebab pasien mengatakan
matanya tenggelam dalam jaringan. Mungkin terdapat sedikit kotoran mata,
khususnya setelah pasien mengucek mata. Eosinofil sulit ditemukan pada kerokan
konjungtiva. Jika lergennya menetap, maka dapat timbul konjungtivitis papilar.
2. Konjungtitis vernalis.
Adalah penyakit alergi bilateral yang biasanya mulai pada tahun-tahun
prapubertas dan berlangsung selama 5-10 tahun. Disebut juga konjungtivitis
musiman.
3. Konjungtivitis atopik.
Seringkali diderita pada orang yang menderita dermatitis atopik. Tanda dan
gejalanya adalah sensai terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah dan
fotofobia. Tepi palpebranya eritematosa dan konjungtiva tampak putih seperti
susu. Terdapat papila-papila halus, tetapi papila raksasa kurang nyata
dibandingkan pada keratokonjungtivitis vernal dan lebih sering terdapat ditarsus
11
inferior. Penyakit ini seperti konjungtivitis vernal, yaitu kurang aktif setelah
pasien berumur 50 tahun.
4. Konjungtivitis papilar raksasa.
Tanda dan gejalanya mirip dengan konjungtivitis vernalis. Penyakit ini dapat
dijumpai pada pasien pengguna lensa kontak atau mata buatan dari plastik.
Sedangkan konjungtivitis alergika reaksi hipersensitivitas tipe lambat yaitu:
1. Fliktenulosis.
Timbul sebagai lesi kecil (D 1-3 mm) yang keras, merah, meninggi dan
dikelilingi zona hiperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga dengan apeks
mengarah ke kornea. Penyakit ini termasuk respon hipersensitivitas tipe lambat
terhadap protein mikroba, seperi tuberkel, stapylokokus, C. Albicans dll.
2. Konjungtivitis ringan sekunder akibat blefaritis kontak.
Disebabkan oleh atropine, neomycin, antibiotik spektrum luas dan obat topikal
lain.
2.2.2 Konjungtivitis vernal.
Definisi dan epidemiologi
Konjungtivitis vernal juga dikenal sebagai “catarrh musim semi” dan
konjungtivitis musim kemarau adalah penyakit bilateral yang biasanya mulai pada
tahun-tahun prapubertas dan berlangsung selama 5-10 tahun. Konjungtivitis
vernalis adalah penyakit pada anak-anak, penyakit ini adalah 0,5% dari penyakit
alergi pada mata. Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan
perempuan. Penyakit ini lebih jarang didaerah beriklim sedang daripada daerah
hangat dan hampir tidak ada di daerah dingin. Penyakit ini hampir selalu lebih
parah selama musim semi, musim panas, dan musim gugur daripada musim
dingin. Paling banyak ditemukan di afrika sub-sahara dan timur tengah.
Konjungtivitis vernalis mengenai pasien muda antara 3-25 tahun. Biasanya pada
12
laki-laki mulai pada usia <10 tahun. Kondisi ini paling banyak mempengaruhi
laki-laki pada dekade ke 2 kehidupan.
Etiologi.
Konjungtivitis vernalis adalah akibat dari reaksi hipersensitivitas tipe 1
yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Konjungtivitis vernalis
menunjukan adanya aktivitas sel mast/ limfosit yang memediasi respon alergi.
Alergen spesifiknya sulit dilacak, tetapi pasien konjungtivitis vernalis biasanya
menampilkan manifestasi alergi lainnya yang diketahui berhubungan dengan
sensitivitas terhadap tepung sari rumput-rumputan.
Gambaran klinis.
Pasien umumnya mengeluh sangat gatal dengan kotoran mata berserta-
serat. Biasanya ada riwayat alergi pada keluaraga dan pasien itu sendiri. Pada
konjungtiva palpebralis superior sering papila raksasa mirip batu kali
(cobblestone). Setiap papila raksasa berbentuk poligonal dengan atap rata dan
mengandung berkas kapiler. Papil raksasa ini disertai dengan rasa gatal berat,
sekret gelatin yang berisi eosinofil atau granula eosinofil, pada kornea terdapat
keratitis, neovbaskularisasi dan tukak indolen. Konjungtiva tampak putih susu,
dan terdapat banyak papila halus di konjungtiva tarsalis inferior. Pada penyakit
ini, kulit periorbita biasanya normal.
Klasifikasi.
Ada 2 bentuk utama dari konjungtivitis vernalis yaitu;
1. Bentuk palpebra
Terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat pertumbuhan papil yang
besar (cooblestone) yang diliputi sekret mukoid. Konjungtiva tarsal inferior
hiperemi, edema terdapat papil halus dengan kelainan kornea lebih berat
dibandingkan bentuk limbal. Papil besar ini tampak sebagai tonjolan berbentuk
poligonal dengan permukaan yang rata dengan kapiler ditengahnya.
13
Sumber dari
AAO pediatric oftalmology hal 209. Vernal Keratoconjunctivitis.
2. Bentuk limbal
Terdapat hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk
jaringan hiperplastik gelatin, dengan trantas dot (binti-bintik putih yang terlihat di
limbus beberapa pasien dengan fase aktif konjungtivitis vernalis) yang merupakan
degenerasi epitel kornea atau eosinofil dibagian epitel limbus korena,
terbentuknya pannus dengan sedikit eosinofil. Didalam bintik trantas ditemukan
banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas dan juga di sediaan hapus eksudat
konjungtiva yang terpulas giemsa.
Sebuah pseudogerontoxon (kabut serupa busur) sering terlihat pada korena
dekat papila limbus. Mikropannua sering tampak pada konjungtivitis vernal
palpebra dan limbus, tapi pannus besar jarang. Parut konjungtiva biasanya tidak
ada, kecuali sudah pernah kriopterapi, pengangkatan papila, iradiasi atau prosedur
yang lainnya. Mungkin terbentuk ulkus kornea superfisial (perisai) lonjong dan
terletak disuperior yang dapat berakibat parut ringan di kornea. Dan jika terdapat
lesi di kornea maka tak satupun lesi yang berespon baik terhadap terapi standar.
Konjungtivitis vernalis mungkin bisa juga disetrtai keratokonus.
Diagnosis Banding.
Konjungtivitis Atopik
Konjungtivitis Papilar raksasa
Konjungtivitis Hay Fever
14
Terapi.
Penyakit ini adalah penyakit yang sembuh sendiri, dan medikasi yang
dipakai adalah untuk meredakan gejala dan dapat memberikan perbaikan dalam
waktu singkat, namun dapat memberi kerugiain jika dipakai dalam jangka
panjang. Pemakaian steroid topikal atau sistemik yang mengurangi rasa gatal akan
menyembuhkan, tetapi pemakaian dalam jangka panjang dapat menyebabkan
glaukoma, katarak dan komplikasi yang lainnya. Kombinasi antihistamin
penstabil sel mas bermanfaat sebagai agen profilaktik dan terapeutik pada kasus
sedang hingga berat. Dapat diberikan kompres dingin, vasokonstriktor natrium
karbonat untuk membuat pasien merasa nyaman. Tidur atau berektivitas/ bekerja
diruang ber-AC juga membuat nyaman. Kemungkinan besar, pemulihan terbaik
dicapai dengan pindah ketempat beriklim sejuk dan lembab, dengan ini keluhan
ada membaik jika tidak dapat sembuh total.
Gejala akut pada konjungtivitis vernalis yaitu sangat fotofobia hingga
tidak dapat berbuat apa-apa, keluhan ini sering diatasi degan oemberian steroid
topikal atau sistemik jangka pendek diikuti dengan vasokonstriktor, kompres
dingin dan pemakaian teratur tetes mata yang memblok histamin. Obat-obat
OAINS seperi ketorolac dan lodoxamide, cukup bermanfaat mengurangi gejala,
tapi bisa memperlambat ulkus ‘perisai”. Kelainan kornea dan konjungtiva dapat
diobati dengan natrium cromolyn topikal. Jika terdapat tukak maka diberi
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai dengan siklopegik. Blefaritis
dan konjungtivitis stafilokok adalah komplikasi yang sering dan harus ditangani.
Kekambuhan pasti terjadi, khususnya pada musim panas, tapi setelah sejumlah
kekambuhan, papillae akan menghilang sempurna tanpa meninggalkan jaringan
parut.
Pengobatan untuk konjungtivitis vernalis biasanya sedikit lebih efektif dari
pada konjungtivitis alergi. Tetes mata kombinasi penstabil sel mast dan
penghambat reseptor H1 digunakan untuk kasus yang ringan. Siklosporin topikal
sering efektif pada kasus yang lebih berat. Injeksi kortikostreoid supratarsal
digunakan untuk pasien dengan konjungtivitis vernal yang sulit.
15
Tabel obat untuk penyakit alergi pada mata
Antihistamin.
Terapi topikal dimulai dengan pemberian antihistamin atau penstabil sel
mast. Stimulasi resptor H1 pada konjungtiva akan memediasi gejala seperti gatal,
dan aktivasi resptor H2 akan mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah.
Generasi ke 2 dari antagonis resptor H1 digunakan untuk pengobatan topikal
untuk konjungtivitis alergi. Contohnya yaitu levocabastine,azelastine dan
emedastine.
Generasi baru dari antagonis reseptor H1, azelastin topikal aktivasnya
akan mengurangi eosinofil dan aktivasi sel T limfosit dan menghambat mediator
yang lainnya. Selain itu juga sebagai penekan yang poten untuk gatal dan
hiperemi pada konjungtiva setelah konjungtiva terpapar dengan alergen dengan
onset efeknya 3 menit dan waktu paruhnya minimal 8-10 jam. Meskipun
antihistamin topikal tunggal dapat digunakan untuk mengobati konjungtivitis
alergi, namun kombinasi antihistamin dengan vasokonstriktor akan lebih efektif
dari pada penggunaan antihistamin secara tunggal. Vasokonstriktor yang biasanya
16
digunakan untuk kombinasi dengan antihistamin topikal yaitu phenylephrine atau
naphazoline.
Agen penstabil sel mast.
Agen penstabil sel mast.paling banyak digunakan oleh dokter spesialis
mata untuk semua bentuk konjungtivitis alergi. Yang termasuk agen penstabil sel
mast yaitu sodium cromoglygate, lodoxamide, ketotifen, nedocromil sodium dan
olopatadine. Penstabil sel mast efektif pada bentuk penyakit alergi pada mata yang
ringan dan mempunya efek samping yang sedikit, baik lokal maupun sistemik.
Penggunan dalam jangka panjang bermanfaat untuk mengurangi triptase dan sel
inflamasi setelah terpapar alergen. Pengobatannya membutuhkan waktu beberapa
tahun. Sodium neodocromil mampu menghambat aliran ion klorida di sel mast
dan neuron, sehingga dapat mencegah respon seperti degranulasi sel mast. Selain
itu juga dapat menghambat produksi Ig E oleh sel B.
Sodium cromoglygate adalah inhibtibor sekresi sel mast yang pertama,
paling dulu dan paling banyak digunakan. Namun mekanisme kerjanya masih
belum diketahui dg pasti. Efikasi medikasinya tergantung dari konsentrasinya.
Yang terbaru yaitu lodoxamide kerjanya lebih cepat dan lebih poten
daripada sodium cromoglycate dalam mencegah pelepasan histamin dan juga
mengurangi triptase dan sel inflamasi setelah terpapar dengan alergen.
Dual-Acting Agents
Agen yang didalamnya terdapat efek antihistamin dan inhibitor pelepasan
mediator kimia. Oplotadin termasuk dual acting agent yang digunakan untuk
pengobatan konjungtivitis alergi.
Non-steroidal Anti-inflammatory Drugs (NSAIDs).
Prostaglandin PGE2 and PGI2 yang ada di kulit dan dikonjungtiva
ambangnya lebih rendah untuk menginduksi gatal. NSAIDs akan menginhibisi
produksi prostaglandin dan membantu meringankan gatal dan juga mengurangi
nyeri dan inflamasi pada mata yang berhubungan dengan reaksi alergi. NSAIDs
yang digunakan untuk pengobatan topikal alergi pada mata yaitu ketorolac,
diclofenac, fluribrofen dan indomethacin. Agen ini tidak speri kortikosteroid,
17
tidak akan menutupi infeksi pada mata, tidak mempengaruhi penyembuhan luka
dan tidak meningkatkan IO dan tidak menyebabkan komplikasi lain seperti
katarak.
Steroid topikal.
Steroid topikal terapi paling efektif untuk konjungtivitis vernalis sedang
sampai berat, namun dalam penggunaannya seharusnya dibatasi dengan tepat
untuk kasus yang berat dan dimonitor dengan hati-hati sejak mereka
menggunakannya dalam jangka lama yang berhubungan dengan peningkatan
resiko untuk menyebabkan katarak dan glaukoma dan dapat berpotensi
mengakibatkan infeksi herpes pada mata. Dalam faktanya, streroid topikal
responsif untuk 2% insiden glaukoma pada pasien konjungtivitis vernalis.
Komplikasi.
Blefaritis dan konjungtivitis stafilokok adalah komplikasi yang sering dan
harus ditangani.
Prognosis.
Penyakit ini adalah penyakit yang sembuh sendiri. Kekambuhan pasti
terjadi, khususnya pada musim panas, tapi setelah sejumlah kekambuhan papillae
akan menghilang sempurna tanpa meninggalkan jaringan parut.
18
BAB III
KESIMPULAN
Konjungtivitis vernal adalah penyakit alergi bilateral yang biasanya mulai
pada tahun-tahun prapubertas dan berlangsung selama 5-10 tahun. Disebut juga
konjungtivitis musiman. Penyakit ini hampir selalu lebih parah selama musim
semi, musim panas, dan musim gugur daripada musim dingin. Konjungtivitis
vernal merupakan akibat dari reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang mengenai kedua
mata dan bersifat rekuren. Konjungtivitis vernal menunjukan adanya aktivitas sel
mast/ limfosit yang memediasi respon alergi.
Pasien umumnya mengeluh sangat gatal dengan kotoran mata berserta-
serat. Biasanya ada riwayat alergi pada keluaraga dan pasien itu sendiri. Pada
konjungtiva palpebralis superior sering papila raksasa mirip batu kali
(cobblestone). Konjungtiva tampak putih susu, dan terdapat banyak papila halus
di konjungtiva tarsalis inferior. Ada 2 bentuk utama dari konjungtivitis vernalis
yaitu bentuk palpebral dan bentuk limbal.
Penyakit ini adalah penyakit yang sembuh sendiri, dan medikasi yang
dipakai adalah untuk meredakan gejala dan dapat memberikan perbaikan dalam
waktu singkat, namun dapat memberi kerugiain jika dipakai dalam jangka
panjang. Pemakaian steroid topikal atau sistemik yang mengurangi rasa gatal akan
menyembuhkan, tetapi pemakaian dalam jangka panjang dapat menyebabkan
glaukoma, katarak dan komplikasi yang lainnya. Kombinasi antihistamin
penstabil sel mas bermanfaat sebagai agen profilaktik dan terapeutik pada kasus
sedang hingga berat
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan, Daniel G., Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva. Oftalmologi
Umum, edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000, 208-209.
2. G.K. Krieglsein. R.N.Weinreb. Essentials in ophtalmology. Pediatric
opthalmology, neuroopthalmology, genetic. Springer-Verlag Berlin
Heidelberg. 2006
3. American Academy Of Opthalmology. External disease and cornea Sec.9.
2011
4. American Academy Of Opthalmology. pediatric oftalmology dan
strabismus. Sec.6. 2011. hal 209.
5. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
2007. Hlm 182.
6. Kanski, Jack J. Clinical Ophtalmology, A Systemic Approach, second
edition. Oxford: Butterworth-Heinemann, 1993, 542-552.
7. G.K. Krieglsein. R.N.Weinreb. Essentials in ophtalmology. Cornea and
Exertnal disease. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2006
8. Kennet W. Wright et al. Handbook of pediatric eye and systemic disease.
9. Crick and Kaw. A textbook clinical opthalmology. Ed 3. London.
10. http://emedicine.medscape.com/article/1191467-differential
11. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001390.htm
12. http://emedicine.medscape.com/article/1191467treatment#
20