Download - Asuhan Keperawatan Pk
ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN PERILAKU KEKERASAN
PADA Tn. H DI RUANG PERKASA
RSJD Dr. RM. SOEDJARWADI KLATEN
Disusun dan Diajukkan untuk Memenuhi Tugas Individu
Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri
Pembimbing :
Slamet Wijaya B, S.Kep
Ahmad Zakiudin, SKM
Disusun oleh :
Ahmad Sofa Mubarok
NIM. 011.003
AKADEMI KEPERAWATAN AL HIKMAH 02
BENDA – SIRAMPOG – BREBES
2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
2. Tujuan Penulisan
3. Sistematika
BAB II TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
2. Rentang Respon
3. Proses Kemarahan
4. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
5. Mekanisme Koping
6. Penatalaksanaan
7. Fokus Intervensi
BAB III TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
2. Perencanaan
3. Implementasi
4. Evaluasi
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
Daftar Pustaka
\
BAB I
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan
yang dirasakan sebagai ancaman individu. (Stuart and Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang baik secara fisik maupun psikologis (Depkes RI, 2000 hal 147).
Kemarahan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari yang tidak dapat di
elakkan dan sering menimbulkan suatu tekanan.
2. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan
(Stuart dan Sundeen, 1995)
a. Respon marah yang adaptif meliputi :
1. Pernyataan (Assertion)
Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau
mengungkapkan rasa marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan atau
menyakiti orang lain. Hal ini biasanya akan memberikan kelegaan.
2. Frustasi
Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan,
kepuasan, atau rasa aman yang tidak biasanya dalam keadaan tersebut individu
tidak menemukan alternatif lain.
b. Respon marah yang maladaptif meliputi :
1. Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk
mengungkapkan perasaan yang sedang di alami untuk menghindari suatu
tuntutan nyata.
2. Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu untuk
menuntut suatu yang dianggapnya benar dalam bentuk destruktif tapi masih
terkontrol.
3. Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang kontrol,
dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
3. Etiologi
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan bisa
disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian
individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai
dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
4. Tanda dan Gejala
1. Muka merah
2. Pandangan tajam
3. Otot tegang
4. Nada suara tinggi
5. Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
6. Memukul jika tidak senang
Proses Kemarahan
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bersalah dapat menimbulkan kemarahan. Respons
terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal.
a. Eksternal yaitu konstruktif, agresif.
b. Internal yaitu perilaku yang tidak asertif dan merusak diri sendiri.
Modul ekspresi marah
Rendah diri
Rasa bersalah Kecemasan
Bermusuhan
Ekspresi Eksternal Ekspresi Internal
c. Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-
kata yang dapt di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, akan
memberikan perasaan lega, keteganganpun akan menurun dan perasaan marah
teratasi.
d. Marah di ekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan
individu karena ia merasa kuat. Cara ini tidak menyelesaikan masalah bahkan
dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dandapat menimbulkan
tingkah laku yang destruktif, amuk yang ditujukan pada orang lain maupun
lingkungan.
e. Perilaku tidak asertif seperti menekan perasaan marah atau melarikan diri dan rasa
marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan
yang lama dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan destruktif yang
ditujukan pada diri sendiri.
5. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi,
artinya mungkin terjadi perilaku kekerasan jika factor berikut di alami oleh individu :
Psikologis : kegagalan yang dialami dapat mnimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
yaitu perasaan di tolak, di hina, di aniyaya atau saksi penganiayaan.
Perilaku : reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
Sosial budaya : budaya tertutup dan membalas secara alam (positif agresif) dan
control social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan diterima (permissive)
Bioneurologis : banyak pendapat bahwa kerusakan sisitem limbic, lobus frontal,
lobus temporal dan ketidak seimbangan neurotransmiter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.
Faktor Presipitasi
Factor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi klien seperti ini kelemahan fisik (penyakit fisik), keputus asaan,
ketidak berdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintainya / pekerjaan dan
kekerasan merupakan factor penyebab yang lain. Interaksi yang profokatif dan konflik
dapat pula memicu perilaku kekerasan.
1. Tingkah Laku
a. Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebar.
b. Memaksakan kehendak, merampas makanan, memukul jika tidak senang perilaku yang
berkaitan dengan marah antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (flight or fight)
Timbul karena kegiatan sistem saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin
menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar,
mual, sekresi HCL meningkat, peristaltik usus menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan meningkat disertai ketegangan otot, seperti
rahang terkatub, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
2. Menyatakan dengan jelas (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya
yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang
terbaik untuk mengekspresikan marah disamping dapat dipelajari juga akan
mengembangkan pertumbuhan diri pasien.
3. Memberontak (acting out)
Perilaku biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku acting out untuk menarik
perhatian orang lain.
4. Amuk atau kekerasan (violence)
Perilaku dengan kekerasan atau amuk dapat ditujukan pada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.
2. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diharapkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelasaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri (tuart dan sundeen, 1998 hal : 33)
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara
lain :
a) Sublimasi : menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluranya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas remas adona kue, meninju
tembok dan sebagainya, tujuanya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat
rasa marah.
b) Proyeksi : menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginanya yang tidak baik,
misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temanya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya
c) Represi : mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kealam
sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan.
Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya.
d) Reaksi formasi : mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan
melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakanya
sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kuat.
e) Deplacement : melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya : timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru
saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya.
Dia mulai bermai perang-perangan dengan temanya.
Sumber Koping
Menurut Suart Sundeen 1998 :
1. Aset ekonomi
2. Kemampuan dan keahlian
3. Tehnik defensif
4. Sumber sosial
5. Motivasi
6. Kesehatan dan energi
7. Kepercayaan
8. Kemampuan memecahkan masalah
9. Kemampuan sosial
10. Sumber sosial dan material
11. Pengetahuan
12. Stabilitas budaya
3. Penatalaksanaan Umum
a. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun
pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya
Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak
ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila
tidak ada juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti
neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti
cemas, dan anti agitasi.
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus
diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca Koran, main
catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan
itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi
dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh petugas
terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan program
kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar
dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan,
membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota
keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber
yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi
masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer),
menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan
perilaku maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat
kesehatan klien dan kieluarga dapat ditingkatkan secara opti9mal. (Budi Anna
Keliat,1992).
d. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku
yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindankan yang
ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi
kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik
melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya
untukmenangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan
adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).
4. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri sendiri
Orang lain atau lingkungan. E
Perlaku kekerasan CP
Mekanisme koping individu in efektif C
Gambar 1 : pohon masalah PK ( Budi Anna Keliat )
5. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko menciderai diri dan orang lain atau lingkungan b.d perilaku kekerasan.
2. Perilaku kekerasan b.d Mekanisme koping individu in efektif.
6. Fokus Intervensi
1. Resiko menciderai diri dan orang lain b.d perilaku kekerasan.
TUM : Klien dapat melanjutkan peran sesuai dengan tanggung jawab.
TUK : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria hasil :
Klien mau menjawab salam
Klien mau menjabat tangan
Klien mau menyabutkan nama
Klien mau tersenyum
Ada kontak mata
Mau mengetahui nama perawat
Mau menyediakan waktu untuk kontak
Intervensi :
a. Memberi salam atau panggil nama klien
b. Sebutkan nama perawat sambil menjabat tangan
c. Jelaskan tujuan interaksi
d. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
e. Beri sikap aman dan empati
f. Lakukan kontrak singkat tapi sering
TUK 2 : Klien dapat mengnidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Kriteria Evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan perasaannya
Klien dapat mengungkapkan penyebab marah, baik dari diri sendiri nmaupun
orang lain dan lingkungan.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.
b. Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
c. Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami klien.
TUK 3 : klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Kriteria Evaluasi :
Klien dapat mengunngkapkan yang dialami saat marah.
Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda marah yang dialami.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.
b. Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
c. Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami klien.
TUK 4 : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah atau
tidak.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
c. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya
selesai.
TUK 5: Klien dapat mengidentifikasi akibat dari perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien.
Intervensi :
a. Berbicara akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien.
c. Tanyakan pada klien ”Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
TUK 6 : Klien dapat mengidentifikasi cara kontruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat melakukan cara berespon terhadap kemarahan secara konstruktif.
Intervensi :
a. Tanyakan pada klien ”Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
b. Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat.
c. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat :
a. Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal atau memukul bantal atau
kasur atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
b. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang kesal atau tersinggung atau
jengkel (saya kesal Anda berkata seperti itu : saya marah karen mami tidak
memenuhi keinginan saya).
c. Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat ;
latihan asertif.
d. Secar spiritual : anjurkan klien sembahyang, berdoa atau ibadah lain
meminta pada Tuhan untuk beri kesabaran, mengadu pada Tuhan
kekerasan atau kejengkelan.
TUK 7 : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
Fisik : tarik nafas dalam olahraga menyiram tanaman,
Verbal : mengatakan secara langsung dengan tidak menyakiti.
Spiritual : sembahyang, berdoa atau ibadah klien.
Intrevensi :
a. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
b. Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih.
c. Bantu klien untuk memaksimulasi cara tersebut (role play).
d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien mensimulasi cara tersebut.
e. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel atau
marah.
BAB II
TINJAUAN KASUS
Tanggal Pengkajian : 15 Januari 2013
Tanggal Masuk : 26 Desember 2012
Ruang : Perkasa
I. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Tn. H
Alamat : Jombor, Ceper, Klaten
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMP (Putus Sekolah)
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
No. CM : 01 13 28
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. W
Umur : 57 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jombor, Ceper, Klaten
Hubungan dengan Klien : Ayah Kandung
II. KELUHAN UTAMA
Klien mengatakan tidak bisa tidur akibat tidak minum obat, mondar mandir, dan suka
mengancam. Klien mengatakan masih merasa jengkel dan marah jika keinginanya tidak
terpenuhi, saat marah atau jengkel pasien mengamuk dan memukul pintu / jendela.
Masalah Keperawatan : Perilaku Kekerasan
III. ALASAN MASUK
±4 hari sebelum masuk rumah sakit klien dirumah bingung, agresif, labil, gelisah dan
tidak mengontrol diri. Klien juga marah marah dan memukul ayahnya karena klien merasa
dibohongi dan keinginanya tidak dipenuhi. Kemudian oleh keluarga, klien dibawa ke
RSJD Klaten untuk kembali di rawat inap.
Masalah Keperawatan : Prilaku Kekerasan
IV. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Klien mengalami gangguan jiwa sejak 11 tahun yang lalu dan pernah masuk rumah
sakit jiwa klaten >35x.
2. Tidak mau kontrol, dan putus obat selama 1 minggu.
3. Klien mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan
jiwa.
4. Klien mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan yaitu masuk penjara
selama 3 minggu karena mencoba membobol ATM.
V. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda – tanda Vital :
1) Tekanan darah : 120 / 80 mmHg
2) Nadi : 78 x/menit
3) Suhu badan : 36.4 0C
4) Respirasi : 23 x/menit
2. Ukuran
1) Tinggi Badan : 168 cm
2) Berat badan : 70 Kg
3. Kondisi Fisik
Klien mengatakan kondisi tubuhnya saat ini baik – baik saja dan tidak ada keluhan
fisik.
VI. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Keterangan :
Laki – laki Satu Rumah
Perempuan Garis Perkawinan
Meninggal Garis Keturunan
Klien
2. Konsep diri
a. Citra tubuh
Klien memandang terhadap dirinya ada bagian tubuh yang paling istimewa atau yang
paling disukainya adalah bagian wajah, karena klien merasa wajahnya tampan..
b. Identitas diri
Klien mempersepsikan dirinya sebagai laki – laki dewasa dan belum menikah dan
klien anak ke dua dari lima bersaudara.
c. Peran
Klien mengatakan bahwa dalam keluarganya adalah anak yang di saying
dilingkungan masyarakat. klien juga aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan seperti
gotong royong, pengajian, pemuda dll.
d. Ideal diri
Klien mengatakan menerima statusnya sebagai seorang anak, dan ingin cepat
pulang dan bebas biar bisa bekerja dan menjadi orang kaya.
e. Harga diri
Klien mengatakan hubungan yang paling dekat, di sayang dan dapat di percaya
adalah ayah dan adiknya.
Masalah Keperawatan : - Koping Individu Tidak Efektif
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang terdekat
Klien mengatakan mengatakan mempunyai orang yang berarti yaitu ayah dan
adiknya, apabila ada masalah klien memilih diam diri dan memendamnya. Didalam
keluarganya ayah dan adik adalah orang yang dipercaya oleh klien.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
Klien mengatakan dalam masyarakat klien sering mengikuti kegiatan gotong royong,
pengajian, arisan, pemuda, setelah dirumah sakit klien juga mengikuti kegiatan sosial
seperti bersosialisasi dengan teman-teman satu bangsalnya.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Kien mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain,
setelah di rumah sakit hubungan klien dengan klien yang satu tidak ada masalah.
4. Spiritual
Klien mengatakan beragama islam dan klien mengatakan saat di rumah tidak rutin
beribadah dan saat di rumah sakit klien tidak beribadah karena merasa kalau doanya
tidak pernah di kabulkan dan semua itu sia-sia.
Masaalah Keperawatan : Distres spiritual
VII. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Klien tampak agak rapi, rambutnya jarang disisir, gigi kuning, kulit bersih.
Cara berpakaian sudah rapi, baju dan celana tidak terbalik.
Klien menggunakan sandal.
Masalah Keperawatan :
2. Pembicaraan
Klien ketika bicara nada suara keras, tinggi, tidak meloncat-loncat dari tema yang
dibicarakan dan dapat berkomunikasi dengan lancar.
Masalah Keperawatan : -
3. Aktifitas Motorik
Pada kondisi sekarang klien terlihat tampak tenang, diam, tiduran, untuk saat ini klien
sudah mampu mengendalikan emosinya yang labil.
Masalah Keperawatan : -
4. Alam Perasaan
Alam perasaan klien sesuai dengan keadaan, saat gembira pasien tampak gembira,
saat sedih klien tampak sedih.
Masalah Keperawatan : -
5. Afek
Afek klien datar mempunyai emosi yang stabil.
Masalah Keperawatan : Resiko Tinggi Cidera
6. Interaksi selama wawancara
Saat diwawancara klien kooperatif, cenderung selalu berusaha mempertahankan
pendapat dan kebenaran dirinya.
Masalah Keperawatan : -
7. Persepsi
Sampai saat dikaji klien mengatakan tidak mendengarkan suara-suara.
8. Proses pikir
Pembicaraan klien normal biasa tidak berbelit-belit, tidak meloncat-loncat dan sampai
tujuan karena dapat kooperatif.
Masalah Keperawatan : -
9. Tingkat Kesadaran
Orientasi waktu, tempat dan orang dapat disebutkan dengan benar dan jelas yang
ditandai dengan klien mampu menyebutkan hari, tanggal, tahun yang benar pada
saat wawancara.
Klien dapat mengenali orang-orang yang ada disekitarnya ditunjukkan dengan
klien bias menyebutkan beberapa nama temannya.
Masalah Keperawatan : -
10. Memori
Klien dapat mengingat kejadian saat dibawa rumah sakit dengan diantar oleh
ayahnya. Dan klien dapat mengingat nama mahasiswa saat berkenalan dengan
benar.
Masalah Keperawatan : -
11. Tingkat Konsentrasi Berhitung
Klien dapat menghitung dengan baik misalnya 2x5 = 10, 5+5 = 10, Klien dapat
memfokuskan konsentrasi dengan baik
Masalah Keperawatan : -
12. Kemampuan Penilaian
Klien mampu menilai suatu masalah dan dapat mengambil keputusan sesuai tingkat
atau mana yang lebih baik untuk dikerjakan pertama kali.
Masalah Keperawatan : -
13. Daya Tilik Diri
Klien mampu mengenali penyakitnya dan tidak mengingkari terhadap penyakitnya
karena klien mampu menjelaskan mengapa klien bisa seperti ini dan penyebab
mengapa klien bisa sakit jiwa seperti ini.
Masalah Keperawatan : -
VIII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan
Klien mampu makan dengan mandiri dengan cara yang baik seperti biasanya, klien
makan 3x sehari, pagi, siang dan sore, minum ±6 gelas sehari.
2. BAB/BAK
Klien BAB 1x sehari, BAK ±5x sehari dan mampu melakukan eliminasi dengan baik,
menjaga kebersihan setelah BAB dan BAK dengan baik.
3. Mandi
Klien mengatakan mandi 2x sehari pagi dan sore hari, menyikat gigi saat mandi,
kebersihan tubuh baik.
4. Berpakaian
Klien mengatakan ganti pakaian 1x sehari dengan pakaian yang disediakan rumah
sakit, klien dapat memilih dan mengambil pakaian dengan baik dan sudah sesuai
dengan aturan rumah sakit.
5. Pola Istirahat Tidur
Klien selama ini tidak mengalami gangguan tidur karena klien dapat tidur dengan
kualitas 6-8 jam perhari, baik malam maupun siang.
6. Penggunaan Obat
Klien mengatakan dirumah sakit selalu minum obat.
7. Aktivitas di dalam rumah
Klien bisa membantu pekerjaan rumah seperti mencuci, menyapu, dll.
8. Aktivitas diluar rumah
Klien mengatakan bekerja sehari-hari sebagai buruh.
IX. MEKANISME KOPING
Klien mampu berkomunikasi dengan orang lain.
Klien mampu mengatasi masalah ringan seperti menjaga kebersihan diri dan
menyiapkan makanan.
X. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
1. Masalah dengan dukungan kelompok (-)
2. Masalah berhubungan dengan lingkungan klien agak menarik diri dengan
lingkungan.
MK : Harga Diri Rendah
3. Masalah dengan kesehatan (-)
4. Masalah dengan perumahan, klien tinggal dengan ayah dan adiknya.
5. Masalah dengan ekonomi, kebutuhan klien di penuhi oleh ayahnya.
XI. ASPEK MEDIK
Terapi obat :
Inj. Lodomer : 1amp IM extra
Trihexiyl Phenidyl : 3 x 2 mg
Haloperidol : 3 x 5 mg
Resperidon : 2 x 2 mg
XII. MASALAH KEPERAWATAN
1. Prilaku kekerasan
2. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Harga diri rendah
4. Disstres spiritual
XIII. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI PROBLEM
1 DS : klien mengatakan dirumah
marah-marah kepada ayahnya
karena keinginanya tidak
dipenuhi dan merasa
dibohongi. Serta klien memukul
ayahnya sampai berdarah.
DO : face tegang, mudah
tersinggung saat di ajak bicara,
Perilaku Kekerasan Resiko mencederai diri
sendiri, orang lain dan
lingkungan
tatapan mata tajam, muka
tampak merah.
2 DS : klien mengatakan saat
mempunyai masalah dipendam
sendiri, tidak mau bercerita.
DO : pasien tidak banyak
bicara, pasien berdiam diri
Koping Individu Tidak Efektif Perilaku Kekerasan
XIV. POHON MASALAH
Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain, Lingkungan
Perilaku Kekerasan
Koping Individu Tidak Efektif
XV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain, Lingkungan berhubungan dengan
Perilaku Kekerasan
2. Perilaku Kekerasan berhubungan dengan Koping Individu Tidak Efektif
XVI. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan Criteria hasil Intervensi
Resiko
menciderai diri
sendiri, orang
lain dan
lingkungan
TUM:
Kliendapat
melanjutkan peran
sesuai dengan
tanggung jawab.
TUK 1:
Klien dapat
membina
hubungan saling
percaya.
TUK 2:
Klien dapat
mengidentifikasi
1. klien mau membalas
salam
2. klien mau menjabat
tangan
3. klien mau menyebut
nama
4. klien mau
tersenyum
5. klien mau kontak
mata
6. klien mau
mengetahui nama
perawat
1. klien
mengungkapkan
1. ber salam panggil
nama
2. sebutkan nama
perawat sambil jabat
tangan
3. jelaskan maksud
hubungan interaksi
4. jelaskan kontrak yang
akan dibahas
5. beri rasa aman dan
simpati
6. lakukan kontak mata
singkat tapi sering
1. beri kesempatan untuk
mengungkapkan
( Efek )
( Core Problem )
( Causa /
Penyebab )
kemampuan
penyebab
kekerasan
TUK 3 :
Klien dapat
mengidentifikasi
tanda-tanda
perilaku kekerasan
TUK 4;
Klien dapat
mengidentifikasi
perilaku kekerasan
yang biasa
dilakukan
TUK 5;
Klien dapat
mengidentikasi
akibat perilaku
kekerasan
perasaanya
2. klien dapat
mengungkapkan
penyebab perasaan
marah dari
lingkungan atau
orang lain
1. klien mampu
mengungkapkan
perasaan saat
marah/jengkel
2. klien dapat
menyimpulkan
tanda-tanda marah
yang dialami.
1. Klien dapat
mengungkapkan
perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan
2. Klien dapat bermain
peran dengan
perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan
3. Klien dapat
mengetahui cara
yang biasa dilakukan
untuk menyelesaikan
masalah
1. Klien dapat
menjelaskan akibat
dari cara yang
digunakan
Akibat pada klien
perasaan
2. bantu klien untuk
mengungkapkan
penyebab perasaan
jengkel/kesal
1. Anjurkan klien
mengungkapkan apa
yang dialami dan
dirasakan saat marah
2. Observasi tanda-tanda
perilaku kekerasan pada
klien
3. Simpulkan bersama
klien tanda dan gejala
kesal yang di alami
1. Anjurkan klien untuk
mengungkapkan perilaku
kekerasan yang biasa
dilakukan klien .
2. Bantu klien bermain
peran sesuai dengan
perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
3. Bicarakan dengan klien
apakah dengan cara
yang dilakukan klien
masalahnya selesai
1. bicarakan akibat dan
cara yang dilakukan klien
2. bersama klien
menyimpulkan akibat
cara yang digunakan
oleh klien
TUK 6 :
Klien dapat
mendemonstrasika
n cara mengontrol
perilaku kekerasan
TUK 7 :
Klien dapat
menggunakan
obat dengan benar
( sesuai dengan
program )
sendiri
Akibat pada orang
lain
akibat pada
lingkungan
1. klien dapat
menyebutkan contoh
pencegahan perilaku
kekerasan secara :
- Fisik: Tarik nafas
dalam , olah raga,
memukul bantal
- Verbal: Mengatakan
secara langsung
dengan tidak
menyakiti.
2. klien dapat
mendemonstrasikan
cara fisik (memukul
bantal) untuk
mencegah perilaku
kekerasan.
1. Klien dapat
menyebut kan obat –
obat yang di minum
dan kegunaanya
( jenis ,waktu,dosis,d
an efek )
3. Tanya pada klien apakah
ia ingin mempelajari cara
yang baru dan yang
sehat.
1. Bantu klien memilih cara
yang paling tepat untuk
klien
2. Bantu klien
mengidentifikasi manfaat
cara yang telah dipilih
3. Bantu klien untuk
menstimulasikan cara
tersebut atau dengan
role play
4. Beri reinforcement positif
atas keberhasilan klien
menstimulasikan cara
tersebut
5. Anjurkan klien untuk
menggunakan cara yang
dipelajari saat jengkel
atau marah.
1.Jelaskan jenis-jenis obat
yang di minum pada klien
dan keluarga.
2.Diskusikan manfaat
minum obat dan kerugian
berhenti minum obat
tanpa seijin dokter
3.Jelaskan prinsip benar
minum obat(baca nama
yg tertera pd botol
obat,dosis obat ,waktu
dan cara minum)
2. Klien dapat minum
obat sesuai program
pengobatan
1.Anjurkan klien minum
obat tepat waktu
2.Anjurkan klien
melaporkan pada perawat
atau dokter jika
merasakan efek yang
tidak menyenang kan
3.Beri pujian jika klien
minum obat dengan
benar.
XVII. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Waktu Dx SP IMPLEMENTASI EVALUASI
Selasa
15/01/13
17.00
17.00
1 SP 1
SP 2
1. Membina hubungan
saling percaya
dengan
mengungkapkan
komunikasi terapeutik
2. Menyapa klien
dengan ramah,baik
verbal maupun non
verbal.
3. Memperkenal diri
dengan sopan.
4. Menjelaskan tujuan
pertemuan dengan
lengkap
5. Menanyakan nama
klien dengan lengkap.
6. Mengatakan dengan
jujur dan menepati
janji
7. Menunjukkan rasa
empati dan menerima
klien apa adanya.
8. Memberikan
perhatian kepada
klien dan perhatikan
kebutuhan dasar
klien
1. Mengkaji
pengetahuan klien
tentang perilaku
kekerasan dan
penyebab.
2. Memberikan
kesempatan kepada
klien untuk
S : Klien senang karena
disapa oleh perawat.
O :
Klien mau berjabat
tangan
Klien mau bercerita
tentang diri nya
Kontak mata cukup
A : Klien mampu membina
hubungan saling
percaya, SP 1 tercapai.
P : Lanjutkan SP 2,klien
dapat mengidentifikasi
penyebab marah.
K : Klien di minta untuk
mencari penyebab
marah.
S : Klien marah apabila
keinginannya tidak
terpenuhi
O :
• Klien dapat
mengungkapkan
perasaan marah atau
jengkel.
• Klien tampak tegang
mengungkapkan
perasaan penyebab
perilaku kekerasan
3. Memberikan pujian
terhadap kemampuan
klien memngungkap
kan persaan nya.
tegangan dan tatapan
mata tajam.
A : Klien mampu
mengungkapkan
penyebab marah atau
jengkel,SP 2 tercapai.
P : Lanjutkan SP 3, klien
dapat mengontrol dan
penanganan perilaku
kekerasan dengan cara
sholat dan berdoa.
K : Klien diminta untuk
mencari penyebab dan
tanda marah yang
belum di ungkapkan
Rabu
16/01/2013
12.30
SP 3 1. Mendiskusikan
bersama klien
tentang apa yang
dirasakan saat klien
marah
2. Mendiskusikan
bersama klien
tentang tanda-tanda
perilaku kekerasan.
S : klien saat marah akan
berbicara dengan nada
tinggi, tangan
mengepal, matanya
menatap tajam,
wajahnya tampak
merah.
O : pasien menunjukkan
tanda-tanda :
a. Nada suara tinggi
b. Mata menatap tajam
c. Tangan mengepal.
A : klien mampu
mengidentifikasi tanda
dan gejala saat marah
atau jengkel. SP 3
tercapai.
K : klien diminta untuk
mengidentifikasi
perilaku kekerasan
yang sering dilakukan.
SP 4 1. Menganjurkan klien
untuk
mengungkapkan
perilaku kekerasan
yang bias dilakukan.
2. Membantu klien
bermain peran sesuai
dengan perilaku
kekerasan.
3. Membicarakan
dengan klien apakah
dengan cara yang
dilakukan oleh klien
masalah akan
teratasi.
S : klien akan marah-
marah apabila
keinginanya tidak
dipenuhi dan memukul
pintu / jendela.
O : klien tampak :Tegang,
tangan mengepal,
mata menatap tajam,
wajah memerah.
A : klien mampu
mengungkapkan
perilaku kekerasan
yang bisa dilakukan.
SP 4 tercapai.
P : lanjutkan SP 5, klien
dapat mengungkapkan
perilaku yang sering
dilakukan saat marah.
K :klien diminta untuk
mengingat kembali
akibat yang akan
ditimbulkan.
Kamis
18/01/2013
11.15
SP 5 1. Membicarakan akibat
atau kerugian dan
cara yang dilakukan
kilen pada saat
marah
2. Menyimpulkan
bersama klien akibat
dari cara yang
digunakan oleh klien
3. Menanyakan kepada
klien apakah klien
mau mempelajari
cara-cara yang baru
dan sehat
S : klien sangat menyesal
dan ingin minta maaf
setelah dirinya marah –
marah dan memukul
ayahnya.
O : klien tampak : sedih,
ingin menangis, mata
menatap tajam, wajah
memerah.
A : klien mampu
mengungkapkan akibat
atau kerugian dari perilaku
kekerasan yang
dilakukannya, SP 5
tercapai.
P : lanjutkan SP 6, klien
dapat mengontrol perilaku
yang sering dilakukan saat
marah.
K : klien diminta untuk
berlatih mengontrol marah
dengan cara sholat dan
berdoa.
12.00 SP 6 1. Melatih klien
mengontrol perilaku
kekerasan dan
penanganan dengan
cara sholan dan
berdoa
2. Menganjurkan klien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan.
S : Klien mengatakan
jarang sholat dan
merasa doa nya tidak
dikabulkan.
O : Klien tidak
melaksanakan sholat
dan berdoa.
A : SP 6 belum tercapai
P : Ulangi dan
Pertahankan SP 6,
K : Klien diminta berlatih
untuk meminum obat
secara teratur
SP 7 1. Melatih klien minum
obat dengan teratur
2. menganjurkan klien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan
S : Klien mengatakan
minum obat secara
teratur setelah makan.
O : Klien mau minum obat
tanpa paksaan perawat.
A : SP 7 tercapai
P : Ulangi SP 6, dan
pertahankan SP 1 – SP
7.
K : Klien diminta untuk
mempertahankan apa
yang telah dilakukan
tadi.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. PENGKAJIAN
Nama klien : Tn. H, umur 25 tahun, Jenis Kelamin : Laki-Laki, Agama : Islam,
Pendidikan : SMP, Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia, Status Perekawinan : Belum Kawin,
Alamat : Jombor, Ceper, Klaten, No CM : 01.13.28 . klien mengatakan keinginan harus
selalu diterpenuhi. klien marah-marah dan memukul ayahnya. Saat marah klien suka
memukuli ayah, pintu/jendela. Apabila punya masalah klien tidak mau bercerita dan
memilih untuk diam diri dan memendamnya sendiri. Klien sudah pernah opname 35 kalli di
RSJ klaten
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Sesuai dengan data yang di dapat dari klien, klien menunjukkan tanda-tanda
gejala marah : muka merah tegang, pandangan tajam dan data yang didapat
menampakkan gejala perilaku kekerasan seperti mudah tersinggung dan setiap
keinginannya harus terpenuhi, perilaku kekerasan yang sering dilakukan klien adalah
marah-marah, membentak-bentak dan mengamuk serta memukul pintu/ jendela
rumahsesuai data yang ada didalam teori.
B. DIAGNOSA KEPEARAWATAN
Dengan adanya data-data haail pengkajian pada kasus Tn. H penulis
menyimpulkan terdapat diagnosa keperawatan yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan b.d perilaku kekerasan dan perilku kekerasan b.d koping individu tidak
efektif.
Diagnosa yang pertama yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan b.d perilaku kekerasan hal ini didukung karena pada kasus Tn. H didapatkan
hasil sebagai berikut : saat dirumah klien mengamuk dan memukuli pintu/jendela rumah
serta memukuli ayahnya.
Menurut Budi Anna Keliat S.Kp (1998), mengatakan bahwa perilaku yang
berhubungan dengan perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : mata merah,
memaksakan kehendak, menyerang atau menghindar, mengatakan dengan jelas
(asertivines), memberontak (acting out), amuk atau kekerasan (violence).
Dari data teori yang ditanyakan Budi Anna Keliat S.Kp 1998 pad dasarnya tidak
efektif berbeda tetapi pada saat pengkajian tidak ditemukan klien klien muka merah.
Diagnosa kedua adalah perilaku kekerasan b.d koping individu tidak efektif hal ini
didukung karena pada saat kasus Tn. H didapatkan data sebagai berikut : klien apabila ada
masalah tidak mau bercerita dan memilih berdiam diri dan memendamnya sendiri.
C. INTERVENSI DAN I MPLEMENTASI
Penulis akan menguraikan rencana dan penatalaksanaan yang telah dilakukan
untuk mengatasi permasalahan yang ada pada Tn. H.
Diagnosa pertama yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Pada diagnosa pertama ini terdapat 7 rencana keperawatan serta 7 tindakan yang telah
dilaksanakan. Untuk SP 1 adalah bina hubungan saling percaya. Dengan mengungkapkan
komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal,
perknalkan diri dengan sopan, tanyakan nama lengkap klien nama panggilan yang disukai
klien, jelaskan tujuan pertemuan, tunjukkan sikap empati dan menerima keadaan klein apa
adanya, beri perhatian pada klien, dan perhatikan kebutuhan dasar klien. Pada SP 1
kelompok tidak mengalami hambatan karena klien dpat diajak bekerja sama dengan cukup
kooperatif.
Rencana keperawatan yang telah disusun oleh kelompok untuk SP 2 adalah
memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaanya. Bantu klien
untuk mengungkapkan penyebab jengkel dan marah. Tindakan yang telah dilakukan
kelompok adalah memberikan kesempatan klien untuk menungkapkan perasaannya,
membantu klien mengungkapkapkan rasa jengkel/ kesal pada diri sendiri. Pada SP 2
kelompok tidak mengalami kesulitan atau kendala, karena klien mampu mengungkapkan
penyebab marah yang dialami yaitu karena keinginan yang tidak dipenuhi.
Rencana keperawatan yang telah dilakukan penulis untuk SP 3 adalah anjurkan
klien untuk mengungkapkan perasaan yang dialami saat marah, jengkel, observasi tanda,
perilaku kekerasan pada klien. Pada SP 3 ini kelompok tidak mengalami kendala karena
klien mampu untuk mengungkapkan perasaan saat marah, jengkel, klien dapat
menyimpulkan tanda-tanda jengkel dan marah, yaitu saat marah klien berbicara keras,
banyak bicara, perilaku tidak wajar dan sulit diarahkan.
Rencana keperawatan yang kelompok susun untuk SP 4 adalah anjurkan klien
mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Bantu klien bermain peran
sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Bicarakan dengan klien apakah
yang klien lakukan masalahnya selesai. Tindakan keperawatan untuk SP 4 ini kelompok
tidak mengalami kesulitan kendala karena klien dapat menyebutkan perilaku kekerasan
yang dilakukan yaitu berbicara keras dan berguling-guling ditanah.
Rencana keperawatan untuk SP 5 yang kelompok susun adalah bicarakan akibat
atau kerugian dari cara yang dilakukan klien, bersama klien menyimpulkan akibat atau cara
yang digunakan oleh klien. Tanyakan pada klien apakah klien ingin membicarakan cara
baru yang sehat. Tindakan kelompok yang telah dilakukan bersama dengan klien
membicarakan akibat dan kerugian yang klien lakukan dan menyimpulkan akibat atau
kerugian yang klien lakukan dan menyimpulkan akibat atau kerugian dari cara yang
digunakan klien. Pada SP 5 kelompok tidak mengalami kendala karena klien kooperatif
sehingga klien mampu menyebutkan akibat dan kerugian dari cara yang telah klien
gunakan adalah klien bisa menyakiti diri sendiri, klien bisa dijauhi teman-temannya.
Rencana keperawatan untuk SP 6 adalah apakah klien klien ingin belajar cara yang
baru yang sehat, berikan pujian jika klien mengetahui cara klien yang sehat, didiskusikan
dengan klien cara yang sehat tindakan yang telah kelompok lakukan menanyakan pada
klien apakah klien mau mempelajari cara baru sehat, berikan pujian pada klien jika
mengetahui cara baru dan sehat tersebut, mendiskusikan cara yang baru dan sehat. Pada
SP 6 ini kelompok mengalami kendala karena klien kurang kooperatif, klien juga tidak
dapat melakukan Sholat dan berdoa karena beranggapan sia - sia.
D. EVALUASI
Pengkajian inervensi dan implementasi yang telah dilakukan menghasilkan sebagai
berikut :
Diagnosa 1 yaitu resiko mencederai diri sndiri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perilaku kekerasan. Pada diagnosa pertama, akan menjabarkan atau
menjelaskan hasil yang diperoleh.
Evaluasi SP 1 klien sudah mampu membina hubungan saling percaya dengan
menunjukkan ekspresi wajah yang bersahabat: menunjukkan rasa senang: kontak mata
kurang: mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, duduk
berdampingan dengan perawat dan mau mengutarakan masalah yang dihadapi. Pada SP
1 tidak ada kendala karena klien kooperatif. Kesimpulan pada SP 1 telah dapat dilakukan
dan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun oleh penulis.
Evaluasi SP 2 klien dapat mengungkapkan perasaannya dan klien dapat
mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah(dari diri sendiri, orang lain dan
lingkungan). Pada SP 2 ini kelompok tidak mengalami kendala karena klien bisa
mengungkapkan penyebab jengkel: bila keinginannya tidak dipenuhi. Kesimpulan SP 2
dapat dilakukan dengan baik dan sudah sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan
dan disusun oleh kelompok.
Evaluasi SP 3 klien dapat mengungkapkan perasaan pada saat marah atau jengkel
dan klien menyimpulkan tanda-tanda jengkel atau marah yang dialami yaitu : suka marah-
marah, bicara keras, perilaku tidaak wajar dan sulit diarahkan. Pada SP 3 kelompok tidak
mengalami kendala dalam pelaksanaan dengan baik dan sesuai dengan rencana yang
disusun.
Evaluasi SP 4 klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan yaitu : marah-marah, suara keras dan suka memukul pintu rumah tetangganya.
Klien dapat bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dan
dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah atau tidak. SP 4 ini
penulis tidak mengalami kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat
diajak kerjasama. Kesimpulan SP 4 dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana
yang telah disusun.
Evaluasi SP 5 klien dapat mengungkapkan akibat cara marah yang di lakukan oleh
klien yaitu : dapat merugikan orang lain dan diri sendiri maupun orang lain. Dalam SP 5 ini
penulis tidak mengalami kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat
diajak kerjasama. Kesimpulan SP 5dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana
yang telah disusun.
Evaluasi SP 6 klien dapat memilih cara yang sehat dan dapat mempraktekan cara
yang sehat menyalurkan kemarahanya yaitu dengan sholat dan berdoa. Dalam SP 6 ini
penulis mengalami kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kurang kooperatif dan tidak
dapat diajak kerjasama. Kesimpulan SP 6 belum dapat terlaksanan dengan baik sesuai
dengan rencana yang telah disusun.
Evaluasi SP 7 klien dapat minum obat secara teratur. Dalam SP 6 ini penulis tidak
ada kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak kerjasama.
Kesimpulan SP 7 dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah
disusun.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pada kasus perilaku kekerasan yang dialami pada Tn. H tindakan yang dilakukan
sesuai dengan konsep teori adalah membina hubungan saling percaya, membantu klien
mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah, membantu klien mengidentifikasi
tanda-tanda perilaku kekerasan, membantu mengungkapkan akibat atau kerugian dari cara
yang digunakan klien, membantu klien mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon
terhadap kemarahannya dan mengajarkan cara untuk menyalurkan energy marah yang sehat
agar tidak menciderai diri sendiri, oarng lain dan lingkungan.
(Budi Anna Keliat , S.Kp 1998)
Saran
Untuk pasien :
Usulan penulis pada klien dengan ekspresi marah untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
1. Hindarkan hal-hal yang bisa menyebabkan marah yaitu mengungkit masalah tentang
keinginan yang tidak terpenuhi, menjauhi hal-hal yang menyebabkan klien jengkel.
2. Ekspresikan marah dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima
tanpa menyakiti orang lain
3. Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan atau aktivitas sehari-hari baik didalam ruangan
maupun diluar ruangan.
4. Anjurkan klien minum obat secara teratursesuai dengan ketentuan dokter.
5. Anjurkan klien kontrol dengan teratur setelah pulang dari rumah sakit
Untuk perawat :
1. Perawat perlu mengeksplorasikan perasaan marah dengan : mengkaji pengalaman marah
masa lalu dan bermain peran dalam mengungkapkan marah.
2. Perawat perlu mengembangkan tingkah laku asertif bagi klien yaitu menganjurkan pada
klien untuk mengungkapkan perasaannya secara berkelompok misal dengan keluarga
untuk dapat pemecehan masalahya.
3. Perawat perlu mengembangkan dan menyalurkan nergi kemarahannya dengan cara yang
konstruktif.
4. Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, lari pagi, angkat berat dan aktivitas lain yang
membantu relaksasi otot seperti olahraga.
5. Mengikutsertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok.
Untuk di Rumah Sakit :
1. Dapat memperthankan keperawatan yang komprehensif yang telah dilakukan selama ini.
2. Pertahankan kerjasama dalam keperawatan kepada pasien, dapat meningkatkan mutu
pelayanan asuhan keperawatan disetiap sub keperawatan.
Untuk mahasiswa :
1. Tingkatkan semangat individu dan kerjasama kelompok, mengelola kasus kelompok agar
dapat memberikan asuhan keperawatan secara profesional.
2. Mempersiapkan diri baik fisik maupun materi sebelum praktek khususnya dalam bidang
keperawatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jendral Kes. Wa, 1998, Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi
I, Direktorat Kesehatan Jiwa RSJP, Bandung
Keliat B.A, 1998, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, ( Terjemahan ). Penerbit Buku
Kedokteran , EGC, Jakarta.
Maramis, WF. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press. Surabaya.
Stuart G. W, Sundeen. S. J. 1998 Buku Saku Keperawatan Jiwa. (Terjemahan) Edisi 3,
Alih Bahasa Yasmin Asih, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Stuart G. W, dan Laria M. T, 2001, Erinciple and Practice of Phychitric Nursing.
(Terjemahan) (7 th ed), St. Lois : Mosby
Townsend M. C, 1998, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri, (terjemahan), Edisi
3, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.