7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kecemasan
2.1.1 Definisi kecemasan
Kecemasan adalah respons individu terhadap suatu keadaan
yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup
dalam sehari-hari. Kecemasan merupakan pengalaman subjektif dari
individu dan tidak dapat di observasi secara langsung serta merupakan
suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik. Kecemasan adalah
kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan
penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak
menentu (Suliswati, 2005). Cemas merupakan gejolak emosi
seseorang yang berhubungan dengan sesuatu di luar dirinya dan
mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan
(Asmadi, 2009).
2.1.2 Proses Terjadinya Kecemasan
Proses terjadinya kecemasan dibagi menjadi :
1. Teori Psikoanalitik
Menurut Freud, kecemasan adalah konflik emosional yang
terjadi antara dua elemen kepribadian id dan superego. Kepribadian
id mewakili dorongan insting dan implus primitif seseorang.
Sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan
dikendalikan oleh nama-nama budaya seseorang. Ego berfungsi
menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentang dan fungsi
kecemasan adalah meningkatkan ego bahwa ada bahaya (Asmadi,
2009).
2. Teori Prilaku
Teori ini menyatakan bahwa kecemasan merupakan hasil dari
frustasi akibat berbagai hal yang mempengaruhi individu dalam
8
mencapai tujuan tertentu. Kecemasan dapat juga muncul melalui
konflik antara dua pilihan yang saling berlawanan dan individu
harus memilih salah satu. Konflik menimbulkan kecemasan dan
kecemasan akan meningkatkan persepsi terhadap konflik dengan
timbulnya perasaan ketidakberdayaan (Suliswati, 2005).
3. Tahap Keluarga
Menunjukan bahwa gangguan kecemasan merupakan hal yang
selalu ada pada tiap-tiap keluarga dengan berbagai bentuk dan sifat
heterogen (Suliswati, 2005).
4. Teori Biologis
Menunjukan bahwa otak mengandung reseptor untuk
benzodiapine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur
kecemasan. Regulasi tersebut berhubungan dengan aktivitas
neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang
mengontrol aktivitas neuro di bagian otak yang bertanggung jawab
untukmenghasilkan kecemasan. Bila GABA bersentuhan dengan
sinaps dan berikatan dengan reseptor GABA padamembran post-
sinaps akan membuka pintu/saluran reseptor sehingga terjadi
perpindahan ion. Teori ini menjelaskan bahwa individu yang sering
mengalami kecemasan berarti mempunyai masalah pada proses
neurotransmiter (Suliswati, 2005).
5. Teori Interpersonal
Sulivan dalam suliswati (2009) mengemukakan bahwa
kecemasan timbul akibat ketidakmampuan untuk berhubungan
interpersonal dan sebagai akibat dari penolakan. Kecemasan dapat
dirasakan bila individu mempunyai kepekaan lingkungan.
Kecemasan pertama kali ditentukan oleh hubungan ibu dan anak
pada awal kehidupannya. Harga diri seseorang merupakan faktor
penting yang mempengaruhi kecemasan. Orang yang mempunyai
predisposisi mengalami kecemasan adalah orang yang mudah
9
terancam, mempunyai opini negatif terhadap diriya sendiri ataupun
meragukan kemampuan nya (Suliswati, 2005).
2.1.3 Klasifikasi Kecemasan
Asmadi (2009) mengidentifikasi kecemasan dalam 4 tingkatan.
Setiap tingkatan memiliki karateristik dalam persepsi yang berbeda
tergantung kematangan pribadi, pemahaman dalam menghadapi
ketegangan, tingkat kecemasan yaitu:
1. Cemas ringan
Cemas ringan dihubungkan dengan ketegangan ang dialami
sehari-hari yang menyebabkan seorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi
belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreatifitas.
a. Respon fisiologis
Respon yang terjadi sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan
darah meningkat, gejala ringan pada lambung, muka berkerut
serta bibir bergetar.
b. Respon kognitif
Respon yang terjadi lapang pandang meluas, mampu menerima
rangsangan yang kompleks, kosentrasi pada masalah,
menyelesaikan masalah secara elektif dan terangsang untuk
melakukan aktivitas.
c. Respon perilaku emosi
Respon yang terjadi tidak dapat duduk tenang, tremor halus
pada tangan dan kadang-kadang suara meninggi.
2. Cemas sedang
Cemas yang memungkinkan seseorang untuk memutuskan
pada hal yang penting dan mengesampingkan hal yang tidak
penting. Kecemasan ini mempersempit lapang pandang individu.
Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang
10
selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area dan dapat
melakukan sesuatu dengan arahan orang lain.
a. Respon fisiologis
Respon yang terjadi sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah
meningkat, mulut kering, anorexia, diare/konstipasi, gelisah
serta merasa letih.
b. Respon kognitif
Respon yang terjadi lapang pandang menyempit, rangsang luar
tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi
perhatianya.
c. Respon perilaku dan emosi
Respon yang terjadi gerakan tersentak-sentak, bicara banyak dan
lebih cepat, perasaan tidak nyaman dan sulit untuk tidur.
3. Cemas Berat
Cemas ini sangat mempersempit lapang presepsi, individu
cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan
spesifik dan tidak dapat berfikir pada hal yang lain. Semua perilaku
ditunjukan untuk mengurangi tegangan, individu memerlukan
banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
a. Respon fisiologis
Respon yang terjadi sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah
meningkat, berkeringat, sakit kepala, dan pengelihatan kabur
serta tampak tegang.
b. Respon kognitif
Respon yang terjadi tidak dapat berfikir berat lagi dan
membutuhkan banyak pengarahan/tuntutan, dan lapang persepsi
menyempit.
c. Respon prilaku dan emosi
Respon yang terjadi perasaan ancaman meningkat, verbalisasi
cepat, blocking.
11
4. Panik
Pada tingkatan ini individu kehilangan kendali diri dan betil
perhatian hilang. Karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu
melakukan apapun meskipun dengan perintah. Terjadi peningkatan
aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan berhungan dengan
orang lain, penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional,
tidak mampu berfungsi secara efektif dan biasanya disertai dengan
disorganisasi keperibadian.
a. Respon fisiologis
Respon yang terjadi nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi,
sakit di bagian dada, wajah terlihat pucat, hipotensi serta
rendahnya koordinasi motorik.
b. Respon kognitif
Respon yang terjadi tidak dapat berfikir logis, persepsi pada
lingkungan mengalami distorsi dan ketidakmampuan memahami
situasi.
c. Respon prilaku dan emosi
Respon yang terjadi mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak-
teriak, kehilangan kendali pada diri, perasaan terancam, serta
dapat berbuat sesuatu yang dapat membahayakan dirinya sendiri
maupun orang lain.
2.1.4 Rentang Respon Kecemasan
Rentang respon kecemasan menggambarkan suatu derajat perjalanan
cemas yang dialami individu (dapat dilihat pada gambar 2.1). Tingkat
kecemasan adalah suatu rentang respon yang membagi individu
apakah termasuk ringan, sedang, berat atau bahkan panik.
12
Gambar 2.1
Rentang respon kecemasan Sumber : Stuart (2013)
2.1.5 Respon Kecemasan
Menurut (Stuart, 2013) Respon kecemasan terdiri dari respon
fisiologis dan respon perilaku, kognitif, dan efektif.
1. Respon fisiologis
a. Sistem kardiovaskuler
Respon yang terjadi palpitasi, jantung berdebar, rasa ingin
pingsan, tekanan darah meningkat, tekanan darah menurun,
denyut nadi menurun;
b. Sistem pernafasan
Respon yang terjadi adalah nafas cepat, sesak nafas, tekanan
pada dada, nafas dangkal, pembengkakan pada
tenggorokan,sensasi tercekik, dan terengah-engah;
c. Sistem neuromuskuler
Respon yang terjadi adalah reflek meningkat, reaksi terkejut,
mata berkedip-kedip, insonmia, tremor, regiditas, gelisah,
mondar-mandir, wajah tegang, kelemahan umum, dan tungkai
lemah serta mengalami gerakan yang janggal;
d. Sistem gastrointesinal
Respon yang terjadi adalah kehilangan nafsu makan, menolak
makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual,
nyeri ulu hati, dan diare;
Adaptif Maladaptif Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
13
e. Sistem saluran perkemihan
Respon yang terjadi adalah tidak dapat menahan kencing dan
sering berkemih;
f. Sistem integumen
Respon yang terjadi adalah wajah kemerahan, berkeringat
setempat (telapak tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada
kulit, wajah pucat, dan berkerigat seluruh tubuh.
2. Respon perilaku, kognitif, dan efektif
a. Sistem perilaku
Respon yang terjadi adalah gelisah, ketegangan fisik, tremor,
reaksi terkejut, bicara cepet, kurang kordinasi, cenderung
mengalami cedera, menarik diri dari hubungan interpersonal,
inhibisi, melarikan diri dari masalah, menghidar, hiperventilasi,
sangat waspada;
b. Sistem kognitif
Respon yang terjadi yaitu perhatian terganggu, konsentrasi
buruk, preokupasi, pelupa, salah dalam penilaian, hambatan
berfikir, lapang persepsi menurun, kreaktivitas menurun,
produktivitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran
diri, kehilangan objektivitas, dan takut kehilangan kendali,
mimpi buruk, takut akan cederadan kematian, serta takut pada
gambaran visual;
c. Sistem afektif
Respon yang terjadi yaitu mudah terganggu, tidak sabar, gelisah,
tegang, gugup, ketakutan, waspada, kekhawatiran, kecemasan,
mati rasa, rasa bersalah, dan malu.
2.1.6 Faktor yang mempengaruhi kecemasan
1. Karena Perpisahan
Respon prilaku anak akibat perpisahan diagi dalam 3 tahap yaitu :
14
a. Tahap protes
Tahap ini dimanefestasikan dengan menangis kuat, menjerit, dan
memangil ibunya atau menggunakan tinggkah laku agresif,
seperti menendang,menggigit, memukul, mencubit, mencoba
untuk orang tuanya tetep tinggal,dan menolak perhatian orang
lain.
b. Tahap putus asa
Tahap ini anak tampak tegang, tangisnya berkurang, tidak aktif,
kurang berminat untuk bermain, tidak ada nafsu makan, menarik
diri, tidak mau berkomunikasi, sedih, apatis, dan regresi
(mengompol atau menghisap jari).
c. Tahap menolak
Tahap ini secara samar-samar anak menerima perpisahan, mulai
tertarik dengan apa yang ada disekitarnya, dan membina
hubungan dangkal dengan orang lain. Anak mulai kelihatan
gembira fase ini terjadi setelah perpisahan yang lama dengan
orang tua.
2. Kehilangan Kendali
Anak berusaha sekuat tenanga untuk mempertahan
otonominya. Hal ini terlihat jelas perilaku mereka dalam hal
kemampuan motorik, bermain, melakukan hubungan interpersonal,
melakukan aktivitas sehari-hari (Aktivity Of Daily Living-ADL) dan
komunikasi. Akibat dirawat di rumah sakit, anak akan kehilangan
kebebasan pandangan egosentris dalam mengembangkan
otonominya.
3. Luka pada tubuh dan rasa sakit
Reaksi anak terhaap rasa nyeri sama seperti sewaktu masih
bayi, namun jumlah variabel yang mempengaruhi responya lebih
15
kompleks dan bermacam-macam. Anak akan bereaksi terhadap rasa
nyeri dengan menyeringaikan wajah, menangis, mengatupkan gigi,
mengigit bibir, membuka mata dengan lebar, atau melakukan
tindakan yang agresif seperti mengigit, menendeng, memukul atau
berlari keluar (Nursalam & dkk, 2013).
4. Berpisah dengan orang tua.
5. Fantasi-fantasi dan urealistic anxieties tentang kegelapan, monster,
pembunuhan, dan binatang buas diawali dengan yang asing.
6. Gangguan kontak sosial jika pengunjung tidak diizinkan.
7. Nyeri dan kompikasi akibat pembedahan atau penyakit.
2.1.7 Alat Ukur Kecemasan
Mengukur kecemasan menggunakan lembar observasi
kecemasan (MyPas)yang berisi 5 pertanyaan terhadap respon
kecemasan anak, lembar observasi kecemasan ini berisi skor 0-6
sehingga didapatkan nilai <30 Tidak ada kecemasan, >30
mengalammi kecemasan.
2.2 Terapi Bermain
2.2.1 Definisi Terapi Bermain
Terapi bermain merupakan penerapan sistemmatis dari
sekumpulan prinsip belajar terhadap suatu kondisi atau tingkah laku
yang dianggap menyimpang, dengan tujuan melakukan perubahan
perubahan yang dimadsud bisa berarti menghilangkan mengurangi,
meningkatkan atau memodifikasi suatu kondisi atau tingkah laku
tertentu. Secara umum, suatu kondisi atau tingkah laku tertentu.
Secara umum, terdapat dua macam terapi. Pertama, terapi jangka
pendek untuk masalah ringan, yang dapat diselesaikan dengan
memberi dukungan, memberi ide, menghibur, atau membujuk anak.
Kedua, terapi jangka panjang untuk masalah yang memerlukan
16
keteraturan dan kontinuitas demi perubahan tingkah laku anak
(Andriana, 2011).
Terapi bermain adalah usaha mengubah tingkah laku bermasalah,
dengan menempatkan anak dalam situasi bermain. Biasanya ada
ruangan khusus yang telah diatur sedemikian rupa sehingga anak bisa
merasa lebih santai dan dapat mengekspresikan diri dengan bebas.
(Andriana, 2011)
2.2.2 Bermain Sebagai Terapi
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai
perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut,
cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari
hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor
yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan
permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang
dialaminya karena dengan melakukan permainan anak akan depat
mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan
relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan.
Pada saat dirawat dirumah sakit, anak akan mengalami berbagai
perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut,
cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari
dirawatnya dirumah sakit yang dialami anak karena menghadapi
berberapa stresor yang ada akan terlepas dari ketegangan dan stress
yang dialami karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat
mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan
relaksasi melalui kesenangan melakukan permainan (Andriana, 2011).
Bermain harus seimbang artinya harus ada keseimbangan antara
bermain aktif dan bermain pasif yang biasanya disebut hiburan. Dalam
bermain aktif kesenangan diperoleh dari apa yang dilakukan oleh anak
itu sendiri sedangkan bermain pasif kesenangan didapat dari orang
lain.
17
1. Bermain aktif
a. Bermain mengamati/menyelidik (exploratory play)
Perhatian anak pertama pada alat bermain adalah memeriksa
alat permainan tersebut. Anak memperhatikan alat permainan
seperti mengocok, mencium, meraba, menekan dan bahkan
berusaha untuk membongkar.
b. Bermain konstruktif (contruction play)
Pada anak umur 3 tahun, misalnya menyusun balok menjadi
rumah-rumahan.
c. Bermain drama
Misalnya bermain sandiwara menggunakan boneka dan bisa
juga bermain dokter-dokteran.
d. Bermain bola, tali dan yang lainnya (Soejiningsih & Ranuh,
2014)
2. Bermain pasif
Anak berperan pasif, antara lain dengan melihat dan
mendengar. Bermain pasif ideal jika anak sudah lelah bermain dan
membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan
keletihannya contonya seperti:
a. Melihat gambar-gambar di buku/majalah
b. Mendengarkan cerita atau musik
c. Menonton dan yang lainnya (Andriana, 2011).
2.2.3 Tujuan Terapi Bermain
Anak bermain pada dasarnya agar dapat melanjutkan tumbuh
kembang yang normal selama perawatan, sehingga tumbuh kembang
anak tidak terhambat karena keadaan anak yang sakit. Agar anak
dapat mengekspresikan pikiran dan fantasinya serta dapat
mengembangkan kreatifitasnya melalui pengalaman permainan yang
tepat. Serta anak dapat beradaptasi secara lebih efektif terhadap stes
18
yang dialami oleh anak karena penyakitnya atau karena dirawat di
rumah sakit, dan anak mendapatkan ketenangan dalam bermain
(Nursalam &dkk , 2013)
2.2.4 Fungsi Bermain di Rumah Sakit
Menurut Andriana (2011)Bermain memiliki banyak keuntungan
bagi anak yaitu:
1. Memfasilitasi anak untuk beradaptasi dengan lingkungan yang
asing
2. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol
3. Membantu mengurangi stress terhadap perpisahan
4. Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang bagian-bagian
tubuh, funginya, dan penyakitnya
5. Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan
tujuan peralatan serta prosedur medis
6. Memberi peralihan (distraksi) dan relaksasi
7. Membantu anak untuk merasa lebih aman dalam lingkungan asing
8. Mencari cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat
9. Memberi carauntuk tujuan terapeutik
10. Menganjurkan anak untuk berinteraksi dan mengembangkan
sikap positif
2.2.5 Prinsip Permainan pada Anak
Menurut suriadi & Rita (2010)Bermain memiliki banyak prinsip
yaitu:
1. Permainan tidak boleh bertentangan dengan terapi dan
pengobatan.
2. Tidak mengeluarkan energy yang banyak dan dilakukan secara
singkat
19
3. Harus mempertimbangkan keamanan dan infeksi anak
4. Dilakukan pada kelompok umur yang sama
5. Melibatkan orang tua/keluarga
2.2.6 Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain
Menurut andriana (2011) faktor yang mempengaruhi aktivitas
bermain yaitu:
1. Tahan perkembangan, tiap tahap mempunyai
potensi/keterbatasan;
2. Status kesehatan, anak sakit sehingga perkembangan psikomotor
kognitif terganggu;
3. Jenis kelamin;
4. Lingkungan:lokasi, negara, dan kultur;
5. Alat permainan:menyenangkan dan dapat menggunakannya;
6. Intelegensia dan status sosial ekonomi;
2.2.7 Tahap Perkembangan Terapi Bermain
1. Tahap eksplorasi merupakan tahapan menggali dengan melihat
cara bermain;
2. Tahap permainan, yaitu setelah tau cara bermain, anak mulai
masuk dalam tahap permainan;
3. Tahap bermain sungguhan yaitu anak sudah ikut dalam
permainan;
4. Tahap melamun merupakan tahapan terakhir anak
membayangkan permainan berikutnya;
2.2.8 Hal-hal yang Perlu di Perhatikan dalam Aktivitas Bermain
1. Energi ekstra/tambahan
Bermain memerlukan energi tambahan, anak sakit kecil
keinginannya untuk bermain. Apabila anak mulai lelah atau bosan
maka akan menghentikan permainan
2. Waktu
20
Anak harus mempunyain cukup waktu untuk bermain agar
stimulus yang diberikan dapat optimal;
3. Alat permainan
Untuk bermain diperlukan alat permainan yang sesuai dengan
umur dan taraf perkembangan anak
4. Ruang untuk bermain
Aktivitas bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang tamu, di
halaman maupun di kamar tidur
5. Pengetahuan cara bermain
Anak belajar bermain melalui mencoba-coba sendiri, meniru
teman-temannya atau diberi tahu caranya. Cara yang terakhir
adalah yang terbaik karena anak lebih terarah dan lebih
berkembang pengetahuannya
6. Teman bermain
Dalam bermain, anak memerlukan teman, bisa teman sebaya,
saudara, orangtua nya. Ada saat-saat tertentu di mana anak
bermain sendiri agar dapat menemukan kebutuhannnya sendiri.
(Nursalam & Rita, 2008)
7. Reward
Menurut Andriana, 2011 memberikan semangat & pujian atau
hadiah pada anak bila berhasil melakukan sebuah
permainan.Kadang-kadang tidak dapat dicapai keseimbangan
dalam bermain yaitu apabila terdapat hal dibawah ini.
a. Kesehatan anak menurun
Anak yang sakit, tidak mempunyai energi untuk aktif bermain;
b. Tidak ada variasi dari alat permainan
Tidak ada kesempatan belajar dari alat permainan. Meskipun
banyak alat permainan tetapi tidak banyak manfaatnya kalau
anak tidak tahu cara menggunakannya.
c. Tidak mempunyai teman bermain
21
Kalau tidak mempunyai teman bermain maka aktifitas bermain
yang dapat dikerjakan sendirinakan terbatas.
2.2.9 Manfaat Bermain Bagi Perkembangan Anak
Menurut Triharso (2008) Bermain memiliki beberapa manfaat diantaranya:
1. Bermain mempengaruhi perkembangan fisik anak
Bila anak mendapatkan kesempatan untuk melakukan kegiatan yang
banyak melibatkan gerakan-gerakan tubuh maka tubuh akan menjadi
sehat. Otot-otot dapat berkembang dan menjadi kuat.
2. Bermain dapat digunakan sebagai terapi
Bermain dapat digunakan sebagai media psiko terapi atau pengobatan
terhadap anak. Tetapi merupakan terapan sistematis dari sekumpulan
prinsip belajar terhadap suatu kondisi atau tingkah laku yang dianggap
menyimpang dengan tujuan melakukan perubahan. Perubahan yang
dimaksud bisa berarti menghilangkan, mengurangi, meningkatkan atau
memodifikasi suatu kondisi atau tingkah laku tertentu. Terapi ini
dikenal dengan sebutan terapi bermain (Adriana, 2011).
3. Bermain meningkatkan pengetahuan anak
Dengan bermain, aspek motoric kasar dan motoric halus anak turut
berkembang. Melalui permainan pula anak prasekolah diharapkan akan
menguasai konsep seperti warna, ukuran, bentuk, arah dan besaran
sebagai landasan untuk beljar menulis, Bahasa, matematika dan ilmu
pengetahuan lain.
4. Bermain melatih penglihatan dan pendengaran
Bermain mempengaruhi perkembangan kreativitas anak. Anak usia dini
masih mengalami kesulitan untuk belajar dengan serius. dengan
bermain anak merasa senang, dan kreativitas anak pun meningkat;
5. Bermain mengembangkan tingkah laku anak.
6. Bermain memengaruhi nilai moral anak
Bermain dapat memenuh kebutuhan-kebutuhan dan dorongan dalam
diri anak yang tidak mungkin terpuaskan dalam dunia nyata. Bila anak
22
memeroleh kesempatan untuk menyalurkan perasaan tegang, tertakan,
dan menyalurkan dorongan yang muncul dalam diri, anak akan merasa
lega dan rileks.
2.3 Puzzle
2.3.1 Pengertian Puzzle
Kata Puzzle berasal dari bahasa inggris yaitu teka-teki atau
bongkar pasang. Puzzle adalah media yang dimainkan dengan cara
bongkar pasang ( Kres,H. 2013). Puzzle merupakan permainan yang
dapat memfasilitasi permainan asosiatif dimana pada usia prasekolah
ini anak senang bermain dengan anak lain sehingga puzzle dapat
dijadikan sarana bermain anak sambil bersosialisasi ( Ball, et, al. 2012
dalam Winda, dkk. 2017). Puzzle adalah salah satu bentuk permainan
yang sangat dipercaya sebagai media yang bisa membantu
mengembangkan kecakapan motorik halus dan dengan koordinasi
antara tangan dan mata ( Patmonodewo, 2003 dalam Lina & fatiyah,
2016 ). Media puzzle adalah media permainan anak yangmenarik dan
menyenangkan akanmeningkatkan kemampuan motorikhalus dan
kognitif anak misalnyamengklasifikasikan bendaberdasarkan warna,
bentuk danukuran, atau mengklasifikasikanbenda ke dalam kelompok
yangsama, yang sejenis dan yangberpasangan dengan 2 variasi
sertabekemampuan berfikir untuk memecahkan permasalahan yang
sederhana (Lina & fatiyah, 2016).
Rubik’s Cube adalah permainan puzzle mekanik tiga dimensi
yang ditemukan pada tahun 1974 oleh seorang pemahat dan profesor
arsitektur dari Hungaria bernama Erno Rubik. Rubik memberi
23
namahasil temuannya itu Magic Cube, yang kemudian dipatenkan di
Hungaria dan dijual pertama kali melalui perusahaan Ideal Toy
Corporation. Pada tahun 1980, perusahaan Ideal Toy mengubah
namamagic cube tersebut menjadi “Rubik’s Cube” (Vania, 2015).
Manfaat bermain rubik sama hal nya dengan manfaat bermain puzzle,
karena rubik merupakan salah satu jenis dari beberapa puzzle.Rubik
memiliki 6 sisi dengan 6 warna dimana kita harus menyatukan tiap
sisi nya dengan warna yang sama. Itu tujuan dari permainan rubik.
Harmonisasi dan kesempurnaan. Kesempurnaan warna tidak harus
selalu sama di 6 sisi. Dan harmonisasiantara satu sisi dengan sisi
lainnya membuatnya sangat sempurna (Parmalia, 2010).
2.3.2 Manfaat Bermain Puzzle
Menurut unik (2017) permainan puzzle memiliki beberapa
manfaat yaitu:
1. Memperkuat ingatan jangka pendek
Bermain puzzle dapat meningkatkan proses berfikir. Bermain
puzzle bermanfaat untuk semua usia.
2. Menunda terjadinya demensia
Permainan puzzle mampu melatih saraf otak untuk bekerja dengan
baik, meskipun sudah berusia dewasa ataupun lansia.
3. Melatih kemampuan memecahkan masalah
Bermain puzzle untuk orang dewasa akan menantang kamu
menemukan cara memecahkan puzzle tersebut dengan cepat dan
tepat dalam penyelesaiannya.
4. Meningkatkan keterampilan spasial otak
Ketika anak mencocokan satu warna atau gambar dengan potongan
Yanglainnya, inimelatih kemampuanspasial yang nenuntuk
aktivitas fisik dan mental.
5. Problem solving
24
Dengan bermain puzzle anak akan belajar bagaimana dalam
memecahkan masalah. Permainan puzzle akan membantu anak-
anak untuk berfikir bagaimana cara untuk menyelesaikan
potongan-potongan puzzle hingga membentuk suatu gambar.
6. Mengembangkan kordinasi mata dan tangan
Puzzle memiliki berbagai gambar, bentuk dan warna. Dengan
ragam yang berbeda akan membantu anak dalam meningkatkan
kordinasi mata dan tangan mereka.
7. Mengembangkan keterampilan motoric
Degan bermain puzzle, anak-anak harus mengambil sesuatu yang
membuat garis dan memindahkan barang tanpa harus membuat
rusak. Hal ini akan membantu perkembangan motorik pada anak.
8. Mengembangkan keterampilan kognitif
Dengan permainan puzzle anak-anak dilatih mengenali ukuran,
gambar dan bentuk yang berbeda sehingga akan membantu anak-
anak dalam meletakkan potongan puzzledi segala arah dengan
harmonis dan secara bersamaan. Dengan hal itu akan membuat
anak-anak berlatih keterampilan kognitif.
9. Melatih kesabaran
Dengan bermain puzzle anak akan dituntut untuk menggabungkan
potongan puzzle sehingga membutuhkan kesabaran dalam
menyusunnya.
2.3.3 Macam-Macam Puzzle
Menurut unik (2017) terdapat 5 jenis puzzle yang terkenal di
dunia, yaitu:
1. Logic puzzle
25
Logic puzzle adalah puzzle yang menggunakan logika perfikir.
Seperti permainan teka teki silang, grid puzzzle, tic toc, dan
sudoku.
2. Jigsaw puzzle
Jigsaw puzzle adalah puzzle yang berupa kepingan gambar. Puzzle
inilah yang umumnya banyak dimainkan dan digemari oleh anak-
anak. Contoh nya: tangram, puzzle huruf, puzzle angka, puzzle
hewan/binatang, puzzle buah sayur, dan puzzle matematika.
3. Combination puzzle
Combination puzzle adalah puzzle yang dapat diselesaikan melalui
beberapa kombinasi yang berbeda. Puzzle ini biasanya terbuat dari
kayu atau plastik. Contoh combination puzzle adalah rubik cube
dan chungky puzzle.
Rubik’s Cube merupakan permainan puzzle mekanik tiga
dimensi yang ditemukan pada tahun 1974 oleh seorang pemahat
dan profesor arsitektur dari Hungaria bernama Erno Rubik. Rubik
memberi nama hasil temuannya itu Magic Cube, yang kemudian
dipatenkan di Hungaria dan dijual pertama kali melalui perusahaan
Ideal Toy Corporation. Pada tahun 1980, perusahaan Ideal Toy
mengubah nama magic cube tersebut menjadi “Rubik’s
Cube”(Vania, 2015). Manfaat bermain rubik sama hal nya dengan
manfaat bermain puzzle, karena rubik merupakan salah satu jenis
dari beberapa puzzle. Rubik sama hal nya dengan puzzle akan
tetapi sudah lebih modern sehingga lebih menarik khusus nya di
kalangan anak-anak. Rubik memiliki 6 sisi dengan 6 warna dimana
kita harus menyatukan tiap sisi nya dengan warna yang sama. Itu
tujuan dari permainan rubik, Harmonisasi dan kesempurnaan.
Kesempurnaan warna tidak harus selalu sama di 6 sisi dan
harmonisasi antara satu sisi dengan sisi lainnya membuatnya
sangat sempurna (Parmalia, 2010).Manfaat bermain rubik ialah
mengasah kesabaran dan konsentrasi dalam menyusunnya, melatih
26
kecerdasan emosional, berkoordinasi antara otak dan tangan serta
mampu memelihara memori jangka pendek (unik, 2017)
4. Mechanical puzzle
Mechanical puzzle adalah puzzle yang kepingannya saling
berhubungan dan dapat membentuk suatu formasi. Contoh puzzle
mechanical adalah mainan lego dan tetris kubus.
5. Construction puzzle
Puzzle kontruksi merupakan kumpulan potongan-potongan yang
terpisah, yang dapat digabungkan kembali menjadi beberapa
model. Mainan contruksi puzzle paling umum adalah blok-blok
kayu berwarna-warni. Contoh puzzle ini adalah mainan city block
dan mainan kayu rainbow block.
2.4 Penelitian Terkait
1. Penelitian winda, dkk (2017) yang berjudul Terapi bermain puzzle
terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah (3-6
tahun) yang menjalani kemoterapi diruang hematologi onkologi anak.
Disimpulkan bahwaPengambilan sampel menggunakan teknik consecutive
sampling dengan jumlah 14 responden. Instrumen yang digunakan yaitu
kuesioner kecemasan anak usia prasekolah yang di uji validitas dan
reliabilitasnya Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji wilcoxon
didapatkan p-value 0,005 < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh terapi bermain puzzle terhadap penurunan tingkat kecemasan
pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang menjalani kemoterapi di ruang
Hematologi Onkologi Anak RSUD Ulin Banjarmasin. Dari hasil penelitian
ini disarankan bagi pihak rumah sakit khususnya perawat ruang
Hematologi Onkologi Anak agar dapat menggunakan terapi bermain
puzzle secara bersama-sama dengan anak lain disamping dapat
menurunkan kecemasan juga agar anak dapat bersosialisasi dengan anak
lainnya daripada anak hanya berdiam diri di ruangan dan tampak apatis
terhadap lingkungan sekitarnya.
27
2. Penelitian Lina & Fatiyah (2016) yang berjudul Pengaruh terapi bermain
puzzle terhadap perkembangan motorik halus dan kognitif anak usia
prasekolah (4-5 tahun). Desain penelitian ini menggunakan one group
pretest-posttest design. Sampel yang diambil sebanyak 12 responden.
sebelum dilakukan intervensi terapi bermain puzzle sebagian besar
responden mempunyai perkembangan kognitif yang cukup (83,3%),
dengan nilai rata-rata X1 = 2,17 dan Std Deviation 0,389. Dan sesudah
dilakukan terapi bermain puzzle seluruh responden mempunyai
perkembangan kognitif yang baik (100%), dengan nilai ratarata X2 = 3,00
dan Std Deviation 0,000. Dengan hasil uji statistic Wilcoxon nilai sig (2-
tailed) = 0,002 yang berarti p<0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima
artinya ada pengaruh terapi bermain: Puzzle terhadap perkembangan
kognitif anak usia prasekolah (4-5 tahun).Penelitian ini didapatkanbahwa
dengan bermain puzzlegeometri yang dapat di kelompokandari bentuk dan
warna dapatmendorong perkembangan anak serta anak di tuntut mampu
untuk menyebutkan bentuk dan warna puzzle tersebut.
3. Penelitian Septi (2015) yang berjudul Pengaruh terapi bermain puzzle
terhadap tingkat kecemasan anak yang menjalani hospitalisasi di ruang
madinah rumah sakit islam siti khadijah palembang. Pada penelitian ini
hasil analisis data menggunakan uji marginal homogenity didapatkan uji p-
value 0,000 < α (0,05). Dan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari
seluruh responden yang berjumlah 35 anak, yang mengalami penurunan
kecemasan sesudah dilakukan terapi bermain puzzle adalah cemas berat 19
anak menjadi 0 anak, cemas sedang 12 anak menjadi 11 anak, cemas
ringan 4 anak meningkat menjadi 19 anak, sedangkan yang tidak
mengalami kecemasan sebanyak 0 anak menjadi 5 anak.
28
2.5 Karangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Teori 2.6 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan
antara konsep satu dengan konsep lainnya ataupun variabel satu dengan variabel
yang lainnya darimasalah yang akan diteliti. Kerangka konsep penelitian adalah
kerangka hubungan konsep-konsep yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2010).
Pre test Intervensi Post test
Gambar 2.3
Kerangka Konsep
Tingkat kecemasan anak pre operasi
Tingkat kecemasan anak pre operasi Terapi bermain Rubik
Kecemasan
Faktor yang mempengaruhi kecemaan a. Cemas karena perpisahan b. Kehilangan kendali c. Hospitalisasi d. Akan dilakukan tindakan pembedahan e. Luka pada tubuh dan rasa sakit f. Berpisah dengan orang tua g. Gangguan kontak sosial jika pengujung tidak
diizinkan h. Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau
penyakit
Non-farmakologi : a. Stimulasi dan massase kutaneus b. Terapi es dan panas c. Imajinasi terbimbing d. Hyponosis e. Relaksasi f. Distraksi/Pengalihan
(Terapi bermain)
29
2.7 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam suatu penelitian berarti jawaban sementara penelitian,
patokan duga, atau dalil sementara yang kebenaranya akan dibuktikan dalam
penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010).
Hipotesis penelitian ini adalah:
Ada pengaruh terhadap tingkat kecemasan pada anak preoperasi. Sebelum dan
sesudah dilakukan terapi bermain Rubik