Download - 202 TA Perkerasan Jalan
-
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN BESERTA ANGGARAN
BIAYANYA PADA LAJUR KHUSUS BUS TRANS PAKUAN KOTA
BOGOR KORIDOR TERMINAL BUBULAK -POOL BUS WISATA
BARANANGSIANG
Rifan Abdi Hutomo
18304001
ABSTRAKSI
Lajur khusus bus adalah ciri-ciri utama dari angkutan massa jenis rapid transit.
Pembuatan lajur khusus bus tidak lepas dari nilai perencanaan tebal perkerasan
karena tahap perencanaan pada proyek pembuatan jalan memegang peranan yang
penting.Perencanaan lapis perkerasan harus mempertimbangkan faktor ekonomi,
kondisi lingkungan, sifat tanah dasar, beban lalu lintas, fungsi jalan dan faktor-
faktor lainnya.Dipilihnya metode analisa komponen untuk perancangan tebal
perkerasan lentur dan metode NAASRA untuk perencanaan tebal perkerasan kaku
dalam pembuatan lajur khusus Bus Trans Pakuan Kota Bogor karena metode ini
menyediakan kemampuan yang lebih baik dan dari kedua metode ini dirasakan
cukup banyak dipakai untuk perencanaan tebal perkerasan jalan seperti kondisi di
Indonesia. Dalam tugas akhir ini akan dibahas perbandingan nilai perencanaan
tebal perkerasan dengan metode analisa komponen dan metode NAASRA untuk
diperoleh hasil perencanaan akhir dari studi perbandingan kedua metode tersebut
dengan memperhatikan nilai nilai yang lebih ekonomis dan sesuai dengan
kondisi lapangan dan lingkungan hal itu dikarenakan dari kedua perkerasan
memiliki kelebihan dan kekurangan. Dari hasil analisa yang didapat untuk
perkerasan lentur rata-rata diperoleh diperoleh tebal lapis permukaan Asphalt
Concrete ATB adalah 10,3 cm, tebal LPA kelas B adalah 20 cm, sedangkan LPB
kelas C adalah 10 cm dan memiliki anggaran biaya sebesar Rp .
32.474.430.740,00. sedangkan untuk perkerasan kaku rata-rata diperoleh tebal
lapis permukaan beton 15 cm, tebal LPB adalah 30 cm, Ruji 20 300 mm,
tulangan memanjang 19 200 mm, tulangan melintang 12 300 mm dan
memiliki anggaran biaya Rp. Rp. 44.298.603.030,00. dari kedua perkerasan
memiliki perbandingan biaya sebesar Rp. 11.824.172.290,00.
Kata kunci: Perencanaan perkerasan, Lajur Khusus Bus.
LATAR BELAKANG MASALAH Kota Bogor termasuk kategori Kota besar dengan jumlah penduduk sebanyak
850.000 jiwa, Namun sebagian warga masih bergantung pada layanan angkutan
umum. Saat ini jumlah angkutan kota (angkot) yang diizinkan beroperasi
sebanyak 3.506 unit, Belum lagi ditambah 5927 angkutan AKDP dari luar kota
-
bogor yang operasionalnya menuju pusat kota. Dalam menyikapi persoalan
tersebut pemerintah Kota Bogor mengambil langkah-langkah yang terprogram
dan terpadu serta inovatif, sesuai Peraturan Daerah (Perda) Kota Bogor No.17
Tahun 2004 tentang Rencana Strategis Kota Bogor Periode 2005-2009 yang
implementasinya berdasarkan Action Plan Bidang Transportasi. Salah satu sasaran
pembenahan di bidang Transportasi adalah peningkatan pelayanan sistem
angkutan serta mengurangi kemacetan di dalam kota. Seiring dengan adanya
rencana penanganan transportasi, Pemerintah Kota Bogor membentuk suatu
Perusahaan Daerah yang bergerak dalam bidang Transportasi bernama Perusahaan
Daerah Jasa Transportasi (PD. Jasa Transportasi). Perusahaan ini dibentuk dengan
tujuan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dalam sistem transportasi.
Adapun pelayanan tersebut berupa pengadaan sistem angkutan umum massal
(SAUM) yakni Bus Trans Pakuan yang berjenis bus rapid transit atau angkutan
bus kota cepat. Bus Trans Pakuan melayani koridor Terminal Bubulak-Pool Bus
Wisata Baranangsiang dengan panjang rute 20,4 Km, koridor Terminal Bubulak-
Pool Bus Wisata Baranangsiang adalah Pilot Project atau proyek utama dan
pertama Bus trans pakuan, yang dimana Koridor Terminal Bubulak-Pool Bus
Wisata Baranangsiang dibagi menjadi 4 segmen jalan yaitu (Jl. Raya Pajajaran, jl.
Kedung halang, Jl. Sholeh Iskandar, dan Jl. KH. A. Bin Nuh). Tetapi keberadaan
bus ini tidak diimbangi dengan adanya lajur bus (busway). Dengan
ketidakadaannya lajur bus tersebut otomatis tingkat pelayanan dari segi efisiensi
kurang baik, menurut penelitian pertama yang berjud
Pelayanan Pada Pilot Project Bus Trans Pakuan Kota Bogor (Koridor Termial
Bubulak-
mahasiswa teknik Sipil Gunadarma bahwa tingkat pelayanan dari bus Trans
Pakuan rata-rata masih cukup namun berdasarkan wawancara dengan dinas
perhubungan kota bogor bahwa lalu lintas rata-rata yang padat di jalan yang
dilewati bus Trans Pakuan dan pertumbuhan lalu-lintas kota Bogor 10%
(Sumber Informasi Dinas Perhubungan kota Bogor) maka dimasa depan
kemacetan akan menjadi hal yang sangat mungkin terjadi di kota Bogor yang
membuat pelayanan dari Bus Trans Pakuan otomatis akan menjadi menurun. Oleh
sebab itu perlu diadakannya suatu pemecahan mengenai masalah tersebut dengan
didirikannya lajur khusus bus Trans Pakuan. Tujuan dengan adanya lajur khusus
bus tersebut yaitu agar waktu perjalanan untuk sampai ke tempat tujuan menjadi
lebih cepat karena tidak perlu mengalami hambatan lalu lintas berupa kemacetan.
Selain itu lajur khusus bus adalah ciri dan syarat utama dari Angkutan Bus kota
cepat atau bus Rapid Transit berdasarkan Draft Pedoman Teknis Angkutan Bus
Kota Dengan Sistem Jalur Khusus Bus (JKB/Busway) dari Direktorat Bina Sistem
Transportasi Perkotaan Ditjen Perhubungan Darat. Lajur bus (busway) merupakan
jalan yang sepenuhnya terpisah dengan lalulintas lain. Bus akan melewati jalan
tersebut pada suatu sistem jaringan tertentu, yang terpisah dengan kendaraan lain.
Dengan adanya lajur bus tersebut, maka perjalanan bus sama sekali tidak
dipengaruhi oleh kendaraan lain, sehingga dapat diatur dengan frekuensi yang
tinggi dan waktu antara keberangkatan (headway) yang rendah. Banyak metode
yang digunakan untuk merencanakan tebal perkerasan jalan antara lain metode
CBR, metode AASHTO, metode NAASRA metode multilayer, metode asphalt
-
institute, metode analisa komponen, dll. Adapun dalam penelitian ini akan
direncanakan perbandingan perencanaan tebal perkerasan lentur dengan metode
MAK (Metode Analisa Komponen) pada SNI:1732-1989-F dan perencanaan tebal
perkerasan kaku dengan metode NAASRA yang disesuaikan oleh Bina Marga
dalam SKBI:2.3.28.1988 agar didapatkan hasil perencanaan tebal perkerasan
yang lebih ekonomis dan sesuai dengan kondisi lapangan dan lingkungan.
Dipilihnya metode analisa komponen dalam perencanaan tebal perkerasan lentur
dan perencanaan tebal perkerasan kaku dengan metode NAASRA pada Lajur
khusus Bus Trans Pakuan kota Bogor karena dari kedua metode ini dirasakan
cukup banyak dipakai untuk perencanaan tebal perkerasan jalan seperti kondisi di
Indonesia.
Umum
Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi konstruksi harus kuat, awet dan kedap
air. Jika dilihat dari segi pelayanan, jalan harus rata, tidak licin, geometrik
memadai dan ekonomis. Untuk itu, dibutuhkan suatu rancangan perkerasan yang
mampu melayani beban berupa lalu lintas yang melewati perkerasan tersebut.
Perkerasan jalan adalah lapisan atau badan jalan yang menggunakan bahan
khusus, yaitu campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk
melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai terdiri dari batu pecah, batu
belah, batu kali, sedangkan bahan ikat yang digunakan berupa aspal, semen. Dari
segi jenis bahan pengikat yang dipergunakan dikenal dua jenis perkerasan yaitu
perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Menurut Departemen Pekerjaan Umum
(1987) yang dimaksud dengan perkerasan lentur (flexible pavement) adalah
perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis
permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan dibawahnya. Bagian perkerasan
jalan umumnya terdiri dari lapis pondasi bawah (sub base course), lapis pondasi
(base course), dan lapis permukaan (surface course). Lapisan permukaan adalah
bagian perkerasan jalan yang paling atas. Lapisan tersebut berfungsi sebagai lapis
perkerasan penahan beban roda yang mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan
roda selama masa pelayanan, sebagai lapisan kedap air, sebagai lapisan aus,
menahan gaya geser dari beban roda dan memberikan suatu bagian permukaan
yang rata. Lapisan pondasi atas merupakan lapisan perkerasan yang terletak antara
lapis permukaan dengan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis pondasi atas adalah
bantalan terhadap lapisan permukaan, sebagai bagian perkerasan yang menahan
gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya,
sebagai lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. Lapisan pondasi bawah
adalah bagian konstruksi perkerasan yang terletak antara tanah dasar ( sub grade )
dan pondasi atas. Fungsi dari Lapis Pondasi Bawah adalah untuk mendukung dan
menyebarkan beban roda, sebagai lapis perkerasan, mencegah tanah dasar masuk
ke lapis pondasi akibat tekanan roda dari atas., sebagai lapisan peresapan agar air
tanah tidak berkumpul di pondasi. Tanah dasar ( sub grade ) adalah permukaan
tanah semula atau permukaan tanah galian atau permukaan tanah timbunan yang
dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian bagian
perkerasan. Perkerasan jalan diletakkan diatas tanah dasar, dengan demikian
secara keseluruhan mutu dan daya tahan konstruksi perkerasan tidak lepas dari
-
sifat tanah dasar. Tanah dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah
tanah dasar yang berasal dari lokasi itu sendiri atau didekatnya, yang telah
dipadatkan sampai tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung
yang baik serta berkemampuan mempertahankan perubahan volume selama masa
pelayanan walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah di
lokasi pekerjaan. Sifat masing-masing jenis tanah tergantung dari tekstur,
kepadatan, kadar air, kondisi lingkungan, dan lain sebagainya. Tanah dapat
dikelompokkan berdasarkan sifat plastisitas dan ukuran butirnya. Daya dukung
tanah dasar dapat diperkirakan dengan mempergunakan hasil klasifikasi ataupun
dari pemeriksaan CBR, pembebanan pelat uji dan sebagainya. Banyak metode
yang dapat dipergunakan untuk menentukan daya dukung tanah dasar. Di
Indonesia daya dukung tanah dasar (DDT) pada perencanaan perkerasan lentur
dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio), yaitu nilai yang
menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu
pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu
lintas. Menurut Basuki, I. (1998) nilai daya dukung tanah dasar (DDT) pada
proses perhitungan perencanaan tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metode
analisa komponen sesuai dengan SKBI-2.3.26.1987 dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus konversi nilai CBR tanah dasar. Perkerasan kaku ( rigid
pavement ) adalah perkerasan yang menggunakan beton semen sebagai bahan ikat
sehingga mempunyai tingkat kekakuan yang relatif cukup tinggi, karenanya
disebut sebagai perkerasan kaku atau rigid pavement. Pada konstruksi perkerasan
kaku ( rigid pavement ) sebagai konstruksi utama dari perkerasan kaku adalah
berupa satu lapis beton semen mutu tinggi. Sedangkan lapis pondasi bawah ( sub
base ) berupa cement treated sub base dan granural sub base bukanlah
merupakan komponen konstruksi utama.
Fungsi masing masing komponen konstruksi perkerasan kaku
( rigid pavement ) :
1. Tanah dasar atau sub grade dalam perkerasan kaku adalah tanah yang telah
disiapkan ( dibentuk dan dipadatkan ) untuk meletakkan konstruksi
perkerasan, baik berupa tanah asli ataupun tanah timbunan. Tanah dasar ini
berfungsi menerima beban lalu lintas yang telah disalurkan oleh konstruksi
perkerasan, penyebaran dan penyaluran beban kepada tanah dasar tersebut
dilakukan oleh perkerasan dengan ketebalan dan mutu sedemikian rupa,
sehingga tekanan beban yang sampai ke tanah dasar sesuai dengan
kemampuan atau daya dukung tanah dasar yang bersangkutan.
2. Tulangan plat pada perkerasan kaku mempunyai bentuk, lokasi dan fungsi
yang berbeda dengan tulangan plat pada konstruksi beton lain. Misalnya,
lantai gedung, balok, dan lain sebagainya. Tulangan plat pada perkerasan kaku
mempunyai bentuk, lokasi, serta fungsi khusus sebagai berikut :
a. Fungsi tulangan plat beton terletak pada 1/4 tebal plat di sebelah atas. b. Fungsi tulangan plat beton adalah memegang beton agar tidak retak.
3. Tulangan sambungan pada perkerasan kaku ( rigid pavement ) dikenal dua
jenis sambungan, yaitu tulangan sambungan melintang disebut dowel dan
sambungan memanjang disebut tie bar.
4. Alur permukaan atau grooving / brushing
-
Untuk dapat melayani lalu lintas dengan cepat, aman, dan nyaman, permukaan
perkerasan kaku yang dalam hal ini adalah plat beton mutu tinggi, permukaan
perkerasan disamping kuat dan awet harus pula tidak licin. Permukaan tidak licin
dari perkerasan kaku tersebut diadakan dengan mengupayakan / membentuk alur
alur di permukaan beton melalui pengaluran / penyikatan sebelum beton ditutup
wet burlap dan sebelum beton mengeras. Arah alur grooving bisa memanjang atau
melintang. Beberapa perbedaan penting antara perkerasan lentur dan kaku adalah
antara lain pada proses konstruksi, perilaku terhadap beban dan material pengikat.
Tabel 2.1 Perbandingan antara Perkerasan Lentur dan Kaku
No Item Perkerasan lentur Perkerasan kaku
1
Umur rencana
(masa layanan)
Efektif 5 sampai 10 tahun. Perlu
beberapa tahap pembangunan masa
layanan seperti perkerasan kaku
Efektif dapat mencapai 20
sampai 30 tahun dalam satu
kali konstruksi
2 Lendutan Cenderung melendut Lendutan jarang terjadi
3 Perilaku terhadap
overloading
Perkerasan lentur lebih sensitif pada overloading dibanding
perkerasan kaku, ini dikaitkan dengan perilaku terhadap lendutan
4 Kebisingan dan
vibrasi
Perkerasan lentur mempunyai tingkat kebisingan dan vibrasi yang
lebih rendah
5 Pantulan cahaya Perkerasan lentur mempunyai daya pantul yang lebih lemah
dibandingkan perkerasan kaku
6 Bentuk permukaan Permukaan perkerasan lentur lebih halus dibandingkan
perkerasan kaku
7
Proses konstruksi Relatif lebih mudah dan cepat.
Dengan teknologi campuran, waktu
yang dibutuhkan dari mulai
penghamparan sampai dibuka
untuk lalu-lintas hanya
membutuhkan waktu sekitar 2 jam
Dengan teknologi bahan
aditif untuk beton, maka
proses pematangan bisa
berlangsung cepat sekitar 2
hari, tetapi beton yang
terlalu cepat matang
cenderung mudah retak
8
Perawatan Memerlukan perawatan rutin, tetapi
relatif lebih mudah
Tidak perlu perawatan
rutin, tetapi perbaikan
kerusakan relatif lebih sulit
9
Biaya konstrksi dan
perawatan
Dikaitkan dengan proses maka
biaya awal lebih murah, tetapi
perlu ada perawatan rutin tahunan
dan lima tahunan
Biaya awal lebih mahal
tetapi tidak memerlukan
perawatan yang rutin
sampai umur efektif
10
Karakteristik thd
pembebanan
Beban didistribusikan secara
berjenjang pada tiap lapisan
Dengan nilai kekakuan yang tinggi maka seluruh beban diterima oleh
struktur
11
Karakteristik
meterial
Material yang diperlukan adalah
aspal, dan filler (jika diperlukan).
Sangat sensitif terhadap air
Material utama adalah
agregat, semen, dan filler
(jika diperlukan). Air dapat
membantu pada saat
pematangan beton (Sumber : Rekayasa Jalan Raya, Atma Jaya Yogyakarta 1999)
-
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Perencanaan struktur perkerasan lentur lebih banyak didasarkan pada metoda pra
campur. Perkembangan metode perhitungan dimulai dari teknik coba-coba dan
antisipasi terhadap kondisi alam. Pembangunan jalan di awal jaman Romawi,
sampai teknik Telford dan Makadam diawali dari teknik coba-coba dan kemudian
diformulasikan sehingga dapat diterapkan di tempat lain sebagaimana telah
diungkapkan di awal bahwa perkembangan metoda perhitungan struktur
perkerasan di mulai dari keinginan memperkuat tanah agar dapat menahan dan
mendistribusikan beban dengan baik. Dari pendekatan ini dapat diturunkan
metoda perhitungan struktur perkerasan.
SKBI 2 . 3 .26 . 1987 Langkah-langkah perencanaan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan
metode Bina Marga ( Metode Analisa Komponen ) adalah :
1. Menentukan daya dukung tanah dasar (DDT) dengan mempergunakan pemeriksaan CBR. Nilai DDT diperoleh dari konversi nilai CBR tanah dasar
dengan menggunakan persamaan :
DDT = 1,6649 + 4,3592 log (CBR) ........................................................... (2.1)
dimana : DDT = nilai daya dukung tanah dasar
CBR = nilai CBR tanah dasar 2. Menentukan umur rencana (UR) dari jalan yang hendak direncanakan. Pada
perencanaan jalan baru umumnya menggunakan umur rencana 10 tahun.
3. Menentukan faktor pertumbuhan lalu lintas (i %) selama masa pelaksanaan dan selama umur rencana.
4. Menentukan faktor regional (FR). Hal-hal yang mempengaruhi nilai FR antara lain :
a. prosentase kendaraan berat, b. kondisi iklim dan curah hujan setempat, c. kondisi persimpangan yang ramai, d. keadaan medan, e. kondisi drainase yang ada,
pertimbangan teknis lainnya
Metode Analisa Komponen ( MAK )
Ada banyak cara dalam menentukan tebal perkerasan, dan hampir tiap
negara mempunyai cara tersendiri. Di Indonesia metode yang digunakan untuk
menentukan tebal perkerasan lentur adalah metode Bina Marga yang bersumber
dari metode AASHTO 1972 dan dimodifikasi sesuai dengan kondisi jalan di
Indonesia. metode Bina Marga ( Metode Analisa Komponen ) juga telah disahkan
oleh Dewan Standarisasi Nasional (DSN) Indonesia menjadi Standar Nasional SNI F 1732 1989
Indonesia dengan nomor _________________ .
-
Sumber : SNI 1732 1989 - F
Tabel 2.2 Nilai Faktor Regional (FR)
Kelandaian I
( < 6% )
Kelandaian II
( 6-10% )
Kelandaian III
( > 10% )
% kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan
berat
< 30% > 30% < 30% > 30% <
30%
> 30%
Iklim I
< 900 mm/th
0,5 1,0 - 1,5 1,0 1,5 - 2,0 1,5 2,0 - 2,5
Iklim II
> 900 mm/th
1,5 2,0 - 2,5 2,0 2,5 - 3,0 2,5 3,0 - 3,5
Sumber : SNI 1732 1989 F
5. Menentukan Lintas Ekuivalen Jumlah repetisi beban yang akan menggunakan jalan tersebut dinyatakan
dalam lintasan sumbu standar atau lintas ekuivalen. Lintas ekuivalen yang
diperhitungkan hanya untuk lajur tersibuk atau lajur dengan volume tertinggi.
a. Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP)
Lintas ekuivalen pada saat jalan tersebut dibuka atau pada awal umur
rencana disebut Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP), yang diperoleh dari
persamaan : n
j 1
=
dimana : Aj = jumlah kendaraan untuk satu jenis kendaraan.
Ej = angka ekuivalen beban sumbu untuk satu jenis kendaraan. ...
Cj = koefisien distribusi kendaraan pada jalur rencana.
i = faktor pertumbuhan lalu lintas tahunan sampai jalan dibuka.
= jumlah tahun dari saat pengambilan data sampai jalan dibuka.
j = jenis kendaraan. Tabel 2.3 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Lebar Perkerasan (L) Jumlah
Jalur
Kend. Rungan *) Kend. Berat **)
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
L < 5,50 m 1 jalur 1,00 1,00 1,00 1,00 5,50 m < L < 8,25 m 2 jalur 0,60 0,50 0,70 0,50
8,25 m < L < 11,25 m 3 jalur 0,40 0,40 0,50 0,475
11,25 m < L < 15,00 m 4 jalur - 0,30 - 0,45
15,00 m < L < 18,75 m 5 jalur - 0,25 - 0,425
18,75 m < L < 22,00 m 6 jalur - 0,20 - 0,40
LEP = A x E x C x (1 + i) j j j
n' ....................................................... (2.2)
-
Sumber : SNI 1732 1989 - F
b. Lintas Ekuivalen Akhir (LEA) Besarnya lintas ekuivalen pada saat jalan tersebut membutuhkan
perbaikan struktural disebut Lintas Ekuivalen Akhir (LEA), yang
diperoleh dari persamaan:
LEA = LEP (1+r) UR (2.3)
dimana :
LEP = Lintas Ekuivalen Permulaan. r = faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana.
UR = umur rencana jalan tersebut.
c. Lintas Ekuivalen Tengah (LET) Lintas Ekuivalen Tengah diperoleh dengan persamaan : LET +
LEP LEA = ............................................................................................ (2.4)
2
d. Lintas Ekuivalen Rencana (LER) Besarnya lintas ekuivalen yang akan melintasi jalan tersebut selama masa
pelayanan, dari saat dibuka sampai akhir umur rencana disebut Lintas
Ekuivalen Rencana, yang diperoleh dari persamaan : UR
LER = LETx .................................................................................. (2.5) 10
6. Menentukan Indeks Permukaan (IP)
a. Indeks Permukaan Awal (IPo) yang ditentukan sesuai dengan jenis lapis
permukaan yang akan dipakai. Tabel 2.4 Nilai Indeks Permukaan Awal (IP0)
Jenis Lapis Permukaan IP0 Roughness (mm/km)
L A S T O N > 4 < 1000 3,9 - 3,5 > 1000
L A S B U T A G 3,9 - 3,5 < 2000
3,4 - 3,0 > 2000
H R A 3,9 - 3,5 < 2000
3,4 - 3,0 > 2000
B U R D A 3,9 - 3,5 < 2000
B U R T U 3,4 - 3,0 < 2000
3,4 - 3,0 < 3000
L A P E N 2,9 - 2,5 > 3000
2,9 - 2,5
L A T A S B U M 2,9 - 2,5
B U R A S 2,9 - 3,5
L A T A S I R < 2,4
JALAN TANAH < 2,4
JALAN KERIKIL
-
b. Indeks Permukaan Akhir (IPt) berdasarkan besarnya nilai LER dan
klasifikasi jalan tersebut.
Beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang dibawah ini:
IP = 1,0 : Permukaan jalan dalam keadaan rusak berat dan sangat
mengganggu lalu lintas kendaraan
IP = 1,5 : Kondisi jalan dengan tingkat pelayanan terendah yang masih
mungkin ( jalan tidak terputus )
IP = 2,0 : Tingkat pelayanan rendah tetapi jalan masih mantap
IP = 2,5 : Umumnya permukaan jalan masih stabil
Tabel 2.5 Nilai Indeks Permukaan Akhir (IPt)
LER = Lintas Ekivalen
Rencana
Klasifikasi Jalan
lokal kolektor Arteri tol
< 10 1,0 1,5 1,5 1,5 2,0 -
10 100 1,5 1,5 2,0 2,0 -
100 1000 1,5 2,0 2,0 2,0 2,5 -
> 1000 - 2,0 2,5 2,5 2,5
Sumber : SNI 1732 1989 F
Klasifikasi jalan dibagi 3 berdasarkan fungsinya yaitu:
1. Jalan lokal : Adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah
( 20-40 km)
2. Jalan kolektor : Adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang
( 40-60 km)
Jalan arteri : Adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan
ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi
( 60-80 km)
Untuk menentukan klasifikasi jalan dapat diketahui berdasarkan ciri-ciri
perjalanan dan kecepatan rata-rata angkutan.
7. Menentukan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) dengan menggunakan rumus
dasar metode AASHTO 1972, yang telah memasukkan faktor regional yang
terkait dengan kondisi lingkungan dan faktor daya dukung tanah dasar yang
terkait dengan perbedaan kondisi tanah dasar, sehingga didapat persamaan :
-
(Sumber : SNI 1732 1989 F)
+ log FR + 0,372 (DDT - 3,0) ... .(2.6a)
dengan :
Gt log (IPo - IPt)
= .......................................................................................... (2.6b) (IPo 1,5)
dimana : Gt = fungsi logaritma dari perbandingan antara kehilangan tingkat
pelayanan dari IP = IPo sampai IP = IPt dengan kehilangan tingkat
pelayanan dari IPo sampai IP = 1,5.
Wt1 8 = beban lalu lintas selama umur rencana atas dasar beban sumbu
tunggal 18000 pon yang telah diperhitungkan terhadap faktor
regional.
(Sumber : Sukirman, S., Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1993)
Indeks tebal perkerasan adalah angka yang berhubungan dengan
penentuan tebal minimum tiap lapisan di suatu jalan. Jalan yang memakai
perkerasan lentur memiliki 3 lapisan utama yaitu Lapis permukaan, lapis pondasi
atas dan lapis pondasi bawah. Tiap lapisan memiliki nilai minimum untuk Indeks
Tebal Perkerasan yang diambil dari nomogram ITP berdasarkan hubungan DDT,
LER dan Faktor Regional dan tabel tiap minimum tebal lapisan menurut MAK.
Tabel 2.6 Penentuan Nomogram ITP :
No Ipt Ipo Nomogram
ITP
1 1 2,4 9
2 1 2,5 - 2,9 8
3 1,5 2,5 -2,9 7
4 1,5 3,5 3,9 6
5 1,5 2,5 3,9 5
6 2 3,5 3,9 4
7 2 4 3
8 2,5 3,5 3,9 2
9 2,5 4 1
Log Wt18 9,36 log (ITP 1 ) - 0,20 = + +
Gt
0,4 + 1094
(ITP 1) +
5,19
-
Gambar 2.4 Nomogram 1 ITP
(Sumber : SNI 1732 1989 F)
-
Gambar 2.5 Nomogram 2 ITP
(Sumber : SNI 1732 1989 F)
-
Gambar 2.6 Nomogram 3 ITP
(Sumber : SNI 1732 1989 F)
-
Gambar 2.7 Nomogram 4 ITP
(Sumber : SNI 1732 1989 F)
-
Gambar 2.8 Nomogram 5 ITP
(Sumber : SNI 1732 1989 F)