PENGGUNAAN REPOSITORI UNTUK LAYANAN ARSIP ELEKTRONIK
PADA BADAN PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH SUMATERA UTARA
(BPAD PROVINSI SUMATERA UTARA)
“Proposal”
DISUSUN OLEH :
120709064 HERLINAWATI GULTOM
JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara arsip berperan sebagai memori kolektif
bangsa, simpul pemersatu bangsa, sumber informasi sejarah bangsa yang lengkap, nyata dan
benar. Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Sumatera Utara (BPAD Sumatera Utara)
Sebagai badan yang mengelola arsip-arsip yang berkenaan dengan Negara Republik
Indonesia, khususnya Negara Indonesia bagian Sumatera Utara jelas memiliki peran untuk
Menjamin keselamatan arsip dan penyediaan kembali arsip dengan cepat ketika dibutuhkan.
Keselamatan arsip menunjukkan kondisi arsip yang awet dan aman, jika arsip selamat, tidak
ada yang rusak, tidak ada yang hilang maka tentunya arsip dapat disediakan kembali
bilamana dibutuhkan. Arsip merupakan barang bukti yang sekaligus mampu berbicara
tentang fakta dan peristiwa sejarah dan mampu memberikan arti dan manfaat dalam
kehidupan manusia. Kemudian, untuk menjaga keselamatan dari Arsip tersebut sering sekali
Badan arsip daerah di Indonesia tidak terkecuali Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah
Sumatera Utara (BPAD Sumatera Utara) menyimpan arsip dengan sangat ketat bahkan jika
ada seseorang yang ingin melihat arsip harus melewati beberapa prosedur ditambah lagi
seseorang yang datang secara pribadi tidak diperkenankan untuk mengetahui dan melihat
arsip tersebut secara langsung. Hal tersebut dapat membatasi badan arsip daerah untuk
melayankan arsip kepada pengguna yang ingin mencari infomasi dan melihat arsip secara
langsung sehingga tugas badan arsip daerah untuk menjunjung azas Keterbukaan Informasi
Publik tidak dapat dilakukan dengan maksimal. Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah
Sumatera Utara (BPAD Sumatera Utara) tidaklah hanya sekedar mengumpulkan, mengelola,
menyimpan, dan melestarikan arsip, tetapi juga melakukan pelayanan informasi kearsipan.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi mengatur tentang
bagaimana informasi harus terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat sedangkan Undang-
undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan menjelaskan tentang Informasi yang masuk
dalam kategori statis sifatnya adalah terbuka. Dengan demikian maka semestinya Lembaga
Kearsipan Daerah mempunyai unit layanan yang memberikan layanan informasi kepada
masyarkat.
Repositori bagi suatu institusi merupakan wadah untuk mengelola dan melestarikan
aset intelektual institusi. Repositori sering dipakai oleh perpustakaan perguruan tinggi untuk
menyimpan, perluasan pemanfaatan dan kemudahan akses terhadap sumber daya informasi
(Tugas akhir mahasiswa, skripsi, tesis, disertasi dan karya ilmiah dosen berupa artikel dan
laporan penelitian) agar dapat digunakan oleh banyak pengguna (multi user) dalam waktu
yang bersamaan dan dapat dimanfaatkan dengan akses jarak jauh (remote access) tanpa
harus datang ke perpustakaan. Konsep peran repositori dalam perpustakaan inilah yang ingin
peneliti terapkan pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Sumatera Utara (BPAD
Sumatera Utara) yang mana jika pada repositori perpustakaan berisi koleksi deposit dengan
format elektronik pada badan arsip daerah berisi kolesi arsip elektronik dengan format
sehingga memudahkan pengguna dalam mencari informasi mengenai arsip yang dibutuhkan
serta dapat melihat arsip dari segi konten maupun dari segi fisik (gambar arsip melalui hasil
scan arsip tercetak).
1.2 Perumusan Masalah
Adapun masalah yang menjadi latar belakang penelitian ini adalah:
1. Apa kah Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Sumatera Utara (BPAD Sumatera Utara)
telah melakukan pelayanan informasi kearsipan dengan baik?
2. Bagaimana kah cara Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Sumatera Utara (BPAD
Sumatera Utara) agar setiap arsip dapat ditemukan dan diakses pengguna secara terbuka
tanpa merusak arsip baik dari segi fisik maupun dari segi konten?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah:
1. Agar pelayanan informasi kearsipan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Sumatera
Utara (BPAD Sumatera Utara) dapat berjalan dengan baik.
2. Setiap pengguna dapat menemukan dan mengakses arsip baik dari segi fisik maupun dari
segi konten secara terbuka.
3. Pemeliharaan arsip dalam bentuk kertas dapat dilestarikan ke dalam bentuk arsip
elektronik.
4. Pengguna tidak perlu datang langsung dan arsip elektronik dapat digunakan oleh banyak
pengguna (multi user) dalam waktu yang bersamaan serta dimanfaatkan dengan akses
jarak jauh (remote access).
1.3 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Menambah wawasan bagi peneliti dalam melakukan pelayanan informasi kearsipan di
bidang arsip elektronik.
2. Dapat menjadi masukan pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Sumatera Utara
(BPAD Sumatera Utara) untuk menerapkan repositori dalam pelayanan informasi
kearsipan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Arsip Elektronik
Keberadaan teknologi informasi tidak dapat terlepas dari arsip elektronik yang
merupakan hasil penciptaan dan keluaran fisik dari komputer. Pengertian arsip elektronik
menurut NARA (National Archives and Record Administration) Amerika Serikat adalah
arsip-arsip yang disimpan dan diolah di dalam suatu format dimana hanya mesin komputer
yang dapat memprosesnya. Oleh karena itu arsip elektronik seringkali dikatakan sebagai
machine readable records (arsip yang hanya bisa dibaca melalui mesin). Sedangkan menurut
Australian Archives dalam buku Managing Elektronic Records, arsip elektronik adalah arsip
yang dicipta dan dipelihara sebagai bukti dari transaksi, aktifitas, dan fungsi lembaga atau
individu yang ditransfer dan diolah didalam dan diantara sistem komputer.
ARMA Standards Program: Glossary of Records Management Terms, 1984,
mendefenisikan arsip elektronik sebagai “Machine-Readable Record: Coded Information
which to be understood, must be translated by a computer”, (Arsip terbacakan
mesin:informasi dalam bentuk kode yang untuk memahaminya harus diterjemahkan terlebih
dahulu dengan komputer).
International Council on Archives (ICA) ; Commitee on Electronic Records, Guide
for Managing Electronic Records from an Archival Perspective (Consultation Draft),
1996. Mendefenisikan arsip elektronik sebagai “an electronic record is a record that is
suitable for manipulation, transmission or processing by a digital computer”, (arsip
elektronik adalah arsip yang bisa dimanipulasi, ditransmisikan atau diproses dengan
menggunakan komputer digital.)
The InterPARES Glossary: A controlled vocabulary of terms used in the
InterPARES Project, 2002 mendefenisikan arsip sebagai “A record that is created (made or
received and set aside) in electronic form”, (Arsip yang diciptakan (dibuat atau diterima dan
dikelola) dalam bentuk elektronik).
Pemerintah federal Amerika Serikat (36 CFR 1234.2) mendefinisikan arsip sebagai
“Electronic record means any information that is recorded in a form that only a computer
can process and that satisfies the definition of a Federal record in 44 U.S.C. 3301”, (Arsip
elektronik adalah informasi yang direkam dalam bentuk yang hanya komputer yang dapat
memprosesnya dan memenuhi rumusan arsip dari pemerintah Federal sebagaimana terdapat
dalam 44 U.S.C.3301.)
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi
Informasi Elektronik, menerangkan informasi elektronik adalah adalah satu atau sekumpulan
data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan,
foto, elektronik data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks,
telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang telah
diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahami.
Kemudian Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat,
diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,
elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar
melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,
gambar, peta, rancangan, foto, elektronik data interchange (EDI), surat elektronik (electronic
mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau
perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahami.
Daur Hidup Arsip Elektronik
untuk dapat mengelola arsip elektronik dengan baik maka dibutuhkan pengetahuan
tentang daur hidup arsip elektronik sehingga dapat dipelajari pada setiap tahapan. Seperti
halnya arsip konvensional maka arsip elektronik memiliki pula daur hidup mulai dari tahap
penciptaan, penyimpanan, dan penemuan kembali, manipulasi, distribusi, dan penyusutan
(Wallace, Lee, and Schubert :1992) dalam pendapat yang hampir sama, Ray, Palmer, dan
Wohl dalam buku Office Automation: A System Approach mengemukakan bahwa arsip
elektronik memiliki lima tahapan hidup yaitu tahap penciptaan, penyimpanan dan penemuan
kembali, perubahan, distribusi dan penyusutan.
Manajemen arsip elektronik merupakan pengelolaan terhadap keseluruhan daur hidup
mulai dari penciptaan sampai dengan penyusutan arsip elektronik. Dalam pengertian yang
umum manajemen arsip elektronik merupakan aplikasi kontrol yang sistematis dan ilmiah
terhadap informasi terekam yang dibutuhkan oleh organisasi (Robert, Bows, dan Maedke :
1987).
Penciptaan Arsip Elektronik
Penciptaan arsip dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu dengan penciptaan secara
elektronik atau otomasi dan penciptaan dengan transformasi digital. Penciptaan secara
elektronik adalah menciptakan arsip elektronik dengan menggunakan peralatan elektronik
seperti kamera digital, perekam suara, perekam video, dan khususnya adalah komputer.
Penciptaan arsip elektronik dengan transformasi digital sering disebut dengan proses
digitalisasi dimana pengertian digitalisasi secara umum adalah proses penciptaan arsip
elektronik dari arsip konvensional yang bertujuan untuk melindungi arsip konvensional itu
sendiri. Proses digitalisasi memerlukan tahapan-tahapan dimana setiap tahapan terdapat
aturan-aturan yang harus dipenuhi untuk menjaga keotentikan arsip elektronik yang
dihasilkan. Digitalisasi memerlukan peralatan yang hancal dan ruang simpan yang besar.
Waktu terbesar dan konsentrasi tinggi yang digunakan dalam digitalisasi adalah pada tahapan
pembuatan daftar arsip elektronik karena kesalahan dalam penulisan metadata arsip
elektronik berakibat arsip elektronik tersebut kehilangan keotentikannya.
Digitalisasi adalah proses merubah arsip konvensional menjadi arsip elektronik yang
melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Tahapan Pemilihan
2. Tahapan Pemindaian
3. Tahapan Penyesuaian
4. Tahapan Pendaftaran
5. Tahapan Berita Acara
Tahapan Pemilihan
Pemilihan arsip konvensional foto dilakukan berdasarkan waktu, kegunaan, informasi dan
penyelamatan. Pemlihan berdasarkan waktu berarti arsip dipilih dengan mempertimbangkan
tahun pengelolaan arsip, pemilihan dapat dilakukan dari yang paling muda yaitu dari tahun
pengolahan terakhir atau yang paling tua yaitu dari tahun pengolahan awal. Pemilihan
berdasarkan kegunaan berarti arsip dipilih dengan mempertimbangkan sering dan tidaknya
arsip tersebut digunakan, pemilihan berdasarkan kegunaan lebih mudah karena memang
adalah sebaiknya dipilih dari yang paling sering digunakan dan terakhir adalah yang jarang
digunakan. Pemilihan berdasarkan informasi berarti arsip dipilih dengan mempertimbangkan
content yang terkandung dalam arsip itu sendiri, semakin penting isi dari arsip adalah
seharusnya semakin cepat arsip tersebut dipilih untuk digitalisasi. Yang terakhir pemilihan
arsip berdasarkan penyelamatan berarti arsip dipilih dengan melihat kondisi arsip, semakin
buruk kondisinya maka seharusnya adalah semakin cepat arsip tersebut diselamatkan dengan
digitalisasi.
Tahapan Pemindaian
Setelah selesai melakukan pemilihan arsip yang akan didigitalisasikan maka tahap
selanjutnya adalah mulai melakukan proses pemindaian. Prinsip pemindaian adalah arsip
hanya boleh dikenakan pemindaian satu kali saja, sehingga proses pemindaian harus
dilakukakan secara cermat dan tepat dan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan master
arsip elektronik. Pemindaian dilakukan dengan tetap memberikan ruang (white area) dari
batas tepi arsip. Sebelum melakukan pemindaian, terlebih dahulu dilakukan penyesuaian hasil
keluaran dari mesin pemindaian sesuai dengan hasil yang diharapkan yaitu master arsip
elektronik maka mesin pemindai sesuai dengan hasil yang diharapkan yaitu master arsip
elektronik maka mesin pemindai diset pada resolusi 600 dpi dan format file TIF tanpa
kompresi.
Tahap Penyesuaian
Nama file hasil proses pemindaian biasanya adalah nama default pemberian mesin yaitu
tergantung dengan mesin pemindai yang digunakan. Salah satu nama yang umum adalah
“scanxxxx” dengan “xxxxx” adalah nomor urutan pemindaian. Nama file tersebut tidaklah
mencerminkan isi dari arsipnya sehingga perlu dilakukan penggantian nama. Pemberian
nama file tersebut mengikti jenis arsip, fond arsip, nomor urut daftar, nomor urut arsip dalam
daftar, dan nomor urut lembar arsip dalam satu nomor urut arsip.
Tahapan Pendaftaran
Pada tahap ini setelah nama-nama file hasil pemindaian disesuaikan dengan arsip aslinya
maka baru dilakukan pendaftaran atau pembuatan daftar. Pada daftar yang dibuat
dicantumkan informasi-informasi tentang nomor urut arsip disesuaikan nomor urut arsip pada
daftar pertelaan arsip (DPA), deskripsi arsip yang sama dengan deskripsi arsip pada DPA,
nama file arsip elektronik tanpa ekstensi karena ekstensinya selalu TIF, besar ukuran file
dalam byte, tanggal dan waktu penciptaan arsip elektronik dengan penulisann tanggal secara
lengkap tanggal, bulan, dan tahun, dan penulisan waktu dengan jam;menit. Informasi lain
adalah besar ukuran pixel file hasil digitalisasi dan kedalaman warnanya, judul tempan
simpan permanen, dan terakhir nomor urut tempat simpan permanen. Informasi-informasi
tersebut di atas diperlukan untuk menjamin keaslian dari arsip elektronik yang dihasilkan dan
menjaga dari kemungkinan pemalsuan sehingga salah satu ciri arsip yang baik yaitu asli atau
autentik dapat tercapai.
Tahapan Berita Acara
Pada tahapan berita acara dilakukan pembuatan berita acara digitalisasi arsip konvensional ke
dalam arsip elektronik. Tahapan berita acara mencantumkan nama penanggung jawab
pelaksanaan digitalisasi dan legalisasi dari pejabat yang berwenang, jenis perangkat keras
yang digunakan detail dari jenis komputer yang digunakan sampai dengan type mesin
pemindai, perangkat lunak dari proses pemindaian, penyesuaian sampai dengan pemberian
judul media simpan permanen, sarana tunjuk silang ke arsip konvensional, dan terakhir
adalah resolusi yang digunakan.
Pemilihan Media Digitalisasi
Salah satu faktor keberhasilan kegiatan alih media adalah karena ketepatan pemilihan media
penyimpanan arsip elektronik hasil pemindaian dimana pemilihan media penyimpanan
tersebut mengacu pada kriteria tertentu. Salah satu cara sederhana dalam melakukan
pemilihan media penyimpanan adalah dengan mempertimbangkan periode akses penggunaan
arsip elektronik tersebut. Arsip elektronik yang sering digunakan maka adalah tepat jika
disimpan dalam media yang memiliki kecepatan akses seperti hard disk, untuk arsip
elektronik yang tidak terlalu sering digunakan media penyimpanan yang tepat adalah dari
jenis optical disk seperti CD maupun DVS, sedangkan arsip elektronik yang tidak atau jarang
sekali digunakan, penggunaan magnetic media yang bersifat sequential seperti microfilm atau
zip disk adalah yang sesuai.
Kriteria Pemilihan Media
Cara pemilihan media penyimpanan secara mudah seperti di atas bukan satu-satunya cara
yang tepat tetapi lebih dimaksudkan untuk mempersempit pemilihan media tergantung
dengan jenis arsip elektroniknya. Cara lain adalah dengan mempertimbangkan enam kriteria
pemilihan media penyimpanan yaitu:
Longevity (ketahanan simpan)
Capacity (kapasitas ruang)
Viability (pengenalan kesalahan)
Obselescence (kemudahan di pasaran)
Cost (harga)
Susceptibility (ketahanan pemakaian)
Longevity
Media penyimpanan harus memiliki longevity yaitu daya tahan atau kemampuan untuk tetap
baik pada saat disimpan di dalam lemari penyimpanan. Semakin lama daya tahan suatu media
dapat disimpan dalam lemari penyimpanan maka makin baik pula nilai longevitynya. Batas
suatu media dikatakan baik adalah apabila media tersebut dapat disimpan sekurang-
kurangnya selama 10 tahun, jika kurang dari waktu itu maka dikatakan kurang baik, dan jika
mampu bertahan lebih dari 10 tahun bukan merupakan nilai lebih karena bisa jadi media
tersebut sudah tidak tersedia lagi di pasaran umum.
Capacity
Media penyimpanan harus memiliki capacity yaitu kemampuan untuk menyimpan dengan
kapasitas ruang simpan yang besar. Semakin besar ruang simpan yang dapat disediakan suatu
media maka semakin baik pula media tersebut. Tidak ada ukuran baku bahwa media
penyimpanan dengan ukuran sekian adalah baik atau buruk, karena sifat media itu sendiri
yang selalu bertambah ukuran ruang simpannya sesuai dengan perkembangan teknologi
penyimpanan. Sehingga ukuran ruang simpan adalah relative dengan membandingkan antara
media simpan yang ada di pasaran saat itu.
Viability
Viability adalah kemampuan suatu media untuk melakukan pengecekan secara mandiri
terhadap kesalahan dalam penulisan maupun pembacaan dari dan ke media tersebut.
Kemampuan mendeteksi kesalahan khususnya pada saat melakukan penulisan pada media
tersebut merupakan fasilitas yang dibutuhkan mengingat fungsi dari media tersebut adalah
sebagai sarana backup arsip yang merupakan dokumen dengan nilai kesejarahan, sehingga
kesalahan dalam penulisan dalam media yang tidak memiliki kemampuan mendeteksi
kesalahan merupakan kerugian besar, yaitu resiko kehilangan arsip itu sendiri.
Obselescende
Adalah ketersediaan media penyimpanan tersebut ada atau tidak di pasaran atau apakah
media tersebut mudah didapatkan pada saat itu maupun nantinya pada tahun-tahun kemudian.
Batasan suatu media dikatakan memiliki obselescence yang baik adalah jika media tersebut
mudah di dapatkan minimal sampai denga 10 tahun kemudian. Jika kurang dari itu harus
segera melakukan pergantian media penyimpanan yang menggunakan teknologi lebih baru.
Cost
Mudah dipahami, pemilihan media harus mempertimbangkan apakah media penyimpanan
tersebut murah dengan pengertian perbandingan kapasitas dengan biaya yang harus
dikeluarkan adalah ringan. Bisa jadi harga suatu media adalah namun jika memiliki kapasitas
yang kecil maka biaya untuk media tersebut adalah mahal jika dibandingkan dengan media
lain dengan harga sedikit lebih mahal namun memiliki ruang kapasitas beberapa kali lipatnya,
contoh perbandingan media seperti ini adalah disket dan CD. Media penyimpanan berupa
disket harga per keping lebih rendah sedikit dibandingkan dengan media CD, namun
kapasitas simpan CD berkisar 450 kali kapasitas disket, sehingga perbendaan harga per
keping yang sedikit menjadi tidak berarti jika dibandingkan dengan kapasitas muat
penyimpanannya.
Susceptibility
Seperti longevity, kriteria terakhir adalah tentang daya tahan media, bedanya adalah
susceptibility merupakan kemampuan untuk tetap dalam kondisi yang baik pada saat
dipergunakan. Ukuran kemampuan daya tahan yang baik atau tidak adalah dengan berapa
kali media tersebut masih dalam keadaan baik jika dilakukan akses baca. Jika media
penyimpanan tersebut masih mampu dibaca hingga 1000 kali maka dikatakan media tersebut
adalah baik, jika kurang dari itu adalah buruk.
2.2 Pengertian Repositori
Pengertian Institutional Repository menurut Lynch adalah;
“a university-based institutional repository is a set of services that a university offers
to the members of its community for the management and dissemination of digital
materials created by the institution and its community members. It is most essentially
an organizational comitmen to the stewardship of these materials, including long-
term preservation where appropriate, as well as organization and access or
distribution”.
Lynch mendefinisikan IR yang berorientasi pada layanan dan komitmen dari lembaga.
Sedangkan,
Kegiatan pengelolaan Institutional Repository menurut Putu Laxman Pendit, adalah
merupakan perwujudan dari perpustakaan digital yang lebih mengkhususkan dalam
mengelola koleksi local content dan grey literature dari suatu institusi. Istilah
repository sebagai simpanan dapat memberikan gambaran betapa konsep kegiatan
perpustakaan yang menghimpun dan melestarikan koleksi sesuai dengan nilai-nilai
librarianship sudah mengakar dalam budaya manusia. Koleksi tersebut merupakan
hasil karya intelektual dari sebuah komunitas tertentu.
Melihat kedua defenisi diatas dapat dilihat bahwa fokus kegiatan IR terletak pada 3
aspek yaitu mengumpulkan karya intelektual sebuah institusi atau universitas,
menyebarkannya atau berbagi dan memastikan agar bahan digital tersebut dapat terus
dipakai selama mungkin.
Konsep repositori pada perpustakaan inilah yang kemudian diterapkan pada
Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah untuk mengumpulkan setiap arsip yang
akan dijadikan arsip elektronik biasanya yaitu arsip statis sehingga dapat
disebarkan atau berbagi dan memastikan agar bahan digital tersebut dapat
terus dipakai selama mungkin. Arsip elektronik yang dapat diakses dari jauh
dengan mudah, cepat dan digunakan sekaligus oleh banyak pengguna dapat
memberikan gambaran pada Badan Arsip dalam melayankan arsip kepada
pengguna secara terbuka sehingga menjunjung tinggi nilai keterbukaan
informasi.
BAB 3
METODE PENELITIAN
Agar penelitian ini berjalan dengan kerangka berfikir ilmiah, diperlukan suatu metode
yang akan digunakan oleh penulis. Berikut dijelaskan mengenai jenis penelitian, pendekatan
penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis data.
1. Jenis penelitian yang dilakukan peneliti adalah Penelitian kebijakan (policy researche)
yaitu penelitian yang hasilnya direkomendasikan untuk menyelesaikan sautu masalah
dengan kata lain hasilnya dapat secara langsung diterapkan untuk memecahkan
permasalahan yang dihadapi. Penelitian ini menguji manfaat dari teori-teori ilmiah serta
mengetahui hubungan empiris dan analisis dalam bidang-bidang tertentu. Penelitian ini
berfungsi untuk mencari solusi tentang masalah keterbukaan informasi publik berkaitan
dengan pelayanan informasi kearsipan. Solusi yang diberikan adalah dengan membangun
reppositori untuk temu kembali informasi mengenai suatu arsip. Tujuan penelitian adalah
pemecahan masalah sehingga hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
manusia baik secara individu atau kelompok maupun untuk keperluan industri atau politik
dan bukan untuk wawasan keilmuan semata (Sukardi, 2003). Penelitian ini menguji
manfaat dari teori-teori ilmiah serta mengetahui hubungan empiris dan analisis dalam
bidang-bidang tertentu.
2. Pendekatan penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan deskriptif untuk melihat gejala
menurut apa adanya pada saat penelitian ini dilakukan. Penelitian
3. Lokasi penelitian
Tempat/lokasi yang menjadi penelitian adalah Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah
Propinsi Sumatera Utara, Jln. Willem Iskandar, Pancing.
4. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang dipilih adalah purposive sampling. Purposive sampling
adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Dan untuk
mengambil/mengumpulkan data pada penelitian ini menggnakan dua teknik yaitu:
a. Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk mengadakan penelitian yang bersumber pada tulisan
seperti buku-buku, jurnal, hasil penelitian, peraturan-peraturan, notulen rapat, arsip,
dokumen dan sebagainya. Dalam hal ini peneliti mencari, menelaah dokumen-
dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan arsip elektronik pada Badan
Perpustakaan dan Arsip Daerah Sumatera Utara.
b. Wawancara mendalam
Teknik wawancara dilakukan dengan metode wawancara tidak terstruktur, yang
dengan ini peneliti membuat pedoman wawancara dengan membuat garis besar
pertanyaan. Adapun informan yang akan peneliti wawancarai adalah kepala Badan
Perpustakaan dan Arsip Daerah Sumatera Utara, arsiparis yang menangani
pengelolaan arsip statis, arsiparis pengelola arsip elektronik, dan staf tenaga di
bidang IT.
5. Sumber data
Ada dua jenis data yang dibutuhkan untuk menyempurnakan penelitian ini, yaitu data-
data primer dan sekunder. Sumber primer penelitian ini adalah semua data yang
diperoleh baik melalui wawancara maupun dokumentasi yang berkaitan dengan
kegiatan pengelolaan arsip elektronik. Sedangkan sumber sekunder adalah semua data
penunjang yang berhubungan dengan tema penelitian. Karya ilmiah dan berbagai
sumber rujukan, baik cetak maupun elektronik.
6. Analisis data
Data yang terkumpul kemudian dianalisa berdasarkan makna yang tersirat maupun
tersurat dan dicek ulang kebenarnnya kepada sumber. Hal ini untuk menjaga agar
penelitian kualitatif tetap ilmiah.
7. Waktu penelitian
Waktu penelitian ini adalah selama 2 bulan yaitu dari Bulan Agustus dan Bulan
September 2015 dan mengambil lokasi penelitian di Badan Perpustakaan dan Arsip
Daerah Sumatera Utara.
8. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan digunakan sebagai pedoman dalam penulisan proposal ini secara
keseluruhan, untuk melihat secara jelas hubungan antar bab yang dibahas dan juga sub-
sub pembahasan pada masing-masing bab. Oleh karenanya sistematikan penulisan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pada Bab I Pendahuluan pembahasannya meliputi : Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan penelitian, dan Manfaat penilitan.
Pada Bab 2 menjelaskan tentang kajian pustaka mengenai arsip elektronik dan konsep
repositori yang akan diterapkan pada Badan Arsip Daerah.
Pada Bab 3 ini penulis membahas metode penelitian yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Lynch, Clifford A. (2003). Institutional Repositories: Essential Infrasturcture for Scholarship
in the Digital Age, Bimonthly Report No. 226, February 2003. Available:
http://www.arl.org/resources/pubs/br/br226/br226ir.shtml
http://www.bpadjogja.info/file/7be99f4a6453598511d7773b18b24439.pdf
(Dasar Pengelolaan Arsip elektronik: Muhammad Rosyid Budiman, Badan Perpustakaan dan
Arsip Daerah Propinsi DIY)
daryono.staff.uns.ac.id (Pengelolaan Arsip Berbasis Elektronik)