dokumen ksct
TRANSCRIPT
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rencana Induk (Master Plan) Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh
(KSCT) merupakan salah satu dokumen perencanaan pengembangan KSCT di
daerah yang diamanatkan dalam Permendagri Nomor 29 Tahun 2008 Tentang
Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di daerah.
Rencana Induk ini disusun dalam kurun waktu 5 (lima) tahunan yang memuat hasil
kajian secara menyeluruh (komprehensif) dan terpadu terhadap semua aspek kunci
pengembangan KSCT sebagai data dasar serta proyeksi arah, skenario, dan tahapan
pengembangan KSCT dalam jangka menengah. Rencana Induk ini menjadi pedoman
dalam penyusunan Rencana Pengusahaan dan Rencana Tindak.
Permendagri nomor 29 Tahun 2008 memberikan salah satu pilihan bagi daerah untuk
membangun daerahnya melalui pendekatan pengembangan daerahnya melalui
wilayah berupa Kawasan Strategis dan Cepat Tumbuh, yang sesuai dengan kondisi,
kekhasan dan potensi unggulan daerah yang pada akhirnya mampu memperkuat daya
saing perekonomian. Permendagri hanya merupakan sarana untuk pendorong
percepatan pengembangan kawasan yang berpotensi sebagai pusat pertumbuhan
wilayah yang telah berkembang atau potensial berkembang, mengurangai
kesenjangan pemnbangunan antar wilayah dan mendorong pertumbuhan daerah
sekitarnya yang relatif masih tertinggal, daerah perbatasan, pesisir dan pulau-pulau
kecil, serta mengoptimalkan pemanfaatan komparatif dan kompetitif sektor/produk
unggulan daerah dan daya tarik kawasan di pasar domestik dan internasional.
2
1.2. Prinsip
Prinsip penyusunan Dokumen Perencanaan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh
diselenggarakan berdasarkan prinsip:
a. Penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan investasi
b. Kepastian hukum tentang jaminan keamanan investasi, kemudahan dan
transparansi pengelolaan perijinan usaha melalui pelayanan satu pintu,
keharmonisan hubungan investor dengan tenaga kerja, dan keadilan di antara
pelaku usaha di hulu dengan di hilir
c. Keterpaduan program dan kegiatan sektoral di pusat, provinsi, dan
Kabupaten/kota, dengan kegiatan pelaku usaha dan masyarakat sesuai dengan
kebutuhan
d. Peningkatan keterkaitan bisnis yang saling menguntungkan antara pelaku usaha
skala besar, dengan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui
pemberdayaan masyarakat UMKM
e. Pengutamaan keterkaitan yang saling menguntungkan antarpelaku usaha dan
antarkawasan, seperti mengupayakan keterkaitan pengembangan pusat
pertumbuhan dengan sentra produksi di kawasan sekitarnya
f. Pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara optimal dan
berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat
g. Pengutamaan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi guna meningkatkan
dayaguna dan hasilguna industri pengolahan di dalam negeri berbahan baku
lokal dengan tujuan ekspor dalam bentuk barang jadi
1.3. Tujuan
Sedangkan tujuan penyusunan Dokumen Perencanaan Kawasan Strategis Cepat
Tumbuh adalah:
a. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk unggulan di kawasan
b. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi di pusat pertumbuhan
c. Mendorong peningkatan kerjasama pembangunan antarwilayah secara
fungsional, dan antardaerah yang relatif sudah berkembang dengan daerah
tertinggal di sekitarnya dalam suatu keterpaduan sistem wilayah pengembangan
ekonomi
3
d. Mengoptimalkan pengelolaan potensi sumberdaya spesifik daerah bagi
peningkatan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat, yang
berwawasan kelestarian lingkungan
e. Menciptakan keterpaduan, keseimbangan dan keserasian pertumbuhan wilayah
4
BAB II. KAJIAN TEORI dan PENDEKATAN KONSEP
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Definisi Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh
Defenisi Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh (WSCT) ini sangat terkait dengan UU
Penataan Ruang Tahun 1992 dan PP 47 Tahun 1997 tentang RTRWN yang sudah
tidak berlaku lagi saat ini, karena diperbaharui dalam bentuk UU Penataan Ruang
Tahun 2007. Istilah Kawasan Andalan tercantum dalam PP 47 Tahun 1997 tentang
RTRWN yang diidentifikasi sebanyak 111 kawasan sebagai pendekatan perencanaan
pemerataan pembangunan nasional, kemudian ditindaklanjuti dalam bentuk KAPET
sebanyak 13 kawasan umumnya di Indonesia Bagian Timur.
Istilah Pendekatan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh, salah satunya dikenal
dengan Kawasan Andalan, sejak Tahun 1992 berada pada posisi yang lemah jika
dilihat dari aspek legal formal atau dukungan politik yang kurang untuk tataran
implementasinya. Hingga tahun 1998 diterbitkannya Keppres tentang 13 KAPET,
Kawasan Andalan dijadikan sebagai base line data pemilihan KAPET meski tidak
semua wilayah KAPET diambil dari Kawasan Andalan.
Dalam UU Nomor 26 tentang Penataan Ruang Tahun 2007, istilah Kawasan Andalan
tidak lagi muncul, yang ada adalah istilah Kawasan Strategis yang dibedakan dari
berbagai aspek poleksosbudhankam, serta dibedakan dari tingkatan administrasi
pemerintahan Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sedangkan kawasan cepat
tumbuh dikenal dalam RPJM 2004-2009 yakni sebagai wilayah yang memiliki
produk-produk unggulan dan berpotensi untuk cepat berkembang dibandingkan
dengan kawasan potensial lainnya.
Seperti yang telah diungkapkan sekilas sebelumnya, kawasan Strategis menurut
undang-undang tersebut didefinisikan sebagai wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting terhadap kedaulatan
negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan.
Sedangkan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) adalah merupakan bagian
5
kawasan strategis yang telah berkembang atau potensial untuk dikembangkan karena
memiliki keunggulan sumber daya dan geografis yang dapat menggerakkan
pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya.
Hakekat pembangunan daerah dapat dikelompokkan pada dua pendekatan yaitu
pendekatan sektoral dan pendekatan kewilayahan. Terkait dengan amanat RPJM
2004-2009 yang berfokus pada Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Antar
Wilayah, maka pendekatan pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh
menjadi harapan dalam mendorong pengembangan wilayah sekitarnya (dalam arti
bahwa wilayah sekitarnya adalah daerah tertinggal dan termasuk perbatasan),
bertujuan meningkatkan pemerataan pembangunan antar daerah tentunya dilakukan
melalui dua pendekatan sektoral dan kewilayahan.
Dari sisi pendekatan kewilayahan, defenisi wilayah strategis adalah wilayah yang
secara ekonomi diharapkan mampu menjawab kebutuhan pembangunan di tingkat
nasional, atau provinsi atau Kabupaten/Kota dalam rangka mencapai visi Indonesia
2020 “Terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu,
demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri, serta baik dan bersih dalam
penyelenggaraan negara”.
Meski sudah tidak diberlakukan lagi, untuk sekedar mereview defenisi pendekatan
wilayah strategis menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 adalah suatu
wilayah ditetapkan secara nasional memiliki nilai strategis yang penataan ruangnya
diprioritaskan, dan kawasan strategis menurut PP 47 Tahun 1997 tentang RTRWN
adalah kawasan - kawasan berikut :
Kawasan tertentu pertahanan dan keamanan : kawasan yang diperuntukkan
untuk memelihara hankam negara.
Kawasan tertentu ekonomi nasional : kawasan ekonomi yang memiliki
sumberdaya alam strategis, teknologi tinggi dan berskala besar.
Kawasan tertentu sosial budaya : kawasan pelestarian adat istiadat dan budaya
nasional.
6
Kawasan tertentu lingkungan: kawasan tempat perlindungan sumberdaya alam
nasional.
Kawasan tertinggal: kawasan yang perkembangannya tertinggal dibandingkan
dengan wilayah lain karena kendala pembangunan yang dimilikinya.
Kawasan andalan : kawasan yang berperan mendorong pertumbuhan ekonomi
bagi kawasan tersebut dan kawasan sekitarnya serta dapat mendorong
terwujudnya pemerataan pemanfaatan ruang secara nasional.
2.1.2. Pelaksanaan Pengembangan Wilayah-Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh
Dalam implementasinya, wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh di Indonesia
dikembangkan dalam berbagai bentuk baik melalui program pengembangan sektoral
maupun program pengembangan kewilayahan, dan dibedakan menurut tingkatan
tahapan perkembangannya di daerah. Wilayah Strategis dan cepat tumbuh ditinjau
dari sudut pandang ekonomi tingkat nasional adalah :
Wilayah Strategis (wilayah bernilai strategis di bidang ekonomi yang relatif
sudah berkembang) seperti : Kawasan FTZ, Kawasan Industri, Kawasan Berikat,
KAPET, KEKI).
Wilayah Cepat Tumbuh (wilayah produk-produk unggulan yang berdaya saing
relatif sedang berkembang atau potensial untuk dikembangkan) seperti:
- Kawasan Sentra Produksi atau disebut juga sebagai Kawasan Agribisnis
Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kawasan Agribisnis Peternakan/Kunak,
- Kawasan Agribisnis Perkebunan/Kimbun, Kawasan Agribisnis Perikanan,
- Kawasan Agropolitan, Kawasan Minapolitan, Kawasan Industri UKM,
- Kawasan Wisata Agro, Kawasan Wisata Budaya, Kawasan Wisata Alam,
- Kawasan Industri UKM, dan kawasan produksi lainnya yang sejenis.
2.2. Konsep
2.2.1. Konsep Dasar Pengembangan Wilayah
Pengembangan wilayah mengandung arti yang luas, namun pada prinsipnya
merupakan berbagai upaya yang dilakukan untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan
hidup di wilayah tertentu, memperkecil kesenjangan pertumbuhan, dan ketimpangan
kesejahteraan antar wilayah. Berbagai konsep pengembangan wilayah telah
7
diterapkan di berbagai negara melalui berbagai disiplin ilmu. Konsep-konsep yang
telah pernah berkembang sebelumnya umumnya didominasi oleh ilmu ekonomi
regional, walaupun sesungguhnya dalam penerapannya akan lebih banyak tergantung
pada potensi pertumbuhan setiap wilayah yang akan berbeda dengan wilayah
lainnya, baik potensi SDA, kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat,
ketersediaan infrastruktur, dan lainnya. Di bab ini akan dibahas mengenai beberapa
konsep konvensional pengembangan wilayah yang berkembang dan bagaimana
keterkaitan konsep-konsep tersebut dengan tantangan eksternal dan internal di
Indonesia.
A. Konsep Wilayah Berbasis Karakter Sumber Daya yang dimiliki
Kebutuhan akan pengembangan daerah dengan pendekatan kewilayahan yang
berkembang pada masa kini pada umumnya didasari atas adanya masalah-
masalah ketidakseimbangan demografi dalam suatu daerah, tingginya biaya,
turunnya taraf hidup masyarakat, ketertinggalan pembangunan suatu daerah
dengan daerah lainnya, dan adanya kebutuhan yang sangat mendesak di daerah
tertentu.
Pengembangan wilayah sesungguhnya merupakan program yang menyeluruh
dan terpadu dari semua kegiatan, yang didasarkan atas sumber daya yang ada
dan kontribusinya pada pembangunan suatu wilayah tertentu. Dengan demikian,
dalam mengembangkan suatu wilayah diperlukan pendekatan-pendekatan
tertentu yang disesuaikan dengan karakteristik daerah yang bersangkutan.
Beberapa pendekatan pengembangan wilayah berdasarkan karakter dan sumber
daya daerah yang bersangkutan, antara lain dikemukakan sebagai berikut:
1. Pengembangan wilayah berbasis sumber daya
Konsep ini menghasilkan sejumlah pilihan strategi sebagai berikut :
Pengembangan wilayah berbasis input namun surplus sumber daya manusia.
Bagi wilayah yang memiliki SDM yang cukup banyak namun lahan dan SDA
terbatas maka labor surplus strategy cukup relevan untuk diterapkan. Tujuan
utama strategi ini adalah menciptakan lapangan kerja yang bersifat padat
karya dan mengupayakan ekspor tenaga kerja ke wilayah lain.
Pengembangan wilayah berbasis input namun surplus sumber daya alam.
8
Strategi ini mengupayakan berbagai SDA yang mengalami surplus yang dapat
diekspor ke wilayah lain baik dalam bentuk bahan mentah maupun bahan
setengah jadi. Hasil dari ekspor SDA ini diharapkan dapat dimanfaatkan
untuk mengimpor produk yang jumlahnya sangat terbatas di wilayah tersebut,
misalnya barang modal, bahan baku, bahan penolong, barang konsumsi atau
jasa.
Pengembangan wilayah berbasis sumber daya modal dan manajemen.
Strategi pengembangan wilayah berdasarkan pengembangan lembaga
keuangan yang kuat dan pengembangan sistem manajemen yang baik, yang
dapat ditempuh oleh wilayah yang memiliki keterbatasan dalam hal modal
dan manajemen tersebut.
Pengembangan wilayah berbasis seni budaya dan keindahan alam
Wilayah dengan potensi-potensi pantai dan pemandangan yang indah, seni
budaya yang menarik dan unik, dapat mengembangkan wilayahnya dengan
cara membangun transportasi, perhotelan dan restoran, indutri-industri
kerajinan, pelayanan travel, dan lainnya yang terkait dengan pengembangan
kepariwisataan.
2. Pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan
Konsep ini menekankan pada pilihan komoditas unggulan suatu wilayah
sebagai motor penggerak pembangunan, baik di tingkat domestik maupun
internasional.
3. Pengembangan wilayah berbasis efisiensi
Konsep ini menekankan pengembangan wilayah melalui pembangunan
bidang ekonomi yang porsinya lebih besar dibandingkan dengan bidang-
bidang lain. Pembangunan ekonomi ini dilaksanakan dalam kerangka pasar
bebas/pasar persaingan sempurna.
4. Pengembangan wilayah berbasis pelaku pembangunan
Peranan setiap pelaku pembangunan menjadi fokus utama dalam
pengembangan wilayah konsep ini. Pelaku pembangunan ekonomi tersebut
9
dapat dipilah menjadi lima kelompok yaitu : usaha kecil/rumah tangga
(household), usaha lembaga sosial (nonprofit institution), lembaga bukan
keuangan (nonfinancial institution), lembaga keuangan (financial institution),
dan pemerintah (government). Di Indonesia, di samping kelima pelaku
tersebut, juga terdapat pelaku pembangunan ekonomi lain yaitu koperasi
(UUD 1945).
B. Konsep Pengembangan Wilayah berbasis Penataan Ruang
Tiga konsep pengembangan wilayah diperkenalkan dalam kebijakan
pembangunan berbasis pendekatan tata ruang. Pada umumnya konsep ini lebih
didasarkan pada penataan ruang wilayah, yang dirinci ke dalam wilayah provinsi
dan Kabupaten, yaitu:
1. Pusat pertumbuhan
Konsep ini menekankan pada perlunya melakukan investasi pada suatu
wilayah yang memiliki infrastruktur yang baik. Hal ini cukup dimaksudkan
untuk menghemat investasi prasarana dasar dengan harapan perkembangan
sektor unggulan dapat mengembalikan modal dengan cukup cepat. Sementara
pengembangan wilayah di sekitarnya diharapkan diperoleh melalui proses
tetesan (trickle down effect) ke bawah. Di Indonesia, konsep ini
diimplementasikan dalam bentuk Kawasan Andalan. Meskipun istilah
kawasan andalan tidak sepenuhnya sama dengan konsep pusat pertumbuhan
namun penentuan kawasan andalan dimaksudkan sebagai kawasan yang dapat
menggerakkan perekonomian daerah sekitarnya melalui pengembangan
sektor-sektor unggulan.
2. Integrasi Fungsional
Konsep ini merupakan suatu alternatif pendekatan yang mengutamakan
adanya integrasi yang diciptakan secara sengaja di berbagai pusat
pertumbuhan karena adanya fungsi yang komplementer. Konsep ini
menempatkan suatu wilayah memiliki hirarki. Konsep center–periphery yang
diintegrasikan secara fungsional agar terjadi ikatan yang kuat ke depan
10
maupun ke belakang dari suatu proses produksi merupakan pengembangan
dari konsep ini.
3. Desentralisasi
Pendekatan ini dimaksudkan untuk mencegah tidak terjadinya aliran keluar
dari sumber daya modal dan sumber daya manusia. Berbagai konsep tersebut
di atas tidak secara konsisten dan konsekuen diimplementasikan karena
berbagai macam permasalahannya, serta pada akhirnya belum dapat
menciptakan pembangunan secara merata. Pemerintah pusat yang sentralistis
cenderung pada konsep pusat pertumbuhan, karena lingkup wilayah yang
sangat luas sementara dana pembangunan terbatas. Selain itu, kebijakan
sektoral di pusat tidak kondusif dan tidak terpadu di dalam memacu
pertumbuhan ekonomi di daerah, dan pembangunan cenderung bersifat top
down yang tidak mengakomodasi kebutuhan berbagai pelaku di daerah.
C. Konsep Pengembangan Wilayah Terpadu
Konsep pengembangan wilayah terpadu pernah dilaksanakan melalui berbagai
ragam program pengembangan wilayah terpadu, yang pada asalnya merupakan
upaya pembangunan wilayah-wilayah khusus yang bersifat lintas sektoral dan
sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta penanggulangan
kemiskinan di daerah-daerah yang relatif tertinggal. Pada dasarnya program ini
berorientasi pada strategi pemerataan pembangunan, yang dapat berorientasi
sektoral apabila terkait dengan beragamnya kegiatan sektoral dalam satu
wilayah, dan dapat berorientasi regional apabila terkait dengan upaya suatu
wilayah untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan dari suatu
kawasan tertentu agar dapat memiliki kondisi sosial ekonomi yang lebih
meningkat.
Pendekatan yang komprehensif dan mengacu pada keterpaduan antar sektor
telah banyak dilakukan, dalam berbagai fokus kawasan pengembangan, seperti
pengembangan wilayah kepulauan, pengembangan konservasi lahan kritis atau
yang terkait dengan kepentingan mempertahankan dan melestarikan lingkungan
11
hidup, pengembangan kawasan penyangga, pengembangan sosial budaya
pembinaan masyarakat terasing dan pengembangan wilayah tertinggal atau
perbatasan.
Program-program yang telah pernah dijalankan adalah misalnya program-
program pengembangan wilayah terpadu (PPWT) di beberapa wilayah provinsi
di Yogyakarta, Sulawesi, NTT, Irian Jaya; program-program integrated
community development program di taman-taman nasional, wilayah pantai atau
wilayah konservasi lainnya.
Sasaran utama dari program-program ini umumnya adalah peningkatan
kesejahteraan dan mutu sumber daya manusia, perbaikan mutu lingkungan hidup
kawasan, dan pembangunan wilayahnya. Untuk mencapai sasaran tersebut, maka
pendekatan yang dipakai adalah pendekatan pengembangan wilayah secara
terpadu, dalam artian penanganan pelaksanaan program dilakukan melalui
serangkaian kegiatan yang bersifat multisektor, serta disesuaikan menurut
permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing kawasan atau daerah. Aspek-
aspek utama kegiatannya didasarkan pada pengembangan kualitas kemampuan
sumber daya manusia melalui berbagai bentuk pelatihan, transformasi teknologi,
keahlian dalam berbagai bidang, serta berorientasi pada kebutuhan permintaan
pasar di daerah. Kegiatannya sendiri mengikutsertakan pemberian fasilitas
peralatan dan permodalan yang dalam beberapa kasus harus dikembangkan
dalam bentuk dana bergulir sehingga menjamin keberlanjutan program.
Pengelolaan program-program dengan pendekatan keterpaduan, sepenuhnya
melibatkan pemerintah daerah tingkat Kabupaten dan masyarakat, dengan
memberikan peluang yang lebih besar kepada lembaga swadaya masyarakat,
kaum wanita, kaum muda, dan organisasi masyarakat lainnya, untuk dapat
berperan serta. Koordinasi
penanganan program dilakukan melalui pembentukan kelompok kerja yang
terdiri atas instansi terkait di tingkat Kabupaten yang sesuai dengan program
kegiatan yang dilakukan secara lintas sektoral tersebut. Koordinasi tersebut
12
dilakukan oleh BappedaKabupaten dan Biro Penyusunan Program Setwilda
Kabupaten, khususnya dalam rangka memperkuat kemampuan aparatur dan
kelembagaannya, serta untuk menjamin keterpaduan, kesinambungan program,
terutama dikaitkan dengan pembiayaan program yang dikaitkan dengan kegiatan
program pembangunan lainnya, apakah program sektoral, regional, khusus,
maupun yang berbantuan luar negeri. Pemikiran akan kesinambungan program
diperlukan, mengingat program-program pemerintah dengan pendekatan
keterpaduan ini umumnya dianggap sebagai stimulan kegiatan di kawasan yang
dibangun, dan dengan pelaksanaan riil pembangunan wilayah memerlukan
waktu yang tak terbatas, maka kesinambungan program hanya dapat terjadi bila
pemerintah daerah setempat memberikan kontribusi pendanaan dan masyarakat
setempat terlibat secara langsung dalam pelaksanaan dan pengelolaan kegiatan.
Namun demikian, pendekatan pembangunan secara terpadu tersebut belum
secara optimal diikuti dengan pengembangan kelembagaan pengelolaan pada
tatanan lokal yang dapat menjamin keberlanjutan program pada masyarakat di
daerah, sehingga tidak tercipta kesinambungan seperti yang diharapkan. Selain
itu, kurang adanya komitmen serta tidak terciptanya koordinasi yang kuat
antarsektor di daerah, yang menyebabkan tidak terpadunya program kegiatan
dan lokasi antara satu program dengan program lainnya, dan antara satu lokasi
dan lokasi lainnya. Program kegiatannya pun masih berorientasi pada kegiatan
pembangunan prasarana dan sarana fisik, dan kegiatan pengembangan produksi
tanaman pangan, perkebunan, perikanan, dan peternakan, yang belum
memperhatikan transfer pengetahuan teknologi dan pasar yang dapat diadopsi
masyarakat lokal untuk kesinambungan program pada tahapan selanjutnya. Pola
pengelolaan sumber daya modal dalam sistem bergulir pun belum banyak
dipahami, dan terhambat oleh adanya budaya dan akses terhadap sumber daya
modal tersebut.
D. Konsep Pengembangan Wilayah Berdasarkan Klaster
Konsep pengembangan wilayah berikutnya yang mulai dikembangkan di
beberapa negara adalah pengembangan wilayah berdasarkan klaster. Klaster
13
diartikan sebagai konsentrasi dari suatu kelompok kerjasama bisnis atau unit-
unit usaha dan lembaga-lembaga, yang bersaing, bekerjasama, dan saling
tergantung satu sama lain, terkonsentrasi dalam satu wilayah tertentu, dalam
bidang aspek unggulan tertentu.
Pada umumnya motor penggerak dalam pengembangan wilayah berdasarkan
klaster adalah sektor industri. Model klaster berkembang didasarkan atas
kesadaran bahwa industri utama dan unit-unit usaha di sekitarnya saling terkait
satu dengan lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan
demikian, pengembangan wilayah berdasarkan klaster terfokus pada keterkaitan
dan ketergantungan antara pelaku-pelaku (stakeholders) dalam suatu jaringan
kerja produksi, sampai kepada jasa pelayanan, dan upaya-upaya inovasi
pengembangannya.
Kebijakan klaster berbasis industri menjadi pola pembangunan ekonomi masa
kini dan sudah dikembangkan secara luas. Jenis klaster bisa bermacam-macam,
seperti klaster anggur di Adelaide-Australia, klaster pertahanan keamanan di
kota metropolitan Adelaide, dan klaster budidaya air di Port Lincoln.
Klaster dapat dianggap sebagai suatu kelompok pembangun ekonomi bagi
wilayah, yang merepresentasikan adanya spesialisasi wilayah, keunggulan
komparatif wilayah, terfokus pada industri tertentu, dan berorientasi pada
pengembangan kerjasama dan perdagangan. Anggota-anggota klaster ini saling
berkontribusi, khususnya dalam infrastruktur dan teknologi, tenaga kerja ahli,
dan jasa pelayanan.
Arah pengembangan klaster adalah menarik investasi baru, mendorong adanya
ekspansi dan terbentuknya unit-unit usaha dan bisnis baru.
Tujuan dari pengembangan wilayah model klaster adalah :
Didapatkannya manfaat kesejahteraan, kesempatan kerja, dan ekspor.
Didapatkannya kesempatan untuk mengembangkan inovasi dan perdagangan
melalui jaringan kerja yang kuat
14
Berkembangnya pasar dan jaringan kerja internasional
Berkembangnya infrastruktur pendukung
Berkembangnya budaya baru dalam upaya-upaya kerjasama – dengan biaya
transaksi yang rendah
Tumbuhnya generasi pengusaha-pengusaha lokal baru industri yang memiliki
sendiri usaha bisnisnya
Berkembangnya kemitraan dengan pemerintah didasarkan atas saling
ketergantungan, dan bukan ketergantungan hanya dari satu pihak ke pihak
yang lain
Klaster yang berhasil adalah klaster yang terspesialisasi, memiliki daya saing
dan keunggulan komparatif, dan berorientasi eksternal. Rosenfeld (1997)
mengidentifikasi karakteristik dari klaster wilayah yang berhasil yaitu:
Adanya spesialisasi, satu klaster wilayah terspesialisasi untuk satu atau
beberapa industri.
Adanya jaringan lokal (local networks) khususnya dalam jaringan sistem
produksi, serta jaringan pembelajaran (learning networks)
R&D dan institusi pendidikan yang relevan dengan kegiatan dalam klaster
wilayah
Tenaga kerja yang berkualitas. Kompetisi yang baik berkembang diantara
pekerja.
Akses yang baik pada institusi pembiayaan, permodalan.
Kerjasama yang baik antara perusahaan dan lembaga/institusi lainnya.
Mengikuti perkembangan teknologi
Tingkat inovasi yang tinggi sehingga dapat berkompetisi di pasar global.
2.3. Pendekatan Konsep
Pembangunan ekonomi daerah dalam era otonomi menghadapi berbagai tantangan,
baik tantangan internal maupun eksternal, yang menuntut adanya pemahaman yang
lengkap terhadap seluruh tantangan dan masalah, kesiapan dalam perencanaan dan
pengelolaan termasuk menggalang berbagai pelaku, serta keseriusan dan komitmen
terhadap pelaksanaan pembangunannya. Masalah internal yang masih dihadapi
15
adalah adanya kesenjangan antarkawasan serta kemiskinan, yang merupakan masalah
yang belum terselesaikan dan bahkan semakin membesar. Upaya pembangunan yang
masih sangat kuat berorientasi sektoral dan kurang memperhatikan karakteristik dan
kondisi dari sumber daya suatu wilayah, serta semakin terbatasnya sumber-sumber
daya pembangunan, semakin memperburuk kesenjangan dan kemiskinan dalam
wilayah. Dalam kondisi tersebut, maka pendekatan keterpaduan antarsektor dan
antarpelaku dalam pembangunan daerah merupakan pendekatan yang perlu
dilakukan di semua aspek pembangunan di daerah.
Selain itu, perubahan yang cepat pun juga terjadi pada lingkungan eksternal wilayah
Nasional. Iklim globalisasi yang tidak dapat dibendung, dan kesepakatankesepakatan
internasional, seperti AFTA, WTO, dan APEC, mengharuskan daerah-daerah dalam
wilayah nasional untuk bersaing dalam perdagangan bebas secara kompetitif mulai
tahun 2003 dengan produk negara-negara Asean, bahkan paling lambat tahun 2020
dengan produk negara-negara dari seluruh dunia. Konsekuensinya adalah hanya
daerah yang mampu menawarkan produk unggulan bermutu dan pelayanan prima
yang didukung oleh kemampuan sumber daya manusia, riset, teknologi, dan
informasi, serta kemampuan dan keunggulan pemasaran, yang akan dapat bersaing
dalam kompetisi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Kedua hal tersebut memberikan implikasi kepada wilayah provinsi dan
Kabupaten/kotamadya sebagai wilayah terdepan dari perwilayahan nasional dalam
pembangunan ekonomi daerah, untuk melaksanakan percepatan pembangunan
ekonomi daerah secara terfokus melalui pengembangan kawasan dan produk
andalannya agar tidak tertinggal dalam persaingan pasar bebas minimal di wilayah
sendiri, dengan tidak mengurangi perhatian pada masalah pengurangan kesenjangan
antardaerah dan distribusi serta pemerataan kesejahteraan dalam wilayah. Dengan
demikian mutlak seluruh sektor dan pelaku yang memiliki peran untuk mengisi
pembangunan ekonomi daerah harus dapat bekerjasama secara sinergis melalui suatu
bentuk pengelolaan keterkaitan antar sektor, antar program, dan antarpelaku, serta
antar daerah.
16
Sementara itu, dalam iklim dimana Pemerintah Daerah sedang dalam masa transisi
dan dalam upaya memantapkan Otonomi Daerah, maka tantangan kedepan adalah
mengupayakan pengelolaan jalannya pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan
efisien, dengan memanfaatkan seoptimal mungkin potensi wilayah, termasuk sumber
daya alam dan sumber daya manusianya, sehingga menjadi kekuatan pendorong
utama dalam melaksanakan pembangunan daerah, pembangunan, dan pelayanan
masyarakat yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Pemerintah Daerah harus
mampu mengelola seluruh sumber-sumber dana untuk membiayai pembangunan
ekonomi daerahnya. Peran pemerintah yang semula bersifat sektoral secara bertahap
beralih ke pemerintahan daerah, Kabupaten khususnya, dengan pendekatan regional
yang lebih bersifat lintas sektor.
Kawasan Andalan, dalam pengertian berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional adalah suatu kawasan yang dikembangkan untuk mengurangi kesenjangan
antardaerah melalui pengembangan kegiatan ekonomi yang diandalkan sebagai
motor penggerak pengembangan wilayah, sehingga mampu menjadi pusat
pertumbuhan dan pendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan di sekitarnya.
Dengan adanya masalah-masalah internal wilayah nasional ditengah tuntutan
persaingan di wilayah domestik
maupun internasional, maka Kawasan Andalan sesungguhnya tidak saja diharapkan
dapat menjadi wilayah pengembangan ekonomi yang diandalkan di daerah, namun
juga dapat bersaing dalam era pasar bebas baik di dalam negeri maupun di luar
negeri melalui pengembangan produk unggulannya yang kompetitif di pasar
domestik maupun pasar global yang mutlak didukung oleh sumber daya manusia
yang andal, riset dan teknologi,
informasi, serta keunggulan pemasarannya. Dalam implementasinya di daerah,
konsep pengembangan kawasan andalan tidak secara efektif dikembangkan sehingga
tidak pernah dapat diukur keberhasilannya. Di lain pihak, beberapa program
pengembangan kawasan yang dikelola secara sektoral, baik kawasan pertanian,
kawasan peternakan, kawasan industri, dan lainnya, baik secara sadar atau tidak telah
mengembangkan dan mengedepankan potensi unggulan daerah dalam wilayah
kawasan andalan, namun melupakan unsur keterpaduan antarsektor, antarpelaku, dan
17
antardaerah, sehingga hasil yang dicapai tidak dapat menjadi tolak ukur pendorong
kegiatan ekonomi wilayah sekitarnya. Sebaliknya program pengembangan wilayah
yang mengedepankan unsur keterpaduan telah banyak dikembangkan, namun juga
memberikan dampak yang kurang optimal, karena menekankan pada sisi pengelolaan
„project oriented‟, kurang terfokus pada kesinambungan program dalam jangka
panjang, serta adanya masalah-masalah pengelolaan lainnya. Dalam hal ini maka
dibutuhkan suatu bentuk pola pengembangan ekonomi daerah dengan pendekatan
kawasan andalan yang dapat mencirikan konsep pengembangan yang terfokus dan
terpadu, terutama berorientasi pada karakteristik potensi
kawasan dan kemampuan pengembangan kawasan.
18
BAB III. TINJAUAN KEBIJAKAN
Untuk memberi arah dan payung hukum bagi terlaksananya penyusunan Dokumen
Perencanaan Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh diperlukan dasar-
dasar kebijakan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548)
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4700)
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725)
4. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4593)
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737)
6. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761)
19
7. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2004-2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 11)
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2008 tentang Pengembangan
Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Di Daerah
9. Peraturan Bupati Kabupaten Bireuen Nomor 842 A Tahun 2007 tentang Rencana
Pembngunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Bireuen Tahun 2007-2012
20
BAB IV. METODOLOGI dan ANALISIS DATA
4.1. Metodologi
Metode pengumpulan data adalah dengan cara pengamatan langsung ke wilayah
yang menjadi isu yang mengemuka pada musrembang dan data-data kajian yang
telah ada pada titik yang menjadi acauan pengembangan kawasan strategis cepat
tumbuh dan atau yang berpotensi untuk tumbuh.
Proses pelaksanaan kajian meliputi:
1. Studi literatur terhadap konsep-konsep pengembangan wilayah yang telah
pernah dikembangkan.
2. Tinjauan terhadap tantangan bangsa dan negara pada masa sekarang dan
yang akan datang serta berbagai upaya dalam menjawab tantangan tersebut:
a. Berbagai teori dan konsep pengembangan wilayah yang menjawab
kesenjangan antar daerah.
b. Berbagai teori dan konsep pengembangan kawasan dan bisnis untuk
menjawab antisipasi pasar global dan perdagangan bebas
c. Berbagai teori dan konsep pengembangan ekonomi daerah khususnya
berkaitan dengan pemantapan otomatis daerah melalui pengelolaan
keterkaitan antar program pengembangan ekonomi berbasis kawasan
strategis cepat tumbuh
3. Pengumpulan data dan analisa di pusat terkait dengan:
a. Konsep pengembangan kawasan strategis cepat tumbuh secara makro
(RTRW)
b. Rencana pengembangan ( Master Plan ) kawasan strategis cepat tumbuh
c. Program sektor-sektor kementrian yang terkait (APBN atau Program
Andalan Sektoral)
4. Penentuan faktor-faktor kunci, pola keterkaitan dan model pengelolaan
kawasan
5. Penelitian di daerah, dilakukan dengan dua cara yaitu:
21
a. Menggunakan alat penelitian kuesioner dengan wawancara kepada para
pengelola pengembangan kawasan di Bappeda, dinas teknis terkait dan
pelaku lainnya
b. Mengadakan FGD (Forum Group Discussion) diskusi dengan seluruh
pelaku pengembangan kawasan, terdiri dari para pengelola pengembangan
kawasan di Bappeda, dinas teknis terkait, pengusaha, ketua kelompok
pengembang kawasan, dan institusi lain terkait, dengan alat bantu utama
hasil temuan tahap awal tentang faktor-faktor kunci pengembangan
kawasan, keterkaitan serta pola pengelolaan kawasan.
6. Diskusi intensif dan analisis dengan pakar pembangunan ekonomi dan
pengembangan wilayah serta beberapa narasumber dari unsur sektoral.
7. Perumusan akhir prinsip-prinsip dasar pengembangan kawasan, kriteria
(faktor-faktor kunci) pengembangan kawasan, pola keterkaitan antar program
dalam pengembangan kawasan strategis cepat tumbuh, serta pola
pengelolaan pengembangan kawasan strategis cepat tumbuh, dalam bentuk
arahan kebijakan pengelolaan pengembangan kawasan strategis cepat
tumbuh.
4.2. Analisa Data
Metode analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah secara kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk menggambarkan kecamatan-
kecamatan yang akan dijadikan sebagai Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di
Kabupaten Bireuen. Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung keterkaitan
ekonomi antar wilayah-wilayah kecamatan di Kabupaten Bireuen.
22
BAB V. KONDISI UMUM WILAYAH
5.1. Kondisi Geografis Wilayah
Kabupaten Bireuen sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Aceh Utara.
Kemudian, melalui Undang – Undang Nomor 48 Tahun 1999 dan selanjutnya
dengan Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2000, Bireuen dimekarkan menjadi
sebuah Kabupaten yang otonom.
Secara geografis letak Kabupaten Bireuen sangat strategis karena berada dibagian
pantai timur Sumatera dan pada jalur perdagangan daerah, yaitu tepatnya pada jalur
lalu lintas Banda Aceh – Medan. Kabupaten ini berada pada posisi 4º54‟ menit -
5º21‟ menit Lintang Utara dan 96º20‟ - 97º21‟ Bujur Timur, dengan batas – batas
sebagai berikut:
Sebelah Utara dengan Selat Malaka
Sebelah Selatan dengan Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah
Sebelah Barat dengan Kabupaten Pidie Jaya
Sebelah Timur dengan Kabupaten Aceh Utara
Tabel I. Jumlah Kecamatan, Kemukiman, dan Gampong/Kelurahan
Dalam Kabupaten Bireuen Tahun 2011
No Kecamatan Luas Wilayah
(Ha)
Jumlah
Kemukiman Jumlah Gampong
1 Samalanga 15.622 5 46
2 Sp. Mamplam 21.849 3 41
3 Pandrah 8.933 3 19
4 Jeunieb 11.452 5 43
5 Peulimbang 6.415 3 22
6 Peudada 39.133 3 52
7 Juli 21.208 4 36
8 Jeumpa 6.942 5 42
9 Kota Juang 3.156 3 23
10 Kuala 2.372 4 20
11 Jangka 8.133 5 46
12 Peusangan 12.236 9 69
13 Peusangan Sb. Krueng 5.462 3 21
14 Peusangan Selatan 12.830 3 21
15 Makmur 6.653 3 27
16 Gandapura 3.615 4 40
17 Kuta Blang 4.110 4 41
Jumlah 190.121 70 609
Sumber: Bireuen Dalam Angka 2010
23
5.1.1. Tata Guna Tanah
Dari luas wilayah tersebut sebanyak 35,57 persen atau seluas 67.630,53 ha
merupakan kawasan hutan negara, 17,58 persen atau 33.427 ha dimanfaatkan untuk
ladang, seluas 27.791 ha (14,62 persen) dimanfaatkan untuk lahan perkebunan
rakyat, serta seluas 22.948 ha (12,07 persen) dari luas wilayah diperuntukkan sebagai
areal persawahan. Secara rinci tentang penggunaan lahan ini diperlihatkan dalam
tabel di bawah ini.
Tabel II. Jenis dan Penggunaan Lahan Kabupaten Bireuen
Tahun 2010
No Jenis Penggunaan
Lahan Luas (Ha) Persentase
1 Persawahan 22.948 12.07
2 Perkebunan besar 16.416,93 8,63
3 Perkebunan rakyat 27.791 14,62
4 Ladang 33.427 17,58
5 Padang rumput 4.869 2,56
6 Hutan rakyat 1.615 0,85
7 Hutan negara 67.630,53 35,57
8 Rawa-rawa 1.429 0,75
9 Tambak 4.556 2,40
10 Kolam 31 0,02
11 Lain-lain 9.407,54 4,95
Jumlah 190.121 100
Sumber: Bireuen Dalam Angka 2010
Selain itu, di Kabupaten Bireuen dijumpai 6 (enam) buah sungai yang bermuara ke
Selat Malaka, yaitu Krueng Samalanga, Krueng Pandrah, Krueng Jeunieb, Krueng
Nalan, Krueng Peudada, dan Krueng Peusangan. Disamping itu, terdapat satu sungai
yaitu Krueng Simpo yang bermuara ke Peusangan. Semua sungai – sungai tersebut
bermanfaat besar bagi masyarakat daerah ini, baik untuk mengairi lahan maupun
keperluan lainnya.
Kabupaten Bireuen juga dianugerahi sejumlah kuala yang dapat digunakan oleh para
nelayan sebagai jalur keluar masuk ke laut lepas. Akan tetapi, hampir semua kuala
yang ada relatif dangkal, bahkan sebagiannya dalam kondisi tersumbat. Kondisi ini
sangat berpengaruh terhadap kelancaran aktivitas nelayan untuk melaut, disamping
24
berpengaruh pada kurang lancarnya arus air keluar masuk ke areal pertambakan
rakyat.
5.2. Kondisi Perekonomian Kabupaten Bireuen
Suatu daerah akan berkembang sesuai dengan sumber daya ekonomi (economic
resources) yang tersedia dan digunakan. Sumber daya tersebut adalah sumber daya
tenaga kerja (labour) dan sumber daya modal atau kapital (capital). Kedua sumber
daya tersebut dalam ilmu ekonomi disebut sebagai faktor – faktor produksi (factor of
production).
5.2.1. Struktur Ekonomi
Perekonomian di Kabupaten Bireuen dari tahun ke tahun secara umum didominasi
oleh kegiatan primer dan kegiatan tersier, mengingat Bireuen merupakan salah satu
sentra produksi pertanian juga posisinya yang strategis pada perlintasan mobilitas
manusia dan barang dari arah timur (Medan, Lhokseumawe, dan Langsa) maupun
arah barat (Bener Meriah, Takengon) menuju Banda Aceh, sehingga pendistribusian
barang dan manusia dari tempat – tempat tersebut menggerakkan perdagangan di
Bireuen.
Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir terjadi perubahan komposisi pembentuk
perekonomian Bireuen, dimana pada tahun 2007 kegiatan primer dan tersier hampir
sama peranannya masing – masing dengan kontribusi 45,69% dan 45,09%. Namun
pada tahun – tahun berikutnya kegiatan tersier yang paling dominan dengan
kontribusi 47,21% di tahun 2009. Sedangkan kegiatan primer semakin menurun
dengan share 44,74% di tahun 2008 dan 41,66% di tahun 2009. Hal ini disebabkan
karena beberapa faktor diantaranya semakin menggeliatnya perdagangan dengan
semakin kondusifnya stabilitas keamanan dan juga ada kemungkinan perubahan
lahan pertanian menjadi lahan bukan pertanian. Sedangkan jika ditinjau dari sisi
sektoral, sektor pertanian masih menjadi yang paling berpengaruh di Bireuen,
walaupun kontribusinya dalam 3 (tiga) tahun terakhir sedikit menurun, yaitu 44,57%
di tahun 2007; 43,57% di tahun 2008, dan 40,57% di tahun 2009.
Di tempat kedua sektor perdagangan cenderung stabil peranannya dari tahun ke
tahun dengan pengaruh 24,32% pada tahun 2009. Kemudian disusul sektor
25
pengangkutan dan komunikasi yang meningkat andilnya terhadap perekonomian dari
tahun ke tahun, dengan 9,57% di tahun 2007; 10,59% pada tahun 2008; dan pada
tahun 2009 menjadi 11,77%. Sektor – sektor lainnya masing – masing hanya mampu
membentuk roda perekonomian Kabupaten Bireuen di bawah 10%. Sektor listrik dan
air bersih paling kecil porsinya yaitu 0,52%.
5.2.2. Pertumbuhan Ekonomi
Sepanjang kurun waktu 2008 – 2009 perekonomian Kabupaten Bireuen mengalami
pertumbuhan yang cukup berarti yaitu dari 5,57% di tahun 2008 menjadi 6,39% pada
tahun 2009. Sektor listrik dan air bersih adalah yang tertinggi pertumbuhannya dari
tahun ke tahun, yaitu sebesar 32,84% di tahun 2008, meningkat menjadi 34,59% di
tahun 2009, walaupun sektor ini adalah yang paling kecil peranannya terhadap
perekonomian. Namun sejalan dengan kebutuhan listrik dan air bersih yang
mengikuti jumlah penduduk yang terus bertambah diperkirakan sektor ini akan terus
meningkat. Sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami pertumbuhan terbesar
kedua sebesar 16,66% di tahun 2009, walaupun pertumbuhannya tidak sebesar tahun
sebelumnya 23,16%. Sektor pertanian walaupun mempunyai nilai terbesar dalam
pembentukan perekonomian Bireuen, namun pertumbuhannya adalah yang paling
rendah, hanya 1,09% di tahun 2009, seiring peranannya yang juga terus menurun.
Tabel III. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Bireuen
Tahun 2008 – 2009 (Persen) No Lapangan Usaha 2008*) 2009**)
1 Pertanian 1,39 1,09
2 Pertambangan dan Penggalian 19,19 14,14
3 Industri Pengolahan 3,77 1,50
4 Listrik dan Air Minum 32,84 34,59
5 Bangunan 6,48 12,99
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 6,37 4,76
7 Pengangkutan dan Komunikasi 23,16 16,66
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan 6,44 5,42
9 Jasa-jasa 2,69 12,87
PDRB 5,57 6,39
Sumber: PDRB Kabupaten Bireuen 2010
*) angka diperbaiki
**) angka sementara
26
5.2.3. PDRB dan Pendapatan Regional Per Kapita
Pendapatan regional per kapita merupakan hasil bagi antara Produk Domestik
Regional Netto (PDRN) atas biaya faktor produksi (PDRB yang telah dikurangi
penyusutan dan pajak tak langsung) dengan jumlah penduduk pada pertengahan
tahun.
Pendapatan regional per kapita digunakan untuk melihat rata – rata pendapatan tiap
penduduk pada suatu daerah. Tapi keadaan ini tidak dapat sepenuhnya dijadikan
ukuran kesejahteraan karena ukuran agregat yang dihasilkan dapat membuat
pendapatan besar sekelompok orang terdistribusi keseluruh penduduk.
Pendapatan regional per kapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2007 sebesar Rp
10.088.450 meningkat menjadi Rp 11.527.976 di tahun 2008, dan terus naik menjadi
Rp 13.626.405 di tahun 2009. Demikian juga dengan pendapatan regional per kapita
atas dasar harga konstan yang terus meningkat, dengan nilai Rp 6.717.391 di tahun
2009.
Produk Domestik Regional Bruto per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan
nilai PDRB per satu orang penduduk. Sedangkan Produk Domestik Regional Bruto
atas dasar harga konstan menunjukkan pertumbuhan ekonomi per kapita penduduk
suatu daerah. PDRB per kapita atas dasar harga konstan Bireuen di tahun 2009
senilai Rp 7.066.475 dengan pertumbuhan ekonomi per kapita sebesar 5,96%
dibanding tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan ekonomi perkapita di tahun 2009
sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2008 yaitu sebesar 5,11%.
5.2.4. Kegiatan Ekonomi Sektoral
A. Pertanian
Sektor pertanian adalah yang paling dominan di Kabupaten Bireuen, di tahun 2009
40,57 % perekonomian digerakan oleh sektor ini. Perkembangan subsektor tanaman
bahan makanan, peternakan dan perikanan sangat mempengaruhi perekonomian di
Bireuen, mengigat peranan ketiga subsektor sangat besar. Pada tahun 2009 17,98 %
perekonomian Bireuen berasal dari subsektor tanaman bahan makanan. 10,02 % dari
sub sektor peternakan dan sub sektor perikanan 9,23 %. Sedangkan kontribusi
27
subsektor tanaman perkebunan dan subsektor kehutanan hanya sebesar 2,90 % dan
0,44 %.
Secara umum subsektor-subsektor yang ada di sektor pertanian mengalami sedikit
penurunan peranan selama tahun 2007 sampai dengan 2009, terutama subsektor
tanaman bahan makanan, pada tahun 2007 berpartisipasi terhadap ekonomi senilai
20,42 % menurun menjadi 19,78 % di tahun 2008, dan terus menurun menjadi 17,98
% pada tahun 2009.
Primadona tanaman bahan makanan di Bireuen adalah padi dan kedelai. Sentra
produksi padi terdapat di Kecamatan Samalanga, Peusangan dan Gandapura.
Sebagian besar areal persawahan di Bireuen dialiri oleh irigasi, baik teknis, semi
teknis, sederhana maupun irigasi non pekerjaan umum, yang sumber airnya berasal
dari sungai.
Sedangkan daerah penghasil terbesar kedelai berasal di Kecamatan Juli dan Peudada.
Selain konsumsi lokal, kacang kedelai dipasarkan dalam bentuk butiran hingga ke
Medan (Sumatera Utara).
Potensi perikanan Bireuen cukup besar mengingat Kabupaten ini berbatasan
langsung dengan Selat Malaka di bagian utara, ikan cakalang dan tuna menjadi
andalannya. Sedangkan untuk budidaya perikanan, udang windu dan bandeng tetap
menjadi pilihan para petani.
Pertumbuhan sektor pertanian adalah yang paling terkecil diantara sektor lainnya, di
tahun 2009 hanya sebesar 1,09 %, sedikit lebih kecil dari tahun sebelumnya 1,39 %.
Hal yang sama juga terjadi pada subsektor tanaman bahan makanan dengan
pertumbuhan tahun 2009 sebesar 0,78 %, subsektor peternakan 1,48 %, subsektor
perikanan 0,36 %. Bahkan subsektor kehutanan mengalami pertumbuhan negatif di
tahun 2008 sebesar 9,51 %, dan terus mengalami pertumbuhan negatif 22,28 % di
tahun 2009.
28
B. Pertambangan dan Penggalian
Nilai tambah sektor ini hanya berasal dari subsektor penggalian, mengingat di
Kabupaten Bireuen tidak ada pertambangan baik pertambangan minyak dan gas
bumi, maupun bukan pertambangan migas. Setiap tahun kontribusi subsektor
penggalian sangat kecil dan relatif konstan, di tahun 2009 hanya sebesar 1,09 %.
Pertumbuhan subsektor ini juga relatif stabil, dengan laju pertumbuhan 14,44 persen
di tahun 2009.
C. Industri Pengolahan
Industri pengolahan Kabupaten Bireuen juga hanya berasal dari industri bukan
migas, mengingat tidak adanya industri migas. Industri pengolahan juga memberikan
kontribusi yang sangat kecil terhadap PDRB Kabupaten Bireuen. Salah satu produk
industri kecil rumah tangga adalah keripik pisang, dengan sentra produksi di
Kecamatan Jeumpa, Peusangan dan Juli. Selama tahun 2007 hingga 2009, nilai
tambah sektor ini tidak pernah melebihi 2 persen dari keseluruhan PDRB Kabupaten
Bireuen, pada tahun 2009 hanya sebesar 1,36 %.
Pada tahun 2009, sektor ini mengalami perlambatan pertumbuhan dari tahun
sebelumnya menjadi 1,50 persen. Fluktuasi pada sektor ini sangat dipengaruhi nilai
produksi industri menengah dan industri kecil rumah tangga, sedangkan industri
besar sampai saat ini belum ada. Penanganan yang baik pada skala usaha industri
kecil rumah tangga dapat membantu peningkatan ekonomi masyarakat secara
langsung.
D. Listrik dan Air Bersih
Sektor listrik dan air bersih memberi nilai tambah terkecil pada PDRB Kabupaten
Bireuen. Sepanjang tahun 2007-2009 sektor ini hanya menyumbang sekitar 0,37-0,52
persen dari keseluruhan PDRB. Nilai tambah utama dari sektor ini berasal dari
subsektor listrik.
Dalam periode 3 (tiga) tahun terakhir sektor listrik dan air bersih adalah yang
tertinggi pertumbuhannya dari tahun ke tahun, mengingat kebutuhan masyarakat
29
akan listrik dan air bersih sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Pada tahun
2009 pertumbuhan sektor listrik dan air bersih sebesar 34,59 %, dengan rincian
pertumbuhan subsektor listrik 34,62 % dan air bersih 31,21%.
E. Bangunan
Sumbangan sektor bangunan terhadap perekonomian selama beberapa tahun
mengalami sedikit kenaikan, 7,28 % mampu disumbangkan sektor ini pada tahun
2007, pada tahun berikutnya naik menjadi 8,23 %, dan terus meningkat menjadi 9,25
% di tahun 2009. Meninjau pertumbuhannya, laju pertumbuhan 2008 sebesar 6,48 %
dan meningkat dua kali lipat menjadi 12,99 % di tahun 2009. Hal ini dimungkinkan
dengan semakin kondusifnya stabilitas keamanan.
F. Perdagangan, Hotel dan Restoran
Sektor perdagangan, hotel dan restoran sangat didominasi oleh subsektor
perdagangan besar dan eceran. Besarnya peranan perdagangan tidak terlepas faktor
letak Bireuen yang sangat strategis di titik persimpangan mobilitas manusia dan
barang dari arah timur (Medan, Langsa dan Lhoksuemawe) maupun arah barat (Gayo
dan Takengon) menuju Banda Aceh. Hampir seperempat dari perekonomian Bireuen
digerakan oleh subsektor ini, tercatat pada tahun 2009 subsektor ini berperan 23,71
%. Walaupun laju pertumbuhannya pada tahun 2009 sebesar 4,87 %, tidak sebesar
laju pertumbuhan tahun sebelumnya 6,35 %.
Sedangkan subsektor hotel dan subsektor restoran tidak terlalu berperan, hanya 0,05
% dan 0,56 % dari total produk domestik regional bruto Kabupaten Bireuen.
G. Pengangkutan dan Komunikasi
Kontribusi sektor pengangkutan dan komunikasi sepanjang tahun 2007-2009 berkisar
antara 9,57 % - 11,77 %. Penyumbang terbesar dari sektor ini adalah subsektor
pengangkutan terutama pengangkutan jalan raya, 9,07 % di tahun 2009. Sedangkan
subsektor pos dan komunikasi menyumbang 2,70 %.
30
Laju pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami fluktuatif, pada
tahun 2009 pertumbuhan sektor ini 16,66 persen. Percepatan pertumbuhan sektor ini
dipacu oleh angkutan jalan raya dengan pertumbuhan 18,82 persen.
H. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahan
Walaupun nilainya masih kecil, namun peranan sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan sepanjang tahun 2007-2009 mengalami peningkatan, kontribusi yang
diberikan antara 1,67 %- 1,89 %. Kegiatan subsektor bank merupakan penyumbang
terbesar dalam pembentukan sektor ini. Pada tahun 2009 subsektor ini menyumbang
0,93 persen dari PDRB Kabupaten Bireuen.
Laju pertumbuhan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada tahun 2009
sebesar 5,42 %, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 6,44
%. Fluktuasi sektor ini sangat dipengaruhi subsektor bank.
I. Jasa – Jasa
Sektor ini dibagi menjadi 2 subsektor yaitu subsektor jasa pemerintahan umum dan
subsektor jasa swasta. Dari dua subsektor ini kegiatan subsektor jasa pemerintahan
lebih dominan dibandingkan jasa swasta.
Sektor jasa-jasa pada tahun 2009 mampu menggerakan perekonomian Bireuen
sebesar 9,23 %, dimana peranana sekor ini dari tahun ke tahun cukup stabil.
Kontribusi terbesar sektor ini disumbangkan oleh subsektor jasa pemerintahan umum
9,20 %, dan sisanya 0,03 % berasal dari subsektor jasa swasta.
Laju pertumbuhan sektor jasa-jasa cukup tinggi di tahun 2009, yaitu 12,87 %,
dimana sektor ini didongkrak oleh subsektor jasa pemerintahan umum dengan
pertumbuhan 12,88 %. Sedangkan pada tahun sebelumnya pertumbuhan sektor ini
sangat kecil, yaitu hanya 2,69 %.
5.3. Sosial Kependudukan
Penduduk merupakan modal utama dalam perencanaan. Perencanaan yang disusun
tidak mungkin berjalan atau diimplementasikan jika penduduk tidak dilibatkan.
31
Karena itulah dalam seluruh lingkup perencanaan, peran penduduk tidak mungkin
terabaikan.
5.3.1. Jumlah Penduduk
Berdasarkan data tahun 2010 diketahui jumlah penduduk Kabupaten Bireuen
sebanyak 359.032 jiwa. Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kabupaten
Bireuen dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel IV. Jumlah Penduduk
Kabupaten Bireuen Tahun 2010
No Kecamatan Luas Wilayah
(Km²)
Jumlah
Penduduk
1 Samalanga 156,22 24.034
2 Sp. Mamplam 218,49 21.093
3 Pandrah 89,33 7.509
4 Jeunieb 114,52 18.764
5 Peulimbang 64,15 9.330
6 Peudada 391,33 22.148
7 Juli 212,08 25.416
8 Jeumpa 69,42 28.390
9 Kota Juang 31,56 42.783
10 Kuala 23,72 15.100
11 Jangka 81,18 25.300
12 Peusangan 122,48 44.148
13 Peusangan Selatan 106,33 11.971
14 Peusangan Siblah Krueng 76,62 9.320
15 Makmur 66,53 13.295
16 Gandapura 36,15 20.857
17 Kuta Blang 41,1 19.574
Jumlah 1.901,21 359.032
Sumber: Bireuen Dalam Angka Tahun 2010
5.3.2. Laju Pertambahan Penduduk
Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bireuen dipengaruhi oleh besarnya kelahiran,
kematian, migrasi masuk dan migrasi keluar. Penduduk akan bertambah jumlahnya
jika ada bayi lahir dan penduduk yang datang, dan akan berkurang jumlahnya jika
ada penduduk yang mati dan meninggalkan wilayah Kabupaten Bireuen. Jumlah
penduduk Kabupaten Bireuen terus mengalami kenaikan sejak tahun 2004 sebanyak
350.609 jiwa sampai dengan tahun 2009 sebanyak 359.032 jiwa. Dengan laju
pertumbuhan penduduk rata-rata dari tahun 2004 – 2009 mengalami kenaikan
sebesar 0,48%. Data tersebut secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut:
32
Tabel V. Laju Pertumbuhan Penduduk
Kabupaten Bireuen 2004 - 2009
Tahun Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Laju Pertumbuhan
Penduduk (%)
2004 350.609
2005 351.835 0,35
2006 354.763 0,83
2007 355.989 0,35
2008 357.218 0,35
2009 359.032 0,51
Rata-rata laju pertumbuhan 0,48 Sumber : Hasil Olah Data BPS
5.3.3. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk kasar adalah jumlah penduduk per luas wilayah. Berdasarkan
tingkat kepadatan penduduk kasar, dengan luas Kabupaten Bireuen 1.901,21 km2
maka tingkat kepadatan penduduk mencapai 189 jiwa/km2. Wilayah yang memiliki
tingkat kepadatan tertinggi berada di Kecamatan Kota Juang 1.356 jiwa/km2,
sedangkan kecamatan dengan kepadatan terendah adalah Kecamatan Peudada
sebesar 57 jiwa/km2.
Tabel VI. Jumlah Penduduk
Kabupaten Bireuen Tahun 2010
No Kecamatan Luas Wilayah
(Km²)
Jumlah
Penduduk
Kepadatan
Penduduk /Km²
1 Samalanga 156,22 24.034 154
2 Sp. Mamplam 218,49 21.093 97
3 Pandrah 89,33 7.509 84
4 Jeunieb 114,52 18.764 164
5 Peulimbang 64,15 9.330 145
6 Peudada 391,33 22.148 57
7 Juli 212,08 25.416 120
8 Jeumpa 69,42 28.390 409
9 Kota Juang 31,56 42.783 1.356
10 Kuala 23,72 15.100 637
11 Jangka 81,18 25.300 312
12 Peusangan 122,48 44.148 360
13 Peusangan Selatan 106,33 11.971 113
14 Peusangan Siblah Krueng 76,62 9.320 122
15 Makmur 66,53 13.295 200
16 Gandapura 36,15 20.857 577
17 Kuta Blang 41,1 19.574 476
Jumlah 1.901,21 359.032 189
Sumber: Bireuen Dalam Angka Tahun 2010
33
5.4. Kondisi Infrastruktur Jalan
Jenis, kondisi, kelas dan panjang jalan (km) di Kabupaten Bireuen pada tahun 2009
menurut data dari Badan Pusat Statistik sebagai berikut:
Tabel VII. Jenis, Kondisi, Kelas dan Panjang Jalan (Km)
Di Kabupaten Bireuen Tahun 2009
Jenis/Kondisi/Kelas
Status Jalan
Jalan Negara Jalan Provinsi Jalan Kabupaten
2008 2009 2008 2009 2008 2009
1 2 3 4 5 6 7
Jenis Permukaan
a. Aspal
b. Kerikil
c. Tanah
d. Tidak Terinci
72.80
-
-
-
72.80
-
-
-
35.80
-
-
-
35.80
-
-
-
392.40
274.25
210.21
-
424.30
230.56
222.00
-
Jumlah 72.80 72.80 35.80 35.80 876.86 876.86
Kondisi Jalan
a. Baik
b. Sedang
c. Rusak
d. Rusak Berat
67.00
5.80
-
-
67.00
5.80
-
-
29.50
0.80
1.80
3.70
29.50
0.80
-
5.50
166.71
311.28
100.74
298.13
198.61
292.12
98.00
288.13
Jumlah 72.80 72.80 35.80 35.80 876.86 876.86
Kelas Jalan
a. Kelas I
b. Kelas II
c. Kelas III
d. Kelas IIIA
e. Kelas IIIB
f. Kelas IIIC
g. Tidak Terinci
-
-
-
72.80
-
-
-
-
-
-
72.80
-
-
-
-
-
-
-
35.80
-
-
-
-
-
-
35.80
-
-
-
-
-
-
-
876.86
-
-
-
-
-
-
876.86
-
Jumlah 72.80 72.80 35.80 35.80 876.86 876.86
Sumber: Bireuen Dalam Angka 2010
34
5.4.1. Kondisi Jaringan Jalan Strategis Kabupaten
Sedangkan data jaringan jalan strategis kabupaten, yang berada di Kabupaten Bireuen sebagai berikut:
Tabel VIII. Jaringan Jalan Strategis Kabupaten Bireuen
No No.
Ruas Nama Ruas Jalan Kec. Yang dilalui
Panjang
Ruas
(Km)
Lebar
Ruas
(m)
Panjang Tiap Kondisi (km) Akses Ke
Jalan Ket. Baik Sedang
Rusak
Ringan
Rusak
Berat
N / P / K
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 406 Keude Samalanga - Tanjungan Samalanga 3,50 6,0 3,50 - - - K
Akses ke
Kab Pijay
2 407 Kp.Meurah - Sp. Kandang Samalanga 6,00 3,5 1,00 - 5,00 - K
3 416 Sp.Mamplam - Keude Samalanga Simpang Mamplam 6,00 5,0 6,00 - - - K
4 396 Keude Jeunieb - Sp.Lhok Kulam Jeunieb 9,70 3,5 3,40 - - 1,90 K
3,0 1,50 0,30 - -
4,5 2,70 - - -
5 400 Sp. Nalan - Krueng Nalan Jeunieb 5,40 5,0 5,40 - - - K
6 393 Kd.Plimbang - Teupin Panah Plimbang 5,00 3,5 3,30 - - 1,70 K
7 389 Sp. Tambu - Sp. Pandrah Pandrah 13,00 5,0 13,00 - - - K
8 606 Peudada - Teupok Baroh Peudada 8,30 4,5 6,80 - 1,50 - K
9 343 Teupin Mane - Sarah Sirong Juli 11,00 5,0 2,90 - - 2,60 K
3,5 3,10 - - 1,40
10 350 Teupok Baroh - Lhok Awe Awe Jeumpa 8,00 4,0 8,00 - - - K
11 355 Cot Unoe - Lancok Kuala 4,25 5,0 1,25 - - - K
3,5 - - 3,00 -
35
12 311 Matang Glp.Dua - Jangka Jangka 8,20 5,0 8,20 - - - K
13 318 Jangka - Bugak Jangka 3,50 3,5 - - - 3,50 K
14 911 Sp. Bugeng - Cot Ara Jangka 1,80 5,0 1,80 - - - K
15 313 Matang Glp.Dua - Ulee Jalan Peusangan 8,60 5,0 - - - 4,50 K
3,5 - 4,10 - -
16 321 Cot Ijue - Jangka Peusangan 9,50 4,0 3,90 4,20 1,40 - K
17 323 Balee Seutuy - Lancok Peusangan 3,30 5,0 1,40 - - - K
3,5 - - - 1,90
18 332 Pante Baro - Lueng Daneun
Peusangan Siblah
Krueng 3,00 3,5 -
3,00 - - K
19 905 Lueng Daneun - Awe Geutah
Peusangan Siblah
Krueng 7,20 3,5 7,20 - - - K
20 301 Leubu - Ulee Gle Makmur 7,50 3,5 - - - 7,50 K
21 339 Krueng Tingkeum - Pante Baro Kuta Blang 3,40 4,0 3,40 - - - K
22 276 Kd.Geurugok - SP. Cot Baroh Gandapura 6,80 3,5 - - - 6,80 K
Total 142,95
87,75 11,60 10,90 31,80
Sumber: Bappeda Kabupaten Bireuen 2011
36
BAB VI. ANALISIS
6.1. Analisis
Menurut Hagget dalam Bintarto (1983), masalah interaksi keruangan menjadi
perhatian dalam geografi sejak tahun 1850-an dan orang yang pertama menggunakan
gravitasi ini adalah E.J. Ravenstein dalam studinya mengenai hukum migrasi dalam
tahun 1885 dan 1889. Hasil penelitiaannya menunjukkan bahwa jumlah migran yang
masuk ke suatu kota dipengaruhi oleh besarnya jumlah penduduk kota yang
didatangi, besarnya jumlah penduduk tempat asal migran, dan jarak antara kota asal
dengan kota yang dituju. Selanjutnya, dalam tahun 1929 model gravitasi diterapkan
dalam studi geografi pemasaran dan studi transportasi. Model gravitasi yang
didasarkan pada hukum Issac Newton berbunyi “ dua masa yang berdekatan akan
saling tarik menarik dan daya tarik masing – masing massa adalah sebanding dengan
bobotnya” telah banyak diterapkan pada masa sekarang dalam hubungannya dengan
masalah interaksi, masalah perpindahan/migrasi penduduk, masalah pemilihan
lokasi, dan lain – lain.
Menurut Ravenstein dalam Tarigan (2005), model gravitasi ini pada mulanya
digunakan untuk menghitung banyaknya kendaraan (trip) antara satu tempat dengan
tempat lainnya yang berada dalam satu sistem (saling berhubungan dimana
perubahan pada salah satu subwilayah akan berpengaruh pada subwilayah yang lain).
Rumus dasar untuk menghitung banyaknya perjalanan (trip) antara Pi dan Pj, yaitu
trip yang berasal dari daerah i dan memilih tujuan daerah j adalah:
Keterangan: Tij = banyaknya trip dari subwilayah i ke subwilayah j
K = konstanta/rata-rata perjalanan per penduduk
Pi = penduduk subwilayah i
Pj = penduduk subwilayah j
P = total penduduk di wilayah tersebut
Tetapi rumus di atas terlalu sederhana, karena tidak memperhatikan faktor jarak.
Semakin jauh jarak antara dua tempat, maka semakin rendah daya tariknya. Jadi, Pj/P
harus dilengkapi menjadi:
k. Pi.Pj
Tij = --------
P
37
Dimana Dij adalah jarak antara i dengan j
Selain dianggap bahwa makin jauh jarak itu maka daya tariknya menurun secara
drastis, bukan proporsional. Oleh sebab itu, rumus di atas perlu diubah menjadi:
Dengan asumsi b ≥ 1
Maka selengkapnya rumus tersebut adalah
Rumus di atas dapat disempurnakan karena pada suatu wilayah, K dan P adalah
konstanta, jadi apabila kita sederhanakan K/P = G rumus di atas berubah menjadi:
Rumus di atas hanya menggambarkan reaksi antara subwilayah i dengan salah satu
subwilayah lain. Kita bisa menulis reaksi antara subwilayah i dengan subwilayah 1,
yaitu Ti1, subwilayah i dengan subwilayah 2, yaitu Ti2 dan seterusnya.
Pi/P
-----
Dij
Pi/P
----------
Dijb
Pi.Pj
Tij =K ----------
P
---------
Dijb
Pi.Pj
Tij =G ----------
Dijb
38
Tabel IX. Analisa Keterkaitan Ekonomi Antara
Ibukota Kabupaten Dengan Kecamatan Sekitar
Keterkaitan Jarak
(km) Interaksi Persentase Kekuatan
Kota Juang – Jeumpa 4 75,91 31,8% Kuat
Kota Juang – Juli 12 7,55 3,2% Sedang
Kota Juang – Kuala 3 71,78 30,1% Kuat
Kota Juang – Peusangan 10 18,89 7,9% Kuat
Kota Juang – Peudada 12 6,58 2,8% Sedang
Kota Juang – Peulimbang 16 1,56 0,7% Sedang
Kota Juang – Jeunieb 20 2,01 0,8% Sedang
Kota Juang – Pandrah 23 0,61 0,3% Sedang
Kota Juang - Sp. Mamplam 28 1,15 0,5% Sedang
Kota Juang – Samalanga 36 0,79 0,3% Sedang
Jeumpa – Juli 16 2,82 1,2% Sedang
Jeumpa – Kuala 7 8,75 3,7% Sedang
Jeumpa – Peusangan 14 6,39 2,7% Sedang
Jeumpa – Peudada 8 9,82 4,1% Sedang
Jeumpa – Peulimbang 12 1,84 0,8% Sedang
Jeumpa – Jeunieb 16 2,08 0,9% Sedang
Jeumpa – Pandrah 19 0,59 0,2% Sedang
Jeumpa - Sp. Mamplam 24 1,04 0,4% Sedang
Jeumpa – Samalanga 32 0,67 0,3% Sedang
Juli – Kuala 15 1,71 0,7% Sedang
Juli – Peusangan 22 2,32 1,0% Sedang
Juli – Peudada 24 0,98 0,4% Sedang
Juli – Peulimbang 28 0,30 0,1% Sedang
Juli – Jeunieb 32 0,47 0,2% Sedang
Juli – Pandrah 35 0,16 0,1% Sedang
Juli - Sp. Mamplam 40 0,34 0,1% Sedang
Juli – Samalanga 48 0,27 0,1% Sedang
Kuala – Peudada 15 1,49 0,6% Sedang
Kuala – Peulimbang 19 0,39 0,2% Sedang
Kuala – Jeunieb 23 0,60 0,3% Sedang
Kuala – Pandrah 26 0,17 0,1% Sedang
Kuala - Sp. Mamplam 31 0,33 0,1% Sedang
Kuala – Samalanga 39 0,24 0,1% Sedang
Peusangan – Kuala 13 3,94 1,7% Sedang
Peusangan – Peudada 32 0,95 0,4% Sedang
Peusangan – Peulimbang 26 0,61 0,3% Sedang
Peusangan – Jeunieb 30 0,92 0,4% Sedang
Peusangan – Pandrah 33 0,30 0,1% Sedang
Peusangan - Sp. Mamplam 38 0,64 0,3% Sedang
Peusangan – Samalanga 46 0,50 0,2% Sedang
39
Pengkategorian
Interaksi
nilai > rata-rata + 1 sd
= kuat
rata2 - 1 sd < nilai < rata2 + 1 sd = sedang
nilai < rata2 - 1 sd
= lemah
Standar Deviasi 16,19
Rata- Rata
5,96
rata2 + 1 sd
22,15
rata2 - 1 sd -10,23
Dari hasil perhitungan menggunakan teori gravitasi untuk mengambarkan keterkaitan
pergerakan manusia, barang, ekonomi, serta keterkaitan antara wilayah kecamatan
yang satu dengan kecamatan yang lain, dengan menetapkan bahwa Kecamatan Kota
Juang, ibukota Kabupaten Bireuen sebagai pusat perdagangan regional dan
Kecamatan Peusangan dengan Matanggeulumpang Dua sebagai ibukota yang
merupakan pusat perdagangan di wilayah timur Kabupaten Bireuen, didapat bahwa:
1. Hubungan ( interaksi ) yang kuat antara Kecamatan Kota Juang dengan
Kecamatan Kuala dan Kecamatan Peusangan. Hal ini dikarenakan oleh faktor
jarak tempuh yang dekat serta infrastruktur jalan yang membaik.
2. Hubungan ( interaksi ) yang sedang antara Kecamatan Kota Juang dengan
kecamatan-kecamatan lain yang masih berada di wilayah Kabupaten Bireuen.
Faktor utama yang mempengaruhi ini adalah jarak tempuh yang memakan waktu
lebih lama.
Tabel X. Analisa Keterkaitan Ekonomi Antara
Ibukota Kecamatan Peusangan Dengan Kecamatan Sekitar
Keterkaitan Jarak (km) Interaksi Persentase Kekuatan
Peusangan – Jangka 6 31,03 27,6% Kuat
Peusangan – Makmur 19 1,63 1,4% Sedang
Peusangan - P. Selatan 7 10,79 9,6% Sedang
Peusangan - P. Sb. Krueng 8 6,43 5,7% Sedang
Peusangan – Gandapura 13 5,45 4,8% Sedang
Peusangan - Kuta Blang 7 17,64 15,7% Kuat
Jangka – Makmur 25 0,54 0,5% Sedang
Jangka - P. Selatan 13 1,79 1,6% Sedang
Jangka - P. Sb. Krueng 14 1,20 1,1% Sedang
Jangka – Gandapura 29 0,63 0,6% Sedang
Jangka - Kuta Blang 7 10,11 9,0% Sedang
Makmur - P. Selatan 26 0,24 0,2% Sedang
Makmur - P. Sb. Krueng 27 0,17 0,2% Sedang
40
Makmur – Gandapura 6 7,70 6,8% Sedang
Makmur - Kuta Blang 12 1,81 1,6% Sedang
P. Selatan - P. Sb. Krueng 15 0,50 0,4% Sedang
P. Selatan – Gandapura 14 1,27 1,1% Sedang
P. Selatan - Kuta Blang 10 2,34 2,1% Sedang
Gandapura - Kuta Blang 6 11,34 10,1% Sedang
Sumber : Olah Data
Pengkategorian
Interaksi
nilai > rata-rata + 1 sd
= kuat
rata2 - 1 sd < nilai < rata2 + 1 sd = sedang
nilai < rata2 - 1 sd
= lemah
Standar Deviasi 7,83
Rata- Rata
5,93
rata2 + 1 sd
13,75
rata2 - 1 sd -1,90
Dari hasil perhitungan keterkaitan ekonomi antara wilayah kecamatan yang satu
dengan kecamatan yang lain, dengan menetapkan bahwa Kecamatan Peusangan
dengan Matanggeulumpang Dua sebagai ibukota yang merupakan pusat perdagangan
di wilayah timur Kabupaten Bireuen, didapat bahwa:
1. Hubungan ( interaksi ) yang kuat antara Kecamatan Peusangan dengan
Kecamatan Jangka dan Kecamatan Kuta Blang. Hal ini dikarenakan oleh faktor
jarak tempuh yang dekat serta infrastruktur jalan yang membaik.
2. Hubungan ( interaksi ) yang sedang antara Kecamatan Peusangan dengan
kecamatan-kecamatan lain yang masih berada di wilayah Kabupaten Bireuen.
Faktor utama yang mempengaruhi ini adalah jarak tempuh yang memakan waktu
lebih lama.
41
Gambar I. Interaksi Antar Wilayah Perkotaan Bireuen
42
BAB VII. STRATEGI, KEBIJAKAN dan
RENCANA PENGEMBANGAN
7.1. Strategi
Untuk mempercepat pencapaian pengembangan kawasan ekonomi cepat tumbuh di
Kabupaten Bireuen maka ditempuh beberapa strategi pembangunan selama beberapa
tahun mendatang. Strategi ini merupakan cara yang dianggap tepat dan sesuai dengan
kondisi kekinian yang sedang dan diperkirakan akan dihadapi oleh Kabupaten
Bireuen. Keseluruhan strategi ini dikelompokkan menurut bidang-bidang yang ada
yaitu:
A. Bidang Ekonomi
Strategi pembangunan yang tepat dalam mempercepat pengembangan Kawasan
Strategis Cepat Tumbuh dalam bidang ekonomi antara lain:
1. Meningkatkan kapasitas lapangan usaha ekonomi, khususnya yang berbasis
sumberdaya lokal untuk menghasilkan nilai tambah (value added) yang
tinggi;
2. Memperkuat struktur ekonomi dengan memajukan sektor sekunder (industri
pengolahan) yang dapat meningkatkan nilai tambah sektor primer
(pertanian);
3. Menyediakan prasarana yang memadai di sektor pertanian;
4. Melanjutkan penyediaan sarana produksi di sektor pertanian;
5. Mengembangkan produktivitas di sektor pertanian, terutama tanaman
pangan, perikanan, dan peternakan;
6. Memfasilitasi petani/nelayan/peternak/pekebun dan para pelaku usaha
industri (kecil/rumah tangga dan menengah) dalam memperoleh akses kredit
dan bantuan permodalan usaha;
7. Memperbanyak penyuluhan kepada para petani/nelayan/peternak/pekebun
dan membina kelembagaan usaha tani;
8. Meningkatkan ketersediaan bahan pangan protein hewani dan hasil ternak;
9. Memberikan pelatihan keterampilan/keahlian bagi pengrajin atau pelaku
usaha industri mikro, kecil/industri rumah tangga, dan menengah;
10. Membuka dan mengembangkan pasar bagi produk-produk hasil pertanian
dan industri kecil/industri rumah tangga;
43
11. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan perdagangan
(bisnis), termasuk kawasan strategis;
12. Melanjutkan pembinaan sentra-sentra industri yang potensial dan prospektif;
13. Membangun pusat informasi harga berbagai produk pertanian dan industri
yang berpotensi ekspor;
14. Membangun balai latihan kerja sebagai jalur pendidikan khusus dan
profesional untuk pelatihan keterampilan/keahlian tenaga kerja lokal;
15. Menyediakan informasi profil dan peluang investasi yang prospektif bagi
calon investor;
16. Mempermudah birokrasi dan prosedur pelayanan bagi setiap rencana
penanaman modal;
17. Menciptakan iklim investasi yang kondusif dan operasi dunia usaha (bisnis)
yang kompetitif dan sehat; dan
B. Bidang Sosial
Dibidang sosial strategi pembangunan yang ditempuh dalam rangka mendukung
pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh adalah sebagai berikut:
1. Membangun dan memperbaiki prasarana dan sarana pendidikan mulai
jenjang pendidikan dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi;
2. Memberi kemudahan dan bantuan beasiswa serta peralatan sekolah bagi
anggota masyarakat yang tidak mampu atau rentan putus sekolah;
3. Melatih para guru sesuai bidang keilmuannya dan membina kemampuan
manajerial para pengelola pendidikan sesuai tuntutan manajemen berbasis
sekolah;
4. Memberikan kesempatan dan bantuan beasiswa bagi para guru yang berminat
melanjutkan pendidikan, baik pendidikan formal (gelar) maupun pendidikan
informal (non gelar);
5. Meningkatkan jalinan komunikasi antar forum dan wadah profesi tenaga
pendidikan yang ada di daerah;
6. Memberikan penyuluhan dan sosialisasi budaya dan pola hidup sehat dan
bersih di kalangan aparatur pemerintah, siswa/murid sekolah, santri
dayah/pesantren, dan anggota masyarakat;
7. Memberikan pelatihan kecakapan keterampilan dan pembinaan wawasan
kebangsaan bagi para pemuda;
44
8. Mendata jumlah penduduk secara tepat dan menata administrasi
kependudukan;
9. Meningkatkan keterampilan anggota masyarakat usia produktif di perdesaan;
10. Meningkatkan keterampilan bagi kaum perempuan di perdesaan; dan
11. Menyediakan jaminan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin.
C. Bidang Prasarana
Untuk mendukung usaha pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di
Kabupaten Bireuen, strategi pembangunan dibidang infrastruktur yang ditempuh
sebagai berikut:
1. Membangun dan merehabilitasi prasarana jalan dan jembatan yang dapat
membuka isolasi wilayah dan memudahkan aksesibilitas/mobilitas orang atau
barang/jasa;
2. Membangun/menyediakan prasarana jaringan irigasi yang baik dan merata,
khususnya di wilayah-wilayah pertanian yang potensial;
3. Menyediakan dan mengembangkan sarana air bersih bagi kebutuhan rumah
tangga, permukiman, usaha industri, dan lainnya yang merata di seluruh
kecamatan;
4. Membangun prasarana pengaman bagi daerah-daerah kawasan pantai dari
ancaman siklus abrasi air laut;
5. Membangun tanggul pengaman di sepanjang DAS (daerah aliran sungai)
berikut kawasan-kawasan yang rawan ancaman bencana banjir;
6. Membangun prasarana/sarana penanganan air limbah, khususnya di kawasan-
kawasan rencana pengembangan usaha industri dan permukiman di
perkotaan; dan
7. Membangun fasilitas umum/publik, termasuk ruang terbuka hijau, taman
bermain, dan lainnya yang memadai dan dapat diakses oleh seluruh
masyarakat.
D. Bidang Agama
1. Membangun dan memperbaiki prasarana, sarana, dan fasilitas sekolah-
sekolah agama dan pesantren/dayah;
2. Membangun dan membina perpustakaan umum islami di semua kecamatan;
45
3. Memfasilitasi forum koordinasi, komunikasi, dan konsultasi, baik secara
kelembagaan (antar lembaga-lembaga sosial keagamaan yang ada) maupun
antar personal (ulama, teungku dayah, pemuka masyarakat, dan elemen
lainnya);
4. Memberdayakan lembaga kemukiman dan perangkat mukim;
E. Bidang Pemerintahan
1. Meningkatkan konsultasi dan komunikasi antara jajaran eksekutif dan jajaran
legislatif (DPR Kabupaten);
2. Meningkatkan kualitas SDM aparatur pemerintah mulai dari jenjang
pemerintahan kabupaten, kecamatan, hingga gampong (desa);
3. Mengefektifkan proses penyusunan kebijakan dan program/kegiatan
pembangunan sesuai potensi dan permasalahan kekinian yang dihadapi;
4. Membangun konsistensi dalam proses implementasi dokumen-dokumen
perencanaan daerah, terutama RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah), Renstra SKPD (Rencana Strategis Satuan Kerja
Perangkat Daerah), RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), dan dokumen-
dokumen perencanaan lainnya;
5. Mengefektifkan wadah musyawarah perencanaan pembangunan mulai dari
tingkat gampong (desa), kecamatan, hingga tingkat kabupaten;
6. Meningkatkan peran lembaga mukim didalam proses pemberdayaan
masyarakat sesuai dengan kewenangannya;
7. Meningkatkan peran dinas/instansi sesuai tupoksi yang diemban serta
mengefektifkan koordinasi antar dinas/instansi teknis dan terkait dalam
implementasi kebijakan dan program/kegiatan;
8. Meningkatkan kemampuan manajemen pengelolaan keuangan daerah;
9. Mengadakan pelatihan-pelatihan teknis keuangan bagi para pengelola
keuangan daerah;
10. Membangun kerjasama dan komunikasi dengan pemerintah daerah, baik
antar kabupaten/kota di Provinsi Aceh maupun dengan kabupaten/kota di luar
Provinsi Aceh; dan
11. Membangun sistim informasi penyelenggaraan pemerintah daerah, termasuk
sistim administrasi dan kearsipan yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat
(stakeholders).
46
F. Bidang Hukum, Keamanan dan Ketertiban
1. Menerapkan sanksi hukum yang tegas, adil, dan konsisten bagi setiap
pelanggar hukum;
2. Memberikan penyuluhan dan sosialisasi produk-produk hukum (Undang-
undang, Qanun, Keputusan Pemerintah, dan lainnya) kepada anggota
masyarakat;
3. Meningkatkan kerjasama, koordinasi, dan komunikasi antar lembaga dan
aparatur penegak hukum dan keamanan/ketertiban di daerah, termasuk antar
aparatur dengan tokoh-tokoh dan elemen masyarakat;
4. Membangun komunikasi dan silaturrahmi antar seluruh komponen
masyarakat, serta menumbuhkan sikap saling percaya dan bertoleransi satu
sama lain;
5. Mencegah dan mengatasi berbagai aktivitas kriminal yang dapat meresahkan
ketertiban dan ketenteraman masyarakat;
7.2. Kebijakan
Kebijakan ini dijadikan acuan oleh setiap SKPK (Satuan Kerja Perangkat
Kabupaten) didalam merancang dan menetapkan program/kegiatan sesuai dengan
tupoksi (tugas pokok dan fungsi) yang diemban oleh masing-masing SKPD di jajaran
Pemerintah Kabupaten Bireuen. Kebijakan yang diarahkan untuk masing-masing
bidang tersebut adalah sebagai berikut :
A. Bidang Ekonomi
1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah melalui pengembangan
kapasitas sektor-sektor ekonomi dalam menghasilkan nilai tambah (value
added);
2. Membangun dan meningkatkan kualitas prasarana dan sarana produksi yang
memadai di sektor pertanian, terutama sub-sub sektor yang selama ini
menjadi penghasil nilai tambah ekonomi yang menonjol bagi perekonomian
daerah, yaitu tanaman pangan, peternakan, dan perikanan, disamping
perkebunan;
3. Menyediakan prasarana dan sarana dasar yang memungkinkan tumbuh dan
berkembangnya usaha-usaha industri kecil/rumah tangga dan industri
menengah, termasuk industri dasar guna mempercepat proses pengembangan
kawasan industri di kabupaten ini;
47
4. Mengembangkan kemampuan ketahanan pangan daerah guna menjamin
ketersediaan pangan yang memadai bagi kebutuhan daerah, termasuk
jangkauan oleh kelompok masyarakat yang rentan pangan (kaum miskin);
5. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan/keahlian para pelaku usahatani
(petani, nelayan/petambak, peternak, dan pekebun) dan pelaku usaha industri
(perajin) yang disertai dengan upaya menyediakan kemudahan akses bagi
mereka untuk memperoleh permodalan, bantuan teknologi tepat guna,
manajemen, dan bimbingan/pendampingan;
6. Memperkuat kapasitas kelembagaan pelaku usahatani (kelompok tani,
kelompok nelayan, keujruen blang, panglima laot, dan lainnya) dan
kelembagaan pelaku usaha industri (kelompok perajin dan
perhimpunan/asosiasi lainnya);
7. Meningkatkan upaya pemeliharaan kelestarian hutan berikut ekosistemnya
melalui pencegahan tindakan perambahan hutan, diikuti dengan peningkatan
kesadaran dan kepedulian anggota masyarakat serta pengelolaan hutan yang
berkelanjutan;
8. Mengembangkan sistim pengawasan yang efektif dalam penertiban dan
pengendalian aktivitas-aktivitas rakyat yang berpotensi merusak lingkungan,
terutama di sektor pertambangan;
9. Menjamin ketersediaan layanan kebutuhan dasar yang menunjang kelancaran
aktivitas ekonomi masyarakat seperti listrik, air bersih, telekomunikasi, dan
lainnya;
10. Mengembangkan kerjasama dan membangun komunikasi antar pelaku usaha
dan antar asosiasi-asosiasi yang ada dalam rangka memperkuat posisi tawar
dalam aktivitas perdagangan (bisnis);
11. Meningkatkan kapasitas lembaga-lembaga ekonomi yang ada didalam
masyarakat, baik di perkotaan maupun di perdesaan;
12. Meningkatkan koordinasi antar lembaga-lembaga teknis yang ada dan terkait
langsung dengan pembangunan ekonomi, terutama yang berkenaan dengan
pembinaan usahatani dan usaha industri di daerah ini;
13. Mengembangkan aktivitas ekspor dengan memanfaatkan potensi sumberdaya
lokal yang memiliki keunggulan dan berdaya saing di pasaran nasional dan
internasional, terutama produk-produk pertanian dan UMKM (usaha mikro,
48
kecil, dan menengah), disamping juga memanfaatkan prasarana transportasi
(pelabuhan laut dan pelabuhan udara) yang ada di daerah;
14. Meningkatkan kemampuan keuangan daerah (kapasitas fiskal) daerah melalui
peningkatan efektivitas pemanfaatan sumber-sumber keuangan yang ada,
disamping penggalian sumber-sumber keuangan baru yang ada di daerah,
dalam rangka memperkecil ketergantungan keuangan daerah yang dominan
pada dana perimbangan; dan
15. Meningkatkan arus penanaman modal (investasi), baik dari investor
lokal/domestik maupun investor asing (penanaman modal asing) melalui
penyediaan informasi investasi yang memadai serta penciptaan iklim
investasi yang kondusif.
B. Bidang Sosial
1. Menyediakan prasarana dan sarana pendidikan yang memadai mulai jenjang
pendidikan dasar, menengah, hingga jenjang pendidikan tinggi;
2. Memberikan akses dan pemerataan layanan pendidikan yang terjangkau bagi
semua anggota masyarakat sejak usia dini hingga usia wajib belajar;
3. Meningkatkan mutu tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, serta
mengembangkan efektivitas manajemen berbasis sekolah;
4. Mengembangkan kerjasama dan meningkatkan koordinasi antar lembaga dan
menurut jenjang kependidikan, baik lembaga pendidikan formal maupun
lembaga pendidikan non formal yang ada di daerah
5. Meningkatkan ketersediaan prasarana dan sarana kesehatan yang berkualitas
dan merata serta mudah dijangkau oleh semua anggota masyarakat, termasuk
kalangan tidak mampu (miskin);
6. Menyediakan sanitasi dasar yang memadai dan dapat dinikmati oleh semua
lapisan masyarakat, baik di perkotaan maupun di perdesaan;
7. Meningkatkan ketersediaan tenaga kesehatan (medis dan non medis) yang
bermutu dan merata di seluruh kecamatan;
8. Meningkatkan kualitas pemuda dan menyediakan sarana bagi aktivitas
kepemudaan yang memadai dalam rangka pembinaan nilai-nilai intelektual
dan prestasi;
9. Mengembangkan sistim administrasi kependudukan yang andal dan akurat;
49
10. Meningkatkan upaya pemberdayaan masyarakat, khususnya yang berada di
perdesaan sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan
daerah;
11. Meningkatkan kualitas kaum perempuan dan menyediakan akses bagi
perempuan untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan daerah, termasuk
dalam jajaran eksekutif, legislatif, dan kegiatan publik lainnya;
12. Meningkatkan perlindungan bagi kaum perempuan dengan menumbuhkan
kesadaran masyarakat untuk menghindari kekerasan terhadap perempuan dan
anak-anak; dan
13. Mengembangkan pelayanan sosial dasar yang dapat diakses oleh masyarakat
miskin.
C. Bidang Prasarana
1. Meningkatkan penyediaan prasarana (infrastruktur) transportasi yang
memadai sehingga memudahkan aksesibilitas wilayah dan mobilitas orang
atau barang/jasa;
2. Menyediakan ketersediaan jaringan prasarana berikut sistim pengelolaan air
baku yang baik dan merata untuk dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat
pengguna air;
3. Mengupayakan jaminan pemenuhan kebutuhan air bersih yang mencukupi
bagi kebutuhan rumah tangga, permukiman, usaha industri, dan lainnya;
4. Membangun prasarana bagi keperluan perlindungan daerah-daerah kawasan
pantai dari ancaman siklus abrasi air laut;
5. Mencegah terjadinya ancaman banjir dan bencana alam lainnya melalui
pembangunan prasarana yang baik serta peningkatan kesiagaan dini dan
pengembangan sistim pengendalian yang dapat memperkecil risiko bencana
bagi masyarakat, baik untuk mereka yang berada di sepanjang DAS (daerah
aliran sungai) maupun di kawasan-kawasan lain yang rawan ancaman
bencana;
6. Meningkatkan penanganan air limbah yang efektif, terutama di kawasan-
kawasan usaha industri dan permukiman yang berada di perkotaan;
50
7. Membangun perumahan dan permukiman serta pertokoan dengan lingkungan
yang sehat dan teratur sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang telah
ditetapkan dan memiliki kekuatan hukum; dan
8. Mengembangkan fasilitas umum/publik yang memadai dan dapat diakses
oleh seluruh masyarakat.
D. Bidang Pemerintahan
1. Memperkuat hubungan kemitraan antara jajaran eksekutif dan jajaran
legislatif (DPR Kabupaten) dalam rangka mengefektifkan penyelenggaraan
tugas-tugas pemerintahan daerah;
2. Meningkatkan kapasitas kelembagaan perencanaan berikut ketersediaan
dokumen dan keakuratan data/informasi perencanaan pembangunan dalam
rangka memantapkan formulasi kebijakan dan program/kegiatan yang akan
diimplementasikan;
3. Meningkatkan kesenjangan pembangunan antar wilayah/kecamatan guna
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya melalui efektivitas penerapan
perencanaan yang partisipatif;
4. Memperkuat kapasitas lembaga-lembaga teknis sesuai dengan tugas pokok
dan fungsinya dengan berpedoman dalam pelaksanaannya pada dokumen
perencanaan daerah yang telah disepakati dan berkekuatan hukum;
5. Mengembangkan kapasitas dan meningkatkan profesionalisme/ keterampilan
sumber daya aparatur penyelenggara pemerintahan daerah, termasuk
kompetensi staf/tenaga honorer;
6. Meningkatkan kapasitas aparatur pemerintahan desa berikut kelembagaan
desa yang ada;
7. Meningkatkan sistim pengawasan yang mampu mencegah terjadinya
penyalahgunaan wewenang dan kasus-kasus KKN (kolusi, korupsi, dan
nepotisme);
8. Meningkatkan koordinasi, komunikasi, dan konsultasi yang efektif antar
dinas/instansi teknis dan terkait dalam memantapkan sinkronisasi dan
efektivitas implementasi kebijakan dan program/kegiatan;
9. Memperkuat kapasitas pengelolaan keuangan daerah, termasuk kapasitas
dinas/instansi dan kualitas sumberdaya aparatur pengelolanya;
51
10. Meningkatkan hubungan kerjasama antar pemerintah daerah, baik di dalam
maupun di luar lingkup Provinsi Aceh;
11. Menyebarluaskan informasi penyelenggaraan pemerintah daerah melalui
media yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat (stakeholders); dan
12. Menyediakan sistim administrasi dan teknologi kearsipan yang memadai
berikut kemudahan aksesnya oleh mereka yang berkepentingan.
E. Bidang Agama
1. Mengembangkan kualitas prasarana dan sarana pada lembaga pendidikan
keagamaan (seperti sekolah-sekolah agama, pesantren, Taman Pendidikan Al-
Quran, dan balai-balai pengajian) dan lembaga sosial keagamaan yang
berperan didalam pembinaan ummat (seperti majelis taklim, badan dakwah,
PHBI, perhimpunan ulama, remaja masjid, dan lainnya);
2. Meningkatkan kualitas prasarana dan sarana peribadatan sebagai pusat
pengembangan syiar dan syariat Islam di seluruh wilayah, baik yang ada di
tingkat kecamatan maupun perdesaan;
3. Meningkatkan peran para ulama, umara, pemuka masyarakat, dan guru
pengajian, serta para kepala keluarga dalam pelaksanaan syariat Islam,
termasuk pembinaan budi pekerti dan sifat keteladanan dalam masyarakat;
4. Membangun koordinasi, komunikasi, dan konsultasi yang efektif, baik secara
kelembagaan (antar lembaga-lembaga sosial keagamaan yang ada) maupun
antar personal (ulama, teungku dayah, pemuka masyarakat, dan elemen
lainnya) dalam rangka meningkatkan efektivitas pengembangan syiar dan
syariat Islam; dan
F. Bidang Hukum, Keamanan, dan Ketertiban
1. Menumbuhkan kesadaran hukum di kalangan semua elemen masyarakat;
2. Memperkuat implementasi produk-produk hukum secara konsisten dan tanpa
diskriminasi;
3. Membantu menyediakan prasarana dan sarana yang memadai pada lembaga-
lembaga penegak hukum dan keamanan/ ketertiban, serta meningkatkan
kualitas sumberdaya aparatur penegak hukum;
52
4. Mengembangkan koordinasi dan komunikasi yang efektif antar lembaga dan
aparat penegak hukum dan keamanan/ketertiban di daerah;
5. Memperkukuh hubungan persaudaraan antar elemen masyarakat, termasuk
dengan mantan anggota GAM, TNI/Polri, dan elemen masyarakat lainnya,
serta mencegah terjadinya konflik antar elemen masyarakat;
6. Menumbuh-kembangkan wawasan kebangsaan di kalangan masyarakat dalam
rangka membangun ketahanan nasional yang kuat;
7. Menumbuhkan ketahanan dan daya tangkal masyarakat terhadap berbagai
aktivitas illegal dan kriminal yang membahayakan kehidupan pribadi,
keluarga, masyarakat, dan Negara; dan
8. Mengembangkan pendidikan politik masyarakat, baik melalui jalur
pendidikan maupun dengan pemberian kesempatan berpartai maupun
partisipasi berpolitik.
7.3. Rencana Pengembangan
Rencana Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh terdiri dari 11 (sebelas )
kawasan budidaya yang tersebar di 17 (tujuh belas) kecamatan yang berada di
wilayah Kabupaten Bireuen. Adapun kawasan-kawasan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Kawasan budi daya ternak besar di Kecamatan Samalanga
2. Kawasan handal Pelabuhan Teupin Jalo di Kecamatan Simpang Mamplam
3. Kawasan industri Bireuen di Kecamatan Simpang Mamplam dan Kecamatan
Pandrah
4. Kawasan budi daya ikan laut di Kecamatan Simpang Mamplam dan Kecamatan
Pandrah
5. Kawasan pengembangan Kakao di Kecamatan Peulimbang
6. Kawasan produksi padi di Kecamatan Peudada
7. Kawasan pelabuhan perikanan Peutetapa di Kecamatan Peudada
8. Kawasan Perdagangan Bireuen
9. Kawasan budi daya perikanan di Kecamatan Jangka
10. Kawasan budi daya perikanan laut Mon Klayu di Kecamatan Gandapura
11. Kawasan peternakan terpadu di Kecamatan Gandapura
53
Gambar II: Sebaran Kawasan Stratgeis Cepat Tumbnuh Kab. Bireuen
54
BAB VIII. INDIKASI PROGRAM PENGEMBANGAN
Indikasi program pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Kabupaten
Bireuen harus sejalan dengan program-program Bupati/Wakil Bupati Kabupaten
Bireuen yang tertuang didalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (2007-
2012). Keseluruhan indikasi program pengembangan yang nantinya akan menjadi
program prioritas akan ditindaklanjuti implementasinya oleh Satuan Perangkat Kerja
Kabupaten (SKPK) dalam jajaran Pemerintah Daerah Kabupaten Bireuen sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) masing-masing termasuk program-
program yang bersifat lintas SKPK dan kewilayahan.
Kendati demikian, keberhasilan di dalam mengimplementasikan keseluruhan
program tersebut terdapat beberapa faktor yang terpenting antara lain:
1. Tersedianya anggaran (biaya) yang memadai
2. Adanya dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia atau sumber daya
alam
3. Kondusifnya suatu daerah, baik secara politik dan keamanan, maupun sosial
ekonomi.
Adapun program-program prioritas pembangunan Kabupaten Bireuen selama tahun
2007-2012, menurut masing-masing kelompok bidang adalah sebagai berikut :
A. Bidang Ekonomi
Dibidang ekonomi, program-program prioritas pembangunan yang akan
diimplementasikan adalah sebagai berikut :
1. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat;
2. Penciptaan Iklim Usaha Kecil Menengah yang Kondusif;
3. Pengembangan Industri Kecil dan Menengah;
4. Pengembangan Sentra-sentra Industri Potensial;
5. Pengembangan Budidaya Perikanan;
6. Pengembangan Perikanan Tangkap;
7. Pembinaan Usaha Pertanian dan Perikanan;
8. Peningkatan Ketahanan Pangan;
9. Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Pertanian dan Perikanan
10. Peningkatan Promosi dan Kerjasama Investasi;
55
11. Peningkatan dan Pengembangan Ekspor;
12. Peningkatan Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri (Usaha Kecil, Menengah,
dan Besar);
13. Pengembangan Kawasan Tertinggal;
14. Pembinaan dan Pengawasan Bidang Pertambangan;
15. Pengembangan Pemasaran Pariwisata;
16. Peningkatan Kapasitas Keuangan Daerah; dan
17. Pengembangan dan Penertiban Aset Daerah.
B. Bidang Sosial
Dibidang sosial, program-program prioritas pembangunan Pemerintah
Kabupaten Bireuen untuk kurun waktu 2007-2012 adalah sebagai berikut :
Sektor Pendidikan :
1. Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan;
2. Rekonstruksi dan Rehabilitasi Gedung Sekolah;
3. Pengembangan Alat-alat Laboratorium;
4. Pemberdayaan Perguruan Tinggi Agama Islam Al-Muslim;
5. Pemberdayaan Universitas Al-Muslim;
6. Pemberdayaan Sekolah Tinggi Al-Aziziyah Samalanga;
7. Peningkatan Sumberdaya Manusia;
8. Pendidikan Non Formal; dan
9. Pendidikan Anak Usia Dini.
Sektor Kesehatan :
1. Obat dan Perbekalan;
2. Pengembangan dan Perluasan Rumah Sakit;
3. Pengadaan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana Puskesmas/Puskesmas
Pembantu dan Jaringannya; dan
4. Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin.
56
C. Bidang Prasarana (Infrastruktur)
Dibidang prasarana (infrastruktur), program-program prioritas pembangunan
adalah :
1. Pembangunan Jalan dan Jembatan;
2. Pembangunan Sarana dan Prasarana Perhubungan;
3. Peningkatan Pelayanan Angkutan;
4. Pengembangan Pengelolaan dan Konservasi Sungai, Danau, dan Sumberdaya
Air Lainnya;
5. Pengembangan Pelabuhan Laut;
6. Penanggulangan Bencana Alam
7. Penataan Ruang, Wilayah, Kota, dan Gampong;
8. Pengembangan Kawasan Strategis dan Cepat Tumbuh; dan
9. Pengembangan Infrastruktur Pedesaan.
D. Bidang Pemerintahan :
Dibidang pemerintahan, program-program prioritas pembangunan selama
periode tahun 2007-2012 adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Aparatur;
2. Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah Gampong;
3. Peningkatan Penyelenggaraan Pemerintahan Gampong; dan
4. Peningkatan Kesejahteraan Aparatur.
E. Bidang Agama
Dibidang ini, program-program prioritas pembangunan adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan Prasarana dan Sarana Ibadah;
2. Peningkatan Pengkajian Hukum-Hukum Islam;
3. Pembinaan Dayah;
4. Pembinaan Mental Ummat;
5. Peningkatan Peran Ulama dan Umara;
6. Pembinaan Baca Al-Quran;
7. Pemberdayaan Guru Dayah dan Imam;
57
F. Bidang Hukum, Keamanan, dan Ketertiban :
Untuk bidang hukum, keamanan, dan ketertiban, program-program prioritas
pembangunan adalah sebagai berikut :
1. Pelaksanaan Supremasi Hukum;
2. Pelaksanaan dan Penegakan Hak Asasi Manusia;
3. Peningkatan Pelayanan Hukum; dan
4. Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat
58
BAB IX. PENUTUP
Dokumen Perencanaan Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Kabupaten
Bireuen Tahun 2011 ini dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah, pelaku
usaha, dalam mewujudkan pembangunan yang merata, masyarakat sejahtera,
mandiri, mengentaskan kemiskinan, dan membuka keterisoliran daerah-daerah
terpencil yang kesemuanya itu untuk menuju Kabupaten Bireuen yang maju dan
mandiri.