dk4

6
ETIOLOGI Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan : 1. Intensitas kebisingan 2. Frekwensi kebisingan 3. Lamanya waktu pemaparan bising 4. Kerentanan individu 5. Jenis kelamin 6. Usia 7. Kelainan di telinga tengah DP : Yunita Andrina. 2003. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Umum Universitas Sumatera Utara. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan, pemeriksaan fisik dan otoskopi serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran seperti audiometri (7) I.1. Anamnesis Pernah bekerja atau sedang bekerja bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama biasanya lima tahun atau lebih. I.2. Pemeriksaan otoskopi Tidak ditemukan kelainan. I.3. Pemeriksaan audiologi

Upload: zakia-imani

Post on 12-Aug-2015

27 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

geag

TRANSCRIPT

Page 1: DK4

ETIOLOGI

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan :

1. Intensitas kebisingan

2. Frekwensi kebisingan

3. Lamanya waktu pemaparan bising

4. Kerentanan individu

5. Jenis kelamin

6. Usia

7. Kelainan di telinga tengah

DP : Yunita Andrina. 2003. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Bagian Bedah Fakultas

Kedokteran Umum Universitas Sumatera Utara.

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan, pemeriksaan fisik dan

otoskopi serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran seperti audiometri (7)

I.1. Anamnesis

Pernah bekerja atau sedang bekerja bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu

yang cukup lama biasanya lima tahun atau lebih.

I.2. Pemeriksaan otoskopi

Tidak ditemukan kelainan.

I.3. Pemeriksaan audiologi

Tes penala didapatkan hasil Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga yang

pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek dengan kesan tuli sensorineural.

I.4. Pemeriksaan audiometri nada murni

Gambaran audiogram menunjukkan tuli sensorineural pada frekuensi antara 3000-6000

Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik (notch) yang patognomonik untuk

jenis ketulian ini.

Page 2: DK4

Gambar 5. Audiogram gangguan pendengaran akibat bising (NIHL)

I.5. Pemeriksaan audiologi khusus

Seperti SISI (short increment sensitivity index), ABLB (alternate binaural loudness

balance), MLB (monoaural loudness balance), audiometric Bekesy, audiometri tutur

(speech audiometry), dimana hasil menunjukkan fenomena rekrutmen yang

patognomonik untuk tuli sensorineural koklea.

DP : Bashiruddin J, Soetirto I. Gangguan Pendengaran Akibat Bising (noise induced hearing

loss) dalam Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher, editor Soepardi I, et al. Edisi 6.

Jakarta : Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2008.

Page 3: DK4

Gangguan Pendengaran Jenis Konduktif

Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat mencapai telinga

dalam secara efektif. Ini disebabkan karena beberapa gangguan atau lesi pada kanal telinga luar,

rantai tulang pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra rotunda, dan tuba

auditiva. Pada bentuk yang murni (tanpa komplikasi) biasanya tidak ada kerusakan pada telinga

dalam, maupun jalur persyarafan pendengaran nervus vestibulokoklearis (N.VIII).

Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:

1. Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi telinga sebelumnya.

2. Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak dengan perubahan posisi

kepala.

3. Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau mendengung).

4. Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan suara lembut (soft voice)

khususnya pada penderita otosklerosis.

5. Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana ramai.

Menurut Lalwani, pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, dijumpai ada sekret dalam kanal telinga

luar, perforasi gendang telinga, ataupun keluarnya cairan dari telinga tengah. Kanal telinga luar

atau selaput gendang telinga tampak normal pada otosklerosis. Pada otosklerosis terdapat

gangguan pada rantai tulang pendengaran.

Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara

bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata yang mengandung nada rendah.

Melalui tes garputala dijumpai Rinne negatif. Dengan menggunakan garputala 250 Hz dijumpai

hantaran tulang lebih baik dari hantaran udara dan tes Weber didapati lateralisasi ke arah yang

sakit. Dengan menggunakan garputala 512 Hz, tes Scwabach didapati Schwabach memanjang

(Soepardi dan Iskandar, 2001).

Page 4: DK4

Gangguan Pendengaran Jenis Sensorineural

Gangguan pendengaran jenis sensorineural disebabkan oleh kelainan atau kerusakan pada koklea

(rumah siput), saraf pendengaran dan batang otak sehingga bunyi tidak dapat diproses

sebagaimana mestinya. Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversibel. Gejala yang

ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:

1. Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara percakapan penderita

biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti suasana yang tegang dibanding orang normal.

Perbedaan ini lebih jelas bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari penderita gangguan

pendengaran jenis hantaran, khususnya otosklerosis.

2. Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau percakapan dalam suasana

gaduh dibanding suasana sunyi.

3. Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat pemakaian obat-obat ototoksik,

ataupun penyakit sistemik sebelumnya.

Menurut Soetirto, Hendarmin dan Bashiruddin, pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, kanal

telinga luar maupun selaput gendang telinga tampak normal. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu

tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak lima meter dan

sukar mendengar kata-kata yang mengundang nada tinggi (huruf konsonan).

Pada tes garputala Rinne positif, hantaran udara lebih baik dari pada hantaran tulang. Tes Weber

ada lateralisasi ke arah telinga sehat. Tes Schwabach ada pemendekan hantaran tulang.

DP : Sukganti Supramaniam. 2010. Prevalensi Gangguan Pendengaran pada Siswa SMA Swasta

Raksana di Kota Medan Tahun 2010. Diunduh dari

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21550 pada 6 Maret 2013, pukul 19.38