diskusi mata kuliah gemar belajar perjanjian dan waris · pengertian hukum waris dalam kuhperdata...
TRANSCRIPT
Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016
1
Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar
Perjanjian dan Waris
Pembicara : 1. Betric Banjarnahor (2012)
: 2. Dian Prawiro Napitupulu (2013)
Pemateri : 1. Tioneni Sigiro (2014)
. 2. Waristo Ritonga (2014)
Moderator : Delvina Nova (2014)
A. Jenis-jenis Perjanjian
1. Jual Beli
Jual beli adalah suatu perjanjian timbal balik yang mana, pihak yang satu (si penjual) berjanji
untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya (si pembeli)
berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan
hak milik tersebut.
Unsur-unsur pokok dalam perjanian jual beli adalah barang dan harga, sesuai asas
konsesualisme (kesepakatan) yang menjiwai hukum perjanjian maka perjanjian jual beli akan
ada saat terjadinya atau tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga. Sifat konsesual dari
jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 BW yang berbunyi “jual beli dianggap sudah
terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan
harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”1.Sebagaimana
diketahui hukum perjanjian dari BW menganut asas konsensualisme, artinya ialah bahwa untuk
melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu sudah dilahirkan pada
saat atau detik tercapainya konsesus sebagaimana dimaksud diatas.
2. Tukar Menukar
Tukar-menukar adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya
untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal-balik sebagai gantinya suatu barang lain.
Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa
1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016
2
Perjanjian ini juga dikenal dengan nama “barter”. Segala apa yang dapat dijual, dapat juga
menjadi objek perjanjian tukar-menukar. Segala peraturan-peraturan tentang perjanjian jual-beli
juga berlaku terhadap perjanjian tukar-menukar (pasal 1546 BW)
Resiko dalam perjanjian tukar-menukar diatur dalam pasal 1545 yang berbunyi : “jika suatu
barangtertentu yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah diluar kesalahan pemiliknya, maka
persetujuan dianggap sebagai gugur dan siapa yang dari pihaknya telah memenuhi persetujuan,
dapat menuntut kembali barang yang ia telah berikan dalam tukar menukar”.
3. Sewa Menyewa
Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu
tertentu dan dengan pembayaran suatu hargayangoleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi
pembayarannya (pasal 1548 B.W) Sewa menyewa adalah suatu perjanjian konsensual.artinya ia
sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsure-unsur pokoknya, yaitu
barang dan harga. Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati
oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar “harga
sewa”. Pasal 1579 berbunyi: “pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewanya dngan
menyatakan hendak memaai sendiri barangnya yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan
sebelumnya”. Tentang harga sewa: kalau dalam jual beli harga harus berupa uang, karena kalau
berupa barang perjanjianyabukan jual-beli lagi tetapi menjadi tukar-menukar, tetapi dalam sewa-
menyewa tiadaklah menjadi keberatan bahwa harga sewa itu berupa barang atau jasa.
4. Sewa Beli
Sewa beli sebenarnya adalah suat macam jual beli, setidak-tidaknya ia lebih mendekati jual beli
daripada sewa menyewa, meskipun ia merupakan suatu campuran dari keduanya dan diberikan
judul “sewa menyewa”. Hakekat dari sewa beli adalah suatu macam perjanjian jual beli dimana
selama harga belum dibayar lunas maka si pembeli menjadi penyewa dahulu dari barang yang
ingin dibelinya.
5. Penitipan Barang
Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa
Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016
3
Penitipan pada umumnya dan berbagai macamnya
Penitipan adalah terjadi apabila seseorang menerima sesuatu barang darinorang lain, dengan
syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya. Mengenai
hal ini diatur dalam pasal 1694 B.W. menurut undang-undang ada dua macam penitipan barang
yaitu penitipan yang sejati dan sekestrasi.
Penitipan barang yang sejati
Penitipan barang yang sejati dianggap dibuat dengan Cuma-Cuma, jika tidak diperjanjikan
sebaliknya, sedangkan ia hanyandapat mengenai barang barang yang bergerak (psal 1696).
Sipenerima titipan barang tiadak diperbolehkan memakai barnang yang dititipkan untuk
keperluan sendiri tanpa izinnya orang yang menitipkan barang , yang dinyatakan dengan tegs
atau dipersangkakan, atas ancaman penggantian biaya, kerugian dan bunga jika ada alas an untuk
itu (pasal 1712)
Sekestrasi
Adalah penitipan barang tentang mana ada perselisihan, di tangannya seorang pihak ketiga yang
mengikatkan diri untuk, setelah perselisihan itu diputus, mengembalikan barang itu kepada siapa
yang akan dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya. Penitipan ini ada yang terjadi dengan
persetujuan dan ada pula yang dilakukan atas perintah hakim atau pengadilan. Mengenai hal ini
diatur dalam pasal 1730 – 1734
6. Pinjam Pakai
Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang
kepada pihak yagn lainnya untukdipakai dengan cuma-Cuma, dengan syarat bahwa yang
menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya suatu waktu tertentu, akan
mengembalikannya (pasal 1740). Dalam pinjam pakai, pihak yang meminjamkan tetap menjadi
pemilik dari barang yang dipinjamkan (pasal 1741). Segala apa yang dapat dipakai orang dan
Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa
Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016
4
tidak musnah karena pemakaian, dapat menjadi bahan perjanjian pinjam-pakai (pasal 1742).
Kewajiban peminjam
Peminjam diwajibkan menyimpan dan memelihara barang pinjaman itu sebagai seorang bapak
rumah yang baik dan tidak boleh memakainya guna suatu keperluan yang lain. Jika ia memakai
barangnya pinjaman guna suatu keperluan lain atau lebih lama dari yang diperbolehkan, maka
selain dari pada itu ia adalah bertanggung jawab atas musnahnya barangnyasekalipun musnahnya
barang itu disebabkan karena suatu kejadian yang sama sekali tidak di sengaja (pasal 1744). Jiak
barangnya pada waktu dipinjamkan, telah ditaksir harganya, maka musnahnya barang itu,
biarpun ini terjadi karena suatu kejadian yang tidak disengaja, adalah atas tanggungan si
peminjam, kecuali apabila telah diperjanjikan sebalknya(pasal 1746)
Kewajiban orang yang meminjamkan
Orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali barang yang dipinjamkan selainnya
setelah lewatnya waktu yang ditentukan, atau jika tidak ada ketentuan yang demikian, setelah
barangnya dipakai atau dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan (pasal 1750).
7. Pinjam Meminjam
Pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada
pihak yang lain suatu jumlah tertentu barangbarang yangmenghabis karena pemakaian, dengan
syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan
mutu yang sama pula (pasal 1754). Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam, pihak yang
menerima pinjaman menjadi pemilik dari barang yang dipinjam, dan jika barang itu musnah,
dengan cara bagaimanapun, maka kemusnahan itu adalah atas tanggungannya (pasal 1755)
Kewajban orang yang meminjamkan
Orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali apa yang telah dipinjamkannya sebelum
lewatnya waktu yang telah di tentukan dalam perjanjian (pasal 1759)
Kewajiban peminjam
Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa
Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016
5
Orang menerima pinjaman sesuatu diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan
yang sama dan pada waktu yang ditentukan (pasal 1763). Jka sipeminjam tidak mampu
mengembalikan barang yang dipinjamnya dalam jumalah dan keadaanyang sama maka ia
diwajibkan membayar harganya, dalam hal mana harus diperhatikan waktu dan tempat dimana
barangnya, menurut perjanjian, harus dikembalikan.
Meminjamkan dengan bunga
Dalam pasal 1765 menyatakan bahwa adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas
peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian.
8. Perjanjian Untung-Untungan
Adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun
bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Mengenai perjanjian
pertanggungan diatur dalam pasal 1774. Perjanjian untung-untungan,misalnya, Perjanjian
asuransi, pasal 1774 KUHPerdata2
Bunga cagak-hidup
Bunga cagak hidup dapat dilahirkan dengan suatu prjanjian atas beban, atau dengan suatu akte
hibah. Ada juga bunga cagak hidup itu diperoleh dengan wasiat. Suatu perjanjian atas beban
adalah perjanjian timbale balik dimana prestasi dari pihak yang satu adalah imbalan dari prestasi
pihak yang lain.
HUKUM WARIS (ERFRECHT)
1. Pengertian Hukum Waris
Hukum waris diatur dalam Buku II KUHPerdata yang berkaitan dengan kebendaan , yaitu pasal
830-1130. Di Dalam KUHPerdata, hukum waris diatur bersama-sama dengan hukum benda, hal
ini dikarenakan hukum waris dianggap sebagai suatu hak kebendaan, ahli ilmu hukum
berpendapat, penempatan hukum waris dalam buku II tidak tepat hal ini dikarenakan dalam
hukum waris yang beralih kepada ahli waris bukan hanya benda atau hak-hak kebendaan saja,
melainkan juga hutang piutang si pewaris, yaitu berupa hak-hak perseorangan yang lahir karena
perjanjian dengan demikian hukum waris erat kaitannya dengan buku I dan buku III oleh karena
itu harus ditempatkan dalam buku tersendiri.
2 Mariam Darus, Aneka Hukum Bisnis, Penerbit Alumni, 1994, hal 21
Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016
6
Selain dalam Buku II KUHPerdata, hukum waris juga diatur dalam Inpres No. 1 tahun 1991
tentang Kompilasi Hukum Islam. Adapun dalam masyarakat Indonesia juga berlaku ketentuan
waris adat yang sifatnya merupakan hukum tidak tertulis. Pengertian Hukum waris dalam
KUHPerdata tidak ditemukan, tetapi yang ada hanya berbagai konsepsi tentang pewarisan, orang
yang berhak dan tidak berhak menerima warisan, dan lainnya.
Dalam Kompilasi Hukum Islam terdapat pengertian hukum waris . Menurut Pasal 171
huruf a “ Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan
harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan
beberapa bagian masing-masing. Pengertian hukum waris dalam Kompilasi Hukum Islam
difokuskan pada ruang lingkup hukum kewarisan Islam saja. Adapun tujuan hukumwaris islam
adalah mengatur cara-cara membagi harta peninggalan agar dapat bermanfaat kepada ahli waris
secara adil dan baik. Untuk itu Islam tidak hanya memberikam warisan kepada pihak suami atau
istri saja tetapi juga dari kedua belah pihak baik garis ke atas, garis ke bawah, atau garis ke sisi.
Sehingga hukum waris Islam bersifat bilateral individual.
Dalam konteks hukum adat menurut Soepono, pengertian hukum waris adalah sekumpulan
hukum yang mengatur proses pengoperan dari satu generasi ke generasi selanjutnya
1. Pluralisme Hukum Waris di Indonesia
Perbedaan pokok antara hukum waris adat, islam dan barat
No. Hukum Waris Adat Hukum Waris Islam Hukum Waris Perdata
1. Bagian seorang pria dan
seorang wanita adalah sama
Bagian seorang pria adalah
dua kali bagian seorang
wanita
Bagian seorang pria dan
seorang wanita adalah
sama
Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa
Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016
7
2. Seorang anak angkat
mempunyai kedudukan yang
sama dengan anak sah dan di
dalam soal warisan juga
diperlakukan sama
Tidak dikenal pengangkatan
anak dengan segala akibatnya
itu
Seorang anak luar
kawin yang diakui oleh
Bapak atau Ibunya
mempunyai hak waris
tetapi berbeda dengan
anak sah
3. Seorang janda bukan waris,
tetapi berhak sebagai istri
untuk mendapat nafkah
seumur hidup
Seorang janda harus diberi
warisan harta peninggalan
suaminya
Seorang janda harus
diberi warisan harta
peninggalan suaminya
Hukum Waris Perdata
A. Cara Mendapatkan Waris Perdata
1. Melalui Testamen atau Surat Wasiat (pasal 899 BW)
Testamen ini merupakan yang paling utama atau yang harus didahulukan terlebih dahulu.
Artinya jika ada seorang yang meninggal (Pewaris), harus dilihat terlebih dahulu apakah Pewaris
tersebut meninggalkan Testamen/Surat Wasiat. Jika meninggalkan Testamen, maka harus
dijalankan terlebih dahulu Isi Testamen tersebut, selama isi Testamen tersebut tidak menyalahi
aturan-aturan di BW. Pada BW, terdapat bagian-bagian Ahli Waris tertentu yang dilindungi
bagiannya atau yang disebut dengan Legitimie Portie (Bagian Mutlak)¸ yaitu bagian-bagian yang
dimiliki oleh garis lurus ke atas, yaitu oranga tua dan garis lurus kebawah, yaitu Anak beserta
keturunannya, dimana semuanya itu disebut dengan Legitimaris.
2. Sistem Kewarisan menurut UU atau ab intestato (pasal 832 BW)
Jika pewaris tidak meninggalkan Testamen, maka dengan sendirinya Sistem Kewarisan menurut
BW akan berlaku.
Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa
Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016
8
B. Sifat Hukum Waris Perdata
1. Sistem pribadi
2. Sistem bilateral
3. Sistem perderajatan
C. Status Ahli Waris
1) Uit Eigen Hoofde
Ahli waris yang memperoleh warisan berdasarkan kedudukannya sendiri terhadap pewaris,
misalnya anak pewaris, istri/suami pewaris
2) Bij plaasvervulling
Ahli waris pengganti berhubung orang yang berhak mewaris telah meninggal dunia lebih dahulu
daripada pewaris. Contoh: seorang ayah meninggal lebih dahulu daripada kakek, maka anak-
anak ayah yang meninggal itu menggantikan kedudukan ayahnya sebagai ahli waris dari kakek.
D. Macam Golongan
1) Golongan I
Golongan ini terdiri suami/istri yang hidup terlama (Duda/Janda) beserta Anak dan keturunannya
kebawah tanpa batas.
2) Golongan II
Golongan ini terdiri dari Orang tua (Ayah dan/atau Ibu) dari pewaris beserta saudara dan
keturunannya sampai derajat ke 6.
3) Golongan III
Golongan ini terdiri dari keluarga sedarah menurut garis lurus ke atas, yaitu Kakek dan
Neneknya, baik dari garis ayah maupun dari garis ibu
4) Golongan IV
Golongan ini terdiri dari keluarga sedarah dalam garis kesamping yang lebih jauh, yaitu Paman
dan Bibinya baik dari garis Ayah dan garis Ibu, beserta keturunannya yang dibatasi sampai
derajat ke 6 (enam)
Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa
Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016
9
E. Penghitungan Hak Mewarisi Berdasarkan Undang-Undang
Penghitungan Golongan I
1) Pembagian Waris – Pasal 852 BW
a. Kepala Demi Kepala
Bagian Kepala Demi Kepala ini hanya dibagikan kepada Ahli waris yang bersifat Uit Eigen
Hoofde, dimana pembagiannya langsung dibagi secara rata untuk seluruh ahli warisnya.
Contoh: Jika pewaris meninggalkan satu orang istri dan 2 orang anak, maka masing-masing ahli
waris tersebut akan mendapat harta waris yang dibagi rata, yaitu masing-masing mendapatkan
1/3 bagian, karena terdapat total 3 ahli waris
b. Pancang Demi Pancang
Bagian Kepala Demi Kepala ini hanya dibagikan kepada Ahli waris yang bersifat Bij
plaasvervulling, yaitu kepada para keturunan yang menggantikan posisi ahli waris yang
seharusnya mendapatkan bagian tersebut dan pembagiannya dibagi per pancang.
2) Pasal 852a BW – Golongan I dengan 2 Perkawinan
– Ada 2 perkawinan, dimana Pewaris sebelum menikah dengan pasangannya, sudah mempunyai
anak dari perkawinan terdahulu.
– Bagian dari Pasangannya si Pewaris TIDAK BOLEH MELEBIHI bagian-bagian yang harus
diterima oleh anak-anaknya Pewaris. Oleh karena itu, pasangan baru dari pewaris atau
pasangannya yang dari perkawinan paling baru hanya dapat memperoleh bagian waris maksimal
¼ bagian.
KESIMPULAN UNTUK WARIS GOLONGAN I DENGAN 2 PERKAWINAN – 852A:
– Seorang Pasangan dari Pewaris akan mendapatkan bagiannya SEBESAR ¼ bagian, yang akan
dibagi terlebih dahulu, dengan kondisi mempunyai keturunan maksimal sebanyak 3 orang anak.
Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa
Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016
10
– Jika ternyata, Pewaris meninggalkan keturunannya lebih dari 3 orang, maka bagian dari
Pasangannya akan mendapatkan BAGIAN SAMA BESAR dengan para keturunannya, yang
mana penghitungan dilakukan dengan cara dibagi sama rata.
PENGHITUNGAN GOLONGAN II
1) Orang Tua Lengkap – Pasal 854 Bw
Pasal ini mengatur pembagian harta waris jika Pewaris tidak meninggalkan Pasangan dan
keturunannya, melainkan hanya meninggalkan orang tuanya yang keduanya masih hidup ((Ayah
& Ibu) dan saudara-saudaranya. Pasal ini terdiri dari 2 ayat yang mana mengatur pembagian HW
yang didasarkan dari jumlah saudara-saudaranya, yaitu: Jika Pewaris meninggalkan 1 orang
saudara dan kedua orang tuanya (Ayah & Ibu), maka masing-masing ahli waris tersebut, yaitu
ayah, ibu dan seorang saudara akan mendapat 1/3 bagian.
1.Pasal 854(b) BW: Kedua Orang Tua + 2 Saudara atau Lebih. Jika Pewaris meninggalkan 2
orang saudara atau lebih dan kedua orang tuanya (Ayah & Ibu), maka ayah dan ibunya masing-
masing akan mendapat ¼ bagian. Dan saudara-saudaranya akan mendapatkan bagian SISA dari
harta yang telah diambil untuk ayah dan ibu Pewaris.
2) Orang Tua Satu (Ayah Atau Ibu) – Pasal 855 Bw
Pasal ini mengatur pembagian harta waris jika Pewaris tidak meninggalkan Pasangan dan
keturunannya, melainkan hanya meninggalkan salah satu dari orang tuanya, yaitu Ayah atau
Ibunya dan saudara-saudaranya.
1. Pasal 855BW: 1 Orang Tua + 1 saudara
Jika Pewaris meninggalkan 1 orang saudara dan salah satu orang tuanya (Ayah atau Ibu), maka
Ayah atau Ibunya dan saudaranya masing-masing akan mendapat ½ bagian.
2. Pasal 855BW: 1 Orang Tua + 2 saudara
Jika Pewaris meninggalkan 2 orang saudara dan salah satu orang tuanya (Ayah atau Ibu), maka
ayah atau ibunya dan kedua saudaranya masing-masing akan mendapat 1/3 bagian.
Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa
Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016
11
3. Pasal 855BW: 1 Orang Tua + 3 saudara atau lebih
Jika Pewaris meninggalkan 3 orang saudara atau lebih dan salah satu orang tuanya (Ayah atau
Ibu), maka ayah atau ibunya akan mendapatkan dulu ¼ bagian. Dan saudara-saudaranya akan
mendapatkan bagian SISA dari harta yang telah diambil untuk ayah atau ibu Pewaris tersebut.
3) Orang Tua Tidak Ada, Hanya Saudara – Pasal 856 Bw
Pasal 856 BW ini mengatur pembagian harta waris jika Pewaris tidak meninggalkan Pasangan
dan keturunannya, serta kedua orang tuanya sudah meninggal. Maka, harta waris akan diberikan
seluruhnya kepada saudara-saudara pewaris dengan bagian sama besar.
4) Terdapat Ada 2 Perkawinan (Ada Saudara Tiri & Kandung) – Pasal 857 Bw
Pasal ini mengatur pembagian harta waris untuk Pewaris yang tidak meninggalkan Pasangan dan
keturunannya, dan juga terjadi perkawinan yang lebih dari satu perkawinan, yang berarti Pewaris
mempunyai saudara kandug maupun saudara tiri.
Poin-poin dari Pasal 857 BW ini adalah:
– Ada perkawinan 1 dan perkawinan 2
– Ada saudara kandung dan saudara tiri
– Pembagian Harta Waris harus DICLOVING dulu, yang artinya dibagi 2 (rata) antara bagian
dari garis Ayah dan Bagian dari Garis Ibu
– Saudara kandung mendapatkan bagian dari 2 sisi, yaitu garis ayah dan garis ibu
– Saudara Tiri hanya mendapat 1 bagian dari sisi saudara tiri tersebut berada
1. 2 Perkawinan Dan Orang Tua Tidak Ada – PASAL 856 jo 857 BW
Ketika Pewaris tidak mempunyai pasangan dan keturunan, serta tidak mempunyai kedua orang
tua yang sudah meninggal terlebih dahulu, hanya mempunyai beberapa saudara.
2. 2 Perkawinan + kedua Orang Tua – PASAL 854 jo 857 BW
Ketika Pewaris tidak mempunyai Pasangan dan Keturunan, tetapi masih mempunyai kedua orang
tuanya (Ayah dan Ibu) beserta saudara-saudaranya yang berjumlah lebih dari 2
Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa
Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016
12
PENGHITUNGAN GOLONGAN III – PASAL 853 BW
Pasal ini mengatur mengenai pembagian HW ketika Pewaris tidak mempunyai Pasangan dan
keturunan, juga tidak mempunyai kedua orang tuanya dan saudara. Maka, HW akan diberikan
kepada Golongan III, yaitu para kakek dan neneknya baik dari Garis Ayah dan Garis Ibu, yang
pembagian untuk masing-masing Garis Ayah dan Garis Ibu tersebut adalah sama rata
(DICLOVING). Dan jika Kakek Nenek dari salah satu Garis sudah tidak ada,maka bagian dari
garis tersebut akan diberikan seluruhnya ke Garis yang Kakek dan Neneknya (atau salah
satunya) masih ada.
PUTUSNYA HUBUNGAN WARIS – PASAL 831 BW
Pasal 831 BW menjelaskan bahwa jika terdapat kondisi Pewaris dan Ahli Warisnya atau yang
keduanya saling mewaris, meninggal secara bersamaan yang berarti tidak diketahui siapa yang
lebih dahulu meninggal diantara keduanya, maka hubungan waris diantara keduanya tersebut
akan menjadi putus dan menjadi tidak saling mewaris. AHLI WARIS TIDAK PATUT – PASAL
838 BW. Pasal 838 BW menjelaskan bahwa seseorang dapat menjadi tidak patut untuk menjadi
ahli waris jika:
Membunuh atau mencoba membunuh seseorang yang diharapkan menjadi pewaris
1. Telah dihukum oleh Hakim karena memfitnah seseorang yang meninggal telah
melakukan tindak kejahatan yang ancamannya lebih dari 5 tahun
2. Berusaha mencegah seseorang yang diharapkan menjadi pewaris untuk membuat atau
mencabut wasiatnya dengan suatu tindakan atau kekerasan
3. Menggelapkan, merusak dan memalsukan Surat Wasiat seseorang yang meninggal
Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa
Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016
13
Daftar Pustaka
Darus, mariam. Aneka Hukum Bisnis. 1994. Bandung: Penerbit Alumni
http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-risiko-definisi-dalam.html
https://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/aneka-perjanjian/
Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa