diskusi mata kuliah gemar belajar perjanjian dan waris · pengertian hukum waris dalam kuhperdata...

13
Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016 1 Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris Pembicara : 1. Betric Banjarnahor (2012) : 2. Dian Prawiro Napitupulu (2013) Pemateri : 1. Tioneni Sigiro (2014) . 2. Waristo Ritonga (2014) Moderator : Delvina Nova (2014) A. Jenis-jenis Perjanjian 1. Jual Beli Jual beli adalah suatu perjanjian timbal balik yang mana, pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Unsur-unsur pokok dalam perjanian jual beli adalah barang dan harga, sesuai asas konsesualisme (kesepakatan) yang menjiwai hukum perjanjian maka perjanjian jual beli akan ada saat terjadinya atau tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga. Sifat konsesual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 BW yang berbunyi “jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar” 1 .Sebagaimana diketahui hukum perjanjian dari BW menganut asas konsensualisme, artinya ialah bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsesus sebagaimana dimaksud diatas. 2. Tukar Menukar Tukar-menukar adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal-balik sebagai gantinya suatu barang lain. Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Upload: dohanh

Post on 03-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016

1

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar

Perjanjian dan Waris

Pembicara : 1. Betric Banjarnahor (2012)

: 2. Dian Prawiro Napitupulu (2013)

Pemateri : 1. Tioneni Sigiro (2014)

. 2. Waristo Ritonga (2014)

Moderator : Delvina Nova (2014)

A. Jenis-jenis Perjanjian

1. Jual Beli

Jual beli adalah suatu perjanjian timbal balik yang mana, pihak yang satu (si penjual) berjanji

untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya (si pembeli)

berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan

hak milik tersebut.

Unsur-unsur pokok dalam perjanian jual beli adalah barang dan harga, sesuai asas

konsesualisme (kesepakatan) yang menjiwai hukum perjanjian maka perjanjian jual beli akan

ada saat terjadinya atau tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga. Sifat konsesual dari

jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 BW yang berbunyi “jual beli dianggap sudah

terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan

harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”1.Sebagaimana

diketahui hukum perjanjian dari BW menganut asas konsensualisme, artinya ialah bahwa untuk

melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu sudah dilahirkan pada

saat atau detik tercapainya konsesus sebagaimana dimaksud diatas.

2. Tukar Menukar

Tukar-menukar adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya

untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal-balik sebagai gantinya suatu barang lain.

Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa

1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016

2

Perjanjian ini juga dikenal dengan nama “barter”. Segala apa yang dapat dijual, dapat juga

menjadi objek perjanjian tukar-menukar. Segala peraturan-peraturan tentang perjanjian jual-beli

juga berlaku terhadap perjanjian tukar-menukar (pasal 1546 BW)

Resiko dalam perjanjian tukar-menukar diatur dalam pasal 1545 yang berbunyi : “jika suatu

barangtertentu yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah diluar kesalahan pemiliknya, maka

persetujuan dianggap sebagai gugur dan siapa yang dari pihaknya telah memenuhi persetujuan,

dapat menuntut kembali barang yang ia telah berikan dalam tukar menukar”.

3. Sewa Menyewa

Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu

tertentu dan dengan pembayaran suatu hargayangoleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi

pembayarannya (pasal 1548 B.W) Sewa menyewa adalah suatu perjanjian konsensual.artinya ia

sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsure-unsur pokoknya, yaitu

barang dan harga. Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati

oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar “harga

sewa”. Pasal 1579 berbunyi: “pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewanya dngan

menyatakan hendak memaai sendiri barangnya yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan

sebelumnya”. Tentang harga sewa: kalau dalam jual beli harga harus berupa uang, karena kalau

berupa barang perjanjianyabukan jual-beli lagi tetapi menjadi tukar-menukar, tetapi dalam sewa-

menyewa tiadaklah menjadi keberatan bahwa harga sewa itu berupa barang atau jasa.

4. Sewa Beli

Sewa beli sebenarnya adalah suat macam jual beli, setidak-tidaknya ia lebih mendekati jual beli

daripada sewa menyewa, meskipun ia merupakan suatu campuran dari keduanya dan diberikan

judul “sewa menyewa”. Hakekat dari sewa beli adalah suatu macam perjanjian jual beli dimana

selama harga belum dibayar lunas maka si pembeli menjadi penyewa dahulu dari barang yang

ingin dibelinya.

5. Penitipan Barang

Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa

Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016

3

Penitipan pada umumnya dan berbagai macamnya

Penitipan adalah terjadi apabila seseorang menerima sesuatu barang darinorang lain, dengan

syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya. Mengenai

hal ini diatur dalam pasal 1694 B.W. menurut undang-undang ada dua macam penitipan barang

yaitu penitipan yang sejati dan sekestrasi.

Penitipan barang yang sejati

Penitipan barang yang sejati dianggap dibuat dengan Cuma-Cuma, jika tidak diperjanjikan

sebaliknya, sedangkan ia hanyandapat mengenai barang barang yang bergerak (psal 1696).

Sipenerima titipan barang tiadak diperbolehkan memakai barnang yang dititipkan untuk

keperluan sendiri tanpa izinnya orang yang menitipkan barang , yang dinyatakan dengan tegs

atau dipersangkakan, atas ancaman penggantian biaya, kerugian dan bunga jika ada alas an untuk

itu (pasal 1712)

Sekestrasi

Adalah penitipan barang tentang mana ada perselisihan, di tangannya seorang pihak ketiga yang

mengikatkan diri untuk, setelah perselisihan itu diputus, mengembalikan barang itu kepada siapa

yang akan dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya. Penitipan ini ada yang terjadi dengan

persetujuan dan ada pula yang dilakukan atas perintah hakim atau pengadilan. Mengenai hal ini

diatur dalam pasal 1730 – 1734

6. Pinjam Pakai

Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang

kepada pihak yagn lainnya untukdipakai dengan cuma-Cuma, dengan syarat bahwa yang

menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya suatu waktu tertentu, akan

mengembalikannya (pasal 1740). Dalam pinjam pakai, pihak yang meminjamkan tetap menjadi

pemilik dari barang yang dipinjamkan (pasal 1741). Segala apa yang dapat dipakai orang dan

Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa

Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016

4

tidak musnah karena pemakaian, dapat menjadi bahan perjanjian pinjam-pakai (pasal 1742).

Kewajiban peminjam

Peminjam diwajibkan menyimpan dan memelihara barang pinjaman itu sebagai seorang bapak

rumah yang baik dan tidak boleh memakainya guna suatu keperluan yang lain. Jika ia memakai

barangnya pinjaman guna suatu keperluan lain atau lebih lama dari yang diperbolehkan, maka

selain dari pada itu ia adalah bertanggung jawab atas musnahnya barangnyasekalipun musnahnya

barang itu disebabkan karena suatu kejadian yang sama sekali tidak di sengaja (pasal 1744). Jiak

barangnya pada waktu dipinjamkan, telah ditaksir harganya, maka musnahnya barang itu,

biarpun ini terjadi karena suatu kejadian yang tidak disengaja, adalah atas tanggungan si

peminjam, kecuali apabila telah diperjanjikan sebalknya(pasal 1746)

Kewajiban orang yang meminjamkan

Orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali barang yang dipinjamkan selainnya

setelah lewatnya waktu yang ditentukan, atau jika tidak ada ketentuan yang demikian, setelah

barangnya dipakai atau dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan (pasal 1750).

7. Pinjam Meminjam

Pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada

pihak yang lain suatu jumlah tertentu barangbarang yangmenghabis karena pemakaian, dengan

syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan

mutu yang sama pula (pasal 1754). Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam, pihak yang

menerima pinjaman menjadi pemilik dari barang yang dipinjam, dan jika barang itu musnah,

dengan cara bagaimanapun, maka kemusnahan itu adalah atas tanggungannya (pasal 1755)

Kewajban orang yang meminjamkan

Orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali apa yang telah dipinjamkannya sebelum

lewatnya waktu yang telah di tentukan dalam perjanjian (pasal 1759)

Kewajiban peminjam

Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa

Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016

5

Orang menerima pinjaman sesuatu diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan

yang sama dan pada waktu yang ditentukan (pasal 1763). Jka sipeminjam tidak mampu

mengembalikan barang yang dipinjamnya dalam jumalah dan keadaanyang sama maka ia

diwajibkan membayar harganya, dalam hal mana harus diperhatikan waktu dan tempat dimana

barangnya, menurut perjanjian, harus dikembalikan.

Meminjamkan dengan bunga

Dalam pasal 1765 menyatakan bahwa adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas

peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian.

8. Perjanjian Untung-Untungan

Adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun

bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Mengenai perjanjian

pertanggungan diatur dalam pasal 1774. Perjanjian untung-untungan,misalnya, Perjanjian

asuransi, pasal 1774 KUHPerdata2

Bunga cagak-hidup

Bunga cagak hidup dapat dilahirkan dengan suatu prjanjian atas beban, atau dengan suatu akte

hibah. Ada juga bunga cagak hidup itu diperoleh dengan wasiat. Suatu perjanjian atas beban

adalah perjanjian timbale balik dimana prestasi dari pihak yang satu adalah imbalan dari prestasi

pihak yang lain.

HUKUM WARIS (ERFRECHT)

1. Pengertian Hukum Waris

Hukum waris diatur dalam Buku II KUHPerdata yang berkaitan dengan kebendaan , yaitu pasal

830-1130. Di Dalam KUHPerdata, hukum waris diatur bersama-sama dengan hukum benda, hal

ini dikarenakan hukum waris dianggap sebagai suatu hak kebendaan, ahli ilmu hukum

berpendapat, penempatan hukum waris dalam buku II tidak tepat hal ini dikarenakan dalam

hukum waris yang beralih kepada ahli waris bukan hanya benda atau hak-hak kebendaan saja,

melainkan juga hutang piutang si pewaris, yaitu berupa hak-hak perseorangan yang lahir karena

perjanjian dengan demikian hukum waris erat kaitannya dengan buku I dan buku III oleh karena

itu harus ditempatkan dalam buku tersendiri.

2 Mariam Darus, Aneka Hukum Bisnis, Penerbit Alumni, 1994, hal 21

Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016

6

Selain dalam Buku II KUHPerdata, hukum waris juga diatur dalam Inpres No. 1 tahun 1991

tentang Kompilasi Hukum Islam. Adapun dalam masyarakat Indonesia juga berlaku ketentuan

waris adat yang sifatnya merupakan hukum tidak tertulis. Pengertian Hukum waris dalam

KUHPerdata tidak ditemukan, tetapi yang ada hanya berbagai konsepsi tentang pewarisan, orang

yang berhak dan tidak berhak menerima warisan, dan lainnya.

Dalam Kompilasi Hukum Islam terdapat pengertian hukum waris . Menurut Pasal 171

huruf a “ Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan

harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan

beberapa bagian masing-masing. Pengertian hukum waris dalam Kompilasi Hukum Islam

difokuskan pada ruang lingkup hukum kewarisan Islam saja. Adapun tujuan hukumwaris islam

adalah mengatur cara-cara membagi harta peninggalan agar dapat bermanfaat kepada ahli waris

secara adil dan baik. Untuk itu Islam tidak hanya memberikam warisan kepada pihak suami atau

istri saja tetapi juga dari kedua belah pihak baik garis ke atas, garis ke bawah, atau garis ke sisi.

Sehingga hukum waris Islam bersifat bilateral individual.

Dalam konteks hukum adat menurut Soepono, pengertian hukum waris adalah sekumpulan

hukum yang mengatur proses pengoperan dari satu generasi ke generasi selanjutnya

1. Pluralisme Hukum Waris di Indonesia

Perbedaan pokok antara hukum waris adat, islam dan barat

No. Hukum Waris Adat Hukum Waris Islam Hukum Waris Perdata

1. Bagian seorang pria dan

seorang wanita adalah sama

Bagian seorang pria adalah

dua kali bagian seorang

wanita

Bagian seorang pria dan

seorang wanita adalah

sama

Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa

Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016

7

2. Seorang anak angkat

mempunyai kedudukan yang

sama dengan anak sah dan di

dalam soal warisan juga

diperlakukan sama

Tidak dikenal pengangkatan

anak dengan segala akibatnya

itu

Seorang anak luar

kawin yang diakui oleh

Bapak atau Ibunya

mempunyai hak waris

tetapi berbeda dengan

anak sah

3. Seorang janda bukan waris,

tetapi berhak sebagai istri

untuk mendapat nafkah

seumur hidup

Seorang janda harus diberi

warisan harta peninggalan

suaminya

Seorang janda harus

diberi warisan harta

peninggalan suaminya

Hukum Waris Perdata

A. Cara Mendapatkan Waris Perdata

1. Melalui Testamen atau Surat Wasiat (pasal 899 BW)

Testamen ini merupakan yang paling utama atau yang harus didahulukan terlebih dahulu.

Artinya jika ada seorang yang meninggal (Pewaris), harus dilihat terlebih dahulu apakah Pewaris

tersebut meninggalkan Testamen/Surat Wasiat. Jika meninggalkan Testamen, maka harus

dijalankan terlebih dahulu Isi Testamen tersebut, selama isi Testamen tersebut tidak menyalahi

aturan-aturan di BW. Pada BW, terdapat bagian-bagian Ahli Waris tertentu yang dilindungi

bagiannya atau yang disebut dengan Legitimie Portie (Bagian Mutlak)¸ yaitu bagian-bagian yang

dimiliki oleh garis lurus ke atas, yaitu oranga tua dan garis lurus kebawah, yaitu Anak beserta

keturunannya, dimana semuanya itu disebut dengan Legitimaris.

2. Sistem Kewarisan menurut UU atau ab intestato (pasal 832 BW)

Jika pewaris tidak meninggalkan Testamen, maka dengan sendirinya Sistem Kewarisan menurut

BW akan berlaku.

Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa

Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016

8

B. Sifat Hukum Waris Perdata

1. Sistem pribadi

2. Sistem bilateral

3. Sistem perderajatan

C. Status Ahli Waris

1) Uit Eigen Hoofde

Ahli waris yang memperoleh warisan berdasarkan kedudukannya sendiri terhadap pewaris,

misalnya anak pewaris, istri/suami pewaris

2) Bij plaasvervulling

Ahli waris pengganti berhubung orang yang berhak mewaris telah meninggal dunia lebih dahulu

daripada pewaris. Contoh: seorang ayah meninggal lebih dahulu daripada kakek, maka anak-

anak ayah yang meninggal itu menggantikan kedudukan ayahnya sebagai ahli waris dari kakek.

D. Macam Golongan

1) Golongan I

Golongan ini terdiri suami/istri yang hidup terlama (Duda/Janda) beserta Anak dan keturunannya

kebawah tanpa batas.

2) Golongan II

Golongan ini terdiri dari Orang tua (Ayah dan/atau Ibu) dari pewaris beserta saudara dan

keturunannya sampai derajat ke 6.

3) Golongan III

Golongan ini terdiri dari keluarga sedarah menurut garis lurus ke atas, yaitu Kakek dan

Neneknya, baik dari garis ayah maupun dari garis ibu

4) Golongan IV

Golongan ini terdiri dari keluarga sedarah dalam garis kesamping yang lebih jauh, yaitu Paman

dan Bibinya baik dari garis Ayah dan garis Ibu, beserta keturunannya yang dibatasi sampai

derajat ke 6 (enam)

Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa

Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016

9

E. Penghitungan Hak Mewarisi Berdasarkan Undang-Undang

Penghitungan Golongan I

1) Pembagian Waris – Pasal 852 BW

a. Kepala Demi Kepala

Bagian Kepala Demi Kepala ini hanya dibagikan kepada Ahli waris yang bersifat Uit Eigen

Hoofde, dimana pembagiannya langsung dibagi secara rata untuk seluruh ahli warisnya.

Contoh: Jika pewaris meninggalkan satu orang istri dan 2 orang anak, maka masing-masing ahli

waris tersebut akan mendapat harta waris yang dibagi rata, yaitu masing-masing mendapatkan

1/3 bagian, karena terdapat total 3 ahli waris

b. Pancang Demi Pancang

Bagian Kepala Demi Kepala ini hanya dibagikan kepada Ahli waris yang bersifat Bij

plaasvervulling, yaitu kepada para keturunan yang menggantikan posisi ahli waris yang

seharusnya mendapatkan bagian tersebut dan pembagiannya dibagi per pancang.

2) Pasal 852a BW – Golongan I dengan 2 Perkawinan

– Ada 2 perkawinan, dimana Pewaris sebelum menikah dengan pasangannya, sudah mempunyai

anak dari perkawinan terdahulu.

– Bagian dari Pasangannya si Pewaris TIDAK BOLEH MELEBIHI bagian-bagian yang harus

diterima oleh anak-anaknya Pewaris. Oleh karena itu, pasangan baru dari pewaris atau

pasangannya yang dari perkawinan paling baru hanya dapat memperoleh bagian waris maksimal

¼ bagian.

KESIMPULAN UNTUK WARIS GOLONGAN I DENGAN 2 PERKAWINAN – 852A:

– Seorang Pasangan dari Pewaris akan mendapatkan bagiannya SEBESAR ¼ bagian, yang akan

dibagi terlebih dahulu, dengan kondisi mempunyai keturunan maksimal sebanyak 3 orang anak.

Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa

Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016

10

– Jika ternyata, Pewaris meninggalkan keturunannya lebih dari 3 orang, maka bagian dari

Pasangannya akan mendapatkan BAGIAN SAMA BESAR dengan para keturunannya, yang

mana penghitungan dilakukan dengan cara dibagi sama rata.

PENGHITUNGAN GOLONGAN II

1) Orang Tua Lengkap – Pasal 854 Bw

Pasal ini mengatur pembagian harta waris jika Pewaris tidak meninggalkan Pasangan dan

keturunannya, melainkan hanya meninggalkan orang tuanya yang keduanya masih hidup ((Ayah

& Ibu) dan saudara-saudaranya. Pasal ini terdiri dari 2 ayat yang mana mengatur pembagian HW

yang didasarkan dari jumlah saudara-saudaranya, yaitu: Jika Pewaris meninggalkan 1 orang

saudara dan kedua orang tuanya (Ayah & Ibu), maka masing-masing ahli waris tersebut, yaitu

ayah, ibu dan seorang saudara akan mendapat 1/3 bagian.

1.Pasal 854(b) BW: Kedua Orang Tua + 2 Saudara atau Lebih. Jika Pewaris meninggalkan 2

orang saudara atau lebih dan kedua orang tuanya (Ayah & Ibu), maka ayah dan ibunya masing-

masing akan mendapat ¼ bagian. Dan saudara-saudaranya akan mendapatkan bagian SISA dari

harta yang telah diambil untuk ayah dan ibu Pewaris.

2) Orang Tua Satu (Ayah Atau Ibu) – Pasal 855 Bw

Pasal ini mengatur pembagian harta waris jika Pewaris tidak meninggalkan Pasangan dan

keturunannya, melainkan hanya meninggalkan salah satu dari orang tuanya, yaitu Ayah atau

Ibunya dan saudara-saudaranya.

1. Pasal 855BW: 1 Orang Tua + 1 saudara

Jika Pewaris meninggalkan 1 orang saudara dan salah satu orang tuanya (Ayah atau Ibu), maka

Ayah atau Ibunya dan saudaranya masing-masing akan mendapat ½ bagian.

2. Pasal 855BW: 1 Orang Tua + 2 saudara

Jika Pewaris meninggalkan 2 orang saudara dan salah satu orang tuanya (Ayah atau Ibu), maka

ayah atau ibunya dan kedua saudaranya masing-masing akan mendapat 1/3 bagian.

Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa

Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016

11

3. Pasal 855BW: 1 Orang Tua + 3 saudara atau lebih

Jika Pewaris meninggalkan 3 orang saudara atau lebih dan salah satu orang tuanya (Ayah atau

Ibu), maka ayah atau ibunya akan mendapatkan dulu ¼ bagian. Dan saudara-saudaranya akan

mendapatkan bagian SISA dari harta yang telah diambil untuk ayah atau ibu Pewaris tersebut.

3) Orang Tua Tidak Ada, Hanya Saudara – Pasal 856 Bw

Pasal 856 BW ini mengatur pembagian harta waris jika Pewaris tidak meninggalkan Pasangan

dan keturunannya, serta kedua orang tuanya sudah meninggal. Maka, harta waris akan diberikan

seluruhnya kepada saudara-saudara pewaris dengan bagian sama besar.

4) Terdapat Ada 2 Perkawinan (Ada Saudara Tiri & Kandung) – Pasal 857 Bw

Pasal ini mengatur pembagian harta waris untuk Pewaris yang tidak meninggalkan Pasangan dan

keturunannya, dan juga terjadi perkawinan yang lebih dari satu perkawinan, yang berarti Pewaris

mempunyai saudara kandug maupun saudara tiri.

Poin-poin dari Pasal 857 BW ini adalah:

– Ada perkawinan 1 dan perkawinan 2

– Ada saudara kandung dan saudara tiri

– Pembagian Harta Waris harus DICLOVING dulu, yang artinya dibagi 2 (rata) antara bagian

dari garis Ayah dan Bagian dari Garis Ibu

– Saudara kandung mendapatkan bagian dari 2 sisi, yaitu garis ayah dan garis ibu

– Saudara Tiri hanya mendapat 1 bagian dari sisi saudara tiri tersebut berada

1. 2 Perkawinan Dan Orang Tua Tidak Ada – PASAL 856 jo 857 BW

Ketika Pewaris tidak mempunyai pasangan dan keturunan, serta tidak mempunyai kedua orang

tua yang sudah meninggal terlebih dahulu, hanya mempunyai beberapa saudara.

2. 2 Perkawinan + kedua Orang Tua – PASAL 854 jo 857 BW

Ketika Pewaris tidak mempunyai Pasangan dan Keturunan, tetapi masih mempunyai kedua orang

tuanya (Ayah dan Ibu) beserta saudara-saudaranya yang berjumlah lebih dari 2

Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa

Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016

12

PENGHITUNGAN GOLONGAN III – PASAL 853 BW

Pasal ini mengatur mengenai pembagian HW ketika Pewaris tidak mempunyai Pasangan dan

keturunan, juga tidak mempunyai kedua orang tuanya dan saudara. Maka, HW akan diberikan

kepada Golongan III, yaitu para kakek dan neneknya baik dari Garis Ayah dan Garis Ibu, yang

pembagian untuk masing-masing Garis Ayah dan Garis Ibu tersebut adalah sama rata

(DICLOVING). Dan jika Kakek Nenek dari salah satu Garis sudah tidak ada,maka bagian dari

garis tersebut akan diberikan seluruhnya ke Garis yang Kakek dan Neneknya (atau salah

satunya) masih ada.

PUTUSNYA HUBUNGAN WARIS – PASAL 831 BW

Pasal 831 BW menjelaskan bahwa jika terdapat kondisi Pewaris dan Ahli Warisnya atau yang

keduanya saling mewaris, meninggal secara bersamaan yang berarti tidak diketahui siapa yang

lebih dahulu meninggal diantara keduanya, maka hubungan waris diantara keduanya tersebut

akan menjadi putus dan menjadi tidak saling mewaris. AHLI WARIS TIDAK PATUT – PASAL

838 BW. Pasal 838 BW menjelaskan bahwa seseorang dapat menjadi tidak patut untuk menjadi

ahli waris jika:

Membunuh atau mencoba membunuh seseorang yang diharapkan menjadi pewaris

1. Telah dihukum oleh Hakim karena memfitnah seseorang yang meninggal telah

melakukan tindak kejahatan yang ancamannya lebih dari 5 tahun

2. Berusaha mencegah seseorang yang diharapkan menjadi pewaris untuk membuat atau

mencabut wasiatnya dengan suatu tindakan atau kekerasan

3. Menggelapkan, merusak dan memalsukan Surat Wasiat seseorang yang meninggal

Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa

Hukum Perdata Lanjutan Senin, 2 Mei 2016

13

Daftar Pustaka

Darus, mariam. Aneka Hukum Bisnis. 1994. Bandung: Penerbit Alumni

http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-risiko-definisi-dalam.html

https://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/aneka-perjanjian/

Koop BREEKT GEEN HUUR Jual Beli tidak memutuskan Sewa- menyewa