diktat bahan kuliah ilmu ukur tanah
DESCRIPTION
Bahan kuliah ilmu ukur tanah.TRANSCRIPT
-
DIKTAT BAHAN KULIAH
ILMU UKUR TANAH
SIP 612107 BOBOT 2(2 0) SEMESTER II
OLEH
YOHANNES NIP. 195204071986031001
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG
SEPTEMBER 2012
-
i
KATA PENGANTAR
Perencanaan dan perancangan teknik sipil yang berkaitan dengan keruangan bumi tentu memerlukan peta. Informasi akurat tentang geometri dan detail yang terdapat dalam sebuah peta sangat membantu seorang perancang memahami kondisi suatu proyek secara keseluruhan sehingga dia dapat menghasilkan rancang bangun yang tepat dan sesuai sasaran. Ilmu Ukur Tanah adalah ilmu terapan dalam bidang keteknik-sipilan yang salah satu tujuannya adalah untuk pembuatan peta. Oleh karena sarjana teknik sipil adalah pengguna peta, maka dia harus memahami dan menguasai bidang ilmu ini.
Diktat ini disusun sesuai dengan kurikulum 2012 bagi mahasiswa S1 Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung demi memudahkan pemahaman dalam perkuliahan, walaupun tidak menutup kemungkinan dipergunakan juga oleh para alumni atau teknisi yang berkepentingan dengan masalah Ilmu Ukur Tanah. Diktat ini berisi penjelasan mengenai konsep dasar pemetaan, penentuan koordinat horizontal, penentuan ketinggian, pemetaan situasi, pengukuran profil, dan perhitungan luas dan volume, disertai tuntunan praktis dalam contoh-contoh perhitungan. Rumus-rumus yang ditampilkan tidak diuraikan penjabarannya secara rinci namun hanya dibahas penggunaannya saja. Oleh karena itu, jika ingin mempelajari Matematika lebih mendalam, dianjurkan mempelajari buku teks lainnya.
Terima kasih penulis sampaikan kepada para rekan dosen dan mahasiswa yang memberi saran dan kritik demi penyempurnaan buku ini. Semoga diktat ini bermanfaat.
Bandarlampung, 25 September 2012 Penulis,
Yohannes
-
ii
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii DAFTAR GAMBAR iv Bab I Dasar Pemetaan 1.1 Pengertian Peta 1
1.1.1 Definisi Peta 1 1.1.2 Skala Peta 2 1.1.3 Isi Peta 2
1.2 Unsur Pokok Pengukuran 3 1.2.1 Kuadran 3 1.2.2 Sudut 3 1.2.3 Azimut Garis 7 1.2.4 Jarak 8 Tugas Mandiri Bab I 10
BAB II Penentuan Koordinat Horizontal 2.1 Sistem Koordinat Horizontal 11
2.1.1 Sistem Koordinat Kartesian 11 2.1.2 Sistem Koordinat Kutub 11 2.1.3 Transformasi Koordinat Kutub ke Kartesian .... 12 2.1.4 Transformasi Koordinat Kartesian ke Kutub .... 12
2.2 Metode Penentuan Koordinat 13 2.2.1 Pemotongan Kemuka 14 2.2.2 Poligon 15
A. Poligon Terbuka 15 B. Poligon Tertutup .... 19
Tugas Mandiri Bab II 22 BAB III Penentuan Ketinggian 3.1 Pendahuluan 23 3.2 Metode Barometris .... 23 3.3 Metode Trigonometris ... 24 3.4 Metode Waterpasing ... 25
Tugas Mandiri Bab III 28 BAB IV Pemetaan Situasi 4.1. Pendahuluan 29 4.2. Ketelitian Peta 29
4.2.1 Ketelitian Geometris 29 4.2.2 Ketelitian Tampakan 29
4.3. Pengukuran Pemetaan Situasi .......... 30 4.3.1 Persiapan 30 4.3.2 Pengukuran Kerangka Horizontal 30 4.3.3 Pengukuran Kerangka Vertikal 31 4.3.4 Pengukuran Titik Detail 32
4.4. Penggambaran Pemetaan Situasi .. 33 4.5. Penggambaran Garis Kontur ............................................................... 34 4.6. Editing dan Kartografi ............................................................... 34 4.7. Verifikasi Lapangan ............................................................... 34
-
iii
BAB V Profil Memanjang dan Melintang 5.1 Pengertian 35 5.2 Profil Memanjang 35
5.2.1 Pengukuran Profil Memanjang .... 36 5.2.2 Perhitungan Profil Memanjang ....... 37 5.2.3 Penggambaran Profil Memanjang ....... 37
5.3 Profil Melintang 38 5.3.1 Pengukuran Profil Melintang 38 5.3.2 Perhitungan Profil Melintang 38 5.3.3 Penggambaran Profil Melintang 39
BAB VI Luas dan Volume 6.1 Penentuan Luas 40
6.1.1 Metode Segitiga 40 6.1.2 Metode Koordinat 41
6.2 Penentuan Volume . ................................................. 43 6.2.1 Metode End Area 43 6.2.2 Metode Prismoida 43
Sumber Pustaka ....................... 44
-
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.1 Peta Garis dan Peta Citra . 1 Gambar 1.2 Peta DTM 3 Dimensi 2 Gambar 1.3 Skala Garis 2 Gambar 1.4 Kuadran Sudut 3 Gambar 1.5 Jenis Sudut .... 3 Gambar 1.6 Satuan Sudut 4 Gambar 1.7 Busur Lingkaran 4 Gambar 1.8 Sudut Horizontal 5 Gambar 1.9 Besar Sudut Horizontal 5 Gambar 1.10 Sudut Vertikal 6 Gambar 1.11 Jenis Sudut Vertikal 6 Gambar 1.12 Jenis Teodolit 6 Gambar 1.13 Azimut Garis ...................... 7 Gambar 1.14 Relasi Azimut dan Sudut 7 Gambar 1.15 Azimut Berlawanan Arah ................ 8 Gambar 1.16 Azimut Dua Garis Bersebelahan ... 8 Gambar 1.17 Jarak Datar dan Jarak Miring . 8 Gambar 1.18 EDM pada Teodolit ................ 9 Gambar 2.1 Sistem Koordinat Kartesian 11 Gambar 2.2 Sistem Koordinat Kutub ............... 11 Gambar 2.3 Korelasi Koordinat Kutub dan Kartesian .... 12 Gambar 2.4 Penentuan Azimut Berdasarkan Kuadran ............. 13 Gambar 2.5 Pemotongan Kemuka 14 Gambar 2.6 Poligon Terbuka Terikat Sempurna .......... 16 Gambar 2.7 Syarat Absis Poligon 16 Gambar 2.8 Poligon Tertutup 19 Gambar 2.9 Hitungan dengan Excel . .......... 21 Gambar 3.1 Tinggi Titik terhadap Bidang Acuan . 23 Gambar 3.2 Altimeter Manual 23 Gambar 3.3 Metode Trigonometri 24 Gambar 3.4 Pembacaan Rambu 24 Gambar 3.5 Tinggi Alat 24 Gambar 3.6 Alat Waterpas 25 Gambar 3.7 Pengukuran Waterpasing 25 Gambar 3.8 Waterpas di Tengah 26 Gambar 3.9 Waterpas di Atas Titik 27 Gambar 3.10 Waterpas di Luar Titik 27 Gambar 3.11 Waterpas Resiprok 27 Gambar 4.1 Poligon Utama dan Cabang 30 Gambar 4.2 Poligon Cabang Terikat Sempurna 31 Gambar 4.3 Pengukuran Pergi-Pulang 32 Gambar 4.4 Pengukuran Double-Stand 32 Gambar 4.5 Pengukuran Detail 32 Gambar 4.6 Koordinat dan Tinggi Detail 33
-
v
Halaman Gambar 5.1 Sketsa Profil 35 Gambar 5.2 Penentuan Titik Sesuai Permukaan 35 Gambar 5.3 Penentuan Titik Berdasarkan Interval Jarak 36 Gambar 5.4 Pengukuran Profil Memanjang 36 Gambar 5.5 Tinggi Patok 36 Gambar 5.6 Gambar Profil Memanjang 38 Gambar 5.7 Pengukuran Profil Melintang 38 Gambar 6.1 Penentuan Luas ABCDE .. 40 Gambar 6.2 Luas Berdasarkan Alas dan Tinggi ... 40 Gambar 6.3 Luas Berdasarkan Sudut dan Sisi . 40 Gambar 6.4 Luas Metode Koordinat . 41 Gambar 6.5 Perkalian Silang .... 42 Gambar 6.6 Metode End Area . 43 Gambar 6.7 Metode Prismoida . 44
-
1.1 Pengertian Peta
1.1.1 Definisi peta: Peta adalah gambaran sebagian atau seluruh permukaan bumi yang diproyeksikan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu disertai keterangan, simbol, anotasi, dan arah utara
Berdasarkan skalanya peta dibedakan atasa. Peta Ikhtisar atau Peta Skala Kecb. Peta Topografis atau Peta Skala Sedang dengan skala 1: 25.000 sd 1:50.000c. Peta Teknis atau Peta Skala Besar atau Peta Detail dengan skala 1:100 sd 1:10.000
Berdasarkan format datanya, pa. Peta Garis atau Peta Vektor, yaitu peta yang dibuat dengan menarik garis atau mendigit titik
utama maupun titik detailb. Peta Citra atau Peta Raster, yaitu peta yang dibuat melalui rekaman citra atau
Formatnya berbentuk piksel. Peta ini d
1
BAB I DASAR PEMETAAN
Peta adalah gambaran sebagian atau seluruh permukaan bumi yang diproyeksikan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu disertai keterangan, simbol, anotasi, dan arah utara
Berdasarkan skalanya peta dibedakan atas a. Peta Ikhtisar atau Peta Skala Kecil dengan skala < 1:100.000 b. Peta Topografis atau Peta Skala Sedang dengan skala 1: 25.000 sd 1:50.000c. Peta Teknis atau Peta Skala Besar atau Peta Detail dengan skala 1:100 sd 1:10.000
Berdasarkan format datanya, peta dapat dibedakan atas: Peta Garis atau Peta Vektor, yaitu peta yang dibuat dengan menarik garis atau mendigit titik
detail b. Peta Citra atau Peta Raster, yaitu peta yang dibuat melalui rekaman citra atau
Formatnya berbentuk piksel. Peta ini dapat diolah menjadi DTM (Digital Terrain Model)
a. Peta Garis Propinsi Lampung
b. Peta Citra Satelit Landsat
Gambar. 1.1 Peta Garis dan Peta Citra
Daerah Tulang Bawang
Peta adalah gambaran sebagian atau seluruh permukaan bumi yang diproyeksikan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu disertai keterangan, simbol, anotasi, dan arah utara
b. Peta Topografis atau Peta Skala Sedang dengan skala 1: 25.000 sd 1:50.000 c. Peta Teknis atau Peta Skala Besar atau Peta Detail dengan skala 1:100 sd 1:10.000
Peta Garis atau Peta Vektor, yaitu peta yang dibuat dengan menarik garis atau mendigit titik
b. Peta Citra atau Peta Raster, yaitu peta yang dibuat melalui rekaman citra atau hasil scanning. apat diolah menjadi DTM (Digital Terrain Model)
Daerah Tulang Bawang
-
a. Peta DTM Australia
1.1.2 Skala peta adalah perbandingan antara jarak di peta dan jarak sebenarnya di bumi Skala peta dibedakan atas a. Skala angka atau skala numerik
Bentuk penulisan skala ini merupakan peta sama dengan 100.000 cmdidapatkan bahwa untuk peta berskala 1:100.000, setiap jarak 1 cm di peta mewakili jarak 1 km di lapangan. Sebaliknya jika jarak di lapangamengalikan jarak 100 m dengan 1:100.000. Diperoleh 100 m x (1: 100.000) = 100 m : 100.000 = 0,001 m = 1 mm.
b Skala garis atau skala grafisSkala garis digambarkanakan digambar garis 1 cm yang diberi nilai 100 m
1.1.3 Isi Peta Setiap peta berisikan informasi bagi para pengguna dalam bentuk a. Informasi Kuantitatif : berisi informasi mengenai data ukuran seperti koordinat a
jarak antara titik, besar b. Informasi Kualitatif: berisi informasi mengenai
- Detail buatan manusiatutupan lahan, dll
- Detail alamiah: sungai, danau, rawa,
2
a. Peta DTM Australia b. Peta Citra Radar Gn. JayawijayaGambar. 1.2 Peta DTM 3 Dimensi
adalah perbandingan antara jarak di peta dan jarak sebenarnya di bumi Skala peta dibedakan atas
Skala angka atau skala numerik Bentuk penulisan skala ini merupakan perbandingan angka misal 1: 100.000peta sama dengan 100.000 cm di lapangan. Karna 100.000 cm = 1.000 m = 1 km didapatkan bahwa untuk peta berskala 1:100.000, setiap jarak 1 cm di peta mewakili jarak 1 km
jika jarak di lapangan 100 m maka dapat ditentukan jarak di peta dengan mengalikan jarak 100 m dengan 1:100.000. Diperoleh 100 m x (1: 100.000) = 100 m : 100.000
aris atau skala grafis gambarkan dalam bentuk perbandingan nilai garis misal
garis 1 cm yang diberi nilai 100 m (lihat gambar)
Gambar. 1.3 Skala Garis
Setiap peta berisikan informasi bagi para pengguna dalam bentuk : berisi informasi mengenai data ukuran seperti koordinat a
besar sudut, arah garis, azimut garis, tinggi titik, kemiringan: berisi informasi mengenai gambar detail peta, dibedakan atas
Detail buatan manusia: misalnya jalan, saluran irigasi, bangunan, jembatan, batas
: sungai, danau, rawa, pantai, kontur, dll
0
0
2 2 cm
200 400 m
Gn. Jayawijaya
adalah perbandingan antara jarak di peta dan jarak sebenarnya di bumi
misal 1: 100.000. Artinya 1 cm di = 1.000 m = 1 km maka
didapatkan bahwa untuk peta berskala 1:100.000, setiap jarak 1 cm di peta mewakili jarak 1 km
maka dapat ditentukan jarak di peta dengan mengalikan jarak 100 m dengan 1:100.000. Diperoleh 100 m x (1: 100.000) = 100 m : 100.000
dalam bentuk perbandingan nilai garis misal untuk skala 1:10.000
Setiap peta berisikan informasi bagi para pengguna dalam bentuk : berisi informasi mengenai data ukuran seperti koordinat atau posisi titik,
, kemiringan lereng, dll. peta, dibedakan atas
jembatan, batas wilayah,
-
3
Diskusi: a. Menggunakan atlas, anda bisa mendapatkan peta seluruh Indonesia, bahkan dunia. Mengapa masih
diperlukan pembuatan peta untuk berbagai hal? b. Dapatkah perancangan jembatan dengan bentang 30 meter dilakukan menggunakan peta topografi
1:50.000? Berikan alasan anda? c. Bagaimanakah teknik memetakan suatu daerah seluas 100.000 ha dengan skala 1:5.000. Jelaskan. d. Peta tematik adalah peta yang menyajikan data untuk suatu tema tertentu, misalnya peta curah hujan,
peta tutupan lahan, peta kependudukan, dll. Berikan 5 contoh peta tematik lainnya.
1.2 Unsur Pokok Pengukuran
1.2.1 Kuadran : adalah seperempat bagian dari suatu lingkaran. Pembagian ini sangat penting karena karakteristik setiap kuadran spesifik. Urutan penomoran kuadran dalam Ilmu Ukur Tanah berbeda dengan Matematika. Dalam Ilmu Ukur Tanah, ukuran sudut dmulai dari arah utara, berputar searah jarum jam dan kembali lagi ke arah utara semula. Mengapa demikian? Karena orientasi suatu peta mengacu pada arah Utara yang dapat diukur menggunakan kompas atau teodolit bermagnet.
a. Sistem Kuadran Ilmu Ukur Tanah b. Sistem Kuadran Matematika
Gambar. 1.4 Kuadran Sudut
1.2.2 Sudut adalah besar rentangan yang diapit oleh dua garis. Alat pengukur sudut disebut teodolit Berdasarkan besar sudutnya, sudut dibedakan atas a. Sudut Lancip jika besar sudut < 90o b. Sudut Siku jika besar sudut = 90o c. Sugut Tumpul jika besar sudut > 90o
a. Sudut Lancip b. Sudut Siku c. Sudut Tumpul
Gambar 1.5 Jenis Sudut
270o Barat 90o Timur
180o Selatan
0o Utara
Kuadran I
Kuadran II Kuadran III
Kuadran IV 180o 0o
270o
90o
Kuadran I
Kuadran IV Kuadran III
Kuadran II
A
B C Sudut B < 90o
A
B C Sudut B = 90o
A
B C Sudut B > 90o
-
4
Satuan sudut Berdasarkan satuannya, sudut dibedakan atas: a. Satuan Derajat (Degree) : Disebut juga sistem Seksagesimal. Dalam sistem satuan sudut ini,
satu lingkaran dibagi menjadi 360 derajat, 1 derajat dibagi menjadi 60 menit, dan 1 menit dibagi menjadi 60 detik. Ditulis 1 lingkaran = 360o, 1o = 60, dan 1 = 60.
b. Satuan Grade : Disebut juga sistem Sentisimal. Dalam sistem satuan sudut ini, satu lingkaran dibagi menjadi 400 grade, 1 grade dibagi menjadi 100 centigrade, dan 1 centigrade dibagi menjadi 100 centi-centigrade. Ditulis 1 lingkaran = 400g, 1g = 100cg, dan 1cg = 100cc
Satuan ini sudah jarang digunakan.. c. Satuan Radian : Besarnya satuan ini diperoleh dengan membagi panjang busur lingkaran
dengan panjang diameternya. Besar sudut satu lingkaran = 2 radian.
Jadi 1 radian = R2lingkaranKeliling
atau keliling lingkaran = 2 R
Catatan : Menghitung fungsi trigonometri, seperti fungsi sinus, cosinus, dll di komputer, umumnya harus menggunakan satuan radian bukan satuan derajat.
a. Satuan Sudut Derajat b. Satuan Sudut Grade c. Satuan Sudut Radian Gambar 1.6 Satuan Sudut
Menghitung Panjang Busur Lingkaran Diketahui: = Sudut busur lingkaran dalam satuan derajat R = Jari-jari busur lingkaran L = Panjang busur lingkaran dalam satuan meter
Gambar 1.7 Busur Lingkaran
Karena o360
=
R2Lpi
maka L = o360
2R
Contoh: Diketahui besar sudut suatu busur lingkaran = 27o 11 34. Jari-jari busur lingkaran R = 500 meter. Tentukan panjang busur L Jawab :
Panjang busur L = o360
2R = o
o
360"34'1127 2 500 = 237,302 meter
270o 90o
180o
0o= 360o
1.5 0.5
0 = 2
300g 100g
200g
0g = 400g
L R
R
-
5
Berdasarkan posisinya, sudut dibedakan atas a. Sudut Horizontal atau Sudut Mendatar
Pengukuran sudut dilakukan dengan menggunakan piringan sudut yang dipasang mendatar pada teodolit. Besar sudut diperoleh berdasarkan selisih pembacaan arah garis pengapit sudut.
Gambar 1.8 Sudut Horizontal
Alat pengukur sudut diletakkan di atas titik Q. Bacaan ketika teropong diarahkan dari Q ke P disebut arah QP, bacaan ketika teropong diarahkan dari Q ke R disebut arah QR
Sudut lancip Q = arah QR arah QP Sudut tumpul Q = arah QP arah QR Sudut lancip Q + Sudut tumpul Q = 360o
Gambar 1.9 Besar Sudut Horizontal
Contoh : Alat pengukur sudut, yaitu teodolit, didirikan di Q, teropong diarahkan ke R, diperoleh arah QR = 60o 10 10. Lalu teropong diarahkan ke P, diperoleh arah QP = 130o 50 40, maka Sudut lancip Q = 130o 50 40 60o 10 10 = 70o 40 30 Sudut tumpul Q = 60o 10 10 130o 50 40 = 70o 40 30 karena nilainya negatif maka sudut itu harus ditambah 360o maka sudut tumpul Q = 70o 40 30 + 360o = 289o 19 30
Catatan : a. Dalam setiap pengukuran sudut mendatar, pengukuran tersebut harus dilakukan minimal
dua kali yaitu dengan cara pengukuran sudut biasa dan luar biasa b. Pada alat ukur digital modern, angka arah suatu garis tertentu dapat disetel menjadi nol.
.Misalnya pada contoh di atas, arah sudut mendatar QP = 130o 50 40, disetel menjadi angka 0o 0 0 sehingga untuk mendapatkan sudut Q cukup membaca arah QR saja.
b. Sudut Vertikal atau Sudut Tegak Pengukuran sudut vertikal dilakukan dengan menggunakan piringan sudut yang dipasang vertikal pada teodolit. Hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan teodolit adalah bahwa acuan sudut vertikal 0o tergantung pada karakteristik alat. Ada teodolit yang sudut 0o-nya mengarah pada garis mendatar, sudut itu disebut sudut heling, ada juga teodolit yang sudut 0o-nya mengarah pada garis vertikal, sudut itu disebut sudut zenit. Perbedaan karakteristik sudut vertikal ini akan membedakan pula rumus perhitungannya. Bila salah dalam memilih rumus maka tentu akan menimbulkan kesalahan perhitungan.
P
Q R
P Q
R
Garis Vertikal
Bidang Mendatar
Sudut Mendatar Piringan Sudut
Mendatar
-
6
Gambar 1.10 Sudut Vertikal
sudut heling : pengukuran sudut vertikal disebut sudut heling jika alat ukur sudut vertikal menggunakan acuan nol pada garis mendatar. Karena acuan nol mengarah pada garis mendatar maka ketika teropong mengarah ke atas, nilai sudutnya menjadi positip. Sudut itu disebut sudut elevasi. Ketika teropong mengarah ke bawah nilai sudutnya menjadi negatip. Sudut itu disebut sudut depresi. Nilai sudut elevasi adalah dari 0o sampai 90o, dan nilai sudut depresi adalah 0o sampai 90o. sudut zenit : pengukuran sudut vertikal disebut sudut zenit jika alat ukur sudut vertikal menggunakan acuan nol pada garis tegak. Karena acuan nol mengarah pada garis tegak maka ketika teropong mengarah ke atas nilai sudutnya antara 0o sampai 90o, dan ketika teropong mengarah ke bawah nilai sudutnya antara 90o sampai 180o. Keuntungan penggunaan sudut zenit ini adalah tidak adanya sudut negatip. Hal itu akan menghindari kesalahan akibat kesalahan tidak dilakukannya pencatatan tanda negatip.
Gambar. 1.11 Jenis Sudut Vertikal
Teodolit Manual Teodolit Digital Total Station Gambar. 1.12 Jenis Teodolit
0o 0o
90o
90o
Garis Datar
Garis Vertikal
Sudut Elevasi
Sudut Depresi
90o 90o
180o
0o
Garis Datar
Garis Vertikal
Sudut Zenit
Sudut Zenit
Nol Vertikal
Bidang Mendatar
Nol Mendatar
Arah teropong ke atas
Arah teropong ke bawah
Piringan Sudut Vertikal
-
7
Diskusi a. Pada awal pembuatan alat teodolit, sistem sudut vertikal adalah sudut helling. Lalu diproduksi teodolit
menggunakan sudut zenit. Apa tujuannya? Mengapa sudut minus berusaha dihindari? b. Jika anda diberikan suatu teodolit, bagaimana anda mengetahui bahwa sudut vertikalnya adalah
sudut helling atau sudut zenit? c. Dalam pengukuran sudut datar, mengapa harus mengamat arah terlebih dulu? Mengapa tidak
langsung mengukur sudut?
1.2.3 Azimut garis adalah besar sudut datar yang diukur berdasarkan acuan arah utara berputar searah jarum jam sampai ke garis tersebut. Umumnya diberi simbol . Jika azimut itu untuk menyatakan garis AB maka diberi simbol AB. Jika pengukuran azimut dari titik B ke A maka diberi simbol BA. Besar azimut mulai dari 0o (mengarah ke utara) sampai dengan 360o (kembali mengarah ke utara). Alat pengukur azimut adalah kompas
Gambar. 1.13 Azimut Garis.
Relasi Antara Azimut dan Sudut Data yang diperlukan dalam perhitungan koordinat titik kontrol adalah data azimut, namun di lapangan, data yang diukur kebanyakan adalah data sudut, dengan dua alasan utama, yaitu (a). Tidak semua teodolit mempunyai kompas, dan (b). Pengamatan arah utara kurang akurat sebab utara tidak berupa titik yang jelas, jadi
pengukuran sudut antara dua garis lebih akurat dibandingkan pengukuran azimut Oleh karena itu diperlukan adanya relasi antara data azimut dan data sudut, sehingga data sudut dapat dikonversi menjadi data azimut
Azimut garis PA = PA Sudut APB = SAPB Sudut BPC = SBPC maka Azimut garis PB = PB = PA + SAPB
Azimut garis PC = PC = PA + SAPB + SBPC
Misal: PA = 76o 27 46, SAPB = 34o 51 03, SBPC = 77o 05 44,
. maka PB = 76o 27 46 + 34o 51 03 = 111o 18 49, dan AD = 111o 18 49 + 77o 05 44 = 188o 24 33
Gambar. 1.14 Relasi Azimut dan Sudut
A
B AB
Utara
Azimut dari utara ke garis AB
P
A PA
Utara
SAPB B
C
SBPC
-
8
Relasi Antara Azimut Berlawanan Arah
Dari gambar di samping dapat dirumuskan:
BA = AB + 180o untuk 0o AB 360o Catatan : Jika BA > 360o maka nilai tersebut harus dikurangi 360o
Gambar. 1.15 Azimut Berlawanan Arah
Misal : a. Jika AB = 61o 12 10 maka BA = 61o 12 10 + 180o = 241o 12 10 b. Jika AB = 191o 12 10 maka BA = 191o 12 10 + 180o = 371o 12 10 Karena nilai BA > 360o maka BA = 371o 12 10 360o = 11o 12 10
Menghitung Azimut Dua Garis Bersebelahan
Dari gambar 1.15 dapat dirumuskan
BC = AB + SB 180o
Gambar. 1.16 Azimut Dua Garis Bersebelahan
Contoh: Diketahui: Azimut AB = 72o 10 14 Sudut SB = 215o 32 07 Hitung: Azimut BC Jawab:
azimut BC = 72o 10 14 + 215o 32 07 180o = 107o 42 21
1.2.4 Jarak adalah rentangan atau panjang dari satu titik ke titik lainnya. Dalam Ilomu Ukur Tanah, jarak yang ditentukan adalah jarak datar, bukan jarak miring. Jika diperoleh jarak miring, maka jarak itu harus diproyeksikan menjadi jarak datar.
Gambar. 1.17 Jarak Datar dan Jarak Miring
Metode Pengukuran Jarak Pengukuran jarak dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun ada 3 cara pengukuran jarak yang lazim digunakan dalam Ilmu Ukur Tanah, yaitu:
Utara
Utara
A
B AB
AB
BA 180o
Utara
Utara
A
B AB
AB
BC SB
C
Utara
A B AB SB
C
Jarak Datar
Jarak Miring P
Q
-
9
a. Pengukuran jarak langsung : Pengukuran jarak dari A ke B menggunakan meteran atau pita ukur. Pita ukur direntangkan dengan tegangan secukupnya, sehingga lurus (tidak melengkung). Jika jarak yang diukur melebihi panjang pita ukur, maka pengukuran jarak harus dilakukan secara bertahap.
b. Pengukuran jarak optis : menggunakan alat ukur teodolit atau waterpas. Pada pengukuran jarak optis dikenal metode tangensial dan metode stadia. Penjelasan lebih terperinci akan dibahas pada bab Pemetaan Situasi.
c. Pengukuran jarak elektronik : menggunakan alat EDM (Electromagnetic Distance Measurement) untuk menentukan jarak berdasarkan perubahan fase yang terjadi sewaktu energi elektromagnetik merambat dari satu titik ke titik lain dan kembali. Hasil pengukuran jarak lebih cepat dan teliti, dan data jarak berbentuk digital. Gelombang elektromagnetik dipancarkan oleh alat pemancar (EDM) yang dipasang di suatu titik dan dipantulkan oleh alat pemantul (reflector) yang dipasang di titik lain. lalu diterima kembali oleh alat penerima (receiver) EDM di titik semula. Bila cepat rambat gelombang elektromagnetik = V m/dt, dan waktu yang diperlukan pada saat merambat dari mulai dipancarkan sampai diterima kembali = t detik, maka jarak dari antar titik = 0,5 vt meter. Ketelitian alat ini sekitar 2 sampai 10 milimeter per kilometer. Karena perambatan gelombang ini melalui lapisan udara, harus dikoreksi terhadap suhu dan tekanan udara saat pengukuran. Berikut contoh dari alat pengukur jarak elektronik :
Tabel 1.1 Alat Pengukur Jarak Elektronik
No Merk Sumber Tenaga Kemampuan Jarak 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Geodimeter 76 Distomat DI 10 DM 60 Cubitape Tellurometer CA 1000 Autotape Omega
Laser Infra merah Infra merah Microwave Gelombang Radio Gelombang Radio
3000 m 2000 m 2000 m 30 km 100 km 8000 km
Gambar. 1.18 EDM pada Teodolit
Teodolit
EDM
-
10
TUGAS MANDIRI BAB I Tugas Subbab 1.1 1. Terdapat peta dengan skala 1:2.000, berapakah :
a. Jarak di lapangan, jika jarak di peta 5,3 cm? b. Jarak di peta, jika jarak di lapangan 124,567 m? c. Sudut di peta, jika sudut di lapangan 370?
2. Jika jarak di peta 17,5 cm dan jarak di lapangan 3,5 km, berapakah skala peta itu? 3. Sebuah peta skala 1:2.500, diperkecil 2 kali, berapakah skalanya? Idem, jika diperbesar 3 kali? 4. Sebuah peta skala 1:1.000 dikopi. Ternyata peta kopian menyusut 2 mm ke arah mendatar maupun
vertikal, berapa skala peta kopian itu?
Tugas Subbab 1.2 1. Ubah sudut S = 103o 23 11 dalam desimal derajat 2. Ubah sudut S = 121, 334121o dalam derajat, menit dan detik 3. Ubah sudut S = 103o 23 11 dalam sistem radian 4. Ubah sudut S = 2/3 radian dalam sistem seksagesimal 5. Sudut S1 = 103o 46 53 dan S2 = 258o 36 27, hitunglah sudut S1 + S2 dan S1 S2 6. Panjang busur suatu lingkaran = 1.352 m dengan jari-jari R = 750 meter. Tentukan sudut busurnya 7. Dilakukan pengukuran arah horizontal dari titik A ke P,Q, R, dan S dengan hasil sebagai berikut:
Arah AP = 53o 20 19 Arah AQ = 149o 52 08 Arah AR = 194o 05 56 Arah AS = 279o 45 07
Hitung:
Sudut A1, A2, A3, A4, A12, dan A34
Tugas Subbab 1.3 1. Koordinat titik Q = (5.167,664 m, 3.119,902 m)
. Jarak PQ = 326,901 m dan azimut PQ = 120o 31 14
Hitung koordinat titik P
2. Koordinat titik P = (9.072,431 m, 3.321,998 m)
. Jarak PQ = 310,772 m dan azimut PQ = 283o 50 44 Hitung koordinat titik Q
3. Koordinat titik K = (41.882,534 m, 37.125,826 m), koordinat titik L = (39.257,004 m, 36.041,221 m) Hitung jarak dan azimut KL
4. Koordinat titik M = (3.425,567 m, 7.647,992 m)
koordinat titik N = (4.279,112 m, 6.067,651 m)
Hitung jarak dan azimut MN
A3
P
Q R
R
A1
A2
A4
A
-
11
BAB II PENENTUAN KOORDINAT HORIZONTAL
2.1 Sistem Koordinat Horizontal Sistem koordinat horizontal digunakan untuk menentukan posisi suatu titik dalam bidang datar. Dikenal dua sistem koordinat yaitu: sistem koordinat kartesian dan sistem koordinat kutub (polar). Sebagaimana dijelaskan di muka, bahwa pembagian kuadran dalam Ilmu Ukur Tanah berbeda dengan pembagian kuadran pada Matematika.
2.1.1 Sistem Koordinat Kartesian : Penentuan koordinat dalam sistem ini menggunakan (x, y) yang terbagi menjadi absis (x) dan ordinat (y). Sumbu absis terletak mendatar dan sumbu ordinat terletak vertikal. Perpotongan kedua sumbu ini disebut pusat koordinat dengan nilai (0, 0). Nilai absis di sebelah kanan pusat koordinat bernilai positip dan di sebelah kiri bernilai negatip.Demikian pula nilai ordinat di sebelah atas pusat koordinat bernilai positip dan di sebelah bawah bernilai negatip. Penggambaran peta menggunakan sistem ini.
Xp dan Xq = absis titik P dan Q Yp dan Yq = ordinat titik P dan Q (Xp, Yp) = koordinat titik P (Xq, Yq) = koordinat titik Q
Xq = Xp + xpq Yq = Yp + ypq
Gambar. 2.1 Sistem Koordinat Kartesian
Contoh: Diketahui koordinat P (624,372 m, 311,481 m). Beda absis xpq = 27,115 m dan beda ordinat ypq = 39,017 m. Tentukan koordinat Q
Jawab: Xq = Xp + xpq = 624,372 m + 27,115 m = 651,487 m Yq = Yp + ypq = 311,481 m + 39,017 m = 350,508 m Jadi koordinat Q = (651,487 m, 350,508 m)
2.1.2 Sistem Koordinat Kutub : Penentuan koordinat dalam sistem ini menggunakan (d, ) yang terbagi menjadi jarak (d) dan azimut (). Data pengukuran lapangan menggunakan sistem ini..
Gambar. 2.2 Sistem Koordinat Kutub
Sumbu Y
Sumbu X
Q(xq, yq)
P(xp, yp) yp
ypq yq
xp xpq xq
O (0,0)
Sumbu Y
Sumbu X
Q (dq, q)
P
d
O
-
12
2.1.3 Transformasi Koordinat Kutub ke Kartesian Karena data pengukuran lapangan memakai sistem koordinat kutub sedangkan penggambaran peta memakai sistem koordinat kartesian, perlu dilakukan transformasi dari sistem koordinat kutub ke sistem koordinat kartesian agar data lapangan dapat digunakan untuk menggambar peta.
Gambar. 2.3 Korelasi Koordinat Kutub dan Kartesian
Dari gambar 2.3 di atas dapat ditentukan persamaan sebagai berikut:
sin pq = dpqxpq
maka xpq = dpq sin pq dan
cos pq = dpqypq
maka ypq = dpq cos pq
atau
xq = xp + dpq sin pq yq = yp + dpq cos pq
Contoh : Dari hasil pengukuran titik A dan B diperoleh data : jarak AB = 125,057 m dan azimut AB = 214o 17 08 Koordinat titik A = (4.278,123 m, 4.891,567 m)
Tentukan koordinat titik B
Jawab:
xab = Dab sin ab = 125,057 m sin 214o 17 08 = 70,447 m
yab = Dab cos ab = 125,057 m cos 214o 17 08 = 103,327 m
Xb = Xa + xab = 4.278,123 m + ( 70,447 m) = 4.207,676 m Yb = Ya + yab = 4.891,567 m + ( 103,327 m) = 4.788,240 m Jadi koordinat B = (4.207,676 m, 4.788,240 m)
2.1.4 Transformasi Koordinat Kartesian ke Kutub Terkadang hasil perancangan proyek yang digambar di peta harus dipancangkan kembali ke lokasi sebenarnya di lapangan. Karena itu data koordinat di peta yang menggunakan sistem koordinat kartesian harus ditransformasikan ke sistem koordinat kutub Dari gambar 2.3 di atas dapat ditentukan persamaan sebagai berikut:
dpq = 22 ypqxpq + atau dpq = 22 )ypyq()xpxq( +
tan pq = ypqxpq
atau tan pq = ypyqxpxq
Sumbu Y
Sumbu X
Q (xq, yq)
P(xp, yp)
pq dpq
O
xpq
ypq
-
13
Catatan: Perhatikan ketentuan dalam perhitungan azimut di atas dalam tabel berikut, yaitu Tabel 2.1 Ketentuan dalam Perhitungan Azimut
Xq Xp Yq Yp Kuadran Azimut
positip positip I pq
positip negatip II pq (neg) + 180o negatip negatip III pq (pos) + 180o negatip positip IV pq (neg) + 360o
Gambar. 2.4 Penentuan Azimut Berdasarkan Kuadran Contoh : Diketahui koordinat A (3.755,303 m, 2.311,536 m) dan
koordinat B (3.467,901 m, 2.416,843 m) Hitung Jarak dan Azimut AB
Jawab : xab = 3.467,901 m 3.755,303 m = 287,402 m (negatip) yab = 2.416,843 m 2.311,536 m = 105,307 m (positip) a. Menghitung Jarak AB
Dab = 22 yabxab + = 22 )307,105()402,287( + = 306.087 m b. Menghitung azimut ab
tan ab = yabxab
=
307,105402,287
= 2.729182296 (negatip)
ab = arctan ( 2.729182296) = 89,87665492 Karena xab negatip dan yab positip maka azimut ab mengarah ke kuadran IV sehingga ab = 89,8766549 + 360o = 290,1233451
= 290o 07 24
2.2 Metode Penentuan Koordinat Ada berbagai metode penentuan koordinat horizontal: (a) Pemotongan Kemuka, (b) Pemotongan Kebelakang, (c) Poligon, (d) Trianggulasi, (e) Trilaterasi, dan (f) GPS (Global Positioning System). Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dalam pengukuran teristris (pengukuran langsung di permukaan bumi), metode yang paling sering digunakan adalah pemotongan kemuka, poligon, dan GPS. Berikut dibahas metode pemotongan kemuka dan poligon secara terperinci, sedangkan GPS hanya disinggung secara singkat, karena penentuan koordinat menggunakan GPS merupakan satu mata kuliah sendiri.
Q
P pq
Kuadran III Kuadran IV
Q
P
pq
Q P
pq
Kuadran II Kuadran I
Q
P
pq
-
14
2.2.1 Pemotongan Kemuka Pada metode ini, penentuan koordinat suatu titik didasarkan pada dua titik lain yang telah diketahui koordinatnya. Metode ini umumnya digunakan untuk menentukan posisi titik yang sulit diukur jaraknya secara langsung karena terhalang sesuatu. Misalnya penentuan posisi tiang pancang dermaga di pantai,, menentukan jarak antara dua titik yang dipisahkan oleh sungai yang lebar, dan lain-lain.
Misal akan ditentukan koordinat titik P yang terletak di bagian laut. Letaknya cukup jauh dari pantai, sulit mengukur jaraknya. Untuk itu dilakukan metode pemotongan kemuka. Data yang diukur adalah sudut dan dari dua titik A dan B yang terletak di pantai yang masing-masing sudah diketahui koordinatnya.
Gambar 2.5 Pemotongan Kemuka
Metode perhitungannya sebagai berikut: Diketahui : Koordinat A = (xa, ya) dan B = (xb, yb) Diukur : Sudut dan Hitung : Koordinat P (xp, yp) Jawab:
Posisi titik P ditentukan menggunakan rumus: xp = xa + dap sin ap yp = ya + dap cos ap
Namun jarak AP = dap dan azimut AP = aq belum diketahui Dilakukan perhitungan berdasarkan segitiga ABP sebagai berikut:
a. Hitung selisih absis dan ordinat AB: xab = xb xa dan yab = yb ya
b. Hitung jarak dab dengan rumus dab = 22 yabxab + c. Hitung sudut P dengan rumus = 180o ( + )
d. Hitung jarak dap dengan rumus sinus untuk segitiga ABP, yaitu sindap
=
sindab
diperoleh dap = sin
dab sin
e. Hitung azimut AB dengan rumus : tan ab = yabxab
diperoleh harga ab
f. Hitung azimut AP dengan rumus : ap = ab g. Karena nilai dap dan ap sudah diperoleh, koordinat P dapat ditentukan
Contoh: Diketahui A = (33.338,879 m, 24.108,332 m) dan B = (33.570,208 m, 23.992,026 m) Diukur : Sudut = 36o 23 09 dan = 44o 58 14 Hitung : Koordinat P (xp, yp) Jawab:
A B
P
ap dap
dab
utara
A B
P
Laut
Daratan
-
15
a. Hitung xab = xb xa = 239,329 m dan yab = yb ya = 116,306 m
b. Hitung dab = 22 yabxab + = 266,093 m
c. Hitung sudut = 180o ( + ) = 180o 81o 21 23 = 98o 38 37
d. Hitung jarak dap = sin
dab sin =
"37'3898sin093,266
o sin 44o 58 14 = 190,220 m
e. Hitung tan ab = yabxab
=
306,116329,238
= 2,0577528 maka ab = 64o 04 54
Karena arah azimut ke kuadran II maka ab = 64o 04 54 + 180o = 115o 55 06 f. Hitung azimut ap = ab = 115o 55 06 36o 23 09 = 79o 31 57 g. Koordinat P dapat ditentukan:
xp = xa + dap sin ap = 33.338,879 + 190,220 sin 79o 31 57 = 33.525,933 m yp = ya + dap cos ap = 24.108,332 + 190,220 cos 79o 31 57 = 24.142,891 m Jadi koordinat P = (33.525,933 m, 24.142,891 m)
2.2.2 Poligon Poligon adalah salah satu teknik penentuan koordinat suatu rangkaian titik di lapangan berdasarkan data pengamatan azimut, sudut, dan jarak. Rangkaian poligon titik tersebut akan digunakan sebagai acuan pemetaan yang disebut dengan istilah kerangka peta. Poligon dibedakan atas : Poligon Terbuka dan Poligon Tertutup
A. Poligon Terbuka Poligon terbuka adalah poligon memanjang yang tidak kembali ke titik awal. Jadi titik akhir poligon tidak berimpit dengan titik awal poligon. Poligon terbuka digunakan untuk pengukuran kerangka horizontal daerah proyek yang bersifat memanjang Contoh : pemetaan untuk proyek jalan, rel kereta api, irigasi, sungai, jalur tilpon, jalur listrik, pipa PAM, saluran drainasi.
Poligon Terbuka dibedakan atas a. Poligon Terbuka Terikat Sempurna: yaitu poligon yang diikat oleh
(a) dua titik berkoordinat pada awal dan dua titik berkoordinat pada akhir rangkaian poligon (b) satu titik berkoordinat dan satu azimut pada awal poligon dan satu titik berkoordinat dan
satu azimut pada akhir poligon . Untuk pekerjaan pemetaan teliti, jenis poligon ini yang harus digunakan.
b. Poligon Terbuka Terikat Sebagian : poligon ini hanya diikat titik kontrol berkoodinat pada salah satu ujungnya saja. Jenis poligon ini terpaksa digunakan bila di lokasi proyek tidak terdapat banyak titik kontrol. Untuk menghindari kesalahan pengukuran, pada poligon ini harus dilakukan pengukuran berulang dengan sangat teliti.
c. Poligon Terbuka Lepas : poligon ini sama sekali tidak memiliki titik kontrol berkoordinat. Untuk pekerjaan pemetaan teliti, jenis poligon ini harus dihindari karena tidak bisa dilakukan kontrol koordinat. Jika terpaksa dilakukan, ukurlah sudut, azimut, dan jarak dengan sangat teliti dan beberapa kali untuk mengurangi kemungkinan salah pengukuran. .
-
16
Bentuk Poligon Terbuka Terikat Sempurna
Gambar 2.6 Poligon Terbuka Terikat Sempurna
Pada poligon terbuka terikat sempurna ini, data yang diukur adalah : Sudut A, B, C, D dan E Jarak PA, AB, BC, CD, DE, dan EQ Azimut pa dan azimut eq
Data yang diketahui adalah Koordinat titik P dan titik Q Yang akan ditentukan: Koordinat titik A, B, C, D, dan E
Syarat Sudut Poligon Terbuka Berdasarkan gambar di atas diperoleh persamaan berikut: ab = pa + A 180o bc = ab + B 180o = pa + A + B 2.180o cd = bc + C 180o = pa + A + B + C 3.180o de = cd + D 180o = pa + A + B + C + D 4.180o eq = de + E 180o = pa + A + B + C + D + E 5.180o maka eq pa = A + B + C + D + E 5.180o akhir awal = sudut n.180o syarat sudut
poligon terbuka
Syarat Absis dan Ordinat Poligon Terbuka
Gambar 2.7 Syarat Absis Poligon Dari gambar di atas terlihat bahwa: xq = xp + xpa + xab + xbc + xcd + xde + xeq
xq xp = xpa + xab + xbc + xcd + xde + xeq
xq xp = dpa sin pa + dab sin ab + ..... + deq sin eq
xakhir xawal = dsin
syarat absis poligon terbuka yakhir yawal = dcos
syarat ordinat poligon terbuka (analogis)
P
A
B
C
D
E Q pa
ab bc
cd de
eq
P
A
B
C
D
E Q
xpa xab xbc xcd xde xeq xp
xq
-
17
Contoh Hitungan Poligon Terbuka Terikat Sempurna
Diketahui Koordinat P (5.543,223 m, 2.406,192 m), R (5.688,364 m, 2.725,944 m) Q (5.671,526 m, 2.387,443 m), S (5.661,984 m, 2.873,606 m),
Diukur Sudut Q = 102o 28 11 A = 205o 42 58 B = 118o 26 39 C = 121o 09 43 R = 243o 45 40 Jarak QA = 134, 230 m, BC = 99,992 m AB = 128,119 m, CR = 101,782 m
Tentukan: Koordinat A, B, dan C
Penyelesaian
a. Langkah perhitungan azimut
1. Hitung: tan pq = ypyqxpxq
=
192,406.2443,387.2223,543.5526,671.5
=
749,18303,128
= 6,843191637
pq = arctan ( 6,843191637) = 81,68617584o + 180o = 98o 18 49 2. Hitung: tan rs =
yrysxrxs
=
944,725.2606,873.2364,688.5984,661.5
=
662,147380,26
= 0,178651244
rs = arctan ( 0,178651244) = 10.12916667o + 360o = 349o 52 15 3. Hitung jumlah sudut Q, A, B, C, dan R, diperoleh = 791o 33 11 4. Hitung rs pq = 349o 52 15 98o 18 49 = 251o 33 26
Hitung sudut 5.180o = 791o 33 11 900o + 360o = 251o 33 11 Didapat selisih ( sudut 5.180o) (rs pq) = 251o 33 11 251o 33 26 = 15
5. Syarat sudut sudah terpenuhi karena kesalahan sudut = 15 di bawah batas toleransi sehingga tidak, perlu diadakan pengukuran sudut ulang
6. Berikan koreksi tiap sudut sebesar : 15 / 5 titik = 3 per titik 7. Hitung azimut qa, ab, bc, dan cq berdasarkan sudut terkoreksi
qa = pq + sudut Q (terkoreksi) 180o = 98o 18 49 + 102o 28 11 + 3 180o = 20o 47 03 ab = qa + sudut A (terkoreksi) 180o = 20o 47 03 + 205o 42 58 + 3 180o = 46o 30 04 bc = ab + sudut B (terkoreksi) 180o = 46o 30 04 + 118o 26 39 + 3 180o
= 15o 03 14 + 360o = 344o 56 46
cr = bc + sudut C (koreksi) 180o = 344o 56 46 + 121o 09 43 + 3 180o = 286o 06 32 rs = cr + sudut R (koreksi) 180o = 286o 06 32 + 243o 45 40 + 3 180o = 349o 52 15
Catatan: rs hasil hitungan ini harus sama dengan rs hitungan sebelumnya
b. Langkah perhitungan absis 1. Hitung beda absis xqa, xab, xbc, xcr sebagai berikut:
xqa = dqa sin qa = 134,230 sin 20o 47 03 = 47,632 m
P
Q
A
B
C
R S
-
18
xab = dab sin ab = 128,119 sin 46o 30 04 = 92,936 m
xbc = dbc sin bc = 99,992 sin 344o 56 46 = 25,970 m
xcr = dcr sin cr = 101,782 sin 286o 06 32 = 97,786 m
2. Hitung dsin
= 16,812 m dan xr xq = 16.838 m
3. Syarat absis : xr xq = dsin
terdapat selisih = 16,838 m 16,812 m = 0,026 m 4. Syarat absis terpenuhi, karena selisih absis tidak melebihi batas toleransi, hingga tidak perlu
diadakan pengecekan absis ulang. 5. Hitung koreksi absis berdasarkan perbandingan kesalahan absis dengan jarak
:
Koreksi absis xqa = 0,026 x 134,230 m /464,123 m = 0,007 m Koreksi absis xab = 0,026 x 128,119 m /464,123 m = 0,007 m Koreksi absis xbc = 0,026 x 99,992 m /464,123 m = 0,006 m Koreksi absis xcr = 0,026 x 101,782 m /464,123 m = 0,006 m
6. Hitung absis A, B, dan C berdasarkan absis terkoreksi Xa = 5.671,526 m + 47,632 m + 0,007 m = 5.719,165 m Xb = 5.719,165 m + 92,936 m + 0,007 m = 5.812,109 m Xc = 5.812,109 m 25,970 m + 0,006 m = 5.786,144 m Xr = 5.786,144 m 97,786 m + 0,006 m = 5.688,364 m
Catatan: Xr hasil hitungan ini harus sama dengan Xr yang diketahui
c. Langkah perhitungan ordinat 1. Hitung beda ordinat yqa, yab, ybc, ycr sebagai berikut:
yqa = dqa cos qa = 134,230 cos 20o 47 03 = 125,495 m
yab = dab cos ab = 128,119 cos 46o 30 04 = 88,189 m
ybc = dbc cos bc = 99,992 cos 344o 56 46 = 96,561m
ycr = dcr cos cr = 101,782 cos 286o 06 32 = 28,241 m
2. Hitung dcos
= 338,486 m dan yr yq = 338,501 m
3. Syarat ordinat : yr yq = dcos
terdapat selisih = 338,501m 338,486 m = 0,015 m 4. Syarat ordinat terpenuhi, karena selisih ordinat tidak melebihi batas toleransi, hingga tidak
perlu diadakan pengecekan ordinat ulang. 5. Hitung koreksi ordinat berdasarkan perbandingan selisih ordinat dengan jarak
:
Koreksi ordinat yqa = 0,015 x 134,230 m /464,123 m = 0,004 m Koreksi ordinat yab = 0,015 x 128,119 m /464,123 m = 0,004 m Koreksi ordinat ybc = 0,015 x 99,992 m /464,123 m = 0,003 m Koreksi ordinat ycr = 0,015 x 101,782 m /464,123 m = 0,003 m
6. Hitung ordinat A, B, dan C berdasarkan ordinat terkoreksi Ya = 2.387,443 m + 125,495 m + 0,004 m = 2.512,942 m Yb = 2.512,942 m + 88,189 m + 0,004 m = 2.601,136 m
-
19
Yc = 2.601,136 m + 96,561 m + 0,003 m = 2.697,699 m Yr = 2.697,699 m + 28,241 m + 0,003 m = 2.725,944 m
Dengan demikian diperoleh koordinat A = (5.719,165 m, 2.512,942 m), B = (5.812,109 m, 2.601,136 m), C = (5.786,144 m, 2.697,699 m). Catatan: Yr hasil hitungan ini harus sama dengan Yr yang diketahui Perhitungan poligon dilakukan menggunakan perangkat lunak. Akan dijelaskan secara rinci
saat praktikum. Dua perangkat yang umum digunakan adalah Microsoft Excel dan LDD.
Untuk penggambaran peta, titik berkoordinat tersebut diplotkan sesuai skalanya. Terdapat beberapa perangkat lunak untuk menggambarkan peta,antara lain AutoCad untuk penggambaran peta biasa dan AutoCadMap untuk penggambaran peta dalam Sistem Informasi Geografis (SIG)
B. Poligon Tertutup Poligon tertutup adalah rangkaian poligon melingkar yang kembali ke titik awal, sehingga titik akhir berimpit dengan titik awal. Poligon tertutup digunakan untuk pengukuran kerangka horizontal daerah proyek yang berbentuk luasan. Contoh : pemetaan untuk kampus Unila, daerah perkebunan, daerah permukiman, daerah perkotaan, dll.
Gambar 2.8 Poligon Tertutup Syarat Sudut Poligon Tertutup Syarat sudut
poligon terbuka adalah akhir awal = sudut n.180o Karena dalam poligon tertutup, titik awal berimpit dengan titik akhir, dimana akhir = awal sehingga akhir awal = 0, maka syarat sudut tersebut berubah menjadi :
sudut (n+2).180o = 0
Syarat Absis dan Ordinat Poligon Tertutup Syarat absis poligon terbuka adalah xakhir xawal = dsin dan Syarat ordinat poligon terbuka adalah yakhir yawal = dcos Karena dalam poligon tertutup, titik awal berimpit dengan titik akhir, dimana xakhir = xawal dan yakhir = yawal, maka syarat absis dan ordinat tersebut berubah menjadi
dsin
= 0
syarat absis poligon tertutup dcos = 0
syarat ordinat poligon terbuka
A (xa, ya)
B C
D E
ab
-
20
Contoh Perhitungan Poligon Tertutup
Diketahui : koordinat A = (2,346.325 m, 2,039.664 m) Diukur sudut A = 291o 11 20, B = 212o 37 15, C = 237o 12 35,
D = 279o 32 20, E = 239o 26 55 azimut ab = 51o 46 48 jarak AB = 66,024 m, BC = 81,123 m, CD = 75,429 m, DE = 95,703 m, EA = 111,057 m
Tentukan koordinat titik B, C, D,dan E Penyelesaian : a. Langkah perhitungan azimut 1. Hitung jumlah sudut A, B, C, D dan E, diperoleh = 1260o 00 25 2. Hitung (n+2). 180o = 7.180o = 1260o 00 00
Didapat selisih ( sudut 7.180o) = 1260o 00 25 1260o 00 00 = 25 3. Syarat sudut sudah terpenuhi karena kesalahan sudut = 25 di bawah batas toleransi
sehingga tidak, perlu diadakan pengukuran sudut ulang 4. Berikan koreksi tiap sudut sebesar : 25 / 5 titik = 5 per titik 5. Hitung azimut bc, cd, de, ea dan ab berdasarkan sudut terkoreksi
bc = ab + sudut B (terkoreksi) 180o = 51o 47 48 + 212o 37 15 5 180o = 84o 24 58 cd = bc + sudut C (terkoreksi) 180o = 84o 24 58 + 237o 12 35 5 180o = 141o 37 28 de = cd + sudut D (terkoreksi) 180o = 141o 37 28+ 279o 32 20 5 180o = 241o 0943
ea = de + sudut E (terkoreksi) 180o = 241o 09 43+ 239o 26 55 5 180o = 300o 36 33
ab = ea + sudut A (terkoreksi) 180o = 300o 36 33 + 291o 11 20 5 180o = 51o 47 48
b. Langkah perhitungan absis 1. Hitung beda absis xab, xbc, xcd, xde, xea sebagai berikut:
xab = dab sin ab = 81,123 sin 51o 47 48 = 80,738 m
xbc = dbc sin bc = 75,429 sin 84o 24 58 = 46,827 m
xcd = dcd sin cd = 95,703 sin 141o 37 28 = 83,835 m
xde = dde sin de = 111,057 sin 241o 09 43
= 95,582 m
xea = dea sin ea = 66,024 sin 300o 36 33 = 51,883 m
2. Hitung dsin
= 0,032 m
3. Syarat absis terpenuhi, karena selisih absis tidak melebihi batas toleransi, hingga tidak perlu diadakan pengecekan absis ulang.
4. Hitung koreksi absis berdasarkan perbandingan kesalahan absis dengan jarak
:
Koreksi absis xab = 0,032 x 81.123 m /429,336 m = 0,006 m Koreksi absis xbc = 0,032 x 75,429 m /429,336 m = 0,006 m Koreksi absis xcd = 0,032 x 95,703 m /429,336 m = 0,007 m Koreksi absis xde = 0,032 x 111,057 m /429,336 m = 0,008 m Koreksi absis xea = 0,032 x 66,024 m /429,336 m = 0,005 m
-
21
5. Hitung absis B, C, D, dan E berdasarkan absis terkoreksi Xb = 2,346.325 m + 80,738 m 0,006 m = 2.427,057 m Xc = 2.427,057 m + 46,827 m 0,006 m = 2.473,879 m Xd = 2.473,879 m 83,835 m 0,007 m = 2.390,037 m Xe = 2.390,037 m 95,582 m 0,008 m = 2.294,447 m Xa = 2.294,447 m 51,883 m 0,005 m = 2,346.325 m
Catatan: Xa hasil hitungan ini harus sama dengan Xa yang diketahui
c. Langkah perhitungan ordinat (idem dengan cara di atas)
Gambar 2.9 Hitungan dengan Excel
-
22
TUGAS MANDIRI BAB II Tugas Subbab 2.1 1. Hasil pengukuran titik P dan Q diperoleh data jarak PQ = 295,852 m dan azimut PQ = 154o 54 11
Koordinat titik P = (7.378,165 m, 5.882,637 m)
Tentukan koordinat titik Q 2. Diketahui koordinat A (5.540,531 m, 4.766,483 m) dan
koordinat B (5.288,467 m, 5.549,844 m) Hitung Jarak dan Azimut AB
Tugas Subbab 2.2 Akan dilakukan penentuan posisi titik P menggunakan metode pemotongan ke muka. Lalu diukur sudut di titik A dari garis AB ke garis AP didapat sudut = 35o 24 49 dan di titik B dari garis BA ke BP didapat
sudut = 43o 08 43. Jika diketahui koordinat A = (49.354,846 m, 43.184,302 m) dan B = (48.470,329 m, 43.854,776 m), tentukan koordinat P
-
23
BAB III PENENTUAN KETINGGIAN
3.1 Pendahuluan Tinggi titik .adalah jarak vertikal titik tersebut terhadap bidang acuan tinggi tertentu. Dalam pemetaan untuk keperluan praktis, bidang acuan itu adalah bidang muka laut rata-rata. Disebut bidang Geoid. Untuk keperluan ilmiah, bidang yang digunakan adalah bidang elipsoid bumi. Informasi tinggi ini sangat diperlukan untuk perencanaan sipil seperti jalan,irigasi, dan lain-lain. Jaringan titik-titik tinggi untuk daerah luas harus memiliki bidang referensi sama. Penentuan ketinggian dari satu titik ke titik lainnya dilakukan dengan mengukur beda tinggi. Dalam pekerjaan survey dan pemetaan dikenal tiga metode penentuan beda tinggi, yaitu: metode barometris, metode trigonometris, dan metode waterpassing / sipat datar :
Gambar 3.1 Tinggi Titik terhadap Bidang Acuan
3.2 Metode Barometris Penentuan tinggi dengan metode ini didasarkan pada pengukuran beda tekanan udara menggunakan prinsip barometer yang dikonversi menjadi beda tinggi. Prinsip sederhananya adalah: tekanan udara di permukaan laut 76 cm raksa (1 atm). Jika barometer dibawa naik setinggi 100 meter, tekanan udara turun sekitar 1 cm menjadi 75 cm. Demikian seterusnya, setiap naik 100 meter, tekanan udara turun 1 cm. Berarti ada keterkaitan antara tinggi muka tanah dengan tekanan udara. Alat yang digunakan disebut altimeter: Altimeter tidak lagi menyajikan data tekanan udara namun sudah dalam bentuk data ketinggian terhadap muka laut.
Gambar 3.2 Altimeter Manual
Metode ini sederhana dan praktis, namun ketelifian beda tinggi yang dihasilkan relatif rendah, dengan kesalahan sekitar 0,5 meter. Metode ini cocok untuk penentuan tinggi yang tidak terlalu akurat, misalnya untuk survey pendahuluan. Koreksi harus diberikan terkait suhu dan kelembaban udara saat pengukuran.
permukaan tanah
bidang acuan tinggi
A B
C D
E
Ha Hb Hc Hd He
hab
hab = Hb Ha
-
24
3.3 Metode Trigonometris Penentuan tinggi ini didasarkan pada prinsip perhitungan segitiga vertikal. Data yang diukur adalah bacaan rambu: benang atas, benang tengah. dan benang bawah, sudut vertikal, dan tinggi alat. Alat yang digunakan adalah teodolit dan rambu ukur. Misal akan diukur beda tinggi dan jarak datar titik A dan B. Theodolit didirikan di A dan rambu ditegakkan di B. Garis bidik diarahkan ke rambu, baca ba, bt, dan bb dan sudut vertikal Sh (sudut heling) atau Sz (sudut zenit) dan tinggi alat
ba = bacaan benang atas
bt = bacaan benang tengah
bb = bacaan benang bawah Sh = sudut heling dan Sz = sudut zenit ta = tinggi alat
hab = beda tinggi titik A dan B
D = jarak mendatar Gambar. 3.3 Metode Trigonometri
Rumus perhitungan:
d = 100 x (ba bb) hab = 0,5 d sin 2Sh + ta bt atau hab = 0,5 d sin 2Sz + ta bt D = d cos2Sh = d sin2Sz
Catatan : bacaan benang (atas, tengah, dan bawah) adalah bacaan garis bidik atas, tengah dan
bawah yang diperoleh melalui pengukuran teodolit yang diarahkan ke rambu ukur
Gambar. 3.4 Pembacaan Rambu
tinggi alat (ta) jarak vertikal ujung paku patok sampai ke sumbu dua teropong teodolit
Gambar. 3.5 Tinggi alat
benang atas benang tengah
benang bawah
ba = 0,969 m bt = 0,928 m
bb = 0,887 m
rambu ukur
ba bt
ta D A
B
bb
Sv Sz
rambu ukur
teodolit
tinggi alat
-
25
Contoh : Dalam pengukuran beda tinggi trigonometris AB, diperoleh data pembacaan: benang atas = 2,374 m
benang tengah = 2,028 m
benang bawah = 1,682 m
dengan sudut vertikal 82o 21 33
tinggi alat = 1,652 m
Soal : Tentukan beda tinggi dan jarak datar AB
Jawab :
d = 100 x (ba bb) = 100 x (2,374 m 1,682 m) = 69,200 m hab = 0,5 dsin2Sz + ta bt = 0,5 x 69,20m sin2(82o 21 33) + 1,652 m 2,028 m = 8,743 m D = d sin2Sz = 69,200 m sin2(82o 21 33) = 67.977 m
3.4 Metode Waterpasing Metode ini disebut juga metode sipat datar. Alat yang digunakan adalah waterpas Untuk mengukur beda tinggi antara dua titik, garis bidik waterpas harus dibuat mendatar. Jika belum mendatar, waterpas harus distel lebih dahulu. Cara menyetelnya akan diberikan dalam praktikum.
Gambar. 3.6 Alat Waterpas
Penentuan tinggi didasarkan pada pengukuran beda atau selisih tinggi permukaan tanah terhadap garis bidik mendatar (benang tengah) yang diarahkan ke rambu ukur tegak di atas patok satu dan di atas patok lain. Ketelitian penentuan beda tinggi dengan metode ini mencapai milimeter.
Gambar. 3.7 Pengukuran Waterpasing
Misal akan ditentukan beda tinggi patok A dan B. Waterpas didirikan antara kedua patok itu. Pada kedua patok didirikan rambu ukur. Setelah waterpas distel dengan benar, teropong diarahkan ke rambu A. Baca benang atas (ba), benang tengah (bt) dan benang bawah (bb). Lalu teropong diarahkan ke rambu B, baca ba, bt, dan bb. Beda tinggi AB didapat dengan rumus berikut
hab = bta btb atau beda tinggi = bacaan belakang dikurangi bacaan depan
Garis bidik Garis bidik
ba bt
ta D A
B
bb
Sz
Waterpas
garis bidik
rambu ukur depan
rambu ukur belakang
garis bidik
A B
bta btb
-
26
Catatan : a. Harga beda tinggi mempunyai arah. Jika arahnya berlawanan maka nilainya berubah tanda.
Jadi hab = hba. Misal hab = 1,381 m, maka hba = 1,381 m b. Jika hab bernilai positip maka patok B lebih tinggi dari patok A, sebaliknya jika hab bernilai
negatip maka patok B lebih rendah dari patok A c. Walau data yang digunakan dalam perhitungan hanya benang tengah, namun bacaan benang
atas dan benang bawah wajib dilakukan untuk pengecekan bacaan benang tengah agar dapat mengurangi kemungkinan salah baca atau catat. Hitung: bt = (ba + bb)/2. Jika bt bacaan dan bt hitungan berbeda, berarti ada kesalahan, maka pengukuran harus diulangi.
Contoh : Dalam pengukuran waterpasing, diperoleh data pembacaan sbb:
Pengukuran slag 1 : bta = 2,212 m dan btb = 1,563 m Pengukuran slag 2 : btb = 1,879 m dan btc = 2,471 m Pengukuran slag 3 : btc = 2,624 m dan btd = 1,933 m Jika tinggi A: Ha = 461,209 m, tentukan tinggi B, C, dan D Jawab hab = bta btb = 2,212 m 1,563 m = 0,649 m hbc = btb btc = 1,879 m 2,471 m = 0,592 m hcd = btc btd = 2,624 m 1,933 m = 0,691 m Tinggi B : Hb = Ha + hab = 461,209 m + 0,649 m = 461,858 m Tinggi C : Hc = Hb + hbc = 461,838 m 0,592 m = 461,246 m Tinggi D : Hd = Hc + hcd = 461,246 m + 0,691 m = 461,937 m
Ada tiga cara pengukuran waterpasing : 1. Waterpas diletakkan antara dua titik. Bila waterpas diletakkan tepat di tengah antara kedua
titik (da = db), hasil hitungan beda tinggi dapat saling menghilangkan kesalahan akibat kurang mendatarnya garis bidik. Dengan demikian, cara ini menghasilkan hitungan beda tinggi akurat. Cara ini yang paling populer. Umumnya digunakan untuk pengukuran jaringan memanjang teliti.
Gambar. 3.8 Waterpas di Tengah
2. Waterpas didirikan di atas titik. Pada cara ini, waterpas didirikan di atas salah satu titik sedangkan rambu ukur didirikan di titik lain. Tinggi alat atau tinggi garis bidik (tgb) harus diukur. Teropong diarahkan ke rambu, dilakukan pembacaan ba, bt, dan bb.
A B C D slag 1 slag 2 slag 3
A B
da db da = db
hab = bta btb
-
27
Cara ini sangat praktis digunakan untuk menentukan beda tinggi antara titik-titik yang menyebar atau untuk pengukuran profil memanjang dan melintang.
Gambar. 3.9 Waterpas di Atas Titik
Perhitungan ketinggian dilakukan dengan menentukan terlebih dulu tinggi garis bidik (tgb), yaitu tinggi titik tempat berdiri waterpas (H) ditambah dengan tinggi alat (ta) yaitu: tgb = H + ta. Maka tinggi titik B: Hb = tgb btb, tinggi titik C: Hc = tgb btc, tinggi titik D: Hd = tgb btcd
Contoh: dari pengukuran waterpasing dengan cara seperti gambar di atas, diperoleh data sbb: Tinggi A : Ha = 341,907 m, tinggi alat (ta) = 1,642 m, bacaan benang tengah btb = 1,858 m, btc = 2,651 m, dan btd = 0,675 m. Hitung tinggi B, C, dan D Jawab a. Hitung tinggi garis bidik tgb = HA + ta = 341,907 m + 1,642 m = 343,549 m b. Hitung tinggi B Hb = tgb btb = 343,549 m 1,858 m = 341,691 m c. Hitung tinggi C Hc = tgb btc = 343,549 m 2,651 m = 340,898 m d. Hitung tinggi D Hd = tgb btd = 343,549 m 0,675 m = 343,874 m
3. Waterpas didirikan di luar titik. Waterpas didirikan di luar dua titik. Dipakai jika penentuan tinggi melintasi halangan misalnya sungai atau jurang sehingga waterpas tidak bisa didirikan di antara kedua titik. Namun cara ini akan menghasilkan beda tinggi tidak tepat jika garis bidik tidak mendatar. Untuk itu dilakukan metode resiprok, dimana pengukuran dilakukan sekali lagi dengan memindahkan waterpas ke sisi lain. Beda tinggi keduanya dirata-ratakan.
Gambar. 3.10 Waterpas di Luar Titik
Gambar. 3.11 Waterpas Resiprok
A D
B C
btb btc btd garis bidik
tinggi alat (ta)
A B
bta btb hab = bta btb
hab1 = bta1 btb1 hab2 = bta2 btb2 hab = (hab1 + hab2)/2 A B
bta1 btb1
bta2 btb2
Kedudukan 1 Kedudukan 2
-
28
TUGAS MANDIRI BAB III
Tugas Subbab 3.3 Dalam pengukuran beda tinggi trigonometris AB, diperoleh data pembacaan:
benang atas = 2,865 m
benang tengah = 2,519 m
benang bawah = 2,173 m
dengan sudut vertikal 94o 34 20
tinggi alat = 1,574 m
Soal : Tentukan beda tinggi dan jarak datar AB
Tugas Subbab 3.4 1. Dalam pengukuran waterpasing, diperoleh data pembacaan sbb:
Pengukuran slag 1 : bta = 1,728 m dan btb = 1,421 m Pengukuran slag 2 : btb = 1,628 m dan btc = 2,372 m Pengukuran slag 3 : btc = 2,644 m dan btd = 1,997 m Jika tinggi A: Ha = 8.773,547 m, tentukan tinggi B, C, dan D
2. Dari pengukuran waterpasing dengan cara seperti gambar di bawah, diperoleh data sbb:
Tinggi A : Ha = 341,907 m, tinggi alat (ta) = 1,642 m, bacaan benang tengah btb = 1,858 m, btc = 2,651 m, dan btd = 0,675 m. Hitung tinggi B, C, dan D
A B C D slag 1 slag 2 slag 3
A D
B C
btb btc btd garis bidik
tinggi alat (ta)
ba bt A
B
bb
-
29
BAB IV PEMETAAN SITUASI
4.1 Pendahuluan Peta situasi adalah peta berskala 1:1.000 sampai dengan 1:100 yang menggambarkan keadaan bentuk fisik permukaan tanah suatu wilayah tertentu beserta berbagai tampakan/detail alam maupun buatan manusia yang dipandang penting sesuai tujuan pembuatan peta. Isi detail peta situasi untuk pekerjaan sipil akan berbeda dengan pertanian atau perkebunan. Hanya tampakan yang dianggap penting dan berkaitan dengan pekerjaan sipil yang dicantumkan. Misalnya untuk perencanaan jalan, tampakan yang perlu ditampilkan adalah bangunan gedung dan batas tanah penduduk, jaringan listrik, sungai, kontur dan lain-lain.
Peta situasi ini diperlukan dalam pekerjaan sipil agar perancang sipil bisa mendapatkan gambaran mengenai dimensi geometris dan informasi detail suatu wilayah tertentu secara akurat dan benar sehingga dapat merancang suatu proyek pembangunan dengan tepat di atas peta tersebut. Kemudian bila rancangan itu telah disetujui dan akan dilaksanakan maka rancangan yang tergambar pada peta situasi tersebut akan menjadi acuan saat memplotkan kembali titik-titik rancangan ke lapangan agar terletak pada posisi yang tepat.
Karena peta situasi sangat menentukan keberhasilan pekerjaan sipil, maka peta yang digunakan harus seakurat mungkin. Peta situasi yang tidak akurat akan menyebabkan hasil rancangan sebaik apa pun tidak mungkin terrealisasi secara tepat di lapangan. Banyak proyek gagal atau tidak sempurna hasilnya karena buruknya peta situasi yang digunakan. Karena itu, sarjana sipil sebelum merancang suatu pekerjaan harus dapat memastikan bahwa peta yang digunakannya akurat.
4.2 Ketelitian Peta Ketelitian suatu peta dapat dibedakan atas dua hal, yaitu:
4.2.1 Ketelitian Geometris: Ketelitian ini terkait dengan nilai besaran geometris pada peta seperti: koordinat titik, jarak antara dua titik, arah suatu garis, azimut antara dua titik, ketinggian titik, garis kontur (garis khayal yang menghubungkan titik-titik berketinggian sama), kedekatan suatu detail dengan detail lainnya, luas suatu obyek, dan lain-lain. Besaran ini antara lain digunakan untuk menentukan rancangan arah dan panjang jalan, besar jari-jari kelengkungan jalan, tinggi bendung, estimasi luas daerah yang terkena dampak suatu proyek bendungan, mengestimasi biaya ganti rugi dan lain-lain.
4.2.2 Ketelitian Tampakan: Ketelitian ini terkait dengan kebenaran informasi tampakan yang tercantum di peta, misalnya detail sawah, daerah permukiman, daerah industri, hutan,kebun, dan lain-lain. Kebenaran informasi tampakan ini juga sangat penting karena dapat mengganggu keakuratan rancangan teknik sipil. Misalnya, lokasi pemakaman tidak dicantumkan, lalu si perancang membuat perencanaan jalan melewati lokasi itu, pada sat pelaksanaan proyek akan menjadi masalah besar dengan penduduk yang memiliki makam tersebut.
-
30
Diskusi: 1. Sebutkan detail alam dan buatan manusia yang perlu dicantumkan dalam peta situasi untuk
proyek pembuatan jalan? Diskusikan hal tersebut. 2. Berikan contoh kesalahan informasi detail. Apakah akibatnya jika informasi tampakan keliru?
Atau jika informasi geometris tidak akurat? Apa penyebab kedua kesalahan tersebut?
4.3 Pengukuran Pemetaan Situasi Langkah kerja pokok yang harus dikerjakan adalah: a. Persiapan: mencakup persiapan kontrak, tenaga kerja, peralatan, dan perlengkapan b. Pengukuran kerangka horizontal dan vertikal c. Pengukuran detail/tampakan lapangan d. Perhitungan koordinat dan tinggi e. Penggambaran peta situasi dan kontur f. Editing dan Kartografi g. Verifikasi lapangan
4.3.1 Persiapan Langkah-langkah dalam persiapan yang harus dilakukan adalah a. Memastikan lokasi dan batas daerah yang akan dipetakan agar tidak terjadi kesalahan. b. Menghitung volume seluruh pekerjaan c. Berdasarkan batas waktu pekerjaan, menentukan jumlah juru ukur dan membuat jadwal kerja d. Mempersiapkan peralatan dan perlengkapan kerja e. Membagi tim sesuai dengan pembagian pekerjaannya
4.3.2 Pengukuran Kerangka Horizontal Pengukuran kerangka horizontal dilakukan dengan metode poligon. Bila daerah yang dipetakan berupa luasan tertutup digunakan poligon tertutup. Bila daerahnya memanjang digunakan poligon terbuka. Umumnya untuk daerah tertutup yang sangat luas diperlukan jaringan poligon tambahan yang saling terkait. Poligon di bagian luar disebut poligon utama, sedangkan poligon tambahan di bagian dalam yang diikatkan pada poligon utama disebut poligon cabang. Poligon utama berupa poligon tertutup sedangkan poligon cabang berupa poligon terbuka terikat sempurna.
Poligon Utama : Poligon tertutup ABCDEFA
Poligon Cabang : Poligon terbuka terikat sempurna A, B, a1,a2, a3, F, E B, C, b1, b2, b3, E, D
Gambar. 4.1 Poligon Utama dan Cabang
A
B C
D
E F
a1
a2 a3
b1
b2
b3
-
31
Pengukuran dan perhitungan poligon ini dilakukan dengan langkah sebagai berikut: a. Mengukur dan menghitung poligon utama untuk mendapatkan koordinat titik kontrol utama
menggunakan cara seperti dijelaskan pada perhitungan poligon tertutup di muka b. Mengikatkan titik awal poligon cabang pada dua titik poligon utama dan titik akhir poligon
cabang pada dua titik lainnya poligon utama. c. Menghitung koordinat poligon cabang seperti menghitung poligon terbuka terikat sempurna.
Poligon Cabang : Poligon terbuka terikat sempurna A, B, a1,a2, a3, F, E
Titik A, B, F dan E adalah titik pada poligon utama yang telah dihitung koordinatnya
Gambar. 4.2 Poligon Cabang Terikat Sempurna
Dengan demikian seluruh titik kerangka peta telah diketahui koordinatnya.
4.3.3 Pengukuran Kerangka Vertikal Pengukuran kerangka vertikal baik utama maupun cabang dapat dilakukan dengan menggunakan metode waterpassing atau trigonometris, namun agar lebih teliti harga ketinggiannya lebih baik menggunakan metode waterpassing. Cara pengukuran dan perhitungan sama dengan yang dijelaskan pada bab 3 di muka. Namun, karena titik kontrol utama berbentuk jaringan tertutup, dimana pengukuran dari titik awal kembali lagi ke titik awal, syarat matematis harus terpenuhi, yaitu: (lihat gambar 4.1)
h = 0 atau jumlah beda tinggi seluruh jaringan utara harus sama dengan nol hab + hbc + hcd + hde + hef + hfa = 0
Dan jaringan cabang mengikat pada titik jaringan utama, maka harus dipenuhi syarat matematis (lihat gambar 4.2):
h = H akhir H awal hBa1 + ha1a2 + ha2a3 + ha3F = Hf Hb
Bila terjadi kesalahan beda tinggi, syarat itu tidak terpenuhi. Harus diperiksa apakah kesalahan itu masuk batas toleransi atau tidak. Jika masuk toleransi, data itu harus dikoreksi sebanding dengan jarak. Jika di luar batas toleransi, pengukuran harus diulangi.
Dalam pengukuran beda tinggi dikenal dua cara untuk mengecek kesalahan, yaitu: a. Pengukuran pergi-pulang: Pada cara ini, pengukuran dilakukan memanjang sampai jarak
sekitar 2,5 km, lalu pengukuran balik ke titik semula. Setiap pengukuran pergi pulang dilakukan pengecekan hasil ukuran. Jika terjadi kesalahan dilakukan pengulangan.
A
B
E F
a1
a2
a3
-
32
Gambar. 4.3 Pengukuran Pergi-Pulang
b. Pengukuran double-stand (dua kali berdiri): Pada cara ini, pengukuran setiap slag dilakukan minimal dua kali berdiri alat. Jadi setelah pengkuran pertama, waterpas digeser sedikit lalu diukur ulang. Data beda tinggi diperiksa apakah hasilnya berbeda jauh atau tidak. Kalau kesalahannya di bawah toleransi maka beda tinggi merupakan rata-rata kedua beda tinggi tersebut. Jika terjadi kesalahan diluar batas. dilakukan pengukuran ketiga, dan seterusnya. .
Gambar. 4.4 Pengukuran Double-Stand
Dengan demikian seluruh titik kerangka peta telah diketahui ketinggiannya.
4.3.4 Pengukuran Titik Detail Pengukuran detail bertujuan menentukan koordinat dan tinggi seluruh titik detail penting sesuai tujuan pembuatan peta. Penentuan koordinat dan tinggi ini mengikat pada titik kontrol atau kerangka peta yang sudah diketahui koordinat dan tingginya. Penentuan koordinat dilakukan dengan metode pengukuran sudut horizontal dan jarak optis dan penentuan tinggi dengan metode trigonometri. Pengukuran dilakukan sekaligus. Alat yang digunakan teodolit dan rambu ukur.
Gambar. 4.5 Pengukuran Detail
Seandainya akan dilakukan pengukuran titik detail a1 yang terikat dengan jaringan poligon seperti pada gambar di atas. Jaringan titik poligon P11, P12, P13, dan P14 merupakan bagian dari jaringan kerangka peta yang sudah diketahui koordinat dan tingginya.
A B C D slag 1 slag 2 slag 3
pengukuran pergi pengukuran pulang
A B C D slag 1 slag 2 slag 3
P11
P12
P13
P14
a1
1
detail 2 3 a2
a3
-
33
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: a. Dirikan teodolit di titik P12 lalu setimbangkan. Ukur tinggi alat. b. Arahkan teropong ke titik P11, baca sudut arahnya. Sebaiknya arah ke P11 dinolkan. c. Arahkan teropong ke titik a1 (misalnya pojok bangunan), baca sudut arahnya. Diperoleh
sudut horizontal 1 = arah ke a1 dikurangi arah ke P11: d. Dirikan rambu ukur di titik a1, arahkan teropong ke rambu dan baca benang atas, benang
tengah, dan benang bawah, dan sudut vertikal Sv. Dengan hitungan metode trigonometri dapat dihitung beda tinggi ha1 dan jarak datar da1 dari titik P12 ke a1
e. Arahkan teropong ke titik a2. Lakukan langkah seperti c dan d di atas. f. Demikian seterusnya untuk detail a3, dan detail-detail lainnya.
Hitungannya adalah sebagai berikut (lihat gambar di bawah):
Gambar. 4.6 Koordinat dan Tinggi Detail
a. Hitung azimut 11_12 berdasarkan koordinat P11 dan P12 (ingat rumus hitungan azimut) b. Hitung azimut a1 = 11_12 + 1 180o c. Jarak da1 dan ha1 diperoleh dari hitungan metode trigonometri d. Xa1 = Xp12 + da1 sin a1 dan Ya1 = Yp12 + da1 cos a1. e. Menghitung tinggi titik a1 Ha1 = Hp12 + ha1 f. Dengan demikian koordinat dan tinggi titik a1 dapat dihitung. g. Lakukan hal yang sama untuk titik-titik detail lainnya.
Catatan : Prosedur ini adalah prosedur secara manual. Dalam praktikum, semua hitungan ini dilakukan secara digital menggunakan perangkat lunak tertentu.
4.4 Penggambaran Pemetaan Situasi Apabila pengukuran dan perhitungan koordinat dan tinggi seluruh titik kerangka dan titik detail peta sudah selesai maka dapat dilakukan proses penggambaran. Seluruh titik tersebut diplot dalam suatu sistem koordinat. Pada penggambaran secara manual titik-titik tersebut diplot di kertas milimeter yang telah diberi grid-grid sesuai skala. Namun pada penggambaran secara digital, misalnya menggunakan perangkat AutoCadMap, pengeplotan dilakukan secara otomatis menggunakan data koordinat dan tinggi tersebut. Titik-titik yang telah diplot lalu disambung-sambung sesuai sketsa lapangan sehingga membentuk gambar peta.
1
P11
P12
a1 detail
11_12
da1
utara
-
34
4.5 Penggambaran Garis Kontur Garis kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik tinggi yang mempunyai ketinggian sama. Data tinggi garis kontur pada umumnya bilangan bulat dalam satuan meter, misalnya kontur 24 m, 50 m. Interval kontur,yaitu selisih tinggi antara dua kontur uang berdekatan, tergantung pada skala peta. Pada skala peta 1:1.000, interval kontur 0,5 atau 1 meter, sedangkan untuk skala 1:10.000,interval kontur 5 meter. Penarikan garis kontur menggunakan metode interpolasi berdasarkan data tinggi di sekitar garis kontur. Penarikan garis kontur secara manual memerlukan keahlian juru gambar, namun secara digital dapat dilakukan otomatis menggunakan perangkat lunak LDD berdasarkan titik tinggi yang sudah diplotkan. Namun karena penarikan garis kontur otomatis umumnya sangat kaku (patah-patah) maka harus diedit lagi.
4.6 Editing dan Kartografi Setelah semua data diplot menjadi gambar peta situasi,maka peta tersebut harus didipotong-potong menjadi beberapa blad sesuai ukuran standar peta yang diinginkan. Kemudian dilakukan proses kartografi meliputi pemberian garis tepi, grid, koordinat, arah utara, skala, tanggal, metode pengukuran, judul peta, nama jalan, nama daerah, garis batas, pemberi pekerjaan, nama pelaksana, persetujuan, dan lain-lain.
4.7 Verifikasi Lapangan Verifikasi lapangan perlu dilakukan sebelum peta itu digunakan dengan mengambil beberapa titik sampel secara acak dan beberapa titik penting untuk menguji ketelitian geometri dan informasi detail. Apabila hasil verifikasi masuk batas toleransi maka peta itu layak digunakan. Namun jika tidak masuk toleransi maka peta itu tidak layak digunakan karena banyak kesalahan. Jika dipaksa menggunakannya, hasil perencanaan sipil akan menimbulkan kesalahan fatal.
-
35
BAB V PROFIL MEMANJANG DAN MELINTANG
5.1 Pengertian Dalam pekerjaan sipil, pengertian profil memanjang dan melintang adalah suatu irisan dari bentuk permukaan bumi secara memanjang dan melintang. Irisan ini menjadi acuan vertikal dalam merancang suatu proyek sipil, misalnya perancangan kemiringan jalan, penurunan tinggi muka air irigasi, kemiringan jalan rel, kedataran lapangan terbang, dan lain-lain. Data irisan ini juga digunakan untuk menentukan dan menghitung volume galian dan timbunan tanah. Profil disebut juga penampang, sehingga istilahnya menjadi penampang memanjang dan melintang. Dalam bahasa Inggris disebut long and cross section. Profil memanjang adalah irisan searah sumbu proyek, sedangkan profil melintang adalah irisan tegak lurus sumbu proyek. Sumbu proyek tidak selalu lurus, namun terkadang berkelok-kelok sehingga arah profil melintang harus disesuaikan.
Gambar. 5.1 Sketsa Profil
5.2 Profil Memanjang Profil memanjang adalah gambar irisan searah sumbu proyek untuk menentukan daerah galian dan timbunan. Untuk menggambar profil memanjang, diperlukan data tinggi titik permukaan tanah sepanjang sumbu proyek. Data tinggi titik-titik diperoleh dari pengukuran lapangan, baik dengan metode waterpasing atau dengan metode trigonometri. Kerapatan titik harus memperhitungkan segi teknis dan ekonomis. Artinya, makin rapat jarak antar titik yang diukur, makin menggambarkan bentuk profil lapangan mirip sebenarnya, namun makin sulit dan makan waktu sehingga akan menambah biaya. Sebaliknya, makin panjang jarak antar titik, makin cepat pekerjaannya namun ketelitian gambar irisannya makin buruk.
Karena itu ada dua cara penentuan jarak antar titik, yaitu dengan: a. Memilih titik yang mewakili bentuk muka tanah (lihat gambar 5.2). Pada daerah datar atau
dengan kemiringan homogin, jarak antar titik bisa panjang, namun pada daerah bergelombang, jarak antar titik bisa sangat rapat. Pemilihan titik ini sangat tergantung keputusan juru ukur.
Gambar. 5.2 Penentuan Titik Sesuai Permukaan
profil memanjang searah sumbu proyek profil melintang tegak lurus as proyek
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
-
36
Bagi juru ukur berpengalaman, penentuan titik berdasarkan bentuk muka bumi mudah dilakukan, namun bagi yang belum, hal itu bisa menimbulkan masalah karena mungkin memilih titik yang tidak mewakili. Penentuan jarak antar titik juga harus memperhitungkan skala profil. Misalnya skala 1:1.000, berarti setiap jarak 5 meter di lapangan akan tergambar di peta dengan jarak 5 mm. Hal itu akan mengganggu penggambaran karena terlalu rapat. Jadi jarak antar titik sebaiknya minimal 10 meter, kecuali ada pertimbangan lain. Demikian pula, selisih beda tinggi antar titik di bawah 0,1 meter tidak terlalu signifikan dalam penggambaran.skala vertikal 1:100 karna hanya berselisih di bawah 1 mm.
b. Pemilihan titik dapat juga ditentukan berdasarkan interval jarak tertentu misalnya setiap 50 meter untuk sumbu lurus, dan setiap 25 meter untuk sumbu menikung. Pada cara ini, penentuan jarak antar titik tidak tergantung pada keputusan juru ukur. Hal itu tidak masalah untuk daerah datar atau berkemiringan homogin, namun untuk daerah bergelombang sangat berresiko karena mungkin saja ada titik penting yang tidak terdata sehingga tidak menggambarkan irisan sesuai keadaan sebenarnya.
Gambar. 5.3 Penentuan Titik Berdasarkan Interval Jarak
5.2.1 Pengukuran Profil Memanjang Pengukuran profil memanjang dengan metode waterpasing dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut: (lihat gambar berikut)
Gambar. 5.4 Pengukuran Profil Memanjang a. Pasang patok sepanjang sumbu proyek setiap interval jarak sekitar 200 meter atau sesuai
ketentuan teknis. Tiap patok diberi nama, misalnya P1, P2, dan P3. Ukur tinggi patok, yaitu jarak vertikal antara ujung paku sampai ke permukaan tanah (lihat gambar). Saat menggambar profil memanjang di titik itu, gunakan data tinggi tanah bukan tinggi di atas patok. Jadi jika tinggi titik P1 = H1 di atas patok, maka tinggi di atas tanah = H1 tinggi patok.
Gambar. 5.5 Tinggi Patok
P1 a1
a2 P2 b1 b2
b3 P3
tinggi patok
Tidak terdata
-
37
b. Dirikan rambu di P1 (disebut belakang) dan di P2 (disebut muka), dirikan waterpas di tengah Arahkan teropong ke rambu P1, catat benang atas, tengah dan bawah dan tinggi patok, lalu arahkan teropong ke rambu P2, catat benang atas, tengah dan bawah dan tinggi patok
c. Dirikan rambu di beberapa titik di tanah yang mewakili atau yang berjarak setiap 50 meter, catat bacaan benang atas, tengah dan bawah pada setiap kedudukan berdirinya rambu. Setiap titik tersebut diberi nama misalnya, a1, a2, b1, b2, dan b3.
d. Rambu di P1 dipindahkan ke P3, sedang rambu di P2 hanya diputar arahnya, Waterpas dipindahkan ke tengah P2 dan P3. Arahkan teropong ke P2, catat benang atas, tengah dan bawah dan tinggi patok, lalu arahkan teropong ke P3, catat benang atas, tengah dan bawah dan tinggi patok
e. Dirikan rambu di beberapa titik di tanah yang mewakili atau yang berjarak setiap 50 meter, catat bacaan benang atas, tengah dan bawah pada setiap kedudukan berdirinya rambu. Setiap titik tersebut diberi nama misalnya, b1, b2, dan lain-lain
f. Demikian seterusnya sampai seluruh sumbu proyek selesai diukur ketinggian profilnya
5.2.2 Perhitungan Profil Memanjang Langkah perhitungannya adalah sebagai berikut: a. Jika tinggi titik awal P1 diketahui misalnya H1, hitunglah tinggi garis bidik (TGB) pada slag
pertama dengan rumus: TGB1 = H1 + benang tengah di titik P1. b. Hitung tinggi tanah (TT) di titik P1 dengan rumus: TT1 = H1 tinggi patok c. Hitung tinggi titik detail di a1 dengan rumus: Ha1 = TGB1 benang tengah a1 d. Hitung tinggi titik detail di a2 dengan rumus: Ha2 = TGB1 benang tengah a2 e. Hitung tinggi titik P2 dengan rumus: H2 = TGB1 benang tengah P2 f. Demikian seterusnya sampai seluruh sumbu proyek selesai dihitung ketinggian profilnya
5.2.3 Penggambaran Profil Memanjang Dari pengukuran diperoleh data tinggi titik terhadap suatu bidang acuan tertentu dengan jarak antar titik tertentu. Berdasarkan data tersebut digambarkan profil memanjang sebagai berikut. a. Buat garis mendatar sebagai garis acuan tinggi. Berikan nilai tinggi dengan angka bulat b. Plotkan titik P1, a1, a2, P2, b1, b2, b3 dan P3 pada garis itu sesuai jarak masing-masing
dengan skala horizontal 1:1.000. c. Pada titik P1 ukurkan tinggi H1 terhadap garis acuan. Misalnya H1 = 354,123 m, tinggi patok =
0,032 m dan tinggi garis acuan tinggi = 300,000 meter maka tinggi yang diplot = 354,123 m 0,032 m 350,000 m = 4,091 m. Tinggi tersebut diplot dengan skala vertikal 1:100 menjadi 4,091 cm 4,1 cm
d. Lakukan hal sama pada titik-titik a1, a2, P2, b1,b2, b3, P3. Untuk titik-titik non patok, tidak perlu dikurangi tinggi patok karena tinggi tersebut sudah di atas permukaan tanah..
e. Jika semua selesai diplot, tarik garis yang menghubungkan puncak masing-masing titik. Dengan demikian, draft profil memanjang telah tergambar.
f. Tuliskan nomor patok, data harga tinggi, dan jarak antar patok, lengkapi dengan informasi pelengkap lainnya.
-
38
Gambar. 5.6 Gambar Profil Memanjang Catatan : Penggambaran profil harus menggunakan tinggi di atas tanah, bukan tinggi di atas patok. Perbedaan skala horizontal 1:1.000 dan vertikal 1:100 dimaksudkan agar bentuk irisan
vertikalnya lebih terlihat jelas Perhitungan dan penggambaran profil ini dapat dilakukan menggunakan perangkat lunak LDD
atau AutoCadMap
5.3 Profil Melintang Profil melintang adalah irisan tegak lurus sumbu proyek. Data profil melintang digunakan untuk merancang bagian kiri dan kanan sumbu jalan. Bersama dengan data profil memanjang, dapat dihitung volume galian dan timbunan tanah. Pada umumnya jarak profil melintang sekitar 100 200 meter ke kiri dan ke kanan dari sumbu proyek tergantung ketentuan teknis.
5.3.1 Pengukuran Profil Melintang Pengukuran profil melintang dilakukan dengan langkah sebagai berikut: (lihat gambar)
Gambar. 5.7 Pengukuran Profil Melintang
a. Dirikan alat di atas salah satu patok misalnya P2, ukur tinggi alat. b. Dirikan rambu di titik detail m1 di kiri sumbu proyek Catat benang atas, tengah dan bawah. c. Pindahkan rambu di titik detail m2 di kiri sumbu proyek Catat benang atas, tengah dan bawah d. Lakukan langkah sama seperti di atas untuk titik detail m3, m4, m5, dan m6 e. Selesai pengukuran satu profil melintang, pindahkan alat dan rambu ke profil berikutnya.. f. Demikian seterusnya sampai seluruh profil melintang proyek selesai diukur ketinggiannya
5.3.2 Perhitungan Profil Melintang Perhitungan tinggi dilakukan dengan metode tinggi garis bidik, dengan langkah berikut: a. Hitung tinggi garis bidik dengan rumus: TGB = Tinggi titik P2 + tinggi alat.
P1 a1 a2 P2 b1 b2 b3 P3
h1 h2 h3 h4 h5 h6 h7 h8 d12 d23 d34 d45 d56 d67 d78
= rancangan jalan
galian timbunan timbunan galian
100 200 m ke kiri 100 200 m ke kanan
sumbu proyek
P2
m1 m2
m3 m4 m5 m6
-
39
b. Hitung tinggi m1 dengan rumus: Hm1 = TGB benang tengah m1 c. Hitung tinggi m2, m3, m4, m5, dan m6 dengan cara yang sama d. Hitung jarak titik detai terhadap titik P2 dengan rumus :
D = (benang atas benang bawah) x 100 5.3.3 Penggambaran Profil Melintang
Cara penggambaran sama dengan penggambaran profil memanjang. Namun pada penggambaran profil melintang, skala horizontal dan skala vertikal sama yaitu 1:100.
Perhitungan dan penggambaran profil melintang dapat dilakukan secara digital dengan perangkat lunak LDD dan AutoCadMap
-
40
BAB VI LUAS DAN VOLUME
6.1 Penentuan Luas Penentuan luas diperlukan dalam banyak pekerjaan sipil antara lain untuk menghitung volume pekerjaan, menentukan ganti rugi tanah yang terkena dampak proyek, menentukan luasan daerah yang terkena banjir, luas daerah persawahan yang akan mendapat pengairan, dan lain-lain. Ada dua cara penentuan luas yang banyak digunakan, yaitu metode segitiga dan metode koordinat
6.1.1 Metode Segitiga Penentuan luas dengan metode ini dilakukan dengan membagi daerah yang akan ditentukan luasnya dengan beberapa segitiga. Masing-masing segitiga dihitung luasnya, lalu luas seluruh daerah tersebut diperoleh dengan menjumlahkan kesemua luas segitiga itu.
Misalnya akan ditentukan luas suatu daerah berbentuk segilima ABCDE dengan metode segitiga, maka segilima itu dibagi menjadi 3 segitiga: ABE, EBD, dan DBC. Masing-masing segitiga dihitung luasnya
Luas ABCDE = luas ABE + luas EBD + luas DBC
Gambar. 6.1 Penentuan Luas ABCDE
Beberapa rumus penentuan luas segitiga antara lain a. Berdasarkan alas dan tinggi:
Luas ABC = alas x tinggi = at Rumus ini sangat populer di sekolah, namun dalam pekerjaan sipil hampir tidak pernah digunakan karena tidak praktis. Menentukan titik D dimana garis CD tegak lurus AB sulit dilakukan di lapangan.
Gambar. 6.2 Luas Berdasarkan Alas dan Tinggi
b. Berdasarkan Sudut dan Sisi
Luas ABC = bc sin A = ac sin B = ab sin C Rumus ini terkadang digunakan untuk menentukan luas tanah yang terbuka dan relatif tidak luas. Untuk daerah tertutup dan amat luas, kurang praktis karena harus mengukur sudut yang mungkin terhalang benda dan mengukur jarak yang sangat jauh.
Gambar. 6.3 Luas Berdasarkan Sudut dan Sisi
A
B
C
D E
I II
III
A B
C
D a = alas
t = tinggi
A B
C
a b
c
-
41
Contoh: Pada sebuah segitiga ABC diukur sudut A = 47o 15 42 jarak sisi b = 78,245 m dan sisi c = 82,106 m. Tentukan luas segitiga ABC. Jawab : Luas ABC = bc sin A = x 78,245 x 82,106 x sin (47o 15 42) = 2.359,229 m2
c. Berdasarkan tiga sisi (lihat gambar di atas) Luas ABC = )cs)(bs)(as(s dimana s = (a + b + c) Rumus ini lebih praktis daripada rumus di atas karena tidak perlu mengukur sudut, namun cukup hanya mengukur ketiga sisi segitiga.
Contoh: Pada sebuah segitiga ABC diukur sisi a = 85,227 m jarak sisi b = 78,245 m dan sisi c = 82,106 m. Tentukan luas segitiga ABC. Jawab : Hitung s = (a + b + c) = (85,227 m + 78,245 m + 82,106 m) = 122,789 m s a = 122,789 m 85,227 m = 37,562 m s b = 122,789 m 78,245 m = 44,544 m s c = 122,789 m 82,106 m = 40,683 m
Luas ABC = )cs)(bs)(as(s = 683.40x544,44x562,37x789,122 = 2.891,047 m2
6.1.2 Metode Koordinat Menentukan luas suatu daerah yang tertutup bangunan atau pepohonan dan amat luas, misalnya batas perkebunan atau batas kampus Unila, hampir tidak mungkin dilakukan dengan metode segitiga. Untuk itu diperlukan perhitungan luas dengan metode koordinat. Jadi titik-titik batas suatu daerah diukur dengan teknik poligon untuk menentukan koordinatnya, lalu dihitung luasnya berdasarkan harga koordinat tersebut.
Diketahui suatu daerah berbentuk segilima ABCDE dengan A (Xa,Ya), B (Xb,Yb), C (Xc,Yc), D (Xd,Yd) dan E (Xe,Ye) Berdasarkan gambar di sebelah, dapat ditentukan bahwa Luas ABCDE = luas trapesium AABB + luas trapesium BBCC luas trapesium CCDD luas trapesium DDEE luas trapesium EEAA
Gambar 6.4 Luas Metode Koordinat
Luas trapesium AABB = (AA + BB) AB = (Ya + Yb)(Xb Xa) Luas trapesium BBCC = (BB + CC) BC = (Yb + Yc)(Xc Xb) Luas trapesium CCDD = (CC + DD) CD = (Yc + Yd)(Xc Xd) Luas trapesium DDEE = (DD + EE) DE = (Yd + Ye)(Xd Xe) Luas trapesium EEAA = (EE + AA) EA = (Ye + Ya)(Xe Xa)
A
B
C
D E
D C B E A X
Y
-
42
Luas ABCDE = (Ya + Yb)(Xb Xa) + (Yb + Yc)(Xc Xb) (Yc + Yd)(Xc Xd) (Yd + Ye)(Xd Xe) (Ye + Ya)(Xe Xa)
2 Luas ABCDE = (Yb + Ya)(Xb Xa) + (Yc + Yb)(Xc Xb) + (Yd + Yc)(Xd Xc) + (Ye + Yd)(Xe Xd) + (Ya + Ye)(Xa Xe)
Ditulis: 2 Luas = (Yn+1 + Yn)(Xn+1 Xn) Rumus itu dapat diuraikan menjadi 2 Luas ABCDE = YbXb + YaXb YbXa YaXa + YcXc + YbXc YcXb YbXb + YdXd + YcXd YdXc YcXc + YeXe + YdXe YeXd YdXd + YaXa + YeXa YaXe YeXe 2 Luas ABCDE = YaXb YbXa + YbXc YcXb + YcXd YdXc + YdXe YeXd + YeXa YaXe 2 Luas ABCDE = (YaXb + YbXc + YcXd + YdXe + YeXa) (YbXa + YcXb + YdXc + YeXd + YaXe) 2 Luas ABCDE = (YaXb + YbXc + YcXd + YdXe + YeXa) (XaYb + XbYc + XcYd + XdYe + XeYa) Rumus perhitungan luas ini dapat disederhanakan menjadi:
Ya Yb Yc Yd Ye Ya
Xa Xb Xc Xd Xe Xa
Gambar 6.5 Perkalian Silang
Catatan : perkalian positip dan perkalian negatip Contoh: Pada sebuah segilima ABCDE. diketahui koordinat:
A (5.345,167 m, 3.043,678 m), B (5.671,221 m, 3.208.089 m), C (5.793,347 m, 2,975,217 m) D (5.623,825 m, 2.814,686 m), dan E (5.477,954 m, 2.928,805 m)
Tentukan luas segilima tersebut. Jawab : 3.043,678 3.208.089 2,975,217 2.814,686 2.928,805 3.043,678 5.345,167 5.671,221 5.793,347 5.623,825 5.477,954 5.345,167
2 Luas ABCDE = (3.043,678 x 5.671,221 + 3.208.089 x 5.793,347 + 2,975,217 x 5.623,825 + 2.814,686 x 5.477,954 + 2.928,805 x 5.345,167) (5.345,167 x 3.208.089 + 5.671,221 x 2,975,217 + 5.793,347 x 2.814,686 + 5.623,825 x 2.928,805 + 5.477,954 x 3.043,678) = 83.652715,388 83.471.552,134 = 181.163,254 m2 Jadi Luas ABCDE = 181.163,254 m2 / 2 = 89.561,627 m2 Catatan: a. Dalam penggambaran peta secara digital,misalnya menggunakan AutoCad atau AutoCadMap,
penentuan luas dapat ditentukan secara otomatis dengan mengklik tombol penghitung luas. b. Menghitung luas pada peta hardcopy harus memperhitungkan skala peta. Misalnya suatu
persegi panjang di peta skala 1:1.000 dengan panjang 5 cm dan lebar 3 cm, tentukan luas sebenarnya