burr holes diagnostik

16
BURR HOLES DIAGNOSTIK, KRANIOTOMI DAN EPIDURAL HEMATOMA a. Definisi Burr holes diagnostik adalah suatu tindakan pembuatan lubang pada tulang kepala yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perdarahan ekstra aksial, sebelum tindakan definitif craniotomy dilakukan. Epidural Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan duramater. b. Ruang lingkup Hematoma epidural terletak di luar duramater tetapi di dalam rongga tengkorak dan cirinya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak di daerah temporal atau temporoparietal yangdisebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat retaknya tulang tengkorak. Gumpalan darah yang terjadi dapat berasal dari pembuluh arteri, namun pada sepertiga kasus dapat terjadi akibat perdarahan vena, karena tidak jarang EDH terjadi akibat robeknya sinus venosus terutama pada regio parieto-oksipital dan fora posterior. Walaupun secara relatif perdarahan epidural jarana terjadi (0,5% dari seluruh penderita trauma kepala dan 9 % dari penderita yang dalam keadaan koma), namun harus dipertimbangkan karena memerlukan tindakan diagnostik maupun operatif yang cepat. Perdarahan epidural bila ditolong segera pada tahap dini, prognosisnya sangat baik karena kerusakan langsung akibat penekanan gumpalan darah pada jaringan otak tidak berlangsung lama. Pada pasien trauma, adanya trias klinis yaitu penurunan kesadaran, pupil anisokor dengan refleks cahaya menurun dan kontralateral hemiparesis merupakan tanda adanya penekanan brainstem oleh herniasi uncal dimana sebagian besar disebabkan oleh adanya massa extra aksial. Burr holes merupakan salah satu alat diagnostik untuk mengetahui ada tidaknya perdarahan ekstra aksial tersebut, yang bila hasilnya positif dapat dilakukan dekompresi awal sebelum tindakan craniotomy definitif dilakukan. Dengan makin berkembang dan meluasnya penggunaan CT Scan kepala, tindakan burr holes diagnostik menjadi jarang dilakukan. Namun untuk di RS daerah dimana fasilitas CT Scan tidak ada, dapat merupakan tindakan life-saving yang dilakukan oleh dokter bedah. c. Indikasi Operasi Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata Adanya tanda herniasi/lateralisasi Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT Scan Kepala tidak bisa dilakukan. d. Kontra indikasi operasi

Upload: ruki-hartawan

Post on 24-Nov-2015

104 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

  • BURR HOLES DIAGNOSTIK, KRANIOTOMI DANEPIDURAL HEMATOMA

    a. Definisi

    Burr holes diagnostik adalah suatu tindakan pembuatan lubang pada tulang kepala yangbertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perdarahan ekstra aksial, sebelum tindakan definitifcraniotomy dilakukan.

    Epidural Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisanduramater.

    b. Ruang lingkup

    Hematoma epidural terletak di luar duramater tetapi di dalam rongga tengkorak dan cirinyaberbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak di daerah temporal atautemporoparietal yangdisebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat retaknya tulangtengkorak. Gumpalan darah yang terjadi dapat berasal dari pembuluh arteri, namun padasepertiga kasus dapat terjadi akibat perdarahan vena, karena tidak jarang EDH terjadi akibatrobeknya sinus venosus terutama pada regio parieto-oksipital dan fora posterior. Walaupunsecara relatif perdarahan epidural jarana terjadi (0,5% dari seluruh penderita trauma kepala dan9 % dari penderita yang dalam keadaan koma), namun harus dipertimbangkan karenamemerlukan tindakan diagnostik maupun operatif yang cepat. Perdarahan epidural bila ditolongsegera pada tahap dini, prognosisnya sangat baik karena kerusakan langsung akibatpenekanan gumpalan darah pada jaringan otak tidak berlangsung lama.

    Pada pasien trauma, adanya trias klinis yaitu penurunan kesadaran, pupil anisokor denganrefleks cahaya menurun dan kontralateral hemiparesis merupakan tanda adanya penekananbrainstem oleh herniasi uncal dimana sebagian besar disebabkan oleh adanya massa extraaksial. Burr holes merupakan salah satu alat diagnostik untuk mengetahui ada tidaknyaperdarahan ekstra aksial tersebut, yang bila hasilnya positif dapat dilakukan dekompresi awalsebelum tindakan craniotomy definitif dilakukan. Dengan makin berkembang dan meluasnyapenggunaan CT Scan kepala, tindakan burr holes diagnostik menjadi jarang dilakukan. Namununtuk di RS daerah dimana fasilitas CT Scan tidak ada, dapat merupakan tindakan life-savingyang dilakukan oleh dokter bedah.

    c. Indikasi Operasi

    Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata

    Adanya tanda herniasi/lateralisasi

    Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT Scan Kepalatidak bisa dilakukan.

    d. Kontra indikasi operasi

  • Umum keadaan pasien yang jelek

    e. Diagnosis Banding

    Perdarahan intra kranial lainnya selain epidural Hematom

    Teknik Operasi

    Pasien diposisikan supine dengan kepala dimiringkan sehingga lokasi yang akan dibukaterletak di atas, dan di bawah bahu diletakkan gulungan kain untuk membantuperputaran kepala.

    Kepala dicukur kemudian di lakukan tindakan desinfeksi dengan larutan antiseptik.

    Burr hole pertama dilakukan di daerah temporal, 2 cm di atas arkus zygoma, 2 cm didepan tragus. Incisi kulit dilakukan secara tajam hingga tulang setelah infiltrasi denganpehacain.

    Perdarahan dari arteri superfisial temporalis dirawat dengan kauter atau ligasi, kemudiandipasang retractor otomatis.

    Dilakukan burr hole menggunakan bor atau drill hingga menembus tulang temporal dantampak duramater.

    Tulang diperlebar dengan menggunakan kerrison atau ronger, bila hasil positif EDHmaka tulang burr hole dilebarkan dan dilakukan dekompresi secukupnya. Penderitakemudian disiapkan untuk operasi craniotomy definitif di kamar operasi, atau dirujuk keRS dengan fasilitas bedah saraf.

    Bila hasilnya negatif, burr hole ke dua dilakukan dilakukan di daerah frontal yaitu 2 cm didepan sutura coronaria pada mid pupillary line, ke tiga di daerah parieto-oksipital yaitu4-6 cm diatas pinna dan ke empat di daerah fossa posterior.

    Bila hasilnya tetap negatif, burr holes dilakukan pada sisi kontralateral sesuai dengancara diatas.

    Pemilihan lokasi inisial burr hole:

    a. Ipsilateral dengan pupil yang midriasis, atau pupil yang pertama kali midriasis, ataukontralateral dengan hemiparesis.

    b. Bila tidak ada tanda lateralisasi, dilakukan pada daerah dibawah fraktur tulang atau padajejas SCALP yang bermakna.

    c. Bila penderita koma tanpa tanda yang jelas, dilakukan pertama pada sisi kiri sebagaihemisfer dominan.

    f. Komplikasi operasi

  • Perdarahan

    Infeksi

    g. Mortalitas

    Tidak ada, kecuali karena sebab yang lain

    h. Perawatan Pascabedah

    Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan dibuka padahari ke 5-7. Pemberian antibiotika dan anti konvulsan masih diperdebatkan.

    i. Follow-up

    Klinis penderita pasca dilakukan burr holes.

    LUKA KRANIOSEREBRALa. Definisi

    Luka kranioserebral adalah laserasi terbuka adalah luka terbuka yang mengenai kulit, jaringandibawah kulit, fraktur tulang tengkorak, robekan duramater dan laserasi serebri sehinggamengakibatkan terjadinya hubungan langsung antara otak dengan dunia luar.

    b. Indikasi Operasi

  • Adanya luka terbuka SCALP dan patah tulang terbuka disertai laserasi atau prolaps serebri.

    c. Kontra indikasi operasi

    Umum keadaan pasien yang jelek

    Teknik Operasi

    Persiapan operasi sesuai prosedur umum

    Debridemen luka kulit sampai tulang

    Sayatan kulit memperluas luka yang ada harus membentuk huruf S

    Penangan terhadap fraktur tulang kepala terbuka

    Merapatkan sayatan yang berbentuk S dengan jahitan primer

    Jaringan otak diluar dan yang terjepit oleh jahitan dibuang.

    d. Komplikasi operasi

    Komplikasi berupa infeksi luka operasi dan meningitis mortalitas tergantung berat ringannyacedera otak.

    e. Mortalitas

    Mortalitas tergantung berat ringannya cedera otak.

    f. Perawatan Pascabedah dan Follow Up

    Apabila penderita stabil dan didapatkan peningkatan tingkat kesadaran berdasarkanGlasgow Coma Scale (GCS), perawatan dilanjutkan.

    Penderita dirujuk ke Spesialis Bedah Saraf terdekat dalam waktu 24 jam.

  • KRANIEKTOMI DEKOMPRESI UNTUK EDEMA SEREBRIa. Definisi

    Edema serebri adalah pembekakan jaringan otak yang berkaitan dengan trauma.

    b. Indikasi Operasi

    Edema serebri yang mengakibatkan penurunan kesadaran.

    c. Kontra indikasi operasi

    Umum keadaan pasien yang jelek

    d. Diagnosis Banding

    Semua cedera kepala yang mengakibatkan penurunan kesadaran

    Teknik Operasi

    Positioning

    Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Head-up kurang lebih15o (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring kontralateral lokasi lesi.Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya kepala miring ke kanan maka ganjal bantaldi bahu kiri dan sebaliknya.

    Washing

  • Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan, menghilangkan lemak yangada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi betadine lebih baik. Keringkan dengandoek steril. Pasang doek steril di bawah kepala untuk membatasi kontak dengan meja operasi.

    Markering

    Saat markering perhatikan: garis rambut untuk kosmetik, sinus untuk menghindariperdarahan, sutura untuk mengetahui lokasi, zygoma sebagai batas basis cranii, jalannya NVII (kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai dengan canthus lateralis orbita).

    Desinfeksi

    Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000 yangmengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.

    Operasi

    Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung.

    Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60o.

    Buka flap secara tajam pada loose connective tissue. Kompres dengan kasa basah. Dibawahnya diganjal dengan kasa steril supaya pembuluh darah tidak tertekuk (bahayanekrosis pada kulit kepala). Klem pada pangkal flap dan fiksasi pada doek.

    Buka pericranium dengan diatermi. Kelupas secara hati-hati dengan rasparatorium padadaerah yang akan di burrhole dan gergaji kemudian dan rawat perdarahan.

    Lakukan burrhole pertama dengan mata bor tajam (Hudsons Brace) kemudian denganmata bor yang melingkar (Conical boor) bila sudah menembus tabula interna.

    Boorhole minimal pada 4 tempat sesuai dengan merkering. Perdarahan dari tulangdapat dihentikan dengan bone wax. Tutup lubang boorhole dengan kapas basah/ wetjes.

    Buka tulang dengan gigli. Bebaskan dura dari cranium dengan menggunakan sonde.Masukan penuntun gigli pada lubang boorhole. Pasang gigli kemudian masukkanpenuntun gigli sampai menembus lubang boorhole di sebelahnya. Lakukan pemotongandengan gergaji dan asisten memfixir kepala penderita. Patahkan tulang kepala denganflap ke atas menjauhi otak dengan cara tulang dipegang dengan knabel tang danbagian bawah dilindungi dengan elevator kemudian miringkan posisi elevator pada saatmematahkan tulang.

    Setelah terdekompresi fragmen tulang dapat di simpan di subgaleal atau di dindingabdomen kemudian lapangan operasi dapat ditutup lapis demi lapis dengan carasebagai berikut:

    - Teugel dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0 menembus keluar kulit.

    - Periost dan fascia otot dijahit dengan vicryl 2.0.

  • - Pasang drain subgaleal. Jahit galea dengan vicryl 2.0.

    - Jahit kulit dengan silk 3.0.

    - Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain).

    e. Komplikasi operasi

    Komplikasi berupa infeksi luka operasi dikepala maupun di dinding abdomen tempatmenyimpang tulang.

    f. Mortalitas

    Mortalitas tergantung berat ringannya cedera otak.

    g. Perawatan Pascabedah dan Follow Up

    Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Perawatanluka dilakukan pada luka operasi dikepala dan pada dinding abdomen. Jahitan dibukapada hari ke 5-7.

    Tindakan pemasangan fragmen tulang atau cranioplasty dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian.

    TREPANASI / KRANIOTOMI PADA EDH DAN SDHa. Definisi

    Trepanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapaiotak untuk tindakan pembedahan definitif.

    Epidural Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisanduramater.

    Subdural hematoma (SDH) adalah suatu perdarahan yang terdapat pada rongga diantaralapisan duramater dengan araknoidea

    b. Ruang lingkup

    Hematoma epidural terletak di luar duramater tetapi di dalam rongga tengkorak dan cirinyaberbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak di daerah temporal atautemporoparietal yang disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat retaknya tulangtengkorak. Gumpalan darah yang terjadi dapat berasal dari pembuluh arteri, namun padasepertiga kasus dapat terjadi akibat perdarahan vena, karena tidak jarang EDH terjadi akibatrobeknya sinus venosus terutama pada regio parieto-oksipital dan fora posterior. Walaupunsecara relatif perdarahan epidural jarang terjadi (0,5% dari seluruh penderita trauma kepala dan9 % dari penderita yang dalam keadaan koma), namun harus dipertimbangkan karenamemerlukan tindakan diagnostik maupun operatif yang cepat. Perdarahan epidural bila ditolong

  • segera pada tahap dini, prognosisnya sangat baik karena kerusakan langsung akibatpenekanan gumpalan darah pada jaringan otak tidak berlangsung lama.

    Pada pasien trauma, adanya trias klinis yaitu penurunan kesadaran, pupil anisokor denganrefleks cahaya menurun dan kontralateral hemiparesis merupakan tanda adanya penekananbrainstem oleh herniasi uncal dimana sebagian besar disebabkan oleh adanya massa extraaksial.

    c. Indikasi Operasi

    Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata

    Adanya tanda herniasi/lateralisasi

    Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT Scan Kepalatidak bisa dilakukan.

    d. Diagnosis Banding

    Hematom intracranial lainnya

    e. Pemeriksaan Penunjang

    CT Scan kepala

    Teknik Operasi

    Positioning

    Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Head-up kurang lebih15o (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring kontralateral lokasi lesi/hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya kepala miring ke kanan makaganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.

    Washing

    Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan, menghilangkan lemak yangada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi betadine lebih baik. Keringkan dengandoek steril. Pasang doek steril di bawah kepala untuk membatasi kontak dengan meja operasi

    Markering

    Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar dengan melihat CTscan. Saat markering perhatikan: garis rambut untuk kosmetik, sinus untuk menghindariperdarahan, sutura untuk mengetahui lokasi, zygoma sebagai batas basis cranii, jalannya NVII (kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai dengan canthus lateralis orbita)

    Desinfeksi

  • Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000 yangmengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.

    Operasi

    Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung.

    Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat.

    Buka flap secara tajam pada loose connective tissue. Kompres dengan kasa basah. Dibawahnya diganjal dengan kasa steril supaya pembuluh darah tidak tertekuk (bahayanekrosis pada kulit kepala). Klem pada pangkal flap dan fiksasi pada doek.

    Buka pericranium dengan diatermi. Kelupas secara hati-hati dengan rasparatorium padadaerah yang akan di burrhole dan gergaji kemudian dan rawat perdarahan.

    Penentuan lokasi burrhole idealnya pada setiap tepi hematom sesuai gambar CT scan.

    Lakukan burrhole pertama dengan mata bor tajam (Hudsons Brace) kemudian denganmata bor yang melingkar (Conical boor) bila sudah menembus tabula interna.

    Boorhole minimal pada 4 tempat sesuai dengan merkering.

    Perdarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax. Tutup lubang boorholedengan kapas basah/ wetjes.

    Buka tulang dengan gigli. Bebaskan dura dari cranium dengan menggunakan sonde.Masukan penuntun gigli pada lubang boorhole. Pasang gigli kemudian masukkanpenuntun gigli sampai menembus lubang boorhole di sebelahnya. Lakukan pemotongandengan gergaji dan asisten memfixir kepala penderita.

    Patahkan tulang kepala dengan flap ke atas menjauhi otak dengan cara tulangdipegang dengan knabel tang dan bagian bawah dilindungi dengan elevator kemudianmiringkan posisi elevator pada saat mematahkan tulang.

    Setelah nampak hematom epidural, bersihkan tepi-tepi tulang dengan spoeling dansuctioning sedikit demi sedikit. Pedarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bonewax.

    Gantung dura (hitch stitch) dengan benang silk 3.0 sedikitnya 4 buah.

    Evakuasi hematoma dengan spoeling dan suctioning secara gentle. Evaluasi dura,perdarahan dari dura dihentikan dengan diatermi. Bila ada perdarahan dari tepi bawahtulang yang merembes tambahkan hitch stitch pada daerah tersebut kalau perlutambahkan spongostan di bawah tulang. Bila perdarahan profus dari bawah tulang(berasal dari arteri) tulang boleh di-knabel untuk mencari sumber perdarahan kecualidicurigai berasal dari sinus.

  • Bila ada dura yang robek jahit dura dengan silk 3.0 atau vicryl 3.0 secara simpul denganjarak kurang dari 5mm. Pastikan sudah tidak ada lagi perdarahan dengan spoelingberulang-ulang.

    Pada subdural hematoma setelah dilakukan kraniektomi langkah salanjutnya adalahmembuka duramater.

    Sayatan pembukaan dura seyogianya berbentuk tapal kuda (bentuk U) berlawanandengan sayatan kulit. Duramater dikait dengan pengait dura, kemudian bagian yangterangkat disayat dengan pisau sampai terlihat lapisan mengkilat dari arakhnoid. (Bilasampai keluar cairan otak, berarti arachnoid sudah turut tersayat). Masukkan kapasberbuntut melalui lubang sayatan ke bawah duramater di dalam ruang subdural, dansefanjutnya dengan kapas ini sebagai pelindung terhadap kemungkinan trauma padalapisan tersebut.

    Perdarahan dihentikan dengan koagulasi atau pemakaian klip khusus. Koagulasi yangdipakai dengan kekuatan lebih rendah dibandingkan untuk pembuluh darah kulit atausubkutan.

    Reseksi jaringan otak didahului dengan koagulasi permukaan otak dengan pembuluh-pembuluh darahnya baik arteri maupun vena.

    Semua pembuluh darah baik arteri maupun vena berada di permukaan di ruangsubarahnoidal, sehingga bila ditutup maka pada jaringan otak dibawahnya tak ada darahlagi.

    Perlengketan jaringan otak dilepaskan dengan koagulasi. Tepi bagian otak yangdireseksi harus dikoagulasi untuk menjamin jaringan otak bebas dari perlengketan.Untuk membakar permukaan otak, idealnya dipergunakan kauter bipolar. Biladipergunakan kauter monopolar, untuk memegang jaringan otak gunakan pinsetanatomis halus sebagai alat bantu kauterisasi.

    Pengembalian tulang. Perlu dipertimbangkan dikembalikan/tidaknya tulang denganevaluasi klinis pre operasi dan ketegangan dura. Bila tidak dikembalikan lapanganoperasi dapat ditutup lapis demi lapis dengan cara sebagai berikut:

    - Teugel dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0 menembus keluar kulit.

    - Periost dan fascia otot dijahit dengan vicryl 2.0.

    - Pasang drain subgaleal.

    - Jahit galea dengan vicryl 2.0.

    - Jahit kulit dengan silk 3.0.

    - Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain).

  • - Operasi selesai.

    Bila tulang dikembalikan, buat lubang untuk fiksasi tulang, pertama pada tulang yangtidak diangkat (3-4 buah). Tegel dura ditengah tulang yang akan dikembalikan untukmenghindari dead space. Buat lubang pada tulang yang akan dikembalikan sesuaidengan lokasi yang akan di fiksasi (3-4 buah ditepi dan 2 lubang ditengah berdekatanuntuk teugel dura). Lakukan fiksasi tulang dengan dengan silk 2.0, selanjutnya tutuplapis demi lapis seperti diatas.

    f. Komplikasi operasi

    Perdarahan

    Infeksi

    g. Mortalitas

    Tergantung beratnya cedera otak

    h. Perawatan Pascabedah

    Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan dibuka padahari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau kranioplasti dianjurkan dilakukansetelah 6-8 minggu kemudian.

    i. Follow-up

    CT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik dan untuk menilaiapakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.

    KRANIEKTOMI DEKOMPRESI UNTUK EDEMA SEREBRIa. Definisi

    Edema serebri adalah pembekakan jaringan otak yang berkaitan dengan trauma.

    b. Indikasi Operasi

    Edema serebri yang mengakibatkan penurunan kesadaran.

    c. Kontra indikasi operasi

    Umum keadaan pasien yang jelek

    d. Diagnosis Banding

    Semua cedera kepala yang mengakibatkan penurunan kesadaran

    Teknik Operasi

  • Positioning

    Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Head-up kurang lebih15o (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring kontralateral lokasi lesi.Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya kepala miring ke kanan maka ganjal bantaldi bahu kiri dan sebaliknya.

    Washing

    Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan, menghilangkan lemak yangada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi betadine lebih baik. Keringkan dengandoek steril. Pasang doek steril di bawah kepala untuk membatasi kontak dengan meja operasi.

    Markering

    Saat markering perhatikan: garis rambut untuk kosmetik, sinus untuk menghindariperdarahan, sutura untuk mengetahui lokasi, zygoma sebagai batas basis cranii, jalannya NVII (kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai dengan canthus lateralis orbita).

    Desinfeksi

    Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000 yangmengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.

    Operasi

    Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung.

    Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60o.

    Buka flap secara tajam pada loose connective tissue. Kompres dengan kasa basah. Dibawahnya diganjal dengan kasa steril supaya pembuluh darah tidak tertekuk (bahayanekrosis pada kulit kepala). Klem pada pangkal flap dan fiksasi pada doek.

    Buka pericranium dengan diatermi. Kelupas secara hati-hati dengan rasparatorium padadaerah yang akan di burrhole dan gergaji kemudian dan rawat perdarahan.

    Lakukan burrhole pertama dengan mata bor tajam (Hudsons Brace) kemudian denganmata bor yang melingkar (Conical boor) bila sudah menembus tabula interna.

    Boorhole minimal pada 4 tempat sesuai dengan merkering. Perdarahan dari tulangdapat dihentikan dengan bone wax. Tutup lubang boorhole dengan kapas basah/ wetjes.

    Buka tulang dengan gigli. Bebaskan dura dari cranium dengan menggunakan sonde.Masukan penuntun gigli pada lubang boorhole. Pasang gigli kemudian masukkanpenuntun gigli sampai menembus lubang boorhole di sebelahnya. Lakukan pemotongandengan gergaji dan asisten memfixir kepala penderita. Patahkan tulang kepala denganflap ke atas menjauhi otak dengan cara tulang dipegang dengan knabel tang dan

  • bagian bawah dilindungi dengan elevator kemudian miringkan posisi elevator pada saatmematahkan tulang.

    Setelah terdekompresi fragmen tulang dapat di simpan di subgaleal atau di dindingabdomen kemudian lapangan operasi dapat ditutup lapis demi lapis dengan carasebagai berikut:

    - Teugel dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0 menembus keluar kulit.

    - Periost dan fascia otot dijahit dengan vicryl 2.0.

    - Pasang drain subgaleal. Jahit galea dengan vicryl 2.0.

    - Jahit kulit dengan silk 3.0.

    - Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain).

    e. Komplikasi operasi

    Komplikasi berupa infeksi luka operasi dikepala maupun di dinding abdomen tempatmenyimpang tulang.

    f. Mortalitas

    Mortalitas tergantung berat ringannya cedera otak.

    g. Perawatan Pascabedah dan Follow Up

    Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Perawatan luka dilakukan pada luka operasi dikepala dan pada dinding abdomen. Jahitan dibuka pada hari ke 5-7.

    Tindakan pemasangan fragmen tulang atau cranioplasty dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian.

    REPARASI CEDERA SARAF PERIFER

    Introduksi

    a. Definisi

    Reparasi cedera saraf perifer adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk memperbaiki cedera saraf perifer.

    b. Ruang lingkup

    Cedera saraf perifer baik terbuka maupun tertutup sering dihadapi seorang ahli bedah. Prinsip-prinsip umum dalam menangani cedera saraf perifer didasarkan oleh pemahaman yang baik tentang dasar-daasr biologis sistem saraf dan responnya terhadap trauma.

  • Klasifikasi tradisional cedera saraf perifer adalah klasifiaksi Seddon. Seddon mendeskripsikan adanya tiga macam cedera yaitu:neuropraksia, axonotmesis dan neuotmesis.

    Neuropraxia

    Adalah tidak berfungsinya sistem saraf yang bersifat sementara tanpa terjadinya disrupsi fisik axon. Biasanya fungsi saraf akan kembali normal setelah 2-4 minggu.

    Axonotmesis

    Adalah terjadinya disrupsi axon dan myelin. Jaringan ikat lunak sekitarnya termasuk endo- neurium intak. Terjadi degenerasi axon distal dan proksimal lokasi terjadinya trauma. Degenerasi distal dikenal sebagai degenerasi Wallerian. Axon akan memngalami regenerasi dengan kecepatan 1mm/hari. Secara bermakna fungsi akan kembali normal setelah 18 bulan.

    Neurotmesis

    Adalah terjadinya disrupsi axon dan endoneurial. Komponen kolagen perifer seperti epineurium dapat intak atau terjadi disrupsi. Degenerasi axonal terjadi pada distal dan proksimal segmen.

    c. Indikasi Operasi

    Lesi saraf komplit yang disebabkan laserasi atau luka tembus

    Lesi saraf lain yang cukup bermakna tanpa perbaikan klinis maupun elektrofisiologis setelah 3-6 bulan observasi klinis

    d. Diagnosis Banding

    Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculo- neuropathy

    Cervical Spondylosis: Diagnosis and Management

    Diabetic Neuropathy

    Femoral Mononeuropathy

    Guillain-Barre Syndrome in Childhood

    HIV-1 Associated Acute/Chronic Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy

    HIV-1 Associated Distal Painful Sensorimotor Polyneuropathy

    HIV-1 Associated Multiple Mononeuropathies

    HIV-1 Associated Neuromuscular Complications

    Leptomeningeal Carcinomatosis

    Metastatic Disease to the Spine and Related Structures

  • Peroneal Mononeuropathy

    Polyarteritis Nodosa

    Radial Mononeuropathy

    Spinal Cord Hemorrhage

    Spinal Cord Infarction

    Syringomyelia

    Vasculitic Neuropathy

    e. Pemeriksaan Penunjang

    EMG (Elektromyografi)

    Teknik Operasi

    Teknik operasi yang dapat diterapkan pada reparasi saraf perifer mencakup internal dan eksternal neurolisis.

    Neurolisis eksternal dikerjakan dengan membebaskan saraf dari jaringan sekitarnya secara sirkumferensial.

    Neurolisis internal diindikasikan untuk lesi saraf parsial yang memerlukan reparasi terpisah antara fasikulus saraf yang berfungsi dengan fasikulus saraf yang tidak berfungsi.

    Prosedur ini sangat berpotensi untuk melukai axon yang mengalami regenerasi dan harus dikerjakan dengan tuntunan elektrofisiologis. Secara umum neurolisis internal mencakup diseksi segmen yang non fungional.

    Kemudian fasikulus yang sudah didiseksi dilakukan reparasi end to end dengan atau tanpa graft saraf.

    Reparasi end to end lebih disukai apabila gap yang terjadi kecil dan kedua ujung dapat didekatkan tanpa tegangan/tension yang bermakna. Tension akan menghambat proses penyembuhan. Jika jarak cukup jauh maka dapat dilakukan graft interposisi.

    Umumnya donor saraf diambil dari saraf sensoris superfisial autologus misalnya nervus suralis.

    Jahitan monofilamen (7.0-10.0) pada epineurium digunakan untuk mendekatkan fasikulus. Ujung saraf harus direseksi sampai ke fasikulus yang sehat untuk mendapatkan orientasi yang baik dan mengoptimalkan perbaikan fungsi. Meskipun begitu kontinyuitas fasikulus secara anatomi tidak menjamin terjadinya regenerasi axon.

  • Dua penyebab kegagalan adalah preparasi yang tidak baik stump sarat dan adanya tension. Kedua hal itu akan menyebab terjadinya scar interneural yang akan mengganggu regenerasi sarabut saraf.

    f. Komplikasi operasi

    Kegagalan anastomosis

    g. Perawatan Pascabedah

    Setelah terjadinya cedera saraf perifer, sangatlah penting bahwa pasien harus menjalani fisioterapi untuk mempertahankan ROM dan mencegah imobilisasi untuk mengoptimalkan penyembuhan fungsi motorik bersamaan dengan terjadinya reinervasi otot.

    h. Follow-up

    Pemantauan EMG sangat membantu untuk mendeteksi tanda-tanda dini reinervasi otot beberapa bulan sebelum kontraksi secara klinis didapatkan.