booklet pengomposan jerami oksidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/pengomposanjerami.pdf ·...

20
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian 2013 978-979-540-074-5 JERAMI Pengomposan

Upload: vumien

Post on 03-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Booklet Pengomposan Jerami OKsidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/PengomposanJerami.pdf · tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981). Dengan demikian

Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianKementerian Pertanian

2013

978-979-540-074-5

JERAMIPengomposan

Page 2: Booklet Pengomposan Jerami OKsidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/PengomposanJerami.pdf · tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981). Dengan demikian

Tim Penyusun:Dr. Sarlan AbdulrachmanDr. Made Jana MejayaDr. Priatna Sasmita Ir. Agus Guswara

Editor Pelaksana:Suharna, Amd

Page 3: Booklet Pengomposan Jerami OKsidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/PengomposanJerami.pdf · tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981). Dengan demikian

Pengomposan Jerami

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

i

KATA PENGANTAR

Salah satu limbah pertanian dari tanaman padi adalah jerami. Masyarakat maupun petani sudah lama mengenal limbah padi ini, namun kegunaan dan manfaat maupun cara pengelolaannya belum banyak diketahui dan diterapkan di lapangan. Indonesia sebagai negara penghasil beras, keberadaan jerami sesuai dengan luas lahan yang dipanen, baik di lahan sawah maupun lahan kering sangat melimpah dan diperkirakan lebih dari 80 juta ton per tahun.

Pengomposan merupakan proses yang diperlukan untuk mempercepat terjadinya dekomposisi dan pelepasan hara dari bahan organik sehingga tersedia bagi tanaman. Pemanfaatan kompos untuk pertanian tidak saja untuk memperbaiki sifat kimia tetapi juga dapat bermanfaat bagi perbaikan sifat fisik dan biologi tanah, yang akhir-akhir ini dirasa sangat diperlukan.

Buku tentang pengomposan jerami padi masih sangat langka. Pada kesempatan ini Balai Besar Penelitian Tanaman Padi telah berusaha menerbitkan buku tentang pengomposan jerami padi, dengan harapan masyarakat (petani) dapat mengambil hikmahnya, dimana manfaat jerami cukup besar.

Sukamandi, Mei 2013Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Kepala,

Dr. Ir. I. Made Jana Mejaya, M.Si

Page 4: Booklet Pengomposan Jerami OKsidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/PengomposanJerami.pdf · tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981). Dengan demikian

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Pengomposan Jeramiii

Page 5: Booklet Pengomposan Jerami OKsidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/PengomposanJerami.pdf · tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981). Dengan demikian

Pengomposan Jerami

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

iii

DAFTAR ISI

Halaman

PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................... iii

I. RINGKASAN …………………………………………………………………………… . 1

II. PENDAHULUAN ......................................................................... 1

III. PROSES PENGOMPOSAN ....................................................... 3

IV. CARA PEMBUATAN KOMPOS ................................................ 54.1. Pengomposan jerami dengan metode tumpukan dan pembalikan ................................................. 54.2. Pengomposan jerami dengan metode ventilasi tanpa pembalikan ........................................... 6

V. HASIL-HASIL PENELITIAN .................................................... 7

5.1. Suhu kompos jerami ...................................................... 7

5.2. Kondisi fisik kompos jerami .......................................... 9

5.3. C/N Rasio kompos jerami ............................................. 10

VI. DAFTAR PUSTAKA … ................................................................. 13

Page 6: Booklet Pengomposan Jerami OKsidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/PengomposanJerami.pdf · tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981). Dengan demikian

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Pengomposan Jeramiiv

Page 7: Booklet Pengomposan Jerami OKsidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/PengomposanJerami.pdf · tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981). Dengan demikian

Pengomposan Jerami

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

1

I. RINGKASAN

Peluang penggunaan bahan organik (kompos) untuk perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah cukup prospektif, terutama pada daerah-daerah dimana bahan organik cukup banyak tersedia. Hal ini terkait dengan semakin mahalnya harga pupuk buatan disamping karena kerusakan tanah akibat diolah dan diusahakan secara terus menerus. Dalam proses pengomposan jerami peranan mikroba selulolitik dan lignolitik sangat penting, karena kedua mikroba tersebut memperoleh energi dan karbon dari proses perombakan bahan yang mengandung karbon. Pembuatan kompos jerami dapat dilakukan dengan dua cara: (1) ditumpuk dan dibalik dan (2) ditumpuk dengan ventilasi tanpa dibalik. Untuk mempercepat proses dekomposisinya dapat digunakan dekomposer. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa untuk mendapatkan kompos matang diperlukan waktu 19 hari, yaitu pada jerami yang dicacah dan diberikan dekomposer serta dibuat ventilasi ketika proses pengomposan.

II. PENDAHULUAN

Dahulu, pada waktu panen padi menggunakan ani-ani, maka yang dimaksud dengan jerami adalah limbah pertanian mulai dari bagian bawah tanaman padi sampai dengan tangkai malai. Namun saat ini setelah panen dengan digebot menggunakan arit bergerigi, maka yang dimaksud dengan jerami adalah bagian tanaman padi setelah dibabat dengan arit bergerigi setinggi 15-30 cm dari tanah sampai tangkai malai setelah gabahnya dirontok. Namun demikian, di negara-negara maju yang menggunakan mesin pemanen (harvester) jerami padi dibabat di atas tanah.

Page 8: Booklet Pengomposan Jerami OKsidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/PengomposanJerami.pdf · tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981). Dengan demikian

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Pengomposan Jerami2

Di Indonesia sebagai negara penghasil beras di Asia, sudah barang tentu jerami sebagai limbah pertanian keberadaannya sangat melimpah. Seperti kita ketahui padi dapat ditanam di lahan sawah dan lahan kering. Luas panen padi sawah di Indonesia adalah 10,79 juta ha, dengan rata-rata hasil 4,74 /ha dan luas panen padi gogo 1,12 juta ha dengan hasil rata-rata 2,58 t/ha (BPS, 2005). Dengan rasio berat gabah jerami 2/3 (Cosico, 1985), maka jerami yang diperoleh dari kedua lahan tersebut berjumlah 80 juta ton, suatu sumber bahan organik yang tidak sedikit jumlahnya.

Jerami padi memiliki beberapa keunggulan dibandingkan limbah yang lain, misalnya ketebon jagung, daun ubi jalar, daun tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981). Dengan demikian jerami sangat baik digunakan sebagai sumber hara atau pupuk organik. Bahan organik ini merupakan penyangga dan berfungsi untuk memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Tanah yang miskin bahan organik juga akan berkurang kemampuan daya menyangga pupuk anorganik sehingga efisiensi pemupukan menurun karena sebagian besar pupuk akan hilang melalui pencucian, fiksasi atau penguapan dan sebagai akibatnya produktivitas menurun.

Mengingat harga pupuk buatan yang semakin mahal dan kerusakan tanah akibat diolah dan diusahakan secara terus menerus, maka peluang penggunaan bahan organik sangat besar, apalagi pada daerah-daerah tertentu bahan organik banyak tersedia. Manfaat penggunaan bahan organik untuk tanaman padi sawah telah banyak diteliti. Pemberian bahan organik pada lahan sawah dapat memperbaiki sifat fisik tanah seperti pembentukan agregat atau granulasi tanah serta meningkatkan permiabilitas dan porositas tanah. Karena itu, peningkatan produktivitas padi perlu dipacu dengan penambahan bahan organik seperti kompos jerami maupun pupuk kandang, dan sisa panen lainnya; dengan maksud mempertahankan/ meningkatkan kesuburan tanah.

Page 9: Booklet Pengomposan Jerami OKsidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/PengomposanJerami.pdf · tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981). Dengan demikian

Pengomposan Jerami

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

3

Dalam suatu evaluasi litkaji Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), pemberian kompos jerami mempunyai pengaruh positif terhadap hasil, diperkirakan peningkatan hasil gabah sebesar 300 kg per ton kompos yang diberikan pada padi sawah irigasi. Disamping itu, petani-petani PTT yang memberikan bahan organik tanah dalam jumlah yang relatif tinggi dapat mengurangi pemakaian urea dan KCl dalam pemupukan (Makarim, 2005).

III. PROSES PENGOMPOSAN

Secara umum kandungan nutrisi hara dalam pupuk organik tergolong rendah dan agak lambat tersedia, sehingga diperlukan dalam jumlah cukup banyak. Namun, pupuk organik yang telah dikomposkan dapat menyediakan hara dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dalam bentuk segar, karena selama proses pengomposan telah terjadi proses dekomposisi yang dilakukan oleh beberapa macam mikroba, baik dalam kondisi aerob maupun anaerob.

Pengomposan merupakan proses biologis yang kecepatan prosesnya berbanding lurus dengan kecepatan aktivitas mikroba dalam mendekomposisi limbah organik. Sedangkan kecepatan aktivitas mikroba sangat tergantung pada faktor lingkungan yang mendukung kehidupannya. Jika kondisi lingkungan semakin mendekati kondisi optimum yang dibutuhkan oleh mikroba maka aktivitas mikroba semakin tinggi sehingga proses pengomposan semakin cepat. Begitu pula sebaliknya apabila kondisi lingkungan semain jauh dari kondisi optimumnya maka kecepatan proses dekomposisi semakin lambat atau bahkan berhenti sama sekali. Oleh karena itu faktor lingkungan pendukung kehidupan mikroba merupakan kunci keberhasilan proses pengomposan. Faktor-faktor lingkungan yang dimasud antara lain: kadar air, aerasi, pH dan rasio C/N.

Page 10: Booklet Pengomposan Jerami OKsidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/PengomposanJerami.pdf · tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981). Dengan demikian

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Pengomposan Jerami4

Menurut Wahyono, Firman dan Frank (2003), kadar air yang ideal pada limbah padat yang dikomposkan adalah antara 50-60% dengan nilai optimum 55%. Pada proses pengomosan, rasio C/N yang ideal antara 20-40 dengan kondisi terbaik 30. Setelah proses pengomposan selesai, rasio C/N antara 10-20. Derajat keasaman (pH) sebaiknya dipertahankan untuk tidak melewati 8,5. Namun demikian selama proses pengomposan akan menyebabkan tingkat kemasaman mendekati netral, yaitu antara pH 6-8,5.

Dalam proses pengomposan jerami peranan mikroba selulolitik dan lignolitik sangat penting, karena kedua mikroba tersebut memperoleh energi dan karbon dari proses perombakan bahan yang mengandung karbon. Proses pengomposan secara aerob, lebih cepat dibanding anaerob dan waktu yang diperlukan tergantung beberapa faktor, antara lain: ukuran partikel bahan kompos, C/N rasio bahan kompos, keberadaan udara (keadaan aerobik), dan kelembaban. Kompos yang sudah matang diindikasikan oleh suhu yang konstan, pH alkalis, C/N rasio <20, Kapasitas Tukar Kation > 60 me/100 g abu, dan laju respirasi <10 mg/g kompos. Sedangkan indikator yang dapat diamati secara langsung adalah jika berwarna coklat tua (gelap) dan tidak berbau busuk (berbau tanah).

Page 11: Booklet Pengomposan Jerami OKsidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/PengomposanJerami.pdf · tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981). Dengan demikian

Pengomposan Jerami

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

5

IV. CARA PEMBUATAN KOMPOS

Pembuatan kompos jerami dapat dilakukan dengan dua cara: (1) ditumpuk dan dibalikkan dan (2) ditumpuk dengan ventilasi tanpa dibalikkan Kemudian untuk mempercepat proses dekomposisinya dapat digunakan dekomposer.

4.1. Pengomposan jerami dengan metode tumpukan dan pembalikan.

Bahan yang berupa jerami (lebih yang masih segar atau jika sudah kering dilembabkan sampai k.a ±60%) ditaruh dalam bedengan secara berlapis, tiap lapis dengan ketinggian ±30 cm, kemudian ditaburi dengan atau disiram larutan dekomposer. Tumpukan jerami dibuat berlapis-lapis hingga ketinggian 1-1,5 m. Jerami dalam bedengan ditutup

rapat dengan terpal dan setiap minggu dilakukan pembalikan. Apabila terlalu kering tumpukan jerami dibasahi dengan air. Jika memungkinkan lebih baik pembuatan kompos dilakukan ditempat yang teduh. Setelah 3 minggu, kompos biasanya sudah matang yang ditandai dengan temperatur sudah konstan 40-50oC, remah, warna coklat kehitaman

Page 12: Booklet Pengomposan Jerami OKsidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/PengomposanJerami.pdf · tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981). Dengan demikian

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Pengomposan Jerami6

Dari satu ton jerami diperoleh kompos jerami sejumlah ± 300 kg dengan kualitas sebagai berikut: C-organik >12 %, C/N ratio 15-25%, kadar air 40-50 %, dan warna coklat muda kehitaman.

4.2. Pengomposan jerami dengan metode ventilasi tanpa pembalikan.

Jerami segar digiling hingga berukuran 1-3 cm. Hasil gilingan jerami ditumpuk dalam lapisan setinggi 20 cm, lebar 1 m dan panjang 1 m untuk membentuk tumpukan kompos 1 x 1 x 1 m3 (panjang x lebar x tinggi) dengan volume bahan kompos sekitar 1 m3 (~500 kg). Untuk menghindari jatuhnya tumpukan maka dibuatkan pagar bambu berukuran 1 x 1 x 1 m.

Teknik aerasi pengomposan dengan cara ventilasi dibuat dengan cara menempatkan sarang bambu di dasar tumpukan jerami (kurang lebih 30 cm di atas permukaan tanah) agar aerasi bisa terjadi dari bawah menuju ke atas tumpukan. Teknik aerasi yang lain dapat dilakukan dengan cara membuat lubang-lubang pada tumpukan jerami secara horinzontal menggunakan bambu atau paralon yang diberi lubang-lubang keberbagai arah tumpukan jerami.

Jerami ditumpuk secara longgar (jangan dipadatkan) untuk memperoleh aerasi yang baik. Kemudian tambahkan dekomposer secara merata di atas tumpukan tersebut. Setelah itu tumpukkan lagi jerami yang telah digiling di atas tumpukan tersebut setinggi 20 cm, dan basahi dengan air secara merata serta diinokulasi dengan mikroba yang berasal dari dekomposer. Demikian seterusnya sampai hingga ketinggian tumpukan sekitar 1 m.

Page 13: Booklet Pengomposan Jerami OKsidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/PengomposanJerami.pdf · tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981). Dengan demikian

Pengomposan Jerami

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

7

Kompos ditutup dengan lembaran terpal/plastik untuk mempertahankan kelembaban dan meminimalkan evaporasi maupun kehilangan amonia. Kompos akan meningkat panasnya dalam waktu 24-48 jam dan panas ini perlu dipertahankan pada suhu sekitar 50oC atau lebih, dan tidak dilakukan pembalikan.

Kompos yang sudah matang ditandai dengan temperatur yang sudah konstan 40-50oC, remah dan berwarna coklat kehitaman. Kompos yang didapat sejumlah ± 500 kg, dengan kualitas sebagai berikut: C-organik >12%, C/N ratio 15-25 %, kadar air 40-50%, warna coklat muda kehitaman.

V. HASIL-HASIL PENELITIAN

Berdasarkan uji laboratorium, macam-macam mikroba seperti Lactobaccilus sp dan Sacharomices sp. ditemukan pada dekomposer M-Bio; Rhizobium sp., Streptomycetes sp., Lactobacillus sp., dan Actinomycetes sp. ditemukan pada dekomposer M-Dec; Lactobacillus sp., Actinomycetes sp., Streptomycetes sp., Rhizobium sp., Acetobacter sp., dan Ectomycoriza, ditemukan pada dekomposer Superfarm; sedangkan Lactobacilles sp., Actinomycetes sp., Rhizobium sp., dan Streptomycetes sp. ditemukan pada dekomposer Super-Dec. Efektivitas mikroba-mikroba tersebut di atas dalam merombak jerami dinilai melalui pengamatan perubahan suhu, kondisi fisik, dan C/N rasio yang dihasilkan.

5.1. Suhu kompos jerami.

Pengukuran suhu di dalam tumpukan jerami yang dilakukan secara berkala mulai dari 1 hingga 4 minggu setelah pengomposan hasilnya disajikan pada Tabel 1.

Page 14: Booklet Pengomposan Jerami OKsidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/PengomposanJerami.pdf · tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981). Dengan demikian

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Pengomposan Jerami8

Tabel 1. Hasil pengamatan suhu kompos jerami pada berbagai perlakuan jenis dekomposer, Sukamandi 2009

No Macam Dekomposer

Pengamatan Suhu (oC)

Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV

Dicacah TP Dicacah Dicacah TP

Dicacah Dicacah TP Dicacah Dicacah TP

Dicacah1

M- Bio 56,7 a 51,7 ab 50,3 a 47,3 a 41,0 a 40,4 a 38,4 ab 38,1 a2

M- Dec 57,3 a 54,3 a 49,0 a 47,0 a 41,3 a 39,7 a 37,7 b 38,4 a3 Superfarm. 57,0 a 53,7 a 49,0 a 47,0 a 41,3 a 40,2 a 39,0 a 38,5 a4 Super- Dec 57,4 a 52,0 ab 50,7 a 48,0 a 40,7 a 39,5 a 39,4 a 40,1 a5 Kontrol 57,7a 50,7 b 49,7 a 46,3 a 40,0 a 40,2 a 40,1 a 40,2 a

Rata-rata 57,2 A 52,5 B 49,7 A 47,1 B 40,9 A 40,0 A 38,9 A 39,1 A

Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

Suhu semakin menurun mengikuti lamanya waktu pengomposan, dari sekitar 57,2oC pada minggu pertama menjadi sekitar 39,1oC setelah minggu keempat. Suhu yang dicapai selama proses pengomposan dipengaruhi oleh penyiapan bahan dan macam dekomposer yang digunakan. Sampai minggu ke-dua, jerami yang dicacah ternyata menghasilkan suhu kompos lebih tinggi. Sementara pemberian M-Bio, M-Dec, dan Superfarm dekomposer yang pada minggu pertama mampu menghasilkan suhu kompos lebih tinggi dibanding kontrol, ternyata pada minggu keempat suhu yang terendah hanya pada perlakuan M-Dec dekomposer. Rendahnya suhu kompos dengan bahan dasar jerami yang dicacah ini mengindikasikan kematangan kompos yang dihasilkan. Di pihak lain, tingginya suhu pada awal pengomposan merupakan kondisi yang diharapkan untuk memacu segera berlangsungnya proses pengomposan.

Cara pengomposan nyata mempengaruhi suhu jerami pada minggu ketiga, dimana dengan metode penumpukan dan pembalikan suhu masih lebih tinggi dibanding metode ventilasi tanpa pembalikan. Hal ini megindikasikan bahwa proses pengomposan dapat dipercepat dengan memberikan cukup udara ke dalam tumpukan kompos jerami melalui ventilasi (Tabel 2).

Page 15: Booklet Pengomposan Jerami OKsidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/PengomposanJerami.pdf · tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981). Dengan demikian

Pengomposan Jerami

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

9

Tabel 2. Hasil pengamatan suhu kompos jerami dengan perlakuan cara pengomposan, Sukamandi 2010

Cara pengomposan

Suhu kompos pada hari setelah pengomposan ke

1 4 7 10 13 16 19 22

Penumpukan dan pembalikan 46.8 a 55.0 a 55.0 a 48.3 a 44.8 a 42.5 a 38.3 a 37.3 a

Ventilasi tanpa pembalikan 45.0 a 49.5 a 52.3 a 46.3 a 44.0 a 39.3 a 32.5 a 34.3 b

Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

5.2.Kondisifisikkomposjerami.

Hasil pengamatan perubahan fisik jerami setelah pengomposan dipengaruhi oleh kondisi bahan kompos dan penggunaan bahan pelapuk (dekomposer) yang digunakan. Perubahan fisik jerami meskipun sudah mulai tampak sejak 1 minggu pengomposan, tetapi baru pada 2 minggu berikutnya perubahan fisik tersebut terjadi pada semua perlakuan. Tingkat perubahan fisik jerami akibat dari penggunaan dekomposer secara fisual disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kondisi fisik jerami setelah diberi berbagai perlakuan dekomposer selama proses pengomposan, Sukamandi 2009

PerlakuanNilai skoring (minggu ke)

1 2 3 4Kondisi bahan

• Jerami tanpa dicacah 0 0 1 1

• Jerami dicacah 1 1 2 3Perlakuan Dekomposer • M-Bio 0 0 1 2• M-Dec 0 0 1 2• Superfarm 0 1 1 2• Super-Dec 0 0 1 1

• Kontrol 0 0 0 1Skor 0 = belum terjadi perubahan fisik, 1= fisik agak lapuk, 2= fisik lapuk, dan 3= fisik sangat lapuk.

Page 16: Booklet Pengomposan Jerami OKsidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/PengomposanJerami.pdf · tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981). Dengan demikian

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Pengomposan Jerami10

Selain karena penggunaan dekomposer, perubahan fisik jerami secara fisual selama proses pengomposan juga dipengaruhi oleh cara pengomposan. Pemberian aerasi selama proses pengomposan diikuti oleh percepatan perubahan fisik menjadi lebih cepat melapuk (Tabel 4).

Tabel 4. Kondisi fisik jerami dengan perlakuan cara pengomposan, Sukamandi 2010

Cara pengomposanNilai skoring pada hari setelah pengomposan ke

1 4 7 10 13 16 19 22

Penumpukan dan pembalikan *) 0 0 0 0 0 0 1 1

Ventilasi tanpa pembalikan **) 0 0 1 1 1 2 3 3

*) jerami utuh dan **) jerami dicacah.

5.3. C/N Rasio kompos jerami.

Jerami segar pada umumnya mempunyai nilai C/N rasio yang cukup tinggi, kemudian menurun seiring dengan tingkat pelapukannya. Oleh sebab itu tingkat C/N rasio sering dipergunakan untuk penilaian kematangan kompos yang dihasilkan selama proses pelapukan. Hasil pengomposan jerami menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengomposan C/N rasio semakin rendah. Jerami segar yang mula-mula mempunyai C/N rasio sekitar 51 setelah seminggu dikomposkan C/N rasio turun, dengan penurunan tingkat C/N rasio terendah sekitar 30. Namun demikian, pada kondisi ini kompos belum dapat dikatakan matang, sebab C/N rasionya belum mencapai ≤25 (Permentan No 02/2006). Kematangan kompos baru dicapai pada minggu ke-3, yaitu pada kompos jerami yang dicacah dan dalam proses pengomposannya diberikan dekomposer M-Bio, M-Dec atau Super-Dec. Tetapi untuk jerami yang utuh tanpa dicacah kematangan kompos baru dicapai setelah 4 minggu diperam, walaupun dalam pengomposannya diberi dekomposer. Sementara pada kompos jerami yang tidak dicacah dan tidak diberi dekomposer pada minggu ke-4 belum juga matang (Tabel 5).

Page 17: Booklet Pengomposan Jerami OKsidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/PengomposanJerami.pdf · tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981). Dengan demikian

Pengomposan Jerami

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

11

Ternyata kematangan kompos juga dapat dipercepat dengan membuat ventilasi tempat pengomposan (Tabel 6). Udara bagian dalam dan di luar tumpukan kompos dihubungan dengan paralon atau dibuat panggung. Melalui cara ini pada hari ke 19 kompos jerami sudah matang, terutama yang jeraminya dicacah dan diberikan dekomposer. Pengaruh kedua metode ini nyata terlihat dengan nilai C/N ratio yang lebih rendah dibanding metode konvensional.

Tabel 5.Hasil pengamatan C/N rasio kompos jerami pada berbagai perlakuan dekomposer, Sukamandi 2009

No. Macam Dekomposer

Pengamatan C/N Rasio

Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV

Dicacah TP Dicacah Dicacah TP

Dicacah Dicacah TP Dicacah Dicacah TP

Dicacah

1 M-Bio 32,27 45,45 26,66 37,82 23,14 30,43 18,76 22,62

2 M-Dec 32,48 45,55 27,31 35,74 21,70 28,69 18,54 23,51

3 Superfarm 29,49 33,39 26,11 30,41 25,79 29,69 19,70 24,49

4 Super-Dec 31,01 33,79 29,19 30,28 22,99 30,33 19,42 23,91

5 Kontrol 36,23 49,25 32,49 45,75 26,93 36,42 24,78 26,24

Jerami segar : 50,93.

Tabel 6. Hasil pengamatan C/N rasio kompos jerami dengan perlakuan cara pengomposan, Sukamandi 2010

Cara pengomposan Kondisi bahan

Hari pengomposan ke

1 4 7 10 13 16 19 22

Penumpukan dan pembalikan 45.01 a 43.74 a 42.35 a 39.94 a 36.75 a 29.69 a 27.84 a 23.31 a

Ventilasi tanpa pembalikan 42.14 a 41.46 a 41.15 a 39.15 a 34.88 a 27.22 b 25.40 b 21.04 a

Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

Menurut banyak pihak, pengembalian jerami dalam bentuk kompos kelahan pertanian perlu mendapat perhatian. Hal ini terkait dengan kandungan hara yang relatif tinggi dalam jerami. Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000) jerami kering mengandung sekitar 0,5-0,8% N; 0,007-0,12% P; 1,2-1,7% K; 0,05-0,10% S dan 4-7% Si. Oleh karena itu apabila jerami

Page 18: Booklet Pengomposan Jerami OKsidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/PengomposanJerami.pdf · tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981). Dengan demikian

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Pengomposan Jerami12

tidak dikembalikan, maka berdasarkan perhitungan akan terjadi pengurangan hara sebesar 5-8 kg N/ha; 0,7-1,2 kg P/ha; 12-17 kg K/ha; 0,5-1,0 kg S/ha dan 40-70 kg Si/ha untuk setiap pengambilan 1 ton jerami dari lahan.

Page 19: Booklet Pengomposan Jerami OKsidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/PengomposanJerami.pdf · tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981). Dengan demikian

Pengomposan Jerami

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

13

VI. DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2005. Statistik Indonesia 2004. Badan Pusat Statistik, Jakarta-Indoneia. P : 168-177

Cosico, W. C., 1985. Organic fertilizer. Their Natur, Persepective and Used. Farming System and Soil Resource Institu. UPLB Laguna. Philippines. 136 p.

Dobermann A, T Fairhurst. 2000. Rice: Nutrient Disorders & Nutrient Management. International Rice Research Institute, MCPO Box 3127, Makati, Philippines.191p.

Makarim, A. K, D. Pasaribu, Z. Zaini dan I. Las. 2005. Analisis dan Sintesis Pengem-bangan Model Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah. Balai Penelitian Tanaman Padi, 18 p.

Rahardjo, A., L.P.S. Patuan., Sulistioningsih, Heru Prijanto, Cecilia Gunawan and Ig. Suharto, 1981. Preliminary study of potency of agricultural waste and agro indutrial waste as animal feedstuf. Proc. Ist ASEAN Workshop on Technology of Animal Feed Production Utilising Food Waste Material. Bandung. Agust 24-29. 1980

Wahyono, S., L.S. Firman dan S. Framk. 2003. Pembuatan kompos dari limbah rumah pemotongan hewan. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan. BPPT. Jakarta. 38p.

Page 20: Booklet Pengomposan Jerami OKsidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/PengomposanJerami.pdf · tebu, rending kacang-tanah, dan biomas kedelai (Raharjo et al., 1981). Dengan demikian

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Pengomposan Jerami14