biografi muhammad abduh

10
Muhammad Abduh Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi , cari Muhammad Abduh (bahasa Arab : ده ب ع مد ح م; lahir di Delta Nil (kini wilayah Mesir), 1849 – meninggal di Iskandariyah (kini wilayah Mesir), 11 Juli 1905 pada umur 55/56 tahun) adalah seorang pemikir muslim dari Mesir , dan salah satu penggagas gerakan modernisme Islam. Ia belajar tentang filsafat dan logika di Universitas Al- Azhar , Kairo , dan juga murid dari Jamal al-Din al-Afghani , seorang filsuf dan pembaru yang mengusung gerakan Pan Islamisme untuk menentang penjajahan Eropa di negara-negara Asia dan Afrika. Muhammad Abduh diasingkan dari Mesir selama enam tahun sejak 1882 , karena keterlibatannya dalam Pemberontakan Urabi . Di Lebanon , Abduh sempat giat dalam mengembangkan sistem pendidikan Islam. Pada tahun 1884 , ia pindah ke Paris , dan bersalam al-Afghani menerbitkan jurnal Islam The Firmest Bond. Salah satu karya Abduh yang terkenal adalah buku berjudul Risalah at-Tawhid yang diterbitkan pada tahun 1897 . Pemikirannya banyak terinspirasi dari Ibnu Taimiyah , dan pemikirannya banyak menginspirasi organisasi Islam, salah satunya Muhammadiyah , karena ia berpendapat, Islam akan maju bila umatnya mau belajar, tidak hanya ilmu agama, tapi juga ilmu sains. Karya tulis Di antara karya tulisnya yang terkenal adalah: 1. Tafsir Juz Amma 2. Tafsir Al-Qur an Hakim, yang diteruskan oleh muridnya, Muhammad Rasyid Ridha 3. Risalah At Tauhid

Upload: windy-sihombing

Post on 24-Jul-2015

250 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Biografi Muhammad Abduh

Muhammad AbduhDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasLangsung ke: navigasi, cari

Muhammad Abduh (bahasa Arab: عبده lahir di Delta Nil (kini wilayah Mesir), 1849 ;محمد– meninggal di Iskandariyah (kini wilayah Mesir), 11 Juli 1905 pada umur 55/56 tahun) adalah seorang pemikir muslim dari Mesir, dan salah satu penggagas gerakan modernisme Islam.

Ia belajar tentang filsafat dan logika di Universitas Al-Azhar, Kairo, dan juga murid dari Jamal al-Din al-Afghani, seorang filsuf dan pembaru yang mengusung gerakan Pan Islamisme untuk menentang penjajahan Eropa di negara-negara Asia dan Afrika.

Muhammad Abduh diasingkan dari Mesir selama enam tahun sejak 1882, karena keterlibatannya dalam Pemberontakan Urabi. Di Lebanon, Abduh sempat giat dalam mengembangkan sistem pendidikan Islam. Pada tahun 1884, ia pindah ke Paris, dan bersalam al-Afghani menerbitkan jurnal Islam The Firmest Bond.

Salah satu karya Abduh yang terkenal adalah buku berjudul Risalah at-Tawhid yang diterbitkan pada tahun 1897.

Pemikirannya banyak terinspirasi dari Ibnu Taimiyah, dan pemikirannya banyak menginspirasi organisasi Islam, salah satunya Muhammadiyah, karena ia berpendapat, Islam akan maju bila umatnya mau belajar, tidak hanya ilmu agama, tapi juga ilmu sains.

Karya tulis

Di antara karya tulisnya yang terkenal adalah:

1. Tafsir Juz Amma2. Tafsir Al-Qur an Hakim, yang diteruskan oleh muridnya, Muhammad Rasyid Ridha

3. Risalah At Tauhid

4. Banyak memberi tambahan dalam kitab-kitab, salah satunya Limaza taakhkhara Islam wa taqaddama ghairuhum, karya Syakib Arsalan.

Al-Afghani di bawah pengaruh, Abduh dikombinasikan jurnalisme, politik, dan daya tarik sendiri dalam spiritualitas mistik. Al-Afghani Abduh diajarkan tentang masalah Mesir dan dunia Islam dan tentang pencapaian teknologi barat. Di bawah pengaruh al-Afghani, Abduh bergabung dengan Freemason dan belajar tentang Islam klasik di bidang astronomi, logika, metafisika, teologi, dan mistik.

Pada 1877, Abduh dianugerahi tingkat Alim dan ia mulai mengajar logika, teologi dan etika di al-Azhar. Ia diangkat sebagai profesor sejarah di Kairo guru 'akademi pelatihan ʿ Dar al-Ulum pada tahun 1878. Ia juga ditunjuk untuk mengajar bahasa Arab di Khedivial School of Languages. Abduh diangkat sebagai kepala editor dan al-ʾ i Waqā al-Miṣriyya ʿ, surat kabar resmi negara.

Page 2: Biografi Muhammad Abduh

Dia didedikasikan untuk mereformasi semua aspek masyarakat Mesir. Dia percaya bahwa pendidikan adalah cara terbaik untuk mencapai tujuan ini. Ia mendukung pendidikan agama yang baik yang akan memperkuat moral anak dan pendidikan ilmiah yang akan memupuk kemampuan anak untuk alasan. Dalam artikel-artikel yang mengkritik kehidupan mewah orang kaya, korupsi dan takhayul. (Red)

Profil Muhamad Abduh Profil Syekh Muhamad Abduh

Syekh Muhamad Abduh bernama lengkap Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Beliau dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah, Mesir pada 1850 M/1266 H, berasal dari keluarga yang tidak tergolong kaya dan bukan pula keturunan bangsawan.

Muhammad Abduh hidup dalam lingkungan keluarga petani di pedesaan. Namun demikian, ayahnya dikenal sebagai orang terhormat yang suka memberi pertolongan. Semua saudaranya membantu ayahnya mengelola usaha pertanian, kecuali Muhammad Abduh yang oleh ayahnya ditugaskan untuk menuntut ilmu pengetahuan. Pilihan ini bisa jadi hanya suatu kebetulan atau mungkin juga karena ia sangat dicintai oleh ayah dan ibunya. Hal tersebut terbukti dengan sikap ibunya yang tidak sabar ketika ditinggal oleh Muhammad Abduh ke desa lain, baru dua minggu sejak kepergiannya, ibunya sudah datang menjenguk. Beliau dikawinkan dalam usia yang sangat muda yaitu pada tahun 1865, saat ia baru berusia 16 tahun

Pendidikan Muhammad Abduh dimulai dari Masjid al-Ahmadi Thantha (sekitar 80 Km. dari Kairo) untuk mempelajari tajwid Al-Qur'an. Setelah dua tahun berjalan di sana, pada tahun 1864 ia memutuskan untuk kembali ke desanya dan bertani seperti saudara-saudara dan kerabatnya. Waktu kembali ke desa inilah ia dikawinkan.

Walaupun sudah kawin, ayahnya tetap memaksanya untuk kembali belajar. Namun Muhammad Abduh sudah bertekad untuk tidak kembali. Maka ia lari ke desa Syibral Khit − tempat di mana banyak paman dari pihak ayahnya yang bertempat tinggal. Di kota inilah ia bertemu dengan Syaikh Darwisy Khidr, salah seorang pamannya yang mempunyai pengetahuan mengenai al-Qur'an dan menganut paham tasawuf asy-Syadziliah. Pada periode ini, Muhammad Abduh sangat dipengaruhi oleh cara dan paham sufi yang ditanamkan oleh sang paman. Ia berhasil merubah pandangan pemuda ini dari seorang yang membenci ilmu pengetahuan menjadi menggemarinya.

Beliau sempat kembali ke Masjid al-Ahmadi Thantha, kemudian menuju ke Kairo untuk belajar di al-Azhar, yaitu pada bulan Februari, 1866. Di perguruan ini ia sempat berkenalan dengan sekian banyak dosen yang dikaguminya, di antaranya: Pertama, Syaikh Hasan ath-Thawi yang mengajarkan kitab-kitab filsafat karangan Ibnu Sina, logika karangan Aristoteles, dan lain sebagainya. Padahal, kitab-kitab tersebut tidak diajarkan di al-Azhar pada waktu itu; Kedua, Muhammad al-Basyuni, seorang ilmuan yang banyak mencurahkan perhatian dalam bidang sastra bahasa, bukan melalui pengajaran tata bahasa melainkan melalui kehalusan rasa dan kemampuan mempraktekkannya.

Page 3: Biografi Muhammad Abduh

Ketika Jamaluddin al-Afghani tiba di Mesir, tahun 1871, kehadirannya disambut oleh Muhammad Abduh dengan menghadiri pertemuan-pertemuan ilmiah yang diadakan olehnya. Hubungan ini mengalihkan kecenderungan Muhammad Abduh dari tasawuf dalam arti yang sempit, sebagai bentuk tata cara berpakaian dan zikir, kepada tasawuf dalam arti yang lain, yaitu perjuangan untuk melakukan perbaikan keadaan masyarakat, membimbing mereka untuk maju, dan membela ajaran-ajaran Islam.

Setelah dua tahun sejak pertemuannya dengan Jamaluddin al-Afghani, terjadilah perubahan yang sangat berarti pada kepribadian Abduh dan mulailah ia menulis kitab-kitab karangannya seperti Risalah al-'Aridat (1837), disusul kemudian dengan Hasyiah Syarah al-Jalal ad-Diwani Lil ‘Aqaid adh-Adhudhiyah (1875). Dalam karangannya ini, Abduh yang ketika itu baru berumur 26 tahun telah menulis dengan mendalam tentang aliran-aliran filsafat, ilmu kalam (teologi), dan tasawwuf, serta mengkritik pendapat-pendapat yang dianggapnya salah.

Di samping itu, Abduh juga menulis artikel-artikel pembaruan di surat kabar Al-Ahram, Kairo. Melalui media ini gema tulisan tersebut sampai ke telinga para pengajar di al-Azhar yang sebagian di antaranya menimbulkan kontroversi serta pembelaan dari Syaikh Muhammad al-Mahdi al-Abbasi, di mana ketika beliau menduduki jabatan "Syaikh al-Azhar", Muhammad Abduh dinyatakan lulus dengan mencapai tingkat tertinggi di al-Azhar, dalam usia 28 tahun (1877 M).

Setelah lulus dari tingkat Alamiyah (sekarang Lc.), ia mengabdikan diri pada al-Azhar dengan mengajar Manthiq (Logika) dan Ilmu Kalam (Teologi), sedangkan di rumahnya ia mengajar pula kitab Tahdzib al-Akhlaq karangan Ibnu Maskawaih dan Sejarah Peradaban Kerajaan-kerajaan Eropa.

Pada tahun 1878, ia diangkat sebagai Pengajar Sejarah pada sekolah Dar al-'Ulum (yang kemudian menjadi fakultas) dan ilmu-ilmu bahasa Arab pada Madrasah Al-Idarah Wal Alsun (Sekolah Administrasi dan Bahasa-bahasa).

Pada tahun 1879, Muhammad Abduh diberhentikan dari dua sekolah yang disebut terakhir dan diasingkan ke tempat kelahirannya, Mahallat Nashr (Mesir), berbarengan dengan terjadinya pengusiran terhadap Jamaluddin al-Afghani oleh pemerintah Mesir atas hasutan Inggris yang ketika itu sangat berpengaruh di Mesir. Akan tetapi, dengan terjadinya perubahan Kabinet pada 1880, beliau dibebaskan kembali dan diserahi tugas memimpin surat kabar resmi pemerintah, Al-Waqa'i al-Mishriyah. Surat kabar ini, oleh Muhammad Abduh dan kawan-kawan bekas murid Al-Afghani, dijadikan media untuk mengkritik pemerintah dan aparat-aparatnya yang menyeleweng atau bertindak sewenang-wenang.

Setelah Revolusi Urabi tahun 1882 (yang berakhir dengan kegagalan), Muhammad Abduh yang ketika itu masih memimpin surat kabar Al-Waqa'i, dituduh terlibat dalam revolusi tersebut, sehingga pemerintah Mesir memutuskan untuk mengasingkannya selama tiga tahun dengan memberi hak kepadanya memilih tempat pengasingan, dan ia memilih Suriah.

Di Negara ini Muhammad Abduh menetap selama setahun. Kemudian ia menyusul gurunya, Jamaluddin Al-Afghani, yang ketika itu berada di Paris. Di sana mereka berdua menerbitkan surat kabar Al-'Urwah al-Wutsqa, yang bertujuan mendirikan Pan-Islam dan menentang penjajahan Barat, khususnya Inggris

Page 4: Biografi Muhammad Abduh

Tahun 1884 Muhammad Abduh diutus oleh surat kabar tersebut ke Inggris untuk menemui tokoh-tokoh negara itu yang bersimpati kepada rakyat Mesir. Tahun 1885 Muhammad Abduh meninggalkan Paris menuju ke Beirut (Libanon) dan mengajar di sana sambil mengarang beberapa kitab, antara lain:

1. Risalah at-Tauhid (dalam bidang teologi);

2. Syarah Nahjul Balaghah (Komentar menyangkut kumpulan pidato dan ucapan Imam Ali bin Abi Thalib);

3. Menerjemahkan karangan Jamaluddin al-Afghani dari bahasa Persia, Ar-Raddu 'Ala ad-Dahriyyin (Bantahan terhadap orang yang tidak mempercayai wujud Tuhan); dan

4. Syarah Maqamat Badi' az-Zaman al-Hamazani (kitab yang menyangkut bahasa dan sastra Arab).

Di Beirut, aktivitas Muhammad Abduh tidak terbatas pada mengarang dan mengajar saja, tetapi bersama beberapa tokoh agama lain mendirikan sebuah organisasi yang bertujuan menggalang kerukunan antar umat beragama. Organisasi ini telah membuahkan hasil-hasil positif, terbukti dengan dimuatnya artikel-artikel yang mengangkat ajaran Islam secara objektif pada media massa di Inggris, padahal ketika itu jarang sekali dijumpai hal serupa di media Barat. Namun, organisasi ini dan aktivitas anggota-anggotanya dinilai oleh penguasa Turki di Beirut mempunyai tujuan-tujuan politik, sehingga penguasa tersebut mengusulkan kepada pemerintah Mesir untuk mencabut hukuman pengasingan Muhammad Abduh dan diminta segera kembali ke Mesir.

Pada 1888, Muhammad Abduh kembali ke tanah airnya dan oleh pemerintah Mesir ia diberi tugas sebagai hakim di Pengadilan Daerah Banha. Walaupun ketika itu Muhammad Abduh sangat berminat untuk mengajar, namun pemerintah Mesir agaknya sengaja merintangi, agar pikiran-pikirannya yang mungkin bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah ketika itu tidak dapat diteruskan kepada putera-puteri Mesir.

Terakhir, ia ditugaskan di Pengadilan Abidin, Kairo. Kemudian, pada 1899 ia diangkat menjadi Mufti Kerajaan Mesir dan pada tahun yang sama Muhammad Abduh juga menjabat sebagai anggota Majelis Syura Kerajaan Mesir, seksi perundang-undangan.

Pada tahun 1905, Muhammad Abduh mencetuskan ide pembentukan Universitas Mesir. Ide ini mendapat respon yang begitu antusias dari pemerintah maupun masyarakat, terbukti dengan disediakannya sebidang tanah untuk maksud tersebut. Namun sayang, universitas yang dicita-citakan ini baru berdiri setelah Muhammad Abduh berpulang ke Rahmatullah dan universitas inilah yang kemudian menjadi "Universitas Kairo".

Pada tanggal 11 Juli 1905, saat masa puncak aktivitasnya membina umat, Muhammad Abduh meninggal dunia di Kairo, Mesir. Yang menangisi kepergiannya bukan hanya umat Islam, tetapi ikut pula berduka di antaranya sekian banyak tokoh non-Muslim.

Selain yang telah disebutkan di atas, selama hidupnya beliau juga melahirkan beberapa karya lain, yaitu:

Page 5: Biografi Muhammad Abduh

1. Tafsir al-Qur’an al-Hakim (belum sempurna, kemudian dirampungkan oleh Rasyid Ridha);

2. Khasyiah ‘Ala Syarh ad-Diwani li al-‘Aqaid adh-‘Adhudhiyat;

3. Al-Islam wa an-Nashraniyat ma’a al-‘Ilm wa al-Madaniyat.

Syekh Muhammad Abduh menggerakkan dan mempelopori kebangkitan intelektual pada paruh kedua abad ke–9. Kebangkitan dan reformasi dipusatkan pada gerakan kebangkitan, kesadaran, dan pemahaman Islam secara komprehensif, serta penyembuhan agama dari berbagai problem yang muncul di tengah-tengah masyarakat modern.

Ada dua fokus utama pemikiran tokoh pembaharu Mesir ini; Pertama, membebaskan umat dari taqlid dengan berupaya memahami agama langsung dari sumbernya – al-Qur’an dan Sunnah – sebagaimana dipahami oleh ulama salaf sebelum berselisih (generasi Sahabat dan Tabi’in). Kedua, memperbaiki gaya bahasa Arab yang sangat bertele-tele, yang dipenuhi oleh kaidah-kaidah kebahasaan yang sulit dimengerti. Kedua fokus tersebut ditemukan dengan sangat jelas dalam karya-karya Abduh di bidang tafsir

(Keterangan ini merujuk pada kitab Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum karya Sayyid Muhammad Ali Iyazi; kitab Tarikh Al-Ustadz Al-Imam Muhammad Abduh karya Sayyid Muhammad Rasyid Ridha; kitab ‘Ulum al-Qur’an karya Ahmad Von Denffer; tulisan Syekh Muhammad Abduh & Karya Tafsirnya (Pengantar “Tafsir Juz ‘Amma Muhamad ‘Abduh”) karya M. Quraish Shihab, terj. Muhammad Bagir).

Karya-karya lain oleh Muhammad `Abduh (1897), Risdlat al-Tawhid ( "Teologi persatuan;" edisi pertama)(1903), Tafsir Surat al-`Asr, Kairo.(1904) Tafsir juz ' `Amma, al-Matb. al-Amiriyya, Kairo.(1927) Tafsir Manar, 12 jilid(1944), Muhammad Abduh. Essai sur et ses philosophiques Ideas religieuses, Kairo(1954-1961), Tafsir al-Qur'an al-Hakim al-Mustahir bi Tafsir al-Manar, 12 jilid. dengan indeks, Kairo.(1382), Fatihat al-Kitab, Tafsir al-Ustadh al-Imam ..., Kitab al-Tahrir, Kairo.(tanpa tanggal), Durus min al-Qur'an al-Karim, ed. oleh Tahir al-Tanakhi, Dar al-Hilal, Kairo.(1966), The Theology of Unity, trans. oleh Ishaq Musa'ad dan Kenneth Cragg. London.Catatan:

1. Ahmed H. Al-Rahim (Januari 2006). "Islam dan Kebebasan", Journal of Democracy 17 (1), h. 166-169.2. Kügelgen, Anke von. " Abduh, Muhammad." Encyclopaedia of Islam, TIGA. Edited by: Gudrun Kraemer, Denis Matringe, John Nawas dan Everett Rowson. Brill, 2009. Brill Online. Syracuse University. 23 April 20093. Kedourie, E. (1997). Afghani dan 'Abduh: An Essay on Agama kekafiran dan Politik Aktivisme di Modern Islam, London: Frank Cass. ISBN 071.464.355.4. Kügelgen, Anke von. " Abduh, Muhammad." Encyclopaedia of Islam, TIGA. Edited by: Gudrun Kraemer, Denis Matringe, John Nawas dan Everett Rowson. Brill, 2009. Brill Online. Syracuse University. 23 April 2009

Page 6: Biografi Muhammad Abduh

5. Kügelgen, Anke von. " Abduh, Muhammad." Encyclopaedia of Islam, TIGA. Edited by: Gudrun Kraemer, Denis Matringe, John Nawas dan Everett Rowson. Brill, 2009. Brill Online. Syracuse University. 23 April 20096. Kügelgen, Anke von. " Abduh, Muhammad." Encyclopaedia of Islam, TIGA. Edited by: Gudrun Kraemer, Denis Matringe, John Nawas dan Everett Rowson. Brill, 2009. Brill Online. Syracuse University. 23 April 20097. Kügelgen, Anke von. " Abduh, Muhammad." Encyclopaedia of Islam, TIGA. Edited by: Gudrun Kraemer, Denis Matringe, John Nawas dan Everett Rowson. Brill, 2009. Brill Online. Syracuse University. 23 April 20098. Kügelgen, Anke von. " Abduh, Muhammad." Encyclopaedia of Islam, TIGA. Edited by: Gudrun Kraemer, Denis Matringe, John Nawas dan Everett Rowson. Brill, 2009. Brill Online. Syracuse University. 23 April 20099. Gelvin, J. L. (2008). Modern Timur Tengah (2nd ed., Hal. 161-162). New York: Oxford universitas Press.10. Kügelgen, Anke von. " Abduh, Muhammad." Encyclopaedia of Islam, TIGA. Edited by: Gudrun Kraemer, Denis Matringe, John Nawas dan Everett Rowson. Brill, 2009. Brill Online. Syracuse University. 23 April 2009

Muhammad Abduh lahir pada tahun 1849 dalam sebuah keluarga petani di Mesir Hilir. Ia dididik oleh guru privat dan qari dari Quran. Ketika ia memasuki usia tiga belas ia dikirim ke mesjid Ahmadi yang merupakan salah satu lembaga pendidikan terbesar di Mesir. Beberapa saat kemudian Abduh melarikan diri dari sekolah dan menikah. Dia terdaftar di al-Azhar pada tahun 1866. [2] Abduh mempelajari logika, filsafat dan mistisisme di Al-Azhar University di Kairo. Dia adalah seorang murid dari Jamal al-Din al-Afghani, [3] seorang filsuf dan pembaharu agama yang menganjurkan Pan-Islamisme untuk melawan kolonialisme Eropa. Al-Afghani di bawah pengaruh, Abduh dikombinasikan jurnalisme, politik, dan daya tarik sendiri dalam spiritualitas mistik. Al-Afghani Abduh diajarkan tentang masalah Mesir dan dunia Islam dan tentang pencapaian teknologi barat. Di bawah pengaruh al-Afghani, Abduh bergabung dengan Freemason dan belajar tentang Islam klasik di bidang astronomi, logika, metafisika, teologi, dan mistik.Pada 1877, Abduh dianugerahi tingkat Alim dan ia mulai mengajar logika, teologi dan etika di al-Azhar. Ia diangkat sebagai profesor sejarah di Kairo guru 'akademi pelatihan ʿ Dar al-Ulum pada tahun 1878. Ia juga ditunjuk untuk mengajar bahasa Arab di Khedivial School of Languages. . [4] Abduh diangkat sebagai kepala editor dan al-ʾ i Waqā al-Miṣriyya ʿ, surat kabar resmi negara. Dia didedikasikan untuk mereformasi semua aspek masyarakat Mesir. Dia percaya bahwa pendidikan adalah cara terbaik untuk mencapai tujuan ini. Ia mendukung pendidikan agama yang baik yang akan memperkuat moral anak dan pendidikan ilmiah yang akan memupuk kemampuan anak untuk alasan. Dalam artikel-artikel yang mengkritik kehidupan mewah orang kaya, korupsi dan takhayul. [5]

Ia diasingkan dari Mesir pada tahun 1882 selama enam tahun, untuk mendukung Pemberontakan Urabi. Dia telah menyatakan bahwa setiap masyarakat hendaknya diberi kesempatan untuk memilih bentuk pemerintahan yang sesuai didasarkan pada sejarah dan keadaan sekarang. [6] Abduh menghabiskan beberapa tahun di Lebanon di mana dia membantu mendirikan sistem pendidikan Islam. Pada tahun 1884 ia pindah ke Paris, Perancis di mana ia bergabung dengan Al-Afghani di penerbitan The Firmest Bond (al-Urwah al-Wutsqa), sebuah jurnal revolusioner Islam yang mempromosikan pandangan anti-Inggris. Abduh juga mengunjungi Britania dan mendiskusikan keadaan Mesir dan Sudan dengan pejabat tinggi. Pada 1885, ia kembali ke Beirut dan dikelilingi oleh

Page 7: Biografi Muhammad Abduh

para ahli dengan latar belakang agama yang berbeda. Di Beirut ia mengajar biografi nabi dan dia menyampaikan serangkaian kuliah tentang teologi. Ia menerbitkan banyak artikel di Beirut kertas dan juga membantu membentuk masyarakat rahasia di Beirut yang didedikasikan untuk memajukan rasa hormat dan persahabatan antara Islam, Kristen, dan Yahudi. [7]

Ketika ia kembali ke Mesir pada tahun 1888, Abduh memulai karier hukum. Ia diangkat menjadi hakim di Pengadilan Pertama dari Pengadilan Pribumi dan pada tahun 1890, ia menjadi anggota konsultatif Pengadilan Tinggi. Tahun 1899, ia diangkat sebagai Mufti Mesir dan ia memegang posisi ini sampai ia meninggal. Sementara ia di Mesir, Abduh mendirikan sebuah masyarakat yang religius, menjadi presiden dari sebuah masyarakat untuk kebangkitan ilmu-ilmu Arab dan bekerja ke arah reformasi al-Azhar dengan meletakkan maju ujian proposal untuk meningkatkan, kurikulum dan kondisi kerja bagi dosen dan mahasiswa. Dia melakukan banyak hal dan bertemu dengan para sarjana Eropa di Cambridge dan Oxford. Ia belajar hukum Perancis dan membaca banyak karya Eropa dan Arab di perpustakaan Wina dan Berlin. Kesimpulan yang ia ambil dari perjalanannya adalah bahwa umat Islam menderita dari ketidaktahuan tentang agama mereka sendiri dan despotisme penguasa yang tidak adil. [8]

Muhammad Abduh meninggal pada tanggal 11 Juli 1905. Orang-orang dari seluruh dunia mengirimkan belasungkawa mereka.

[sunting] Pemikiran

Muhammad Abduh ingin menjadikan Islam kompatibel dengan rasionalisme abad kesembilan belas. Menurut dia umat Islam tidak bisa hanya bergantung pada interpretasi dari teks yang disediakan oleh ulama abad pertengahan, mereka perlu menggunakan akal untuk mengikuti perubahan zaman. Dia mengatakan bahwa dalam Islam manusia tidak diciptakan untuk menjadi dipimpin oleh seorang kekang, manusia diberikan intelijen sehingga ia bisa dibimbing oleh pengetahuan. Menurut Abduh, peran guru adalah untuk laki-laki langsung terhadap studi. Dia percaya bahwa Islam mendorong orang untuk melepaskan diri dari dunia nenek moyang mereka dan bahwa Islam ditegur imitasi yang penurut tradisi. Dia mengatakan bahwa dua harta terbesar yang berkaitan dengan agama bahwa manusia adalah kemerdekaan menghiasi dengan kemauan dan kebebasan berpikir dan pendapat. Saat itu dengan bantuan alat-alat ini bahwa ia bisa mencapai kebahagiaan. Dia percaya bahwa perkembangan peradaban di Eropa Barat didasarkan pada dua prinsip ini. Dia berpikir bahwa Eropa terbangun untuk bertindak setelah sejumlah besar dari mereka bisa menjalankan pilihan mereka dan untuk mencari fakta-fakta dengan pikiran mereka. [9]

Lawan muslim merujuk kepadanya sebagai seorang kafir, akan tetapi, para pengikutnya memanggilnya seorang bijak, sebuah minuman keras agama dan seorang pemimpin pembaruan. Dia konvensional menghiasi dengan julukan "al-Ustādh al-Imam" dan "al-Syaikh al-Mufti". Dalam karya-karyanya, ia menggambarkan Allah sebagai mendidik manusia dari masa kanak-kanak melalui pemuda dan kemudian ke dewasa. Menurut dia, Islam adalah satu-satunya dogma agama yang dapat dibuktikan dengan penalaran. Abduh tidak menganjurkan kembali ke tahap awal Islam. Dia menentang poligami dan berpikir bahwa itu adalah kebiasaan kuno. Ia percaya dalam bentuk Islam yang akan membebaskan orang dari perbudakan, memberikan persamaan hak bagi semua manusia, menghapuskan monopoli ulama tentang penafsiran dan menghapus diskriminasi rasial dan agama paksaan. [10]