bhp1

6
REFERRAL Definisi Definisi dari rujukan medik adalah upaya kesehatan yang berorientasi kepada kepentingan penderita, bertujuan untuk memperoleh pemecahan masalah baik untuk keperluan diagnostik, pengobatan maupun pengelolaan penderita selanjutnya. Rujukan medik dapat dilakukan terhadap : a. Penderita Penderita dikirim oleh perujuk kepada konsultan, atau apabila penderita tidak dapat dikirim maka perujuk meminta kesediaan konsultan untuk bersama-sama memeriksanya. b. Bahan pemeriksaan Dapat berupa jaringan tubuh (hasil insisi, ekstirpasi, biopsi, maupun reseksi), darah, serum, tinja, air seni, secret, serta cairan tubuh yang lain. Rujukan medik dapat berupa pengetahuan, ketrampilan, maupun sikap yang dapat dilaksanakan secara lisan maupun tertulis. a. Rujukan medik lisan : Dokter perujuk dan konsultan melakukan pemeriksaan bersama Dokter perujuk memberi keterangan selengkapnya serta mengemukakan apa yang akan diinginkannya (kesulitan / masalah) Kemudian keduanya mendiskusikan hasil pemeriksaan di tempat tersendiri Bila ada perselisihan pendapat, jangan sampai menggoncangkan kepercayaan penderita terhadap dokter perujuk b. Rujukan medik tertulis Rujukan ditulis dalam amplop tertutup diajukan oleh dokter perujuk kepada konsultan disertai keterangan yang cukup Dalam hal rujukan penderita, maka konsultan mengirim kembali penderita tersebut disertai pendapat dan anjuran tertulis pula Bila dikehendaki oleh dokter perujuk, konsultan dapat melakukan pengelolaan atau pengobatan penderita sampai sembuh Konsultan tidak dibenarkan memberitahukan kepada penderita secara langsung maupun tidak langsung tentang kekeliruan yang mungkin dibuat oleh dokter perujuk terhadap penderita

Upload: putri-senna-rahayu

Post on 30-Nov-2015

16 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

bhp

TRANSCRIPT

Page 1: bhp1

REFERRAL

Definisi

Definisi dari rujukan medik adalah upaya kesehatan yang berorientasi kepada kepentingan penderita, bertujuan untuk memperoleh pemecahan masalah baik untuk keperluan diagnostik, pengobatan maupun pengelolaan penderita selanjutnya.

Rujukan medik dapat dilakukan terhadap :a. PenderitaPenderita dikirim oleh perujuk kepada konsultan, atau apabila penderita tidak dapat dikirim maka perujuk meminta kesediaan konsultan untuk bersama-sama memeriksanya.b. Bahan pemeriksaanDapat berupa jaringan tubuh (hasil insisi, ekstirpasi, biopsi, maupun reseksi), darah, serum, tinja, air seni, secret, serta cairan tubuh yang lain.

Rujukan medik dapat berupa pengetahuan, ketrampilan, maupun sikap yang dapat dilaksanakan secara lisan maupun tertulis.

a. Rujukan medik lisan : Dokter perujuk dan konsultan melakukan pemeriksaan bersama Dokter perujuk memberi keterangan selengkapnya serta mengemukakan apa

yang akan diinginkannya (kesulitan / masalah) Kemudian keduanya mendiskusikan hasil pemeriksaan di tempat tersendiri Bila ada perselisihan pendapat, jangan sampai menggoncangkan kepercayaan

penderita terhadap dokter perujukb. Rujukan medik tertulis

Rujukan ditulis dalam amplop tertutup diajukan oleh dokter perujuk kepada konsultan disertai keterangan yang cukup

Dalam hal rujukan penderita, maka konsultan mengirim kembali penderita tersebut disertai pendapat dan anjuran tertulis pula

Bila dikehendaki oleh dokter perujuk, konsultan dapat melakukan pengelolaan atau pengobatan penderita sampai sembuh

Konsultan tidak dibenarkan memberitahukan kepada penderita secara langsung maupun tidak langsung tentang kekeliruan yang mungkin dibuat oleh dokter perujuk terhadap penderita

Pendapat dan anjuran konsultan dapat berupa pendapat final atau anjuran untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut (laboratorik, EKG, radiologik, atau penunjang lain)

Arah rujukan medik yang benar yaitu :a. Dari dokter umum kepada dokter spesialis

Permasalahan yang dihadapi oleh dokter umum diharapkan untuk dapat dipecahkan oleh dokter spesialis sesuai dengan bidangnya.

b. Dari dokter spesialis tertentu kepada dokter spesialis lain Selain untuk keperluan diagnostik, rujukan demikian biasanya bertujuan untuk

memperoleh konfirmasi tentang kemungkinan adanya komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi dalam ruang lingkup bidang keahlian di luar spesialisasi dokter perujuk.

c. Dari dokter spesialis kepada dokter umum (di daerah tempat tinggal penderita) Rujukan medik ini paling jarang terjadi, biasanya dilakukan oleh dokter spesialis

atas permintan penderita dengan pertimbangan kesulitan transportasi karena

Page 2: bhp1

tempat tinggal penderita sangat jauh dari dokter spesialis tersebut. Tentunya tidak semua tindakan dapat dirujuk ke bawah mengingat fasilitas, kemampuan, dan kewenangan yang ada pada dokter umum tersebut.

Sikap yang tidak dibenarkan terjadi dalam rujukan medik yaitu :a. Dari dokter perujuk :

Tidak mencantumkan keterangan secara lengkap Melakukan rujukan karena malas menanganinya Melakukan rujukan untuk mengalihkan tanggung jawab atas resiko yang tidak

menyenangkan Melakukan rujukan karena menginginkan imbalan Melakukan rujukan setelah keadaan penderita cukup parah Dalam hal merujuk bahan pemeriksaan, tidak mempedulikan persiapan

penderita dan prosedur “sampling” secara luas (pengambilan, penampungan, pengawetan dan pengiriman)

b. Dari konsultan : Tidak memberikan jawaban konsul dengan sebenarnya karena takut anjuran

atau tindakannya ditiru oleh dokter perujuk Bekerjasama dengan dokter lain di luar kepentingan penderita (menganjurkan

rujukan dengan janji imbalan) Walau tidak diminta, mengambil alih pengelolaan penderita seterusnya (tidak

mengirim kembali penderita kepada dokter perujuk) Mencela tindakan dokter perujuk / terdahulu di hadapan penderita Mencela hasil pemeriksaan (yang mungkin tidak sesuai dengan keadaan klinis) di

hadapan penderita atau keluarganya manfaat konsultasi dan rujukan Pengetahuan dan ketrampilan dokter akan lebih meningkat

Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan ini diperoleh sebagai hasil adanya bantuan bantuan professional dari dokter lainnya yang lebih berpengalaman dan atau yang lebih ahli pada pelayanan konsultasi. Atau dapat pula mempelajari dengan pelbagai tindakan kedokteran yang telah dilakukan oleh dokter lainnya pada pelayanan rujukan. Tentu saja untuk yang terakhir ini hanya akan dapat dilakukan apabila dokter tempat merujuk, setelah selesai melakukan tindakan kedokteran, merujuk kembali pasien tersebut ke dokter yang melakukan rujukan.

Kebutuhan dan tuntutan kesehatan pasien akan lebih terpengaruhi karena pada konsultasi dan rujukan dapat menghasilkan kerjasama yang baik antar banyak dokter, maka pada konsultasi dan rujukan tersebut telah terbentuk semacam tim kerja, yang peranannya jelas lebih positif dalam upaya pemenuhan kebutuhan dan tuntutan kesehatan pasien yang memang sangat bervariasi. Melalui konsultasi dan rujukan, pelbagai keterbatasan pelayanan kedokteran yang diselenggarakan oleh seorang dokter akan dapat lebih dilengkapi, yang dampaknya jelas akan sangat besar terhadap pemenuhan kebutuhan dan tuntutan kesehatan pasien.

CONTOH KASUS:

1. Pak Aspo berumur 42 tahun, sering mengeluh sesak nafas. Dia mempunyai kebiasaan merokok dengan indeks Brinkman ringan. Karena tidak tahan lagi maka Pak Aspo pergi ke dokter keluarga. Dari anamnesis dokter didapatkan bahwa sesak mulai dirasakan sejak 5 tahun yang lalu terutama bila cuaca dingin. Ada riwayat atopi dalam keluarga. Pemeriksaan fisik ditemukan demam subfebril, auskultasi terdengar ekspirasi memanjang

Page 3: bhp1

dan wheezing dikedua bagian paru. Dokter menyimpulkan ada tanda-tanda obstruksi pada saluran nafas. Kepada Pak Aspo diberitahukan tentang kemungkinan diagnosis penyakitnya. Untuk memastikan diagnosis Pak Aspo dianjurkan melakukan pemeriksaan spirometri dan uji bronkodilator untuk melihat derajat obstruksi bronkus dan ada tidaknya reversibilitas obstruksi bronkus Sementara untuk mengurangi sesak nafas dokter memberikan bronkodilator dan obat lainnya dengan catatan bila tidak ada perbaikan maka Pak Asto harus dirujuk ke Dokter Spesialis Paru-Kedokteran Respirasi.

2. A general practitioner refers a patient to another general practitionerSeorang bayi berumur 3 bulan dibawa oleh ibunya ke klinik Dokter A, seorang dokter umum, dengan keluhan lemas dan diare yang sudah berlangsung seminggu. Dokter A mengetahui bahwa bayi tersebut mengalami dehidrasi dikarenakan diarenya dan akan diberikan cairan infus IV intensif. Namun, tempat tidur di klinik tersebut sedang penuh. Maka dokter A menyarankan si ibu untuk merujuk anaknya ke klinik Dokter B, seorang dokter umum di desa sebelah yang memiliki kapasitas tempat tidur yang lebih banyak.

3. seorang anak berusia 10 tahun datang bersama ibunya ke dokter spesialist penyakit dalam dengan keluhan diare, namun karena bukan bidang keahliannya makan dokter tersebut merujuk ke dokter spesialist anak.

4. A specialist refers a patient to a specialist from the same field of expertiseSeorang laki-laki berumur 65 tahun datang ke klinik Dokter Spesialis A di desa X dengan keluhan sesak napas dan batuk-batuk yang semakin parah seminggu terakhir. Dokter A mencurigai bahwa pasien ini menderita PPOK, namun untuk lebih memastikan diagnosanya, dibutuhkan pemeriksaan lab lebih lanjut. Dikarenakan Dokter A tidak memiliki peralatan lab yang dibutuhkan, Dokter A merujuk pasien tersebut ke dokter spesialis B yang bertugas di rumah sakit terdekat.

5. Setelah menjalani terapi pulamonary dengan dokter spesialist paru , selama 6 bulan ibu Dina membutuhkan follow up foto paru serta pemeriksaan sputum dan darah rutin setelah 6 bulan pengobatan. Dan karena pasien berasal dari ekonomi yang kurang, maka pasien diminta untuk melanjutkan kontrol rawat jalan dengan dokter umum.

6. A general practitioner/specialist refers to an expert in non-medical fieldSeorang pasien datang ke Puskesmas dengan gejala flu. Dokter A mencurigai bahwa pasien ini terserang virus flu burung dimana pada saat itu sedang sangat mewabah. Dokter A merujuk pasien tersebut ke Dinas Kabupaten.

2. Who should decide to which doctor the patient should be referred to?Patient and doctor

The decision to refer might be frightening or distressing for the client and their family so it is important that the health workers have empathy and give the client relevant information such as:i. Reasons and importance of the referral, risks associated with not going

ii. How to get to the receiving facility – location and transportiii. Who to see and what is likely to happeniv. The process of follow-up on their return

Page 4: bhp1

3. Is it ethical or non-ethical to give your colleague-doctor a fee after they refer you a patient?

This is essentially the payment of a commission to the referrer with the express intention of ensuring that the referring doctor directs referrals of patients to the payee.

In most parts of the world, the practice is considered unethical and unacceptable, hence fee splitting is often covert. The reason it is believed not to be in the interests of patients is because it represents a conflict of interest which may adversely affect patient care and well-being, since patients will not necessarily be referred to the most appropriate doctor to provide their on-going care but will instead be referred to those doctors or hospitals with whom the referring doctor has a "fee splitting" or commission payment type of arrangement. It is also called as 'CUT' (also spoken as Cee-You-Tee) practice in many parts of the world including India for its reference to a 'cut' from the patients bill.

Many countries do not allow promotion of health services via mass media, advertisements and other direct promotions, and in a significant way, information on pricing and quality of care institutions and medicines reaches to patient through their primary care physician, many of whom indulge in a referral fee split unethical practice to refer a patient for business to a higher specialist, brand prescription and admissions.

American College of PhysiciansEthics Manual—Giving or accepting finder’s fees for referring patients to a research study generates an unethical conflict of interest for physicians. Compensation for the actual time, effort, and expense involved in researchor recruiting patients is acceptable; any compensation above that level represents a profit and constitutes or can be perceived as an unethical conflict of interest.