berita - kompak.or.id · dinas pendidikan dan kebudayaan kabupaten pangkep mencatat bahwa pada...

4
MARET 2019 BERITA KOMPAK BERLAYAR BERSAMA KELAS HARAPAN Oleh: Paulus Enggal, Nasthain Gasba, Siti Rohani Dua belas anak sibuk mengerjakan soal matematika. Hari itu mereka belajar tentang perkalian. Sepuluh soal tertulis di whiteboard kumal penuh coretan, terpasang di dinding kelas warna kuning yang sudah terkelupas di sana-sini. Kegaduhan kelas sebelah tidak menyurutkan semangat anak-anak untuk menyelesaikan tugas siang itu. Kelas sebelah itu sejatinya ruang sebelah yang dibatasi sekat tripleks tipis. Angin laut yang masuk di sela-sela jendela tanpa kaca, tidak mampu mengusir panas dan pengap. Dari balik jendela, terhampar pemandangan Laut Sulawesi, lengkap dengan deretan kapal nelayan yang tertambat di dermaga, terombang-ambing angin musim timur. Laut Sulawesi adalah tumpuan kehidupan bagi masyarakat nelayan di Pulau Sakuala, tempat SD Negeri 23 Sakuala, Desa Mattiro Bombang berada. Pulau Sakuala adalah satu dari 16 gugusan pulau di Kecamatan Liukang Tuppabiring Utara, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Provinsi Sulawesi Selatan. Sebagian besar dari 100 KK masyarakat Pulau Sakuala adalah nelayan renreng dengan tingkat pendidikan mayoritas adalah tamat Sekolah Dasar (SD). “Memang, bagi sebagian masyarakat di wilayah kepulauan ini, mencari nafkah dengan melaut itu lebih penting dibandingkan sekolah,” terang Rukmini, Kepala Bidang Guru dan Tenaga Pendidik, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pangkep. Menurut catatan Dinas Pendidikan, angka putus sekolah, khususnya SD dan SMP di Kecamatan Liukang Tuppabiring Utara termasuk yang paling tinggi di Kabupaten Pangkep. Samsuar (40), salah seorang warga Sakuala membenarkan informasi tersebut. “Anak-anak itu kan membantu kita pergi ke laut. Pulang sudah capek dia, sering juga terlambat ke sekolah,” tuturnya. “Daripada sering terlambat atau nggak masuk sekolah, ya kita minta anak kita nggak usah sekolah. Nggak enak sama ibu gurunya,” imbuh Samsuar. SD Negeri 23 Sakuala sendiri memiliki 75 siswa. Namun tidak semuanya mengikuti kegiatan belajar-mengajar secara teratur. Syukri Darmawan, Kepala Sekolah SDN 23 Sakuala mengatakan bahwa semua anak didiknya memiliki tanggung jawab untuk membantu orang tua mereka mencari nafkah. “Sebagian besar kembali ke sekolah, tetapi sebagian lagi kadang datang, kadang tidak,” tuturnya. Kemitraan Pemerintah Australia - Indonesia Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan

Upload: others

Post on 19-Jan-2020

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BERITA - kompak.or.id · Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pangkep mencatat bahwa pada tahun ajaran 2016/2017 terdapat 179 siswa SD dan SMP yang pergi melaut di Kecamatan

MARET 2019

B E R I TAKO M PA KBERLAYAR BERSAMA

KELAS HARAPAN

Oleh: Paulus Enggal, Nasthain Gasba, Siti

Rohani

Dua belas anak sibuk mengerjakan soal

matematika. Hari itu mereka belajar tentang

perkalian. Sepuluh soal tertulis di whiteboard

kumal penuh coretan, terpasang di dinding

kelas warna kuning yang sudah terkelupas

di sana-sini. Kegaduhan kelas sebelah tidak

menyurutkan semangat anak-anak untuk

menyelesaikan tugas siang itu. Kelas sebelah

itu sejatinya ruang sebelah yang dibatasi

sekat tripleks tipis. Angin laut yang masuk di

sela-sela jendela tanpa kaca, tidak mampu

mengusir panas dan pengap. Dari balik jendela,

terhampar pemandangan Laut Sulawesi,

lengkap dengan deretan kapal nelayan yang

tertambat di dermaga, terombang-ambing

angin musim timur.

Laut Sulawesi adalah tumpuan kehidupan

bagi masyarakat nelayan di Pulau Sakuala,

tempat SD Negeri 23 Sakuala, Desa Mattiro

Bombang berada. Pulau Sakuala adalah

satu dari 16 gugusan pulau di Kecamatan

Liukang Tuppabiring Utara, Kabupaten

Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Provinsi

Sulawesi Selatan. Sebagian besar dari 100

KK masyarakat Pulau Sakuala adalah nelayan

renreng dengan tingkat pendidikan mayoritas

adalah tamat Sekolah Dasar (SD).

“Memang, bagi sebagian masyarakat di

wilayah kepulauan ini, mencari nafkah

dengan melaut itu lebih penting dibandingkan

sekolah,” terang Rukmini, Kepala Bidang Guru

dan Tenaga Pendidik, Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Kabupaten Pangkep. Menurut

catatan Dinas Pendidikan, angka putus

sekolah, khususnya SD dan SMP di Kecamatan

Liukang Tuppabiring Utara termasuk yang

paling tinggi di Kabupaten Pangkep.

Samsuar (40), salah seorang warga Sakuala

membenarkan informasi tersebut. “Anak-anak

itu kan membantu kita pergi ke laut. Pulang

sudah capek dia, sering juga terlambat ke

sekolah,” tuturnya. “Daripada sering terlambat

atau nggak masuk sekolah, ya kita minta anak

kita nggak usah sekolah. Nggak enak sama ibu

gurunya,” imbuh Samsuar.

SD Negeri 23 Sakuala sendiri memiliki 75

siswa. Namun tidak semuanya mengikuti

kegiatan belajar-mengajar secara teratur. Syukri

Darmawan, Kepala Sekolah SDN 23 Sakuala

mengatakan bahwa semua anak didiknya

memiliki tanggung jawab untuk membantu

orang tua mereka mencari nafkah. “Sebagian

besar kembali ke sekolah, tetapi sebagian

lagi kadang datang, kadang tidak,” tuturnya.

Kemitraan Pemerintah Australia - IndonesiaKolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan

Page 2: BERITA - kompak.or.id · Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pangkep mencatat bahwa pada tahun ajaran 2016/2017 terdapat 179 siswa SD dan SMP yang pergi melaut di Kecamatan

2 / BERITA KOMPAK / EDISI 01

CERITA UTAMA

Menurut kepala sekolah yang sudah bertugas

selama 4 tahun di SDN 23 Sakuala ini, anak-

anak memilih tidak masuk sekolah karena

malu tertinggal pelajaran dari teman-teman

sekelasnya. Situasi ini menjadi salah satu

penyebab tingginya angka putus sekolah di

wilayah kepulauan.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten

Pangkep mencatat bahwa pada tahun ajaran

2016/2017 terdapat 179 siswa SD dan SMP

yang pergi melaut di Kecamatan Liukang

Tuppabiring Utara. Sebanyak 29 persen

diantaranya, atau sebanyak 52 siswa terpaksa

putus sekolah. Hal inilah yang mendorong

Dinas Pendidikan untuk melahirkan inovasi

Kelas Perahu. Kelas Perahu pada dasarnya

adalah model pembelajaran mandiri, dimana

siswa menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS)

sebagai bahan belajar selama pergi melaut.

“Kami menyiapkan LKS bagi anak-anak yang

akan pergi melaut. LKS ini disesuaikan dengan

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),”

jelas Amalia, salah seorang guru honorer di

SDN 23 Sakuala. Guru memberikan LKS ini

dalam kelas bimbingan tambahan, khusus bagi

siswa program Kelas Perahu. LKS ini dikerjakan

oleh siswa selama melaut dan dikumpulkan

pada saat mereka kembali. “Ketika anak-anak

kembali, kami sama-sama membahas LKS

tersebut. Sehingga anak-anak yang harus pergi

melaut tidak ketinggalan pelajaran,” tambah

Amalia.

Dari Pulau Sakuala sendiri, sedikitnya ada 15

siswa yang mengikuti program Kelas Perahu.

Yusuf (13) dan Riska (13) ada diantaranya.

“Saya senang ada Kelas Perahu. Saya bisa

tetap bisa membantu orangtua sambil

belajar,” tutur Yusuf. Yusuf mengerjakan LKS

disela-sela aktivitas melaut bersama sang

ayah. “Biasa abis kasih turun perangkap

kepiting saya belajar. Nanti subuh baru

angkat lagi perangkap kepiting,” terangnya.

Sementara Riska, yang sudah membantu

ayahnya melaut sejak sebelum usia sekolah,

mengatakan dirinya terbantu dengan

bimbingan khusus yang diberikan bagi murid-

murid Kelas Perahu. Bimbingan khusus ini

membuatnya bisa tetap mengikuti pelajaran.

“Sejak ada Kelas Perahu, saya bisa lanjut SMP.

Saya ingin terus sekolah sampai universitas,”

ungkapnya.

Saat ini, Kelas Perahu yang sudah dilaksanakan

di 19 Sekolah Dasar dan 7 Sekolah Menengah

Pertama (SMP) berhasil menurunkan angka

putus sekolah siswa yang melaut pada tahun

ajaran 2017/2018, menjadi 27 orang (15%).

“Kelas Perahu sudah ada di semua pulau di

Kecamatan Liukang Tuppabiring Utara,” terang

Rukmini. Menurutnya, keberhasilan Kelas

Perahu adalah berkat kerjasama beberapa

pihak, baik pemerintah dan masyarakat, serta

pihak-pihak yang peduli pada pendidikan.

“Salah satunya adalah KOMPAK. KOMPAK

adalah mitra kami dalam menyusun dan

mengembangkan inovasi Kelas Perahu ini,”

tambah Rukmini.

“Saya mendukung Kelas Perahu. Soalnya

dulu lebih baik saya kasih keluar anak saya

dari sekolah. Habis tidak ada waktu lagi dia

ke sekolah,” tutur Antok (35), salah seorang

orangtua murid. Menurutnya, Kelas Perahu

adalah bukti keseriusan pemerintah untuk

memajukan kehidupan masyarakat di wilayah

kepulauan. “Karena pendidikan itu adalah hak

semua anak Indonesia, termasuk anak-anak

nelayan di wilayah kepulauan,” imbuhnya.

CERITA DARI LAPANGAN

DATA YANG MENGUBAH DUNIA

Oleh: Paulus Enggal, Hilda Eveline

“Data adalah dasar perencanaan

pembangunan sekaligus bukti sebuah

pembangunan,” terang Hengky Veky Tewu,

Asisten II Sekretaris Daerah Kabupaten

Manokwari Selatan, Provinsi Papua Barat.

Sayangnya menurut Hengky, data yang

memiliki peran penting tersebut menjadi

kemewahan bagi sebagian wilayah Papua

dan Papua Barat. Tantangan untuk memiliki

basis data komprehensif di Papua Barat adalah

kondisi geografis dan ketersediaan sumber

daya manusia. “Dulu kita membangun sekolah

tanpa memiliki data akurat tentang jumlah

anak usia sekolah. Akibatnya sekolah kosong

dan terbengkalai karena tidak ada murid,”

jelasnya.

Pengalaman Hengky saat ini tinggal kenangan

semenjak Sistem Administrasi dan Informasi

Kampung (SAIK) dan Sistem Administrasi

dan Informasi Distrik (SAID) diperkenalkan

melalui program KOMPAK-LANDASAN II. SAIK

merupakan sistem berbasis web yang berisi

data kependudukan, sosial dan ekonomi setiap

warga kampung. Sistem ini dapat beroperasi

secara offline sehingga bisa dioperasikan di

daerah-daerah terpencil yang tidak memiliki

infrastruktur telekomunikasi. “SAIK dan SAID

menjadi solusi yang tepat karena sistemnya

sederhana dan memberdayakan sumber daya

lokal,” ungkap Hengky. Hal ini diakui oleh

Sonya Ainusi, Kader Kampung Waren, Distrik

Momiwaren, Kabupaten Manokwari Selatan,

Page 3: BERITA - kompak.or.id · Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pangkep mencatat bahwa pada tahun ajaran 2016/2017 terdapat 179 siswa SD dan SMP yang pergi melaut di Kecamatan

3 / BERITA KOMPAK / EDISI 01

Papua Barat. “Kami mendapat pelatihan dasar

tentang komputer sebelum dikenalkan dengan

SAIK,” terangnya. Menurut perempuan yang

juga menjabat sebagai Sekretaris Kampung ini,

SAIK mudah digunakan sehingga data-data

warga kampung dapat dimasukan ke dalam

sistem oleh para kader sendiri. Kekuatan

SAIK dan SAID memang tidak lepas dari

peran kader di masing-masing kampung.

Hingga kini program KOMPAK-LANDASAN

II telah melatih 443 kader, 112 diantaranya

perempuan yang tersebar di 225 kampung

di Papua dan Papua Barat. Kader SAIK dilatih

untuk tidak saja mahir menginput data namun

memanfaatkan data untuk memperbaiki

kualitas kehidupan masyarakat. Sonya Ainusi

mengalami sendiri bagaimana data kesehatan

seperti golongan darah dapat menyelamatkan

nyawa. “Sa sebagai perempuan, sa pikir

sekali. Karna kadang ada mama-mama mau

melahirkan tak ada darah. Sa bicara biaya,

belum cari orang, belum transfusi, mahal

sekali,” tuturnya. Melihat hal ini, pemerintah

kampung, Puskesmas Waren bersama kader

bergerak mengumpulkan data golongan darah

masyarakat. Data ini menjadi Bank Darah

Hidup yang dapat diakses oleh kader kampung

maupun Puskesmas bila ada masyarakat yang

membutuhkan transfusi darah.

Steve Ohee, Kepala Distrik Sentani Timur,

Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua

mengatakan bahwa SAID merupakan

gabungan dari SAIK yang ada di kampung-

kampung. SAID memuat data cakupan layanan

Puskesmas dan Sekolah Dasar. “SAIK dan

SAID menjadi penting karena distrik adalah

penghubung antar sektor dan layanan,”

jelasnya. Data kependudukan, potensi

kampung, pendidikan dan kesehatan yang ada

di dalam SAIK dan SAID menjadi bahan bagi

pemerintah dalam merencanakan program

pembangunan termasuk penyediaan layanan

dasar.

MENJAGA KEBERLANGSUNGAN

LAYANAN

CERITA DARI LAPANGAN

Oleh: Lalu Anja Kusuma, Paulus Enggal

Serangkaian gempa menguncang Pulau

Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

pada Juli-Agustus 2018. Selain korban jiwa

dan kerusakan fisik, gempa Lombok juga

mengakibatkan masyarakat kehilangan surat

identitas hukum seperti Kartu Tanda Penduduk

(KTP), Akta Kelahiran, Kartu Keluarga, dan

Akta Pernikahan.

“Saya melihat bahwa salah satu layanan

penting pasca gempa adalah administrasi

kependudukan atau adminduk, selain

upaya penanganan darurat dan pemenuhan

kebutuhan dasar,” terang Najmul Akhyar,

Bupati Kabupaten Lombok Utara.

Najmul Akhyar berpendapat bahwa adminduk

adalah big data bagi pemerintah. Data ini

diperlukan sebagai dasar untuk merumuskan

kebijakan khususnya terkait upaya rehabilitasi

dan rekonstruksi pasca gempa.

“Data adminduk yang valid akan menghasilkan

kebijakan yang tepat. Maka pemerintah

wajib memastikan keberlangsungan layanan

adminduk ini,” imbuhnya.

Komitmen Pemerintah Kabupaten Lombok

Utara ini diwujudkan dengan membuka

layanan adminduk darurat dan layanan keliling

ke tenda-tenda pengungsian, Puskesmas dan

Rumah Sakit.

Suhadman, Kepala Bidang Pendaftaran

Penduduk, Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil (Disdukcapil) mengatakan

bahwa layanan adminduk keliling adalah untuk

mendata anak-anak yang lahir di pengungsian,

serta perubahan data kependudukan seperti

Kartu Keluarga dan Kartu Identitas Anak.

Layanan adminduk darurat ini adalah bagian

dari program JARING PEKAT (Penjaringan

Kepemilikan Akta Kelahiran Melalui Jalur

Pendidikan, Kesehatan dan Masyarakat).

Program ini mendapat dukungan dari KOMPAK

(Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan Untuk

Kesejahteraan).

“Pelayanan pemerintah sangat baik meskipun

setelah gempa harus dilakukan di tenda

darurat. Setelah anak kami lahir, Akta Kelahiran

langsung jadi,” tutur Novianti, warga Desa

Lendang Galuh, Kecamatan Tanjung.

Inacim, warga Desa Sambik Bangkol,

Kecamatan Gangga yang kehilangan KTP,

juga merasakan manfaat hadirnya pelayanan

adminduk darurat.

“Kualitas layanan dukcapil masih sama seperti

sebelum gempa, meskipun dilakukan di

tenda darurat. Prosedurnya tidak berubah.

Kami pun mendapat informasi soal waktu

yang dibutuhkan untuk menerbitkan KTP

pengganti,” terangnya.

Pada periode darurat pasca gempa, Disdukapil

Lombok Utara telah menerbitkan 2.103 Akta

Kelahiran, 456 Akta Kematian dan 75 Akta

Pernikahan. Layanan adminduk darurat ini

berlangsung pada Agustus sampai Desember

2018.

“Kita harus proaktif dan tidak boleh

menunggu, karena layanan administrasi

kependudukan adalah hak setiap warga

negara,” jelas Najmul Akhyar.

Page 4: BERITA - kompak.or.id · Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pangkep mencatat bahwa pada tahun ajaran 2016/2017 terdapat 179 siswa SD dan SMP yang pergi melaut di Kecamatan

INSPIRASI

KOMPAK adalah kemitraan Pemerintah Australia dan Indonesia yang mendukung upaya Pemerintah Indonesia untuk mengurangi kemiskinan melalui peningkatan pelayanan dasar dan kesempatan ekonomi bagi masyarakat miskin dan rentan. KOMPAK memfokuskan kegiatannya pada tiga area: 1) Peningkatan akses, kualitas

dan penyelenggaraan pelayanan dasar di bidang kesehatan, pendidikan dan identitas hukum; 2) Penguatan tata kelola pemerintah desa dan partisipasi masyarakat di dalamnya, serta pembangunan berbasis masyarakat; 3) Peningkatan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin dan rentan melalui pengembangan ekonomi lokal.

Buletin ini diterbitkan setiap tiga bulan. Informasi lebih lanjut tentang kegiatan KOMPAK dapat diakses di www.kompak.or.idTim Komunikasi KOMPAK - Jl Diponegoro 72, Jakarta Pusat 10320 - T: 021 80675000 - E: [email protected]

Inovasi Pelayanan Dasar dan Pengembangan Ekonomi dari 7 provinsiSejak tahun 2015-2018, KOMPAK bersama pemerintah daerah telah menginisiasi, mendukung dan menghasilkan berbagai inovasi di berbagai

bidang pelayanan mulai dari penguatan data administrasi kependudukan, kesehatan, pendidikan, pengembangan ekonomi lokal dan peningkatan

tata kelola pemerintahan desa. Inovasi ini berkontribusi pada peningkatan kualitas layanan dasar serta dan pengentasan kemiskinan. Berikut adalah

beberapa hasil inovasi tersebut

Inovasi layanan administrasi kependudukan memungkinkan masyarakat mendapatkan identitas hukum dengan cepat, mudah dan murah

225 kampung di Papua dan Papua Barat mendapat manfaat dari hadirnya kader kampung

Inovasi mampu memperluas cakupan pelayanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan

Relawan Duek Pakat Gampong di Kabupaten Bireun mendorong masyarakat termasuk kaum perempuan untuk memberikan masukan terhadap perbaikan layanan kesehatan

Jek-Duk di Kabupaten Pekalongan mempercepat proses kepemilikan identitas hukum

157% peningkatan penjualan kelompok Mocaf Bogati di Kabupaten Pacitan

Sebanyak 121 perempuan di Kecamatan Arongan Lambalek, Aceh Barat memiliki pendapatan yang lebih baik dari kerajinan eceng gondok

17.930 warga belajar oendidikan kesetaraan melalui program GETAR DESA di Kabupaten Bondowoso

1.523 dokumen kependudukan terlayani melalui Ojek Kependudukan (Jek-Duk) di Kabupaten Pekalongan dengan dukungan KOMPAK

67 unit layanan kesehatan dan pendidikan di Provinsi Aceh, Jawa Tengah dan NTB menerapkan monitoring kolaboratif

52% penurunan angka putus sekolah SD dan SMP di Kecamatan Liukang Tuppabiring Utara

Pengembangan ekonomi lokal meningkatkan kesejahteraan masyarakat

10-20hari

berkurangnya waktu pengurusan identitas hukum dengan adanya Ojek Kependudukan (Jek-Duk), dari 2-4 minggu menjadi 2-4 hari