bcls

23
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bantuan hidup dasar atau basic life support (BLS) adalah pendekatan sistematik untuk penilaian pertama pasien, mengaktifkan respon gawat darurat dan juga inisiasi CPR atau RJP yaitu resusitasi jantung paru. RJP yang efektif adalah dengan menggunakan kompresi dan dilanjutkan dengan ventilasi. BLS boleh dilakukan oleh orang awam dan juga orang yang terlatih dalam bidang kesehatan. Ini bermaksud RJP boleh dilakukan dan dipelajari dokter, perawat, para medis dan juga orang awam. Keadaan di mana terdapat kegagalan pernafasan yang boleh menyebabkan systemic cardiopulmonary arrest (SCA) adalah seperti kecelakaan, sepsis, kegagalan respiratori, sudden infant death syndrome dan banyak lagi. Menurut American Heart Association, rantai kehidupan mempunyai hubungan erat dengan tindakan resusitasi jantung paru, kerana penderita yang diberikan RJP, mempunyai kesempatan yang amat besar untuk dapat hidup kembali. Pasien yang ditemukan dalam keadaan tidak sadar diri atau mengalami penurunan pernafasan selalu diasumsi mempunyai gangguan SCA terlebih dahulu. RJP yang digunakan dirujuk kepada pedoman dari American Heart Association yaitu 2015 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Ini merupakan adaptasi daripada buku ABC of resuscitation yang 1

Upload: anggarani-nia

Post on 28-Jan-2016

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bcls

TRANSCRIPT

Page 1: Bcls

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bantuan hidup dasar atau basic life support (BLS) adalah pendekatan sistematik

untuk penilaian pertama pasien, mengaktifkan respon gawat darurat dan juga inisiasi CPR

atau RJP yaitu resusitasi jantung paru. RJP yang efektif adalah dengan menggunakan

kompresi dan dilanjutkan dengan ventilasi.

BLS boleh dilakukan oleh orang awam dan juga orang yang terlatih dalam bidang

kesehatan. Ini bermaksud RJP boleh dilakukan dan dipelajari dokter, perawat, para medis dan

juga orang awam. Keadaan di mana terdapat kegagalan pernafasan yang boleh menyebabkan

systemic cardiopulmonary arrest (SCA) adalah seperti kecelakaan, sepsis, kegagalan

respiratori, sudden infant death syndrome dan banyak lagi.

Menurut American Heart Association, rantai kehidupan mempunyai hubungan erat

dengan tindakan resusitasi jantung paru, kerana penderita yang diberikan RJP, mempunyai

kesempatan yang amat besar untuk dapat hidup kembali. Pasien yang ditemukan dalam

keadaan tidak sadar diri atau mengalami penurunan pernafasan selalu diasumsi mempunyai

gangguan SCA terlebih dahulu.

RJP yang digunakan dirujuk kepada pedoman dari American Heart Association yaitu

2015 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and

Emergency Cardiovascular Care. Ini merupakan adaptasi daripada buku ABC of

resuscitation yang ditulis oleh Peter Safar pertama kali pada tahun 1957. Terdapat beberapa

pembaharuan pada pedoman pada tahun 2015 dan yang dahulu yaitu pada tahun 2010.

Update terbaru dari AHA mengenai guideline / algoritma CPR, lebih memberikan

penekanan pada detail kecepatan dan kedalaman kompresi dada selama CPR. Sedikit berbeda

dengan guideline 2010 yang hanya menekankan untuk melakukan kompresi dada paling

sedikit 100x/menit dan paling sedikit kedalaman 2 inchi, guideline yang baru saja dirilis ini

memberikan batasan yang lebih detail yaitu kecepatan kompresi dada antara 100 hingga 120

kali permenit dan kedalaman kompresi dada antara 2 hingga 2,4 inchi.

1

Page 2: Bcls

B. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui indikasi, fase dan prosedur

resusitasi jantung paru otak. Selain itu, referat ini juga dapat memberi informasi yang

lengkap tentang pembaharuan untuk RJP pada tahun 2015 dibandingkan dengan pada tahun

2010 berdasarkan American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary

Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care.

2

Page 3: Bcls

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Resusitasi membawa maksud menghidupkan kembali dengan usaha-usaha yang

dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian

biologis. Resusitasi jantung paru (RJP) adalah upaya mengembalikan fungsi nafas atau

sirkulasi yang berhenti oleh mana-mana sebab dan boleh membantu memulihkan kembali

fungsi kedua jantung dan paru ke keadaan normal. Bantuan hidup dasar atau basic life

support (BLS) termasuk mengenali jika terjadinya henti jantung, aktivasi respon sistem

gawat darurat, dan defibrilasi dengan menggunakan defibrillator.

B. INDIKASI

1. Henti nafas

Henti nafas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara

pernafasan dari korban atau pasien. Henti nafas merupakan kasus yang harus dilakukan

tindakan Bantuan Hidup dasar. Henti nafas dapat terjadi dalam keadaan seperti:

- Tenggelam atau lemas

- Stroke

- Obstruksi jalan nafas

- Epiglotitis

- Overdosis obat-obatan

- Tesengat listrik

- Infark Miokard

- Tersambar petir

Pada awal henti nafas, oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk beberapa

menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya,

jika pada keadaan ini diberikan bantuan resusitasi, ini sangat bermanfaat pada korban.

2. Henti Jantung

Pada saat terjadi henti jantung, secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti

sirkulasi ini akan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen.

3

Page 4: Bcls

Pernafasan yang terganggu merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung. Henti

jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba disertai kebiruan atau pucat sekali,

pernafasan berhenti atau satusatu, dilatasi pupil tak bereaksi terhadap rangsang cahaya

dan pasien tidak sadar. Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat

darurat medik yang bertujuan untuk:

a. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi

b. Memberikan bantuan eksternal terhadapa sirkulasi dan ventilasi dari korban yang

mengalami henti jantung atau henti jantung melalui resusitasi jantung paru (RJP)

Resusitasi jantung paru terdiri dari dua tahap yaitu:

a. Survei primer : dapat dilakukan oleh setiap orang.

b. Survei sekunder : dapat dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis terlatih dan

merupakan lanjutan dari survei primer.

C. PEMBAHARUAN PADA BLS GUIDELINES 2015

Terdapat beberapa pembaharuan pada BLS 2015, berbanding dengan 2010. Beberapa

perubahan yang telah dilakukan adalah seperti berikut:

1. Sistem perawatan dan perbaikan kualitas yang berkelanjutan

a. Unsur universal sistem perawatan telah diidentifikasi untuk memberikan peranan

penting dalam membuat sebuah sistem resusitasi terintegrasi

b. Pemisahan rantai kelangsungan hidup ke dalam 2 rantai, yaitu melalui sistem

perawatan di dalam rumah sakit dan di luar rumah sakit

c. Menerapkan teknologi media sosial untuk memanggil penolong yang berada dalam

jarak dekat dengan korban dugaan OHCA serta bersedia dan mampu melakukan

CPR adalah tindakan yang wajar bagi masyarakat.

2. Dasar Dukungan Hidup dan CPR Kualitas

a. Pada korban dewasa dari henti jantung, penyelamat melakukan kompresi dada

dengan kecepatan 100 sampai 120/menit.

b. Selama CPR manual, tim penyelamat harus melakukan kompresi dada dengan

kedalaman minimal 2 inci (5 cm) untuk orang dewasa, dan menghindari kompresi

dada yang berlebihan dengan kedalaman lebih besar dari 2,4 inci (6cm).

c. Penyelamat yang tidak terlatih hanya memberikan kompresi dada saja (Hands-Only

CPR), untuk korban dewasa gagal jantung. Semua penyelamat awam harus, minimal,

4

Page 5: Bcls

memberikan penekanan dada untuk korban henti jantung. Jika penyelamat awam

telah dilatih dan mampu melakukan napas penyelamatan, dia atau dia harus

menambahkan napas penyelamatan dalam rasio 30 kompresi untuk 2

napas. Penyelamat harus terus menerus melakukan CPR sampai AED tiba dan siap

digunakan, penyedia EMS mengambil alih mengurus korban, atau korban mulai

bergerak.

d. Untuk membantu mengenali henti jantung, penolong harus dapat mengidentifikasi

adanya respon dan kualitas pernapasan dari korban. Jika korban tidak responsif

dengan tidak ada atau tidak normal pernapasan, penyelamat dan operator harus

mengasumsikan bahwa korban mengalami henti jantung.

e. Untuk pasien dengan diketahui atau diduga kecanduan opioid yang tidak responsif

dan tanpa pernapasan normal tapi dengan denyut nadi, penyelamat yang terlatih dan

pemberi BLS memberikan intramuskular (IM) atau intranasal (IN) nalokson.

3. Penyedia Layanan Kesehatan (Health Care Provider/HCP) BLS

a. HCP harus memanggil bantuan terdekat setelah menemukan korban yang tidak

responsif, tetapi HCP perlu terus menilai pernapasan dan pulsasi secara berkelanjutan

sebelum sepenuhnya mengaktifkan sistem tanggap darurat.

b. HCP memberikan kompresi dada dan ventilasi untuk semua pasien dewasa yang

mengalami henti jantung, apakah itu berasal dari jantung atau bukan. Selain itu, HCP

perlu untuk menyesuaikan urutan tindakan penyelamatan untuk penyebab yang paling

mungkin menyebabkan henti jantung.

c. Penolong memberikan 1 napas setiap 6 detik (10 napas per menit) sementara

dilakukan kompresi dada secara terus menerus.

4. Dasar Bantuan Hidup Pediatrik dan Kualitas CPR

a. Urutan CAB telah ditegaskan kembali pada tahun 2015.

b. Penganjuran kecepatan kompresi dari 100 sampai 120/menit untuk bayi dan anak-

anak.

D. EMERGENCY RESPONSE SYSTEM

Orang awam seharusnya menelepon rumah sakit yang terdekat atau nomor darurat

yang lain untuk memulai respon darurat. Instruksi dari rumah sakit haruslah jelas dan

merekomendasi CPR untuk orang awam tersebut untuk membantu korban yang tidak

5

Page 6: Bcls

bernafas karena kebanyakan pasien yang tidak bernafas adalah yang menghadapai SCA. Jika

pasien tidak bernafas atau mengalami gangguan pernafasan, asumsi yang pertama adalah

bahwa korban mengalami SCA. Untuk pemeriksaan nadi, orang awan tidak disarankan

untuk memeriksa nadi. Jika untuk orang yang terlatih, nadi diperiksa kurang dari 10 detik

dan jika tidak teraba nadi maka chest compression harus dimulai.

FASE RJP

FASE I : Tunjangan Hidup Dasar (Basic Life Support)

Ini adalah prosedur pertolongan darurat untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, henti nafas

dan henti jantung.

C (circulation) : mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung paru

A (airway) : menjaga jalan nafas tetap terbuka

B (breathing) : ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat.

FASE II: Tunjangan Hidup Lanjutan (Advance Life Support)

Ini adalah prosedur setelah tunjangan hidup dasar yang ditambah dengan:

D (drugs) : pemberian obat-obatan termasuk cairan.

E (EKG) : diagnosis elektrokardiografi secepat mungkin untuk mengetahui fibrilasi

ventrikel.

FASE III : Tunjangan Hidup Terus-menerus (Prolonged Life Support)

G (Gauge) : Pengukuran dari pemeriksaan untuk memonitoring penderita secara terus

menerus, di nilai, di cari penyebabnya dan kemudian mengobatinya.

H (Head) : tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistem saraf dari

kerusakan lebih lanjtu akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat

dicegah terjadinya kerusakan neurologic yang permanen.

I (Intensive Care): perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi: trakeostomi,

pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran pH,

pCO2 bila diperlukan dan tunjangan sirkulasi, menangangi terjadinya

kejang.

6

Page 7: Bcls

E. PROSEDUR CPR (RJPO)

Pada dasarnya resusitasi jantung mempunyai dua perkara yang harus diterapkan. Pertamanya

adalah kompresi dada dan yang kedua adalah bantuan pernafasan dengan menggunakan

nafas buatan. Sebelum menolong korban, hendaklah dinilai keadaan lingkungan terlebih

dahulu.

1. Circulation dan Chest compression

7

Page 8: Bcls

Kompresi dada dilakukan sebanyak 30 kali. Posisi kompresi dada, dimulai dari lokasi

prosessus xyphoideus dan tarik garis ke lokasi 2 jari diatas prosessus xyphoideus dan

melakukan kompresi dada di tempat tersebut. Untuk kompresi dada yang yang efektif,

teknik push hard, push fast harus diterapkan. Kompresi sebanyak 100 kali hingga 120

kali per menit dengan kedalaman kompresi minimal 5cm dan tidak lebih dari 6 cm.

Selain itu, waktu untuk paru-paru rekoil setelah kompresi juga harus ada. Perbandingan

kompresi-ventilasi adalah 30:2

2. Airway

8

Page 9: Bcls

Menurut Pedoman AHA 2015 untuk CPR dan ECC, rekomendasi terbaik adalah

memulai kompresi sebelum ventilasi. 30 kompresi dan kemudian 2 ventilasi membawa

hasil yang lebih baik karena akan memperbaiki juga sirkulasi darah. Keterlambatan

memberi kompresi dada harus dihindari. Kompresi dada boleh bersamaan dengan

perbaikan jalan nafas karena reposisi mouth-to-mouth atau penyediaan bag-mask

apparatus mengambil waktu. Posisikan kepala dalam keadaan terlentang pada alas

keras. Periksa jalan nafas korban dengan membuka mulut, masukkan 2 jari dan lihat jika

ada benda asing atau darah. Pada korban tidak sadar, tonus otot menghilang sehingga

lidah menyumbat laring. Lidah yang jatuh dapat menyebabkan jalan nafas tertututp.

Triple manuver dilakukan yaitu dengan head tilt, dan jaw trust untuk membuka jalan

napas

9

Page 10: Bcls

F. RESCUER SPECIFIC CPR STRATEGIES

1. Untrained lay rescuer

Untuk orang awam yang tidak terlatih, hands only CPR adalah sangat digalakkan dimana

hanya kompresi dada yang dilakukan.

2. Trained lay recuer

10

Page 11: Bcls

Harus memberikan kompresi dada untuk korban SCA dan penolong boleh memberi

ventilasi, maka perbandingan 30:2.

3. Healthcare Provider

Resusitasi yang diberikan selalu tergantung kasus yang dihadapai. Contohnya, jika

terlihat korban jatuh secara tiba-tiba, asumsi yang pertama karena SCA. Jika ada korban

yang lemas atau korban yang mempunyai obstruksi jalan pernapasan dan mengalami

kurang kesadaran, CPR diberikan. CPR dimulai dengan kompresi dada sebanyak 30 kali

dan diteruskan dengan ventilasi. Jika menemukan korban yang tidak responsif atau tidak

bernafas, maka diasumsikan sebagai SCA.

G. BANTUAN HIDUP LANJUT

1. Drugs

Bantuan hidup lanjut berhubungan dengan teknik yang ditujukan untuk memperbaiki

ventilasi dan oksigenasi korban dan pada diagnosis serta terapi gangguan irama utama

selama henti jantung. Bantuan hidup dasar memerlukan peralatan khusus dan

penggunaan obat. Harus segera dimulai bila diagnosis henti jantung atau henti nafas

dibuat dan harus diteruskan sampai bantuan hidup lanjut diberikan. Setelah dilakukan

CBA RJP dan belum timbul denyut jantung spontan, maka resusitasi diteruskan dengan

langkah DEF.

Obat-obatan tersebut dibagi dalam 2 golongan yaitu penting dan berguna. Obat-obatan

yang termasuk penting adalah adrenalin, natrium bikarbonat, sulfat atropin, dan lidokain.

Sedangkan obat-obatan yang berguna adalah isoproterenol, propanolol, kortikosteroid.

a. Natrium bikarbonat

Penting untuk melawan metabolik asidosis, diberikan iv dengan dosis awal : 1

mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun dalam infus setelah selama periode 10 menit.

Dapat juga diberikan intrakardial, begitu sirkulasi spontan yang efektif tercapai,

pemberian harus dihentikan karena bisa terjadi metabolik alkalosis, takhiaritmia dan

hiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi yang efektif maka ulangi lagi pemberian

dengan dosis yang sama.

b. Adrenalin

Adrenalin : 0,5 – 1,0 mg dosis untuk orang dewasa, 10 mcg/ kg pada anak- anak.

Cara pemberian melalui iv, intratrakeal lewat pipa trakeal (1 ml adrenalin diencerkan

11

Page 12: Bcls

dengan 9 ml akuades steril, bukan NaCl, berarti dalam 1 ml mengandung 100 mcg

adrenalin). Jika keduanya tidak mungkin, maka dilakukan intrakardial (hanya oleh

tenaga yang sudah terlatih).

Di ulang tiap 5 menit dengan dosis sama sampai timbul denyut spontan atau mati

jantung. Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta dan yang perlu

diperhatikan dapat meningkatkan pemakaian O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi

ventrikel.

c. Lidokain

Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia dengan cara

meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama diastole. Pada dosis

terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari kontraktilitas miokard, tekanan

arteri sistemik, atau periode refrakter absolut. Obat ini terutama efektif menekan

iritabilitas sehingga mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang

berhasil, juga efektif mengontrol denyut ventrikel prematur yang mutlti fokal dan

episode takhikardi ventrikel. Dosis 50-100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-

pelan dan bisa diulang bila perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3

mg.menit, biasanya tidak lebih dari 4 mg.menit, berupa lidocaine 500 ml dextrose 5

% larutan (1 mg/ml).

d. Sulfat Artopin

Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler dan mempercepat

denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi. Paling berguna dalam mencegah

“arrest” pada keadaan sinus bradikardi sekunder karena infark miokard, terutama bila

ada hipotensi. Dosis yang dianjurkan ½ mg, diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang

dalam interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi > 60 /menit, dosis total tidak

boleh melebihi 2 mg kecuali pada blok atrioventrikuler derajat 3 yang membutuhkan

dosis lebih besar.

e. Isoproterenol

Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera (bradikardi hebat karena complete

heart block). Ia diberikan dalam infus dengan jumlah 2 sampai 20 mg/menit (1-10 ml

larutan dari 1 mg dalam 500 ml dectrose 5 %), dan diatur untuk meninggikan denyut

12

Page 13: Bcls

jantung sampai kira-kira 60 kali/menit. Juga berguna untuk sinus bradikardi berat

yang tidak berhasil diatasi dengan Atropine.

f. Propranolol

Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti berguna untuk

kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau fibrilasi ventrikel berulang

dimana ritme jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1

mg iv, dapat diulang sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.

g. Kortikosteroid

Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB methyl prednisolon

sodium succinate atau 1 mg/kgBB dexamethasone fosfat) untuk pengobatan syok

kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung. Bila ada kecurigaan edema otak

setelah henti jantung, 60-100 mg methyl prednisolon sodium succinate tiap 6 jam

akan menguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti pneumonia post aspirasi,

maka digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam.

2. EKG

Diagnosis elektrokardigrafis untuk mengetahui adanya fibrilasi ventrikel dan monitoring.

13

Page 14: Bcls

Ventricel Fibrilation Treatment

14

Page 15: Bcls

Tindakan defibrilasi untuk mengatasi fibrilasi ventrikel. Elektroda dipasang sebelah kiri

putting susu kiri dan di sebelah kanan sternum atas.

H. KEPUTUSAN UNTUK MENGAKHIRI RESUSITASI

Keputusan untuk memulai dan mengakhiri usaha resusitasi adalah masalah medis,

tergantung pada pertimbangan penafsiran status serebral dan kardiovaskuler penderita.

Kriteria terbaik adanya sirkulasi serebral dan adekuat adalah reaksi pupil, tingkat kesadaran,

gerakan dan pernafasan spontan dan refleks. Keadaan tidak sadar yang dalam tanpa

pernafasan spontan dan pupil tetap dilatasi 15-30 menit, biasanya menandakan kematian

serebral dan usaha-usaha resusitasi selanjutnya biasanya sia-sia. Kematian jantung sangat

memungkinkan terjadi bila tidak ada aktivitas elektrokardiografi ventrikuler secara berturut-

turut selama 10 menit atau lebih sesudah RJP yang tepat termasuk terapi obat.

15

Page 16: Bcls

BAB III

KESIMPULAN

Resusitasi jantung paru adalah usaha yang dilakukan untuk apa-apa yang

mengindikasikan terjadinya henti nafas atau henti jantung. Kompresi dilakukan terlebih dahulu

dalam kasus yang terdapat henti pernafasan atau henti jantung karena setiap detik yang tidak

dilakukan kompresi merugikan sirkulasi darah dan mengurangkan survival rate korban. Sistem

RJP yang dilakukan sekarang adalah adaptasi dan pembahauan dari pedoman yang telah

diperkenalkan oleh Peter Safar dan kemudiannya diadaptasi oleh American Heart Association.

Menurut Pedoman AHA 2015 untuk CPR dan ECC, rekomendasi terbaik adalah memulai

kompresi sebelum ventilasi. 30 kompresi dan kemudian 2 ventilasi. Kompresi dada dilakukan

dengan kecepatan 100 sampai 120/menit dengan kedalaman 2 inci (5 cm) dan tidak lebih besar

dari 2,4 inci (6cm).

16

Page 17: Bcls

DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association.2010. Part 4 Adult Basic Life Support in Circulation Journal

American Heart Association 2015. Part 4. Systems of Care & CQI

American Heart Association 2015. Part 5. Adult Basic Life Support in Circulation Journal

American Heart Association 2015. Part 11. PBLS & CPR Quality

American Heart Association . 2015. Fokus Utama Pedoman Pembaruan Pedoman AHA

2015 untuk CPR dan ECC.

17