bab i(sistem saraf pusat)

Upload: chichi2406

Post on 09-Oct-2015

81 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugAS

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangMakin tinggi makhluk hidup berkembang, makin besar kebutuhan akan system penghantar informasi, system koordinasi, dan sistem pengaturan, disamping kebutuhan akan organ pemasok dan organ ekskresi. Pada hewan dan manusia terdapat sistem saraf dan kelenjar endokrin yang membentuk hormon.Pada manusia, sistem saraf, khususnya otak, mempunyai kemampuan berfungsi yang jauh lebih berkembang daripada sistem saraf makhluk hidup lain. Sistem saraf berfungsi: Menerima rangsang dari lingkungan atau rangsang yangterjadi dalam tubuh, Mengubah rangsang ini dalam perangsangan saraf , menghantar memprosesnya, serta Mengkoordinasi dan mengatur fungsi tubuh melalui impuls-impuls yang dibebaskan dari pusat ke perifer (Mutschler,1991).Unsur penyusun system saraf adalah neuron. Disamping suatu badan sel dengan inti sel, neuron kebanyakan mempunyai banyak cabang sel.Cabang yang lebih panjang yang disebut neurit atau serabut saraf selalu ada.Kebanyakan sel saraf menunjukkan cabang-cabang pendek yang banyak yaitu dendrite (Mutschler,1991).Sifat pokok makhluk hidup adalah dapat terangsang, yaitu kemampuan sel-sel tertentu untuk bereaksi terhadap suatu rangsang fisika atau kimia dengan suatu reaksi spesifik, yaita eksitasi.Disini, disamping sel saraf, terhadap pengkhususan sel reseptor dan sel saraf.Rangsang dihantarkan ke sel-sel lain melalui neurit.Pada dendrit, tempat berakhirnya sebagian serabut saraf neuron lain, terjadi pengalihan rangsang (Mutschler, 1991).Potensial aksi (impuls saraf) yang dihantarkan terus melalui serabut saraf berfungsi untuk pengalihan informasi dalam organism.KArena potensial aksi pada kondisi yang identik memiliki amplitudo dan lama yang sama (Mutschler, 1991).

1.2 Tujuan Percobaan Untuk mengamati dan memahami stimulan susunan saraf pusat pada makhluk hidup secara berlebihan. Untuk mengetahui efek pemberian Isoniazid pada susunan saraf pusat. Untuk mengetahui efek pemberian diazepam pada rangsangan isoniazid. Untuk membandingkan antikonvulsi dari diazepam pada dosis yang berbeda.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem saraf PusatSistem saraf pusat berfungsi untuk menerima, memperoses, menginterpretasikan, dan menyimpan informasi sensoris yang datang seperti informasi mengenai mengenai rasa, suara, bau, warna tekanan pada kulit, kondisi organ internal, dan lain lain. Sistem saraf pusat juga mengirimkan pesan untuk otot, kelenjar, dan organ internal. Secara konseptual, sistem saraf pusat dapat dikatakan memiliki dua komponen : otak dan saraf tulang belakang. Sebenarnya saraf tulang belakang merupakan perpanjangan dari otak. Saraf tulang belakang bermula dari dasar otak, kemudian menjulur di sepanjang bagian tengah punggung dan dilindungi oleh tulang punggung. Saraf tulang belakang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan otak dengan bagian bagian dari tubuh yang terletak di bawah leher (wade,C & Tavris, C,2008)Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang, dan urat-urat saraf atau saraf cabang yang tumbuh dari otak dan sumsum tulang belakang yang disebut urat saraf periferi (urat saraf tepi). Jaringan saraf membentuk salah satu dari empat kelompok jaringan utama pada tubuh (Evelyn.C, 2009). Sel-sel saraf berpadu dan membentuk apa yang disebut substansi kelabu dalam sistem ini, seperti yang dijumpai dalam korteks otak, dan pada bagian dalam sumsum tulang belakang. Serabut saraf atau akson membentuk substansi putih. Perbedaan warna ini terjadi karena akson atau serabut penghantar diselimuti sejenis sarung yang terbentuk dari bahan seperti lemak, yang mempunyai fungsi melindungi, memberi makan, dan memisahkan serabut serabut yang satu dari yang lainnya. Sebuah sel saraf berikut aksonnya dan proses lainnya membentuk sebuah neuron. Pada saat pembentukan batang saraf, serabut serabut saraf disusun menjadi berkas berkas yang disebut fasikuli. Sebuah serabut saraf mempunyai konduktivitas (penghantar) dan excitabilitas (dapat dirangsang) (Evelyn.C, 2009).Sistem saraf mempunyai sifat-sifat unik berkaitan dengan proses berfikir dan fungsi pengaturan yang sangat kompleks yang dapat dilakukannya. Sistem ini setiap menit menerima berjuta-juta rangsangan informasi yang berasal dari bermacam-macam saraf sensorik dan organ sensorik, kemudian menyatukan semuanya untukj menentukan respons apa yang akan diberikan oleh tubuh (Guyton, 2007).Susunan saraf:1. Saraf sadar Saraf pusat Saraf pusat terdiri dari otak dan sumsung tulang belakang. Otak Otak manusia terdiri dari belahan kiri dan kanan. Kedua belahan tersebut dihubungkan oleh balok otak yang berongga (ventrikel) yang berisi cairan getah bening (cerebrospinal) Sumsum tulang belakang Sumsum tulang belakang berfungsi sebagai pusat dari gerak reflex, pengantar impuls sensori dari kulit atau otot ke otak, dan pembawa impuls motor dari otak ke otot tubuh. Saraf tepi Saraf tepi teridiri dari system saraf sadar dan system saraf tak sadar (Izzudin, 2008).SSP adalah dibentuk oleh ventral segmental ganglia dan otak, dan biasanya mengontrol reproduksi, metamorfosis, pertumbuhan, metabolisme, dan perilaku serangga secara langsung. serangga memiliki menyediakan sistem model penting untuk analisis jaringan saraf yang mendasari semua macam perilaku. Diptera seperti Drosophila melanogaster, telah lama digunakan untuk studi tentang sistem saraf (Mora. S, 2011).Jaringan otak system saraf pusat (SSP) sangat peka terhadap berbagai cedera seperti sangat peka terhadap berbagai cedera seperti trauma mekanik, ischemia, dan stress oksidatif. Baik cedera SSP maupun penyakit neurodegenerative dapat mengakibatkan berbagai tingkat kematian neuron dan neuroinflamasi serta kelemahan memori. Selama lebih dari satu decade diyakini bahwa jaringan otak yang mengalami kerusakan tidak dapat mengalami regenerasi, karenanya kerusakan pada SSP dapat bersifat permanen. Namun kemudian, diketahui bahwa didalam jaringan SSP masih terdapat populasi neural system cells ataupun neural progenitor cells (Djuwita, dkk. 2012).Sistem saraf pusat mengandung lebih dari 100 juta neuron. Memperlihatkan jenis neuron yang khas yang ditemukan di korteks motorik otak. Sinyal yang datang memasuki neuron melalui sinaps yang lokasinya kebanyakan pada neuron dendrit, namaun juga pada badan sel. Untuk berbagai jenis neuron, mungkin hanya terdapat beberapa ratus atau sampai 200.000 sambungan sinaptik dari serabut yang masuk. Sebaliknya, sinyal yang keluar berjalan melalui jalur akson tunggal meninggalkan neuron. Kemudian, akson ini memiliki banyak cabang yang berbeda kebagian-bagian lain sistem saraf atau tubuh bagian perifer (Guyton, 2007). Aktivitas penekan system saraf pusat dipengaruhi oleh sifat lipofilik, elektronik, dan sterik. Sifat lipofilik terutama mempengaruhi kemampuan senyawa dalam menembus membrane biologis, sifat elektronik terutama mempengaruhi proses interaksi obat reseptor selain juga meningkatkan penembusan senyawa ke dalam membrane biologis, sedangkan sifat sterik menentukan keserasian interaksi senyawa dengan reseptor dalam sel. Peningkatan sifat lipofilik dapat dilakukan dengan memasukkan gugus atau subtituen nonpolar, sedangkan peningkatan sifat elektronik dilakukan dengan memasukkan substituent yang bersifat elektronegatif, seperti halogen, ke dalam cincin aromatic. Kelarutan meksimum golongan sedative hipnotik terjadi pada koefisien partisi antara fase lipid dan air mendekati 100 (Guyton, 2007).Fungsi sistem saraf pusatSistem saraf mempunyai kemampuan fungsional khusus yang diturunkan pada setiap tahap perkembangan evolusi manusia. Dari sifat-sifat yang diwariskan ini, tiga tingkat utama sistem saraf pusat mempunyai sifat-sifat fungsional yang khas, yakni:1. Tingkat medula spinalisSuatu saluran untuk menyalurkan sinyal yang berasal dari perifer tubuh ke otak atau dengan arah yang berlawanan dari otak kembaliu ketubuh. Hal ini sebenarnya jauh dari keadaan yang sebenarnya. Biarpun medula spinalis itu telah dipotong setinggi darerah leher atas, banyak fungsi medula spinalis itu masih tetap ada. Contohnya, sirkuit neorol dalam medula spinalis dapat menyebabkan gerakan berjalan, refleks yang menarik bagian tubuh dari suatu objek, refleks yang mengeraskan kaki guna menunjang tubuh terhadap gravitasi, dan refleks yang dipakai untuk mengatur pembuluh-pembuluh darah setempat, gerakan gastrointestinal atau ekskresi urin.2. Tingkat otak bagian bawah,atau subkortikalAktivitas bawah sadar dari tubuh diatur oleh bagian bawah otak pada medula oblongata, pons, mesensefalon, hipotalamus, talamus, serebelum, dan ganglia basalis. Sebagai contoh, pengaturan bawah sadar dari tekanan arteri dan pernapasan terutama dicapai didalam medula dan pons.3. Tingkat otak bagian atas atau tingkat korteks.Korteks selebri merupakan gudang memori yang sangat besar. Koterks itu tidak pernah berfungsi sendiri tetapi slalu berhungan dengan pusat-pusat bagian bawah sistem saraf. Tanpa adanya korteks serebri, fungsi pusat-pusat otak bagian bawah sangat tidak teliti lagi.Tempat penyimpanan atau gudang informasi yang luas dalam korteks biasanya akan mengubah fungsi-fungsi ini menjadi tindakan yang lebih tepat dan tertentu. Akhirnya, korteks selebri berguna untuk sebagian Sinaps saraf pusatInformasi yang dijalarkan sistem saraf pusat terutama dalam bentuk potensial aksi saraf, disebut impuls saraf, yang melewati serangkaian neuron neuron, darisatu neuron satu ke neuron berikutnya. Namun, selain itu, setiap impuls itu mungkin dihambat suatu dijalarkan dari satu neuron ke neuron berikutnya, mungkin diubah dari impuls tunggal menjadi impuls yang datangnya beruntun, atau mungkin digabungkan dengan impuls yang datang dari neuron-neuron lainnya untuk membentuk pola impuls yang sangat ruwet yang melewati serangkaian neuron (Guyton, 2007).Terdapat 2 macam sinaps, yaitu:1. Sinaps kimiaPada sinaps kimia ini, neuron pertama menyekskresikan pada sinaps ujung sarafnya suatu bahan kimia yang disebut neurotransmiter (atau sering disebut bahan transmiter), dan bahan transmiter ini sebaliknya bekerja pada protein reseptor dalam membran neuron berikutnya sehingga neuron tersebut akan terangsang, menghambatnya, atau mengubah sensitivitasnya dalam berbagai cara. Beberapa diantaranya adalah astikolin, norepinefrin, epinefrin, histamin, asam gamma amino butirat (GABA), glisin, serotonin, dan glutamat.2. Sinaps listrikDitandai adanya kanal cairan terbuka langsung yang menjalarkan aliran listrik dari sartu sel ke sel berikutnya. Kebanyakan saluran ini terdiri atas struktur tubular protein kecil yang disebut gapjunctions yang memudahkan pergerakan ion-ion secara bebas dari bagian dalam suatu sel kebagian dalam sel berikutnya (Guyton, 2007).

Transmisi rangsangImpuls yang keluar dari SSP dikirim ke ganglia parasimpatik, lalu ditempatkan tersebut, asetilkolin meneruskan impuls ke serat serat pascaganglion. Rangsangan pada ujung ujung saraf parasimpatik mengakibatkan curahan asetilkolin dari dalam vesikel. Pada organ sasaran, asetilkolin menyebabkan perangsangan reseprot reseptor khusus (Schmitz, 2009).Striknin merupakan alkaloid tanaman nux vomica, yang tidak bermanfaat untuk pengobatan, tetapi berguna untuk menjelaskan fisiologi dan farmakologi susunan saraf pusat dan merupkan obat utama diantara obat-obat yang bekerja menstimulasi susunan saraf pusat (Schmitz, 2009).Striknin merupakan senyawa yang bekerja dengan mengadakan antagonisme secara kompetitif terhadap transmitor di daerah pasca sinap. Pemberian striknin dalam dosis tinggi menyebabkan kejangan tonik dan klonik, kematian terjadi bila kejangan tonik yang meliputi keseluruhan otot rangka termasuk otot pernafasan berlangsung terlampau lama (Schmitz, 2009).Pada hewan percobaan umumnya konvulsi ini berupa ekstensi tonik dari badan dan semua anggota gerak, maka kejang/konvulsi oleh striknin berbeda dengan yang diakibatkan oleh obat yang langsung merangsang neuron pusat, kejang oleh striknin terjadi suatu gerakan yang berupa kontraksi ekstensor yang simetris, kontraksi ini diperkuat oleh rangsangan sensorik, baik penglihatan, pendengaran, maupun perabaan (Schmitz, 2009).

2.2 Obat-Obat untuk susunan saraf pusatObat-obat yang bekerja untuk sistem saraf pusat (SSP) merupakan salah satu yang pertama ditemukan manusia primitif dan masih digunakan secara luas sebagai zat farmakologi sampai sekarang. Disamping penggunaannya dalam terapi, obat-obat sistem saraf pusat dipakai untuk meningkatkan kesehatan tanpa resep. Kopi, alcohol, dan nikotin digunakan masyarakat diperbagai Negara, hampir merata diseluruh dunia. Karena beberapa obat-obat golongan bersifat adiktif dan menyebabkan disfungsi berat baik bagi pribadi, social maupun ekonomi, maka masyarakat merasa perlu member batasan penggunaan dan penyediannya (Katzung, 1997).Cara kerja berbagai obat pada sistem saraf pusat (SSP) belum begitu jelas. Karena penyebab penyakit-penyakit yang disembuhkannya (skizofren, ansietas, dan lain-lain). Dalam dua puluh tahun terakhir, banyak kemajuan yang diperoleh dalam farmakologi sistem saraf pusat (SSP). Informasi yang diperoleh dalam studi ini merupakan dasar dari beberapa perkembangan penelitian SSP (Katzung, 1997).Pertama, jelas semua obat-obat sistem saraf pusat bekerja pada reseptor khusus yang mengatur transmisi sinaps. Beberapa obat seperti anastetik umum dan alcohol dapat bekerja secara nonspesifik pada membran (meskipun pengecualian ini tidak sepenuhnya diterima) tetapi kerja tanpa melalui reseptor ini mengakibatkan perubahan-perubahan yang mencolok pada transmisi sinaps (Katzung, 1997).Kedua obat-obatan merupakan alat paling penting untuk mempelajari aspek fisiologi sistem saraf pusat (SSP) mulai dari terjadinya bangkitan sampai pada penyimpanan memori jangka panjang. Seperti akan diterangkan dibawah, agonis yang menyerupai transmitter alamiah (dalam beberapa kasus lebih selektif dari zat endogen) dan antagonis sangat berguna dalam penelitian (Katzung, 1997).Ketiga, kerja obat dengan manfaat klinik yang nyata telah membawa hipotesa yang sangat menguntungkan mengenai mekanisme penyakit. Misalnya, informasi tentang obat antipsikotik pada reseptor memberikan dasar hipotesa tentang patologi skizopren. Kajian beberapa efek agonis dan antagonis respetor asam gamma aminobutirat (GABA) memberikan konsep baru tentang patofisologi penyakit-penyakit yang berhubungan dengan obat-obatan sistem saraf pusat termasuk penyakit ansietas dan epilepsy (Katzung, 1997).DiazepamDiazepam dapat merupakan relaksan otot yang bekerja sentral dan berpengaruh selektif terhadap refleks polisinaptik disumsum tulang belakang, maka diazepam dapat digunakan untuk mengatasi kejangan yang diakibatkan striknin. digunakan sebagai obat referensi (kontrol positif) untuk anxiolytic, sedatif, relaksan otot dan aktivitas antikonvulsan. fluoxetine digunakan sebagai standar obat untuk efek antidepresan dan sodium pentobarbital digunakan untuk menginduksi hypnosis (Zhang. DKK, 2012).

2.3 Tempat kerja obat sistem saraf pusat (SSP)Obat- obat yang bekerja di sistem saraf pusat sebagian besar menimbulkan efek dengan mengubah beberapa tahapan transmisi sinaps kimia. Kegiatan obat-bat sistem saraf pusat dalam mengubah tahapan transmisi sinaps kimia dapat dibagi dalam katagori presinaptik dan pascasinaptik (Katzung, 1997).Dalam katagori presinaptik termasuk obat-obat yang bekerja untuk sintesis, penyimpanan, metabolisme dan penglepasan neurotransmitter. Transmisi sinaptik dapat ditekan dengan penghambatan sintesis atau penyimpanan transmitter. Contohnya -klorofenilalanin menghambat sintesis serotonin, dan reserpin menguras monoamine dari sinaps dengan mengganggu simpanan intraseluler. Penghambatan katabolisme transmitter dapat meningkatkan konsentrasi transmitter dan juga jumlah transmitter yang dilepaskan per impuls. Obat-obatan juga dapat mengubah jumlah pelepasan transmitter (Katzung, 1997).Didaerah pascasinaptik, reseptor transmitter merupakan tempat pertama obat bekerja. Obat-obat dapat berfungsi sebagai agonis neurotransmitter, seperti opiate, bekerja seperti enkefalin atau menghambat fungsi reseptor. Antagonis pada reseptor. Antagonis pada reseptor merupakan mekanisme yang biasa dari obat-obat sistem saraf pusat. Contohnya penghambatan striknin pada reseptor penghambat transmitter glisin. Hambatan ini merupakan dasar terjadinya kejang striknin, menggambarkan bagaimana proses hambatan inhibisi dan akan menimbulkan eksitasi. Umumnya reseptor tergabung pada satu atau dua macam mekanisme transduksi (Katzung, 1997).Reseptor yang terdapat pada sebagian besar sinaps si sistem saraf pusat terikat pada saluran ion, dan reaktivasi reseptor yang khusus akan menyebabkan pembukaan saluran dalam dalam periode yang periode yang sangat cepat. Obat-obatan ini juga dapat mempengaruhi ion secara langsung, sebagai contoh barbiturat masuk dan menghambat saluran yang tergabung pada reseptor neurotransmitter eksitatif (Katzung, 1997).

2.4 Perangsang Sistem saraf pusat Efek perangsangan susunan saraf pusat (SSP) baik oleh obat yang berasal dari alam atau sintetik dapat diperlihatkan pada hewan dan manusia. Beberapa obat memerlihatkan efek perangsangan yang nyata dalam dosis toksik, sedangkan obat lain memperlihatkan efek perangsangan system saraf pusat (SSP) sebagai efek samping (Tanu, 1995). Dahulu beberapa sintetik analeptik digunakan untuk mengatasi intoksikasi berat obat penekan SSP umum, sekarang tindakan ini tersisih karena dengan tindakan konservatif berupa perawatan intensif hasil-hasilnya jauh lebih baik. Dalam dosis yang cukup, semua analeptik menimbulkan kejang secara umum dan sayangnya sebagai obat perangsang pusat nafas memperhatikan batas keamanan yang sangat sempit dan sulit diramalkan. Pada saat ini belum ada obat yang perangsang yang aman dan selektif sehingga penggunaan obat analeptik amat dibatasi (Tanu, 1995).Perangsang SSP oleh obat pada umumnya melalui dua mekanisme yaitu : 1. Mengadakan blokade sistem penghambat 2. Meningkatkan perangsangan sinaps Dalam SSP dikenal sistem penghambatan pascasinaps dan penghambatan prasinaps. Stiknin merupakan prototip obat yang mengadakan blokade selektif terhadap sistem penghambatan ptrasinaps, dan kedua obat ini penting dalam bidang penelitian untuk mempelajari berbagai macam jenis reseptor dan antagonisnya. Analeptik lain tidak berpengaruh terhadap sistem penghambatan dan mungkin bekerja dengan meninggikan perangsangan sinaps (Tanu, 1995).

2.5 Susunan Sistem Saraf Pusat (SSP)Semua anastetik lokal merangsang SSP, menyebabkan kegelisahan dan tremor yang mungkin berubah menjadi kejang klonik. Secara umum makin kuat suatu anatetik mekin mudah menimbulkan kejang. Perangsangan iniu akan diikuti depresi, dan kematiannya biasa terjadi karena kelumpuhan nafas. Disini pada penggunaan nafas tidak efektif sebab anastetik lokal sendiri merangsang pernafasan, depresi nafas timbul karena perangsangan SSP berlebihan. Perangsangan yang di susul oleh depresi pada pemakaian anastetik lokal itu hanya disebabkan oleh depresi pada aktivitas neuron. Perangsangan ini terjadi karena adanya depresin selektif pada neuron penghambat. Pada keracunan lanjut, disamping memperbaiki pernafasan, penting juga menggunakan hipnot menggunakan hipnotik untuk mencegah dan mengobati kejang. Dalam hal ini pemberian diazepam merupakan obat terpilih, untuk mencegah atau menghentikan kejang (Katzung, 2004).

2.7 Isoniazid (INH)Isoniazid yang diperkenalkan pada tahun 1953, merupakan obat paling aktif dalam pengobatan pada penderita yang dapat mentoleransi obat tersebut atau pada mikobakterianya rentan. Isoniazid adalah asam isonikotinat hidrazid, yang sering disebut INH. Obat ini merupakan molekul sederhana yang kecil (BM 137) dan bebas larut dalam air. Struktur kimia obat ini mirip piridoksin (Katzung, 1997).Bentuk isoniazid yang diaktifkan menghasilkan efek mematikan dengan membentuk sebuah kompleks kovalen dengan sebuah protein pembawa (AcpM) dan KasA, suatu pembawa beta-ketoacyl protein synthesase yang menyatakan sintesis myocolic acid. Resistensi terhadap terhadap isoniazid telah di asosiasikan dengan mutasi yang menghasilkan overekspresi dari ahpC sebuah gen virulence dugaan yang terlibat dalam proteksi sel dari stress oksidatif dan mutasi pada kasA (Katzung, 2004).BAB IIIMETODE PERCOBAAN

3.1 Alat Timbangan elektrik Spuit skala 40 Stopwatch Alat suntik 1 ml Kandang metabolit3.2 Bahan Akuades Diazepam 0,5% INH 1%3.3 Hewan percobaanHewan uji yang digunakan adalah mencit3.4 Prosedur percobaan 1. Ditimbang dan ditandai diekor2. Dihitung dosis dengan pemberianPemberian dosis Mencit 1: Kontrol akuades dosis 1% BB secara i.p Mencit 2: Diazepam 0,5% dosis 20 mg/kgBB secara i.p Mencit 3: Diazepam 0,5% dosis 25 mg/kgBB secara i.p Setelah 45 menit masing-masing mencit diberi INH 1% dosis 250 mg/kgBB secara i.p3.Diamati gejala yang terjadi pada mencit4.Disuntikkan masing-masing mencit dengan INH 1% dosis 250 mg/kgBB secara i.p setelah 45 menit5.Diamati gejala dan kejang yang terjadi selama 45 menit dengan selang waktu 5 menit

3.5 Perhitungan Dosis1. Mencit 1: Kontrol akuades dosis 1% /BB secara i.pBB mencit= 29,8 gSkala = Jumlah obat = Jumlah obat yang diberikan = INH 1% dosis 250 mg/kgBBINH 1% = = 10 mg/mlJumlah obat = 5 mgJumlah obat yang diberikan = Skala yang diberikan = 2. Mencit 2: Diazepam 0,5% dosis 20 mg /kgBB secara i.pBB mencit= 24,8 gSkala = Diazepam 0,5 % = = 5 mg/mlJumlah obat = mgJumlah obat yang diberikan = Skala yang diberikan = INH 1% dosis 250 mg/kgBBINH 1% = = 10 mg/mlJumlah obat = mgJumlah obat yang diberikan = Skala yang diberikan = 3. Mencit 3: Diazepam 0,5% dosis 25 mg /kgBB secara i.pBB mencit= 28,8 gSkala = Diazepam 0,5 % = = 5 mg/mlJumlah obat = mgJumlah obat yang diberikan = Skala yang diberikan = INH 1% dosis 250 mg/kgBBINH 1% = = 10 mg/mlJumlah obat = mgJumlah obat yang diberikan = Skala yang diberikan =

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1HasilA. Sebelum Pemberiaan INHNoWaktu (Menit)Dosis

Kontrol (Aquadest)Diazepam dosis20 mg/kg BBDiazepam dosis25 mg/kg BB

151.11.31.3

2101.11.31.3

3151.11.31.3

4201.11.31.3

5251.11.31.3

6301.11.31.4

7351.11.41.4

8401.11.41.4

9451.11.41.4

B. Setelah Pemberian IsoniazidNoWaktu (Menit)Dosis

Kontrol (Aquadest)Diazepam dosis20 mg/kg BBDiazepam dosis25 mg/kg BB

151.11.31.3

2101.11.31.3

3151.21.31.3

4201.21.31.3

5251.21.31.3

6301.21.31.4

7351.21.41.4

8401.21.31.4

9451.21.31.4

10501.51.31.4

11551.21.31.4

12601.21.31.4

4.2PembahasanSebelum pemberian isoniazid, mencit pertama dengan berat 32 kg yang diberikan kontrol aquadest 1% BB memberikan reaksi normal, dari pengamatan menit ke-5 hingga pada menit ke-50. Setelah diinjeksikan isoniazid 0,025% dengan dosis 1,5 mg/kg BB, mencit pertama menunjukkan reaksi yang reaktif dari menit ke-15 hingga menit ke-45 dan kejang pada menit ke-50 kemudian kembali reaktif lagi hingga menit ke-60.Kejang yang terjadi pada mencit pertama karena efek samping dari dosis toksik yang diberikan oleh isoniazid yaitu polyneuritis yakni radang saraf dengan gejala kejang dan gangguan penglihatan yang disebabkan oleh persaingannya dengan piridoksin yang rumus kimianya mirip INH (Tjay, 2007).Mencit kedua dengan berat 39,8 kg yang diberikan Diazepam 0,5% dengan dosis 20 mg/kgBB langsung menunjukkan reaksi berupa gerak lambat dari menit ke-5 hingga menit ke-30 dan tidur pada menit ke-35 hingga menit ke-45. Setelah diinjeksikan isoniazid 0,025% dengan dosis 1,5 mg/kg BB, mencit kedua menunjukkan reaksi berupa gerak lambat dari menit ke-5 hingga menit ke-30, tidur pada menit ke-35, dan kembali gerak lambat pada menit ke-40 hingga menit ke-60.Pada mencit ketiga dengan berat 25,2 kg yang diberikan Diazepam 0,5% dengan dosis lebih tinggi, yaitu 25mg/kgBB. Berdasarkan hasil pengamatan pada menit ke-5, menit ke-10, menit ke-15, menit ke-20 dan menit ke-25 menunjukkan respon gerakan lambat. sedangkan pada menit ke-30 hingga menit ke-45 mencit menunjukkan respon tidur, walaupun mencit sudah diberikan rangsangan dari luar. Setelah disuntikkan isoniazid 0,025% dengan dosis 1,5 mg/kgBB, mencit menunjukkan respon gerak lambat pada menit ke-5 dan pada menit ke-10, sedangkan pada menit ke-15 hingga menit ke-60 mencit menunjukkan respon tidur.Pada mencit ke-2 dan ke-3 tidak menimbulkan kejang dibandingkan dengan kontrol, hal ini dikarenakan mencit ke-2 dan ke-3 telah diinjeksikan terlebih dahulu dengan diazepam sebagai antikejang dengan dosis 20 mg/Kg BB dan 25 mg/Kg BB, sedangkan pada mencit control hanya diberikan enjeksi aquades 1% BB. Diazepam yang diberikan sangat efektif untuk menghentikan aktivitas kejang kontinu, terutama status epileptikus umum tonik-klonik. diazepam bekerja pada sinaps GABAA, dan sebagian kerjanya dalam mengurangi spastisitas setidaknya diperentarai di medulla spinalis karena obat ini sangat efektif pada pasien yang mengalami transeksi medulla spinalis, diazepam menghasilkan sedasi pada dosis yang diperlukan untuk menurunkan tonus otot (Katzung, 2007).

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Stimulan yang berlebihan pada susunan saraf pusat dapat menyebabkan kejang pada hewan percobaan Pemberian INH secara berlebihan menyebabkan kejangan tonik dan klonik bahkan kematian akibat kejangan tonik. Diazepam mempunyai efek sebagai anti-konvulsan yang dapat mengatasi kejang yang diakibatkan oleh INH. Semakin tinggi dosis diazepam yang diberikan semakin besar memberikan efek antikonvulsi pada hewan percobaan.

5.2 Saran Sebaiknya pada durasi percobaan dilakukan lebih dari 2 jam untuk melihat efek maksimal dari obat antikonvulsi tersebut.

DAFTAR PUSTAKADjuwita, Ita., dkk. (2012). Pertumbuhan Sekresi Protein Hasil Kultur Primer Sel-sel Sereberum Anak Tikus. Jurnal Veteriner Juni 2012 Vol. 13 No.2. (http://ojs.unud.ac.id/index.php/jvet/article/view/5994)Evelyn C, Pearce, (2009), Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.Guyton, A.C., Hall, J.E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Katzung, B. G. (2007). Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.Katzung, Bertram, G. (1997). Farmakologi Dasar dan Klinik , Edisi Ke 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Katzung, Bertram, G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik , Edisi Ke 8. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.Mutschler, E. (1991). Dinamika Obat. Bandung: ITB.Mora, S. (2011). Central nervous system activity of the hydroalcoholic ekxtract of casimiroa eduils in rats and mice. http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0378874104005604 Tjay, T.H, Rahardja, Kirana. (2007). Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.Wade.C & Tavris.C., (2008), Psikologi. Edisi 9. Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga Zhang, Zhengyi, dkk. (2012). Identification Of Representative genes Of The Central Nervous System Of The Locust, Locusta migratoria manilensis bu Deep Sqeuencing. Journal of Insect Science: Vol.12. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23421689) diakses tanggal 5 April 2014.Tanu, I., (1995), Farmakologi dan Terapi, Edisi Keempat, Fakutas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.