bab iii tinjauan pustaka

28
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Baterai Perkembangan teknologi yang pesat telah memaksa riset dalam segala bidang ilmu dan teknologi untuk terus berinovasi. Tak terkecuali teknologi dalam bidang penyimpanan energi listrik yang dikemas menjadi sebuah power- cell/baterai. Setiap perangkat portable modern tidak lepas dari kebutuhan sumber daya yang satu ini. Laptop, kamera digital, PDA (Personal Digital Assistant) dan telepon genggam menjadi contoh betapa gadget-gadget ini sangat bergantung pada kinerja baterai yang ada didalamnya. Baterai adalah suatu alat yang dapat menghasilkan energi listrik. Kinerja baterai melibatkan transfer elektron melalui suatu media yang bersifat konduktif dari elektroda negatif (anoda) ke elektroda positif (katoda) sehingga menghasilkan arus listrik dan beda potensial (Kartawidjaja dan Abdurrochman, 2008). Baterai 15

Upload: vinggoshihab

Post on 20-Jan-2016

158 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III Tinjauan Pustaka

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Baterai

Perkembangan teknologi yang pesat telah memaksa riset dalam segala bidang

ilmu dan teknologi untuk terus berinovasi. Tak terkecuali teknologi dalam bidang

penyimpanan energi listrik yang dikemas menjadi sebuah power- cell/baterai. Setiap

perangkat portable modern tidak lepas dari kebutuhan sumber daya yang satu ini. Laptop,

kamera digital, PDA (Personal Digital Assistant) dan telepon genggam menjadi contoh

betapa gadget-gadget ini sangat bergantung pada kinerja baterai yang ada didalamnya.

Baterai adalah suatu alat yang dapat menghasilkan energi listrik. Kinerja baterai melibatkan

transfer elektron melalui suatu media yang bersifat konduktif dari elektroda negatif (anoda) ke

elektroda positif (katoda) sehingga menghasilkan arus listrik dan beda potensial

(Kartawidjaja dan Abdurrochman, 2008). Baterai sekunder ialah baterai yang dapat

dipakai ulang beberapa kali untuk mengkonversi energi kimia menjadi energi listrik

melalui proses elektrokimia. Proses elektrokimia ini berlangsung bolak-balik sehingga

baterai ini disebut juga baterai isi ulang atau rechargeable battery (Linden dan Reddy, 2002).

Baterai-baterai isi ulang atau rechargeable batteries kini menggantikan elemen

primer karena menghemat sumber daya dan mengurangi polusi. Baterai- baterai sekunder di

antaranya adalah Pb-acid, Ni-Mh, Ni-Cd dan Li-ion. Di antara baterai-baterai sekunder

tersebut yang paling menonjol adalah baterai Li-ion. Kelebihan baterai Li-ion adalah memiliki

lifecycle panjang (500-1000 siklus) dan kapasitas spesifik lebih tinggi daripada baterai 15

Page 2: BAB III Tinjauan Pustaka

sekunder yang lain. Material katoda yang pertama digunakan pada baterai Li-ion adalah

LiCoO2. Kemudian muncul material-material katoda lain seperti LiNiO2, LiMnO4,

LiNi1/3Co1/3Mn1/3O2, dan LiFePO4. LiFePO4 baru-baru ini secara ekstensif

dipelajari sebagai material katoda untuk baterai Li-ion karena kapasitas teoretis tinggi

(170 mAh/g), stabil, murah, dan ramah lingkungan. Tetapi, LiFePO4 mempunyai sifat

konduktivitas listrik yang rendah yaitu berorde 10-9 S/cm dan difusi ion lithium yang

lamban. Dua kelemahan tersebut membatasi aplikasi LiFePO4 sebagai material katoda,

khususnya pada temperatur rendah dan densitas arus yang tinggi (Padhi dkk, 1997).

3.2 Treatment Baterai LiFePO4

Material katoda harus memiliki kapasitas spesifik yang tinggi, profil tegangan yang

rata dan fasa yang stabil. Material katoda juga harus bersifat ionik konduktif dan elektronik

konduktif. Hal ini berkaitan dengan peristiwa menerima dan melepas elektron pada proses

elektrokimia, sehingga diperlukan material katoda dengan konduktivitas listrik yang tinggi.

Konduktivitas listrik yang tinggi merupakan salah satu indikator bahwa material yang

digunakan memenuhi persyaratan sebagai bahan baterai. Usaha untuk meningkatkan

konduktivitas listrik dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu menambahkan dopant

saat sintesis material katoda, mencampur material katoda dengan serbuk logam atau

melapisi material katoda dengan karbon yang konduktif. Usaha yang disebut terakhir ini

banyak dilakukan. Proses pelapisan karbon dapat dilakukan pada material katoda yang

telah siap atau dilakukan bersamaan saat proses sintesis material katoda. Penggunaan

sumber karbon dan penerapan proses pelapisan yang tepat, akan menghasilkan lapisan

16

Page 3: BAB III Tinjauan Pustaka

karbon yang ideal yaitu sekitar 1-2 nm (Triwibowo, 2010). Sedangkan usaha untuk

menghasilkan unjuk kerja yang optimum dari LiFePO4/C, adalah memperkecil ukuran

partikel dan distribusi ukuran partikel harus seragam. Usaha tersebut dapat dicapai dengan

pemilihan metode sintesis yang tepat dan mengatur kondisi sintesis yang sesuai.

Pada saat ini, banyak kelompok peneliti yang memiliki fokus kepada cara memfabrikasi

LiFePO4 untuk meningkatkan kinerjanya, seperti metode solid-state, metode sol-gel, proses

gelombang mikro, sintesis hidrotermal, metode reduksi carbothermal dan teknologi

ultrasonic spray pyrolysis. Metode solid-state adalah metode konvensional untuk

mempersiapkan LiFePO4. Metode ini sederhana dan mudah untuk industrialisasi. Namun,

produknya memiliki partikel yang tidak seragam, bentuk non-kristalin dan membutuhkan waktu

sintesis yang cukup lama. Prosedur yang panjang dan kompleks memerlukan proses

penggilingan dan kalsinasi secara berulang, dimana akan membentuk partikel yang lebih besar

dengan kinerja elektrokimia rendah. Secara umum, LiF, Li2CO3, LiOH·2H2O dan CH3COOLi

digunakan sebagai sumber litium, FeC2O4·2H2O, Fe(CH3COO2)2 dan FePO4(H2O)2digunakan

sebagai sumber zat besi, serta  NH4H2PO4 dan (NH4)2HPO4 digunakan sebagai sumber fosfor[6].

Dari beberapa metode fabrikasi yang pernah dilakukan, LiFePO4 yang berhasil difabrikasi

telah menarik minat penelitian besar untuk keramahan lingkungan, harga yang rendah, tidak

beracun, kelimpahan alam yang tinggi dan potensi yang tinggi (3,4 V vs Li/Li+). Namun,

kelemahan utama dari LiFePO4 adalah konduktivitas elektronik dan koefisien difusi ion litium

yang rendng pernah dilakukan. Untuk mengatasi kelemahan ini ada tiga strategi yang dapat

diadopsi, yaitu pelapisan karbon untuk meningkatkan konduktivitas elektronik, pendispersian

serbuk logam atau pelapisan oksida logam dan doping ion logam untuk meningkatkan

17

Page 4: BAB III Tinjauan Pustaka

konduktivitas intrinsik elektronik[6]. Dengan demikian, maka akan didapatkan baterai

LiFePO4 yang baik untuk digunakan pada kendaraan listrik.

Telah dilakukan upaya peningkatan konduktivitas elektronik pada bahan magnet

LiFePO4, seperti melapisi LiFePO4 dengan karbon. Pengaruh pelapisan karbon dengan

meningkatkan konduktivitas elektronik sampai 10-3 S/cm Uji konduktivtas listrik pada bahan

setelah pelapisan karbon dengan metode mechanical milling besarnya bisa mencapai 10- S/cm

sedangkan yang tanpa pelapisan besarnya 10-9 S/cm

Namun demikian pelapisan karbon pada serbuk LiFePO4 belum terasa optimal, karena

nilai konduktivitas listrik belum dapat dinaikkan hingga optimal. Oleh karena itu maka

diperlukan cara lain agar konduktivitas listrik serbuk LiFePO4 dapat dinaikkan. Pelapisan

dengan menggunakan karbon dari senyawa organik diharapkan dapat mengatasi masalah

konduktivitas listrik & biaya produksi. Untuk di Indonesia ini, sumber yang mudah ditemukan

yang dapat digunakan untuk melapisi serbuk LiFePO4, seperti: gula, tepung sagu, tepung

tapioka, dan sebagainya. Dari semua bahan tersebut …. adalah yang paling cocok untuk melapisi

serbuk LiFePO4, karena disamping peningkatan konduktivitas listriknya yang tinggi juga

……….

Untuk cara pelapisannya, ada banyak metode pelapisan yang dapat dilakukan seperti

Mechanical Milling, Pack cementation, Metal spraying, Galvanizing, Sherardizing dan D-Gun.

Masing-masing dari setiap cara tentu memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri.

3.3 Mesin Ball Mill

18

Page 5: BAB III Tinjauan Pustaka

Ball mill merupakan alat industry yang paling sangat dibutuhkan untuk hasil yang maksimal dalam kategori penghancuran tingkat halus karena mesin grinding ball mill ini menggunakan teknologi Balls ( bola – bola ) yang di rancang sehingga memiliki luas permukaan per unit lebih dari rod untuk menghasilkan bahan baku material yang lebih halus. Seperti halnya dalam pabrik semen mungkin mereka juga menerapkan teknologi ball mill pada mesin industri semen yang dikelola. Prinsip kerja Ball mill adalah memutarkan tabung berisi dengan peluru besi seperti bola – bola yang sudah diisikan di dalam mesin grinding tersebut terbuat dari baja. Proses penghaluskan terjadi karena mesin grinding yang berputar sehingga ball di dalamnya ikut menggelinding, menggerus dan menggiling seluruh material di dalam grinding sampai halus. Jika kecepatan putaran terlalu cepat maka bola – bola yang ada di dalam mesin grinding akan menempel pada tabung dan hasil yang dihasilkan tidak akan bagus jadi pengaturan harus disesuaikan untuk hasil yang maksimum.

19

Page 6: BAB III Tinjauan Pustaka

Spesifikasi Ball Mill Grinding Balls

Bola - bola penggiling yang terbuat dari baja, baik itu dari baja tempa, baja paduan, baja karbon tinggi atau baja cor-coran dan konsumsi berat perbola berkisar antara 0.1 sampai 1.0 kg per ton bijih tergantung dari kekerasan bijih yang akan digerus hingga halus. Pengisian bola - bola besi ini dilakukan sebesar 40 sampai dengan 50% dari volum mill (maksudnya dari volume silnder tempat penampungan material) dan sekitar 40% lagi adalah ruang kosong yang difungsikan sebagai ruang udara.

20

Page 7: BAB III Tinjauan Pustaka

Silinder penampungan juga terbuat dari bahan besi yang berkualitas terbaik untuk menghasilkan material / bijih yang maksimum, dengan volume yang berbeda - beda tergantung kebutuhan konsumen karena ada juga industri penggerusan tingkat rumahan ( misal seperti pembijihan air raksa, dan berujung dengan logam mulia) sampai dengan industri besar seperti pemproduksi semen.

Mesin Ball Mill standart biasanya bekerja dengan kecepatan yang sudah disetting secara default

0 sampai 80% dari kecepatan rata - rata kritis. Seperti halnya dengan mesin rod mill, mesin

grinding ball mill juga memliki klasifikasi jenis seperti peripheral dicharge mill, offerflow mill

dan grate mill.

Berbagai jenis peralatan penggilingan energi tinggi digunakan untuk memproduksi

paduan maupun komposit bubuk. Peralatan tersebut terbagi berdasarkan perbedaan dalam

kapasitas mereka, effciency penggilingan dan pengaturan tambahan untuk pendinginan,

pemanasan, dan sebagainya. Berikut pembagian jenis-jenis mesin ball mill.

3.3.1.

21

Page 8: BAB III Tinjauan Pustaka

Gambar 3.2 Struktur kristal magnet Nd2Fe14B (Novrita idayanti, Dedi. 2006,

zhao-hua,1995)

Struktur kristal Nd2Fe14B tetragonal memiliki kuat medan magnet anisotropi sangat

tinggi (HA ~ 7 Tesla). Senyawa ini memberikan potensi untuk memiliki koersivitas

tinggi (perlawanan menjadi demagnetized). Senyawa ini juga memiliki magnetisasi

saturasi tinggi (JS ~ 1,6 T atau 16 kilo Gauss). Kepadatan energi maksimum adalah

sebanding dengan Js2, magnet fase ini memiliki potensi untuk menyimpan sejumlah besar

energi magnetik (BHmax ~ 512 kJ/m3 atau 64 MGOe). Kekuatan energi magnetik dari

magnet ini jauh lebih besar dari magnet samarium kobalt (SmCo) yang merupakan

magnet logam tanah jarang pertama yang dikembangkan (G. Kim, V.A. Glebov, 1997).

Sifat magnetik dari magnet neodymium bergantung pada komposisi paduan, struktur

mikro, dan teknik manufaktur yang digunakan, seperti ditunjukkan pada tabel 3.1.

22

Page 9: BAB III Tinjauan Pustaka

Tabel 3.1 Sifat fisis dan magnetik dari bahan Magnet NdFeB

NdFeB adalah magnet yang sangat mudah terkorosi sehingga sangat disarankan

dalam penggunaaannya selalu dilakukan pelapisan dengan nikel, tembaga atau seng

untuk meningkatkan ketahanan korosinya (Novrita idayanti dan Dedi, 2006). Sifat

mudah terkorosi ini diduga karena keberadaan fasa logam dengan kandungan Nd yang

terdapat pada batas butir paduan NdFeB (De Groot, 1998). Fasa yang kaya akan logam

Nd ini memiliki sifat mudah terkorosi ditingkat intergranular sehingga logam Nd sangat

elektronegatif di media larutan asam

3.2 Nikel

Nikel adalah unsur kimia metalik dalam tabel periodik yang memiliki simbol Ni

yang terletak pada periode 4, Golongan VIII-B dengan nomor atom 28 dan massa atom

23

Page 10: BAB III Tinjauan Pustaka

58,71. Nikel memiliki massa jenis 8,902 g/cm3, titik lebur 1455C, dan titik didih 2827

C. Struktur kristal nikel adalah FCC (face centered cubic) dengan parameter lattice a =

0,35243 nm (pada 25 C), jari-jari atom 0,1246 nm, dan elektronegativitas 1,8. Nikel

mempunyai sifat tahan karat atau korosi. Dalam keadaan murni nikel bersifat lembek,

tetapi jika dipadukan dengan besi, krom, dan logam lainnya, dapat membentuk baja tahan

karat yang keras, dan contoh batuan Nikel seperti terlihat pada gambar 3.3.

Gambar 3.3 Batuan Nikel

Unsur Nikel berhubungan dengan batuan basa yang disebut norit. Nikel ditemukan

dalam mineral pentlandit, dalam bentuk lempeng-lempeng halus dan butiran kecil

bersama pyrhotin dan kalkopirit. Nikel biasanya terdapat pada tanah yang terletak diatas

batuan basa. Nikel pertama kali ditemukan oleh A.F. Cronstedt pada tahun 1751,

merupakan logam berwarna putih keperak-perakan yang mengkilat, keras dan mulur.

Logam ini tergolong dalam logam peralihan, sifat tidak berubah bila terkena udara, tahan

terhadap oksidasi dan kemampuan mempertahankan sifat aslinya dibawah suhu yang

ekstrim. Nikel lazim digunakan dalam berbagai aplikasi komersial dan industri, seperti :

pelindung baja (stainless steel), industi baterai, elektronik, aplikasi industri pesawat

24

Page 11: BAB III Tinjauan Pustaka

terbang, industri tekstil, turbin pembangkit listrik tenaga gas, pembuat magnet kuat,

pembuat alat-alat laboratorium (nikrom), kawat lampu listrik, katalisator lemak, pupuk

pertanian dan berbagai fungsi lainnya. Nikel juga sangat penting dalam pembentukan

logam campuran (alloy dan superalloy), terutama baja tidak berkarat atau material

stainless steel ( Ghanie, 2011).

3.3 Korosi

Korosi atau pengkaratan merupakan fenomena kimia pada bahan-bahan logam yang

pada dasarnya merupakan reaksi logam menjadi ion pada permukaan logam yang kontak

langsung dengan lingkungan berair dan oksigen. Korosi merupakan transformasi logam

menjadi senyawanya, terutama terjadi dalam lingkungan yang mengandung air atau

peristiwa teroksidasinya suatu logam oleh gas oksigen di udara. Suatu logam akan

mengalami korosi jika pada permukaannya terdapat lapisan yang bertindak sebagai anoda

dan lapisan lain sebagai katoda.

Faktor yang berpengaruh terhadap korosi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu yang

berasal dari bahan itu sendiri dan dari lingkungannya. Faktor dari bahan meliputi

kemurnian bahan, struktur bahan, bentuk kristal, unsur-unsur kelumit yang ada dalam

bahan, teknik pencampuran bahan dan sebagainya. Faktor dari lingkungan meliputi

tingkat pencemaran udara, suhu, kelembaban, keberadaan zat-zat kimia yang bersifat

korosif.

Korosi lebih banyak menimbulkan kerusakan, terutama pada bangunan dan benda-

benda yang terbuat dari besi. Korosi merupakan reaksi yang cepat terjadi dan

berlangsung terus-menerus karena besi oksida (golongan III pada tabel periodik), bersifat

25

Page 12: BAB III Tinjauan Pustaka

porous (mudah ditembus oleh oksigen dan air). Sifat porous pada besi inilah yang

mempercepat proses pengkaratan selanjutnya, sehingga bangunan atau benda-benda yang

terbuat dari besi yang telah berkarat akan semakin rapuh. Karat yang dihasilkan dari

korosi besi semakin berbahaya karena mudah larut dan bersifat racun.

Beberapa tindakan untuk mencegah atau memperlambat korosi yang dapat

dilakukan antara lain :

a.       Pada pembuatan logam dalam industri, diusahakan agar zat-zat tercampur

sehomogen mungkin dalam logam tersebut. Hal ini untuk menghindari tertumpuknya

campuran tersebut di satu bagian, sehingga tidak terjadi perbedaan potensial listrik antar

zat yang dapat memicu terjadinya korosi.

b.      Melapisi permukaan logam dengan cat untuk mencegah kontak langsung antara

permukaan logam dengan udara yang mengandung oksigen dan uap air.

c.       Melakukan proses galvanisasi, misalnya besi dilapisi dengan seng (Zn) sehingga

terbentuk lapisan tipis ZnO yang mampu melingdungi besi dari oksidasi oleh oksigen di

udara.

d.      Penggunaan logam pelapis, seperti timah (Sn), tembaga (Cu), nikel (Ni), krom (Cr)

atau platina (Pt) pada kaleng. Prinsipnya logam pelapis memiliki potensial elektroda lebih

besar daripada logam yang dilapisi, sehingga logam pelapis mampu melindungi dari

reaksi oksidasi. Namun bila logam pelapis rusak, korosi yang hebat akan terjadi, karena

terbentuknya sel elektrokimia dengan besi sebagai anoda dan logam pelapis sebagai

katoda yang akan menghasilkan karat pada besi.

3.4 Metode Elektroplating

26

Page 13: BAB III Tinjauan Pustaka

Elektroplating merupakan suatu proses pengendapan elektro lapisan logam pada

elektroda yang bertujuan membentuk permukaan dengan sifat atau dimensi yang berbeda

dengan logam dasarnya. Plating termasuk salah satu cara menanggulangi korosi pada

logam dan juga berfungsi sebagai ketahanan fisik dari suatu bahan. Disamping itu plating

juga memberikan nilai estetika pada logam yang dilapisi, yaitu warna dan tekstur tertentu,

serta untuk mengurangi tahanan kontak serta meningkatkan konduktivitas permukaan

atau daya pantul. Benda yang dilakukan pelapisan harus merupakan atau dapat

menghantarkan arus listrik ( Purwanto dan Huda, 2005).

Secara prinsip proses elektroplating mencakup empat hal, yaitu

pembersihan, pembilasan, pelapisan dan proteksi setelah pelapisan. Keempat hal ini dapat

dilakukan secara manual atau bisa juga menggunakan tingkat otomatisasi yang lebih

tinggi lagi. Nikel amat popular dalam plating, terutama pada sistem plating dekoratif-

protektif. Nikel merupakan logam plating yang paling peka responnya atas aditif-aditif

yang terdapat pada bak platingnya. Nikel terutama dilapiskan ke barang-barang besi,

baja, perunggu, seng, tembaga, plastik juga aluminium sampai magnesium.

Elektroplating termasuk proses elektrolisa yang biasanya dilakukan dalam bejana

sel elektrolisa dan berisi cairan elektrolit. Pada cairan tersebut tercelup dua elektroda.

Masing-masing elektroda dihubungkan dengan arus listrik yang terbagi menjadi kutub

positif (anoda) dan kutub negatif (katoda). Di dalam proses elektrolisa terjadi reaksi

oksidasi dan reduksi. Prinsip dasar dari pelapisan logam secara listrik ini adalah

penempatan ion-ion logam yang ditambah elektron pada logam yang dilapisi dimana ion-

ion logam tersebut didapat dari anoda dan elektrolit yang digunakan. Dengan adanya arus

searah listrik yang mengalir dari sumber  maka elektron dialirkan melalui elektroda

27

Page 14: BAB III Tinjauan Pustaka

positif (anoda) menuju elektroda negatif (katoda) yang ditunjukkan seperti gambar 3.4

berikut ini :

Gambar 3.4 Skema Sel Elektrolisis untuk Pelapisan Logam dengan Metode

Elektroplating

Adapun bagian-bagian pada sel elektrolisis yaitu :

1. Sirkuit luar

Sirkuit luar terdiri dari sumber arus DC dan peralatan lain seperti

amperemeter dan voltmeter.

2. Katoda

Katoda merupakan elektroda negatif, yaitu substrat. Substrat ini dapat

memiliki bentuk dan terbuat dari logam yang bermacam-macam, asalkan

memiliki kumpulan atom yang terikat dan elektron-elektron yang dapat

bergerak bebas.

3. Anoda

Anoda merupakan elektroda positif. Idealnya, logam anoda adalah logam

pelapis yang digunakan untuk melapisi substrat

4. Larutan elektrolit

28

Keterangan:

(A) Sumber arus DC

(B) Bajana sel elektrolisis

(C) Anoda (bahan pelapis)

(D) Larutan elektrolit

(E) Katoda (substrat)

Page 15: BAB III Tinjauan Pustaka

Larutan elektrolit berfungsi untuk menghantarkan ion-ion yang terlepas dari

anoda menuju katoda. Larutan elektrolit yang digunakan untuk proses

elektroplating harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Pada temperatur dan konsentrasi tertentu, larutan elektrolit mampu

melarutkan garam-garam logam

b. Larutan elektrolit harus mempunyai konduktivitas listrik yang

baik untuk mendapatkan distribusi ion yang rata.

c. Nilai pH dan konsentrasi larutan elektrolit harus dijaga dalam range

tertentu agar reduksi logam terjadi sebelum reduksi hidrogen (Tang,

2008).

Menurut Purwanto (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi elektroplating adalah

sebagai berikut :

1. Suhu

Suhu sangat penting untuk menyeleksi cocoknya jalannya reaksi dan melindungi

pelapisan. Keseimbangan suhu ditentukan oleh beberapa faktor seperti ketahanan,

jarak anoda dan katoda, serta besarnya arus listrik yang digunakan.

2. Kerapatan arus

Kerapatan arus yang baik adalah yang tinggi pada saat arus diperkirakan masuk,

bagaimanapun nilai kerapatan arus mempengaruhi waktu plating untuk mencapai

ketebalan yang diperlukan.

29

Page 16: BAB III Tinjauan Pustaka

3. Konsentrasi ion

Merupakan faktor yang berpengaruh pada struktur deposit, dengan naiknya

konsentrasi logam akan menaikkan seluruh kegiatan anion yang membantu mobilitas

ion.

4. Agitasi

Agitasi terdiri dari dua macam, yaitu jalannya katoda dan jalannya larutan.

Agitasi disalurkan dengan tujuan untuk menghindari bentuk atau struktur, penampilan

dan ketebalan yang tidak seragam.

5. Thowing power

Thowing power merupakan kemampuan larutan penyalur menghasilkan lapisan

dengan ketebalan merata dan sejalan dengan terus berubahnya jarak antara anoda dan

katoda (permukaan komponen) selama proses pelapisan.

6. Konduktivitas

Konduktivitas larutan konsentrasi ion yang besar atau jumlah konsentra molekul.

7. Nilai pH

Derajat keasaman (pH) merupakan faktor penting dalam mengontrol larutan

elektroplating.

8. Waktu pelapisan

Waktu pelapisan sangat berpengaruh pada ketebalan lapisan yang diharapkan,

semakin lama pencelupan maka ketebalan lapisan semakin bertambah.

30

Page 17: BAB III Tinjauan Pustaka

3.5 Pengujian Densitas

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan

sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam hubungannya dapat

dituliskan sebagai berikut:

ρ=mv

Dimana:

ρ = Densitas (gram/cm3)

m = Massa sampel (gram)

v = Volume sampel (cm3)

(M M. Ristic, 1979)

Dalam pelaksanaannya kadang-kadang sampel yang diukur mempunyai ukuran

bentuk yang tidak teratur sehingga untuk menentukan volumenya menjadi sulit,

akibatnya nilai kerapatan yang diperoleh tentu tidak akurat. Oleh karena itu untuk

menghitung nilai densitas suatu material yang memiliki bentuk yang tidak teratur (bulk

density) digunakan metode Archimedes yang persamaannya sebagai berikut:

ρ=mo

mo−(mA+mK )x ρ H 2O ..

Dimana:

ρ = Densitas bulk sampel (gram/cm3).

mo = Massa awal sampel setelah dikeringkan di dalam oven (gram).

mA = Massa sampel yang ditimbang digantung didalam (gram).

31

Page 18: BAB III Tinjauan Pustaka

mK = Massa kawat yang digunakan untuk menggantungkan sampel (gram).

ρ H2O = Massa jenis air = 1 gram/cm3.

(ASTM C 373)

3.6 Pengujian Kurva Histerisis

Sifat magnet yang akan diukur diantaranya adalah koersifitas Hc, nilai produk

maksimum (BH)max dan remanensi Br. Nilai-nilai besaran tersebut didapat dari hasil

kurva histerisis dari masing-masing sampel pengukuran dengan alat Permagraph C LIPI

Bandung.

Gambar 3.5 Alat Uji Kurva Histerisis (Permagraph)

Permagraph merupakan salah satu alat ukur magnet kuat dari berbagai kelompok

seperti Alnico, Ferrit atau dari tanah jarang. Untuk permagraph C memiliki perlengkapan

dalam pengukuran kurva histerisis bahan permanen magnet seperti :

1. Elektronik EF 4-1F

32

Page 19: BAB III Tinjauan Pustaka

2. Elektromagnet EP 2/E (kuat medan magnet sampai dengan 1800 kA/m = 2.2

Tesla)

3. Komputer

4. Printer

Hasil yang dapat diperoleh dari permagraph C :

a. Otomatis mengukur kurva histerisis magnet permanen.

b. Dapat menentukan kuantitas magnet seperti koersifitas, remanensi, nilai

produk maksimum

c. Pengukuran dengan surrounding coils untuk menentukan nilai rata-rata

magnetik.

d. Pengukuran diberbagai daerah pada magnet permanen dengan pole

coils.

·        

33