5- bab iii tinjauan pustaka

21
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Depresi 3.1.1 Definisi Depresi adalah perasaan sedih, ketidakberdayaan dan pesimis yang berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan kepada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam. 1 Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat mendalam, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain dan tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan. 2 Depresi merupakan gangguan suasana hati atau mood yang dalam edisi DSM (Dignostic and Statistical Manual of Mental Disorders) yang dikenal sebagai gangguan afektif. 3 Depresif adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective/mood disorder), yang diatandai dengan kemurungan, kelesuan, ketidak gairahan hidup, perasaan tidak berguna, dan putus asa. 4 Dari beberapa teori yang telah dipaparkan di atas tentang pengertian depresi dapat disimpulkan bahwa depresi adalah suasana perasaan sedih dan cemas yang menetap pada diri seseorang sehingga dapat

Upload: mutiara-khalida-muchtar

Post on 28-Jan-2016

225 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

wfdshdjdfdfhdh

TRANSCRIPT

Page 1: 5- Bab III Tinjauan Pustaka

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Depresi

3.1.1 Definisi

Depresi adalah perasaan sedih, ketidakberdayaan dan pesimis yang

berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan

kepada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam.1 Depresi merupakan kondisi

emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat mendalam,

perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain dan tidak dapat

tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual dan minat serta kesenangan dalam

aktivitas yang biasa dilakukan.2 Depresi merupakan gangguan suasana hati atau

mood yang dalam edisi DSM (Dignostic and Statistical Manual of Mental

Disorders) yang dikenal sebagai gangguan afektif.3 Depresif adalah salah satu

bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective/mood disorder), yang

diatandai dengan kemurungan, kelesuan, ketidak gairahan hidup, perasaan tidak

berguna, dan putus asa.4

Dari beberapa teori yang telah dipaparkan di atas tentang pengertian

depresi dapat disimpulkan bahwa depresi adalah suasana perasaan sedih dan

cemas yang menetap pada diri seseorang sehingga dapat mempengaruhi perilaku

dan persepsi seseorang. Depresi terjadi karena adanya perubahan antara

norepinefrin dan serotonin yang merupakan bagian dari neurotransmitter.

Keadaan depresi dapat mengakibatkan tubuh seseorang tidak dapat memproduksi

hormon adrenalin, sehingga tubuh kurang siap dalam mempertahankan diri.5,7

3.1.2 Epidemiologi

Depresi merupakan diagnosis pasien rawat jalan ketujuh tertinggi di

dunia. Dengan perkiraan terjadi pada 340 juta jiwa, dengan perbandingan satu

dari dua puluh orang di dunia.5 Rata-rata usia awitan adalah akhir dekade kedua,

meskipun sebenarnya depresi dapat dijumpai pada semua kelompok usia.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi mayor lebih sering diderita

Page 2: 5- Bab III Tinjauan Pustaka

perempuan dibanding laki-laki dengan rasio 2:1. Prevalensi selama kehidupan

pada perempuan 10%-25% dan pada laki-laki 5%-12%.6 Walaupun depresi lebih

sering terjadi pada perempuan, kejadian bunuh diri lebih sering terjadi pada laki-

laki terutama usia muda dan tua.5

Pada saat setelah pubertas resiko untuk depresi meningkat 2-4 kali lipat,

dengan 20% insiden pada usia 18 tahun. Hal ini berhubungan dengan tingkat

kecemasan pada wanita tinggi, perubahan estradiol dan testosteron saat pubertas,

atau persoalan sosial budaya yang berhubungan dengan perkembangan

kedewasaan pada wanita.7 Tidak ditemukan hubungan bermakna antara depresi

dengan faktor ras dan umumnya lebih sering terjadi di daerah pedesaan. Laki-laki

lebih mungkin untuk menderita episode berulang dan angka kejadian bunuh diri

meningkat.5

3.1.3 Etiologi

Dalam Kaplan & Sadock (2010) menyebutkan bahwa faktor penyebab

dapat dibagi menjadi faktor biologis, faktor genetika dan faktor psikososial. Berikut

faktor penyebab depresi meliputi:2

3.1.3.1 Faktor Biologis

Banyak penelitian melaporkan abnormalitas metabolit amin biogenik

seperti asam 5-hidroksiindolasetat (5-HIAA), asam homovanilat (HVA) dan 3-

metoksi-4-hidroksifenilglikol (MHPG) di dalam darah, urine dan cairan

serebrospinalis pasien dengan gangguan mood. Laporan data ini paling konsisten

dengan hipotesis bahwa gangguan mood disebabkan oleh disregulasi heterogen

amin biogenik.2,8

Norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter yang paling

berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Respon temporal perubahan

reseptor tersebut pada model binatang adalah berkorelasi dengan keterlambatan

perbaikan klinis selama satu atau tiga minggu yang biasanya ditemukan pada

pasien. Disamping norepinefrin, serotonin, dan dopamin, bukti-bukti

mengarahkan pada disregulasi asetil- kolin dalam gangguan mood.8

Page 3: 5- Bab III Tinjauan Pustaka

Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan beberapa pasien

yang bunuh diri memiliki kosentrasi metabolit serotonim didalam cairan

serebrospinalis yang rendah dan kosentrasi tempat ambilan serotonin, generasi

antidepresan di masa depan mungkin memiliki efek lain pada sistem serotonin.2,8

3.1.3.2 Faktor Genetik

Data genetik dengan kuat menunjukkan bahwa faktor genetik yang

signifikan terlibat dalam timbulnya gangguan mood tetapi pola pewarisan genetik

terjadi melalui mekanisme yang kompleks. Tidak hanya menyingkirkan pengaruh

psikososial tetapi faktor nongenetik mungkin memiliki peranan kausatif didalam

timbulnya gangguan mood pada beberapa orang. Komponen genetik memiliki

peranan yang bermakna didalam gangguan bipolar I daripada gangguan depresi

berat.2,9

Penelitain keluarga juga menemukan bahwa sanak saudara derajat

pertama dari penderita gangguan depresif berat kemungkinan 1,5 sampai 2,5 kali

lebih besar daripada sanak saudara derajat pertama subjek. Penelitian keluarga

telah menemukan bahwa kemungkinan menderita suatu gangguan mood

menurun. Penelitian adopsi juga telah menemukan bahwa anak biologis dari

orang tua yang menderita suatu gangguan mood, bahkan jika mereka dibesarkan

oleh keluarga angkat yang tidak menderita gangguan.2,8

Penelitian adopsi juga telah menunjukkan bahwa orang tua biologis dari

anak adopsi dengan gangguan mood mempunyai suatu prevalensi gangguan

mood yang tidak diadopsi. Prevalensi gangguan mood pada orang tua angkat

adalah mirip dengan prevalensi dasar pada populasi umum.2

3.1.3.3 Faktor Psikososial

Perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberi

signal intrneuronal. Perubahan mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan

sinaptik. Hasil akhirnya dari perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang

berada pada resiko yang lebih tinggi untuk menderita episode gangguan mood

selanjutnya, bahkan adanya stressor.8

Page 4: 5- Bab III Tinjauan Pustaka

Peristiwa hidup dan penuh tekanan lebih sering timbul mendahului

episode gangguan mood yang megikuti. Hubungan ini telah dilaporkan untuk

pasien gangguan depresif berat dan gangguan depresif I. sebuah teori yang

diajukan untuk menerangkan pengamatan ini adalah bahwa stress yang menyertai

episode pertama mengakibatkan perubahan yang bertahan lama didalam biologi

otak.perubahan yang bertahan lama ini dapat menghasilkan perubahan keadaan

fungsional berbagai neurotransmitter dan system pemberian sinyal interaneuron,

perubahan yang bahkan mencakup hilangnya neuron dan berkurangnya kontak

sinaps yang berlebihan. Akibatnya seseorang memiliki resiko tinggi mengalami

episode gangguan mood berikutnya, bahkan tanpa stressor eksternal.6,8

Sejumlah klinis bahwa peristiwa hidup memegang peranan utama dalam

depresi. Klinisi lain menunjukkan bahwa peristiwa hidup hanya memegang

peranan terbatas dalam awitan dan waktu depresi. Data yang paling meyakinkan

menunjukkan bahwa peristiwa hidup yang paling sering menyebabkan timbulnya

depresi dikemudian hari pada seseorang adalah kehilangan orang tua sebelum

usia 11 tahun. Stresor lingkungan yang paling sering menyebabkan timbulnya

awitan depresi adalah kematian pasangan. Faktor resiko lain adalah PHK-

seseorang yang keluar dari pekerjaan sebanyak tiga kali lebih cenderung

memberikan laporan gejala episode depresif berat daripada orang yang bekerja.3

3.1.4 Diagnosis

Depresi dapat didiagnosis dengan beberapa instrument, seperti Diagnostic

and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi keempat/DSM-IV dan

Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia Edisi ke III/

PPDGJ III. Di Indonesia, diagnosis dan derajat depresi cenderung berdasarkan

kriteria PPDGJ III yakni:2,8

Gejala Utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat):

- Afek depresif

- Kehilangan minat dan kegembiraan

- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan

hipoaktivitas.

Page 5: 5- Bab III Tinjauan Pustaka

Gejala Lainnya:

- Konsentrasi dan perhatian berkurang

- Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

- Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

- Padangan masa depan yang suram dan pesimis

- Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

- Tidur terganggu

- Nafsu makan terganggu

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan depresi diperlukan masa

sekurang-kurangnya dua minggu untuk penegakkan diagnosis, namun periode

lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa berat dan berlangsung

cepat.

F32.0 Episode Depresif Ringan:

Sedikitnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi

Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya

Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya

Lamanya episode berlangsung sedikitnya 2 minggu

Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang

dilakukannya.

Karakter kelima: F32.00 = Tanpa gejala somatik

F32.01 = Dengan gejala somatik

F32.1 Episode Depresif Sedang:

Sedikitnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi

Ditambah sedikitnya 3-4 dari gejala lainnya

Lamanya episode berlangsung sedikitnya 2 minggu

Kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan

rumah tangga.

Karakter kelima: F32.10 = Tanpa gejala somatik

F32.11 = Dengan gejala somatik

Page 6: 5- Bab III Tinjauan Pustaka

F.32.2 dan F32.3 Episode Depresif Berat:

Semua 3 gejala utama depresi harus ada

Ditambah sedikitnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus

berintensitas berat

Bila ada gejala (misalnya agitasi atau retardasi psikomotorik) yang

mencolok, pasien mungkin tidak mampu melaporkan banyak gejalanya

secara rinci. Episode depresif berat masih bisa dibenarkan

Lama sedikitnya 2 minggu. Jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,

masih dibenarkan menegakkan diagnosis kurang dari 2 minggu

Sangat tidak mungkin mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan

urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

Menurut DSM-IV-TR Kriteria untuk episode mayor depresif:2,3

a. Lima (atau lebih) dari gejala berikut telah ada selama dua minggu dan

menggambarkan perubahan dari fungsi dari yang sebelumnya, setidaknya

salah satu gejala dari (1) depresi suasana hati atau (2) kehilangan minat atau

kesenangan.

Catatan: Apakah catatan termasuk gejala yang jelas akibat kondisi medis

umum, atau tidak sesuai suasana hati delusi atau halusinasi.

1. Depresi hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari, seperti dilihat pada

laporan subjektif (misalnya, merasa sedih atau kosong) atau observasi

yang dibuat oleh orang lain (misalnya, tampak berurai air mata).

Catatan: Pada anak-anak dan remaja, dapat mudah tersinggung.

2. Minat atau kesenangan dalam semua hal sangat berkurang pada kegiatan

hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti dilihat pada laporan

subjektif atau observasi oleh orang lain)

3. Penurunan berat badan yang signifikan atau peningkatan berat badan

(misalnya, perubahan lebih dari 5% dari berat badan dalam sebulan), atau

penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari.

Catatan: Pada anak-anak, pertimbangkan kegagalan untuk meningkatkan

berat badan.

Page 7: 5- Bab III Tinjauan Pustaka

4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari

5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (diamati oleh orang

lain, bukan hanya perasaan subjektif kegelisahan atau menjadi melambat)

6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari

7. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak

tepat (yang mungkin khayalan) hampir setiap hari (bukan hanya

menyalahkan diri sendiri atau merasa bersalah sehingga menjadi sakit)

8. Kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi menurun, atau ragu-ragu,

hampir setiap hari (dari subjektif atau dari yang diamati oleh orang lain)

9. Memikirkan tentang kematian secara berulang-ulang (tidak hanya takut

mati), ide bunuh diri berulang tanpa rencana spesifik, atau usaha bunuh

diri atau rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri.

b. Gejala-gejala yang tidak memenuhi kriteria untuk Episode Campuran

c. Gejala-gejala klinis yang signifikan menyebabkan stres atau tekanan sosial,

pekerjaan, atau fungsi bidang-bidang penting lainnya

d. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat

(misalnya, penyalahgunaan obat, obat) atau kondisi medis umum (misalnya,

hipotiroidisme)

e. Gejala lain yang terdapat pada rasa kehilangan, yaitu, setelah kehilangan

orang yang dicintai, yang gejalanya menetap selama lebih dari dua bulan atau

ditandai oleh gangguan fungsional, perasaan tidak berharga, ide untuk bunuh

diri, gejala psikotik, atau keterbelakangan psikomotorik

3.1.4.1 Beck Suicide Intent Scale (BSIS)

Beck Suicide Intent Scale merupakan alat ukur yang digunakan untuk

menilai niat/gagasan dan percobaan bunuh diri yang dikembangkan oleh Aaron

T. Beck dan kawan – kawannya di University of Pennsylvania.8 Beck Suicide

Intent Scale ( BSIS) terdiri dari 15 pertanyaan setiap nomor diberi nilai 0 sampai

2. Total semua nilai adalah antara 0 sampai 30. Pertanyaan dibagi menjadi dua

bagian. Bagian pertama 9 pertanyaan berhubungan dengan ”keadaan” dan

keinginan pasien untuk menyakiti diri sendiri. Bagian kedua 6 pertanyaan

Page 8: 5- Bab III Tinjauan Pustaka

berikutnya adalah laporan diri yang berdasarkan gambaran, pikiran, perasaan saat

mereka akan bertindak melakukan bunuh diri. Bila total skor < 4 risiko rendah,

bila skor 4-10 risiko sedang dan skor >10 adalah risiko tinggi untuk usaha

melakukan tindakan bunuh diri.9

3.1.5 Tatalaksana

Sinonim antidepresan adalah thimoleptika atau psikik energizer.

Umumnya yang digunakan sekarang adalah dalam golongan trisiklik (misalnya

imipramin, amitriptilin, dothiepin dan lofepramin).

No Golongan Obat Sediaan Dosis Anjuran

1 Trisiklik (TCA) Amitriptilin Tablet 25 mg 75-150 mg/hari

Imipramin Tablet 25 mg 75-150 mg/hari

2 SSRI Sentralin Tablet 50 mg 50-150 mg/hari

Fluvoxamin Tablet 50 mg 50-100 mg/hari

Fluoxetin Kapsul 20 mg,

Kaplet 20 mg

20-40 mg/hari

Paroxetin Tablet 20 mg 20-40 mg/hari

3 MAOI Moclobemide Tab 150 mg 300-600 mg/

hari

4 Atypical Mianserin Tablet 10, 30 mg 30-60 mg/hari

Trazodon Tab 50 mg, 100 mg 75-150 mg/hari

dosis terbagi

Maprotilin Tab 10, 25, 50, 75 mg 75-150 mg/hari

dosis terbagi

Mekanisme Kerja

Trisiklik (TCA) memblokade reuptake dari noradrenalin dan serotonin

yang menuju neuron presinaps. SSRI hanya memblokade reuptake dari serotonin.

MAOI menghambat pengrusakan serotonin pada sinaps. Mianserin dan

mirtazapin memblokade reseptor alfa 2 presinaps. Setiap mekanisme kerja dari

antidepresan melibatkan modulasi pre atau post sinaps atau disebut respon

elektrofisiologis. Cara Penggunaan Umumnya bersifat oral, sebagian besar bisa

Page 9: 5- Bab III Tinjauan Pustaka

diberikan sekali sehari dan mengalami proses first-pass metabolism di hepar.

Respon anti-depresan jarang timbul dalam waktu kurang dari 2-6 minggu Untuk

sindroma depresi ringan dan sedang, pemilihan obat sebaiknya mengikuti urutan:

Langkah 1 : golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)

Langkah 2 : golongan tetrasiklik (TCA)

Langkah 3: golongan tetrasiklik, atypical, MAOI (Mono Amin Oxydase

Inhibitor) reversibel.

Indikasi Obat

Antidepresan ditujukan kepada penderita depresi dan kadang berguna juga pada

penderita ansietas fobia, obsesif-kompulsif, dan mencegah kekambuhan depresi.

Efek Samping

Trisklik dan MAOI : antikolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan

kabur, konstipasi, sinus takikardi) dan antiadrenergik (perubahan EKG, hipotensi

SSRI : nausea, sakit kepala

MAOI : interaksi tiramin Jika pemberian telah mencapai dosis toksik timbul

atropine toxic syndrome dengan gejala eksitasi SSP, hiperpireksia, hipertensi,

konvulsi, delirium, confusion dan disorientasi. Tindakan yang dapat dilakukan

untuk mengatasinya:

• Gastric lavage

• Diazepam 10 mg IM untuk mengatasi konvuls

• Postigmin 0,5-1 mg IM untuk mengatasi efek antikolinergik, dapat diulangi

setiap 30-40 menit hingga gejala mereda.

• Monitoring EKG Kontraindikasi

• Penyakit jantung koroner

• Glaucoma, retensi urin, hipertensi prostat, gangguan fungsi hati, epilepsy

Page 10: 5- Bab III Tinjauan Pustaka

3.1.6 Prognosis

Depresi berat cenderung bersifat kronis sehingga pasien cenderung untuk

relaps, akan tetapi pasien yang dirawat di Rumah Sakit untuk episode pertama

memiliki 50% kemungkinan untuk pulih pada tahun pertama. Insidensi relaps

berkurang pada pasien yang meneruskan terapi psikofarmaka sebagai profilaksis

dan pada pasien yang hanya mengalami satu atau dua episode saja.

Prognosis baik Prognosis buruk

Episode ringan

Tanpa gejala psikotik

Waktu perawatan singkat

Riwayat persahabatan erat

Keluarga yang stabil

Lingkungan social yang baik

Riwayat premorbid

Gangguan kepribadian

Lebih dari satu kali episode

depresi berat

Onset usia muda

Gangguan distimik

Riwayat penggunaan alkohol

dan zat lain

Gangguan cemas

3.2 Depresi Pasca-Stroke

3.2.1 Definisi

Depresi pasca-stroke merupakan kelainan neuropsikologis yang paling

sering dijumpai setelah suatu serangan stroke. Beratnya depresi yang terjadi

mempunyai kaitan dengan lokasi lesi di otak dan depresi memberi dampak

negatif terhadap penyembuhan stroke. Gangguan depresi mungkin merupakan

gangguan emosional yang paling sering dihubungkan dengan penyakit

serebrovaskuler. Sekitar 25-50% pasien stroke mengalami depresi setelah

serangan stroke.9 Depresi pasca stroke sama dengan gejala depresi fungsional

seperti adanya rasa sedih atau gangguan afek, anhedonia, tidak bertenaga, sulit

konsentrasi, nafsu makan menurun, penurunan libido, gangguan tidur pada

malam hari dan adanya ide-ide bunuh diri. Duapuluh enam persen depresi pasca-

stroke adalah penderita dengan sindrom depresi berat sedang sisanya adalah

dengan sindrom depresi ringan.11

Page 11: 5- Bab III Tinjauan Pustaka

3.2.2 Epidemiologi

Selama 10 tahun terakhir sejumlah besar penelitian mengenai prevalensi

depresi pasca-strokebtelah dilakukan.11 Dibandingkan dengan prevalensi depresi

yang terdapat pada populasi umumnya, prevalensi depresi pasca-stroke secara

bermakna jauh lebih tinggi. Prevalensi depresi pasca-stroke berkisar antara 11-

68%, tergantung dari seleksi penderita, kriteria diagnostik yang digunakan dan

lamanya waktu pemeriksaan ulang berikutnya setelah terjadinya serangan

stroke.12 Prevalensi ini semakin meningkat dengan meningkatnya umur penderita.

Ini menunjukkan adanya korelasi positif antara umur dan depresi.12 Prevalensi

yang paling tinggi terdapat sekitar 3-6 bulan pasca-stroke dan tetap tinggi sampai

1-3 tahun kemudian, tetapi umumnya prevalensi akan menurun sampai

setengahnya setelah 1 tahun terjadinya stroke.

Jenis kelamin juga memegang peranan penting di dalam risiko untuk

terjadinya stroke. Dilaporkan laki-laki memiliki risiko stroke tinggi dibandingkan

perempuan, tetapi oleh karena usia rata-rata perempuan lebih panjang maka pada

suatu tingkat usia tertentu jumlah perempuan yang mengalami serangan stroke

lebih banyak dari laki-laki.13 Angka prevalensi depresi pasca-stroke adalah 10-

25% untuk perempuan dan 5-12% untuk laki-laki.

3.2.3 Etiologi

Walaupun penyebab depresi pasca-stroke tidak diketahui namun beberapa

penelitian mengatakan lokasi jejas pada otak memegang peranan penting.

Penelitian melaporkan sebuah hasil yang signifikan tergantung pada lokasi lesi

otak dengan kejadian depresi pasca-stroke di lesi hemisfer kiri. Penelitian

tersebut juga menunjukkan adanya tingkat keparahan depresi dengan jauhnya

batas anterior lobus frontalis, walaupun demikian tidak semua lesi pada hemisfer

kiri menyebabkan depresi pasca-stroke.11

Beberapa penelitian melaporkan bahwa pasien dengan depresi

mempunyai riwayat gangguan psikiatrik atau adanya keluarga yang menderita

gangguan psikiatrik. Sebagai tambahan, hubungan depresi dengan

ketidakmampuan fungsi fisik. Hal ini tidak ditemukan pada semua penelitian,

Page 12: 5- Bab III Tinjauan Pustaka

sehingga keparahan ketidakmampuan dalam fungsi fisik tidak ada hubungannya

dengan keparahan depresi.13 Depresi lebih sering terjadi pada pasien afasia non

fluent dibanding yang afasia fluent, walaupun secara sebab akibat tidak ada

hubungan antara depresi dengan afasia. Adanya hubungan antara afasia non

fluent dengan depresi pasca-stroke dapat dijelaskan dengan bukti adanya lesi otak

yang menyebabkan afasia non fluent juga mungkin menyebabkan depresi.12

3.2.4 Tatalaksana

3.2.4.1 PsikofarmakoterapiPenderita depresi pasca-stroke dapat diberikan antidepresi. Penderita

dianjurkan untuk mulai terapi dengan dosis kecil terlebih dahulu. Hal ini

dilakukan untuk meminimalkan efek samping. Perlu diingat penggunaan

subterapeutik tidak dianjurkan. Tidak ada satupun jenis antidepresan yang khusus

untuk pengobatan depresi pasca-stroke.14 Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin

berguna juga untuk menghilangkan gejala pseudobulbar yaitu tertawa dan

menangis patologis yang dikaitkan dengan stroke. Penggunaan golongan trisklik

yang juga mempunyai efek antiaritmia menyebabkan obat antiaritmia lain dapat

dihentikan atau dikurangi dosisnya. Fluolestine merupakan SSRI dengan efek

antikolinergik ringan. Dikatakan fluolestine efektif untuk pasien depresi pasca-

stroke. Karena kurang menimbulkan kenaikan berat badan, obat-obat ini dapat

dipakai oleh pasien depresi yang gemuk atau ada riwayat penambahan berat

badan selama pemakaian trisiklik.15 Perlu diperhatikan obat yang diminum

penderita sebelum terkena stroke seperti obat anti hipertensi misalnya beta-

blocker atau metildopa karena obat-obatan tersebut dapat menimbulkan depresi.16

Penderita stroke yang mengalami depresi harus diberikan antidepresan agar tidak

terjadi peningkatan mortalitas akibat stroke ataupun depresi pasca-strokenya.

Terjadi peningkatan mortalitas pada pasien stroke iskemik yang mengalami

depresi. Penggunaan antidepresan telah terbukti dapat menurunkan angka

mortalitas pasien depresi pasca-stroke.16 Keuntungan pemakaian antidepresan

tetap siginifikan di atas keadaan lain yang menyertai keadaan stroke seperti usia,

tipe stroke, adanya penyerta diabetes melitus dan kekerapan gangguan depresif.11

Page 13: 5- Bab III Tinjauan Pustaka

3.2.4.2 Psikoterapi

Psikoterapi Individu

Adanya gangguan kognitif, perjalanan penyakit yang kronis, dan

perawatan di rumah sakit yang berulang dapat menimbulkan gangguan emosional

sehingga pasien memerlukan ventilasi, dukungan, perbaikan mekanisme dan

mentolerir terhadap ketidakmampuannya dan ketergantungannya. Terapis dapat

memberikan terapi suportif seperti mengangkat kembali harga diri pasien yang

menurun.

Psikoterapi Keluarga

Adanya hubungan antara fungsi keluarga dengan kesembuhan dari

gangguan emosional pasca-stroke. Kritikan lingkungan atau lingkungan yang

sangat terlibat dapat memperlambat penyembuhan. Perbaikan atau pengurangan

perawatan di rumah sakit tergantung dari kemampuan keluarga untuk

menurunkan ekspresi emosinya. Terapi keluarga merupakan komponen

perencanaan terapi yang komprehensif pada pasien gangguan emosional pasca-

stroke. Tujuan terapi keluarga adalah untuk mengurangi disfungsi tingkah laku

pada anggota keluarga dalam berhubungan dengan pasien.

3.2.4.3 Terapi Kelompok

Tujuan terapi kelompok adalah untuk mengurangi isolasi, mendorong

hubungan interpersonal. Terapi dapat memperbaiki harga diri, orientasi, tingkah

laku, pemecahan masalah, mengurangi depresi dan ansietas. Suatu terapi

kelompok yang efektif ditandai dengan terbentuknya lingkungan terapeutik yang

kohesif dan berkembangnya hubungan yang saling mendukung, sehingga dapat

memberikan kesempatan perbaikan adaptasi terhadap disabilitas yang sebenarnya

dapat menimbulkan gangguan emosi.11