bab iii tinjauan pustaka

65
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Gambaran Umum Diabetes Melitus Meningkatnya prevalensi Diabetes Melitus (DM) di beberapa negara berkembang, akibat peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan, akhir-akhir ini banyak diamati. Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koronner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan lain-lain. 1 Diabetes Melitus (DM) bukan penyakit yang disebabkan oleh satu faktor, tetapi merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh banyak faktor (multifaktor). DM dikarakterisasi oleh hiperglikemia kronik karena penurunan kerja insulin pada jaringan target (disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, resistensi insulin atau keduanya). Penurunan kerja insulin ini berhubungan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein pada jaringan termasuk hati. 5 2.1.2. Epidemiologi Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit endokrin yang paling sering ditemukan dan 21

Upload: lalameitry

Post on 29-Sep-2015

26 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

BAB 3

TRANSCRIPT

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA2.1.Diabetes Melitus

2.1.1. Gambaran Umum Diabetes MelitusMeningkatnya prevalensi Diabetes Melitus (DM) di beberapa negara berkembang, akibat peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan, akhir-akhir ini banyak diamati. Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koronner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan lain-lain.1Diabetes Melitus (DM) bukan penyakit yang disebabkan oleh satu faktor, tetapi merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh banyak faktor (multifaktor). DM dikarakterisasi oleh hiperglikemia kronik karena penurunan kerja insulin pada jaringan target (disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, resistensi insulin atau keduanya). Penurunan kerja insulin ini berhubungan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein pada jaringan termasuk hati.52.1.2. EpidemiologiDiabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit endokrin yang paling sering ditemukan dan diperkirakan diderita oleh 120 juta orang di seluruh dunia. Saat ini angka kejadian DM diperkirakan akan terus meningkat. Berbagai penelitian di Indonesia menunjukkan peningkatan prevalensi dari 1.5-2.3% menjadi 5.7% pada penduduk usia lebih dari 15 tahun.6

Diabetes Melitus (DM) sering disebut sebagai the great initator karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. DM yang tidak ditangani dapat mengakibatkan berbagai penyulit atau komplikasi yang meliputi komplikasi akut dan kronik.2Prevalensi Diabetes melitus (DM) tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3-6% dari orang dewasanya. Angka ini merupakan baku emas untuk membandingkan kekerapan diabetes antar berbagai kelompok etnik di seluruh dunia. Dengan demikian kita dapat membandingkan prevalensi di suatu negara atau suatu kelompok etnis tertentu dengan kelompok etnis kulit putih pada umumnya. Misalnya di negara-negara berkembang yang laju pertumbuhan eknominya sangat meningkat dibanding dengan 10 tahun yang lalu.6Dari data ini dapatlah disimpulkan bahwa faktor lingkungan terutama peningkatan kemakmuran suatu bangsa akan meningkatkan terjadinya Diabetes melitus (DM).Tabel 1. Urutan 10 negara dengan jumlah pengidap Diabetes terbanyak pada penduduk dewasa di seluruh dunia 1995 dan 2025

UrutanNegara1995 (juta)urutanNegara2025 (juta)

1India19,41India57,2

2Cina16,02Cina37,6

3Amerika Serikat13,93Amerika Serikat21,9

4Federasi Russia8,94Pakistan14,5

5Jepang6,35Indonesia12.4

6Brazil4,96Federasi Russia12,2

7Indonesia4,57Meksiko11,7

8Pakistan4,38Brazil11,6

9Meksiko3,89Mesir8,8

10Ukraine3,610Jepang8,5

Semua negara lain49,7103,6

Jumlah135,3300

Sumber : Subekti, 2004Prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia, terjadinya DM di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6 %, kecuali di dua tempat yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, 2,3 % dan di Manado 6%. Di Pekajangan prevalensi ini agak tinggi disebabkan di daerah itu banyak perkawinan antara kerabat. Sedangkan di Manado, Waspadji menyimpulkan mungkin angka itu tinggi karena pada studi itu populasinya terdiri dari dari orang-orang yang datang dengan suarela, jadi agak lebih selektif. Tetapi kalau dilihat dari segi geografi dan budayanya yang dekat dengan Filipina, ada kemungkinan prevalensi di Manado tinggi karena prevalensi di Filipina juga tinggi, yaitu sekitar 8,4%-12% di daerah urban dan 3,85-9,7% di daerah rural. 2Faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan tersebut diantaranya:a. Faktor demografi : Jumlah penduduk meningkat, penduduk usia lanjut betambah banyak, dan urbanisasi makin tak terkendali.b. Gaya hidup yang kebarat-baratan : Penghasilan per capita tinggi, restoran siap santap, dan Teknologi canggih menimbulkan sedentary life, kurang gerak badan

c. Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi

d. Meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes menjadi lebih panjang.

2.1.3. EtiologiDiabetes Melitus (DM) tipe 2 disebut juga Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.7Pada awalnya resistensi insulin belum menyebabkan klinis Diabetes Melitus (DM). Sel pankreas masih dapat mengkompensasi, sehingga terjadi hiperinsulinemia, kadar glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi kelelahan sel pankreas, baru terjadi diabetes melitus klinis, yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang meningkat, memenuhi kriteria diagnosis diabetes melitus.72.1.4. Patofisiologi Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Di samping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh berfungsi dengan baik. Energi pada mesin tubuh manusia berasal dari bahan makanan yang dimakan sehari-hari, yang terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak.1Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan harus masuk dulu ke dalam sel untuk dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang peranan yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas.1Diabetes Melitus (DM) tipe 1 disebabkan adanya reaksi otoimun yang disebabkan oleh peradangan pada sel beta. Ini menyebabkan timbulnya antibodi terhadap sel beta yang disebut Islet Cell Antibody (ICA). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA) menyebabkan hancurnya sel beta.1Pada Diabetes Melitus (DM) tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa dalam pembuluh darah meningkat. Keadaan ini disebut sebagai resistensi insulin.1Penyebab resistensi insulin pada NIDDM sebenarnya tidak begitu jelas tetapi faktor-faktor di bahwa ini banyak berperan:1 Obesitas terutama yang berbentuk sentral

Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat

Kurang gerak badan

Faktor keturunan (herediter)

2.1.5. Manifestasi KlinisGejala klasik Diabetes Melitus (DM) adalah rasa haus yang berlebihan (polidipsi), sering kencing terutama pada malam hari (poliuri), banyak makan (polifagi) serta berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4 kg.1

Perjalan penyakit antara Diabetes Melitus (DM) tipe 1 dan DM tipe 2 tidak sama. Demikian juga pengobatannya. Oleh karena itu ada baiknya bila diketahui sedikit tentang perbedaannya, karena ada dampaknya pada rencana pengobatan.Tabel 2.

Perbandingan antara DM tipe 1 dan DM tipe 2

DM Tipe 1DM Tipe 2

Onset (umur)Biasanya < 40 tahunBiasanya > 40 tahun

Keadaan klinis saat diagnosisBeratRingan

Kadar InsulinTak ada insulinInsulin normal atau tinggi

Berat badanBiasanya kurusBiasanya gemuk atau normal

PengobatanInsulin, diet, olahragaDiet, olahraga, tablet, insulin

Sumber : Suyono S, 2007

2.1.6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan untuk diagnosa Diabetes Melitus (DM), melalui pemeriksaan kadar glukosa darah (gula darah puasa, gula darah 2 jam setelah makan/post prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral (TTGO).7Pemeriksaan kadar glukosa darah.

Bahan untuk pemeriksaan gula darah puasa, pasien harus berpuasa 6 12 jam sebelum diambil darahnya. Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa dia makan/minum glukosa per oral (75 gr) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam waktu 15 20 menit. Dua jam kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam PP .7Pemeriksaan dilakukan dengan cara darah disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa kadar gula darahnya. Bila pemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan waktu), darah dari penderita bisa ditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida, fluoride, dan iodoasetat) untuk menghindari terjadinya glukosa darah yang rendah palsu. Ini sangat penting untuk diketahui karena kesalahan pada fase ini dapat menyebabkan hasil pemeriksaan gula darah tidak sesuai dengan sebenarnya, dan akan menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan penderita Diabetes Melitus (DM) .7

Metode yang digunakan dalam pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan lainnya. Yang paling sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase (GOD) dan metode heksokinase.7a. Metode GOD, akurasi dan presisi yang baik (karena enzim GOD spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua rawan interferen (tak spesifik). Interferen yang bisa mengganggu antara lain bilirubin, asam urat, dan asam askorbat.

b. Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi dan presisi yang sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang digunakan spesifik untuk glukosa. Untuk mendiagnosa Diabetes Melitus (DM), digunakan kriteria dari consensus perkumpulan Endokrinologi Indonesia tahun 1998.

Pemeriksaan lainnya untuk mendiagnosa Diabetes Melitus (DM)

Antibody marker adanya proses autoimun pada sel beta adalah islet cell cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan antibody terhadap glutomic acid decarboxylase (anti-GAD) (Gustaviani Reno, 2006). a. Islet cell cytoplasmic antibodies (ICA) bereaksi dengan antigen yang ada di sitoplasma sel-sel endokrin pada pulau-pulau pancreas. ICA menunjukkan adanya kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA menunjukkan risiko tinggi berkembangnya penyakit ke arah Diabetes Melitus (DM) tipe 1.

b. antibody terhadap glutomic acid decarboxylase (anti-GAD) adalah enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi neurotransmitter g-aminobutyric acid (GAB). Anti GAD ini bias teridentifikasi 10 tahun sebelum onset klinis terjadi. Jadi, 3 petanda ini bisa digunakan sebagai uji saring sebelum gejala Diabetes Melitus (DM) muncul.

Untuk membedakan Diabetes Melitus (DM) tipe 1 dengan Diabetes Melitus (DM) tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide. Konsentrasi C-peptide merupakan indicator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bias digunakan untuk memonitor respons individual setelah operasi pancreas. Konsentrasi C-peptida akan meningkat pada transplantasi pancreas atau transplantasi sel-sel pulau pancreas.7Pemeriksaan untuk pemantauan Diabetes Melitus (DM)

Untuk Pemantauan Pengelolaan Diabetes Melitus (DM), yang digunakan adalah kadar gula darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan glycated hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin.7Pemeriksaan fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang memakan waktu lama. Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebagai self-assessment untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin.7Pemeriksaan HbA1CHbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan irevarsibel .7

Metode pemeriksaan HbA1C ; ion-exchange chromatography, HPLC (high performance liquid chromatography), electroforesis, Immunoassay (EIA), Affinity Chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri.7a. Metode Ion Exchange Chromatography, harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari buffer, Interferens yang mangganggu adalah adanya Hbs dan HbC yang bias memberikan hasil negatif palsu.

b. Metode HPLC (high performance liquid chromatography), prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bias diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metoce ini juga direkomendasikan menjadi metode referensi.

c. Metode elektroforesis, hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang dibanding HPLC, HbF memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.

d. Metode immunoassay (EIA), hanya mengukur HbA1C tidak mengukur HbA1C yang labih maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.

e. Metode Affinity Chromatography, non-glycated hemoglobin serta bentuk labih dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC.

f. Metode Kalorimentri, waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sample besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L.Interpertasi hasil pemeriksaan HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat : pemberian Therapi lebih intensif untuk menghindari komplikasi.7

Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol) : 4%, 5,9%.(6) Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum. Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.72.1.7.Diagnosis Diabetes MelitusDiagnosis Diabetes Melitus (DM) ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood) vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.5Ada perbedaan antara uji diagnostik Diabetes Melitus (DM) dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitif.5 Keterangan :

GDP= Glukosa Darah Puasa

GDS= Glukosa Darah Sewaktu

GDPT= Glukosa Darah Puasa Terganggu

TGT= Toleransi Glukosa Terganggu Pemeriksaan penyaringan

Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko Diabetes Melitus (DM) namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) maupun GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai prediabetes, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.81. Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki salah satu faktor risiko DM sebagai berikut :82. Usia 45 tahun

3. Usia lebih muda, terutama dengan IMT > 23 kg/m, yang disertai dengan faktor risiko:

Kebiasaan tidak aktif

Turunan pertama dari orang tua dengan DM

Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4 kg, atau riwayat DM gestasional

Hipertensi ( 140/90 mmHg)

Kolesterol HDL 35 mg/dL dan atau trigliserida 250 mg/dL Menderita Policictic Ovarial Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin Adanya riwayat TGT atau GDPT sebelumnya Memiliki riwayat penyakit kardiovaskularTabel 3.

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DMBelum pasti DMDM

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)Plasma vena< 110110-199> 200

Darah kapiler< 9090-199> 200

Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)Plasma vena< 110110-125> 126

Darah kapiler< 9090-199> 110

Sumber : Soegondo S (2005)

catatan :

Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan pemeriksaan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Langkah-langkah Menegakkan Diagnosis Diabetes Melitus dan Gangguan Tolerangi Glukosa

Diagnosis klinis Diabetes Melitus (DM) umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ( 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ( 126 mg/dl juga digunakan utnuk patokan diagnosis DM.1Untuk kelompok tanpa keluhan khas Diabetes Melitus (DM), hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ( 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ( 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan ( 200 mg/dl.1Cara Pelaksanaan TTGO :8 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup)

Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan

Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih diperbolehkan

Diperiksa kadar glukosa darah puasa

Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 15 menit

Diperiksa kadar glukosa darah dua jam sesudah beban glukosa

Selama proses pemeriksaan subyek yang dipeiksa tetap istirahat dan tidak merokok

Tabel 4.

Kriteria diagnostik diabetes melitus* dan gangguan toleransi glukosa

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ( 200 mg/dl

Atau

2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ( 126 mg/dl

Atau

3. Kadar glukosa plasma ( 200 mg/dl pada dua jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO**

Sumber : PERKENI, 2002

* Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik berat, seperti ketoasidosis, gejala klasik : poliuri, polidipsi, polifagi dan berat badan menurun cepat.

** Cara Diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik, untuk penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik kadar glukosa darah puasa dan dua jam pasca pembebanan. Untuk DM gestasional juga dianjurkan kriteria diagnostik yang sama.2.1.8.PenatalaksanaanTujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup Diabetes Melitus (DM).1Tujuan penatalaksanaan

A. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.

B. Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan maortalitas dini DM.Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus81. Edukasi

2. Terapi gizi medis

3. Latihan jasmani

4. Intervensi farmakologis

Pengelolaan Diabetes Melitus (DM) dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis berat, stres berat, berat adan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan pada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.8

Edukasi

Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :

Perjalanan penyakit DM Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM Penyulit DM dan risikonya Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia) Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia Pentingnya latihan jasmani yang teratur Masalah khusus yang dihadapi ( missal : hiperglikemia pada kehamilan) Pentingnya perawatan diri Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatanI. Terapi gizi medis (TGM)

Setiap diabetisi sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai target terapi prinsip pengaturan makan pada diabetisi hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada diabetisi perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :

Karbohidrat

- Dianjurkan sebesar 45-65 % total asupan energiPembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan Makanan harus mengandung lebih banyak karbohidrat terutama yang berserat tinggi Sukrosa todak boleh lebih dari 10% total asupan energi Sedikit gula dapat dikonsumsi sebagai bagian dari perencanaan makan yang sehat dan pemanis non-nutrisi dapat digunakan sebagai pengganti jumlah besar gula misalnya pada minuman ringan dan permen Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat Garam

Sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6 7 g (1 sendok teh) garam dapur

Pembatasan natrium sampai 2400 mg atau sama dengan 6g/hari terutama pada mereka yang hipertensi

Serat

Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari, diutamakan serat larut

Pemanis

Batasi penggunaan pemanis bergizi

Fruktosa tidak dianjurkan karena efek samping pada lipid plasma

Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas amanB. Kebutuhan kalori

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan diabetisi. Diantaranya adalah dengan perhitungan berdasarkan kebutuhan kalori basal sebesar 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah dan dikurangi bergantung pada beberapa faktor, yaitu jenis kelamin, umur, aktifitas, berat badan, dll.Perhitungan berat badan ideal ( BBI ) menurut Broca yang dimodifikasi adalah sebagai berikut :

Berat badan ideal = 90 % x ( TB dalam cm - 100) x 1 kg

Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus modifikasi menjadi : ( TB dalam cm 100) x 1 kg

BBNormal : BB ideal 10 %

Kurus : < BBI 10 %

Gemuk : > BBI + 10 %

Penentuan status gizi dapat digunakan

BMI / Body Mass Index = IMT / Indeks Masa Tubuh dan Rumus Broca.

BB ( Kg )

IMT =

TB ( M2 )

Klasifikasi IMT :

BB Kurang

< 18,5

BB Normal

18,5 22,9

BB lebih

23,0

Dengan risiko

23,0 24,9

Obes I

25,0 29,9

Obes II

30Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :

Jenis kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil dari pada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal / kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal / kg BB Umur

Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5 % untuk dekade antara 40 an 59 tahun, dikurangi 10 % untuk usia 60 s/d 69 tahun, dan dikurangi 20 % untuk usia diatas 70 tahun Aktifitas fisik atau pekerjaan

Penambahan 10 % dari kebutuhan basal diberikan pada keadaan istirahat, 20 % pada pasien dengan aktifitas ringan, 30 % dengan aktifitas sedang, dan 50 % dengan aktifitas sangat berat Berat badan

- Bila kegemukan dikurangi 20 30 % bergantung pada tingkat kegemukan

-Bila kurus ditambah 20 30 % sesuai dengan kebutuhan untuk

meningkatkan BB

-Untuk tujuan penurunan BB jumlah kalori yang diberikan paling sedikit

1000 1200 kkal / hari untukwanita dan 1200 1600 kkal / hari untuk

priaMakanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi( 20 % ), siang ( 30 % )dan sore (25 %) serta 2 3 porsi makan ringan ( 10 15 % ) diantaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kebiasaan. Untuk diabetisi yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya.II. Latihan jasmani

Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + 30 menit yang sifatnya CRIPE (Continous Rhytmical Interval Progressive Endurace training).

Continous

Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa henti. Contoh : bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit pasien melakukan jogging tanpa istirahat. Rytmical

Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi dan berelaksasi secara teratur. Interval

Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Contoh : jalan cepat diselingi dengan jalan lambat, dsb. Progressive

Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan sampai hingga mencapai 30-60 menit.

Sasaran Heart Rate= 75-85 % dari Maksimum Heart Rate

Maksimum Heart Rate= 220-umur Endurance

Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi, seperti jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur), jogging, berenang dan bersepeda.Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani ini adalah jangan sampai memulai olah raga sebelum makan, harus menggunakan sepatu yang pas, didampingi oleh orang yang tahu bagaimana cara mengatasi hipoglikemia, harus membawa permen, membawa tanda pengenal sebagai pasien DM dalam pengobatan, dan memeriksa kaki dengan cermat setelah berolahraga.Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona latihan yaitu 75-85% denyut nadi maksimal yang dapat dihitung dengan cara sbb :DNM = 220 Umur ( dalam Tahun )Kegiatan jasmani sehari hari dan latihan jasmani secara teratur ( 3 4 kali seminggu selama 30 menit ) merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas malasan.IV. Terapi Farmakologis Intervesi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan TGM dan latihan jasmani (Sudoyo Obat Hipoglikemik Oral ( OHO ). Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:1A. Golongan Insulin SecretagoguesInsulin secretagogues mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi sekresi insulin oleh sel beta pankreas.1) SULFONILUREA

Digunakan untuk pengobatan Diabetes Melitus (DM) tipe 2 sejak tahun 1950-an. Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan diabetes dimulai, terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada sekresi insulin. Sulfonilurea sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena kemampuannya untuk meningkatkan atau mempertahankan sekresi insulin.

Mekanisme kerja efek hipoglikemia sulfonilurea adalah dengan merangsang channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta pankreas. Bila sulfonilurea terikat pada reseptor (SUR) pada channel tersebut maka akan terjadi penutupan. Keadaan ini menyebabkan penurunan permeabilitas K pada membran dan membuka channel Ca tergantung voltase, dan menyebabkan peningkatan Ca intrasel. Ion Ca akan terikat pada Calmodilun dan menyebabkan eksositosis granul yang mengandung insulin.

Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Oleh karena itu hanya bermanfaat untuk pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk sekresi insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada diabetes mellitus tipe 1.

Pemakaian sulfonilurea umumnya selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk menghindari kemungkinan hipoglikemia. Pada keadaan tertentu dimana kadar glukosa darah sangat tinggi, dapat diberikan sulfonilurea dengan dosis yang lebih besar dengan perhatian khusus bahwa dalam beberapa hari sudah dapat diperoleh efek klinis yang jelas dan dalam 1 minggu sudah terjadi penurunan kadar glukosa darah yang cukup bermakna.

Bila konsentrasi glukosa puasa < 200mg/dl, Sulfonilurea sebaiknya dimulai dengan pemberian dosis kecil dan titrasi secara bertahap setelah 1-2 minggu sehingga tercapai glukosa darah puasa 90-130mg/dl. Bila glukosa darah puasa > 200mg/dl dapat diberikan dosis awal yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan setengah jam sebelum makan karena diserap dengan lebih baik. Pada obat yang diberikan satu kali sehari sebaiknya diberikan pada waktu makan pagi atau pada makan makanan porsi terbesar.2) GLINID

Kerjanya juga melalui reseptor sulfonilurea (SUR) dan mempunyai struktur yang mirip dengan sulfonilurea tetapi tidak mempunyai efek sepertinya.

Repaglinid (derivat asam benzoat) dan nateglinid (derivat fenilalanin) kedua-duanya diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan cepat dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati sehingga diberikan 2 sampai 3 kali sehari.B. Golongan Insulin Sensitizing1) BIGUANID

Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin. Metformin terdapat dalam konsentrasi yang tinggi didalam usus dan hati, tidak dimetabolisme tetapi secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Oleh karena itu metformin biasanya diberikan dua sampai tiga kali sehari kecuali dalam bentuk extended release. Efek samping yang dapat terjadi adalah asidosis laktat, dan untuk menghindarinya sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin >1,3mg/dl pada perempuan dan >1,5mg/dl pada laki-laki) atau pada gangguan fungsi hati dan gagal jantung serta harus diberikan dengan hati-hati pada orang usia lanjut.

Mekanisme kerja metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh usus sehigga menurunkan glukosa darah dan menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah asupan makan. Setelah diberikan secara oral, metformin akan mencapai kadar tertingi dalam darah setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh dengan waktu paruh 2,5 jam.

Metformin dapat menurunkan glukosa darah tetapi tidak akan menyebabkan hipoglikemia sehingga tidak dianggap sebagai obat hipoglikemik, tetapi obat antihiperglikemik. Metformin tidak meyebabkan kenaikan berat badan.

Kombinasi sulfonilurea dengan metformin saat ini merupakan kombinasi yang rasional karena mempunyai cara kerja sinergis sehingga kombinasi ini dapat menurunkan glukosa darah lebih banyak daripada pengobatan tuggal masing-masing, baik pada dosis maksimal keduanya maupun pada kombinasi dosis rendah.

Pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea sudah dapat dianjurkan sejak awal pengelolaan diabetes, berdasarkan hasil penelitian UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study) dan hanya 50 persen pasien DM tipe 2 yang kemudian dapat dikendalikan dengan pengobatan tungal metformin atau sulfonylurea sampai dosis maksimal.

Kombinasi metformin dan insulin juga dapat dipertimbangkan pada pasien gemuk dengan glikemia yang sukar dikendalikan. Kombinasi insulin dengan sulfonilurea lebih baik daripada kombinasi insulin dengan metformin. Penelitian lain ada yang mendapatkan kombinasi metformin dan insulin lebih baik dibanding dengan insulin saja.

Karena kemampuannya mengurangi resistensi insulin, mencegah penambahan berat badan dan memperbaiki profil lipid maka metformin sebagai monoterapi pada awal pengelolaan diabetes pada orang gemuk dengan dislipidemia dan resistensi insulin berat merupakan pilihan pertama. Bila dengan monoterapi tidak berhasil maka dapat dilakukan kombinasi dengan SU atau obat anti diabetik lain.

2) GLITAZONE

Merupakan obat yang juga mempunyai efek farmakologis untuk meningkatkan sensitivitas insulin. Mekanisme kerja Glitazone (Thiazolindione) merupakan agonist peroxisome proliferators-activated receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif dan poten. Reseptor PPAR gamma terdapat di jaringan target kerja insulin seperti jaringan adiposa, otot skelet dan hati, sedang reseptor pada organ tersebut merupakan regulator homeostasis lipid, diferensiasi adiposit dan kerja insulin.

Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi ter jadi setelah 1-2 jam dan makanan tidak mempengaruhi farmakokinetik obat ini. Waktu paruh berkisar antara 3-4 jam bagi rosiglitazone dan 3-7 jam bagi pioglitazone.

Secara klinik rosiglitazone dengan dosis 4 dan 8 mg/hari (dosis tunggal atau dosis terbagi 2 kali sehari) memperbaiki konsentrasi glukosa puasa sampai 55 mg/dl dan A1C sampai 1,5% dibandingkan dengan placebo. Sedang pioglitazone juga mempunyai kemampuan menurunkan glukosa darah bila digunakan sebagai monoterapi atau sebagai terapi kombinasi dengan dosis sampai 45 mg/dl dosis tunggal. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I IV karena dapat memperberat udem / retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala. Saat ini tiazolidindion tidakdigunakan sebagai obat tunggal.C. Penghambat Glukoneogenesis

1) METFORMIN

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan perifer. Terutama dipakai pada diabetisi gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum > 1,5) dan hati, serta pasien pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, syok, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi efek samping tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.D. Penghambat Alfa Glukosidase ( acarbose )

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulen.

Acarbose hampir tidak diabsorbsi dan bekerja local pada saluran pencernaan. Acarbose mengalami metabolisme di dalam saluran pencernaan, metabolisme terutama oleh flora mikrobiologis, hidrolisis intestinal dan aktifitas enzim pencernaan. Waktu paruh eliminasi plasma kira-kira 2 jam pada orang sehat dan sebagian besar diekskresi melalui feses.

Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Memilih Obat Hipoglikemi Oral:

a. Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan secara bertahap.

b. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping obat-obat tersebut (misalnya klorpropamid jangan diberikan 3 kali 1 tablet, karena lama kerjanya 24 jam).

c. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi obat.

d. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal baru beralih kepada insulin.

e. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien.Cara pemberian OHO terdiri dari :8 OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal

Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan

Glimepiride : sebelum / sesaat sebelum makan

Repaglinid, Nateglinid : sebelum / sesaat sebelum makan

Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan karbohidrat

Acarbose : bersama suapan pertama makan

Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan

Tabel 5. Mekanisme kerja, efek samping utama dan pengaruh OHO terhadap penurunan A1C ( Hb-glikosilat )

GolonganCara kerja utamaEfeksamping utamaPenurunan A1C

SulfonilureaMeningkatkan sekresi insulinBB naik, hipoglikemia1,5 2 %

GlinidMeningkatkan sekresi insulinBB naik, hipoglikemia1,5 2 %

MetforminMenekan produksi glukosa hati & menambah sensitifitas terhadap insulinDiare, dyspepsia, asidosis laktat1,5 2 %

Penghambat glukosidase Menghambat absorpsi glukosaFlatulens, tinja lembek0,5 1,0 %

TiazolidindionMenambah sensitifitas terhadap insulinEdema1,3%

InsulinMenekan produksi glukosa hati, stimulasi pemanfaatan glukosaHipoglikemia, BB naikPotensial sampai normal

Sumber : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2006Tabel 6. Obat Hipoglikemik Oral di Indonesia

GolonganGenerikMg/tabDosis harianLama kerjaFrek/hariWaktu

Klorpropamid100-250100-50024-361

Glibenklamid2,5 52,5 - 1512-241 2

SulfonilureaGlipizid5 105 2-10-161 2Sebelum

Glikuidon3030 - 1206 - 82 3makan

Glimepirid1,2,3,40,5 - 6241

GlinidRepaglinid0,5,1,21,5 - 6 -3

Nateglinid120360 -3

TiazolidindionRosiglitazon44 - 8241Tdk bergantung

Pioglitazon15,3015 - 45241jadwal makan

Penghambat glukosidase Acarbose50-100100-3003Bersama suapan pertama

BiguanidMetformin500-850250-30006-81-3Bersama/sesudah makan

Sumber : Sudoyo Aru, 20061. INSULIN1Insulin diperlukan pada keadaan :

Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

Ketoasidosis diabetik

Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik

Hiperglikemia dengan asidosis laktat

Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

Stres berat ( infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke )

Diabetes melitus gestasional yang tidak trkendali dengan TGM

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHOJenis dan lama kerja insulin

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yaitu :

Insulin kerja cepat ( rapid acting insulin ) Insulin kerja pendek ( short acting insulin )

Insulin kerja menengah ( intermediate acting insulin )

Insulin kerja panjang ( long acting insulin )

Insuln campuran tetap ( premixed insulin )

Efek samping terapi insulin

Efek samping utama adalah terjadinya hipoglikemia

Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulinTable 7 Insulin di Indonesia

NamaBuatanEfek puncakLama kerja

Cepat

Actrapid

Humulin-RNovo Nordisk (U-40&U-100)

Eli Lilly (U-100)2-4 jam6-8 jam

Menengah

Insulatard

Monotard Human

Humulin-NNovo Nordisk (U-40&U-100) Novo Nordisk (U-40&U-100)

Eli Lilly (U-100)4-12 jam18-24 jam

Campuran

Mixtard 30

Humulin-30/70Novo Nordisk (U-40&U-100)

Eli Lilly (U-100)1-814-15

Panjang

Lantus

Bentuk Penfill untuk

Bentuk Penfill untuk

Bentuk Penfill untukAventis

Novopen 3 adalah :

Actrapid Human 100

Insulatard Human 100

Maxtard 30 Human 100

Humapen Ergo adalah :

Humulin-R 100

Humulin-N 100

Humulin-30/70

Optipen adalah :

LantusTidak ada24 am

Sumber : PERKENI, 2006

Terapi kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi. Terapi OHO dengan kombinasi harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai alasan klinik dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, dipilih terapi kombinasi dengan tiga OHO.

Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja sedang / panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.

Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah / panjang adalah 10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.

Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hpoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.82.1.9.KomplikasiDalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun.1I. Penyulit akut

Penyulit akut DM sampai saat ini masih merupakan kegawatan yang harus ditangani dengan tepat dan benar karena hanya dengan cara itulah angka kematiannya dapat ditekan serendah mungkin.

Ketoasidosis diabetik

Hiperosmolar nonketotik

HipoglikemiaII. Penyulit menahun

1. Makroangiopati, yang melibatkan :

Pembuluh darah jantung

Pembuluh darah tepi

Pembuluh darah otak

2. Mikroangiopati:

Retinopati diabetik

Nefropati diabetik

3. Neuropati2.1.10. Pengendalian DMUntuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik yag merupakan sasaran terapi. DM terkndali baik, apabila kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga mencapai kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan darah.1Tabel 8 Kriteria pengendalian DM

BaikSedangBuruk

GD puasa80 - 109110 - 125 126

GD 2 jam pp80 - 144145 - 179 180

A1C< 6,56,5 8>8

Kolesterol total< 200200 - 239 240

LDL< 100100 - 129 130

HDL>45

Trigliserida< 150150 - 199 200

IMT18,5 22,923 - 25>25

Tekanan darah< 130/80130 140 / 80 - 90>140/90

Sumber : Sudoyo Aru, 20062.1.11.PrognosisSekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.92.2.Stroke non hemoragik2.2.1.Definisi Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.10Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.102.2.2.Etiologi Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik yaitu trombosis serebri atau emboli serebri.Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau hari.11Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala berdenyut.112.2.3.Faktor risikoAda beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto mengenai gambaran faktor-faktor risiko penderita stroke menunjukan faktor risiko terbesar adalah hipertensi 57,24%, diikuti dengan diabetes melitus 19,31% dan hiperkolesterol 8,97%.12Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :131. Usia

Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002), dari penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan yang mengalami stroke non hemoragik lebih banyak pada tentan umur 45-65 tahun.

2. Jenis kelamin

Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan perbedaan angka kematianya masih belum jelas. Penelitian yang di lakukan oleh Indah Manutsih Utami (2002) di RSUD Kabupaten Kudus mengenai gambaran faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita stroke menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak jenis kelamin laki-laki 58,4% dari penelitianya terhadap 197 pasien stroke non hemoragik.3. Heriditer

Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.4.Ras atau etnik

Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku Jawa (khususnya Yogyakarta).Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :

1. Riwayat stroke

Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.2. Hipertensi

Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.3. Penyakit jantung

Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak.4. (DM) Diabetes melitus

Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, penderita diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus.5. TIA

Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari seratus orang dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama.6. Hiperkolesterol

Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL 150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Menurut Dedy Kristofer (2010), dari penelitianya 43 pasien, di dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%, hipertrigliserida 4,7%, HDL yang rendah 53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8%.7. Obesitas

Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur adanya obesitas dengan cara mencari body mass index (BMI) yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan. Normal BMI antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI antara 25-29,99 kg/m2 selebihnya adalah obesitas.8. Merokok

Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan darah. Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar empat kali.2.2.4.PatofisiologiOtak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60ml per 100 gram jaringan otak per menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840 ml/menit, dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus Willisi.Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang di perdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarhai otak diantaranya dapat berupa :111.Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan thrombosis.2.Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah.3.Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium.Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan terjadinya kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjani kelainan di system motorik, sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana yang terkena.

2.2.5.Gejala klinisGejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana Pendeita stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebalah kanan, dan begitu pula sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks, pendeita stroke non hemoragik yang mengalami hemiparesesi dupleks akan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai mengakibatkan kelum2.2.6.Pemeriksaan laboratorium dan teknik pencitraan

di gunakan untuk menentukan etiologi yang mencakup urinalisis, darah lengkap, kimia darah, dan serologi. Pemeriksaan yang sering dilakukan untuk menentukan etiologi yaitu pemeriksaan kadar gula darah, dan pemeriksaan lipid untuk melihat faktor risiko dislipidemia :Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat hipertensi. Gatler menyatakan bahwa penderita stroke aterotrombotik di jumpai 30% dengan diabetes mellitus. Diabetes melitus mampu menebalkan pembuluh darah otak yang besar, menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit diameter pembuluh darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak di samping itu, diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.15Profil lipidLDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. LDL merupakan komponen utama kolesterol serum yang menyebabkan peningkatan risiko aterosklerosis, HDL berperan memobilisasi kolesterol dari ateroma yang sudah ada dan memindahkannya ke hati untuk diekskresikan ke empedu , oleh karena itu kadar HDL yang tinggi mempunyai efek protektif dan dengan cara inilah kolesterol dapat di turunkan, namun penurunan kadar HDL merupakan faktor yang meningkatkan terjadinya aterosklerosis dan stroke.15Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik pencitraan diantaranya yaitu :161. CT scanUntuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk mendeteksi stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT scan dapat memberi hasil tidak memperlihatkan adanya kerusakan hingga separuh dari semua kasus stroke non hemoragik.26

2.MRI (magnetic resonance imaging)

Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.173.Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)

Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan gelombang suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi pembuluh darah otak.204.Angiografi otakMerupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.202.2.7.PenatalaksanaanWaktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan.10a.Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg) 10% di berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1 jam jika onset di pastikan 220 mmHg, diastolik >120 mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.3)Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis. Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus di naikkan dengan dopamin atau debutamin drips.Beberapa obat telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan penyakit serebrovaskular, obat-obatan ini dapat dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu obat antikoagulansia, penghambat trombosit dan trombolitika :1.Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di gunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku. Obat yang termasuk golongan ini yaitu heparin dan kumarin.2.Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin, dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol, clopidogrel.103.Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus diberikan 3 jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan perdarahan otak, obat yang termasuk golongan ini adalah streptokinase, alteplase, urokinase, dan reteplase.Pengobatan juga di tujukan untuk pencegahan dan pengobatan komplikasi yang muncul sesuai kebutuhan. Sebagian besar pasien stroke perlu melakukan pengontrolan perkembangn kesehatan di rumah sakit kembali, di samping melakukan pemulihan dan rehabilitasi sendiri di rumah dengan bantuan anggota keluarga dan ahli terapi. Penelitian yang dilakukan Sri Andriani (2008) terhadap 281 pasien stroke di Rumah Sakit Haji Medan di dapatkan 60% berobat jalan, 23,8% meninggal dan sisanya pulang atas permintaan sendiri. 2.2.8.PrognosisPrognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.10,15,1621