bab iii tafsir fakhruddin ar-razi, rasyid ridha...

33
BAB III TAFSIR FAKHRUDDIN AR-RAZI, RASYID RIDHA DAN QURTHUBI A. Riwayat Hidup 1. Fakhruddin Ar-Razi Nama lengkap Ar-Razi adalah Abdullah Muhammad bin Umar bin Husain Hasan bin Ali at-Tamimi al-Bakri al-Habarastani ar-Razi, penganut faham Syafi’i. Beliau lahir pada tahun 544 H., 1 tepatnya di kota Ray yaitu sebuah kota terkenal di negara Dailan dekat kota Khurasan. 2 Beliau adalah anak cucu dari Abu Bakar ash-Shiddiq r.a., yang bernasab suku bangsa Quraisy. 3 Adapun dalam kitab "Manna Khalil al-Qaththan" menyebutkan ar-Razi lahir tahun 543. H. 4 Fakhruddin ar-Razi adalah ulama yang sangat terkenal dan besar pengaruhnya yang tiada tandingannya pada saat itu, yang menguasai berbagai disiplin keilmuan baik di bidang ilmu-ilmu sosial maupun bidang ilmu-ilmu alam (eksakta) al- Razi juga seorang sastrawan, penyair, ahli fiqh, ahli tafsir, ahli hikmah, ahli ilmu kalam, dan seorang dokter medis dan sebagainya. Sehingga tidak diragukan lagi banyak para ilmuwan yang belajar kepada beliau baik para ilmuwan dalam negeri maupun para ilmuwan luar negeri. 1 Muhammad Husain adz-Dzahabi, Al-Tafsir wa al- Mufassirun, Dar al- fikr, Beirut, Juz I, t.th. hlm. 290 2 Imam Fakhr al-Din ar-Razi, Tafsir al- Kabir, Juz I, Dar al- Fikr, Beirut, 1990, hlm. 3 3 Muhammad al-Hilawi, Mereka Bertanya Tentang Islam, Gema Insani, Jakarta, 1998 4 Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu al- Qur’an, terj. Mudzakir. AS., Litera Antar Nusa, Jakarta, 1992, hlm. 529 28

Upload: phunglien

Post on 11-Mar-2018

235 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB III

TAFSIR FAKHRUDDIN AR-RAZI, RASYID RIDHA

DAN QURTHUBI

A. Riwayat Hidup

1. Fakhruddin Ar-Razi

Nama lengkap Ar-Razi adalah Abdullah Muhammad bin Umar

bin Husain Hasan bin Ali at-Tamimi al-Bakri al-Habarastani ar-Razi,

penganut faham Syafi’i. Beliau lahir pada tahun 544 H.,1 tepatnya di

kota Ray yaitu sebuah kota terkenal di negara Dailan dekat kota

Khurasan.2 Beliau adalah anak cucu dari Abu Bakar ash-Shiddiq

r.a., yang bernasab suku bangsa Quraisy.3 Adapun dalam kitab

"Manna Khalil al-Qaththan" menyebutkan ar-Razi lahir tahun 543.

H.4

Fakhruddin ar-Razi adalah ulama yang sangat terkenal dan

besar pengaruhnya yang tiada tandingannya pada saat itu, yang

menguasai berbagai disiplin keilmuan baik di bidang ilmu-ilmu

sosial maupun bidang ilmu-ilmu alam (eksakta) al- Razi juga

seorang sastrawan, penyair, ahli fiqh, ahli tafsir, ahli hikmah, ahli

ilmu kalam, dan seorang dokter medis dan sebagainya. Sehingga

tidak diragukan lagi banyak para ilmuwan yang belajar kepada

beliau baik para ilmuwan dalam negeri maupun para ilmuwan luar

negeri.

1Muhammad Husain adz-Dzahabi, Al-Tafsir wa al- Mufassirun, Dar al- fikr, Beirut, Juz I,

t.th. hlm. 290 2Imam Fakhr al-Din ar-Razi, Tafsir al- Kabir, Juz I, Dar al- Fikr, Beirut, 1990, hlm. 3 3Muhammad al-Hilawi, Mereka Bertanya Tentang Islam, Gema Insani, Jakarta, 1998 4Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu al- Qur’an, terj. Mudzakir. AS., Litera Antar

Nusa, Jakarta, 1992, hlm. 529

28

29

Pendidikan awal diterima dari orang tuanya yang bernama

Dziya’uddin Umar, seorang ulama dan pemikir yang dikagumi

masyarakat Ray. Selanjutnya, ar-Razi belajar kepada ulama-ulama

besar lainnya. Filsafat dipelajarinya dari dua ulama besar bernama

Muhammad al-Baghawi dan Majdin al-Jilli, ilmu kalam

dipelajarinya dari Kamaluddin al-Samawi.5

Imam ar-Razi menaruh perhatian besar terhadap kebudayaan

yang melingkupinya yang berhubungan langsung dengannya,

sehingga terpantul padanya pribadi yang istimewa, sehingga

terbentuklah pribadinya itu sebagai pribadi ilmiah yang dicetak

dengan cetakan ilmu pengetahuan. Maka Imam ar-Razi adalah

seorang sastrawan, penyair, ahli fikih, ahli tafsir, ahli hikmah, ahli

ilmu kalam, dan seorang dokter medis. 6

As-Subuki mengomentari keberadaan Imam Fakhruddin ar-

Razi ini dengan mengatakan, “Ia adalah imamnya para mutakallim,

ahli ilmu kalam, luas pandangannya dalam mengomentari berbagai

bidang ilmu, mendalam pengetahuannya tentang hakikat manthuq

(dalil yang tertulis) dan mahfum (pemahamannya), sangat tinggi

kasih sayangnya, dengan kemampuannya yang tinggi maka

tersusunlah untaian agama Islam yang terulang dalam berbagai

pembahasan dan disiplin ilmunya “7

Adapun karya-karya yang terpenting adalah :

1. Bidang Tafsir

At-Tafsir al-Kabir li al-Qur’an al-Karim (Mafatihul Ghaib);

5Sirajuddin, Ak., dkk., Ensiklopedi Islam, PT. Ikhtiar Baru Van Howe, Jakarta, 1993,

hlm. 327 6Muhammad al-Hilawi, op. cit, hlm. 17. 7Ibid., hlm. 18

30

Miftah al-Ulama, surat al-Fatihah

2. Bidang Fiqih

Al-Mahshal fi al-Fiqhi;

Syarh al-Wajiz Fi al-Fiqhi li al-Ghazali.

3. Bidang Ushul Fiqih;

Al-Mahshul fi Ushul al-Fiqhi;

Al-Ma’alim fi Ushul al-Fiqhi.

4. Bidang Ilmu Kalam:

Al-Qadha’ wa al-Qadar;

Al-Mahshul fi Nihayati’Uqul fi Ilmi al-Ushul;

Al-Bayan wa al-Burhan Fi ar-Radd ‘ala Ahliz Zaigh wa ath-

Thughyan;

5. Bidang Filsafat:

Al Mabahits al-Masyraqiyyah;

Al- Mulakhkhsh fii-Filsafah

Al-Mathalib al-’Aliyah fil-Hikmah

6. Bidang Kedokteran

Masail fi ath-Thibb;

Al-Jami’ul Kabir fi ath-Thibb;

At-Tasyrih Minar Ra’si il al-Halqi

7. Bidang Ilmu Bahasa dan Balaghah

Nihyatal-‘Ijaz fi Dirasat al- I’ jaz;

Syarh al-Mufhashal liz- Zamakhsyari.

8. Bidang biografi dan Zuhud:

Fadhlush shahabah ar-Rasyidin;

Manaqib al-Imam asy-Syafi’i

Dzamm ad-Dunya.

31

Ia juga menyusun ensiklopedi ilmu pada tahun 574 Hijriyah.

Seandainya Imam Fakhrudddin ar-Razi tidak meninggalkan karya

tulisnya, selain Tafsir al-Kabir atau Mafatih al-Ghaib, maka hal itu

sudah menunjukkan kehebatan dan keilmuannya.8

Ar-Razi wafat pada hari senin 1 Syawal 606 H menurut

pendapat ash-Subhi, sedang menurut pendapat al-Qifthi, ar-Razi

meninggal pada bulan Dzulhijjah pada tahun yang sama.9 Dan

dalam kitab “Mana al-Qaththan” disebutkan bahwa, ar-Razi wafat

di Harah pada tahun 606 H.10

2. Rasyid Ridha

Rasyid Ridha adalah salah seorang tokoh pembaharu di dunia

Islam pada masa modern ini, yang ide-idenya dapat ditelusuri dari

berbagai karya tulis dan riwayat perjuangannya, terutama melalui

majalah al-Manar yang dipimpinnya. Nama lengkapnya adalah

Muhammad Rasyid Ibn Ali Ridha Ibn Muhammad Syans, al-Dien al-

Qalamuny. 11

Ia lahir di suatu desa bernama al-Qalamun, daerah di Syiria

(Syam) pada tanggal 27 Jumad al-Ula 1282 H ( 1865 ),12 yaitu suatu

kampung sekitar 4 KM dari Tripoli, Libanon. Dia adalah seorang

bangsawan Arab yang mempunyai garis keturunan langsung dari

Sayyidina Husain, putra Ali bin Abi Thalib dan Fatimah putri

Rasulullah SAW.13 Oleh karena itulah menurut suatu keterangan,

8Ibid., hlm. 20-21 9Imam Fakhruddin ar-Razi, op. cit, hlm. 10 10Manna Khalil al-Qaththan, op. cit, hlm. 529 11Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia, Binbaga Islam dan SPTA/

IAIN Jakarta, 1992/ 1993, hlm. 992 12Ibid. 13M. Quraisy Shihab, Studi Kritis Tafsir al-Manar, Pustaka Hidayah, Jakarta, 1994, hlm.

69

32

Rasyid Ridha memakai as-Sayyid di depan namanya.di masa

kecilnya oleh orang tuanya, Rasyid Ridha dimasukkan ke madrasah

tradisional di desanya al-Qalamun untuk belajar membaca al-Qur’an

disamping belajar menulis dan berhitung. Kemudian di tahun 1882

M ia meneruskan studinya di Madrasah al-Wathaniyah al-Islamiyah

di Tripoli. Sekolah ini didirikan oleh Syaik Husain al- Jisr seorang

alim yang pemikiran-pemikiran keagamaanya dalam islam telah

dipengaruhi oleh perkembangan dan ide-ide modern. Di sekolah

inilah Ridha selain mendapat pelajaran dalam bidang ilmu

pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan modern. Ia juga

mempelajari berbagai ilmu bahasa asing sseperti bahasa Perancis dan

bahasa Turki sebagaimana ia mempelajari bahasa Arab sendiri. 14

Rasyid Ridha juga mempunyai karya tulis yang cukup banyak,

di antaranya: Tarikh al-Ustad al-Imam asy-Syaikh Abduh, Nida uli

al-Jinsi al-Latif, al-Wahyu al-Muhammadiy, Yusr al-Islam wa Ushul

al-Tasyri al-Am. Al-Khilafat, al-Wahabiyah wa al-Hijaz, Muhawarat

al-Muslih wa al-Muqallid, Dzikra al-Maulid al-Nabawiy, Syuhbat

al-Nashara wa Hujaj al-Islam. Sebagaimana Muhammad Abduh,

Rasyid Ridha juga berpendapat bahwa dalam bidang agama perlu

dilakukan ijtihad, terutama dalam bidang muamalat.15

Selain dari itu, Rasyid Ridha juga berhasil mendirikan sekolah,

yang pada dasarnya ditujukan untuk menandingi sekolah-sekolah

missionaris Kristen. Sekolah itu diberi nama al-Madrasah al-Da’wah

wa al-Irsyad, berdiri pada tahun 1912 di Kairo, sayang umur sekolah

itu tidak panjang, karena sewaktu pecah perang dunia I terpaksa di

tutup. 16

14 Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia, op. cit., hlm. 992 15 Ibid.

33

Meskipun di masa tuanya Rasyid Ridha sering tergangu

kesehatannya, namun ia tidak senang diam, dan ia selalu aktif dalam

perjuangan. Akhirnnya tokoh pembaharu ini wafat pada bulan

Agustus 1935, sewaktu ia baru saja kembali dari mengantarkan

pengeran Su’ud ke kapal di Suez.17

3. Qurthubi

Imam al-Qurthubi nama lengkapnya Abu Abdullah

Muhammad bin Ahmad bin Bakr Abi Bakr bin Faraj al-Qurthubi,

seorang ahli tafsir yang terkenal yang banyak dikutif oleh ahli tafsir

seperti Abu Bakar Yahya ibnu Tafsir Sa’du al-Qurthubi. Beliau lahir

di Cordova ( Spanyol ) tahun 486 H ( 1093 M ) tahun 486 H ( 1093

M) dan wafat di Maushul tahun 567 h ( 1172 ).18

Al-Qurthubi adalah seorang ulama besar yang terkenal sebagai

Hamba Allah SWT. yang saleh dan warak. Ia termasuk ulama fiqih

besar yang memiliki kearifan dan wawasan luas. Ia berperilaku zahid

(tidak menjadikan kesenangan dan kemewahan dalam kehidupan

keduniaan sebagai cita-cita), harapan dan dambaan untuk

menggambarkan kezuhudannya para penulis biografinya

menyebutkan bahwa Imam al-Qurthubi senantiasa meninggalkan

atau menghindari kesenangan duniawi. Ketika berjalan ia merasa

cukup dengan hanya mengenakan sehelai kain dan memakai kopiah.

Selain sebagai faqih Imam al-Qurthubi juga di kenal sebagai

mufassir yang andal. Bahkan tafsir merupakan karyanya yang

terbesar. Dari buku tafsirnya banyak diketahui pemikiran tentang

hukum. Sebagai seorang ulama al-Qurthubi termasuk faqih dari

16 Ibid., hlm. 994 17 Ibid. 18Muchtar Effendy, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Universitas Sriwijaya, 2001, hlm.

71

34

kalangan mazhab Maliki. Ia meninggalkan sikap fanatisme jauh-jauh

serta menghargai setinggi-tingginya perbedaan pendapat Imam al-

Qurthubi tidak senantiasa sependapat dengan Imam Mazhabnya dan

ulama lain, baik di dalam maupun di luar mazhabnya.

Dalam beberapa biografinya tercatat nama guru-gurunya

antara lain Abu al- Abbas bin Umar al- Qurthubi (578 H / 1173 M-

656 H 1259 M). Seorang ahli fiqih. Dan Abu Ali al-Hasan bin

Muhammad bin Muhammad al- Bakri ahli hadits. 19

Al-Qurthubi memiliki beberapa buah karya. Di antara

karyanya adalah sebagai berikut:

1. Al-Jami’ li Ahkam al- Qur’an (himpunan hukum-hukum al-

Qur’an ); menurut penilaian kebanyakan ahli tafsir, buku tafsir

karya Imam al-Qurthubi ini termasuk salah satu dari buku tafsir

yang mempunyai pembahasan luas dan memberikan manfaat

cukup besar bagi peminat dan pengkaji bidang tafsir.

2. Syarh at- Taqsa (penjelasan yang mendalam)

3. Al-Asna fi Syarh Asma’ al-Husna (uraian luas mengenai nama-

nama yang baik Allah SWT. ).

4. At-Tizkar fi Afdal al-Azkar (peringatan tentang zikir yang paling

afdal )

5. At-Tazkirah bi Umur al-Akhirah (peringatan tentang hal-hal yang

berkaitan dengan persoalan-persoalan hari akhirat )

6. Qam’ al-Hirs bi az-Zuhd wa al-Qana’ah wa radd zill as-Su’al bi

al-Kutub wa Asy-Syafa’ah (memerangi ketamakan dengan

perilaku zuhud dan mudah cukup dan menjawab pertanyaan yang

buruk dengan al-Qur’an dan syafaaat)

19D. Sirojuddin Ar, Ensiklopedi Hukum Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1996,

hlm. 1462

35

7. Urjuza (buku yang menghimpun nama-nama Nabi Muhammad

Saw.).20

B. Metode Dan Corak Tafsir

1. Fakhruddin Ar- Razi

Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib merupakan karya

monumental ar-Razi, dalam menafsiri surat al-Fatihah yaitu berisi

sanggahan-sanggahan dan pendapat-pendapat ahli.

Al-Shofwadi dalam kitabnya al-Wafi bi al-Wafiyat berkata:

ar-Razi dalam membahas suatu permasalahan dalam kitabnya

menggunakan metode yang belum pernah dijumpai sebelumnya,

karena beliau mulai menulis dengan menyodorkan masalah.

Kemudian mengklasifikasikan masalah tersebut lalu membahasnya

dengan beberapa dalil, maka tidak ada satupun masalah yang tidak

dibahas, kemudian mengemukakan kaidah-kaidah dengan menarik

kesimpulan dari masalah tersebut. Sesungguhnya Imam ar-Razi

dalam menulis kitabnya adalah sarat ilmu hikmah dan ilmu filsafat,

mengupas satu persatu masalah sampai timbul kekaguman orang

yang membacanya. 21

Terhadap hadits, ar-Razi sangat sedikit menggunakannya

sebagai pedoman dalam menafsirkan sampai diskusi masalah fiqh,

beliau hanya menggunakan pendapat-pendapat ahli fiqh.

Syair banyak digunakan untuk memecahkan masalah bahasa,

balaghah dan kesesuaian bacaan. Ini menunjukkan bahwa ar-Razi

sangat pandai bahasa Arab.

Asbab al-nuzul banyak dikemukakan oleh ar-Razi dalam kitab

tafsirnya, baik itu asbab al-nuzul yang bersanad maupun tidak,

20Ibid., hlm. 1464 21Imam Fakhr ar-Razi, op. cit., hlm. 8-9.

36

namun kebanyakan beliau menggunakan asbab al-nuzul yang

bersanad kepada sahabat atau tabi’in.22

Dalam menjelaskan munasabah antara satu ayat dengan ayat

yang lain dan antara satu surat dengan surat yang lain sangat berbeda

dengan ahli tafsir yang lain ar-Razi tidak cukup menyebutkan satu

kesesuaian, tetapi disebut beberapa korelasi bahkan lebih banyak. 23

Ar-Razi dalam kitab tafsirnya banyak membahas ilmu-ilmu

yang baru berkembang pada saat itu seperti ilmu eksakta, fisika,

falaq, filsafat dan kajian-kajian masalah ketuhanan menurut metode

dan argumentasi para filosof yang rasional.24 Imam Ibnu Athitah

berkata: “dalam kitab Imam ar-Razi, segalanya ada, kecuali tafsir itu

sendiri”. Namun sesungguhnya Imam ar-Razi banyak berbicara

tentang masalah-masalah ilmu kalam dan tinjauan-tinjauan terhadap

alam semesta, beliau telah berrbicara tentang tafsir al- Qur’an.25

2. Rasyid Ridha

Tafsir Al- Manar yang bernama Tafsir Al- Qur’an al- Hakim

memperkenalkan dirinya sebagai, kitab tafsir satu-satunya yang

menghimpun riwayat-riwayat yang shalih dan pandangan akal yang

tegas, yang menjelaskan hikmah-hikmah syariah, serta sunnatullah

(hukum Allah yang berlaku) terhadap manusia, dan menjelaskan

fungsi al-Qur’an sebagai petunjuk untuk seluruh manusia, di setiap

waktu dan tempat, serta membandingkan antara petunjuknya dengan

keadaan kaum muslimin dewasa ini (pada masa diterbitkannya) yang

telah berpaling dari petunjuk itu, serta (membandingkan pula)

22Ibid. 23Muhammad Husain adz-Dzahabi, op. cit, hlm. 294 24Manna Khalil Qaththan, op. cit., hlm. 301 25Manna Basunni, Tafsir-Tafsir al-Qur’an, t.tp., Bandung, 1997, hlm. 80

37

dengan keadaan para salaf (leluhur) yang berpegang teguh dengan

tali hidayah itu.

Tafsir Al-Manar pada dasarnya merupakan hasil karya tiga

orang tokoh islam, yaitu Sayyid Muhammad Al-Afghani, Syaikh

Muhammad Abduh, dan Sayyid Muhammad Rasyid Ridha. 26

Muhammad Abduh dalam menafsirkan al-Qur’an yang di

tuangkan dalam tafsir Al-Manar menggunakan metode yang dikenal

dengan metode tahlili yang bercorak al-adabi al-ijma’i atau corak

sastra budaya kemasyarakatan 27

Dalam metode ini, biasanya mufasir menguraikan makna

yang dikandung oleh al-Qur’an, ayat demi ayat dan surat demi surat

sesuai dengan urutannya dalam mushaf. Uraian tersebut menyangkut

berbagai aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan seperti

pengertian kosakata konotasi kalimatnya, latar belakang turunya

ayat, kaitannya dengan ayat-ayat lain.28

Tafsir Al-Manar adalah sebuah tafsir yang penuh dengan

pendapat para pendahulu umat ini, shabat dan tabi’in dan penuh pula

dengan uslub-uslub berbahasa arab dan penjelasan tentang

sunnatullah yang berlaku dalam kehidupan umat manusia. Ayat-ayat

al-Qur’an di tafsirkan dengan gaya bahasa menarik dengan makna

yang di ungkapkan dengan redaksi yang mudah dipahami. Berusaha

menghindari istilah-istilah ilmu dan teknis. Sehingga dapat

dimengerti oleh orang-orang tetapi tidak dapat diabaikan oleh orang-

orang khusus (cendikiawan).

Syekh Rasyid Ridha menjelaskan bahwa tujuan pokok

tafsirnya adalah untuk memahami kitabullah sebagai sumber ajaran

26Quraish Shihab, op. cit., hlm. 67. 27 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Mizan, Bandung, 1994, hlm. 86. 28Nasiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Pustaka Pelajar, Jakarta, hlm. 31

38

agama yang membimbing umat manusia kearah kebahagian hidup di

dunia dan akhirat29.

3. Qurthubi

Kitab tafsirnya al-Jami li Ahkam al-Qur’an yang di cetak

dalam 10 jilid diakui sebagai salah satu buku tafsir baku dan diterima

oleh berbagai golongan. Sistematika pembahasannya menampakkan

kepiawaian dan posisinya di bidang tafsir dan pengambilan hukum

dari ayat-ayat al-Qur’an sebagai sumber utama hukum Islam

Sistematika pembahsannya yang digunakan oleh Imam al-

Qurthubi dalam tafsirnnya adalah sebagai berikut :

1. Menulis ayat yang akan ditafsirkan

2. Memberi komentar dan penjelasan

3. Menjelaskan arti kosakata yang rumit

4. Memberikan ulasan kedudukan (al-i’rab) kata-kata yang

diperlukan untuk mencapai kejelasan

5. Mengemukakan qiraat (bacaan)

6. Mengemukakan pendapat ulama-ulama yang ada dengan

menyebutkan nama yang pencetus pendapat tersebut dan

sekaligus menolak (jika ada ) pendapat yang dianggapnya keliru.

7. Mencantumkan hadits-hadits yang berkaitan dengan pembahasan

serta menyebutkan periwayatnya. Hal ini sering dilupakan oleh

ulama/ pengarang lain pada zaman itu.

8. Membatasi penampilan kisah atau cerita tentang umat terdahulu;

ia menampilkan kisah atau cerita yang betul-betul dibutuhkan

demi kejelasan suatu masalah, sehingga tafsirnya sesuai dengan

namanya, betul-betul padat dengan penjelasan-penjelasan hukum

29Manna Khalil Qaththan, Studi Ilmu-Ilmu Al- Qur’an, terj. Mudzakir As, Pustaka Litera,

Antar nusa, Bogor, 1992, hlm. 506

39

9. Mencantumkan nomor urut bagi setiap masalah yang terdapat

dalam suatu ayat yang sedang dibahas. 30

Al-Farmawi dalam bukunya mengelempokkan al-Jami’ fi Ahkam al-

Qur’an ke dalam deretan tafsir bi ar-ra’yi yang bernuansa fikih.31

C. Penafsiran Ketiga Mufassir tentang Sihir

Di antara ayat-ayat al-Qur'an yang membahas sihir, surat al-

Baqarah: 102 dan al-A'raf: 107-122. Oleh karenanya untuk melihat

sejauhmana sihir ditafsirkan oleh yang berkompetent di dalamnya,

penulis berusaha memaparkan pemikiran ketiga mufassir terkemuka,

yaitu: al-Qurthubi, Rasyid Ridla dan ar-Razi.

Adapun sebagai kajian dari sihir tersebut, penulis memaparkan

kedua ayat, yaitu surat al-Baqarah: 102 dan al-A'raf: 107-122, di mana

masing-masing ketiga penafsir menjelaskan dengan gamblangnya.

1. Ar-Razi

لكنو انمليس ا كفرمو انمليلك سلى مع اطينا تتلو الشيوا معاتبو

الشياطين كفروا يعلمون الناس السحر وما أنزل على الملكين ببابل

يقولا إنما نحن فتنة فلا تكفر هاروت وماروت وما يعلمان من أحد حتى

فيتعلمون منهما ما يفرقون به بين المرء وزوجه وما هم بضارين به

موا لمن من أحد إلا بإذن الله ويتعلمون ما يضرهم ولا ينفعهم ولقد عل

ولبئس ما شروا به أنفسهم لو كانوا اشتراه ما له في الآخرة من خلاق

ونلمع102(ي(

"Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak

30 Sirojuddin, op. cit, hlm.1464 31Abd al-Hayyi al-Farmawi, Al-Bidayah fi Tafsir al-Maudlu’i, terj. Suryan A. Jamrah.,

PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm. 20

40

mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui". (Q.S: al-Baqarah: 102)

Penafsiran yang disampaikan oleh ar-Razi bahwa surat al-

Baqarah: 102 terkait dengan tiga periode, yaitu: orang Yahudi

semasa Nabi Muhammad, orang-orang Yahudi terdahulu, dan orang-

orang yang semasa Nabi Sulaiman.32 Hal tersebut terkait karena

kebanyakan kaum Yahudi tidak mempercayai kenabian Sulaiman

karena mereka beranggapan bahwa kenabian dan singgasana yang

diperolehnya adalah lantaran sihir. Ar-Razi menandaskan bahwa

ayat ini membuktikan bahwa sebagian kaum Yahudi lebih cenderung

pada warisan kitab yang ditulis Ashif, seorang sekretaris Sulaiman

yang menulis ilmu sihir sebagaimana yang diajarkan setan. Sehingga

ketika Rasulullah datang dan mendapatkan aduan tentang perihal

Nabi Sulaiman yang disangkakan sebagai seorang penyihir, maka al-

Qur’an membantah bahwa yang ingkar dan menggunakan sihir

adalah setan yang membuat tipu daya.

Propaganda yang dibuat setan (walaupun masih debatable

siapa yang dimaksud dengan lafadh syayathin, setan dari jenis jin

32Fakhruddin al-Razy, Tafsir al-Kabir, Jil. III., Dar ll-Fikr, Beirut, t.th

41

atau jenis manusia) tersebut dapat dilihat dalam kelicikannya dan isu

yang dihembuskan kepada masyarakat bahwa: aktivitas yang

dilakukan oleh setan adalah mencuri berita dari langit dan

mentransfer apa-apa yang didengarnya ke dalam bentuk tulisan

dalam satu kitab, akan tetapi ada yang disembunyikan, yaitu sesuatu

yang mengarah kepada kebenaran dan diubah menjadi berita bohong.

Termasuk juga dengan ilmu Allah yang disampaikan kepada

Sulaiman, yang berupa mu’jizat. Oleh setan informasi tersebut

disulap dan dijadikan komoditi isu yang merupakan ilmu baru.

Akhirnya setan menyebarluaskan serta mengajarkan bahwa kami

(setan) telah mengetahui berita-berita gaib. Adapun kekuasaan

Sulaiman yang berhsail menguasai kerajaan serta menundukkan jin,

manusia, angin dan sebagainya tidak lain adalah karena ilmu yang

ini, sebagaimana yang ada dalam kitab ini, karena kami telah

mengetahui pemberitaan langit sebelumnya.

Ayat di atas menampik segala upaya atau bentuk keingkaran

yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi, yang tidak percaya tentang

kenabian Sulaiman, bahwa orang-orang Yahudi memperoleh ilmu

sihir dari Sulaiman serta kekuasaan yang diperoleh Sulaiman tidak

lain adalah dari ilmu sihir tersebut. Akhirnya Allah

merehabilitasikan reputasi Sulaiman yang telah dicemarkan oleh

orang-orang Yahudi dengan firman yang disampaikan kepada Nabi

Muhammad dalam al-Qur’an yang menyatakan bahwa yang ingkar

dan mempraktekkan ilmu shir tersebut adalah setan supaya manusia

tergelincir dan mengikuti jejak setan.

Lebih detail ar-Razi menyatakan bahwa sihir secaar

etimologis adalah segala sesuatu yang disandarkan pada sesautu

yang halus serta sebabnya tersamarkan. Akan tetapi secara sya’ri

dipahami sebagai sesuatu yang tidak jelas sebabnya, tidak sesuai

42

dengan hakekat aslinya yang mempunyai unsure azimat (benda-

benda yang mempunyai kekuat gaib) serta menipu.

Menurut ar-Razi perkembangan sihir terbagi dalam beberapa

bentuk, yaitu:

1. Sihir Kildanin dan Kisdanin, yaitu mereka sebagai generasi

pertama yang menyembah bintang dan mereka menganggapnya

sebagai dzat yang mengatur alam raya ini. Darinya akan

terpancarkan sesutu yang baik dan buruk, kebahagiaan dan nasib

celaka. Melihat masyarakat penyembah bintang tersebut Allah

mengutus Ibrahim untuk memberikan penjelasan kepada umatnya

supaya mengikuti apa yang diajarkan. Dengan kata lain sihir

macam ini adalah sihir yang mengandalkan warta dari langit,

mulai dari konfigusari bintang maupun sinyalemen yang lain,

semisal cuaca.

2. Sihir yang berdasarkan pada pemilik prasangka/ firasat serta

kekuatan nafsu. Sihir ini lebih ditekankan pada kekuatan insting

atau nafsu yang sudah terkondisikan sehingga mampu membuat

atau merubah sesuatu tanpa gerakan.

3. Sihir yang menggunakan bantuan ruh yang tenang, akan tetapi

dari genarasi mutaakhirin dan mu'tazilah tidak percaya akan hal

ini, karena pada dasarnya ruh terbagi menjadi dua, yaitu ruh baik

(jin yang mukmin) dan ruh serta setan jahat (jin dan setan yang

ingkar). Adapun yang dimaksudkan dengan kekuatan ruh di sini

adalah kekuatan inti yang terdapat pada alam raya ini. Semisal

matahari diibaratkan dengan nyala api, laut dikaitkan dengan

hujan, kekuasaan dikaitkan dengan rakyat. Oleh karenanya untuk

bisa membuat hujan atau api, seseorang harus mengusai inti dari

kekuatan-kekuatan (ruh) dari alam tersebut.

43

4. Sihir yang mengadalkan kekuatan khayali dan tipuan inderawi

terutama indera mata. Hal tersebut dapat dilihat ketika seseorang

yang sedang naik kapal, seolah-olah yang bergerak maju adalah

lautnya sedangkan kapalnya berhenti. Ini menujukkan

bahwasanya sesuatu yang berhenti (diam) akan terlihat bergerak

dan yang bergerak akan terlihat diam. Hal ini menujukkan bahwa

kekuatan inderawi (mata) adalah sangat lemah, sehingga data

yang diterima dari saraf sensorik bisa jadi salah atau keliru,

sehingga antara realitas dengan apa yang dilihat dan rasakan

adalah tidak sama.

5. Sihir yang didasarkan pada tindak atau perilaku yang aneh atau

luar biasa yang ditonjolkan dari beberapa susunan peralatan yang

dapat bergerak karena sebuah tipuan/ trik. Hal ini dapat dilihat

pada zaman Fir'aun, bahwa dengan tali-tali yang dilemparkan

seolah-olah hidup.

6. Sihir yang disandarkan pada peralatan khusus, semisal rokok

yang dapat membuat orang tidak sadarkan diri

7. Sihir yang disandarkan pada pengetahuannya terhadap ismul

a'dham sehingga bangsa jin akan tunduk terhdap segala perkara

orang tersebut

8. Sihir yang dikaitkan dengan usaha mengadu domba.

Oleh karenanya ar-Razi lebih cenderung bahwa ilmu sihir

pada hakekatnya adalah tidak jelek dan tidak dilarang. Hal tersebut

sesuai dengan kesepakatan ahli hakekat bahwa hakekat ilmu adalah

mulia.33

Akan tetapi bagi paraktisi sihir yang menyatakan bahwa

segala kekuatan yang mengatur alam raya ini adalah kekuatan-

33Baca Q.S: al-Zumar: 9

44

kekuatan bintang-bintang/ langit atau yang sejenisnya yang mampu

membuat baik buruknya keadaan dengan mengesampingkan

kekuatan Tuhan adalah termasuk kafir. Artinya sihir yang yang

mengarah pada kemusyrikan dan tidak sesuai dengan ajaran Tuhan

adalah kafir. Adapun mempercayai bahwa ilmu sihir memang ada,

maka itu tidak menjadi permasalahan, karena semua ilmu adalah

milik dan dari Tuhan, sedangkan mempelajarinya adalah tidak ada

larangan. Adapun yang dilarang adalah pelaksanaan dari ilmu

tersebut. Kalau tidak melanggar dengan syariat Tuhan dan logika

kemanusiaan maka itu tidak dilarang akan tetapi sebaliknya jika

menerjang bahkan ingkar kekuasaan Allah dan melanggar hak asasi

manusia maka itu dilarang. Padahal semua sihir kebanyakan adalah

dilakukan untuk tujuan buruk dan menipu.

Sedangkan hukuman bagi seorang muslin yang mendatangi

penyihir dan mempercayai bahwa kekuatan langit dan bintang-lah

yang mengatur dan memberikan semua informasi baik ataupun

buruk yang dapat menyebabkan kebahagiaan hidup dan

kesengsaraan hidup dan orang mukmin tersebut percaya maka orang

tersebut dianggap sebagai orang kafir, sebagaimana orang murtad

dan hukuman terhadap orang ini adalah dihukum bunuh.34

Pengertian kafir terhadap para penyihir dan pemuja sihir sebenarnya

disandarkan pada makna tekstualitas (ma'na al-khariji) dari ayat

bahwa: "Sulaiman tidaklah kafir, akan tetapi setanlah yang kafir".

Setan mendapat predikat kafir karena telah menyihir, yaitu merubah

kebenaran menjadi kebatilan, sehingga menyesatkan manusia.

Artinya apa yang diberitakan dan dipraktekkan setan adalah tipuan

34Untuk melihat perbedaan hukuman terhdap penyihir dan yang mendatanginya dapat

dilihat dalam pembahasan sebelumnya.

45

belaka supaya manusia tergelincir dan menjadi teman abadi bagi

setan.35

Ar-Razi ketika menjumpai surat al-A’raf: 113-122:

البين ن الغ ا نح أجرا إن آن ا ل الوا إن لن ون ق حرة فرع ال )113(وجاء الس ق

ربين ن المق م لم م وإنك ون )114(نع ا أن نك ي وإم ا أن تلق ى إم الوا یاموس ق

وا فلم )115(نحن الملقين ال ألق ترهبوهم ق اس واس ين الن حروا أع وا س ا ألق

يم حر عظ ي )116(وجاءوا بس إذا ه اك ف ق عص ى موسى أن أل ا إل وأوحين

أفكون ا ی ف م ون )117(تلق انوا یعمل ا آ ل م ق وبط ع الح وا )118(فوق فغلب

اجدین ) 119(انقلبوا صاغرین هنالك و حرة س ي الس ا )120(وألق الوا ءامن ق

)122(رب موسى وهارون)121(برب العالمين“Dan beberapa ahli sihir itu datang kepada Fir`aun mengatakan: "(Apakah) sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika kamilah yang menang?" (113). Fir`aun menjawab: "Ya, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang dekat (kepadaku)" (114). Ahli-ahli sihir berkata: "Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu, ataukah kami yang akan melemparkan?" (115) Musa menjawab: "Lemparkanlah (lebih dahulu)!" Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (mena`jubkan) (116). Dan kami wahyukan kepada Musa: "Lemparkanlah tongkatmu!" Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan (117). Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan (118). Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina (119). Dan ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan diri dengan bersujud (120) Mereka berkata: "Kami beriman kepada Tuhan semesta alam (121), "(yaitu) Tuhan Musa dan Harun (122)".

Ar-Razi berpendapat bahwa ketika Musa diturunkan sebagai

pembawa petunjuk dan peringatan kepada umatnya, maka Fir'uan

35Muhammad Fakhr al-Din bin ar-Razi, Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib, jil. XIII,

Dar al-Fikr, Beirut, t.th. hlm. 184-dst

46

yang keras kepala serta kaumnya meminta dan mempermasalahkan

apa yang menjadikan bukti bahwa Musa adalah seorang nabi.

Dengan ijin Allah tongkat yang dibawa nabi Musa menjadi ular yang

besar serta keluarnya sinar yang putih dari tangan nabi Musa.36

Ar-Razi menjelaskan bahwa ayat tersebut menjelaskan

keingkaran para ahli fisika/ ahli alam terhadap perubahan bentuk dari

sebuah tongkat menjadi ular besar. Oleh karenanya apa yang

ditampilkan (didemonstrasikan oleh nabi Musa adalah perkara yang

batil (tidak dapat diterima oleh akal). Hal tersebut disandarkan pada

argumentasi bahwa perubahan satu wujud ke bentuk yang lain tanpa

ada sebab musabab adalah sangat tidak mungkin, apalagi hanya dari

sebuah tongkat kecil dapat menjadi ular yang sangat besar. Kalau hal

tersebut dipercaya, maka bisa jadi anak muda dilahirkan dari sebuah

adopsi tanpa pembuahan dari sepasang antara laki-laki dan

perempuan. Demikian juga bisa juga sebuah gunung berubah

menjadi emas. Artinya apa yang dibawa nabi Musa dan yang percaya

terhadapnya berarti ia menerima kebatilan (sesuatu yang tidak

diterima oleh akal).

Masyarakat Fir'aun yang sudah bergelut dengan dunia sihir

dan tidak menjadikan asing ilmu sihir di mata masyarakat, sehingga

ketika Musa dengan segala mu'jizatnya kebanyakan dari masyarakat

Fir'aun (terutama para pemukanya) menyatakan bahwa apa yang

dibawa Musa adalah ilmu sihir dan sebagai puncak ilmu sihir, karena

mempunyai tujuan pada kekuasaan dan kepemimpinan. Inilah

mengapa sesuatu yang dianggap tidak sesuai dengan hukum alam

dan akal tidak menerimanya, masyarakat Fir'aun menyebutnya

sebagai sihir.

36Ibid., hlm. 157-dst

47

Hal tersebut dapat dimaklumi karena kehinaan dan

ketidakberdayaan Fir'aun dalam menguak dan menandingi mu'jizat

Nabi Musa, sehingga ia meminta pertolongan para penyihir untuk

dapat memenangkan hujah Musa. Akan tetapi ketika para penyihir

datang kepada Fir'aun dan mereka meminta bayaran/ imbalan yang

tinggi, Fir'aun dengan bahasa diplomatisnya mengatakan bahwa ia

akan memberikan imbalan yang besar jika para penyihir berhasil

dalam mengalahkan mu'jizat Nabi Musa. Inilah kelemahan sihir,

bahwa mengapa para penyihir tidak mau merubah debu menjadi

emas, sehingga mereka dapat kaya mendadak, mengapa hal tersebut

tidak dilakukan ?. Para penyihir sadar bahwa sihir mereka adalah

tipuan belaka dan tidak ada kenyataan sama sekali. Inilah kelemahan

sihir.37

Akhirnya permalalahan tersebut (ketidakpercayaan/ keraguan

masyarakat Fir'aun) dijawab dengan argumentasi bahwa apa yang

terjadi pada nabi Musa adalah sebuah pengecualian, oleh karenanya

bagi mereka yang tidak mengetahui landasan teorinya, mereka akan

menolaknya. Apa yang terjadi pada diri nabi Musa adalah sesuatu

yang sangat rahasia dan inilah anugerah dari Tuhan untuk

melumpuhkan keangkuhan para tukang sihir. Oleh karenanya jika

ada sesuatu yang di luar akal sebagaimana yang terjadi pada masa

kenabian, maka hal tersebut adalah sesuatu kemuliaan (karomah).

Artinya apa-apa yang terjadi pada diri nabi dan orang-orang mukmin

adalah hal yang lazim, kalau ada orang buta yang berjalan dari

Andalusia dalam kegelapan malam dan ia melihat kanan kiri dan

yang terjadi di sekitarnya, apakah hal tersebut adalah sesuatu yang

tidak masuk akal, padahal itu fenomena yang terjadi.

37Ibid., hlm. 164

48

Akan tetapi bagi mereka (ahli fisika) akan menolak bahwa hal

tersebut adalah sebuah khayalan dan tidak masuk akal. Inilah yang

menyebabkan bahwa apa yang dibawa para nabi bagi yang ingkar

adalah sihir belaka. Padahal itu terjadi karena atas ijin Allah.

Oleh sebab itulah kaum mu'taziah percaya dan yakin bahwa

perubahan dari bentuk ke bentuk yang lain tanpa adanya sebab

adalah sesuatu yang mungkin karena atas ijin Allah, sehingga segala

sesuatu yang terbentuk tidak harus dari salah satu elemen pembentuk

dasar. Inilah yang terjadi ketika tongkat nabi Musa berubah menjadi

ular yang besar.

Bagi mereka yang menolak terhadap yang terjadi pada diri

nabi terutama mu'jizat, maka langkah yang perlu ditanamkan adalah

keyakinan dan pengikisan keraguan dan prasangka. Karena yang

demikian adalah di luar kemampuan akal dan bagi mereka yang

sudah mengetahuinya akan menyatakan bahwa hal tersebut adalah

hal yang biasa yang merupakan anugerah dari Tuhan yang tertinggi.

Inilah yang membedakan antara anugerah Allah yang

diberikan kepada para Nabi, yang berupa mu'jizat karena kedekatan

dan pengabdian kepada Tuhan secara murni, sehingga sesuatu yang

luar biasa yang terjadi pada diri Nabi adalah pertolongan Allah

bukan karena bantuan setan atau kekuatan lain yang melingkupi

manusia (baca: jimat), karena sihir datanganya bukan dari Tuhan

akan tetapi kemahiran dari penyihir dalam mengelabui mata para

tersihir bahkan kebanyakan dari penyihir menggunakan kekuatan

setan sebagai partner atau mediasi.38

38Ibid., hlm. 168

49

2. Rasyid Ridla

Demikian juga dengan Rasyid Ridla dalam tafsir al-Manar-

nya, ia lebih cenderung bahwa apa yang disampaikan dalam al-

Qur’an berkaitan dengan sihir, sebagaimana yang tersuratkan dalam

al-Baqarah: 102 adalah dijadikan i’tibar atau pelajaran bahwa yang

benar adalah benar dan yang batil adalah batil, sehingga Ridla tidak

mempersoalkan apakah kedua orang tersebut dari jenis malaikat, jin

atau manusia. Ia lebih sepakat dengan apa yang tertera dalam redaksi

bahwa Sulaiman adalah tidak menggunakan kekuatan sihirnya dalam

memperoleh dan menjalankan roda pemerintahan kerajaan yang

besar tersebut. Hal tersebut dapat dilihat statement al-Qur’an yang

menyatakan negasi atau sanggahan terhadap tuduhan orang-orang

kafir dan Yahudi yang menyatakan bahwa Sulaiman adalah praktisi

sihir, yang bisa dibuktikan bahwa pasca kematian Sulaiman di

bawah tempat singgasananya terdapat kitab yang berupa tulisan

tentang sihir, padahal itu semua adalah tipu daya setan, supaya

manusia terlena dan tertipu sehingga akan tergelincir dalam bujuk

rayunya serta jauh dari menyembah Tuhan karena yang diagungkan

adalah bintang-bintang dan berita-berita dari setan. Inilah yang

dimaksudkan dengan pernyataan al-Qur’an bahwa yang kafir

(menggunakan sihir) adalah setan bukanlah Sulaiman. Artinya

Sulaiman bersih dan tidak terlibat (jauh) dari tuduhan orang-orang

kafir dan Yahudi.

Lebih lanjut Rasyid Ridla menjelaskan bahwa sihir secara

harfiyah adalah menipu, yaitu segala sesuatu yang lembut, samar

tempat pengambilannya, sehingga orang yang melihat tidak merasa

atau melihat apa yang terjadi sesungguhnya. Hal tersebut dapat

dilihat bahwa kegunaan sihir adalah untuk mengelabuhi pandangan

(panca indera). Oleh karenanya apa yang dibawa oleh kedua orang

50

tersebut yang bernama Harut dan Marut adalah sangat berbeda

dengan apa yang telah dipelajari oleh masyarakat pada waktu itu,

yaitu sihir (yang mengandalkan kekuatan setan), karena yang dibawa

oleh kedua orang tersebut adalah bersifat ruhani yang lebih

cenderung kepada sifat ilmu Tuhan. Walaupun demikian ilmu yang

dibawa kedua orang tersebut juga bisa berakibat buruk, (semisal

yang dulunya sayang menjadi marah dan jauh, yang dulunya pisah

sekarang menjadi lengket bahkan bisa juga mencerai beraikan

hubungan suami istri yang sudah bahagia), tergantung pada niat yang

mempelajarinya dan menggunakannya. Hal inilah mengapa

keduanya mengatakan kepada mereka yang berkeinginan

mempelajarinya dengan ujaran bahwa: kami adalah ujian bagi kamu,

oleh karenanya setelah kalian mempelajarinya jangan menjadikan

ingkar, sebab antara manfaat dan madlaratnya lebih banyak

madlaratnya, sehingga harus hati-hati dan keyakinannya harus

diperkuat bahwa segala sesuatu hanyalah kekuatan Tuhan.

Akhirnya Rasyid Ridla mengajak pada umat Islam supaya

menyandarkan segala urusan kepada Allah bukan kepada setan

dengan segala tipu dayanya dan kembali kepada kitab induk, yaitu

al-Qur’an sebagai buku petunjuk dan rujukan segala sesuatu serta

apa-apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Inilah yang akan

menyelamatkan manusia.39

Ridla ketika menjumpai surat al-A’raf: 113-122 berpendapat

bahwa: inilah fungsi sihir yang membawa kebohongan dan penipuan.

Hal tersebut dapat dilihat ketika para penyihir Fir'aun yang

mengelabui mata manusia pada waktu itu sehingga mereka

berfantasi bahwa apa yang dilihat dan yang dikatakan oleh ahli sihir

39Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, Juz I, Mesir, 1958, hlm. 396-dst

51

tersebut benar adanya. Oleh karenanya ketika para penyihir tersebut

melemparkan tali-tali mereka, maka mendadak seolah-olah tali

tersebut menjadi ular yang sedang membuka mulutnya sembari

menjulurkan lidahnya.

Inilah yang dimaksud dengan firman Allah, di atas yang

menyatakan bahwa karena kekuasaan Fir'aun dengan bantuan tukang

sihirnya yang mampu menyulap sesuatu bentuk ke bentuk lainnya

menjadikannya keras kepala dan menyatakan sebagai figur yang

harus disembah. Oleh sebab itu ketika ada salah seorang pemuka

Fir'aun mengatakan bahwa: apakah engkau tidak takut dengan

ancaman Musa bagi siapa saja yang membuat keonaran dan

mengaku Tuhan di muka bumi ini ?. Dengan lantangnya Fir'aun

menjawab, aku akan membunuh dan membuat malu bagi para

perempuan mereka, karena kita dapat memaksakan kehendak untuk

membuat orang lain tunduk kepada kita semua.

Oleh karenanya ketika Musa datang dengan mu'jizatnya, yaitu

tongkatnya yang dilempar dan akhirnya melahap habis ular-ular

kelamaan penyihir fir'aun, mereka (para pembesar fir'aun dan para

penyihir mengatakan bahwa Musa adalah penyihir profesional. Hal

tersebut dapat dilihat bahwa kata yang digunakan al-Qur'and alam

mendampingi kata sihir adalah 'alim, yang ditafsirkan sebagai orang

yang ahli di bidangnya.40 Padahal yang terjadai pada diri nabi Musa

adalah atas pertolongan bukan setan/ jin sebagaiamna para penyihir

yang mempraktekkan sihri mereka supaya mendapatkan

kemenangan atas Musa.

Dengan mengetahui perbedaan antara mu'jizat dengan sihir,

diharapkan umat akan sadar bahwa apa yang dilakukan oleh tukang-

40Rasyid Ridla, hlm. 60

52

tukang sihir adala tipu muslihat belaka. Ridla menyatakan bahwa

perbedaan antara mu'jizat dengan sihir adalah: kalau mu'jizat hanya

dimiliki oleh para nabi yang benar adanya, baik ditinjau dari aspek

eksentrik maupun insintriknya. Jadi tidak ada perbedaan antara

hakekat dengan apa yang dilihat dan dirasakan. Bagi mereka yang

menentangnya tidak akan dapat mengalahkan atau merubahnya.

Sedangkan keanehan-keanehan yang terdapat dalam sihir adalah

sesuatu yang bersifat fatamorgana dan tipu muslihat belaka, karena

antara bentuk asli dan dengan apa yang dilihat dan dirasakan adalah

sangat berlawanan.41

Hal tersebut dapat dilihat pada masa Sulaiman, bahwa

kekuatan sihir adalah terdapat pada diri penyihir dan bantuan dari

setan, sehingga dengan kecerdikan setan, yaitu apa-apa yang

dilakukan (terutama berkaitan dengan mantra, setan mengakaburkan

nama-nama Tuhan sebagai kambing hitam) adalah tidak jauh dari

ajaran Tuhan, karena ada sebagaian mantra yang yang menyebut

nama Tuhan. Inilah penggeelinciran setan terhadap manusia yang

kurang imannya.42

Akhirnya Ridla menjelaskan bahwa komponen sihir terdiri

atas tiga elemen, yaitu;

1. Merupakan tipuan dan imajinasi (gambaran dalam angan-

angan/fantasi) yang tidak punya realitas/ kenyataan.

2. Membutuhkan bantuan setan atau sesuatu yang dapat

mendekatkan pada realitas setan, sehingga apa yang diinginkan

oleh penyihir akan terkabulkan/terjadi dengan bantuan setan.

41Ibid., hlm. 59 42Ibid., hlm. 54

53

3. Merupakan penutupan sesuatu dari aslinya, sehingga kekuatan

dari penyihir dalam merubah bentuk manusia menjadi binatang

himar sangat diutamakan. Inilah yang dimaksudkan dengan

kekuatan menutp bentuk asli manusia dalam merubah pandangan

mata tersebut menjadi himar.43

Dengan mengetahui perbedaan antara mu'jizat dengan sihir,

diharapkan umat akan sadar bahwa apa yang dilakukan oleh tukang-

tukang sihir adala tipu muslihat belaka. Ridla menyatakan bahwa

perbedaan antara mu'jizat dengan sihir adalah: kalau mu'jizat hanya

dimiliki oleh para Nabi yang benar adanya, baik ditinjau dari aspek

eksentrik maupun insintriknya. Jadi tidak ada perbedaan antara

hakekat dengan apa yang dilihat dan dirasakan. Bagi mereka yang

menentangnya tidak akan dapat mengalahkan atau merubahnya.

Sedangkan keanehan-keanehan yang terdapat dalam sihir adalah

sesuatu yang bersifat fatamorgana dan tipu muslihat belaka, karena

antara bentuk asli dan dengan apa yang dilihat dan dirasakan adalah

sangat bertentangan.44

3. Qurthubi Menurut al-Qurthubi ayat di atas mempunyai beberapa

komponen, yaitu:

1. Pembahasan sihir tidak akan terlepas dari cerita perjalanan Nabi

Sulaiman, di ceritakan bahwa suatu ketika ada golongan Yahudi

yang berpaling dari kitabnya dan mengikuti apa yang disebut

dengan sihir. Akhirnya sebagaimana yang diriwayatkan oleh as-

Suddai bahwa orang yahudi tersebut akhirnya membandingkan

Taurat dengan al-Qur'an, yang pada akhirnya orang tersebut

43Ibid., 47 44Ibid., hlm. 59

54

berpaling dari kitab Tauratnya dan beralih mengikuti apa yang

tertulis dalam kitab Ashif dan sihirnya Harut dan Marut. Ketika

Rasulullah mendiskusikan tentang Sulaiman sebagai salah satu

utusan Allah, di antara pendeta Yahudi mengatakan bahwa

Sulaiman tidak lain hanyalah seorang penyihir. Akhirnya

turunlah ayat: wa ma kana….

2. Al-Kalabi menyatakan bahwa setan telah menuliskan sihir serta

ilmu yang berkaitan dengannya pada Ashif, seorang juru tulis

Sulaiman dan dipendam di bawah tempat shalat Sulaiman sampai

ajal menjemputnya dan semasa hidupnya Sulaiman tidak

menyadari akan hal tersebut, di mana di bawah tempat ia shalat

ternyata ditanam buku yang berkaitan dengan sihir. Pasca

kematian Sulaiman, para setan tersebut membongkar kitab sihir

tersebut dan mengatakan kepada manusia bahwa: sesungguhnya

raja kalian seperti ini (seorang penyihir), maka belajarlah

kepadanya. Akhirnya ulama' dari bani Israil mengatakan: aku

berlindung kepada Allah, apakah ini (sihir) ilmunya Sulaiman ?.

Adapun orang-orang awam mengatakan bahwa ini adalah

ilmunya Sulaiman. Akhirnya masyarakat pada waktu

mempelajari dan mengikuti apa yang ada dalam kitab sihir

tersebut dan meninggalkan kitab atau risalah keNabiannya

Sulaiman, yang berupa suhuf-suhuf sampai pada akhirnya

diutuslah Nabi Muhammad sebagai pembenar dan meluruskan

apa yang telah terjadi, bahwa Sulaiman tidaklah seorang penyihir

akan tetapi seorang Nabi. Adapun berita yang selama ini

menyatakan bahwa Nabi Sulaiman seorang penyihir adalah tidak

benar, sebagaimana ayat: wattaba'u….

Al-Qurthuubi menafsirkan ''…'ala mulki sulaiman..", bahwa yang

dimaksudkan dengan rakyatnya tidak mengikuti kerajaan

55

Sulaiman adalah apa-apa yang diajarkan (kitabnya), yang berupa

syariat (jalan menuju Tuhan) serta hakekat keNabiannya.

Pemahaman ini berdasarkan pada gaya bahasa yang digunakan

al-Qur'an yang menggunakan kata 'ittaba'u… yang berarti

melebihkan atau mengalahkan sesuatu yang satu dengan yang

lain. Sehingga kitab Sulaiman yang berisi syari'at dan keNabian

dijadikan sebagai second line dan yang menjadi pegangan serta

rujukan hidup adalah kitab sihir.

Dari ayat tersebut akhirnya Allah memutihkan nama Nabi

Sulaiman yang telah dicemarkan oleh setan, yaitu: wa ma kafar

sulaiman..wala kinna al-syayatahina kafaru…. . Melalui ayat

inilah Allah menetapkan bahwa mereka yang menyatakan bahwa

Sulaiman adalah penyihir dan mempelajari sihirnya setan adalah

kafir. Pemahaman ini dapat dilihat dari pendapat al-Qurthubi

bahwa lafadh lakinna mengandung pengertian bahwa: kata

tersebut menegasikan obyek kedua/ terakhir (setan) dan

menetapkan obyek pertama (Sulaiman). Hal tersebut disebabkan

kata tersebut terdiri atas tiga huruf, yaitu la, kaf dan inna. La

mengandung makna nafi (negasi), kaf merupakan khitab (obyek

yang diajak bicara) dan inna sebagai penetapan dan pengukuhan.

Huruf hamzah yang terdapat pada lafadh lakinna dibuang karena

terlalu berat dalam mengucapkannya.

3. Sihir, secara bahasa mempunyai makna asal sebagai sesuatu

penangkal, azimat dan bersifat khayalan, sesuatu yang

tergambarkan/ terbayangkan/ seolah-olah. Sehingga jika ada

seorang penyihir yang melakukan sesuatu berarti ia membuat

khayalan atau gambaran seolah-olah apa yang dilihat oleh yang

tersihir adalah nyata adanya, padahal yang dilihat adalah sangat

bertentangan atau tidak sesuai dengan wujud aslinya (berbeda

56

dengan realitas sesungguhnya). Hal tersebut identik dengan orang

yang ketika melihat fatamorgana dari kejauhan yang diikiranya

air akan tetapi setelah didekati ternyata tidak ada sama sekali.

Dengan demikian yang disebut dengan sihir adalah sesuatu yang

dapat memalingkan dari arah tujuan (sesungguhnya) sesuatu.

Artinya setiap orang yang membuat orang lain condong /

cenderung pada sesuatu yang tidak semestinya pada hakekatnya

adalah terkena sihir, yang berarti tertipu, karena unsur lain dalam

sihir adalah menipu atau mengelabui.45

Demikian juga sihir mempunyai elemen yang penting lainnya,

yaitu aktifitas pengambilan, yang dimaksudkan adalah setiap

sesuatu yang tempat pengambilannya adalah dengan lembutnya

(tidak terasa) dan sangat tipis (tidak kentara secara inderawi/

hissiyah).

4. Perselisihan tentang hekekat sihir benar-benar ada atau tidak.

Al-Ghaznawi al-Hanafi dalam kitab "Uyun al-Ma'ani

menerangkan bahwa sihir oleh kaum mu'tazilah adalah sesuatu

yang menipu dan tidak ada asal usulnya. Sedangkan versi

golongan Syafi'i mengatakan bahwa sihir adalah sesuatu yang

menimbulkan keraguan dan dapat menimbulkan sakit. Al-

Qurthubi sendiri berpendapat bahwa sihir adalah sesuatu azimat

atau tulisan tukang sihir terhadap berita-berita langit atau bintang.

Oleh karenanya sihir merupakan yang benar adanya, karena bagi

Allah menciptakan segala sesuatu adalah mungkin. Sebagaimana

sihir yang ada ada sesuatu yang rahasia/ samar yang berada di

balik tangan, seperti layaknya sulap.

45Baca Q.S: al-Syu'ara': 153

57

5. Keindahan dan kekuatan bahasa. Unsur sihir yang tak kalah

penting adalah pilihan kata (diksi) dalam penyusunan kata

(mantra), sehingga apa yang dibaca seolah-olah benar.

Inilah fungsi sihir yang membawa kebohongan dan penipuan. Hal

tersebut dapat dilihat46 ketika para penyihir Fir'aun yang

mengelabui mata manusia pada waktu itu sehingga mereka

berfantasi bahwa apa yang dilihat dan yang dikatakan oleh ahli

sihir tersebut benar adanya. Oleh karenanya ketika para penyihir

tersebut melemparkan ali-tali mereka, maka mendadak seolah-

olah tali tersebut menjadi ular yang sedang membuka mulutnya

sembari menjulurkan lidahnya.

6. Hukum sihir bagi mereka yang melakukannya adalah termasuk

kategori kafir. Abu 'Amr mengatakan bahwa barang siapa

menyangka bahwa seorang penyihir yang berhasil merubah/

memutarbalikkan hewan ke bentuk hewan yang lain bahkan

merubah manusia menjadi hewan himar dan sejenisnya dan

mempunyai kemampuan untuk merubah bentuk fisik, entah

dirusaknya atau diganti rupa.47 Oleh karenanya kalau yang

melihat seperti orang di atas maka lebih baik dibunuh karena ia

termasuk kafir, terutama ingkar terhadap para Nabi. Akan tetapi

jika ada orang yang mengira bahwa sihir adalah suatu tipuan,

sesuatu yang tidak lumrah/ menyalahi hukum alam, maka tidak

46Q.S: al-A'raf: 115-117 47Inilah yang dimaksud dengan firman Allah Q.S: al-A'raf: 127-128 yang menyatakan

bahwa karena kekuasaan Fir'aun dengan bantuan tukang sihirnya yang mampu menyulap sesuatu bentuk ke bentuk lainnya menjadikannya keras kepala dan menyatakan sebagai figur yang harus disembah. Oleh sebab itu ketika ada salah seorang pemuka Fir'aun mengatakan bahwa: apakah engkau tidak takut dengan ancaman Musa bagi siapa saja yang membuat keonaran dan mengaku Tuhan di muka bumi ini ?. Dengan lantangnya Fir'aun menjawab, aku akan membunuh dan membuat malu bagi para perempuan mereka, karena kita dapat memaksakan kehendak untuk membuat orang lain tunduk kepada kita semua.

58

ada hukum bunuh bagi mereka, kecuali bagi mereka yang dengan

sihirnya membunuh orang, maka ia wajib dibunuh.

7. Golongan ahli Sunnah berpendapat bahwa sihir merupakan

sesuatu yang lazim dan ada. Sedangkan kaum Mu'tazilah

menyatakan bahwa sihir adalah khayalan atau tipuan sesuatu atas

sesuatu. Hal tersebut dapat dilihat dalam sulapan.48

8. Hukuman sihir, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal menyatakan

bahwa orang yang melakukan sihir atas diri dan perkataannya

sendiri adalah kafir dan dihukum bunuh serta taubatnya tidak

diterima karena termasuk kafir zindiq dan zina. Hukum bunuh

tersbeut berlandaskan pada riwayat Umar, Utsman, Ibnu Umar,

Hafshah, Abu Musa, Qois bin Sa'd bahwa: Hukum penyihir

adalah di dera (dipukul) dengan pedang. Akan tetapi Ibnu al-

Mundzir berpendapat jika orang tersebut tidak mau bertaubat

maka ia wajib dibunuh.49

Oleh karenanya ketika Qurthubi menjumpai surat al-A’raf:

113-122, ia menjelaskan bahwa ketika para penyihir berkumpul yang

menurut Ibnu Abd al-Hikam bahwa mereka berjumlah 12 golongan

dan setiap satu golongan terdapat 20 ahli dan setiap pengawasan

orang ahli tersebut terdapat 1000 penyihir. Sebagai pemimpin

mereka adalah Syam'un. Akan tetapi mengenai jumlah terdapat

perbedaan, ada yang mengatakan 70 orang, ada juga 73 orang.

Mereka membuat perjanjian dengan fir'aun jika seandainya

pertunjukan tersebut dimenangkan oleh para ahli sihir yaitu dengan

48Untuk menguatkan pendapat ini aliran Mu'tazilah berpegang pada Q.S: Thaha: 66 dan

al-A'raf: 116 49Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshori al-Qurthubi, al-Jami' Li Ahkam al-

Qur'an, Dar al-Kutub al-Almiyah, Beirut, Libanon, t.th., Jilid I, hlm. 30-dst

59

meminta imbalan. Akhirnya permintaan tersebut dikabulkan oleh

Fir'aun dengan catatan kalau mereka memenangkan laga tersebut.

Akhirnya pertandingan tersebut dimulai dengan para ahli sihir

yang melemparkan tali-tali dan tongkat mereka yang seketika itu

menjadi ular hidup. Ahli sihir tersebut menyulap mata orang di

sekitar bahwa apa yang dilihatnya adalah nyata, pada hakekatnya

adalah tipuan belaka, sehingga tali-tali yang dilemparkannya seolah-

olah hidup dan bergerak-gerak, padahal tali tersebut pada hakekatnya

masih berupa tali dan tidak bergerak sama sekali.

Inilah mengapa redaksi yang digunakan al-Qur'an sebagai

padanan kata sihir adalah kata 'adhim, yang berarti sangat besar

sekali untuk tidak mendekati pada kenyataan aslinya (realitas),

sehingga jauh dari hakekat sesuatu tersebut. Oleh karenanya apa

yang dilemparkan oleh para penyihir Fir'aun, yang berupa tali-tali

dan tongkat, pada dasarnya adalah tipuan belaka, karena tidak ada

keasliannya atau kebenarannya.

Akhirnya atraksi yang dilakukan para penyihir Fir'aun

membuat rasa takut para pengunjung. Akan tetapi karena kekuasaan

Allah dengan perantara nabi Musa dengan tongkatnya yang berubah

menjadi ular besar dan melahap ular-ular jelmaan para penyihir

Fir'aun menjadikan masyarakat mana yang disebut sihir dan mana

yang disebut dengan mu'jizat sebagai salah satu bukti kenabian

Musa. Akibat kekalahan tersebut, para penyihir akhirnya bertekuk

lutut dan mengakui kehebatan Musa dan mengakui kekuatan Tuhan

sebagai pengatur alam ini.50

50Ibid., hlm. 165-166

60