bab iii perselisihan antara gmist dan kgpm...
TRANSCRIPT
BAB III
PERSELISIHAN ANTARA GMIST DAN KGPM
3.1 Gambaran Lokasi Penelitian
3.1.1 Sejarah Desa Sawang
Nama Kampung Sawang, berasal dari asal kata Sasowang, artinya tempat
berlabuh atau teluk kecil. Pada zaman dahulu, transportasi antar pulau hanya dengan
menggunakan perahu layar yang juga memerlukan tenaga manusia untuk mendayung.
Ketika tiba pada musim angin selatan bertiup kencang, maka orang-orang berlayar dari
Talaud, Sangihe besar dan dari tempat yang lain berlindung di Sawang yang dianggap
sebagai Labuan yang paling aman ketika musim angin selatan. Sambil menunggu tiupan
angin selatan berhenti, hal yang menarik perhatian dari para pelaut, di tempat labuhan
ini adalah pantainya yang indah dan juga di pantai ini ada sumber mata air, sehingga
sangat mudah orang-orang yang ada diperahu untuk mengambil air. Pantai ini disebut
pantai Lilento, sampai sekarang ini. Seiring berjalannya waktu, lama kelamaan ada para
nelayan yang datang menangkap ikan di daerah sekitar tempat Labuan ini dan
mendirikan tempat tinggal darurat yang disebut daseng sehingga pantai tersebut mulai
ramai karena sudah ada penghuninya.
Pada umumnya pada waktu itu penduduk asli di Pulau Siau bermukim di
pedalaman yang menghindar dari serangan suku Mindanau yang sewaktu-waktu datang
melakukan penyerangan pada penduduk yang bermukim di pesisir pantai. Karena pantai
ini semakin ramai, maka mulailah penduduk di pedalaman turun bergabung dengan
penduduk pesisir pantai. Sehingga pesisir pantai semakin padat dan menjadi sebuah
pemukiman yang lebih padat.
Oleh pemerintah pada waktu itu yang berpusat di kota Ulu-Siau dengan melihat
dibagian selatan pesisir pantai ini sudah banyak penduduk yang bermukim, maka diutus
seorang penghulu yang bernama Bawone yang berasal dari Tarorane Ulu untuk
memimpin masyarakat yang ada di pesisir pantai selatan tersebut. Olehnya dibentuklah
suatu perkampungan dengan sebutan Sasowang dan yang lama kelamaan dirubah
menjadi Sawang yang berarti teluk.1
Seiring berjalannya waktu, sekarang Kampung Sawang sudah berkembang. Di
sana telah dibangun pelabuhan kapal veri dan juga pelabuhan kapal penumpang, sebab
sudah menjadi sebuah Kecamatan, yaitu Kecamatan Siau Timur Selatan yang disahkan
pada tanggal 8 Agustus 2002. Camat yang pertama adalah Bpk. Drs. J. Tangkabiringan.
Kampung Sawang pada mulanya termasuk dalam Kecamatan Siau Timur, masih satu
kecamatan dengan Kota Ulu. Namun karena Siau juga telah menjadi ibukota Kabupaten
SITARO (Siau Tagulandang Biaro), maka diadakan pembagian, karenanya Sawang
menjadi Ibu Kota Kecamatan SiauTimur Selatan.
Selain dua pelabuhan yang telah dibangun tersebut, di sana juga telah tersedia
sarana pemerintahan yaitu kantor camat, kantor polisi, kantor kapitalau. Sarana
pendidikan, SD YPK GMIST Sawang, SMP Negeri 1 Siau Timur Selatan. Sarana
kesehatan, puskesmas dan rumah sakit. Sarana-sarana ini benar-benar memudahkan
masyarakat yang memiliki kepentingan dengan semua sarana tersebut.2
Melalui uraian hasil wawancara di atas, maka diketahuilah bahwa sebenarnya
Kampung Sawang ini hanyalah sebuah tempat dimana dulu selalu menjadi tempat
persinggahan saja karena posisinya yang stategis dan juga memiliki pantai yang indah
dengan faktor lain seperti air yang dapat dimanfaatkan oleh para pesinggah itu, yang
1 Hasil wawancara dengan JK (7 Januari 2013), OT(8 Januari 2013), JT (9 Januari 2013).
2 Hasil wawancara dengan JWM. M( 9 Januari 2013)
lama kelamaan mulai berkembang sehingga akhirnya menjadi suatu Kampung yang
memiliki fasilitas perhubungan yang lancar dan sistim pemerintahan yang baik karena
telah menjadi pusat kecamatan.
3.1.2. Sejarah Berdirinya Gereja Jemaat GMIST Sawang3
Pada tahun 1857, Injil masuk di Siau yang dibawa oleh para zendeling tukang
yaitu A. Grohe dan F. Keling, pada saat itu juga di seluruh Siau tersebar kabar tentang
kedatangan mereka. Adapun yang tergerak hati ingin mendatangi para zendeling tukang
tersebut serta ingin mendengarkan berita yang mereka sampaikan adalah tiga orang
perempuan yakni: almarhumah Maria Tamalero, Marta Patoh dan Lidia Kantohe. Hanya
tiga orang perempuan inilah yang rela menempuh perjalanan yang jauh demi ingin
mendengarkan Injil. Ketiga orang perempuan ini bertempat tinggal di desa Sawang
tepatnya di kampung Lilento karena sawang sebenarnya terdiri dari 5 kampung yaitu:
Kampung Lilento, Enekadio, Pahepa, Keaengbatu serta Binalu.
Injil diberitakan di Ulu tepatnya di kampung Akesimbeka yang sekarang tempat
berdirinya gereja pertama di pulau Siau. Di sana, para zendeling memberitakan Injil
yang didengar oleh orang-orang dari seluruh pelosok pedesaan termasuk ketiga orang
perempuan yang telah disebutkan di atas. Ketika mendengar dan memahami Injil maka
pulanglah kembali ketiga perempuan ini. Sesampainya di sawang tepatnya di Lilento,
mereka mulai menceritakan apa yang telah mereka dengar di Ulu kepada keluarga
mereka serta kepada seluruh masyarakat di sana.
Ibadah pertama dilaksanakan di Lilento tepatnya di rumah keluarga “Lawa
Kawoka” yang lokasinya sekarang ini ditempati oleh “Mananeke Tunduge” Persekutuan
3 Stambook/buku register Jemaat Sawang
pertama itu terjadi pada tanggal 16 April 1857, meskipun baptisan, perkawinan dan
perjamuan kudus masih dilaksanakan di Ulu, tepatnya di Gedung Gereja Induk.
Jumlah orang-orang yang menerima injil lama kelamaan semakin bertambah,
maka pada tahun 1900 Paul Keling mengutus penginjil yang bernama Petrus Natang
untuk memimpin pelayanan di wilayah Timur Selatan, termasuk di dalamnya adalah
Sawang. Maka pada waktu itu dibangunlah rumah Ibadah di Sawang Lilento yang
masih ada sampai sekarang ini.
Gambar 1. Gereja Jemaat GMIST Sawang
Oleh usaha Petrus Natang dan karena sudah ada pembangunan gedung gereja,
akhirnya perjamuan kudus, baptisan dan perkawinan telah dilaksanakan di Sawang
meskipun masih di bawah pelayanan Paul Keling. Kecuali Katekisasi sudah
dipercayakan langsung kepada Petrus Natang. Perjamuan kudus dan baptisan
dilaksanakan setahun sekali.
3.1.3. Lokasi Penelitian
1. Letak Geografis
Gambar 2. Peta Kampung Sawang
Berdasarkan letak geografis, kampung Sawang berbatasan dengan kampung,
lautan dan juga perkebunan. Adapun akan diuraikan sebagai berikut: Di sebelah Utara,
Kampung sawang berbatasan dengan Kampung Mala. Di sebelah Timur dengan lautan
tempat di mana sebagian masyarakatnya yang berprofesi sebagai nelayan memperoleh
penghasilan. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kampung Biau. Sedangkan di
sebelah Barat, Kampung Sawang berbatasan dengan lahan perkebunan masyarakat,
yaitu, perkebunan pala, cengkih dan kelapa yang juga menjadi sumber penghasilan
masyarakat setempat.4
2. Demografis
Secara demografis, Kampung Sawang terdiri dari 258 KK, dengan memiliki
jumlah keseluruhan penduduk yaitu sebanyak 827 jiwa. Terdiri dari 409 orang laki-laki
dan 418 orang perempuan.5
3.2 Keadaan Masyarakat
3.2.1 Kebudayaan/ adat Istiadat
Sampai sekarang, bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi antar sesama
adalah bahasa daerah. Hal ini tidak pernah hilang, sebab itu adalah budaya sejak dahulu
kala. Namun bukan berarti masyarakat di sana tidak mengerti bahasa Indonesia yang
baik dan benar dilihat dari tingkat pendidikan yang telah diuraikan di atas, maka dapat
diketahui bahwa sebagian besar masyarakat yang ada di sana memiliki pendidikan yang
cukup untuk dapat mengerti dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Hanya
saja, bahasa daerah tetap dipertahankan sebagai suatu warisan yang patut dijaga agar
tidak dilupakan.
Tulude, suatu acara yang senantiasa dilakukan setahun sekali, pada bulan
Januari. Acara ini adalah suatu kegiatan pengucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa yang telah menyertai dan melimpahkan berkat pada sepanjang tahun yang sudah
berlalu, dan memohon perlindungan untuk menjalani tahun yang baru yang hendak di
lewati. Di dalamnya diadakan ibadah dan acara makan bersama serta melaksanakan
kegiatan masamper. Masamper adalah suatu kegiatan menyanyi yang di dalamnya berisi
4 Hasil Observasi, (5 januari 2013)
5 Data Desa, hasil sensus tahun 2011.
puji-pujian kepada sang pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa, yang tujuannya sudah
sangat jelas yaitu sebagai rasa ucapan syukur.
Budaya inilah yang tak pernah hilang di Kampung Sawang dan sebagian besar
Kampung yang ada di pulau Siau. Tulude sudah menjadi tradisi bersama yang takkan
terhapus oleh waktu dan pengaruh luar apapun itu. Karena adanya anggapan bahwa
seseorang harus menjaga apa yang menjadi warisan dari para nenek moyang agar tidak
tergeser oleh perkembangan zaman.
3.2.2 Sosial
Dilihat dari realita keberadaan masyarakat yang dalam kesehariannya selalu
diwarnai dengan sikap gotong-royong dan saling membantu satu dengan yang lain, yang
berkelebihan berbagi dengan orang-orang yang berkekurangan. Jadi hubungan sosial
yang terjalin di sana sangatlah baik.6
Situasi keakraban ini berlangsung secara turun temurun kecuali sekarang setelah
konflik internal GMIST yang mengakibatkan perpecahan gereja, turut mempengaruhi
kebersamaan. Semua kegiatan gotong royong dilaksanakan berdasarkan anggota gereja
masing-masing. Kalaupun bekerja bersama di bawah kordinir pemerintah, akan sangat
jelas pengaruh konfliknya, di mana anggota gereja GMIST berkumpul dengan
sesamanya demikian juga dengan KGPM. Tidak ditemukan kembali keakraban seperti
dulu, sebab antara anggota GMIST dan KGPM tidak lagi tercipta komunikasi yang
baik.7
3.2.3 Ekonomi
Keadaan ekonomi masyarakat yang ada di sana baik, karena sebagian besar
masyarakat di sana memiliki perkebunan pala, cengkeh dan kelapa. Darinya dapat
6 Hasil wawancara dengan FT. RK. LS. RT(27 Desember 2012).
7 Ibid.
diperoleh hasil yang memuaskan. Ada juga yang berprofesi sebagai nelayan, pegawai
dan wiraswasta, sehingga dapat membiayai anak-anak mereka sampai ke perguruan
tinggi dan dapat membangun tempat tinggal yang layak.
3.2.4 Politik
Gambar 3. Struktur Organisasi Pemerintahan Kampung Sawang
Pemerintah Kampung yang termasuk dalam struktur Kampung Sawang ini
melalui proses pemilihan yang diikuti oleh segenap warga Kampung. Yang dipilih
adalah Kapitalau (Kepala Kampung) dan wakil Kapitalau. Sedangkan yang anggota-
anggota yang lain di pilih dan dilantik oleh Kapitalau dan Wakil Kapitalau.
Keadaan politik di sana sangat baik. Hubungan pemerintah dengan masyarakat
terjalin dengan akrab. Apakah itu pemerintah kampung, ataupun kecamatan. Sebab
kampung Sawang adalah pusat kecamatan Siau Timur Selatan.
3.2.5 Pendidikan
Dalam hal pendidikan masyarakat kampung sawang masih masuk pada taraf
tengah dimana banyak juga yang tidak memiliki pendidikan yang cukup dan ada juga
yang sudah memiliki pendidikan yang baik setidaknya selesai di bangku SMP, SMA
bahkan Perguruan Tinggi.
3.3 Kronologis Kisah Terciptanya Konflik
Adapun dalam bagian ini akan penulis jelaskan apa saja yang melatarbelakangi
sehingga terjadi konflik internal gereja GMIST Sawang dan membuahkan hasil
perpecahan sehingga didirikannya jemaat KGPM Sentrum Sawang serta rusaknya
interaksi sosial.
Setelah melakukan wawancara langsung terhadap para responden yang dipilih
sendiri oleh penulis mengingat bahwa mereka adalah oknum-oknum yang memiliki
andil yang besar pada masa puncak terjadinya konflik, maka diperoleh hasil yang akan
penulis uraikan di bawah ini berdasarkan faktor-faktor pemicu yang mempengaruhinya:
Faktor Manajemen Personil GMIST, faktor Ekonomi, Relasi Pendeta X dan Pendeta L
dengan Jemaat, faktor budaya, dan Faktor Pendidikan.
3.3.1 Faktor Manajemen Personil GMIST
Berbicara tentang manajemen personil itu berarti bahwa cara mengatur yang
sistematis dan baik setiap personil atau anggota GMIST dalam sikap berjemaat. Baik
pelayan jemaat maupun anggota jemaat haruslah mengetahui benar apa dan bagaimana
harusnya mengatur diri sendiri dan persekutuan yang ada, agar setiap gesekan-gesekkan
yang bisa menimbulkan konflik sanggup diatasi.
Konflik berawal ketika datangnya surat keputusan mutasi terhadap pendeta X
pada bulan Agustus 2010, sebab berdasarkan hasil sidang sinode, pendeta X ini harus
segera pindah ke desa lain di pulau Tagulandang yang agak jauh dari pulau Siau.
Mendengarkan keputusan ini ada anggota yang tidak setuju sehingga melakukan
berbagai aksi untuk mengeluhkan agar pendeta X jangan dipindahkan sebab belum
selesai masa pelayanannya. Pun karena anak semata wayang dari pendeta X ini
bersekolah di SMP Negeri 1 Siau Timur Selatan di desa Sawang. Besar kerinduan dari
anggota-anggota jemaat yang tidak setuju akan keputusan tersebut untuk melihat anak
tersebut menyelesaikan sekolahnya sebab berpapasan saat itu anak pendeta X sudah
duduk di bangku kelas tiga.8
Berbagai cara yang mereka lakukan untuk mempertahankan pendeta X agar
tidak jadi dimutasi. Memang tidak semua yang pindah itu yang turut memperjuangkan
pendeta X. Karena yang lain hanya ikut berpindah saja, sebab terpengaruh dengan
mereka yang dengan antusias ingin menentang keputusan BPS GMIST. Oknum-oknum
yang berperan dalam aksi protes yang melahirkan konflik tersebut adalah W, A, G, L, R
dan T.9
Berbagai aksi yang mereka lakukan adalah, mengumpulkan tanda tangan dari
anggota-anggota jemaat yang sekiranya mendukung agar pendeta bersangkutan tidak
dimutasi. Mereka berhasil mengumpulkan 350 tanda tangan. Termasuk tanda tangan
orang-orang yang tidak ikut berpindah, hanya saja yang tak menginginkan perpecahan.
Catatan tersebut kemudian diajukan ke resort untuk dijadikan bahan pertimbangan, tapi
yang oleh resort bapak W disarankan untuk menghadap ke Sinode sebab itu merupakan
kebijakan Sinode. Bapak W datang menghadap ke Sinode yang ada di pulau Sangihe
yang harus menempuh perjalanan melalui laut selama kurang lebih 5 jam, dan beliau
kaget mendengar penyampaian Sinode bahwa itu merupakan permintaan dari pihak
Resort. Bapak W kemudian menunggu selama tiga hari di sana sebab Sinode
8 Hasil wawancara dengan EW(10 Januari 2013), AL. FG(9 Oktober 2012), ET. NT(27
Desember 2012). 9 Hasil Wawancara dengan EW(10 Januari 2013), AL. FG(9 Oktober 2012), BT(9 Januari
2013).
menjanjikan untuk menyampaikan kebijakan hasil perundingan BPS (Badan Pekerja
Sinode) tentang keluhan itu. Namun sia-sia penantian beliau sebab Sinode tidak
mengambil kebijakan apa pun malah menyarankan untuk bertemu kembali lagi dengan
pihak Resort GMIST Siau Timur.10
Kembali dari Pulau Sangihe tepatnya di kota Tahuna, bapak W pun
membicarakan peristiwa yang dialaminya pada beberapa orang temannya yang namanya
telah saya uraikan di atas. Setelah berunding maka mereka memutuskan untuk kembali
menghadap pihak Resort GMIST Siau Timur. Hasilnya pun tak memuaskan sebab pihak
Resort GMIST tidak mengindahkan keluhan-keluhan dan ancaman mereka.11
Selanjutnya mereka mengundang massa untuk menghadap ke Resort GMIST
dan tidak lagi dengan cara baik-baik namun melakukan semacam demo, berteriak di
depan Resort GMIST bahkan tindakkan membakar ban mobil bekas pun di lakukan
dengan tujuan agar keluhan mereka diindahkan. Pada kesempatan inilah mereka
menyampaikan ancaman bahwa mereka akan berpindah ke KGPM, berdasarkan usulan
ibu T, Tapi semua tindakan itu tidak mendapat respon baik dari pihak resort.12
Di tengah keadaan yang semakin runyam karena tindakkan dari pihak yang tidak
setuju tersebut, majelis jemaat atas pimpinan Wakil Ketua jemaat mengadakan rapat
majelis jemaat untuk membicarakan acara temu pisah pendeta X dengan pendeta yang
baru yang akan menggantikan dirinya, sekalian dengan pembacaan keputusan mutasi
pendeta-pendeta yang oleh pihak Resort GMIST Siau Timur akan dilaksanakan di
GMIST Sawang. Selain membicarakan apa yang akan dipersiapkan untuk pelaksanakan
kegiatan serah terima pendeta tersebut mereka membicarakan berapa dana yang akan
10
Ibid., EW. AL. FG. 11
Ibid., EW. AL. FG dan RK(27 Desember 2012), JWM. GRT(9 Januari 2013), WM(5 Januari
2013), JT(9 Januari 2013). 12
Ibid.
dikeluarkan untuk pendeta X sebagai ucapan terima kasih terhadap pelayanannya di
jemaat GMIST Sawang. Maka berdasarkan kesepakatan bersama, diputuskan bahwa
dana yang akan dikeluarkan oleh jemaat untuk pendeta X adalah sebesar Rp.10.000.000,
yang rencananya akan diserahkan pada hari serah terima tersebut.13
Tiba saatnya serah terima yang dihadiri semua pendeta jemaat Resort GMIST
Siau Timur dan ketua BPS yang sangat menyakitkan hati adalah pendeta X tidak hadir
dalam acara tersebut. Karena sebenarnya pendeta X yang memang tidak ingin dirinya
dipindahkan dari jemaat GMIST Sawang. Pada saat yang sama, oknum-oknum yang
tidak setuju keputusan mutasi tersebut, menyerahkan langsung pada calon pendeta baru
yang akan menggantikan pendeta X surat penolakkan pendeta tersebut. Di mana mereka
tidak mau menerima pendeta L untuk melayani di jemaat Sawang, yang membuat
situasi semakin runyam.14
Dalam keadaan yang semakin kacau, ketua BPS mengambil kesempatan datang
menjumpai pendeta X yang juga disaksikan oleh beberapa orang baik dari pihak yang
pro atas keputusan mutasi maupun dari pihak yang kontra. Ketua BPS bertujuan
menegur pendeta X bahwa sebenarnya seorang pelayan itu harus siap ketika dia harus
dipindah-pindahkan kemana saja. Sebab itulah tugas seorang pelayan. Tapi keadaan
lebih kacau ketika terjadi perdebatan antara ketua BPS dan pendeta X. Pendeta X
menyatakan diri bahwa dia akan mengundurkan diri dari GMIST, atau tidak lagi ingin
melayani di GMIST. Menurut penuturan jelas ketua BPS, pendeta X adalah semacam
orang yang senang ketika suatu jemaat menjadi kacau karena disebabkan oleh dirinya,
pendeta X merasa bangga.15
13
Hasil wawancara dengan TM. S(5 Januari 2013). 14
Hasil wawancara dengan TM(5 Januari 2013), YM. RT. WT(6 Januari 2013), RT(27
Desember 2012). 15
Hasil wawancara dengan WBS(6 Januari 2013).
Konflik di jemaat GMIST Sawang sulit diatasi karena sudah ada prakondisi
konflik atau benih-benih konflik yang tertanam pada beberapa oknum-oknum hanya
saja mendapatkan celah untuk keluar nanti pada saat keputusan mutasi pendeta X.16
Ketua BPS tahu pasti oknum-oknum tersebut yaitu mereka yang namanya telah saya
sebutkan pada paragraf sebelumnya. Sebab beliau juga menyebutkan nama mereka saat
sedang diwawancarai. Menurut penuturan ketua BPS, keputusan BPS dan Resort Siau
Timut atas mutasi pendeta X adalah telah benar dan tepat. Hanya saja bagi beliau
sendiri, jika mereka memang orang-orang yang memiliki kualitas yang baik, haruslah
dibicarakan dengan baik bila mana mereka ingin pindah, jangan dengan cara yang salah
dan kasar. Sebab mereka yang benar-benar ingin agar keputusan itu ditunda datang ke
rumah ketua BPS 2 hari setelah peristiwa serah terima pendeta, bukan lagi berbicara
dengan baik-baik solusi apa yang dapat diambil agar jemaat GMIST Sawang tidak
hancur, melainkan mereka meminta agar ketua BPS tidak lagi membuat tindakkan
untuk menghalang-halangi keinginan mereka untuk keluar dari GMIST secara umum
dan Jemaat GMIST Sawang pada khususnya. Maka dengan tegas tapi ikhlas ketua BPS
mengatakan, jika itu keinginan kalian, jika itu yang terbaik menurut kalian, maka
lakukanlah.17
Mereka pun keluar dari GMIST setelah 4 kali beribadah di gereja KGPM yang
ada di Balirangen, mereka menyusun surat resmi menyatakan bahwa mereka keluar dari
GMIST setelah mereka mendapatkan tempat ibadah sementara yaitu di rumah keluarga
Gaghenggang dan menyerahkannya langsung ke Resort Siau Timur dan Sinode
GMIST.18
16
Ibid. 17
Ibid. 18
EW (10 Januari 2013).
Pada sidang Sinode KGPM yang di laksanakan di Tumpaan Amurang, mereka
yang keluar dari GMIST disahkan menjadi calon sidang KGPM. Pada sidang
selanjutnya tahun 2012, mereka telah sah dinyatakan sebagai sidang Sentrum KGPM di
Sawang. Mengapa mereka dinyatakan sebagai sidang sentrum karena mereka adalah
sidang terbesar yang ada di Siau dilihat dari jumlah anggota sidang.19
Gambar 4. Gedung Gereja Jemaat KGPM dalam Proses Pembangunan
Alasan mengapa mereka ingin berpindah ke KGPM sebab mereka telah tidak
cocok dengan GMIST, dan besar kekecewaan mereka atas tindakkan BPS GMIST dan
Resort GMIST yang menganggap remeh mereka. Menurut mereka pihak Resort dan
BPS GMIST berpikir mereka tidak pernah mampu keluar dari GMIST, dan mungkin
saja hanya akan mendirikan gereja baru di bawah payung GMIST. Alasan tersebut yang
diucapkan oleh pihak yang berpindah ke KGPM. Sedangkan berdasarkan keterangan
dari anggota GMIST sendiri, mereka berpindah karena memiliki tujuan yaitu ingin
memiliki jabatan dalam gereja yang baru dan ketidakcocokan mereka dengan sesama
19
EW(10 Januari 2013), AL. FG(9 Oktober 2012).
pelayan jemaat lainnya, serta keinginan mereka untuk tetap mempertahankan pendeta X
tidak diindahkan.20
Memang yang memprofokasi untuk terjadi konflik adalah para majelis jemaat,
namun berdasarkan penuturan responden dari pihak GMIST, mereka ingin memiliki
jabatan yang lebih tinggi saja yang tidak sekedar Penatua yang berperan sebagai
koordinator kelompok melainkan juga sebagai yang tertinggi di gereja.21
Sebagaimana berdasarkan peraturan gereja GMIST, selain pendeta yang bisa
memimpin ibadah di mimbar besar Gereja hanyalah penatua, untuk itu jabatan sebagai
penatua adalah jabatan yang tertinggi sebagai seorang majelis jemaat. Maka sangat tak
mengherankan jika jabatan sebagai penatua diperebutkan. Sebagai penatua, seseorang
cenderung dihormati oleh anggota jemaat pada umumnya. Karena alasan tersebut maka
majelis jemaat turut larut dalam konflik internal GMIST ini, dan mereka pun terpecah
sesuai dengan konflik yang ada yaitu ada yang pro dan ada yang kontra terhadap
keputusan tersebut. Pelopor pecahnya GMIST Sawang adalah majelis jemaat.22
3.3.2 Faktor Ekonomi
Mengapa penulis mencantumkan faktor ekonomi? Sebab faktor ini yang juga
menjadi pemicu pecahnya jemaat GMIST Sawang. Faktor ekonomi pastilah berkaitan
dengan dana atau uang yang ada di jemaat GMIST Sawang, menyangkut pengelolahnya
serta bagaimana cara mengelolahnya. Pengelolahnya adalah mereka yang berperan
penting dalam mengatur dana-dana atau uang kas jemaat tersebut. Sedangkan cara
mengelolahnya adalah bagaimana dana itu digunakan untuk sebaik-baiknya demi
kepentingan jemaat atau dengan kata lain demi lancarnya pelayanan.
20
RT(27 Desember 2012), WBS(6 Januari 2013), TM(5 Januari 2013), RK. NT(27 Desember
2012). 21
Ibid., TM(5 Januari 2013). 22
RT. YM(6 Januari 2013).
Maraknya perdebatan hingga sekarang ini dari pihak GMIST Sawang dan
Sidang KGPM Sentrum Sawang adalah tentang uang persembahan. Menyangkut
banyaknya sampul syukur yang harus diberikan oleh anggota jemaat GMIST. Ada
kalimat yang paling menyakitkan hati bagi warga GMIST tentang sampul syukur yaitu
sampul panjang pendek. Warga jemaat KGPM mengatakan bahwa mereka tidak seperti
GMIST yang memiliki banyak tanggungan terkait dengan uang persembahan.23
Berdasarkan hasil wawancara disebutkan bahwa gaji pendeta di masa pendeta X
adalah Rp 750.000 di luar tunjangan dari masing-masing kelompok yang tergantung
dari besarnya kelompok tersebut. Sedangkan sekarang tunjangan dari kelompok-
kelompok ditiadakan tapi gaji pendeta dijadikan RP 1.500.000 perbulannya.24
Pendeta X adalah orang yang sangat memperhatikan administrasi gereja
sehingga segala sesuatu yang terkait dengan keuangan jemaat dikoordinir oleh beliau.
Semua uang persembahan yang masuk harus melalui beliau terlebih dahulu lalu
diserahkan kepada bendahara yang selanjutnya dimasukkan ke buku tabungan di Bank
BRI. Beliau paling memperhatikan keterlambatan dari kelompok-kelompok ketika harus
menyetor uang persembahan bulanan ke jemaat GMIST (Sebelum Perpecahan). Jika
terlambat maka akan beliau umumkan pada saat warta jemaat di minggu siang saat
ibadah. Tindakan beliau ini menurut sebagian anggota jemaat adalah tindakkan disiplin
yang baik dalam mengkordinir keuangan jemaat, sedangkan oleh sebagian anggota
jemaat itu sangat mengganggu dan merasa pendeta X tidak menghargai warga jemaat
yang terpilih sebagai sekertaris dan bendahara jemaat.25
Kalau ada kelompok yang
terlambat memberikan tunjangan kesejahteraan pendeta, maka akan diumumkannya
lewat toa, dan tindakkan tersebut membentuk pikiran yang negatif oleh sebagian besar
23
Observasi dilakukan oleh penulis sejak 27 Desember- 5 Januari 2013. 24
TM(5 Januari 2013), SA(29 Desember 2012). 25
Ibid.
anggota jemaat.26
Karena sikapnya yang terlalu suka mengatur keuangan gereja dan
menuntut untuk tepat waktu dalam penyetoran menimbulkan pikiran buruk tentang
dirinya. Bahwa beliau benar-benar melayani untuk uang. Yang menurut penuturan salah
seorang responden, beliau tidak mau berpindah dari jemaat GMIST Sawang karena
jemaat GMIST Sawang adalah jemaat yang sanggup mengsejahterakan pelayan gereja.27
Pendeta L yang sekarang menjabat sebagai pendeta di jemaat GMIST Sawang
sangat berbanding terbalik dengan pendeta terdahulu. Beliau tidak pernah mau
mengkordinir langsung keuangan jemaat semua beliau serahkan kepada sekertaris dan
bendahara jemaat. Beliau tidak mau menyentuh uang jemaat langsung sebab bagi beliau
hal tersebut adalah tugas mutlak bagi mereka yang telah dipercayakan oleh jemaat
GMIST Sawang. Beliau hanya bertugas memeriksa laporan keuangan bulanan yang
diserahkan baik oleh petugas-petugas kelompok maupun bendahara jemaat sendiri. Jadi
uang jemaat sekarang semua ada di tangan bendahara jemaat dan tidak lagi disimpan di
bank.28
Tanggapan dari anggota jemaat GMIST Sawang sehubungan dengan jumlah
pundi persembahan dan juga sampul-sampul syukur, bagi mereka itu merupakan hal
yang biasa sebab itu merupakan kewajiban dari anggota jemaat. Sebab, uang yang
dikumpulkan dipergunakan untuk kepentingan bersama dalam persekutuan gereja-
gereja GMIST secara umum dan juga persekutuan jemaat GMIST Sawang secara
khusus. Asalkan masing-masing mengetahui dengan baik manfaat pemberian
persembahan hal tersebut tidaklah menjadi masalah. Semua kembali pada kesadaran
dari masing-masing anggota jemaat tanpa tak ada paksaan harus berapa jumlah uang
26
YM(5 Januari 2013). 27
Ibid. 28
Ibid
yang akan dikumpulkan, melainkan sesuai dengan kemampuan dari masing-masing
orang.29
Dari anggota sidang sentrum KGPM sendiri sering menjadikan jumlah pundi
persembahan sebagai alasan mengapa mereka sudah senang telah berpindah ke KGPM
karena mereka terbebas dari berbagai pemberian uang dalam sampul syukur. KGPM
tidak memiliki kebiasaan untuk sampul syukur kata mereka waktu diwawancarai
sehingga mereka tidak lagi terbeban dengan tanggung jawab sebagai anggota jemaat
yang berkewajiban memberi persembahan-persembahan syukur.30
Jumlah pundi persembahan sejak dahulu adalah 4 pundi. Tiga yang dijalankan
oleh kelompok asistensi jemaat yang dipercayakan melayani setiap hari minggu sesuai
daftar pelayanan kelompok, dan juga satu pundi yang diletakan didepan mimbar gereja.
Nanti setelah kehadiran pendeta X pada tahun 2007, pemberian persepuluhan
diwajibkan untuk segenap anggota jemaat. Hingga kini pada masa pelayanan pendeta L
kotak persepuluhan tetap diletakkan di depan mimbar gereja hanya saja tidak seperti
dulu waktu pelayanan pendeta X anggota jemaat seakan-akan tertekan dan malu kalau
tidak memberi persembahan persepuluhan sebab takut akan diumumkan oleh pendeta
yang bersangkutan.31
Pertanyaan mendasar adalah, mengapa orang-orang yang telah
pindah ke KGPM dengan salah satu alasannya yaitu di GMIST telalu banyak
tanggungan sampul, justru mempertahankan pendeta X yang adalah pencetus keharusan
memberi persepuluhan tersebut?. Alasan yang dijumpai oleh penulis sendiri adalah
karena mereka merasa kasihan terhadap pendeta X dan mereka tidak merasa cocok lagi
29
TM(5 Januari 2013), RT. YM(6 Januari 2013), RT(27 Desember 2012). 30
Ibid. 31
Ibid.
dengan GMIST.32
Alasan lainnya adalah karena mereka ingin tetap mempertahankan
kedudukan sebagai majelis jemaat.33
Fakta di lapangan berdasarkan hasil wawancara menunjukan bahwa memang
para majelis jemaat memiliki gaji dari jemaat sesuai dengan jabatan yang mereka miliki.
Yaitu, yang masuk dalam golongan Badan Pekerja Majelis Jemaat (BPMJ) perbulannya
sebesar Rp.200.000, sedangkan Penatua kelompok yang menjabat sebagai koordinator
kelompok perbulannya sebesar Rp. 75.000, sedangkan bendahara dan sekertaris
kelompok perbulannya Rp. 25.000. Pemberian gaji ini berlaku di jemaat GMIST
Sawang. Sedangkan di jemaat KGPM Sidang Sentrum sawang, para majelis jemaatnya
tidak menerima gaji yang menerima gaji hanyalah gembala sebagai pimpinan jemaat.
Yaitu sebesar Rp. 500.000.
Lebih jauh lagi membahas tentang faktor ekonomi dalam jemaat, pelayanan di
jemaat GMIST Sawang maupun KGPM Sidang Sentrum Sawang belum menyentuh
kehidupan anggota jemaat terkait dengan keadaan perekonomian mereka. Sebab tidak
ada tindakkan jemaat untuk turut mengkoordinir atau memperhatikan keberadaan
anggota jemaat untuk mengembangkan potensi pendapatan. Jemaat hanya
memperhatikan pemberian bantuan ketika ada hari raya gerejawi seperti paskah dan
Natal yaitu memberikan bantuan dalam bentuk uang atau sembako kepada orang tua
lanjut usia serta para janda. Sedangkan perhatian untuk memberdayakan jemaat belum
ada.34
3.3.3 Relasi Pendeta X dan Jemaat Vs Relasi Pendeta L dengan Jemaat
Menurut wawancara dengan berbagai responden baik dari pihak Jemaat GMIST
Sawang dan KGPM Sidang Sentrum Sawang terkait dengan bagaimana pelayanan
32
Ibid. 33
Ibid. 34
Ibid.
pendeta X. Pendeta X adalah orang yang paling memperhatikan anggota jemaatnya,
sehingga dia benar-benar mengetahui seluruh anggota jemaatnya bukan hanya mengenal
wajah saja tapi nama dan panggilan sehari-hari semua diketahui olehnya. Sebab pada
masa pelayanannya beliau sering berkunjung ke rumah-rumah anggota jemaat hanya
sekedar bertanya keadaan dan mendoakan mereka, tapi tindakkan itu sangat
menyenangkan anggota jemaat. Sebab pelayan-pelayan sebelum dirinya tak pernah
melakukan hal serupa.35
Pendeta X adalah orang yang tegas dan menghendaki keaktifan setiap anggota
jemaat khususnya pelayan jemaat atau yang biasa disebut majelis jemaat. Pada masa
pelayanannya ada 75 orang majelis jemaat yang sangat aktif melayani sebab takut dan
malu jika namanya diumumkan di depan segenap anggota jemaat bahwa dirinya tidak
aktif dalam ibadah walaupun hanya sekali dalam seminggu.36
Pendeta L yang sekarang menjabat sebagai pendeta jemaat GMIST Sawang,
berbeda dengan pendeta X. Beliau lebih banyak menghabiskan waktunya di pastori saja,
dan tidak mengadakan pelayanan ke rumah-rumah seperti yang dilakukan oleh pendeta
X. Tapi dia adalah orang yang sangat percaya terhadap bawahannya. Menyerahkan
semua sepenuhnya kepada pimpinan-pimpinan kelompok untuk dapat mengatur
kelompok-kelompok persekutuan sesuai dengan tugas masing-masing dari majelis
jemaat. Jadi beliau tidak begitu mengenal anggota jemaatnya sama seperti pendeta X
kepada anggota jemaatnya.37
Pada saat terjadi konflik pendeta X tidak mencoba untuk menyelesaikan
melainkan ia selalu mengadakan rapat tertutup yang menghadirkan anggota jemaat yang
35
RT(27 Desember 2012), RT. YM(6 Januari 2013), TM(5 Januari 2013), SA(29 Desember
2012), RK. NT. ET(27 Desember 2012), GRT. JWM(9 Januari 2013). 36
Ibid. 37
Ibid.
berjuang untuk mempertahankannya, sehingga sangat merusak citranya di depan
anggota jemaat secara umum, yang telah menerima keputusan BPS GMIST tersebut.38
Pada malam sebelum acara serah terima pendeta, pendeta X mengadakan rapat
tertutup pada malam sekitar pukul 20.00 beserta anggota-anggota yang mengancam
untuk pindah tersebut, menurut penuturan responden beliau tidak begitu tahu apa yang
mereka bicarakan, tapi ketika beliau sampai di sana dia diajak bicara oleh pendeta X
dengan menunjukkan 4 buah buku dari KGPM, beliau mengatakan ancamannya jika
mutasi itu tidak diberhentikan maka, dia beserta 300 anggota yang membelahnya akan
berpindah ke KGPM. Jadi, bagi responden pendeta X yang berperan dalam proses
perpecahan yang terjadi dalam Gereja GMIST Sawang.39
Pendeta L yang menjabat sekarang di jemaat GMIST Sawang tidak mengenal
baik anggota-anggota yang berpindah ke KGPM sebab ketika beliau datang dan
menjabat mereka tidak pernah hadir lagi sekalipun dalam persekutuan ibadah di gereja
GMIST Sawang. Beliau juga dimusuhi oleh anggota-anggota yang berpindah. Tapi bagi
beliau dia mengatas namakan gereja GMIST Sawang tidak pernah menutup diri ketika
anggota jemaat yang berpindah ke KGPM datang kembali ke gereja GMIST Sawang
seperti pada bulan desember kemarin ada satu anggota KGMP sidang KGPM Sawang
kembali lagi ke gereja GMIST Sawang. Hanya saja, telah terkait dengan dua lembaga
gereja yang berbeda jadi bagi yang berpindah diharuskan membacakan surat penyataan
bahwa dia beserta segenap keluarganya akan kembali lagi ke gereja GMIST Sawang.
Surat tersebut kemudian diserahkan kepada pucuk pimpinan KGPM untuk diketahui.
Anehnya adalah yang berpindah ini merupakan salah satu pelopor utama perpecahan.40
38
TM(5 Januari 2013), YM. RT(6 Januari 2013). 39
Ibid. 40
RT. LS(27 Desember 2012).
Setelah konflik yang menghasilkan perpecahan tersebut tak ditemukkan lagi
kedamaian di kampung Sawang. Perseteruan terjadi baik antara saudara bersaudara,
tetangga dengan tetangga yang intinya membawa rasa tak nyaman dalam menjalin
hubungan kemasyarakatan.41
3.3.4 Faktor Budaya
Bisa jadi budaya juga merupakan salah satu faktor yang melatarbelakangi
terciptanya konflik. Sebab berdasarkan ketiga budaya yaitu mapalus, tulude dan
masamper di mana di dalamnya masyarakat dituntut untuk bekerjasama secara penuh
untuk merealisasikan ketiga budaya yang memiliki tujuan untuk mempersatukan
masyarakat yang memiliki sikap toleransi dan rasa saling mengasihi satu dengan yang
lain yang di dalamnya menampakkan rasa percaya dengan penyembahan kepada Tuhan.
Dari ketiga budaya tersebut di atas, nampak bahwa masyarakat diperbiasakan untuk
bersikap pekah dalam artian saling membantu satu dengan yang lainnya tanpa harus
dipaksakan dengan kata lain memiliki pemikiran yang sama dan menyatu guna
kerukunan sebagai warga masyarakat kampung sawang. Sehingga, ketika terjadi
perbedaan pendapat sedikit saja dalam lingkup gereja seperti perbedaan pendapat atas
mutasi pendeta tersebut, dengan mudahnya konflik tercipta. Sebab sikap toleransi dan
saling mendukung telah hilang.
3.3.5 Faktor Pendidikan
Mengapa penulis mencantumkan faktor pendidikan sebab berdasarkan
wawancara dengan salah satu responden beliau mengatakan faktor yang juga
menentukan mengapa ada anggota-anggota gereja GMIST Sawang bisa pindah dan
mendirikan jemaat KGPM semua itu juga karena disebabkan oleh faktor pendidikan
41
RT. LS. RK(27 Desember 2012), RT. WT. YM(6 Januari 2013).
atau beliau menggunakan kata orang yang berkualitas. Baginya, jika mereka yang
berpindah adalah orang yang berkualitas maka harusnya dibicarakan baik-baik bukanya
malah mencari peluang untuk keluar dari Gereja.42
Adapun data tingkat pendidikan dari anggota sidi jemaat GMIST Sawang dan
KGPM Sidang Sentrum Sawang adalah sebagai berikut:
Gambar 4. Tabel data pendidikan anggota jemaat GMIST dan KGPM.
TK
SD
GMIST SAWANG
KGPM SIDANG SENTRUM
SAWANG
172 Orang
14 Orang
SMP
154 Orang
68 Orang
SMA
191 Orang
82 Orang
PT
59 Orang
18 Orang
42
WBS(6 Januari 2013).