bab iii biografi m. quraish shihab dan m. ali ash ...menyingkap tabir ilahi: asmaul husna dalam...
TRANSCRIPT
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
BAB III
BIOGRAFI M. QURAISH SHIHAB DAN M. ALI ASH
SHOBUNI DAN PENAFSIRAN SURAT AN-NISA’ AYAT 34,
AR-RUM AYAT 21, ATH-THALAQ AYAT 6 & 7
A. Riwayat Hidup M. Quraish Shihab dan Ali ash Shobuni
1. Biografi
M. Quraish Shihab lahir di Rappang, Sulawesi Selatan, pada
tanggal 16 februari 1944. Ia berasal dari keturunan Arab terpelajar.
Ayahnya bernama Abdurrahman Shihab (1905-1986), adalah seorang
ulama tafsir dan guru besar dalam bidang tafsir IAIN Alauddin, Ujung
Pandang.42
Sejak masa kanak-kanak, Quraish Shihab dan saudara-saudaranya
biasa dikumpulkan oleh sang ayah untuk diberi nasihat dan petuah-petuah
keagamaan. Belakangan Quraish Shihab mengetahui bahwa petuah-petuah
keagamaan dari orang tuanya itu merupakan kandungan ayat-ayat
alQur‟an dan hadis Nabi Muhammad. Pada saat berkumpul dengan
keluarga semacam itu, sang ayah juga menjelaskan tentang kisah-kisah
dalam al-Qur‟an. Tampaknya suasana keluarga yang serba bernuansa
Qur‟ani itulah yang telah memotivasi dan menumbuhkan minat Quraish
42
Mahfudz Masduki, Tafsir al-Misbah M. Quraish Shihab (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012), 9.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
Shihab untuk mendalami al-Qur‟an. Sampai-sampai ketika masuk di
Universitas Al-Azhar, Mesir, ia rela mengulang setahun agar dapat
melanjutkan studi di jurusan tafsir.43
Pendidikan Quraish Shihab dimulai dari kampung halamannya
sendiri. Ia menempuh pendidikan dasar di kota kelahirannya sendiri, ujung
pandang. Selanjutnya ia melanjutkan pendidikan menengah di Malang,
sambil mengaji di pondok pesantren Darul Hadis al-Faqihiyyah. Setamat
dari Malang, ia berangkat ke Kairo, Mesir, untuk melanjutkan studi dan
diterima di kelas II Madrasah Tsanawiyah Al-Azhar. Pada tahun 1967, ia
meraih gelar Lc pada fakultas ushuluddin jurusan Tafsir dan Hadis
Universitas Al-Azhar. Selanjutnya ia melanjutkan studinya di fakultas
yang sama, dan memperoleh gelar MA pada 1969 dengan spesialisasi
bidang tafsir al-Qur‟an dengan tesis berjudul al-Ijaz al-Tasyri‟iy li al-
Qur‟an al-karim.44
Sekembalinya ke Ujung Pandang, ia dipercaya menjabat wakil
rektor bidang akademis dan kemahasiswaan pada IAIN Alauddin, Ujung
Pandang. Selain itu, ia juga diserahi jabatan-jabatan lain, baik di dalam
kampus maupun di luar kampus. Di dalam kampus, ia diserahi jabatan
sebagai Koordinator Perguruan Tinggi Swasta. Di luar kampus, diberi
tugas sebagai pembantu Pemimpin Kepolisian Indonesia Timur Bidang
Pembinaan Mental.
43
Ibid., 10. 44
Masduki, Tafsir al-Misbah M Quraish Shihab..., 11.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
Pada tahun 1980, Quraish Shihab kembali ke Kairo dan
melanjutkan pendidikan di almamaternya yang lama yaitu Al-Azhar,
Kairo. Hanya dalam jangka dua tahun, ia menyelesaaikan program
doctoral dan memperoleh gelar doktor pada tahun 1982. Disertasinya
berjudul Nazm al-Durar li al-Biqa‟i, Tahqiq wa Dirasah. Disertasi ini
mengantarkannya meraih gelar doktor dengan yudisium Summa Cum
Laude dengan penghargaan tingkat I, spesialis keilmuannya adalah dalam
bidang ilmu-ilmu al-Qur‟an.45
Sekembalinya ke Indonesia, sejak 1984, Quraish Shihab
ditugaskan di Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Pasca Sarjana IAIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta. Selain itu, diluar kampus ia juga dipercaya
menduduki jabatan antara lain ketua MUI pusat (1984), anggota Lajnah
Pentashih al-Qur‟an Departemen Agama (1989), anggota Badan
Pertimbangan Pendidikan Nasional (1989)46
Selain itu, Quraish Shihab juga sangat aktif dalam kegiatan tulis
menulis di harian Pelita dalam rubrik “Pelita Hati”, penulis tetap rubrik
“Tafsir al-Amanah” dalam majalah amanah, ia juga sebagai dewan redaksi
penulis dalam majalah Ulumul Qur‟an dan Mimbar Ulama. Selesai
menulis di media ia juga aktif menulis buku. Tidak kurang 28 judul buku
telah ia tulis dan terbitkan yang sekarang beredar ditengah-tengah
masyarakat.
45
Masduki, Tafsir al-Misbah M Quraish Shihab..., 12. 46
Ibid., 13.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
M. Quraish Shihab adalah ulama dan intelektual yang fasih dalam
berbicara dan lancar dalam menulis. Ia sangat produktif menghasilkan
karya-karya tulis ilmiah. Diantara karya-karya Quraish Shihab yang telah
dipublikasikan ialah:47
1. Fatwa-fatwa: Seputar al-Qur‟an dan Hadis
2. Filsafat Hukum Islam
3. Hidangan Ilahi Ayat-ayat Tahlil
4. Membumikan al-Qur‟an: Fungsi dan Peranan Wahyu dalam
Kehidupan Mayarakat
5. Mukjizat al-Qur‟an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat
Ilmiah dan Pemberitaan Gaib
6. Pandangan Ulama Masa lalu dan Cendekiawan Kontemporer
“Jilbab Pakaian Wanita Muslimah”
7. Studi Kritis Tafsir al-Manar
8. Tafsir al-Manar: Keistimewaan dan Keserasiannya
9. Tafsir al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an
10. Tafsir al-Qur‟an al-Karim: Tafsir-surat-surat pendek berdasarkan
urutan turunnya wahyu
11. Wawasan al-Qur‟an : Tafsir mawdu‟iy atas Pelbagai Persoalan
Umat
12. Haji bersama Quraish Shihab: Panduan Praktis Untuk Menuju
Haji Mabrur
47
Masduki, Tafsir al-Misbah M Quraish Shihab..., 13.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
13. Sahur bersama Quraish Shihab di RCTI
14. Fatwa-fatwa seputar Ibadah Mahdhah
15. Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan
16. Mahkota Tuntunan Ilahi: Tafsir Aurah al-Fatihah
17. Untaian Permata Buat Anakku: Pesan al-Qur‟an Untuk Mempelai
18. Perempuan: dari Cinta sampai Seks, Dari Nikah Mut‟ah sampai
Nikah Sunnah, Dari Bias Lama sampai Bias Baru
19. Dia di mana-mana: “Tangan” Tuhan diBalik Setiap Fenomena
20. Panduan Puasa Bersama Quraish Shihab
21. Logika Agama: Kedudukan Wahyu dan Batas-batas Akal Dalam
Islam
22. Kumpulan Tanya Jawab Bersama Quraish Shihab: Mistik, Seks
dan Ibadah
23. Panduan Sholat Bersama Quraish Shihab
24. Perjalanan Menuju Keabadian, Kematian, Surga, dan Ayat-ayat
Tahlil
25. Tafsir al-Misbah
26. Menyingkap Tabir Ilahi: Asmaul Husna dalam Perspektif al-
Qur‟an
27. Yang Tersembunyi: Jin, Setan dan Malaikat dalam al-Qur‟an dan
as-Sunnah serta Wacana Pemikiran Ulama Masa Lalu dan Masa
Kini
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
28. Menjemput Maut: Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT 48
Tafsir al-Misbah ini berusaha memperkenalkan al-Qur‟an dengan
gaya dan model yang berbeda. Ia berusaha untuk menghidangkan setiap
surah dengan tujuan surah.
Tafsir al-Misbah yang ditulis oleh M. Quraish Shihab ini berjumlah
15 volume, mencakup keseluruhan isi al-Qur‟an sebanyak 30 juz.49
Kitab
ini pertama kali diterbitkan oleh Lentera Hati tahun 2000. Kemudian
dicetak lagi pada tahun 2004. Dari ke 15 volume ini, memiliki ketebalan
yang berbeda-beda dan jumlah yang dikandung pun juga berbeda. Di
volume I: memuat surah al-Fatihah dan al-Baqarah. Volume 2: surah „Ali
Imran dan al-Nisa‟. Volume 3: surah al-Maidah. Volume 4: surah al-
An‟am. Volume 5: surah al-A‟raf, al-Anfal dan al-Taubah. volume 6:
surah Yunus, Hud, Yusuf dan al-„Ra‟ad. Volume 7: surah Ibrahim, al-Hijr,
al-Nahl, dan al-Isra‟. Volume 8: surah al-Kahfi, Maryam, Thaha dan al-
Anbiya‟. Volume 9: surah al-Hajj, al-Mu‟minun, an-Nur dan a-Furqan.
Volume 10: surah asy-Syu‟ara, al-Naml, al-Qasas, dan al-Ankabut.
Volume 11: surah ar-rum, Luqman, as-Sajadah, al-Ahzab, Saba, Fathir
dan Yasin. Volume 12: surah ash-Shoffat, shad, az-Zummar, Gafir,
Fushilat, asy-syura, dan az-Zukhruf. Volume 13: surah ad-Dukhan, al-
Jatsiyah, al-Ahqaf, Muhammad, al-Fath, al-Hujurrat, Qaaf, adz-Dzuriyat,
ath-Thuur, an-Najm, al-Qamar, ar-Rahman, al-Waqi‟ah, al-Hadid, al-
Mujahadalah dan al-Hasyr. Volume 14: surah al-Mumtahanah, as-Saf,
48
Masduki, Tafsir al-Misbah M Quraish Shihab..., 14. 49
Masduki, Tafsir al-Misbah M Quraish Shihab..., 19.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
al-Jumu‟ah, al-Munafiqun, at-Taghabun, at-Thalaq, at-Tahrim, Tabaraq,
al-Qalam, al-Haqqah, al-Ma‟arij, Nuh, al-Jinn, al-Muzzammil, al-
Muddatstsir, al-Qiyamah, al-Insan, al-Mursalat, an-Naba‟, an-Nazi‟at
dan „Abasa. Volume 15: surah at-Takwir, al-Infithar, al-Muthaffifin, al-
Insyiqaq, al-Buruj, ath-Thariq, al-„Ala, al-Ghasyiyah, al-Fajr, al-Balad,
asy-Syams, al-Lail, al-Dhuha, asy-Syarh, at-Tin, al-„Alaq, al-Qadr, al-
Bayyinah, az-Zalzalah, al-Adiyat, at-Qari‟ah, at-Takatsur, al Asr, al-
Humazah, al-Fil, al-Quraisy, al-Maa‟un, al-Kautsar, al-Kafirun, al-Nasr,
al-Lahab, al-Iklas, al-Falaq dan an-Naas.50
Quraish Shihab dalam menyajikan uraian tafsirnya menggunakan
tertib mushafi, yaitu dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri surah an-
Naas. Diawal surah sebelum menafsirkan ayat-ayatnya, terlebih dahulu ia
memberikan penjelasan yang berfungsi sebagai pengantar memasuki surah
yang akan ditafsirkan. Kemudian ia mengelompokkan ayat-ayat dalam
surah kepada kelompok kecil yang terdiri dari beberapa ayat yang
dianggap memiliki keterkaitan erat dan dicantumkan terjemahan harfiah
dalam bahasa Indonesia dengan tulisan cetak miring, selanjutnya
memberikan penjelasan tentang arti kosa kata dari kata pokok yang
terdapat dalam ayat.
Tafsir ini dapat digolongkan pada tafsir bi al-Ma‟tsur sekaligus
juga tafsir bi al-Ra‟yi dikatakan bi al-Ma‟tsur karena, hampir pada setiap
penafsiran kelompok ayat, disebutkan riwayat-riwayat yang berkaitan
50
Masduki, Tafsir al-Misbah M Quraish Shihab..., 21
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
dengan ayat yang ditafsirkan. Dikatakan bi al-Ra‟yi karena uraian-uraian
yang didasarkan pada akal atau rasio juga sangat mewarnai
penafsirannya.51
2. Sistematika dan Metode Penulisan Kitab Tafsir Misbah
M. Quraish Shihab menggunakan metode tahlili karena dalam
menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an Quraish Shihab memberikan perhatian
sepenuhnya kepada semua aspek yang terkandung dalam ayat yang
ditafsirkannya dengan tujuan menghasilkan makna yang benar dari setiap
ayat sesuai urutan bacaan yang terdapat dalam mushaf al-Qur‟an.
Selanjutnya corak yang digunakan dalam Tafsir al-Misbah ialah adabi
Ijtimali.52
Sumber penafsiran yang digunakan oleh Quraish Shihab ialah:
Shahih al-Bukhari, Shohih Muslim, Nazm al-Durar, Fi Zhilaal al-Qur‟an,
Tafsir al-Mizan, Tafsir al-Asma‟ al-Husna, Tafsir al-Qur‟an al-Azhim,
tafsir Jalalain, tafsir al-Kabir, al-Kasyaf, Nahwa al-Tafsir al-Maudhu‟i,
al-dur al-Manshur, at-tabrir wa at-tanwir, ihya‟ „Ulumuddin, Jawahir al-
Qur‟an, Bayan I‟jaz al-Qur‟an, Mafatih al-Ghaib, al-Burhan, Asrar Tartib
al-Qur‟an, al-Itqan, al-Naba‟ al-azhim.53
B. Riwayat Hidup M. ‘Ali ash Shobuni
1. Biografi
51
Ibid.,25. 52
Masduki, Tafsir al-Misbah M Quraish Shihab..., 36. 53
Ibid., 37.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
Muhammad Ali bin Ali bin Jamil ash-Shabuni lahir di kota
Halb/Aleppo Syiria pada tahun 1347 H/1928 M. Beliau dibesarkan dalam
keluarga yang terpelajar. Ayah beliau merupakan salah seorang ulama di
Aleppo.54
Syekh Ali ash Shobuni belajar di kuliyah al-Syari‟ah wa al-
Dirasah al-Islamiyah di Mekkah. Setelah beliau menamatkan di
Tsanawiyah al-Syari‟ah, beliau menuntut ilmu ke Suriah, dan beliau
meneyempurnakannya di al-Azhar Cairo. Dan di al-Azhar beliau
memperoleh syahadah al-„Aliyah (cum laude) pada tahun 1371 H/ 1952
M, dan di sana juga dia memperoleh Magister Syari‟ah pada tahun 1953
M.55
Kepakaran Ali ash Shobuni juga ditandai oleh kekayaan
prespektifnya tentang sejarah dan keluasan cakupan pembahasannya dalam
mengkritisi karya-karya terdahulu dalam khazanah keilmuan Islam, serta
karya tulis tentang keIslaman, terutama tentang al-Qur‟an dan luar Islam
(outsider), yakni para orientalis dan para pemikir sekuler. Sistematikanya
jelas dan runtut, dalam hal menetapkan peristiwa keislaman serta
menyangga tuduhan pada musuh Islam dalam karya-karya kontroversial.56
Setelah pulang dari Mesir, Ali ash Shobuni kembali ke kota
kelahirannya. Beliau mengajar di berbagai madrasah yang ada di Aleppo
dari tahun 1955 hingga 1962. Setelah itu, beliau mendapatkan tawaran
54
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/07/17/m7bb0f-hujjatul-
islam-syekh-ali-ashshabuni- 16 April 2015 jam 17.13WIB 55
Hussain, Muhammad ad-Dzahabi dalam At-Tafsir wa al-Mufassirun, (Cairo : Maktabah
Wahabah, 2003). 507. 56
Drs. H. M. Yusron, M.A, dkk, Studi Kitab Tafsir Kontemporer, (Yogyakarta : Teras,
2006), 51.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
untuk mengajar di Fakultas Syari‟ah Universiti Umm al-Qura dan Fakulti
Ilmu Pendidikan Islam Universiti King Abdul Aziz. Kedua-duanya
Universiti ini berada di Kota Makkah.57
Ali ash Shobuni menghabiskan waktu mengajar di dua buah
universiti ini selama 28 tahun. Oleh karena prestasi akademik dan
kemampuan beliau yang tinggi dalam bidang penulisan ketika menjadi
pensyarah di Universitas Umm al-Qura, beliau pernah menyandang
jabatan sebagai ketua Fakulti Syari‟ah. Beliau juga diberi kepercayaan
untuk mengetuai Pusat Kajian Akademik dan Warisan Islam. Disamping
mengajar universiti, Ali ash Shobuni juga kerap memberikan ceramah bagi
masyarakat umum di Masjidil Haram. Beliau juga turut memberi ceramah
mengenai tafsir di salah satu masjid di Kota Jeddah. Aktiviti ceramah
beliau berlangsung selama sekitar 8 tahun. Setiap ceramah yang
disampaikannya akan direkamkan dalam bentuk kaset, proses rekaman
ceramah beliau berjaya diselesaikan pada tahun 1998.
Disamping sibuk mengajar, Ali ash Shobuni juga aktif dalam
organisasi Liga Muslim Dunia. Ketika aktif dalam organisasi Liga Muslim
Dunia, beliau menjabat sebagai penasihat Dewan Kajian Ilmiah mengenai
al-Qur‟an dan Sunnah, dan beliau aktif dalam organisasi ini selama
beberapa tahun.
Selain aktif dalam organisasi selama beberapa tahun, setelah itu
beliau mengabdikan diri sepenuhnya untuk menulis dan menghasilkan
57
Syeikh Muhammad Ali as-Shobuni, Shofwah at-Tafasir, Dar As-Shobuni press, Cairo
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
karya. Banyak sekali karya yang dihasilkan Ali ash Shobuni, diantara
karya-karyanya:
1.Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir dalam tiga jilid.
2.Mukhtasar Tafsir Thabari Jami‟ul Bayan.
3.Al-Tibyan fi Ulum al-Qur‟an.
4.Rawa‟il Bayan fi Tafsir Ayat al-Ahkam.
5.An-Nubuwwah wa al-Anbiya‟.
6.Al-Mawarits fi al-Syari‟ah al-Islamiyah ala dhou‟il Kitab wa al-
Sunnah.
7.Tanwir al-Azhan Min Tafsir Ruh al-Bayan.
8.Shofwat at-Tafasir, ini merupakan karya mutakhir Ali ash Shobuni
dan sekaligus menjadi karya monumental dalam bidang tafsir.58
Salah satu tafsir Ali ash Shobuni yang paling popular ialah
Shofwah al-Tafasir. Kitab ini terdiri daripada 3 jilid. Kitab Tafsir ini
menggunakan metode-metode yang sederhana, mudah dipahami dan tidak
perlu panjang sehingga menjenuhkan pembaca. Ali ash Shobuni telah
menulis kitab Tafsir ini selama lebih kurang 5 tahun dan beliau tidak
menulis ssuatu tentang tafsir sehingga beliau membaca terlebih dahulu apa
yang telah ditulis oleh para mufasir yang terdahulu.59
58
http://penyejukhatipenguatiman.blogspot.com/2013/06/studi-kitab-tafsir-shafwah-at--
tafasir.html?m=1 (16 April 2015) 21.56 WIB 59
Abdul Qodir Muhammad Sholih, al-Tafsir wa al-Mufassirun fi al-Ashri al-Hadits, Dar
El-Marefah press, Beirut, 1424/2003.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
Shofwah al-Tafasir merupakan tafsir ringkas, meliputi semua ayat
al-Qur‟an sebagaimana yang terdapat dalam judul kitab: Jami‟ baina al-
Ma‟tsur wa al-Ma‟qul. Shofwah al-Tafsir ini disusun berdasarkan kepada
kitab-kitab tafsir terbesar seperti al-Thabari, al-Kasysyaf, al-Alusi, Ibn
Katsir, Bahr al-Muhith dan lain-lain dengan uslub yang mudah.
Ali ash Shobuni menyebut kitab tafsir ini sebagai kumpulan tafsir
bi al-Ma‟tsur dan tafsir bi al-Ma‟qul. Sebab, penamaan kitabnya ini beliau
menjelaskan, “aku namakan kitabku Shofwah at-Tafasir kerana kitab
mengandungi intisari daripada kitab-kitab tafsir besar yang telah aku
susun lebih ringkas, tertib, mudah dan jelas”.
2. Sistematika dan Metode Penulisan kitab shafwah al-Tafasir
Dari keempat metode penafsiran al-Qur‟an yang ada seperti
Tahlili, Ijmali, Muqorin dan Maudlhu‟i, kitab tafsir ini menurut penulis
lebih cenderung menggunakan metode tahlili dengan memadukan
(kompilasi) antara corak bil ma‟tsur (tekstuallitas) dengan corak bil
ma‟qul (rasionalitas).60
Dalam menerapkan tafsirnya kitab ini Ali ash Shobuni memakai
sistematika yang dipakainya dalam kitab sebelumnya yaitu Rawai‟ al-
Bayan dengan sepuluh langkah.61
Adapun langkah-langkah itu ialah:
60
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir al-Quran Di Indonesia, hal, 65. 61
Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
1. Diawali dengan penjelasan secara global akan kandungan dan juga
dijelaskan tujuan paling mendasar (maqasid al-asasiah) serta pokok-
pokok yang terkandung di dalam ayat-ayat yang di bahas.
2. Mencari korelasi antara ayat-ayat yang mendahuluai atau lebih dahulu
dengan ayat-ayat yang dapat dikatakan senada.
3. Menjelaskan ayat dari segi tata bahasa Arab.
4. Menyebut sebab nuzul ayat-ayat yang memang memiliki latar
belakang penurunan ayat.
5. Menyampaikan penafsiran secara subutansi (isi kandungan) potongan
ayat serta keseluruhan ayat secara utuh.
6. Dipaparkan aspek sastranya (balaghiyah)
7. Memunculkan faedah-faedah dan makna inti dari ayat yang dibahas.
Adapaun secara teknis dalam kitab Shofwah al-Tafasir sebelum
menuju kepada tujuh langkah itu, sebelumnya dipaparkan terlebih dahulu
ayat-ayat yang dibahas dan terkadang ditambah dengan adanya penekanan
mengenai hukum yang dibahas. Sehinga dari pernyataan tersebut, menurut
hemat penulis Ali ash Shobuni dalam menulis kitab tafsirnya ini bercorak
fikhiya.62
C. Penafsiran Surat an-Nisa’ Ayat 34
1. Ayat dan Terjemah
62
Muhammad Ali ash Shobuni, Shafwat al-Tafasir…, hal, 22.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
63
“Para lelaki adalah qawwᾱmun atas para wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka
wanita yang saleh, ialah yang taat, memelihara diri ketika tidak di tempat,
oleh karena Allah telah memelihara mereka, wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan tinggalkan mereka
ditempat-tempat pembaringan dan pukullah mereka. Lalu jika mereka
telah manaati kamu, maka jangan kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah maha tinggi lagi Maha
Besar.”64
2. Mufradat
ا orang-orang yang memimpin, yang mengurusi atau bertanggung : ق
jawab terhadap keluarganya yaitu para suami selama mereka
melaksanakan kewajiban tanggung jawabnya kepada keluarganya.65
3. Tafsiran
Kaum laki-laki adalah pemimpin, pemelihara, pembela dan
pemberi nafkah, bertanggung jawab penuh terhadap kaum perempuan
yang menjadi istri dan yang menjadi keluarganya. Oleh karena itu, wajib
bagi setiap istri menaati suaminya selama suami tidak durhaka kepada
63
al-Qur‟ᾱ n, 4:34. 64
Kementrian Agama RI, al-Qur‟an dan Tafsirnya (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 162. 65
Kementrian Agama RI, al-Qur‟an dan Tafsirnya, Jilid II (Jakarta: Widya Cahaya,
2011), 162.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
Allah. Apabila suami tidak memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya,
maka istri berhak mengadukan kepada hakim yang berwenang
menyelesaikan masalahnya.66
Menurut Riawayat Hasan al-Basri:
ع ه اهلل صي اهلل ػي شأةق ى سع ه اهلل صي اهلل عاءث ا ا, فقاه سع ا ىط ع ص أ حشن ي
اىحغ ا ػي اىغاء......) س ا عو : اىشعاه ق ضه اهلل ػض : اىقصاص فأ عي ػي
اىبصش ػ قاحو (67
“Seorang perempuan mengadu kepada Rasulullah saw, bahwa
suaminya telah memukulnya. Rasulullah saw bersabda, “Ia akan
dikenakan hukum qishash. Maka Allah menurunkan ayat ar-Rijalu
qawwamuna „ala an-Nisa‟.....” (Riwayat al-Hasan al-Basri dari
muqatil).68
Diriwayatkan pula bahwa perempuan itu kembali ke rumahnya dan
suaminya tidak mendapat hukuman qishash sebagai balasan terhadap
tindakannya, karena ayat ini membolehkan memukul istri yang tidak taat
kepada suaminya, dengan tujuan mendidik dan mengingatkannya.69
Yang dimaksud dengan istri yang saleh dalam ayat ini ialah istri
yang disifatkan dalam sabda Rasulullah saw:
ا حفظخل غبج ػ ا أطاػخل شح را أ ا عشحل را ظشث ى ش اىغاء اىخ اىل خ ف
اىب عشش ب ا ا )س فغ شة( ش أب ػ ق70
“Sebaik-baik perempuan ialah perempuan yang apabila engkau
melihatnya ia menyenangkan hatimu, dan apabila kamu
66
Ibid., 67
Ibid., 68
Ibid., 69
Ibid,,, 163. 70
Ibid.,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
menyuruhnya ia mengikuti perintahmu, dan apabila engkau tidak
berada di sampingnya ia memelihara hartamu dan menjaga
dirinya.“ (Riwayat Ibnu Jarir dan al-Baihaqi dari Abu Hurairah).71
Inilah yang dinamakan istri yang saleh, sedang yang selalu
membangkang, yaitu meninggalkan kewajiban selaku istri, seperti
meninggalkan rumah tanpa izin suami untuk hal-hal yang tidak penting,
dinamakan istri yang nusyuz (yang tidak taat).
Bagaimana seharusnya suami berlaku terhadap istri yang tidak taat
kepadanya (nusyuz), yaitu menasehatinya dengan baik. Kalau nasehat itu
tidak berhasil, maka suami mencoba berpisah tempat tidur dengan istrinya,
dan kalau tidak berubah juga, barulah memukulnya dengan pukulan yang
enteng yang tidak mengenai muka dan tidak meninggalkan bekas.
Setelah itu para suami diberi peringatan, bila istri sudah kembali
taat kepadanya, jangan lagi si suami mencari-cari jalan untuk
menyusahkan istrinya, seperti membongkar-bongkar kesalahan-kesalahan
yang sudah lalu, tetapi bukalah lembaran hidup baru yang mesrah dan
melupakan hal-hal yang sudah lalu. Bertindaklah dengan baik dan
bijaksana. Karena Allah Maha mengetahui dan Maha Besar.72
Menurut Quraish Shihab, dalam ayat yag lalu mengingatkan bahwa
Allah telah menetapkan bagian masing-masing menyangkut harta warisan,
71
Ibid., 72
Ibid,,, 163
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
di mana terlihat adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Kini,
fungsi dan kewajiban masing-masing jenis kelamin, serta latar belakang
perbedaan itu di singgung dalam ayat ini dengan menyatakan bahwa: para
lelaki, yakni jenis kelamin atau suami, adalah qawwamun, pemimpin dan
penanggung jawab atas para wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka, yakni laki-
laki secara umum atau suami, telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka untuk membayar mahar dan biaya hidup untuk istri dan anak-
anaknya. Sebab itu, maka wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah
dan kepada suaminya, setelah mereka bermusyawarah bersama dan atau
bila perintahnya tidak bertentangan dengan perintah Allah serta tidak
mencabut hak-hak pribadi istrinya. Di samping itu ia juga memelihara diri,
hak-hak suami dan rumah tangga ketika suaminya tidak di tempat , oleh
karena Allah telah memelihara mereka. Pemeliharaan Allah, terhadap para
istri antara lain dalam bentuk memelihara cinta suaminya, ketika suami
tidak di tempat, cinta yang lahir dari kepercayaan suami terhadap
istrinya.73
Karena tidak semua istri taat kepada Allah, demikian juga suami,
maka ayat ini memberi tuntunan kepada suami, bagaimana seharusnya
pembangkangan dan berlaku terhadap istri yang membangkang. Jangan
sampai pembangkangan mereka berlanjut, dan jangan sampai juga sikap
73
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 2, (Ciputat: Lentera Hati, 2007), 510.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
suami berlebihan sehingga mengakibatkan runtuhnya kehidupan rumah
tangga.74
Kata (اىشعاه) ar-rijal adalah bentuk jamak dari kata (سعو) rajul
yang biasa diterjemahkan lelaki, walaupun al-Qur‟an tidak selalu
menggunakannya dalam arti tersebut. Banyak ulama‟ yang memahami
kata ar-rijal dalam ayat ini dalam arti para suami. Penulis tadinya ikut
mendukung pendapat itu. Dalam buku wawasan al-Qur‟an, penulis
kemukakan bahwa ar-rijalu qawwamuna „ala an-nisa‟, bukan berarti
lelaki secara umum karena konsideran pernyataan diatas, seperti
ditegaskan pada lanjutan ayat, adalah :karena mereka (para suami)
menafkahkan sebagian harta mereka, yakni untuk istri-istri mereka.75
Kata (ا ا( qawwamuna adalah bentuk jamak dari kata (ق (ق
qawwam, yang terambil dari kata (قا) qama. Kata ini berkaitan dengannya.
Perintah sholat misalnya, juga menggunakan akar kata itu. Perintah
tersebut bukan berarti perintah mendirikan sholat, tetapi melaksanakannya
dengan sempurna memenuhi segala syarat, rukun, dan sunah-sunahnya.
Seorang yang melaksanakan tugas dan atau apa yang diharapkan darinya
dinamai (قائ) qa‟im. Kalau dia melaksanakan tugas itu sesempurna
mungkin berkesinambungan, dan berulang-ulang, dia dinamai qawwam.
Ayat diatas menggunakan bentuk jamak, yakni qawwamun sejalan dengan
makna kata (اىشعاه) ar-rijal yang berarti banyak lelaki. Sering kali kata ini
74
Shihab, Tafsir al- Misbah, Vol. 2..., 510 75
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran, volume
2, (Ciputat: Lentera Hati, 2007,) 422-423
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
45
diterjemahkan dengan kata pemimpin. Tetapi seperti berbicara dari
maknanya diatas agaknya terjemahan itu belum menggambarkan seluruh
makna yang dikehendaki, walau harus diakui bahwa berkepemimpinan
merupakan satu aspek yang dikandungnya, atau, dengan kata lain, dalam
pengartian: kepemimpinan tercakup pemenuhan kebutuhan perharian,
pemeliharaan, pembalasan, dan pembinaan.76
Telah diterangkan dalam ayat tersebut bagaimana kedudukan laki-
laki dan perempuan dalam rumah tangga, dan Allah telah menaikkan
kedudukan laki-laki satu tingkat daripada perempuan yaitu hak mengatur
dan hak mengetuai yang keduanya berada di tangan pihak laki-laki, oleh
karena dua sebab. Pertama, pada umumnya laki-laki mempunyai
kelebihan watak dari perempuan. Kedua, oleh karena laki-laki mempunyai
kewajiban untuk membelanjai perempuan, mengeluarkan nafkah untuk
istri dan anak-anaknya. Itulah yang dikatakan hak “mengatur” yang dalam
ayat ini disebut qawwam.77
Kepemimpinan untuk setiap unit merupakan suatu yang mutlak,
lebih-lebih bagi setiap keluarga, karena mereka selalu bersama dan merasa
memiliki pasangan dan keluarganya. Persoalan yang dihadapi suami istri,
sering kali muncul dari sikap jiwa yang tercermin dalam keceriaan wajah
atau cemberutnya sehingga persesuaian dan perselisihan dapat muncul
seketika, tapi boleh jadi juga sirna seketika. Kondisi seperti ini
76
Shihab, Tafsir al- Misbah, Vol. 2..., 512. 77
Abdul Halim Hasan, Tafsir Ahkam, Ed.1 Cet. 1 (Jakarta : Kencana. 2006), 261.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
46
membutuhkan adanya seorang pemimpin melebihi kebutuhan satu
perusahaan yang bergelut dengan angka-angka, bukan dengan perasaan,
serta diikat dengan perjanjian terperinci yang dapat diselesaikan melalui
pengadilan. Nah, siapakah yang harus mempimpin? Allah swt.
Menetapkan lelaki sebagai pemimpin dengan dua pertimbangan pokok,
yaitu: 78
Pertama ( ا فضو اهلل بؼض ػي بؼضب ) bima fadhdhala-llahu
ba‟dhahum‟ala ba‟dhl/karena Allah melebihkan sebagian mereka atas
sebagian yang lain, yakni masing-masing memiliki keistimewaan-
keistimewaan. Tetapi, keistimewaan yang dimiliki lelaki lebih menunjang
tugas kepemimpinan daripada tugas keistimewaan yang dimiliki
perempuan. Disisi lain, keistimewaan yang dimiliki perempuan lebih
menunjang tugasnya sebagai pemberi rasa damai dan tenang kepada lelaki
serta lebih mendukung fungsinya dalam mendidik dan membesarkan anak-
anaknya.79
Kedua, (با أفقا أاى) bima anfaqu min amwalihim/disebabkan
karena mereka telah menafkahkan sebagai harta mereka.80
Bentuk kata kerja masa lampau yang digunakan ayat ini “telah
menafkahkan” menunjukkan bahwa memberi nafkah kepada wanita telah
menjadi suatu kelaziman bagi lelaki serta kenyataan umum dalam
78
Shihab, Tafsir al- Misbah, Vol. 2..., 512. 79
Ibid., 80
Ibid.,,, 515.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
47
masyarakat umat manusia sejak dahulu hingga kini. Sedemikian lumrah
hal tersebut sehingga langsung digambarkan dengan bentuk kata kerja
masa lalu yang menunjukkan terjadinya sejak dahulu. Penyebutan
konsideran itu oleh ayat ini menunjukkan bahwa kebiasaan lama itu masih
berlaku hingga kini.
Wanita secara psikologis enggan diketahui membelanjai suami,
bahkan kekasihnya, di sisi lain pria malu jika ada yang mengetahui bahwa
kebutuhan hidupnya ditanggung oleh istrinya. Karena itu, agama Islam
yang tuntunan-tuntunannya sesuai dengan fitrah manusia, mewajibkan
suami untuk menanggung biaya hidup istri dan anak-anaknya. Kewajiban
itu diterima dan menjadi kebanggaan suami, sekaligus menjadi
kebanggaan istri yang dipenuhi kebutuhan dan permintaannya oleh suami,
sebagai tanda cinta kepadanya.
Dalam konteks pemenuhan kebutuhan-kebutuhan istri secara
ekstrem dan berlebihan, pakar hukum Islam, Ibn Hazm, berpendapat
bahwa wanita pada dasarnya tidak berkewajiban melayani suaminya dalam
hal menyediakan makanan, menjahit, dan sebagainya, justru sang suamilah
yang berkewajiban menyiapkan untuk istri dan anak-anaknya pakaian jadi
dan makanan yang siap dimakan.81
Perlu digaris bawahi bahwa kepemimpinan yang dianugerahkan
Allah kepada suami tidak boleh mengantarnya kepada kewenang-
81
Shihab, Tafsir al-Misbah, Volume 2, 516.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
48
wenangan. Bukankah “musyawarah” merupakan anjuran al-Qur‟an dalam
menyelesaikan setiap persoalan, termasuk persoalan yang dihadapi
keluarga?
Sepintas terlihat bahwa tugas kepemimpinan ini merupakan
keistimewaan dan “derajat/tingkat yang lebih tinggi” dari perempuan.
Bahkan, ada ayat yang menegaskan “derajat” tersebut, yaitu firman-Nya:82
83
“Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka
(menunggu) tiga kali quru‟. Tidak boleh bagi mereka
menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka.
Jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami
mereka lebih berhak kembali kepada mereka dalam (masa) itu, jika
mereka menghendaki perbaikan. Dan Para istri mempunyai hak
yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma‟ruf,
akan tetapi para suami mempunyai satu derajat/tingkat, atas
mereka (para istri). Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”84
Telah diterangkan dalam ayat tersebut bagaimana kedudukan laki-
laki dan perempuan dalam rumah tangga, dan Allah telah menaikkan
kedudukan laki-laki satu tingkat daripada perempuan yaitu hak mengatur
dan hak mengetuai yang keduanya berada di tangan pihak laki-laki, oleh
82
Ibid.,,, 517. 83
Al-Qur‟ᾱ n, 1:228. 84
Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Tafsirnya, Jilid I (Jakarta: Widya Cahaya,
2011), 336.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
karena dua sebab. Pertama, pada umumnya laki-laki mempunyai kelebihan
watak dari perempuan. Kedua, oleh karena laki-laki mempunyai kewajiban
untuk membelanjai perempuan, mengeluarkan nafkah untuk istri dan anak-
anaknya.
Derajat itu adalah kelapangan dada suami terhadap istrinya untuk
meringankan sebagian kewajiban istri. Karena itu, tulis Guru Besar para
pakar tafsir, yaitu Imam ath-Thabari, “Walaupun ayat ini disusun dalam
redaksi berita, maksudnya adalah perintah kepada para suami untuk
memperlakukan istrinya secara terpuji agar suami dapat memperoleh
derajat itu.”85
Imam Ghazali menulis, ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan
perlakuan baik terhadap istri, bukanlah tidak mengganggunya, tetapi
bersabar dalam gangguan/kesalahan serta memperlakukannya dengan
kelembutan dan maaf saat ia menumpahkan emosi dan kemarahan.”86
“keberhasilan pernikahan tidak tercapai kecuali jika kedua belah
pihak memerhatikan hak pihak lain. Tentu saja hal tersebut banyak, antara
lain bahwa suami bagaikan pemerintah penggembala dan, dalam
kedudukannya seperti itu, dia berkeajiban untuk memperhatikan hak dan
kepentingan rakyatnya (istrinya). Istri pun berkewajiban untuk mendengar
dan mengikutinya, tetapi disisi lain perempuan mempunyai hak terhadap
85
Shihab, Tafsir al-Misbah, Volume 2, 517. 86
Ibid.,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
50
suaminya untuk mencari yang terbaik ketika melakukan diskusi.
“Demikian lebih kurang tulis al-Imam Fakhruddin ar-Razi.87
Kedua faktor yang disebut di atas keistimewaan fisik dan psikis
serta kewajiban memenuhi kebutuhan dan anak-anak lahir hak-hak suami
yang harus pula dipenuhi oleh istri. Suami wajib ditaati oleh istrinya dalam
hal-hal yang tidak bertentangan dengan ajaran agama serta tidak
bertentangan dengan hak pribadi sang istri. Bukan kewajiban taat secara
mutlak. Jangankan terhadap suami, terhadap ibu bapak pun kebaktian
kepada mereka tidak boleh mencabut hak-hak pribadi seorang anak. Pakar
tafsir Rasyid Ridha, menulis makna bakti kepada orang tua bahwa, “Tidak
termasuk sedikit pun dalam kewajiban berbuat baik/berbakti kepada
keduanya sesuatu yang mencabut kemerdekaan dan kebebasan pribadi atau
rumah tangga atau jenis-jenis pekerjaan yang bersangkut paut dengan
pribadi anak, agama, atau negaranya.88
Firman-Nya: ( wahjuruhunna yang diterjemahkan (اجش
dengan tinggalkanlah mereka adalah perintah kepada suami untuk
meninggalkan istri didorong oleh rasa tidak senang pada kelakuabbya. Ini
dipahami dari kata hajar, yang berarti meninggalkan tempat atau keadaan
yang tidak baik atau tidak disenangi menuju ke tempat atau keadaan yang
baik atau lebih baik. Jelasnya, kata ini tidak digunakan untuk sekedar
meninggalkan sesuatu, tetapi disamping itu ia juga mengandung dua hal
87
Ibid., 88
Ibid.,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
51
lain. Yang pertama bahwa sesuatu yang ditinggalkan itu buruk atau tidak
disenangi, dan yang kedua ia ditinggalkan untuk menuju ke tempat dan
keadaan yang lebih baik.89
Jika demikian, melalui perintah ini, suami dituntut untuk
melakukan dua hal pula. Pertama, menunjukkan ketidaksenangan atas
sesuatu yang buruk dan telah dilakukan oleh istrinya, dan kedua, suami
harus berusaha untuk meraih di balik pelaksanaan perintah itu sesuatu
yang baik atau lebih baik dari keadaan semula.
Kata (ف اىضاعغ) fi-al-madhaji‟ yang diterjemahkan dengan di
tempat pembaringan, disamping menunjukkan bahwa suami tidak
meninggalkan mereka di rumah, bahkan tidak juga di kamar tetapi di
tempat tidur. Ini karena ayat tersebut menggunakan kata (ف) fi yang berati
di tempat tidur bukan kata min yang berarti dari tempat tidur yang berarti
meninggalkan dari tempat tidur. Jika demikian, suami hendaknya jangan
meninggalkan rumah, bahkan tidak meninggalkan kamar tempat suami
istri biasanya tidur. Kejauhan dari pasangan yang sedang dilanda
kesalahpahaman dapat memperlebar jurang perselisihan. Perselisihan
hendaknya tidak diketahui oleh orang lain, bahkan anak-anak dan anggota
keluarga d irumah sekali pun. Karena semakin banyak yang mengetahui,
semakin sulit memperbaiki, kalaupun kemudian ada keinginan untuk
89
Ibid.,,, 518.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
52
meluruskan benang kusut, boleh jadi harga diri di hadapan mereka yang
mengetahuinya akan menjadi arah penghalang.90
Kata ( wadhribuhunna yang diterjemahkan dengan (اضشب
pukullah mereka terambil dari kata dharaba yang mempunyai banyak arti.
Bahasa, ketika menggunakan dalam arti memukul, tidak selalu dipahami
dalam arti menyakiti atau melakukan suatu tindakan keras dan kasar.
Orang yang berjalan kaki atau musafir dinamai oleh bahasa dan oleh al-
Qur‟an yadhribuna fi al-ardd yang secara harfiah berarti memukul di
bumi. Karena itu, perintah di atas, di pahami oleh ulama berdasarkan
penjelasan Rasul saw, bahwa yang dimaksud memukul adalah memukul
yang tidak menyakitkan.91
Perlu dicatat bahwa ini adalah langkah terakhir bagi pemimpin
rumah tangga (suami) dalam upaya memelihara kehidupan rumah
tangganya.92
Menurut Ali ash Shobuni, “kaum laki-laki itu adalah pemimpin
bagi kaum wanita,” kaum laki-laki adalah yang mengurusi kaum wanita
dalam perintah dan larangan, nafkah dan arahan, sebagaimana seorang
pemimpin mengurusi rakyatnya. “oleh karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” Disebabkan
90
Ibid., 91
Shihab, Tafsir al-Misbah,Vol 2.,,, 519. 92
Ibid.,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
53
apa yang diberikan Allah kepada mereka (laki-laki) berupa akal, kekuatan
pengaturan dan mencari nafkah, maka mereka menjadi pemimpin bagi
wanita-wanita dengan menjaga, memelihara, memberi nafkah dan
mendidiknya. Abu As-Su‟ud berkata, “Kelebihan yang dimiliki laki-laki
adalah kesempurnaan akalnya, kemampuan manajeral, keseimbangan
berpikir, dan kekuatan fisik yang maksimal. Oleh karena itu, kenabian,
kepemimpinan, kekuasaan, jihad dan kesaksian hanya diberikan dan
diutamakan untuk kaum laki-laki.93
" با فضو اهلل بؼض ػي بؼض" oleh karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian lain (wanita) seandainya Allah
berfirman: بخفضي ػي (disebabkan Allah telah melebihkan laki atas
perempuan), maka lebih pendek dan singkat. Akan tetapi, dalam ungkapan
kalimat dengan menggunakan bentuk kalimat itu terdapat hikmah yang
mulia, yaitu berfungsi bahwa wanita adalah bagian laki-laki yang
posisinya sebagai anggota dari tubuh manusia, begitu pula sebaliknya,
lelaki menempati posisi kepala, sedangkan wanita menempati posisi
badan, karena itu anggota satu tidak boleh bersikap sombong terhadap
anggota yang lainnya, telinga membutuhkan mata, tangan membutuhkan
kaki, dan tidaklah benar bagi seseorang hatinya lebih baik daripada
perutnya, kepalanya lebih mulia daripada tangannya. Semuanya
menjalankan fungsinya masing-masing, satu sama lainnya saling
membutuhkan, dan inilah rahasia ungkapan firman-Nya, “sebagian mereka
93
M. Ali ash Shobuni, Shafwah al-Tafasir, Jilid I, Terj. Ganna Pryadharizal Anaedi, Lc,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2011), 635.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
54
(laki-laki) atas sebagian lainnya (perempuan).” Maka tampaklah bahwa
ayat ini sangat ringkas dan mengandung kemukjizatan.94
“Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah
lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka).” Ini adalah penjelasan mengenai kondisi wanita di
bawah kepemimpinan laki-laki. Allah menerangkan bahwa para wanita
(istri) terbagi kedalam dua kelompok. Pertama, wanita-wanita salehah
yang taat. Kedua, wanita-wanita durhaka yang membangkang. Wanita-
wanita salehah taat kepada Allah dan kepada suami-suami mereka,
melaksanakan hak-hak dan kewajiban mereka, serta menjaga dirinya dari
perbuatan keji, dan menjaga harta suaminya dari pemborosan,
sebagaimana mereka menjaga hubungan pernikahan dengan baik, dan
menjaga rahasia yang semestinya dirahasiakan berdua.
Dalam hadits diriwayatkan, “Sesungguhnya seburuk-buruk
kedudukan manusia di sisi Allah, seorang suami yang memberitahukan
rahasia kepada istrinya, dan istrinya memberitahukan rahasia kepada
suaminya, lalu salah seorang dari keduanya menyebarkan rahasia
berdua.”95
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya,” ini adalah
keadaan wanita yang kedua, mereka adalah wanita-wanita durhaka dan
membangkang. Bermakna, wanita-wanita yang sombong dan merasa lebih
tinggi serta tidak taat kepada suami. Maka, wahai para suami, hendaklah
94
Shabuni, Shafwatut Tafasir, jilid I..., 644-645. 95
Shabuni, Shafwatut Tafasir,,, 637.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
55
kalian mengupayakan perbaikan bagi mereka. “Maka nasehatilah mereka
dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka,”
peringatkanlah mereka dengan nama Allah, melalui nasehat dan pemberian
arahan. Jika nasehat tidak berhasil, maka pisahkanlah mereka di tempat
tidur mereka, jangan kamu berbicara dengan mereka dan jangan pula
mendekati mereka. Ibnu Abbas berkata, “Al-Hijru” (pisah ranjang)
bermakna tidak menggauli istri, atau memunggunginya di tempat tidur.96
”
Jika mereka tidak jera juga, maka pukullah mereka dengan pukulan yang
tidak menyakitkan.97
“Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya,” kemudian jika mereka
mematuhi perintah kalian, maka kalian jangan sekali-kali menyakiti
mereka. “Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar,”
sesungguhnya Allah lebih tinggi dan lebih agung daripada kamu sekalian.
Allah merupakan wali bagi para wanita itu. Dia menghukum orang-orang
yang menganiaya mereka dan berbuat jahat kepada mereka.
Lihatlah bagaimana Allah mengajari kita bertatakrama kepada istri-
istri kita, dan lihatlah urutan dan detailnya hukuman, di mana Allah
memerintahkan kita memberi nasehat, kemudian memisahkan tempat
tidurnya, dan memukulnya dengan pukulan yang tidak menyakitkan.
Kemudian sebagai penutup ayat, disebutkan sifat-sifat mulia, bertujuan
memperingatkan hamba-Nya, bahwa kekuasaan Allah di atas kekuasaan
96
Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir (1/384) 97
Shabuni, Shafwatut Tafasir..., 637.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
56
suami terhadap istrinya. Dan sesungguhnya Allah menolong hamba-
hambanya-Nya yang lemah dan teraniaya.98
Allah menutup ayat dengan dua namanya yang agung: اهلل ما ػيا
, hal ini untuk memperingatkan para suami ketika mereka berbuat
seenaknya dalam menggunakan hak-hak istrinya. Seakan-akan ayat
tersebut menyatakan , “Janganlah kamu bertindak aniaya meskipun kamu
lebih tinggi kekuasaan dan lebih besar derajatnya daripada wanita-wanita,
sesungguhnya Allah Maha Tingi lagi Maha perkasa menghukum orang-
orang yang berlaku aniaya terhadap istri-istrinya. Maka Allah lebih tinggi
dan lebih kuasa daripada kekuasaan kamu terhadap istri-istrimu, maka
waspadalah terhadap siksa-Nya.”
“dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,
maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam
dari keluarga perempuan.” Maksudnya, wahai para hakim, jika kalian
khawatir akan terjadi persengketaan dan permusuhan antara suami-istri,
maka datangkanlah oleh kalian hakim atau juru damai yang adil dari pihak
suami dan seorang hakim yang adil dari pihak istri. Kedua juru damai itu
kemudian berkumpul, lalu melihat permasalahan suami-istri, kemudian
mencari solusi tepat (perbaikan) demi kemaslahatan suami-istri.99
“Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan,
niscaya Allah memberi taufiq kepada suami-istri itu.” Jika kedua
hakim itu bermaksud mengadakan perbaikan pihak-pihak yang
98
Ibid..., 638. 99
Ibid.,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
57
berselisih, niat keduanya baik dan hati keduanya tulus kepada Allah,
niscaya Allah memberi berkah dalam menengahi kedua belah pihak,
dan Allah memberikan taufiq kepada suami-istri itu, serta Allah
memberikan rasa kasih sayang kepada keduanya. “Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Allah Maha
Mengetahui keadaan hamba-Nya, Bijaksana dalam menentukan syariat
kepada mereka
4. Munasabah
Ayat yang lalu melarang iri hati terhadap seseorang yang
memperoleh karunia lebih banyak, kemudian menyuruh agar semua harta
peninggalan diberikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya,
menurut bagiannya masing-masing. Ayat 34 ini menerangkan alasan laki-
laki dijadikan pemimpin kaum perempuan, dan cara-cara menyelesaikan
perselisihan suami istri.100
5. Asbabun Nuzul
Diriwayatkan, bahwasannya istri dari sa‟ad bin Rabi‟ (salah
seorang pemimpin kaum Anshar) bernama Habibah binti Zaid nusyuz
(durhaka) kepadanya. Lalu dia menampar istrinya. Kemudian Habibah
datang menghadap Rasulullah bersama ayahnya mengadukan peristiwa
yang dialaminya. Ayah Habibah berkata, “putriku berbohong kepada
suaminya, lalu dia menamparnya.” Rasulullah bersabda, “Balaslah dia.”
100
Ibid.,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
58
Lalu turunlah ayat, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum
wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki)
atas sebagian yang lain (wanita)”101
.
D. Penafsiran Surat ar-Rum Ayat 21
1. Ayat dan Terjemah
102
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”103
2. Mufradat
.tanda keesaan dan ketuhanan : ءاخ104
ا ا ى supaya kalian menyukainya dan merasakan : ىخغن
kelembutannya.105
ت سح دة : cinta dan kasih sayang106
3. Tafsiran
101
M. Quraish Shihab, Tasir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 511. 102
al-Qur‟ᾱ n. 30:21. 103
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Jilid VII (Jakarta: Widya Cahaya,
2011), 477. 104
Shobuni, Shofwah al-Tafasir,,,, 133. 105
Ibid., 106
Al-Qur‟an dan Tafsirannya,,,,, 478.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
59
Dalam ayat ini diterangkan tanda-tanda kekuasaan Allah yaitu
kehidupan bersama antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah
perkawinan. Manusia mengetahui bahwa mereka mempunyai perasaan
tertentu terhadap jenis yang lain. Perasaan dan pikiran-pikiran itu
ditimbulkan oleh daya tarik yang ada pada masing-masing mereka, yang
menjadikan yang satu tertarik kepada yang lain, sehingga antara antara
kedua jenis, laki-laki dan perempuan, itu terjalin hubungan yang wajar.
Mereka melangkah maju dan berusaha agar perasaan-perasaan dan
kecenderungan-kecenderungan antara laki-laki dan perempuan tercapai.107
Puncak dari semuanya itu ialah terjadinya perkawinan antara laki-
laki dengan perempuan. Dengan keadaan demikian, bagi laki-laki hanya
istrinya perempuan yang paling baik, sedang bagi perempuan hanya
suaminya laki-laki yang menarik hatinya. Masing-masing merasa tentram
hatinya dengan adanya pasangan itu. Semuanya itu merupakan modal yang
paling berharga dalam membina rumah tangga bahagia. Dengan adanya
rumah tangga yang menjadi tenang, kehidupan dan penghidupan menjadi
mantap, kegairahan hidup akan timbul, dan ketentraman bagi laki-laki dan
perempuan secara menyeluruh akan tercapai.
107
Ibid.,,, 481.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
60
108
“Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari
padanya Dia menciptakan isterinya, agar Dia merasa senang
kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung
kandungan yang ringan, dan teruslah Dia merasa ringan (Beberapa
waktu). kemudian tatkala Dia merasa berat, keduanya (suami-
isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata:
"Sesungguhnya jika Engkau memberi Kami anak yang saleh,
tentulah Kami termasuk orang-orang yang bersyukur".109
Khusus mengenai kata-kata mawaddah (rasa kasih) dan rahmah
(sayang), Mujahid dan „Ikrimah, berpendapat bahwa yang pertama adalah
sebagai ganti dari kata “nikah” (bersetubuh) dan yang kedua sebagai kata
ganti “anak”. Jadi menurut Mujahid dan „Ikrimah, maksud ungkapan ayat
“bahwa Dia menjadikan antara suami dan istri rasa kasih sayang” ialah
adanya perkawinan sebagai yang disyariatkan Tuhan antara seorang laki-
laki dengan seorang perempuan dari jenisnya sendiri, yaitu jenis manusia,
akan terjadi persenggamaan yang menyebabkan adanya anak-anak dan
keturunan. Persenggamaan merupakan suatu yang wajar dalam kehidupan
manusia, sebagaimana adanya anak-anak yang merupakan suatu yang
umum pula.110
Ada yang berpendapat bahwa mawaddah bagi anak muda, dan
rahmah bagi orang tua. Adapula yang menafsirkan bahwa mawaddah ialah
108
al-Qur‟an, 7:189. 109
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsiranya,,, 483. 110
Ibid.,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
61
rasa kasih sayang yang makin lama terasa nakin kuat antara suami istri.
Sehubungan dengan mawaddah itu Allah mengutuk kaum Lut yang
melampiaskan nafsunya dengan homoseks, dan meninggalkan istri-istri
mereka yang seharusnya menjadi tempat mereka melimpahkan rasa kasih
sayang dan melakukan persenggamaan. Allah berfirman:
111
“Dan kamu tinggalkan (perempuan) yang diciptakan Tuhan untuk
menjadi istri-istri kamu?”112
Dalam ayat ini Allah memberitahukan kepada kaum laki-laki
bahwa “tempat tertentu” itu ada pada perempuan dan dijadikan untuk laki-
laki. Dalam hadits diterangkan bahwa para istri semestinya melayani
ajakan suaminya, kapan saja menghendaki, namun harus melihat kondisi
masing-masing, baik dari segi kesehatan ataupun emosional. Dengan
demikian, akan terjadi keharmonisan dalam rumah tangga. Nabi saw
bersabda:
ف اىز ىا ما ا فخأب ػي ى فشاع شأح سعو ذػ ا ذ ب فغ اء عاخطق اىز اىغ
ا حخ يا ئنت ػي ا اى ا ىؼخ ع اعشة فشاػ ص شأة ف ىفظ أخش : را باحج اى ا . شض ػ
غي ػ أب ششة ( ا حخ حصبح. ) س113
“Demi Tuhan yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak ada seorang
lelaki pun yang mengajak istrinya untuk bercampur, tetapi ia (istri)
enggan, kecuali yang ada di langit akan marah kepada istri itu,
sampai suaminya ridha kepadanya. Dalam lafadz yang lain, hadits
ini berbunyi, “apabila istri tidur meninggalkan ranjang suaminya
111
al-Qur‟an, 26: 166. 112
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya,,,482. 113
Ibid.,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
62
maka malaikat-malaikat akan melaknatinya hingga ia berada di
pagi hari.” (Riwayat Muslim dan Abu Hurairah)114
Dalam hadits ini dan ayat-ayat yang lain, Allah menetapkan
ketentuan-ketentuan hidup suami istri untuk mencapai kebahagiaan hidup,
ketentraman jiwa, dan kerukunan hidup berumah tangga. Apabila hal itu
belum tercapai, mereka semestinya mengadakan intropeksi terhadap diri
mereka sendiri, meneliti apa yang belum dapat mereka lakukan serta
kesalahan-kesalahan yang telah mereka perbuat. Kemudian mereka
menetapkan cara yang paling baik untuk berdamai dan memenuhi
kekurangan tersebut sesuai dengantercapai, yaitu ketenangan, saling
mencintai, dan kasih sayang.
Demikian agungnya perkawinan itu, dan rasa kasih sayang
ditimbulkannya, sehingga ayat ini ditutup dengan menyatakan bahwa
semuanya itu merupakan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah bagi
orang-orang yang mau menggunakan pikirannya. Akan tetapi, sedikit
sekali manusia yang mau mengingat kekuasaan Allah yang menciptakan
pasangan bagi mereka dari jenis mereka sendiri (jenis manusia) dan
menanamkan rasa cinta dan kasih sayang dalam jiwa mereka.115
Menurut Quraish Shihab ayat di atas melanjutkan pembuktian yang
lalu dengan menyatakan bahwa: Dan juga di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untuk kamu secara khusus
pasangan-pasangan hidup suami atau istri dari jenis kamu sendiri, supaya
114
Ibid., 115
Ibid.,,, 483.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
63
kamu tenang dan tentram serta cenderung kepadanya yakni kepada
masing-masing pasangan itu, dan di jadikan-Nya diantara kamu
mawaddah dan rahmat sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir tentang kuasa dan nikmat
Allah.116
Sementara ulama menerjemahkan atau memahami kata (أصاس)
azwaj pada ayat ini bahkan ayat-ayat serupa dalam arti istri-istri. Disini
menurut dugaan mereka, kata (ىا) ilaiha yang menggunakan bentuk kata
feminim menunjuk kepada perempuan, dan kata (ىن) lakum menunjuk
kepada maskulin. Sehingga ia tertuju kepada lelaki dalam hal ini suami-
suami. Pemahaman ini tidaklah tepat. Karena bentuk feminim pada kata
ilaihᾱ menunjuk kepada (أصاس) azwaj dalam kedudukannya sebagai
jamak. Dan seperti diketahui bentuk jamak dalam bahasa Arab ditunjuk
dengan bentuk feminim. Di sisi lain, bahasa arab yang sifatnya cenderung
menyingkatkan kata-kata, mencukupkan memilih bentuk maskulin tanpa
menyebut lagi bentuk feminim buat kata-kata yang dapat mencakup
keduanya. Semua perintah atau uraian al-Qur‟an yang berbentuk maskulin
tertuju pula kepada feminim selama tidak ada indikator yang menunjukkan
kekhususannya buat pria. Demikian juga halnya ayat ini, apalagi kata
azwaj berarti (أصاس) zauj yang merupakan bentuk tunggal dari kata (صس)
“apa atau siapa yang menjadikan sesuatu yang tunggal/ satu menjadi dua
dengan kehadirannya”. Atau dengan kata lain, pasangan baik ia pria
116
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Volume 11, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 34.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
64
maupun wanita. Dalam hadits-hadits, istri Nabi katakanlah „Aisyah ra.
disebut sebagai (صس اىب) zauj an-Nabiyy yang tentu saja walau di sini ia
berbentuk maskulin ia tidak dapat diartikan suami tetapi yang dimaksud
adalah pasangan yang dalam hal ini tentu saja seorang wanita (istri).117
Kata ( فغن anfusikum adalah bentuk jamak dari kata nafs yang ( أ
antara lain berarti jenis atau diri atau totalitas sesuatu. Pernyataan bahwa
pasangan manusia diciptakan dari jenisnya menjadikan sementara ulama
menyatakan bahwa Allah swt, tidak membolehkan manusia mengawini
selain jenisnya, dan bahwa jenisnya itu adalah yang merupakan
pasangannya. Dengan demikian, perkawinan antara lain jenis, atau
pelampiasan nafsu seksual melalui makhluk lain, bahkan yang bukan
pasangan, sama sekali tidak dibenarkan Allah. Disisi lain penggunaan kata
anfus dan pernyataan Allah dalam surat an-Nisa‟ ayat 1 bahwa Allah
menciptakan dari nafsin waḥ idah pasangannya, mengandung makna
bahwa pasangan suami istri hendaknya menyatu, sehingga menjadi nafs/
diri yang satu, yakni menyatu dalam perasaan dan pikirannya, dalam cita
dan harapannya, dalam gerak dan langkahnya, bahkan dalam menarik dan
menghembuskan nafasnya. Itu sebabnya perkawinan dinamai zawaj yang
berarti keberpasangan di samping dinamai nikah yang berarti penyatuan
ruhani dan jasmani.118
117
Ibid., 118
Shihab, Tafsir al-Misbah, Volume 11,,, 35.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
65
Kata (ا ) taskunu terambil dari kata (حغن ,sakana yaitu diam (عن
tenang setelah sebelumnya goncang dan sibuk. Dari sini, rumah dinamai
sakan karena dia tempat memperoleh ketenangan setelah sebelumnya si
penghuni sibuk di luar rumah. Perkawinan melahirkan ketenangan batin.
Setiap jenis kelamin, yang tidak dapat berfungsi secara sempurna jika ia
berdiri sendiri. Kesempurnaan eksistensi makhluk hanya tercapai dengan
bergabungnya masing-masing pasangan dengan pasangannya. Allah telah
meniptakan dalam diri setiap makhluk dorongan untuk menyatu dengan
pasangannya apalagi masing-masing ingin mempertahankan eksistensi
jenisnya. Dari sini Allah menciptakan pada diri mereka naluri seksual.
Karena itu, setiap jenis tersebut merasa perlu menemukan lawan jenisnya,
dan ini, dari hari ke hari memuncak dan mendesak pemenuhannya. Dia
akan merasa gelisah, pikirannya akan kacau, dan jiwanya akan terus
bergejolak jika penggabungan dan kebersamaan dengan pasangan itu tidak
terpenuhi. Karena itu, Allah mensyariatkan bagi manusia perkawinan, agar
kekaauan pikiran dan gejolak jiwa itu mereda dan masing-masing
memperoleh ketenangan. Itulah antara lain maksud kata li taskunu
ilaiha.119
Kata (ىا) ilaihᾱ yang merangkai kata ( اىخغن ) li taskunu
mengandung makna cenderung / menuju kepadanya, sehingga penggalan
ayat diatas bermakna Allah menjadikan pasangan suami istri masing-
119
Ibid.,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
66
masing merasakan ketenangan di samping pasangannya serta cenderung
kepadanya.120
Kata (دة) mawaddah dan (ت rahmah mengandung arti (سح
kelapangan dan kekosongan. Ia adalah kelapangan dada dan kekosongan
jiwa dari kehendak buruk. “kalau anda menginginkan kebaikan dan
mengutamakannya untuk orang lain, maka anda telah mencintainya. Tetapi
jika anda menghendaki untuknya kebaikan, serta tidak menghendaki
untuknya selain itu apapun yang terjadi maka mawaddah telah menghiasi
hati anda. Mawaddah adalah jalan menuju terabaikannya yang tertuju
kepadanya mawaddah itu, dan karena itu, maka siapa yang memilikinya
dia tidak akan pernah memutuskan hubungan, apapun yang terjadi.121
Sementara ulama menjadikan tahap rahmat pada suami istri lahir
bersama lahirnya anak, atau ketika pasangan suami istri itu telah mencapai
usia lanjut. Ini karena rahmat, “tertuju kepada yang dirahmati sedang yang
dirahmati itu dalam keadaan butuh, dan dengan demikian rahmat tertuju
kepada yang lemah” dan kelemahan dan kebutuhan itu sangat dirasakan
pada masa tua. Betapapun, baik rahmat maupun mawaddah keduanya
adalah anugerah Allah yang sangat nyata.
Ayat diatas menunjuk kepada penciptaan pasangan serta dampak-
dampak yang dihasilkannya sebagai ayat yakni banyak bukti-bukti bukan
hanya satu atau dua. Memang apa yang diuraikan diatas baru sekelumit
120
Ibid., 121
Shihab, Tafsir al-Misbah, Volume 11,,, 36.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
67
dari bukti kuasa Allah yang ditemukan dalam syariat perkawinan. Tanda-
tanda tersebut dapat ditangkap serta bermanfaat ( خفنش li qaumin (ىق
yatafakkarun yakni bagi kaum yang berfikir.122
Kata (فنش) fikr biasa digunakan al-Qur‟ᾱ n dalam arti merenungkan
hal-hal yang bersifat empiris atau terjangkau oleh panca indra. Karena itu
ada larangan berpikir tentang dzat Tuhan dan anjuran berpikir tentang
nikmat-nikmat-Nya dalam arti larangan merenungkan-Nya sebagai obyek
yang dijangkau oleh panca indra, karena Tuhan tidak dijangkau oleh “fikr”
.
Ayat diatas diakhiri dengan “yatafakkarun”. Disini obyeknya
dengan jelas dapat dilihat dan dirasakan, tetapi untuk memahami tanda itu,
diperlukan pemikiran dan perenungan. Betapa tidak, ia terlihat sehari-hari
sehingga boleh jadi anda yang tidak menyadari bahwa hal tersebut adalah
berkat anugerah Allah. Dialah yang menanamkan mawaddah dan cinta
kasih, sehingga seseorang serta merta setelah perkawinan menyatu dengan
pasangannya, badan dan hatinya. Sungguh, Allah Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang.123
Menurut Ali ash shobuni “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-
Nya ialah Dia menciptkan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,”
termasuk tanda yang menunjukkan kebesaran dan sempurnanya kekuasaan
Allah adalah menciptakan kaum wanita anak Adam seperti kalian dari
122
Ibid., 123
Shihab, Tafsir al-Misbah, Volume 11,,, 37.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
68
jenis kalian dan Allah tidak menciptakan mereka dari jenis lain. Ibnu
Katsir berkata: seandainya Allah menciptakan dari jenis lain, baik dari
bangsa jin atau hewan, maka tidak ada keserasian antara lelaki dan
istrinya. Bahkan yang terjadi adalah cerai berai. Hal itu termasuk
kesempurnaan Rahmat Allah kepada anak Adam.124
“supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya,” supaya
kalian menyukai mereka, “dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang,” Allah menciptakan cinta dan sayang antara suami dan istri. Ibnu
Abbas berkata: Yakni cinta lelaki dan istrinya dan sayang kepadanya
sehingga tidak rela jika istrinya tertimpa keburukan. “Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir,” hal tersebut mengandung pelajaran dan nasehat yang besar bagi
orang-orang yang berpikir mengenal kekuasaan Allah dan kebesaran-Nya,
sehingga mereka tau hikmah Allah yang tinggi.125
4. Munasabah
Pada ayat-ayat yang lalu, Allah memerintahkan kaum Muslimin
menyucikan-Nya dari segala kejelekan dan kekurangan yang tidak pantas
bagi kegungan dan kesempurnaan-Nya. Allah juga menyebutkan bahwa
segala makhluk, baik yang di langit maupun yang di bumi, semuanya
memuji-Nya, dan menerangkan kesanggupan-Nya menghidupkan yang
124
M. Ali ash Shobuni, Shafwah al-Tafasir, Jilid IV, Terj. Ganna Pryadharizal Anaedi,
Lc, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2011), 134. 125
Ibid.,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
69
mati. Pada ayat-ayat berikut ini diterangkan bukti-bukti kekuasaan dan
kebesaran Allah, diantaranya penciptaan manusia dari tanah kemudian
berkembang biak, penciptaan langit dan bumi, perbedaan warna kulit dan
bahasa manusia, kebutuhan untuk tidur pada malam hari dan berusaha
pada siang hari. Semua tanda kekuasaan Allah ini mengantar kita untuk
meyakini bahwa Allah mampu membangkitkan manusia yang sudah
mati.126
E. Tafsiran Suran ath-Thalaq Ayat 6 & 7
1. Ayat dan Terjemah
127
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat
tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan
mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka
(isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah
kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika
mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah
kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu
(segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan
Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.”128
126
Ibid.,,, 478. 127
al-Qur‟an 30: 6-7. 128
Deparetemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Jilid VII,,,, 189.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
70
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah
memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah
tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar)
apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan
kelapangan sesudah kesempitan.”129
2. Mufradat
عذم : kekuasaan atau kemampuan
Dalam konteks wujudikum bermakna perintah untuk memberikan
tempat tinggal bagi para istri di tempat yang layak menurut kemampuan
yang dimiliki suami.130
3. Tafsir
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa menjadi kewajiban bagi
suami memberi tempat tinggal yang layak, sesuai dengan kemampuannya
kepada istri yang tengah menjalani idah. Jangan sekali-kali ia berbuat yang
menyempitkan dan menyusahkan hati sang istri dengan menempatkannya
pada tempat yang tidak layak atau membiarkan orang lain tinggal
bersamanya, sehingga ia merasa harus meninggalkan tempat itu dan
menuntut tempat lain yang disenangi.131
Jika istri yang ditalak ba‟in sedang hamil, maka ia wajib diberi
nafkah secukupnya sampai ia melahirkan. Apabila ia melahirkan, maka
habislah masa idahnya. Namun demikian, karena ia menyusukan anak-
anak dari suami yang menceraikannya, maka ia wajib diberi nafkah oleh
129
Ibid., 130
Al-Qur‟an dan Tafsirnya.,,,189. 131
Ibid.,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
71
sang suami sebesar yang umum berlaku. Sebaiknya seorang ayah dan ibu
merundingkan dengan cara yang baik tentang tentang kemaslahatan anak-
anaknya, baik mengenai kesehatan, pendidikan, maupun hal lainnya. Di
sejumlah negara muslim, hak-hak perempuan yang dicerai telah diatur
secara khusus dalam undang-undang.132
Apabila diantara kedua belah pihak tidak terdapat kata sepakat,
maka pihak ayah boleh saja memilih perempuan lain yang dapat menerima
dan memahami kemampuannya untuk menyusukan anak-anaknya.
Sekalipun demikian, kalau anak itu tidak mau menyusu kepada perempuan
lain, tetapi hanya ke ibunya, maka sang bapak wajib memberi nafkah yang
sama besarnya seperti nafkah yang diberikan kepada orang lain.133
Dalam ayat selanjutnya Allah menjelaskan bahwa kewajiban ayah
memberikan upah kepada perempuan yang menyusukan anaknya menurut
kemampuannya. Jika kemampuan ayah itu hanya dapat memberi makan
karena rezekinyasedikit, maka hanya itulah yang menjadi kewajibannya.
Allah tidak akan memikulkan beban kepada seseorang, melainkan sesuai
dengan kemampuannya, sebagaimna firman-Nya:134
ا عؼ النيف اهلل فغا ال 135
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya.”136
132
Ibid., 133
Ibid.,,,189. 134
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Jilid X,,, 190. 135
al-Qur‟an, 2: 286. 136
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, 190.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
72
Dalam ayat ini dijelaskan:
االحنيف فظق عؼ ال137
“Seseorang tidak dibebabni lebih dari kesanggupannya.”
Tidak ada yang kekal di dunia. Pada suatu waktu, Allah akan
memberikan kelapangan sesudah kesempitan, kekayaan sesudah
kemiskinan, kesenangan sesudah penderitaan. Allah berfirman:138
غ اىؼغشغشا 139
“Sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan.”140
Menurut Quraish Shihab dalam ayat ini menyatakan,
Tempatkanlah mereka, para istri yang dicerai itu, di mana kamu, wahai
yang menceraikannya, bertempat tinggal. Kalau dahulu kamu mampu
tinggal di tempat yang mewah dan sekarang penghasilan kamu menurun
atau sebaliknya maka tempatkanlah mereka di tempat menurut, yakni yang
sesuai dengan, kemampuan kamu sekarang: dan janganlah sekali-kali
kamu sangat menyusahkan mereka dalam hal tempat tinggal atau selainnya
dengan tujuan untuk menyempitkan hati dan keadaan mereka sehingga
mereka terpaksa keluar atau minta keluar.141
Pengganti nama ( ) hunna, mereka perempuan pada kalimat
( askinuhunna/tempatkanlah mereka dipahami oleh mayoritas (أعنا
ulama menunjuk kepada semua wanita yang dicerai yang menjadi
137
al-Qur‟an, 2: 233. 138
Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Jilid X,, 190. 139
al-Qur‟an, 94: 6. 140
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, 190. 141
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Volume 14, 143.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
73
pembicaraan surah ini sejak ayatnya yang pertama. Dengan demikian, kata
mereka mencakup semua yang dicerai, baik yang masih boleh rujuk, yang
hamil, maupun perceraian bᾱ ‟in dalam cakupan kata mereka. Ini berdasar
hadist yang menyatakan bahwa Fᾱ thimah binti Qais dicerai bᾱ ‟in oleh
suaminya. Lalu, saudara suaminya melarangnya masuk rumah dan tidak
membolehkannya menerima nafkah. Fathimah ra. mengadu pada
Rasulullah saw., lalu beliau bersabda: “Tempat tinggal dan nafkah hanya
buat yang dicerai raj‟iy (yang masih boleh ruju‟).”142
Riwayat ini ditolak oleh banyak ulama, bahkan menurut riwayat
Sayyidinᾱ Umar r.a pun menolaknya. “kita tidak meninggalkan kitabullah
dan sunnah Nabi kita untuk menerima ucapan seorang wanita yang boleh
jadi lupa atau salah paham.” Demikian sayyidina Umar. Riwayat lain
menyatakan baha „Ᾱ isyah ra. juga menolak riwayat itu.
Kata ( ,dharrah (ضاسة) tudharruhunna terambil dari kata (حضاس
yakni kesulitan/kesusahan yang berat. Ini bukan berarti kesulitan dan
kesusahan yang sedikit atau ringan dapat ditoleransi. Tidak! Penggunaan
kata tersebut disini aganya untuk mengisyaratkan baha wanita yang dicerai
itu telah mengalami kesulitan dengan penceraian itu sehingga bekas suami
hendaknya tidak lagi menambah kesulitan dan kesusahannya karena itu
berarti menyusahkannya dengan kesusahan yang berat, bisa juga redaksi
yang menggambarkan beratnya kesusahan itu tertuju kepada larangan
142
Ibid.,,, 144.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
74
bukan kepada apa yang dilarang sehingga ia berarti: “jangan sekali-kali
menyusahkan wanita yang dicerai itu.”143
Firman-Nya: ( ا ػي litudhayyiqu „alaihinna/ untuk (ىخضق
menyempitkan mereka bukan berarti bahwa kalau bukan untuk itu,
menyusahkannya dapat dibenarkan. Ini hanyalah isyarat menyangkut apa
yang sering kali terjadi pada masa jahiliah. Begitu tulis Ibn „Asyur. Tetapi,
al-Biqa‟i memahaminya sebagai isyarat bolehnya menjadikan mereka
merasa sulit atau kesal jika tujuannya untuk mendidik mereka.144
Kata ( ا ش أح ) wa‟tamiru adalah perintah bagi ayah dan ibu untuk
memusyawarahkan persoalan anak mereka itu. Ini adalah salah satu dari
dua ayat yang memerintahkan bermusyawarah dan dari empat ayat yang
berbicara tentang musyawarah. Kalau yang telah bercerai saja
diperintahkan untuk melakukan musyawarah, tentu saja hal tersebut lebih
dianjurkan lagi kepada suami istri yang sedang menjalin hubungan
kemesraan, dan tentu saja buat mereka bukan hanya dalam hal penyusuan
anak, tetapi menyangkut segala hal yang berkaitan dengan rumah tangga
bahkan kehidupan bersama mereka145
Firman-Nya: (أخش ضغ ى fasaturdhi‟u lahu ukhra/ maka (فغخش
perempuan lain akan menyusukan untuknya memberi kesan kecaman
kepada ibu karena dorongan keibuan mestinya mengalahkan segala
143
Ibid., 144
Ibid., 145
Ibid.,,, 145.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
75
kesulitan. Di sisi lain, pengalihan gaya redaksi dari persona kedua (kamu)
ke gaya persona ketiga mengesankan juga kecaman kepada bapak, yang
boleh jadi keengganannya membayar itu karena tidak menyadari berapa
banyak kebutuhan ibu yang menyusukan anak, misalnya makanan yang
bergizi, serta betapa berat pula tugas itu dilaksanakan oleh ibu.146
Dalam ayat selanjutnya menjelaskan prinsip umum yang mencakup
penyusuan dan sebagainya sekaligus menengahi kedua pihak dengan
menyatakan bahwa: Hendaklah yang lapang, yakni mampu dan memiliki
banyak rezeki, memberi nafkah untuk istri dan anak-anaknya dari, yakni
sebatas kadar, kemampuannya dan dengan demikian hendaknya ia
memberi sehingga anak dan istrinya itu memiliki pula kelapangan dan
keluasan berbelanja dan siapa yang disempitkan rezekinya, yakni terbatas
penghasilannya, maka hendaklah ia memberi nafkah dari harta yang
diberikan Allah kepadanya. Jangan sampai dia memaksakan diri untuk
nafkah itu dengan mencari rezeki dari sumber yang tidak direstui Allah.
Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sesuai apa
yang Allah berikan kepadanya. Karena itu, janganlah, wahai istri,
menuntut terlalu banyak dan pertimbangkanlah keadaan suami atau bekas
suami kamu. Di sisi lain, hendaklah semua pihak selalu optimis dan selalu
mengharap kiranya Allah memberinya kelapangan karena Allah biasanya
akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.147
146
Ibid., 147
Shihab, Tafsir al-Misbah, Volume 14,,, 146.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
76
Tidak ada jumlah tertentu untuk kadar nafkah bagi keluarga. Ini
kembali kepada kondisi masing-masing dan adat kebiasaan yang berlaku
pada satu masyarakat atau apa yang diistilahkan oleh al-Qur‟an dan
sunnah dengan „urf yang tentu saja dapat berbeda antara satu masyarakat
dan masyarakat yang lain serta waktu dan waktu yang lain.
Suami yang tidak dapat menutupi biaya hidup keluarganya
mestinya memeroleh sumbangan dari Bait al-Mal atau kini dikenal dengan
Departemen Sosial. Tetapi, kalau seandainya ia tidak mendapatkannya,
istri yang tidak rela hidup bersama suami yang tidak mampu memenuhi
kebutuhannya secara wajar dapat menuntut cerai. Apakah permintaan itu
harus diterima oleh pengadilan atau tidak, hal ini menjadi bahan diskusi
dan silang pendapat antara ulama.
Firman-Nya: )عجؼو اهلل بؼذ ػغش غشا( sayaj‟alu Allah ba‟da „usrin
yusran/ Allah akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan ada
ulama yang memahaminya sebagai janji yang pasti terlaksana. Al-Biqa‟i
mengomentari penggalan ayat ini baha: “Karena itu tidak ada seseorang
yang terus-menerus sepanjang usianya dalam seluruh keadaannya hidup
dalam kesempitan.” Ada lagi yang menyatakan bahwa ayat ini ditujukan
kepada kaum muslimin pada masa Nabi saw. Dimana kelapangan rezeki
telah mereka dapatkan dengan kemenangan-kemenangan yang mereka raih
dalam peperangan dan yang menghasilkan harta rampasan serta lahan
pertanian. Ada juga ulama yang menjadikan ayat diatas bukan saja
ditujukan kepada masyarakat yang hidup pada masa turunnya al-Qur‟an,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
77
dan memang seharusnya demikian. Penganut pendapat ini mengamati
bahwa bisa saja ada orang yang tidak pernah mendapatkan kelapangan.
Karena itu, mereka tidak memahami penggalan ayat diatas sebagai janji,
tetapi penjelasan tentang kebiasaan Allah swt, yang bertujuan mendorong
setiap orang, apalagi yang berada dalam kesempitan, untuk selalu optimis.
148
Menurut Ali ash Shobuni dalam tafsiran ini “Tempatkanlah mereka
(para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu”;
tempatkanlah istri-istri yang diceraikan itu pada tempat tinggal di mana
kalian tinggal sesuai dengan kemampuan kalian. Jika suami mampu, maka
dia memberi keleluasaan kepada istrinya dalam tempat tinggal dan nafkah.
Jika suami miskin, maka sesuai dengan kemampuannya. “dan janganlah
kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka”;
janganlah kalian menyempitkan mereka dalam hal tempat tinggal dan
nafkah, sebab hal itu menyebabkan mereka terpaksa keluar atau meminta
khuluk. “Dan jika mereka itu sedang hamil”; jika istri yang ditalak hamil,
“maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin”;
maka suami berkewajiban memberikan nafkah kepada istri, meskipun
waktunya lama, sampai ia melahirkan bayi. 149
“kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu”;
jika istri itu melahirkan dan setuju untuk menyusui anak suaminya, “maka
148
Shihab, Tafsir al-Misbah, Volume 14, 147. 149
M. Ali ash Shobuni, Shafwah al-Tafasir, Jilid V, Terj. Ganna Pryadharizal Anaedi, Lc,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2011), 391.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
78
berikanlah kepada mereka upahnya”; maka suami harus menyerahkan
upah menyusui kepada istrinya, sebab anak adalah anak suami.
Dalam At-Tashil li ulum At-Tanzil disebutkan, jika istri-istri yang
diceraikan itu menyusui anak-anak kalian, maka berilah ia upah menyusui,
yaitu nafkah dan biaya hidup lainnya. Dan musyawarahkanlah di antara
kamu (segala sesuatu) dengan baik”; dan hendaklah masing-masing dari
suami istri menyuruh pihak yang lain untuk melakukan kebaikan, yaitu
bersikap lunak, lemah lembut dan berbuat baik.150
Al-Qurthubi berkata, “Yakni hendaklah sebagian dari kalian
menerima perintah kebaikan dari pihak lain. Termasuk kebaikan dari pihak
istri adalah menyusui anak tanpa upah, sedangkan dari pihak suami adalah
memberikan upah yang banyak atas penyusuan itu.”151
“dan jika kamu menemui kesulitan“; jika kalian mengalami
kesempitan dan kesulitan mendamaikan antara suami dan istri, lalu suami
menolak untuk menyerahkan upah kepada yang diinginkan oleh istri dan
istri menolak untuk menyusui anak dengan upah yang minim, “maka
perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya”; hendaknya suami
menyewa perempuan lain untuk menyusui . abu Hayan berkata, “Ayat ini
mengandung kritikan yang lembut kepada istri. Seperti anda katakan
150
Shobuni, Shofwah al-Tafasir, (At-Tashil li Ulum At-Tanzil, 4/129), 392. 151
Shobuni, Shofwah al-Tafasir, (Tafsir al-Qurthubi,18/169), 392.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
79
kepada orang yang anda minta sesuatu, namun dia tidak mau
memenuhinya, “orang lain akan memenuhinya.”152
Adh Dhahhak berkata, “jika ibu tidak mau menyusui, maka ayah
menyewa wanita lain untuk menyusui anaknya. Jika ayah tidak mau, maka
ibu dipaksa untuk menyusui dengan bayaran.
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannnya”; ini menjelaskan berapa kadar nafkah. Yakni istri
hendaknya memberi nafkah kepada istrinya dan anaknya yang masih kecil
sesuai kemampuannya. Dalam Aat-Tashil li Ulum at-Tanzil disebutkan, ini
perintah agar tiap orang memberikan nafkah sesuai dengan
kemampuannya. Suami tidak dipaksa di atas kemampuannya sehingga istri
tidak disia-siakan dan hukum adil. Ayat diatas menunjukkan baha nafkah
berbeda sesuai perbedaan status ekonomi seseorang.” Dan orang yang
disempitkan rezekinya”; barangsiapa rezekinya sempit, sehingga kurang
dari mencukupi, “hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan
Allah kepadanya”; hendaknya dia memberikan nafkah sesuai kadar
kemampuannya dengan harta yang diberikan Allah kepadanya. “Allah
tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang
Allah berikan kepadanya”; Allah tidak membebani siapapun, kecuali
152
Shobuni, Shofwah al-Tafasir, (Tafsir al-Bahr al-Muhtih,8/258), 392.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
80
sesuai kemampuan dan kesanggupannya. Allah tidak membebankan
kepada si miskin apa yang Dia bebankan kepada si kaya.153
Abu Su‟ud berkata, “Firman ini mengandung hiburan bagi hati
orang yang melarat dan dorongan kepadanya untuk memberikan
kemampuannya.” Allah menguatkan janji tersebut. “Allah kelak akan
memberikan kekayaan setelah sempit rezeki dan memberikan keleluasaan
setelah kesulitan. Firman ini mengandung berita gembira bagi orang-orang
melarat, bahwa Allah akan membuka pintu-pintu rezeki bagi mereka.154
4. Munasabah
Pada ayat-ayat yang lalu, Allah menjelaskan masa idah perempuan
muda yang belum pernah haid, perempuan yang tidak haid lagi karena
usianya sudah lanjut, dan yang sedang hamil. Pada ayat-ayat berikut ini,
Allah menjelaskan tentang kewajiban memberi nafkah dan tempat tinggal
yang layak bagi perempuan yang menjalani masa idah.155
153
Shobuni, Shofwah al-Tafasir, Jilid 5,,, 393. 154
Ibid.,,, 393. 155
Ibid.,