bab ii tinjauan umum tentang perjanjian … ii.pdf2.1.1. istilah-istilah perjanjian internasional...

24
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL 2.1. Aspek-aspek Perjanjian Internasional 2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional Mengenai peristilahan dari perjanjian internasional, jika dikaitkan dengan konteks praktek yang berkembang dalam pembentukan perjanjian internasional oleh negara-negara di dunia telah melahirkan berbagai macam bentuk peristilahan atau terminologi dalam perjanjian internasional itu sendiri. Namun apapun peristilahan yang digunakan dalam pembentukan perjanjian internasional tidak mengurangi hak dan kewajiban para pihak yang telah sepakat dalam mengadakan perjanjian internasional tersebut. Adanya perbedaan dari peristilahan perjanjian internasional yang dibuat, dimaksudkan untuk mengelompokan suatu perjanjian internasional tersebut atas dasar kesamaan materi atau subtansi apa yang diatur. Kemudian motif lain dari berkembangnya peristilahan dari perjanjian internasional adalah untuk menilai bobot dari perjanjian internasional satu dengan lainnya yang juga memiliki perbedaan substansi. Selain itu, adanya perbedaan peristilahan pembentukan perjanjian internasional ini dimaksudkan untuk membedakan antara perjanjian internasional yang baru dibuat dengan perjanjian internasional yang telah ada sebelumnya. Adapun berbagai peristilahan atau terminologi yang ada dalam perjanjian internasional adalah sebagai berikut: a. Perjanjian Internasional/Traktat (Treaty) 20

Upload: trancong

Post on 18-Apr-2018

237 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

2.1. Aspek-aspek Perjanjian Internasional

2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional

Mengenai peristilahan dari perjanjian internasional, jika dikaitkan dengan konteks praktek

yang berkembang dalam pembentukan perjanjian internasional oleh negara-negara di dunia telah

melahirkan berbagai macam bentuk peristilahan atau terminologi dalam perjanjian internasional

itu sendiri. Namun apapun peristilahan yang digunakan dalam pembentukan perjanjian

internasional tidak mengurangi hak dan kewajiban para pihak yang telah sepakat dalam

mengadakan perjanjian internasional tersebut.

Adanya perbedaan dari peristilahan perjanjian internasional yang dibuat, dimaksudkan

untuk mengelompokan suatu perjanjian internasional tersebut atas dasar kesamaan materi atau

subtansi apa yang diatur. Kemudian motif lain dari berkembangnya peristilahan dari perjanjian

internasional adalah untuk menilai bobot dari perjanjian internasional satu dengan lainnya yang

juga memiliki perbedaan substansi. Selain itu, adanya perbedaan peristilahan pembentukan

perjanjian internasional ini dimaksudkan untuk membedakan antara perjanjian internasional yang

baru dibuat dengan perjanjian internasional yang telah ada sebelumnya.

Adapun berbagai peristilahan atau terminologi yang ada dalam perjanjian internasional

adalah sebagai berikut:

a. Perjanjian Internasional/Traktat (Treaty) 20

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

Penggunaan istilah treaty dalam pembentukan perjanjian internasional, dapat

diklasifikasikan kedalam dua pengertian, yakni pengertian umum dan pengertian khusus.

Berdasarkan pengertian umum, bahwa treaty diartikan sebagai perjanjian internasional.

Maksutnya adalah bahwa perjanjian internasional dalam arti umum ini, mencakup segala hal yang

ada dalam perjanjian internasional itu sendiri,1 baik subyek yang terlibat dalam pembentukan

perjanjian internasional dan juga substansi apa yang diatur dalam perjanjian internasional tersebut,

serta adanya keterikatan perjanjian internasional terhadap hukum internasional.

Kemudian berdasarkan pengertian khusus, perjanjian internasional diartikan sebagai

traktat. Dalam artian ini bahwa penggunaan istilah traktat dalam pembentukan perjanjian

internasional biasanya digunakan dalam perjanjian internasional dengan materi atau substansi

yang sangat mendasar.2 Kemudian dalam praktiknya, perjanjian internasional tersebut

membutuhkan adanya pengesahan/ratifikasi. Sebagai contoh perjanjian internasional dalam

konteks ini adalah mengatur mengenai masalah perdamaian, ekstradisi, persahabatan dan lain

sebagainya.3

b. Konvensi (Convention)

Penggunaan istilah convention dalam pembentukan perjanjian internasional, dapat pula

dibedakan menjadi dua pengertian, yakni pengertian secara umum dan khusus. Pengertian secara

umum dalam peristilahan ini yakni bahwa convention diartikan sebagai perjanjian internasional.

Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court of Justice

(selanjutnya disebut dengan Statuta Mahkamah Internasional) yang menyebutkan adanya

1 T.O. Elias, 1974, The Modern Law of Treaties, Oceana Publications, INC, Dobbs Ferry, NY., h. 14.

2 Boer Mauna, op.cit, h. 90.

3 Kholis Roisah, 2015, Hukum Perjanjian Internasional Teori dan Praktik , Setara Press, Malang, h. 6.

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

penggunaan istilah convention untuk menunjuk suatu pejanjian internasional yang juga dinyatakan

sebagai salah satu sumber hukum internasional. Atas dasar tersebut maka istilah ini dinyatakan

dalam kedudukan tertinggi, karena digunakan dalam praktek internasional.4

Kemudian dalam artian khusus, bahwa convention merujuk kepada perjanjian internasional

yang bersifat luas dan memberikan kesempatan kepada masyarakat internasional untuk ikut

berpartisipasi. Selain itu dalam pengertian ini, perjanjian internasional dengan istilah convention

memiliki sifat law-making, yang artinya bahwa merumuskan atau menciptakan kaidah-kadihan

hukum bagi masyarakat internasional.5

Selain itu dalam perjanjian internasional yang diistilahkan dengan convention ini,

digunakan untuk perjanjian-perjanjian internasional multilateral yang mengatur tentang masalah

yang besar serta penting dan dimaksudkan untuk berlaku secara luas baik dalam lingkup regional

maupun umum.

c. Persetujuan (Agreement)

Penggunaan istilah agreement dalam pembentukan perjanjian internasional, biasanya

ditujukan bagi perjanjian internasional yang materi atau substansinya bersifat teknis dan

administratif. Jika dibandingkan dengan peristilahan lainnya, maka agreement memiliki ruang

lingkup yang lebih sederhana dan relatif kecil.

Penggunaan istilah agreement biasanya ditemukan pula dalam kerjasama pada bidang

perkenomian. Misalnya, perjanjian internasional dalam bidang perpajakan, perlindungan investasi

atau penanaman modal, dan dalam perjanjian bantuan keuangan.6

4 Ibid, h. 91.

5 Ibid.

6 Ibid, h. 92.

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

d. Piagam (Charter)

Penggunaan istilah charter dalam pembentukan perjanjian internasional, sangat erat

kaitannya dengan organisasi internasional. Maksutnya adalah, dalam pembentukannya suatu

organisasi internasional menggunakan istilah charter untuk konstitusi atau dasar dari dibentuknya

organisasi tersebut.

e. Kovenan (Covenant)

Penggunaan istilah covenant dalam pembentukan perjanjian internasional, hampir sama

dengan istilah charter yakni erat kaitannya dengan perjanjian internasional yang kemudian

dijadikan sebagai konstitusi bagi suatu organisasi internasional.7 Hanya saja dalam istilah ini kita

dapat menemukan contoh lain yang berbeda dan tidak berhubungan dengan organisasi

internasional yakni adanya International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan

Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik) pada tanggal 16 Desember 1966.

f. Deklarasi (Declaration)

Penggunan istilah declaration dalam pembentukan perjanjian internasional, erat kaitannya

dengan suatu perjanjian internasional yang mengatur mengenai suatu ketentuan umum dari para

pihak untuk melakukan suatu tindakan atau langkah-langkah yang bijaksana dimasa yang akan

datang.8

Selain itu yang menjadi ciri khas dalam declaration adalah dari segi isinya, declaration

tidak mengatur mengenai hal-hal yang spesifik seperti misalanya bagaimana cara berlakunya

perjanjian internasional tersebut, kemudian siapa pihak yang bertanggung jawab dan lain

7 Wayan Parthiana, op.cit, h. 31.

8 Boer Mauna, op. cit, h. 93.

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

sebagainya. Akan tetapi hal-hal yang ada dalam declaration hanya berisi prinsip-prinsip dan suatu

pernyataan umum akan sikap pihak tertentu terhadap permasalahan yang sedang dibahas.

g. Memorandum Saling Pengertian (Memorandum of Understanding)

Penggunaan istilah MoU pada prakteknya dapat merupakan perjanjian yang sifatnya

ksepakatan dasar atau induk dan perjanjian yang bersifat implementatif, bahkan dalam MoU tidak

mengatur hak dan kewajiban secara jelas, serta dalam pelaksanaanya memerlukan perjanjian lagi.9

Selain itu, penggunaan istilah MoU dalam pembentukan perjanjian internasional, merupakan

perjanjian yang mengatur pelaksanaan teknis operasional dari suatu perjanjian induk. Sepanjang

materi yang diatur bersifat teknis, MoU ini dapat berdiri sendiri tanpa adanya perjanjian induk.

Jenis perjanjian ini umumnya dapat segera berlaku setelah penandatanganan tanpa memerlukan

pengesahan.10

h. Protokol (Protocol)

Penggunaan istilah protocol dalam pembentukan perjanjian internasional, merupakan

salah satu jenis perjanjian internasional yang kurang formal menurut J G Starke.11 Hal tersebut di

dasari atas adanya jenis-jenis dari protocol itu sendiri, antara lain protocol of signature, optional

protocol, dan protocol based on a framework treaty,12 yang keseluruhannya bersifat perjanjian

tambahan bagi ketentuan yang belum diatur dalam perjanjian utamanya.

9 Kholis Roisah, op.cit, h. 11.

10 Ibid, h. 95.

11 Wayan Parthiana, op.cit, h. 34.

12 Boer Mauna, op.cit, h. 92-93.

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

i. Statuta (Statute)

Penggunaan istilah statute dalam pembentukan perjanjian internasional, dapat disamakan

dengan charter atau piagam. Hal ini dikarenakan pada dasarnya istilah ini erat kaitannya dengan

pembentukan organisasi internasional yang diawali oleh pembentukan konstitusi yang berasal dari

perjanjian internasional dengan istilah statute.

j. Pakta (Pact)

Penggunaan istilah pact dalam pembentukan perjanjian internasional, erat kaitannya

dengan peruntukan perjanjian internasional dalam bidang militer, pertahanan, dan keamanan.13

k. Pengaturan (Arrangement)

Penggunaan istilah arrangement dalam pembentukan perjanjian internasional mengacu

kepada suatu bentuk perjanjian yang berisi ketentuan-ketentuan pelaksanaan teknik operasional

suatu perjanjian yang sudah ada sebelumnya (perjanjian induk). Dalam istilah ini juga merujuk

kepada suatu perjanjian internasional yang bersifat implementatif, serta berkaitan dengan suatu

perjanjian yang memiliki jangka waktu relatif singkat serta bersifat teknis.14

2.1.2. Pengertian Perjanjian Internasional

Mengenai pengertian dari perjanjian internasional, kita dapat mencari dari dua sumber

utama, yakni melalui berbagai ketentuan perundang-undangan baik pada tingkat nasional maupun

13 Wayan Parthiana, op.cit, h. 33.

14 Kholis Roisah, op.cit, h. 13.

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

internasional serta melalui pendapat para ahli yang mendefinisikan perjanjian internasional itu

sendiri.

Pertama, jika kita tinjau pengertian perjanjian internasional berdasarkan peraturan

perundang-undangan nasional, khususnya UU Perjanjian Internasional Pasal 1 angka 1 yang

menjelaskan bahwa:

“Perjanjian Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur

dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.”

Sementara dalam UU Hubungan Luar Negeri khususnya Pasal 1 angka 3 menjelaskan

bahwa:

“Perjanjian Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun, yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh Pemerintah Republik

Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi internasional atau subyek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada Pemerintah Republik Indonesia yang bersifat hukum publik.”

Kedua, jika kita tinjau pengertian perjanjian internasional berdasarkan peraturan

internasional, khususnya ketentuan Pasal 2 ayat 1 butir a Konvensi Wina 1969 yang menyatakan

sebagai berikut:

“Treaty means an international agreement conclude between States in written form and governed by international law, whether embodied in a single instrument or in two or more

related instruments and whatever is particular designation”

Yang artinya bahwa perjanjian internasional adalah suatu persetujuan internasional yang

diadakan antara negara-negara dalam bentuk yang tertulis dan diatur oleh hukum internasional,

baik yang berupa satu instrumen tunggal atau berupa dua atau lebih instrumen yang saling

berkaitan tanpa memandang apapun juga namanya.

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

Sementara dalam ketentuan Pasal 2 ayat 1 butir a Konvensi Wina 1986 yang menyatakan

sebagai berikut:

”Treaty means an international agreement governed by international law and conclude in

written form:

i. between one or more States and one or more international organizations; or ii. between international organizations, whether that agreement is embodied in a single

instruments and whatever its particular designation.

Yang artinya bahwa Perjanjian berarti suatu persetujuan internasional yang diatur oleh hukum internasional dan dirumuskan dalam bentuk tertulis:

i. antara satu atau lebih negara dan satu atau lebih organisasi internasiona l; atau ii. sesama organisasi internasional, baik persetujuan itu berupa satu instrumen atau lebih

dari satu instrumen yang saling berkaitan dan tanpa memandang apapun juga namanya.

Kemudian pengertian dari perjanjian internasional pun dikemukakan oleh beberapa ahli.

Pertama, Wayan Parthiana menglasifikasikan pengertian Perjanjian Internasional menjadi

pengertian dalam arti luas dan arti sempit. Yang pada pokoknya menjelaskan bahwa Perjanjian

Internasional merupakan kata sepakat antara dua atau lebih subyek hukum internasional mengenai

suatu obyek atau masalah tertentu dengan maksud untuk membentuk hubungan hukum atau

melahirkan hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum internasional.15 Sementara Mochtar

Kusumaatmadja menjelaskan bahwa Perjanjian intenasional adalah perjanjian yang diadakan

antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum

tertentu.16 Kemudian para ahli hukum internasional juga memberikan pandangannya mengenai

definisi perjanjian internasional antara lain, menurut O’Connel perjanjian internasiona adalah an

agreement between states, governed by international law as district from municipal law, the form

and manner of wich is material legal consequances of the act .17 Kemudian para ahli yang lain

15 Wayan Parthiana, op.cit, h. 12.

16 Mochtar Kusumaatmadja, loc.cit.

17 O’Connel DP, International Law, Volume I, Stevens, London: Stevens 1965, h. 146.

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

berpendat bahwa tidak hanya negara yang dapat menjadi subyek dalam pembentukan perjanjian

internasional. Pendapat tersebut diantaranya dikemukakan oleh Herman Mosler yang menjelaskan

bahwa perjanjian internasional adalah Treaties are contractual angangement between subject of

international law destined to create rights and obligation for the parties.18 Kemudian Maclom

Show berpendapat bahwa A treaty is basically an agreement between parties on the international

scene. Althought may be conclude, or made, between states and international organizations, they

are primarily concerned with relation between state.19

2.1.3. Unsur-unsur Perjanjian Internasional

Berdasarkan pengertian perjanjian internasional seperti yang telah dijelaskan dalam bagian

sebelumnya, maka dapat kita sebut dan jelaskan unsur-unsur yang harus dipenuhi dan harus ada,

agar suatu perjanjian internasional dapat dikatakan sempurna. Adapun unsur-unsur tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Kata Sepakat

Unsur ini merupakan unsur utama dari adanya suatu perjanjian internasional. Hal ini

dikarenakan tanpa ada kata sepakat tidak mungkin tebentuknya suatu perjanjian internasional.

Kata sepakat ini dapat pula dikatakan sebagai suatu asas hukum yang umum, karena segala

perbuatan hukum khususnya pada bidang perjanjian, umumnya pun wajib mengandung unsur kata

sepakat atau yang dapat pula disebutkan dengan istilah asas konsensualisme. Jika kita melihat

18 Herman Mosler, The International Society as a Legal Community, The Nederland: Sjnoff and Nor doff,

1980, h. 95.

19 Kholis Roisah, op.cit, h. 2.

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

secara umum pula, berdasarkan ketentuan Pasal 1320 Burgelijk Wetbook (BW) yang menyebutkan

salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan oleh para pihak. Selai itu kata

sepakat juga mengandung tiga pengertian dalam konteks pembentukan perjanjian internasional

antara lain, pertama bahwa kesepakatan yang sah dalam pembentukan perjanjian internasional

adalah kesepakatan yang dilakukan oleh subyek hukum internasional, kedua bahwa kesepakatan

yang telah terjadi harus tunduk kepada hukum internasional baik dalam bentuk tertulis, maupun

hukum internasional yang tidak tertulis (international customary law) dan yang ketiga, bahwa

kesepakatan yang dimaksud dalam konteks ini, kesepakatan yang akan menimbulkan suatu akibat

hukum. Akibat hukum yang dimaksud adalah adanya hak dan kewajiban yang dimilki oleh para

pihak dalam pembentukan perjanjian internasional sebagai konsekuensi logis dari adanya

pembentukan perjanjian internasional.20

b. Adanya Subyek Hukum

Subyek Hukum yang dimaksud dalam konteks perjanjian internasional, tentu saja subyek

hukum internasional. Bedasarkan ketentuan hukum internasional setidaknya ada 7 (tujuh) subyek

hukum yang dapat mejadi pihak dalam pembentukan perjanjian internasional, antara lain Negara,

Negara Bagian, Tahta Suci atau Vatikan, Wilayah Perwalian, Organisasi Internasional, Kelompok

yang sedang berperang atau kaum Belligerensi, dan Bangsa yang sedang memperjuangkan haknya.

Adanya subyek hukum internasional sebagai pihak dalam pembentukan perjanjian

internasional, merupakan konsekuensi logis dari hak dan kewajiban yang dimiliki oleh setiap

subyek hukum internasional, termasuk mengadakan atau menjadi pihak dalam pembentukan

perjanjian intenasional.

20 Ibid, h. 3.

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

Namun Wayan Parthiana menjelaskan tidak semua subyek hukum internasional memiliki

kemampuan yang sama dalam pembentukan perjanjian internasional. Maksutnya adalah bahwa

adanya pengklasifikasian kekuatan para subyek hukum internasional dalam mengadakan

perjanjian internasional. Misalnya ada subyek hukum internasional yang memilki kapasitas penuh

(full capacity) dalam mengadakan perjanjian internasional seperti negara.21 Namun ada juga

subyek hukum internasional yang memiliki kekuatan terbatas pada bidang atau lapangan apa yang

dikuasai, misalnya seperti suatu organisasi internasional yang bergerak dalam bidang kesehatan

tidak boleh melampaui kekuatannya untuk mengadakan perjanjian internasional diluar daripada

bidang kesehatan.

c. Adanya Suatu Obyek Tertentu

Suatu obyek dalam perjanjian internasional merupakan salah satu unsur yang wajib ada

dalam pembentukan perjanjian internasional. Hal ini sangat beralasan dengan argumentasi bahwa

para pihak dalam mengadakan perjanjian internasional tentu saja menginginkan sesuatu dari pihak

lainnya. Obyek merupakan salah satu main point atau poin utama dalam terciptanya suatu

perjanjian internasional. Biasanya untuk mengetahui apa obyek yang diperjanjikan dalam suatu

perjanjian internasional kita dapat melihat dari judul atau nama suatu perjanjian internasional

tertentu. Kejelasan obyek dalam perjanjian internasional juga menjadi penting karena melalui

obyek lah dapat menimbulkan berbagai dampak mulai dari dampak moral yang paling rendah,

dampak politik, hingga dampak hukum dengan adanya suatu perkara atau kasus jika terjadi suatu

permasalahan ataupun sengketa atas obyek yang ada dalam suatu perjanjian internasional tersebut.

21 Wayan Parthiana, op.cit, h. 19.

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

d. Tunduk pada Rezim Hukum Internasional

Mengenai unsur ini Boer Mauna menjelaskan bahwa, suatu perjanjian internasional yang

sesuai adalah perjanjian internasional tersebut diatur oleh rezim hukum internasional. Maksutnya

adalah suatu perjanjian internasional wajib tunduk kepada ketentuan-ketentuan hukum

internasional yang juga memiliki dampak pada ranah hukum publik. Tidak dapat dikategorikan

sebagai perjanjian internasional apabila dasar mengikat dari perjanjian internasional tersebut ada

pada ketentuan hukum setempat yang hanya berlaku pada beberapa kalangan atau wilayah maupun

hal-hal yang menyentuh ranah privat atau kepentingan salah satu pihak, meskipun pihak dalam

pembentukan perjanjian internasional tersebut adalah negara atau organisasi internasional yang

merupakan subyek hukum internasional yang memilki hak dalam mengadakan perjanjian

internasional berdasarkan kekuatan masing-masing pihak.22

2.1.4. Subyek-Subyek Perjanjian Internasional

Dalam konteks pembentukan perjanjian internasional, subyek yang dimaksud adalah tentu

saja subyek-subyek hukum internasional yang dikenal dan diakui memiliki kemampuan untuk

menjadi pihak dalam pembentukan perjanjian internasional.

Jika kemudian kita melihat dari sejarah perkembangan hukum internasional khususnya

pada masa abad duapuluh dan setelah perang dunia kedua, telah terjadi suatu peningkatan pada

pola hubungan-hubungan internasional dan juga lahirnya organisasi internasional yang bersifat

permanen.23 Yang kemudian berbagai hubungan-hubungan internasional tersebut tidak hanya

dilakukan oleh negara sebagai actor tetapi pihak lain seperti organisasi internasional maupun pihak

22 Boer Mauna, op.cit, h. 88.

23 Wayan Parthiana, op.cit, h. 18.

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

lain mulai mengeksiskan diri pada pergaulan internasional melalui berbagai cara. Oleh sebab

perkembangan tersebut, negara tidak lagi satu-satunya subyek hukum internasional yang diakui,

namun subyek-subyek hukum internasional berkembang kearah yang lebih variatif. Para subyek

hukum internasional lainnya ini disebut dengan istilah non state actors.

Namun demikian, meskipun sudah dikenal dan diakui sebagai subyek hukum internasional,

tidak lantas membuat tiap-tiap subyek hukum internasional memiliki kemampuan yang sama

dalam mengadakan perjanjian internasional. Setiap subyek hukum internasional memiliki batasan-

batasan tertentu terkait dengan pembentukan perjanjian internasional yang sama sekali berbeda

satu sama lain. Adapun subyek hukum internasional dalam konteks pembentukan perjanjian

internasional adalah sebagai berikut:

a. Negara

Negara dalam kedudukannya sebagai pihak dalam pembentukan perjanjian internasional

menurut wayan parthiana adalah subyek hukum internasional yang memiliki kemampuan penuh

untuk mengadakan atau untuk duduk sebagai pihak dalam suatu perjanjian internasional. Hak suatu

negara untuk mengadakan perjanjian internasional adalah merupakan atribut dari kedaulatan yang

dimiliki oleh suatu negara.24

Kemudian berkaitan dengan obyek-obyek perjanjian internasional yang dapat dibentuk

oleh negara, itu erat kaitannya dengan dua hal. Pertama berkaitan dengan konstitusi dari negara

terkait mengenai asas-asas, kaidah-kaidah, yang menjadi cita-cita negara dalam konteks

pembentukan perjanjian internasional yang dapat menjadi salah satu cara untuk mensejahterakan

warga negara. Kedua berkaiatan dengan politik luar negeri dan dalam negeri negara terkait. Hal

24 Ibid, h. 19.

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

ini jelas saja menjadi faktor penentu dari perjanjian internasional disuatu negara, karena pada

hakikatnya suatu perjanjian internasional memilki dampak yang bersifat publik, oleh karena itu

akan menjadi penting pertimbangan politis dalam negeri serta strategi dan kebijakan politik luar

negeri dari suatu negara dalam mengawal dan mengarahkan pembentukan perjanjian internasional.

b. Negara Bagian

Berbicara mengenai negara bagian, tentu saja akan berkaitan dengan bentuk dari suatu

negara. Bentuk negara yang mengenal adanya negara bagian, tentu saja negara dengan bentuk

federasi atau bisa juga disebut dengan negara federal. Dalam konteks pembentukan perjanjian

internasional ada dua model yang diterapkan oleh negara-negara federal menurut wayan parthiana.

Pertama, adalah negara federal yang hubungan-hubungan internasionalnya dilaksanakan

oleh pemerintah negara federal, sedangkan pemerintah negara bagian hanya mengurus dan

mengatur masalah-masalah dalam negeri, dan tidak berhak mengurus dan mengatur masalah-

masalah internasional. Jadi hanya negara federal yang dapat mewakili negara dalam konteks

pembentukan perjanjian internasional. Kedua, adalah negara federal yang memberikan hak-

hak dan kewenangan kepada negara bagiannya, dalam batas-batas tertentu untuk mengadakan

hubungan-hubungan internasional, yang salah satu bentuknya adalah mengadakan atau menjadi

pihak dalam pembentukan perjanjian internasional.25

c. Tahta Suci atau Vatikan

Tahta Suci atau Vatikan, yang dikepalai oleh Paus sebagai pemimpin tertinggi dari gereja

katolik, juga diakui sebagai subyek hukum internasional. Diakuinya tahta suci sebagai subyek

25 Ibid, h. 20.

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

hukum internasional mempunyai latar belakang sejarahnya tersendiri. Walaupun Tahta Suci

bukanlah negara dalam pengertian yang sebenarnya tetapi praktis kedudukannya sama dengan

negara, yang salah satu pola hubungannya Tahta Suci dapat menjalin hubungan diplomatik dalam

bidang keagamaan dengan negara lain ataupun organisasi internasional.26

d. Organisasi Internasional

Suatu organisasi internasional dibentuk berdasarkan perjanjian internasional dalam istilah

covenant ataupun statute. Dimana perjanjian internasional tersebut langsung menjadi konstitusi

dari organisasi internasional tersebut.

Kemudian dalam konteks pembentukan perjanjian internasional yang dilakukan oleh

organisasi internasional, suatu organisasi internasional memiliki kewenangan dan cakupan yang

cukup besar. Hanya saja organisasi internasional harus dan wajib taat kepada konstitusi dari

organisasi internasional tersebut yang sudah terlebih dahulu menentukan batasan serta arahan dari

organisasi internasional itu sendiri. Selain itu organisasi internasional hanya dapat mengadakan

perjanjian internasional pada ranahnya saja, tidak boleh meluas kepada ranah lain yang tidak

disebutkan dalam konstitusi dari organisasi internasional tersebut.

2.1.5. Bentuk-Bentuk Perjanjian Internasional

Mengenai bentuk dari perjanjian internasional, secara umum dapat dibedakan menjadi

sebagai berikut:

26 Ibid, h. 21.

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

a. Perjanjian Internasional yang berbentuk tertulis

Perjanjian internasional dalam bentuk tertulis ini merupakan bentuk yang sering dilakukan

dalam berbagai praktik pembentukan perjanjian internasional. Hal ini didasari atas adanya suatu

kepastian serta ketegasan atas kekuatan mengikat dari perjanjian internasional itu sendiri. Selain

itu dalam bentuk ini akan terciptanya suatu kejelasan mengenai sasaran apa yang dingin dituju

oleh para pihak dalam membentuk suatu perjanjian internasional. Dari segi kepastian hukum,

perjanjian internasional dalam bentuk ini akan dapat menjadi bukti yang otentik dan sah dalam

kaitannya terjadi suatu pelanggaran dikemudian hari.

b. Perjanjian Internasional Tidak Tertulis

Perjanjian internasional tak tertulis, pada umumnya adalah merupakan pernyataan secara

bersama atau secara timbal balik yang diucapkan oleh kepala negara, kepala pemerintahan ataupun

menteri luar negeri, atas nama negaranya masing-masing mengenai suatu permasalahan tertentu

yang menyangkut kepentingan para pihak.27 Jika mengacu kepada kenyataan yang terjadi,

pernyataan yang bemuatan positif dari representatif suatu negara baik itu presiden atau menteri

luar negeri dalam menanggapi suatu permasalahan dari pihak lain, secara langsung akan memiliki

ikatan seperti bentuk perjanjian untuk ditaati dan dilaksanakan, hanya saja ikatan tersebut hanya

bersifat tanggung jawab moral atau morale obligation dan belum bisa dikatakan telah mengikat

secara hukum layaknya perjanjian internasional dalam bentuk tertulis.

2.1.6. Macam-Macam Perjanjian Internasional

27 Ibid, h. 35.

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

Adapun macam-macam dari perjanjian internasional dapat dilihat dari berbagai macam

pendekatan, antara lain sebagai berikut:28

a. Perjanjian Internasional ditinjau dari jumlah negara yang menjadi pihak

1. Perjanjian internasional bilateral, yaitu suatu perjanjian internasional yang jumlah dari pihak pembentukannya, hanya terdiri dari dua negara saja;

2. Perjanjian internasional multilateral, yaitu suatu perjanjian internasional yang jumlah dari pihak pembentukannya, terdiri dari lebih dari dua negara.

b. Perjanjian Internasional ditinjau dari segi kesempatan yang diberikan kepada negara-negara

untuk menjadi pihak dalam pembentukannya

1. Perjanjian internasional khusus atau tertutup, yaitu suatu perjanjian internasional yang

substansinya hanya berisi mengenai kepentingan dan maksud dari para pihak yang

mengadakan perjanjian saja, jadi tidak dimungkinkan adanya pihak lain karena memang

tidak memiliki kepentingan;

2. Perjanjian internasional terbuka, yaitu suatu perjanjian internasional yang memungkinkan

adanya pihak lain untuk ikut menjadi pihak dalam suatu perjanjian internasional, meskipun

sebelumnya pihak tersebut tidak termasuk kedalam pihak yang mengadakan perjanjian

internasional. Adanya pihak baru dalam jenis perjanjian internasional ini dinyatakan

melalui pernyataan untuk mengikatkan diri atau consent to be bound dan bersedia untuk

tunduk pada ketentuan yang ada dalam perjanjian internasional tersebut.

c. Perjanjian Internasional ditinjau dari kaidah hukumnya

1. Perjanjian internasional yang melahirkan kaidah hukum yang khusus berlaku hanya pada

pihak terkait, yaitu suatu perjanjian internasional yang substansinya menciptakan suatu

28 Ibid, h. 40-44.

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

kaidah hukum namun dari segi keterikatannya hanya mengikat pihak yang dinyatakan

secara jelas dalam perjanjian, dan tidak mengikat pihak lain.

2. Perjanjian internasional yang melahirkan kaidah hukum yang berlaku terbatas dalam suatu

kawasan, yaitu suatu perjanjian internasional yang sifatnya terbuka bagi pihak lain yang

sebelumnya tidak menjadi pihak dalam pembentukan perjanjian internasional, hanya saja

dengan syarat bahwa pihak terkait harus berasal dari suatu kawasan yang sama. Misalnya

negara-negara yang tergabung dalam Association of South East Asian Nations (ASEAN)

3. Perjanjian internasional yang melahirkan kaidah hukum yang berlaku umum, yaitu suatu

perjanjian internasional yang melahirkan kaidah hukum serta berlaku secara umum.

Adapun alasan dari berlakunya secara umum dalam jenis perjanjian ini dikarenakan

substansi yang diatur pastilah bersinggungan dan berkaitan dengan kepentingan seluruh

negara di dunia. Salah satu contoh dari perjanjian internasional yang berlaku secara umum

Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tahun 1982.

2.1.7. Unsur-Unsur Formal Perjanjian

Boer Mauna menjelaskan bahwa berkaitan dengan unsur-unsur formal dari suatu perjanjian

terdiri dari mukadimah, batang tubuh, klausula-klausula penutup dan annex, yang kemudian

penjelasannya adalah sebagai berikut:29

a. Mukadimah

Bagian mukadimah bisa dikatakan sebagai bagian pembuka dari suatu perjanjian

internasional, yang biasanya terdiri dari penyebutan para pihak atau negara-negara yang menjadi

29 Boer Mauna, op.cit, h. 105-107.

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

pihak dalam pembentukan perjanjian internasional tersebut. Selain itu dalam bagian ini biasanya

berisi mengenai spirit atau semangat dari dibentuknya suatu perjanjian internasional.

b. Batang Tubuh

Pada bagian batang tubuh ini segala substansi dari suatu perjanjian internasional itu diatur

dan kemudian dari segi penulisan biasanya pelbagai hal yang diatur dan ingin dituju, dituliskan

melalui bentuk pasal-pasal dan jumlahnya tergantung dari hal apa yang diatur dan dibicarakan.

c. Ketentuan Penutup

Pada bagian ketentuan penutup ini biasanya berisi mengenai beberapa mekanisme

pengaturan seperti mulai berlaku, syarat-syarat berlaku, lama berlakunya perjanjian, amandemen,

revisi, aksesi dan lain-lainnya.30

d. Annex

Pada bagian ini berisi mengenai ketentuan-ketentuan teknik atau tambahan mengenai satu

pasal atau keseluruhan perjanjian dan terpisah dari perjanjian. Walaupun terpisah tetapi merupakan

satu kesatuan dengan perjanjian dan memiliki kekuatan hukum yang sama seperti pasal-pasal

dalam perjanjian.

2.1.8. Proses Perumusan dan Mulai Berlakunya Perjanjian Internasional

Secara yuridis, berdasarkan ketentuan Pasal 6 UU Perjanjian Internasional disebutkan

tahapan dari pembentukan perjanjian internasional adalah sebagai berikut:

30 Ibid, h. 107.

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

a. Penjajakan

Berdasarkan penjelasan Pasal 6 UU Perjanjian Internasional bahwa yang dimaksud dengan

penjajakan adalah merupakan tahapa awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding

mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional. Dapat dicermati berdasarkan

penjelasan diatas bahwa pada proses ini erat kaitannya dengan suatu langkah-langkah informal

yang dapat dilakukan oleh kedua belah pihak yang ingin mengadakan perajanjian internasional.

Misalnya saja dengan mengunjungi pihak yang ingin diajak mengadakan perjanjian internasional,

kemudian melakukan perbicangan atau diskusi antar kepala negara mengenai kemungkinan

diadakannya suatu perjanjian internasional.

b. Perundingan

Berdasarkan penjelasan Pasal 6 UU Perjanjian Internasional bahwa yang dimaksud dengan

perundingan adalah merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan masalah-masalah

teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional.

c. Perumusan Naskah

Berdasarkan penjelasan Pasal 6 UU Perjanjian Internasional bahwa yang dimaksud dengan

perumusan naskah adalah merupakan tahap merumuskan rancangan suatu perjanjian internasional.

d. Penerimaan

Berdasarkan penjelasan Pasal 6 UU Perjanjian Internasional bahwa yang dimaksud dengan

penerimaan adalah merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah dirumuskan dan

disepakati oleh para pihak. Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas naskah awal hasil

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

perundingan dapat disebut penerimaan yang biasanya dilakukan dengan membubuhkan inisial atau

paraf pada naskah perjanjian internasional oleh ketua delegasi masing-masing.

Sementara dalam perundingan multikateral, proses penerimaan (acceptance/approval)

biasanya merupakan tindakan pengesahan suatu negara pihak atas perubahan perjanjian

internasional.

e. Penandatanganan

Berdasarkan penjelasan Pasal 6 UU Perjanjian Internasional bahwa yang dimaksud dengan

Penandatanganan adalah merupakan tahap akhir dalam perundingan bilateral untuk melegalisasi

suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua pihak. Untuk perjanjian

multilateral, penandatanganan perjanjian internasional bukan merupakan pengikatan diri sebagai

negara pihak. Keterikatan terhadap perjanjian internasional dapat dilakukan melalui pengesahan

(ratification/ accession/ acceptance/ approval)

Sementara menurut Damos Dumoli Agusman, dari sisi internal Indonesia maka pembuatan

perjanjian internasional didasarkan pada beberapa komponen utama, yaitu:31

a. Lembaga Pemrakarsa

Langkah awal dalam pembentukan suatu perjanjian internasional, negara Indonesia

biasanya akan menentukan manakah lembaga/pihak yang paling tepat untuk mengambil alih atau

menjadi tonggak terdepan dalam pembentukan perjanjian internasional. Berdasarkan UU

Perjanjian Internasional Pasal 5 menyebutkan lembaga negara dan lembaga pemerintah baik

departemen maupun nondepartemen di tingkat pusat dan daerah dapat menjadi pemrakarasa dalam

31 Damos Dumoli Agusman, op.cit, h. 44-50.

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

pembentukan perjanjian internasional. Hanya saja pada hakekatnya lembaga pemrakarsa disini

haruslah lembaga yang secara ekslusif memiliki tugas pokok dan fungsi yang relevan dengan

materi perjanjian internasional.

b. Mekanisme Koordinasi dan Konsultasi

Jika dikaitkan dengan pembahasan sebelumnya mengenai lembaga pemrakarsa bahwa

setiap lembaga yang memiliki keinginan dalam mengadakan perjanjian internasional harus terlebih

dahulu melakukan konsultasi dan koordinasi dengan Menteri Luar Negeri (Menlu). Adanya sistem

koordinasi dan konsultasi dengan menteri luar negeri ini merupakan salah satu konsep yang

dinamakan one door policy yang artinya bahwa menteri luar neegeri dalam konteks ini, merupakan

satu-satunya jalan masuk untuk melakukan evaluasi dan penilaian terhadap keinginan

pembentukan suatu perjanjian internasional, dalam rangka meningkatkan efisiensi kerja dan

kepastian hukum.

Kemudian berkaitan dengan prosedur yang harus dilakukan dalam mekanisme konsultasi

dan koordinasi ini adalah sebagai berikut:

(1) Lembaga pemrakarsa/focal point mengkoordinasikan rapat yang melibatkan Kementerian

Luar Negeri (Kemlu) dan instansi terkai lainnya untuk tahap penjajakan, perumusan posisi,

dan pelaksanaan perundingan.

(2) Apabila rapat intradepartemen menyetujui draft yang dibahas, maka lembaga pemrakarsa

akan mempersiapkan counterdraft. Counterdraft ini selanjutnya disampaikan kepada pihak

mitra melalui Kemlu. Proses tukar menukar dokumen (draft/counterdraft) ini berlangsung

terus, dan sekiranya kedua pihak belum mencapai kesepakatan atas materi perjanjian

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

internasional tersebut, maka kedua pihak akan membahasnya dalam tahap perundingan

yang juga melibatkan Departemen Luar Negeri (Deplu).

(3) Pedoman Delegasi Republik Indonesia

Mengenai pembuatan pedoman delegasi republik Indonesia merupakan salah satu unsur

yang paling penting ketika akan mengadakan suatu perjanjian internasional, karena

nantinya pedoman ini lah yang dapat menjadi acuan bagi negara Indonesia dalam

mengadakan suatu perjanjian internasional. Hal tersebut cukup beralasan mengingat sesuai

dengan ketentuan Pasal 5 UU Perjanjian Internasional yang menjelaskan hal-hal yang ada

dalam pedoman delegasi republik Indonesia ini antara lain:

a. Latar belakang permasalahan b. Analisis permasalahan, yang ditinjau dari aspek politis dan yuridis serta aspek lain yang

dapat mempengaruhi kepentingan nasional Indonesia c. Posisi Indonesia, saran, dan penyesuaian yang dapat dilakukan untuk mencapai

kesepakatan.

2.1.9. Pembatalan dan Berkahirnya Perjanjian Internasional

Berakhirnya pengikatan diri pada suatu perjanjian internasional (termination or

withdrawal or denunciation) pada dasarnya harus disepakati oleh para pihak pada perjanjian dan

diatur dalam ketentuan perjanjian itu sendiri. Sebelum memutusklan melakukan terminasi atau

penarikan diri, maka lembaga pemrakarsa perlu mengkoordinasikan rapat interdepartemen dengan

instansi terkait.32

Jika mengacu kepada Konvensi Wina 1969 telah membedakan antara pengakhiran

perjanjian internasional yang didasarkan pada kesepakatan para pihak dengan pengakhiran yang

32 Damos Dumoli Agusman, op.cit, h. 64.

Page 24: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN … II.pdf2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional ... Jika kita kaitkan dengan ketentuan Article 38 Statute of The International Court

dilakukan secara sepihak atau yang dikenal dengan doktrin Rebuc Sic Stantibus seperti pembatalan

dan penghentian sementara terhadap perjanjian internasional. Namun jika mengacu kepada UU

Perjanjian Internasional, justru tidak mengenal atau mengatur mengenai pembatalan dari

perjanjian internasional, akan tetapi hanya mengenal dan mengatur mengenai pengakhiran dari

perjanjian internasional. Adapun alasan yang dapat mengakibatkan pengakhiran dari perjanjian

internasional berdasarkan ketentuan Pasal 18 UU Perjanjian Internasional adalah sebagai berikut:

a. terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian;

b. tujuan perjanjian tersebut telah tercapai; c. terdapat perubahan mendasar yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian;

d. salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian; e. dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama; f. muncul norma-norma baru dalam hukum internasional;

g. obyek perjanjian hilang; h. terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional.