bab ii tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · tiga pilar penting dalam peningkatan populasi...

15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerbau Air Kerbau Asia atau kerbau air termasuk dalam genus Bubalus dan spesies bubalis. Bubalus bubalis merupakan kelas Mamalia, subkelas Ungulata, ordo Artiodactyla, subordo Ruminantia, famili Bovidae, subfamili Bovinae, yang termasuk dalam grup ini ialah Bovina (sapi), Bubalina (kerbau air/kerbau asia), dan Syncerina. Bubalina yang ada di Indonesia di antaranya Bubalus depressicornis atau Anoa- satwa endemik Sulawesi dan Bubalus bubalis yang merupakan domestikasi dari Bubalis arnee, kerbau liar India ( Borghese & Mazzi 2005). Bubalus arnee ialah nenek moyang kerbau air atau kerbau asia. Status Bubalus arnee tergolong sebagai satwa yang Endangered di alam (IUCN 2008). Oleh karena itu, upaya konservasi terhadap kerbau liar ini terus dilakukan di beberapa kawasan habitat aslinya seperti daerah India, Sri Lanka, Nepal, Vietnam. Status endangered ini menyebabkan penelitian terhadap Bubalus arnee menjadi jarang. Bubalus arnee tetap dipertahankan eksistensinya sebagai plasma nutfah. Namun kerbau air yang telah didomestikasi ini terus diteliti dan dikembangkan populasinya sebagai sumber pangan asal hewan. Gambar 1 Kerbau lumpur (Trubusonline 2008)

Upload: ledang

Post on 02-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · tiga pilar penting dalam peningkatan populasi kerbau ialah reproduksi, manajemen dan pakan, dan kontrol penyakit. ... Fase gametosit

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerbau Air

Kerbau Asia atau kerbau air termasuk dalam genus Bubalus dan spesies

bubalis. Bubalus bubalis merupakan kelas Mamalia, subkelas Ungulata, ordo

Artiodactyla, subordo Ruminantia, famili Bovidae, subfamili Bovinae, yang

termasuk dalam grup ini ialah Bovina (sapi), Bubalina (kerbau air/kerbau asia),

dan Syncerina. Bubalina yang ada di Indonesia di antaranya Bubalus

depressicornis atau Anoa- satwa endemik Sulawesi dan Bubalus bubalis yang

merupakan domestikasi dari Bubalis arnee, kerbau liar India ( Borghese & Mazzi

2005).

Bubalus arnee ialah nenek moyang kerbau air atau kerbau asia. Status

Bubalus arnee tergolong sebagai satwa yang Endangered di alam (IUCN 2008).

Oleh karena itu, upaya konservasi terhadap kerbau liar ini terus dilakukan di

beberapa kawasan habitat aslinya seperti daerah India, Sri Lanka, Nepal, Vietnam.

Status endangered ini menyebabkan penelitian terhadap Bubalus arnee menjadi

jarang. Bubalus arnee tetap dipertahankan eksistensinya sebagai plasma nutfah.

Namun kerbau air yang telah didomestikasi ini terus diteliti dan dikembangkan

populasinya sebagai sumber pangan asal hewan.

Gambar 1 Kerbau lumpur (Trubusonline 2008)

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · tiga pilar penting dalam peningkatan populasi kerbau ialah reproduksi, manajemen dan pakan, dan kontrol penyakit. ... Fase gametosit

4

Bubalus bubalis (Gambar 1) secara garis besar terbagi menjadi dua

subspesies yaitu kerbau sungai dan kerbau lumpur. Kerbau sungai memiliki

kebiasaan berenang dan berendam di sungai yang mengalir, sedangkan kerbau

lumpur memiliki kebiasaan berkubang di lumpur. Perbedaan nyata dari kedua

kerbau ini terletak pada struktur kromosom dan karakteristik tubuh. Kromosom

kerbau sungai berjumlah 50, sedangkan kerbau lumpur 48 (AGRIS 2011).

Kerbau sungai berkulit hitam atau abu-abu agak gelap dengan tanduk melingkar

atau lurus memanjang ke belakang. Kerbau ini merupakan kerbau tipe perah. Ciri-

ciri kerbau lumpur ialah berwarna keabu-abuan, leher terkulai dan memiliki

tanduk besar yang mengarah ke belakang. Kerbau lumpur juga biasa digunakan

sebagai penghasil daging. Tujuh puluh persen populasi kerbau dunia tergolong

kerbau sungai (APCHA 2000). Namun, fenomena di Indonesia berbeda, 95%

populasinya merupakan kerbau lumpur (Alfiyati & Fauziah 2010).

2.2 Perkembangan Kerbau di Indonesia

Sejak 5 000 tahun lalu, Bubalus arnee telah didomestikasi menjadi Bubalus

bubalis dikembangkan sebagai hewan ternak untuk dipanen produksi daging, susu

dan kulitnya (Borghese & Mazzi 2005). Bubalus bubalis ini telah menyebar di

seluruh dunia meliputi kawasan dari Afrika, Asia (China, India), Eropa (Italia,

Bulgaria), Australia, Amerika Latin. FAO (2011) menyatakan jumlah populasi

kerbau kini mencapai 194 167 765 ekor. Indonesia sendiri memiliki populasi

kerbau sebanyak 2 005 000 ekor hingga tahun 2010 (BPS 2011). Sembilan puluh

lima persen populasi kerbau di Indonesia merupakan subspesies kerbau lumpur.

Sebanyak 5% populasi sisanya merupakan kerbau sungai seperti kerbau Murrah di

Medan, kerbau Tedong Bonga di Toraja, Kerbau Kalang di Kalimantan Selatan,

kerbau Binangan di Tapanuli Selatan dan Kerbau Moa di Maluku, disamping itu

ada kerbau liar di Taman Nasional Baluran (Alfiaty & Fauziah 2010).

Jumlah populasi kerbau di Indonesia mengalami pasang surut. Puncak

populasi terjadi pada tahun 1999. Namun, jumlahnya terus menurun hingga tahun

2007. Sejak tahun 2008 jumlahnya terus meningkat hingga tahun 2011. Hal ini

menunjukkan bahwa kerbau masih menjadi salah satu potensi ternak yang

menjanjikan sebagai bahan pangan asal hewan ruminansia besar selain sapi.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · tiga pilar penting dalam peningkatan populasi kerbau ialah reproduksi, manajemen dan pakan, dan kontrol penyakit. ... Fase gametosit

5

2.3 Pemanfaatan Ternak Kerbau

Kerbau memiliki nilai ekonomis dan tradisi bagi masyarakat Indonesia.

Nilai ekonomis dinilai dari produk daging, susu, kulit dan nilai tenaganya. Daging

kerbau memiliki kandungan lemak jenuh yang lebih rendah daripada daging sapi

dan babi. Selain itu, susunya mengandung bahan kering (protein, lemak, mineral)

sebesar 18-23%, dibandingkan pada susu sapi yang hanya sebesar 13-16%

(APCHA 2000). Hal ini menjadi keuntungan dalam pembuatan produk olahan

susu seperti keju dengan menggunakan susu kerbau. Tenaga kerbau dimanfaatkan

bagi petani tradisional untuk membajak sawah. Kerbau memiliki kemampuan

konversi pakan yang baik dibanding sapi (Zakaria et al. 2003). Kerbau mampu

mendigesti bahan bahan rendah kualitas seperti jerami, limbah tebu, limbah

jagung. Hal inilah yang menjadikan kerbau sebagai pilihan hewan peliharaan bagi

peternak kecil, sehingga mereka bisa mengoptimalisasi hasil bumi sebagai pakan

ternak dengan hasil konversi pakan yang baik.

2.4 Populasi Kerbau di Kabupaten Bogor

Data Dinas Peternakan Bogor (2007) menunjukkan bahwa jumlah populasi

kerbau hingga tahun 2007 sebanyak 16 662 ekor yang tersebar di hampir seluruh

Kecamatan kecuali Gunung Putri. Populasi kerbau terbanyak terdapat di

Kecamatan Sukajaya sebanyak 2 566 ekor. Populasi kerbau terendah terdapat di

Kecamatan Cibinong 9 ekor. Sampel penelitian berasal dari Kecamatan Tenjolaya.

Data terkini terkait populasi di kawasan Tenjolaya yaitu data tahun 2007

sebanyak 155 ekor. Kerbau di kawasan Bogor umumnya berasal dari Lebak

Banten dan dari peternakan lokal di kawasan tersebut. Namun, jumlah dan asal

kerbau di kawasan ini belum dipelajari secara seksama.

2.5 Permasalahan Ternak Kerbau

Permasalahan yang dihadapi terkait ternak kerbau ialah pembibitan kerbau

hanya dilakukan dalam skala kecil. Hal tersebut menyebabkan perhatian

masyarakat, ilmuan dan pemerintah terhadap ternak kerbau tidak sebesar terhadap

sapi. Bahkan salah satu dari 21 program utama Departemen Pertanian terkait

dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak berbasis

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · tiga pilar penting dalam peningkatan populasi kerbau ialah reproduksi, manajemen dan pakan, dan kontrol penyakit. ... Fase gametosit

6

sumberdaya domestik ialah Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014

(PSDS-2014) (DITJENNAK 2010). Hal ini bisa menjadi ancaman bagi ternak

kerbau. Penelitian dan upaya pembibitan akan terkonsentrasi ke sapi. Padahal

kerbau memeliki prospek sebagai pangan sumber protein hewani.

Aspek penelitian mengenai kesehatan sebagai bagian dari promosi

peningkatan populasi kerbau masih jarang dilakukan. Menurut APCHA (2000),

tiga pilar penting dalam peningkatan populasi kerbau ialah reproduksi,

manajemen dan pakan, dan kontrol penyakit. Oleh karena itu penelitian terkait

penyakit juga perlu dilakukan.

2.6 Protozoa

Parasit didefinisikan sebagai organisme yang memanfaatkan nutrisi dari

individu lain, secara normal parasit menimbulkan kerusakan bagi tubuh induk

semangnya (Ballweber 2001). Namun, parasit tidak akan menyebabkan kematian

segera dari induk semangnya. Sejumlah parasit yang menyerang induk semang

menyebabkan induk semang tersebut terinfeksi dan menjadi sumber penyebaran

parasit. Jumlah tertentu pada parasit akan menyebabkan terjadinya penyakit

(Begon et al.2006).

Parasit intraseluler darah disebut juga blood borne disease. Selain

berperantara darah, parasit ini berperantara serangga. Peranan serangga seperti

caplak dan lalat ialah mentransmisikan parasit ini dari satu induk semang yang

terinfeksi ke induk semang lain yang bebas. Oleh karena itu penyakit yang

disebabkan oleh parasit intraseluler darah ini juga tergolong sebagai arthropode

borne disease.

Subfilum Apicomplexa (Sporozoa) merupakan parasit obligat intraseluler

yang menyebabkan penyakit dengan cara menghancurkan sel inang. Kelompok

Apicomplexa yang memiliki kepentingan tinggi dalam dunia kesehatan hewan

ialah Coccidians dan Hemosporidian (Amstrong et al. 2001). Kelompok

Coccidians berkembang di sel epitel usus yang menyebabkan coccidiosis enteritis.

Kelompok Hemosporidian berkembang di intraseluler darah dan menyebabkan

anemia hemolitik.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · tiga pilar penting dalam peningkatan populasi kerbau ialah reproduksi, manajemen dan pakan, dan kontrol penyakit. ... Fase gametosit

7

2.6.1 Babesia

Filum :Sporozoa (Apicomplexa)

Kelas : Sporozoea

Subkelas : Coccidia

Superordo : Eucoccidea

Ordo : Haemosporidia

Subordo : Aconoidina

Family : Piroplasmidae

Genus : Babesia

Babesia spp merupakan parasit apicomplexa yang hidup di intraseluler

darah. Agen ini berbentuk apple-seedlike, seperti biji apel (Gambar 2). Agen ini

menjadi parasit pada berbagai macam hewan domestik. Hewan yang umumnya

terserang ialah ruminansia besar, ruminansia kecil, anjing dan satwa liar. Inang

antaranya ialah caplak keras yang tergolong pada famili Ixodidae seperti

Rhipicephalus microplus, R. annulataus, R. decoloratus. R. geigyi dan R. evertsi

(Bock et al. 2004, Uilenberg 2006). Babesia dapat bertransmisi dari satu generasi

caplak ke generasi lainnya, sehingga caplak dari stadium larva, nimfa dan dewasa

berpotensi sebagai inang antara.

Babesia melakukan reproduksi secara aseksual dan seksual (Gambar 3).

Reproduksi aseksual dilakukan di dalam tubuh induk semangnya di dalam sel

darah merah. Sporozoit (fase infektif ke induk semang vertebrata) masuk melalui

saliva caplak yang menggigit hewan vertebrata. Sporozoit akan masuk ke dalam

sel darah merah melalui penetrasi mekanis. Di dalam sel darah merah sporozoit

akan menjadi trophozoit yang mengalami pembelahan biner menjadi dua atau

empat individu merozoit. Pembelahan aseksual tersebut menyebabkan desakan

mekanis sehingga terjadi ruptur sel darah merah. Merozoit yang keluar bersama

dengan rupturnya sel darah merah akan mencari sel darah merah baru dan

mempenetrasinya (Homer et al. 2000). Sebagian merozoit mengalami perubahan

menjadi fase gametosit. Fase inilah yang akan berperan dalam reproduksi seksual.

Gambar 2 Infeksi Babesia bovis dalam sel

darah merah sapi (Kaufmann 1996)

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · tiga pilar penting dalam peningkatan populasi kerbau ialah reproduksi, manajemen dan pakan, dan kontrol penyakit. ... Fase gametosit

8

Gambar 3 Siklus Hidup Babesia (Bock et al. 2004).

Reproduksi seksual akan terjadi pada tubuh caplak Ixoididae (Gambar 3).

Caplak yang menghisap darah hewan vertebrata yang terinfeksi dengan Babesia,

secara tidak sengaja akan menghisap pula sel darah merah yang mengandung fase

gametosit. Fase gametosit ini akan menghasilkan mikrogamet dan makrogamet

yang akan berfusi menjadi zigot. Fusi mikrogamet dan makrogamet menjadi zigot

inilah yang disebut dengan fase seksual (Uilenberg 2006). Beberapa penulis

menyebut mikrogamet dan makrogamet sebagai Ray Bodies (Hommer et al.

2000). Namun keduanya memiliki arti yang sama. Zigot selanjutnya berkembang

menjadi ookinet atau pada beberapa buku disebut sebagai vermiculus (Uilenberg

2006).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · tiga pilar penting dalam peningkatan populasi kerbau ialah reproduksi, manajemen dan pakan, dan kontrol penyakit. ... Fase gametosit

9

Ookinet akan masuk ke dalam epitel usus dan beberapa organ untuk

mencapai hemolimfe. Ookinet pada Babesia berukuran besar seperti B. divergens

dan B. canis memiliki kemampuan untuk bereplikasi. Ookinet juga mampu masuk

ke dalam ovarium pada caplak betina. Hal ini menyebabkan larva yang dihasilkan

akan positif terinfeksi ookinet Babesia. Transmisi infeksi ini disebut dengan

transmisi transovarial. Ketika larva berkembang menjadi nymfa atau dewasa,

secara otomatis di setiap stadium tersebut caplak mengalami infeksi Babesia.

Transmisi infeksi ini yang disebut sebagai transmisi transtadial (Homer et al.

2000).

Ookinet mengalami fase sporogoni ketika masuk ke kelenjar saliva dari

caplak atau larva atau nymfa. Parasit akan mengekspansi sel, menyebabkan

hipertrofi sel kelenjar saliva dan mengalami perkembangan menjadi sel

multinukleat sporoblast. Satu sporoblast yang matang akan menjadi 5 000 sampai

dengan 10 000 sporozoit. Sporozoit inilah yang akan masuk ke dalam tubuh

hewan vertebrata bersamaan dengan gigitan caplak.

Spesies yang menyerang ruminansia besar seperti sapi dan kerbau yang

pernah dilaporkan di anataranya Babesia bigemina, Babesia bovis dan Babesia

divergens. Di China juga dilaporkan spesies Babesia orientalis menyerang

populasi kerbau air. Babesia ovis, Babesia motasi, dan Babesia crassa

dilaporkan pula menyerang ruminansia kecil seperti domba dan kambing. Spesies

lain yang dilaporkan di antaranya Babesia canis (pada anjing), Babesia

trautmanni, Babesia perroncitoi (pada babi), Babesia felis (kucing), Babesia equi

(kuda) (Uilenberg 2006). Spesies yang menyerang hewan liar juga telah berhasil

diindetifikasi secara genetik dan merupakan spesies tersendiri di antaranya

Babesia leo, Babesia panthera, Babesia cattus, Babesia civettae dan masih

banyak beberapa jenis lainnya. Beberapa spesies yang menyerang hewan

domestik juga dilaporkan mampu menyerang hewan liar (Penzhorn 2006).

Babesia menjadi terkenal ketika Babesia bigemina menyerang sapi dan

menyebabkan piroplasmosis (Texas fever), suatu penyakit yang dicirikan dengan

fase akut yang menimbulkan deman hingga 42oC, hemoglobinuria, anemia,

ikterus dan splenomegali (Kaufmann 1996). Infeksi Babesia ini menunjukkan

manifestasi klinis yang mampu memicu terjadinya kematian ternak. Patogenesis

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · tiga pilar penting dalam peningkatan populasi kerbau ialah reproduksi, manajemen dan pakan, dan kontrol penyakit. ... Fase gametosit

10

serangan akut secara umum ialah terjadinya destruksi sel darah merah yang

menyebabkan anemia hemolitik, PCV turun hingga 20%, hemoglobinuria,

hemoglobinuria, ikterus, splenomegali, hingga kematian dalam beberapa hari

(Urquhart et al. 2003).

Gejala klinis infeksi ini sudah jarang ditemukan pada kasus babesiosis. Kini

babesiosis yang menyerang hewan sifatnya lebih subklinis, kronis bahkan

beberapa menyebutkan sebagai endemically stable. Hampir seluruh individu

terserang dalam tingkat parasitemia yang rendah dan minim sekali gejala klinis

(Uilenberg 2006). Bahkan ada indikasi bahwa kekebalan pasif ke anak sudah

mulai terbentuk. Hal yang pasti ialah Babesia masih menyerang hewan domestik

maupun liar, dan memiliki potensi sebagai parasit yang merugikan kesehatan

ternak dalam segi produktifitas dan performa.

2.6.2 Theileria

Filum : Sporozoa (Apicomplexa)

Kelas : Sporozoea

Subkelas : Coccidia

Superordo : Eucoccidea

Ordo : Haemosporidia

Subordo : Aconoidina

Famili : Piroplasmidae

Genus : Theileria

Genus Theleria merupakan penyebab penyakit Theleriosis. Kasus yang

terkenal ialah East Coast fever di Afrika Timur dan Afrika Tengah. Penyakit

tersebut menyerang sapi-sapi di Afrika dan menyebabkan morbiditas dan

mortalitas yang tinggi (Kaufmann 1996). Salah satu siklus hidup protozoa ini

berada dalam sel darah merah dan limfosit (Gambar 4). Penyebarannya dilakukan

dengan perantara inang antara Riphicephalus, Haemaphysalis, Amblyomma dan

Hyalomma, anggota keluarga Ixodidae (Urquhart et al. 2003).

Siklus hidupnya hampir mirip dengan Babesia yaitu mengalami fase seksual

dan aseksual. Sporozoit ditransmisikan dari saliva famili Ixodidae yang menggigit

hewan. Namun, tidak seperti pada sporozoit Babesia yang menyerang sel darah

merah, pada Theleria sporozoit menyerang limfosit dan berkembang menjadi

Gambar 4 Limfoblast sapi yang

mengandung intrasitoplasmik Theileria

parva (Kaufmann 1996).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · tiga pilar penting dalam peningkatan populasi kerbau ialah reproduksi, manajemen dan pakan, dan kontrol penyakit. ... Fase gametosit

11

makroschizont. Di dalam limfosit makroschizont mengalami proses pembelahan

menjadi mikromerozoit yang kemudian dilepaskan dari limfosit. Mikromerozoit

inilah yang masuk ke dalam sel darah merah dan akan berperan dalam

perkembangan seksual di tubuh caplak seperti perkembangan Babesia (Souslby

1982).

Perkembangan seksual terjadi dalam usus caplak (Gambar 5).

Mikromerozoit di dalam usus caplak berdiferensiasi menjadi gamet jantan dan

gamet betina yang berfusi menjadi zigot. Zigot akan masuk ke dalam epitel usus

menjadi kinete. Kinete masuk ke dalam sel kelenjar saliva dan mengalami

perubahan menjadi sporoblast. Satu sporoblast ini akan menghasilkan 30 000

sampai dengan 50 000 sporozoit yang siap menginfeksi mamalia domestik melalui

gigitan caplak yang terinfeksi (Urquhart et al. 2003).

Gambar 5 Siklus Hidup Theileria (Kaufmman 1996)

Kinete dari Theleria tidak ditransmisikan ke ovarium caplak dewasa. Oleh

karena itu transmisi yang terjadi di tubuh caplak hanya transmisi transtadial.

Perbedaan dengan Babesia juga terletak pada tipe infeksinya di sel darah merah.

Perbedaan siklus hidup ini menyebabkan patogenesisnya berbeda dengan Babesia.

Satu minggu setelah infeksi limfosit akan diproduksi oleh sel limfosit baru. Oleh

karena itu kerja kelenjar pertahanan menjadi berat dan terjadi pembengkakan

kelenjar pertahanan. Namun, sporozoit yang termakan oleh limfosit harus

mengalami pembelahan aseksual. Materi organik dan genetik dari limfosit

dimanfaatkan oleh sporozoit . Oleh karena itu terjadi lymfolisis besar-besaran.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · tiga pilar penting dalam peningkatan populasi kerbau ialah reproduksi, manajemen dan pakan, dan kontrol penyakit. ... Fase gametosit

12

Selain itu limfosit yang terinfeksi ini dianggap sebagai benda asing oleh makrofag

maka dilakukan mekanisme penghancuran sel. Hal ini terjadi tiga minggu paska

infeksi. Produksi sel darah putih juga menurun maka terjadi leukopeni. Efek yang

terjadi lebih ke arah imunosupresi. Jarang dilaporkan terjadi anemia hemolitik

pada kasus Theileriosis, sebab di sel darah merah Theileria tidak mengalami

pembelahan, Theileria akan hidup beberapa waktu hingga sel darah merah

mengalami kerusakan dan pergantian sel yang baru atau memang terbawa oleh

caplak untuk perkembangan seksual (Kaufmann 1996).

Theileria buffelli, Theileria bicornis merupakan spesies yang dilaporkan

menginfeksi kerbau Afrika. Berdasarkan penelitian di kawasan Nyala Afrika

Selatan, keduanya menginfeksi 80% lebih populasi di kawasan tersebut. Namun

infeksi ini tidak menunjukkan adanya tanda klinis yang signifikan (Pfitzer et al.

2011). Walaupun demikian, dua spesies tersebut tergolong patogen bagi domba

di kawasan Asia Timur. Theleria parva merupakan spesies yang patogen bagi sapi

domestik. Namun, di Uganda Afrika dilaporkan bahwa Theleria parva menyerang

Cape Buffalo (Syncerus caffer) tanpa menunjukkan gejala klinis. Temuan tersebut

juga menunjukkan bahwa kerbau yang terinfeksi Theleria parva secara subklinis

bisa menjadi sumber infeksi bagi sapi domestik (Oura et al. 2011). Hal ini

menunjukkan bahwa kasus Piroplasmosis kini tidak selamanya menyebabkan

gejala klinis hingga kematian. Patogenitasnya bergantung terhadap spesies, umur,

imunitas, kondisi stress hewan, dan virulensi agen tersebut (Uilenberg 2006).

2.7 Rickettssiales

Berdasarkan klasifikasi Gieszczkiewicz (1939) dalam Soulsby (1982) ordo

Ricketsialles dulu tergolong dalam Protozoa, filum Chiliophora. Sejak tahun

1957, Anaplasma diklasifikasikan dalam dalam filum Proteobacteria, ordo

Ricketsiales (Rajput et al. 2005, Rymaszewska & Grenda 2008). Filum

Proteobacteria didominasi oleh bakteri Gram negatif. Klasifikasi filum ini

berdasarkan homologi dari jumlah sekuens nukleotida dari 16S ribosomal RNA

atau berdasarkan hibridisasi dari ribosomal RNA atau DNA dengan 16S dan 23S

ribosomal RNA (Bowman 2011).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · tiga pilar penting dalam peningkatan populasi kerbau ialah reproduksi, manajemen dan pakan, dan kontrol penyakit. ... Fase gametosit

13

Organisme dalam ordo Rickettsiales memiliki ukuran 0.3 - 0.5 pm, non

motil, pleomorfik, didominasi bakteri Gram negatif dan bereplikasi di dalam sel

induk semang (intraseluler obligat) (Quinn et al. 2008). Ordo Rickettsiales

umumnya berperantara vektor serangga dalam transmisinya. Selain itu, tropisme

agen ini berdasarkan induk semang, jenis sel dan penyebaran wilayah geografis.

Rickettsiales terdiri atas dua famili yaitu Rickettsiacea dan

Anaplasmataceae (Quinn & Markey 2003). Famili Rickettsiaceae dikenal sebagai

rickettsiae, targetnya di makrofag, leukosit dan sel endotelial. Dinding sel famili

Ricketsiaceae mengandung peptidoglikan (Quinn et al. 2008). Anggota famili ini

juga mampu dikultur pada sel spesifik atau pada telur fertil. Karekteristik famili

Anaplasmataceae berbeda dengan Ricketsiaceae. Anaplasmataceae tidak memiliki

dinding sel tetapi memiliki membran sel. Selama ini Anaplasmataceae belum

pernah dilaporkan berhasil dikultur secara in vitro. Sel target utama famili ini

adalah eritrosit (Quinn et al. 2008).

Genus yang merupakan anggota famili Ricketsiaceae adalah Cowdiria,

Ricketsia, Neorickettsia, Elichia, dan Coxiella (Quinn & Markey 2003). Coxiella

burnetti merupakan agen patogen penyebab Q fever pada manusia dan sporadik

aborsi pada ruminansia. Ehrlichia rumeminantium menyerang ruminansia dan

menyebabkan penyakit yang dikenal sebagai hearthwater. Neorickettsia ristiicii

dikenal menyebabkan potomac horse fever, sedangkan Rickettsia rickettsii

menyerang manusia dan anjing serta menyebabkan Rocky Mountain spotted fever

(Quinn et al. 2008).

Anggota Anaplasmatacea di antaranya Aegyptianella, Anaplasma,

Eperythozoon, dan Haemobartonella. Serupa dengan famili Ricketsiae, peranan

Anaplasmataceae dalam menyebabkan penyakit pada hewan cukup besar.

Aegyptianella pullorum memiliki kepentingan dalam penyakit Aegyptianellosis

pada unggas. Anaplasma marginale, A. ovis, A. phagocytophila, A. bovis, A.

platys juga menyebabkan Anaplasmosis pada hewan domestik, liar bahkan

manusia. Eperythozoon menyebabkan Eperythrozoonosis dan Haemobartonella

menyebabkan Haemobartonellosis.

Hampir semua anggota dari Rickettsiaceae sangat bergantung terhadap

vektor serangga dalam transmisi. Oleh karena itu penyakit-penyakit akibat agen

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · tiga pilar penting dalam peningkatan populasi kerbau ialah reproduksi, manajemen dan pakan, dan kontrol penyakit. ... Fase gametosit

14

Rickettsiae disebut sebagai arthropode borne disease. Mikroorganisme ini

hidupnya mayoritas di dalam sel hidup induk semang, sehingga disebut

Rickettsiaceae tergolong sebagai mikroorganisme intraseluler obligat (Bowman

2011).

2.7.1 Anaplasma

Anaplasma merupakan kelompok bakteri yang menyerang sel darah hewan

domestik. Sel darah yang diserang beragam, yaitu eritrosit, monosit, sel

granulosit dan trombosit (Foley & Bieberstein 2004). Berdasarkan klasifikasi

Gieszczkiewicz (1939) dalam Souslby (1982) Anaplasma masih tergolong dalam

protozoa, filum Chiliophora, ordo Ricketsiales famili Ricketsiaceae. Namun,

berdasarkan taksonomi terbaru yang terdaftar dalam Genbank, Anaplasma kini

merupakan anggota dari filum Proteobakteria, kelas Alphaproteobacteria, ordo

Rickettsiales, dan famili Anaplasmataceae (Rymaszewska & Grenda 2008).

Anaplasma merupakan parasit obligat intraseluler, bakteri Gram- negatif

dan hidup di dalam sel darah mamalia (Rymaszewska & Grenda 2008). Induk

semangnya ialah sapi, kerbau, kambing, domba, anjing, kuda bahkan manusia.

Sedangkan yang berperan sebagai inang antara dalam penyebaran bakteri ini ialah

caplak dari famili Ixodidae dan Amblyommidae. Tabel 1 akan menjelaskan

mengenai jenis Anaplasma.

Tabel 1 Jenis Anaplasma yang ada di dunia

Agen Penyebab Penyakit Inang antara Induk semang

Sel yang

diinfeksi

Anaplasma bovis Bovine anaplasmosis Haemaphysalis sp Rhipichepalus sp Amblyoma sp

Ruminansia domestik, ruminansia kecil

Monosit

Anplasma ovis Ovine anaplasmosis Dermatocentor sp Ruminansia kecil Eritrosit

Anaplasma marginale

Bovine anaplasmosis

Ixodes sp

Dermatocentor sp Boophilus microplus Tabanus bovis (Hornok et al. 2008)

Ruminansia domestik Eritrosit

Anaplasma centrale Bovine anaplasmosis Ixodes sp Dermatocentor sp

Ruminansia domestik Eritrosit

Anaplasma phagotophilum

Granulotic anaplasmosis

Ixodes sp Dermatocentor sp

Ruminansia kecil, ruminansia domestik, ruminansia liar, anjing, kuda, manusia

Granulosit

Canine cyclic thrombocytopenia

Riphicepalus sanguensis

Anjing Platelet

Sumber: Rymaszewska & Grenda 2008 dengan beberapa penambahan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · tiga pilar penting dalam peningkatan populasi kerbau ialah reproduksi, manajemen dan pakan, dan kontrol penyakit. ... Fase gametosit

15

Seluruh stadium perkembangan caplak memiliki potensi untuk menyebarkan

agen Anaplasma. Infeksi pada induk semang terjadi akibat gigitan caplak yang

sebelumnya telah menggigit induk semang yang positif Anaplasmosis.

Penyebaran akan cepat terjadi pada suatu kawasan yang menejemennya

mencampurkan hewan yang positif anaplasmosis dan memiliki infestasi caplak

bersamaan dengan hewan sehat lainnya. Anaplasmosis juga diaporkan mampu

menyebar melalui kontaminasi silang peralatan pada prosedur dehorning, kastrasi,

vasksinasi dan koleksi sampel darah (Kocan et al. 2010).

Theileria, Babesia dan Anaplasma merupakan parasit intraseluler darah

yang berperantara caplak. Hal yang membedakan Anaplasma dengan Theileria

dan Babesia ialah transmisi juga bisa disebabkan oleh gigitan lalat. Lalat

penghisap darah dari famili Tabanidae dilaporkan mampu menjadi inang antara

mekanik dari Anaplasma marginale di kawasan Eropa tengah- timur (Hornok et

al. 2008).

Infeksi pada mamalia terdiri atas empat stadium yaitu inkubasi,

perkembangan, penyembuhan dan karier. Stadium inkubasi berlangsung pada saat

awal infeksi ketika Anaplasma menyerang sel darah hingga 1% dari sel darah

terinfeksi (Kocan et al. 2010). Lamanya stadium inkubasi bergantung atas jenis

Anaplasma yang menyerang dan jumlah Anaplasma. Pada stadium ini hewan

tidak menunjukkan gejala klinis. Tanda patologi klinik yang tampak ialah PCV

konstan, dan terjadi produksi sel darah merah bersamaan dengan lisisnya sel darah

merah akibat perkembangbiakan Anaplasma (Kocan et al. 2010).

Stadium perkembangan akan menunjukkan gejala klinis pada hewan

mamalia yang terinfeksi. Temuan patologi klinis yang muncul yaitu menurunnya

jumlah sel darah merah, PCV dan hemoglobin serta meningkatnya level

parasitemia dan jumlah sel darah merah yang rusak. Ketika anemia semakin

parah, hewan bisa mengalami gejala klinis berupa ikterus, kehilangan berat badan,

dehidrasi konstipasi dan peningkatan aktifitas respirasi. Infeksi akut ini juga bisa

menimbulkan aktifitas yang agresif, aborsi pada hewan bunting hingga kematian

akibat hipoksia. Stadium perkembangan dan inkubassi merupakan stadium yang

tepat untuk terapi obat dan penyembuhan.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · tiga pilar penting dalam peningkatan populasi kerbau ialah reproduksi, manajemen dan pakan, dan kontrol penyakit. ... Fase gametosit

16

Hewan yang berhasil melewati stadium inkubasi dan perkembangan akan

mengalami stadium penyembuhan. paremeter patologi klinis yang tampak yaitu

kembalinya nilai parameter darah PCV, jumlah sel darah merah, hemoglobin ke

rentang nilai normal. Hewan yang sembuh ini umumnya akan menjadi karier dan

bertindak sebagai sumber Anaplasmosis bagi hewan sehat lainnya seumur hidup

(Foley & Bieberstein 2004).

2.8 Dampak Infeksi Babesia, Theileria, Anaplasma

Perhitungan kerugian ekonomi setidaknya pernah dilaporkan di Tanzania

terkait tick borne disease tiap tahunnya mencapai 364 juta dolar Amerika,

termasuk 1.3 juta sapi yang mati. Dari kerugian tersebut setidaknya 68% kerugian

disebabkan oleh theileriosis, 13% disebabkan oleh anaplasmosis dan babesiosis

dan sisanya oleh penyakit lain (Kivaria 2006). Perhitungan serupa belum pernah

dilakukan di Indonesia, kerugian umumnya dikaitkan dengan gejala klinis dan

kematian (Uilenberg 2006, Osman & AL- Gaabary 2007, Kocan et al. 2010).

Hewan dengan infeksi rendah dan peresisten akan mengalami penurunan nafsu

makan yang berdampak pada penurunan produktifitas. Penurunan produktifitas

ditandai dengan penurunan berat badan dan performa kerja.

2.9 Penanganan infeksi Babesia, Theileria, Anaplasma

Pengobatan menggunakan sediaan antiprotozoa biasanya dilakukan pada

hewan yang menunjukkan gejala klinis akibat infeksi ketiga agen ini. Pengobatan

yang tersedia di antaranya tetracycline atau oxytetracycline untuk infeksi

Anaplasma dan Theileria (Kaufmann 1996, Akhter et al. 2010). Selain itu infeksi

Anaplasma bisa ditangani dengan sediaan parvaquone, cocsidiostat halofuginone

(Kaufmann 1996, Akhter et al. 2010). Infeksi Babesia bisa ditangani dengan

Diminazene aceturate dan Imidocarb dipropionate (Kaufmann 1996, Akhter et al.

2010). Hewan sembuh dari pengobatan, hewan tidak akan sepenuhnya terbebas

dari infeksi. Hewan yang sembuh akan menjadi karier bagi hewan lain .

Pada infeksi yang ringan umumnya penyakit ini bisa sembuh dengan

sendirinya. Pengendalian ektoparasit yang merupakan vektor adalah salah satu

penanganan infeksi yang tepat (Gubler 1998). Pengendalian ektoparasit lebih

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · tiga pilar penting dalam peningkatan populasi kerbau ialah reproduksi, manajemen dan pakan, dan kontrol penyakit. ... Fase gametosit

17

mudah dilakukan di Indonesia, melihat ketersediaan insektisida di pasaran dan

sistem berternak bisa dimodifikasi. Himawan (2009) memberikan contoh

menejemen yang bisa dimodifikasi contohnya mengubah kebiasaan merumput di

pagi hari, dimana larva caplak aktif di rerumputan pagi hari, memandikan kerbau

maupun membiasakan kerbau berkubang.